ANALISIS DAYA TAHAN PERBANKAN SYARIAH TERHADAP FLUKTUASI EKONOMI DI INDONESIA
OLEH SRI RETNO WAHYU NUGRAHENI H14070119
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
SRI RETNO WAHYU NUGRAHENI. Analisis Daya Tahan Perbankan Syariah terhadap Fluktuasi Ekonomi di Indonesia (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR)
Krisis ekonomi dan perbankan yang terjadi pada kurun waktu tahun 19971998 menyebabkan kehancuran perekonomian Indonesia yang sangat parah. Pada saat itu, bank syariah menunjukkan kehandalannya bertahan dalam situasi yang membuat banyak perbankan konvensional mengalami kebangkrutan. Selama periode itu, bank syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (non perfoming financings) pada bank syariah dalam periode pasca krisis ekonomi (Bank Indonesia, 2002). Melalui prinsip-prinsipnya bank syariah bergerak dan pada perkembangannya ternyata memberikan kontribusi yang nyata bagi perekonomian negara. Krisis ekonomi global secara tidak langsung juga mempengaruhi kinerja perbankan syariah di bidang penyaluran dana. Kinerja sektor riil yang memburuk mempengaruhi kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. Kondisi tersebut menyebabkan risiko kredit perbankan syariah meningkat. Dalam kaitannya dengan dengan fluktuasi ekonomi di Indonesia, kinerja perbankan syariah dapat dilihat dari beberapa faktor, diantaranya yaitu ROE, ROA, dan NPF sedangkan untuk melihat keadaan makroekonomi dilihat dari tingkat suku bunga SBI, IPI, dan CPI. Dari ketiga faktor makroekonomi untuk menggambarkan fluktuasi ekonomi, dampaknya terhadap kinerja perbankan paling berpengaruh disebabkan oleh tingkat suku bunga SBI (Jonas, 2008). Penelitian ini menggunakan data sekunder bulanan mulai Januari 2005 sampai dengan April 2010 dengan menggunakan metode VAR dan VECM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampak dari guncangan variabel makroekonomi melalui SBI, IPI, dan CPI mampu mempengaruhi kinerja perbankan syariah. Berdasarkan hasil IRF yang diperoleh dari adanya guncangan kebijakan moneter, dampaknya terhadap ketiga variabel yaitu ROE, ROA, dan NPF sesuai dengan hipotesis yang diharapkan, yaitu berpengaruh negatif. Guncangan ROE baru akan mulai stabil pada periode 40, variabel ROA akan stabil pada periode 6, dan variabel NPF akan mulai stabil pada periode tujuh. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian terdahulu Jonas et al (2008). yang menyatakan bahwa guncangan tingkat suku bunga akan berpengaruh negatif terhadap variabel ROE. Hasil negatif yang yang terjadi pada variabel NPF juga sejalan dengan penelitian terdahulu dari Marhammah (2010), ketika terjadi guncangan SBI akan menyebabkan nilai NPF negatif. Hasil analisis IRF terhadap guncangan pada sisi permintaan memiliki dampak yang positif pada variabel ROE dan ROA, sedangkan pada variabel NPF
memiliki respon negatif. Guncangan pada variabel ROE akan segera stabil pada periode 44, variabel ROA akan stabil pada periode 25, dan variabel NPF akan mulai stabil pada periode 12. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu Jonas (2008) yang menyatakan bahwa guncangan tingkat produksi akan berpengaruh negatif terhadap variabel ROE. Begitu juga dengan variabel NPF, ketika terjadi guncangan IPI, pada penelitian terdahulu oleh Marhammah (2010) menyatakan bahwa nilai akan merespon secara positif, namun dalam penelitian ini direspon negatif. Guncangan pada sisi penawaran melalui CPI sesuai dengan hipotesis penelitian, yaitu berdampak negatif pada variabel NPF serta berpengaruh positif pada variabel ROE dan ROA. Dampak guncangan ini akan segera berakhir pada variabel NPF, yaitu akan stabil pada periode delapan. Sedangkan pada variabel ROA akan berakhir dampak guncangannya pada periode 42 dan variabel ROE akan segera stabil pada periode 47. Penelitian terdahulu Jonas (2008) menyatakan bahwa bahwa guncangan CPI akan berpengaruh negatif terhadap ROE, namun dalam penelitian ini, hasilnya menyatakan kebalikannya yaitu berdampak positif. Hasil penelitian Marhammah (2010) tentang variabel NPF menyatakan bahwa ketika terjadi guncangan CPI akan menyebabkan NPF merespon negatif, hasil yang sama juga terjadi pada penelitian ini. Ketiga hasil IRF menyatakan bahwa nilai ROE perbankan syariah lebih berfluktuatif dibandingkan variabel ROA dan NPF, hal ini dikarenakan bank syariah yang ada di Indonesia keberadaannya masih dibawah kontrol bank konvensional sebagai bank induknya. Awal mula terbentuk bank umum syariah secara mandiri adalah dengan pembentukkan unit usaha syariah oleh bank konvensional, hingga pada saatnya nanti unit ini akan berpisah dari bank induknya dan membentuk bank syariah sendiri. Hasil FEVD membuktikan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa nilai kontribusi paling besar dan signifikan terhadap perubahan ketiga variabel ini yaitu dari adanya guncangan kebijakan moneter melalui SBI. Disusul dengan guncangan dari sisi permintaan, walaupun dampaknya tidak sebesar guncangan yang pertama, serta yang terakhir yaitu guncangan dari sisi penawaran. Dari hasil variance decomposition untuk ketiga variabel, sejalan dengan penelitian terdahulu Jonas (2008) yang menyatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap perubahan variabel kinerja perbankan syariah disebabkan oleh variabel tingkat suku bunga SBI. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ROA dan NPF lebih stabil hasilnya apabila terdapat suatu guncangan yang mengindikasikan bahwa variabel kinerja perbankan syariah ini memiliki daya tahan yang baik terhadap keadaan makroekonomi. Sedangkan variabel ROE, memiliki dampak yang lebih berfluktuatif karena variabel ini berkaitan dengan saham yang dimiliki oleh bank. Bank syariah merupakan bank yang masih memiliki induk yaitu bank konvensional, sehingga kinerja bank syariah dalam hal ini akan sangat dipengaruhi oleh kinerja bank konvensional sebagai induknya.
ANALISIS DAYA TAHAN PERBANKAN SYARIAH TERHADAP FLUKTUASI EKONOMI DI INDONESIA
OLEH SRI RETNO WAHYU NUGRAHENI H14070119
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
:
Analisis Daya Tahan Perbankan Syariah terhadap Fluktuasi Ekonomi di Indonesia
Nama
:
Sri Retno Wahyu Nugraheni
NIM
:
H14070119
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M. Ec NIP. 19630805 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan
:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Juni 2011
Sri Retno Wahyu Nugraheni H14070119
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sri Retno Wahyu Nugraheni lahir pada tanggal 16 Mei 1989 di Banyumas, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak terakhir dari 19 bersaudara dari pasangan bapak Soemitro (Alm) dan ibu Siti Sangadah (Almh). Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 3 Somagede, Banyumas pada tahun 1995 sampai tahun 2001. Penulis melanjutkan ke jengjang pendidikan SMP di SMP negeri 1 Susukan, Banjarnegara pada tahun 2001 sampai tahun 2004. Kemudian pada tahun 2004 sampai tahun 2007 penulis meneruskan pendidikan di SMA N Banyumas. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jurusan Ilmu Ekonomi melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa baru (SPMB). IPB menjadi pilihan penulis dalam melanjutkan studi dengan harapan besar agar dapat menggali ilmu dan mengembangkan pola pikir guna menjadi sumberdaya yang berguna serta mampu meraih impian di masa depan. Selama menyelesaikan akademiknya, penulis mengikuti berbagai kepanitiaan dan aktif di organisasi. Organisasi yang pernah diikutinya antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) kabinet Sahabat Ksatria tahun 2009 menjabat sebagai Sekertaris Departemen Pendidikan dan Kewirausahaan. Kemudian, pada tahun 2010, penulis dipercaya sebagai Kepala Bidang Pengembangan Sumberdaya Manusia BEM FEM IPB kabinet Orange Beraksi. Penulis juga pernah menjabat sebagai ketua panitia acara Extravaganza 2009 BEM FEM IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan Kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Tahan Perbankan Syariah terhada Fluktuasi Ekonomi di Indonesia”. Shalawat serta salam selau tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang berkat perjuangannya sehingga kita dapat membawa dunia menjadi seperti sekarang ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dasar penulisan skripsi karena banyak anggapan bahwa bank syariah memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi berbagai macam guncangan ekonomi. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tidak terhingga kepada : 1.
Ibunda Tercinta, Hj. Siti Sangadah (Almh) atas segala dukungan hingga akhir hayatnya yang tidak pernah lupa untuk selalu memberi semangat dan doanya, serta untuk bapak Soderin Setyahadi dan kakak tercinta Sri Aliyatu Syahifah yang telah memberi banyak dukungan moril dan nasehatnya.
2.
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M. Ec, selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas waktu dan bimbingan yang telah diluangkan di sela-sela kesibukan beliau untuk tetap dapat membimbing penulis dan teman-teman.
3.
Tanti Novianti, MSi dosen penguji utama dan Widyastutik, MSi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan banyak saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan tulisan ini.
4.
Noer Azam Achsani, Ph. D yang telah memberikan masukan dan penjelasan yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.
5.
Segenap dosen di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB. Ilmu bapak dan ibu sangat bermanfaat bagi kemajuan saya belajar.
6.
Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membantu segala proses administrasi terkait.
7.
Teman-teman satu bimbingan, Rani Nurfitriani dan Novia Handayani atas bantuan dan motivasi selama bimbingan.
8.
Sahabat-sahabat penulis, Emon, Solihin, Fani, dan seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi 44 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu, yang telah memberi banyak kenangan dan bantuan selama ini.
9.
Penghuni Pondok Rahmah lantai satu, Rina, Muthe, Bona, Sari, Rani, Mba Yuli, Ade, Tika, Fipe atas semua semangat dan dukungan moril selama tinggal dikosan.
10.
Teman-teman BEM FEM IPB kabinet Orange Beraksi, Ario, Maryam, Ria, Fariz, Ilham, Imam, Ayu, dan semua teman seperjuangan di BEM terutama bidang PSDM atas segala dukungannya. Penulis sangat terbuka terhadap saran, kritik dan pertanyaan-pertanyaan
mengenai skripsi ini. Besar harapan penulis, adanya skripsi ini akan bermanfaat bagi keberlanjutan studi perbankan syariah, khususnya dan pengembangan aplikasi ekonomi syariah di Indonesia, umumnya. Skripsi ini dapat disalin oleh siapapun dengan atau tanpa seijin penulis dengan memperhatikan kaidah-kaidah akademik.
Bogor,
Juni 2011
Sri Retno Wahyu Nugraheni H14070119
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii I.
PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8 1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................... 8 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 9
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................. 10 2.1. Pengertian Perbakan Syariah ........................................................ 10 2.2. Produk Perbankan Syariah ........................................................... 11 2.2.1. Prinsip Jual Beli ............................................................... 11 2.2.2. Prinsip Sewa (Ijarah) ........................................................ 12 2.2.3. Prinsip Bagi Hasil............................................................. 13 2.3. Fluktuasi Ekonomi ....................................................................... 14 2.4. Indikator Daya Tahan Bank Syariah ............................................. 20 2.5. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah....................... 24 2.6. Hubungan Variabel Makro dan Daya Tahan Perbankan Syariah ... 27 2.7. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi .................................................... 29 2.8. Tingkat Inflasi.............................................................................. 30 2.9. Tingkat Suku Bunga .................................................................... 33 2.10. Penelitian Terdahulu .................................................................... 34 2.11. Kerangka Pemikiran..................................................................... 36 2.12. Hipotesis Penelitian ..................................................................... 37
III.
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 39 3.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 39 3.2. Variabel dan Definisi Operasional ................................................ 39 3.3. Metode Analisis ........................................................................... 41 3.3.1. Vector Autoregressive (VAR) ........................................... 43 3.3.2. Vector Error Correction Model (VECM).......................... 46 3.3.3. Pengujian Sebelum Estimasi ............................................. 47 3.4. Model Penelitian .......................................................................... 50
IV.
DAYA TAHAN PERBANKAN SYARIAH ......................................... 52 4.1. Perkembangan Perbankan Syariah................................................ 52 4.2. Laporan Daya Tahan Keuangan Bank Syariah.............................. 54 4.3. Langkah Pengembangan Perbankan Syariah ................................ 57
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 60 5.1. Uji Stasioneritas ........................................................................... 60 5.2. Uji Lag Optimum ......................................................................... 61 5.3. Uji Stabilitas Model ..................................................................... 63 5.4. Hasil Estimasi VAR Bank Syariah ............................................... 64 5.5. Uji Kointegrasi Johansen ............................................................. 65 5.6. Hasil Estimasi VECM Bank Syariah ............................................ 66 5.7. Impulse Response Function (IRF) ................................................ 67 5.7.1. Analisis IRF oleh SBI ...................................................... 68 5.7.2. Analisis IRF oleh IPI ........................................................ 70 5.7.3. Analisis IRF oleh CPI ....................................................... 71 5.8. Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ................... 73 5.8.1. Analisis FEVD ROE......................................................... 73 5.8.2. Analisis FEVD ROA ........................................................ 74 5.8.3. Analisis FEVD NPF ......................................................... 75 5.9. Pembahasan Keseluruhan ............................................................. 75
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 78 6.1. Kesimpulan .................................................................................. 78 6.2. Saran............................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 82 LAMPIRAN ................................................................................................... 77
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Penelitian Terdahulu ................................................................................. 35
2.
Model Penelitian ....................................................................................... 51
3.
Rangkuman uji stasioneritas pada level ..................................................... 61
4.
Rangkuman Uji Stasioneritas pada First Different .....................................61
5.
Hasil Uji lag Optimum untuk Model ROE ................................................. 62
6.
Hasil Uji lag Optimum untuk Model ROA ................................................ 62
7.
Hasil Uji lag Optimum untuk Model NPF ................................................. 63
8.
Nilai Adjusted R2 ...................................................................................... 63
9.
Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen model ROE ........................... 66
10.
Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen model ROA .......................... 66
11.
Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen model NPF ........................... 66
12.
Variance Decomposition Variabel ROE .................................................... 74
13.
Variance Decomposition Variabel ROA .................................................... 74
14.
Variance Decomposition Variabel NPF ..................................................... 75
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Non Perfoming Financing Bank Syariah ........................... 5
2.
Alur Transmisi Moneter Ganda (Konvensional dan Syariah) ..................... 27
3.
Kerangka Pemikiran Operasional .............................................................. 37
4.
Proses analisis VAR dan VECM ............................................................... 42
5.
Perkembangan PYD dan NPF Perbankan Syariah .....................................57
6.
Respon ROE/ ROA/ NPF terhadap Guncangan Kebijakan Moneter .......... 69
7.
Respon ROE/ ROA/ NPF terhadap Guncangan dari sisi Permintaan .......... 70
8.
Respon ROE/ ROA/ NPF terhadap Guncangan dari sisi Penawaran .......... 72
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Hasill Uji Stasioneritas .............................................................................. 85
2.
Hasil Uji Kausalitas Model ROE ............................................................... 88
3.
Hasil Uji Kausalitas Model ROA .............................................................. 89
4.
Hasil Uji Kausalitas Model NPF ............................................................... 90
5.
Hasil Uji Kointegrasi Model ROE ............................................................. 91
6.
Hasil Uji Kointegrasi Model ROA ............................................................ 92
7.
Hasil Uji Kointegrasi Model NPF ............................................................. 93
8.
Hasil Uji Lag Optimum Model ROE ......................................................... 94
9.
Hasil Uji Lag Optimum Model ROA......................................................... 95
10.
Hasil Uji Lag Optimum Model NPF .......................................................... 96
11.
Hasil Uji Stabilitas Model ROE ................................................................ 97
12.
Hasil Uji Stabilitas Model ROA ................................................................ 98
13.
Hasil Uji Stabilitas Model NPF .................................................................99
14.
Hasil Estimasi Model ROE ..................................................................... 100
15.
Hasil Estimasi Model ROA ..................................................................... 103
16.
Hasil Estimasi Model NPF ...................................................................... 106
17.
Hasil Impulse Response ROE .................................................................. 108
18.
Hasil Impulse Response ROA.................................................................. 109
19.
Hasil Impulse Response NPF................................................................... 110
20.
Hasil FEVD ROE.................................................................................... 111
21.
Hasil FEVD ROA ................................................................................... 113
22.
Hasil FEVD NPF .................................................................................... 115
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Krisis ekonomi dan perbankan yang terjadi pada kurun waktu tahun 1997-
1998 menyebabkan kehancuran perekonomian Indonesia yang sangat parah. Kejadian ini dapat dilihat dari penurunan GDP riil Indonesia pada awal tahun 1998 sebesar 13,01 persen. Pada saat itu, bank syariah menunjukkan kehandalannya bertahan dalam situasi yang membuat banyak perbankan konvensional mengalami kebangkrutan. Jatuhnya perbankan konvensional pada saat itu diakibatkan beberapa hal. Pertama, tingginya tingkat suku bunga menyebabkan ketidakmampuan bank dalam menyediakan dana likuid yang akan digunakan untuk mendanai biaya operasionalnya. Nasabah peminjam, tidak mampu untuk mengembalikan dana yang telah dipinjam karena tingkat bunga yang terlalu tinggi. Sedangkan bank konvensional tidak mampu mengembalikan dana pinjaman dari Bank Indonesia karena tidak memiliki masukan dana. Kedua, sistem perbankan konvensional yang berbasis kapitalis yang menempatkan uang sebagai komoditas, menyebabkan suatu sistem yang tidak adil dan tidak produktif. Uang hanya disimpan di bank yang pada nantinya pasti akan mendapatkan keuntungan dari sistem bunga. Ketiga, karena perbankan konvensional berbasis suku bunga, sehingga perbankan ini kurang mendukung perkembangan sektor riil. Sektor riil dianggap memiliki risiko kegagalan yang besar dalam usahanya, sedangkan apabila uang yang disimpan di bank, pasti akan mendapat keuntungan, inilah yang menyebabkan perbankan konvensional tidak
mau mengambil risiko tersebut. Hal ini yang pada akhirnya menimbulkan guncangan pada sistem perbankan dan sektor riil sehingga terjadi ketidakstabilan pertumbuhan ekonomi. Selama periode krisis ekonomi 1997 – 1998, bank syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif
lebih rendahnya
penyaluran pembiayaan yang bermasalah (non perfoming financings) pada bank syariah dalam periode pasca krisis ekonomi (Bank Indonesia, 2002). Melalui prinsip-prinsipnya bank syariah bergerak dan pada perkembangannya ternyata memberikan kontribusi yang nyata bagi perekonomian negara. Kekebalannya terhadap krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997, dan juga pada krisis global tahun 2008, telah membuat kalangan akademisi dan praktisi semakin serius mengkaji perbankan syariah. Tidak kurang International Monetary Fund (IMF) juga turut melakukan berbagai kajian terhadap perbankan syariah sebagai alternatif
keuangan
internasional
yang
belakangan
sering
mengalami
ketidakstabilan dan menyebabkan terjadinya krisis dan keterpurukan ekonomi akibat lebih dominannya sektor finansial dibanding sektor riil dalam hubungan perekonomian dunia. Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah atau hukum Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba, serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, seperti usaha yang berkaitan dengan produksi makanan
atau minuman yang dikategorikan haram, usaha media yang tidak islami, dan usaha-usaha lain yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah sampai jangka panjang. Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang telah diberlakukan membuat perkembangan industri perbankan syariah nasional memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, bank syariah mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65 persen pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan (Bank Indonesia, 2010). Permasalahan utama yang dialami oleh bank-bank syariah selama tahun 2009 secara umum berkaitan dengan risiko likuiditas dan risiko kredit. Hal ini merupakan imbas dari krisis ekonomi global yang berpengaruh terhadap perekonomian dan sektor keuangan nasional secara umum yang terjadi pada tahun
sebelumnya. Terkait potensi meningkatnya risiko likuiditas, Bank Indonesia telah melaksanakan langkah-langkah antisipatif mencakup pemantauan likuiditas secara harian, mingguan, dan bulanan khususnya menyangkut pos-pos tertentu neraca, analisis tentang sumber penggunakaan dana termasuk analisa terhadap transaksi PUAS, pemantauan secondary reserve vs Dana Pihak Ketiga, pemenuhan GWM, posisi PDN, pertumbuhan pembiayaan dan surat berharga, serta simulasi terhadap ketahanan likuiditas dan permodalan bank. Secara umum risiko likuiditas perbankan syariah sejak triwulan II - 2009 dapat dinyatakan masih terkendali, sehingga tidak menimbulkan gejolak yang berarti. Krisis ekonomi global secara tidak langsung juga mempengaruhi kinerja perbankan syariah di bidang penyaluran dana. Kinerja sektor riil yang memburuk mempengaruhi kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. Kondisi tersebut menyebabkan risiko kredit perbankan syariah meningkat. Hal ini tercermin dengan meningkatnya nominal Non Performing Financing (NPF) menjadi 5,72 persen per September 2009. Pembiayaan dengan kolektibilitas selama tahun 2009 juga meningkat dalam jumlah yang signifikan, sehingga berpotensi menambah tingginya NPF. Walaupun risiko kredit mengalami peningkatan, perbankan syariah secara umum masih memiliki rasio permodalan (CAR) yang cukup dan mampu mengantisipasi potensi peningkatan risiko kredit ke depan. Perkembangan kegiatan penyaluran dana perbankan syariah khususnya dalam bentuk pembiayaan, mengalami perlambatan dengan laju pertumbuhan sebesar 18,16 persen (yoy) lebih rendah dari tahun 2008 sebesar 47,25 persen
(yoy). Perlambatan dimaksud terutama terjadi di awal tahun 2009 yang berlangsung sejak akhir tahun 2008. Menimbang bahwa PYD perbankan syariah selalu memiliki keterkaitan dengan sektor riil, kondisi tersebut mengindikasikan pelemahan kinerja sektor riil yang diperkirakan dipengaruhi oleh permintaan ekspor yang melemah dan penurunan harga berbagai komoditas yang berdampak pada adanya pembatasan ekspansi usaha dan pengurangan konsumsi. Pelemahan kinerja dimaksud juga tercermin pada kenaikan pembiayaan bermasalah secara signifikan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 (Bank Indonesia, 2010).
Sumber : Bank Indonesia (2010) Gambar 1. Perkembangan Non Perfoming Financing Bank Syariah
Peningkatan pembiayaan bermasalah pada periode laporan tercermin pada rasio non performing financing (NPF) sebesar 5,72 persen. Peningkatan NPF tersebut terjadi pada pembiayaan konsumsi khususnya pembiayaan perumahan, selain itu peningkatan NPF pada sektor perdagangan, perhotelan dan restoran serta sektor jasa yang tergolong sektor utama pembiayaan sehingga konsentrasi risiko yang dihadapi juga relatif tinggi dibandingkan sektor lainnya. Kemampuan
pengelolaan risiko perbankan syariah yang masih pada taraf penyempurnaan merupakan faktor utama dari penigkatan NPF ini, selain itu terdapat faktor lain seperti faktor pelemahan kinerja sektor riil. Secara internal faktor yang diduga turut berperan dalam terjadinya penurunan kualitas pembiayaan diantaranya keputusan pembiayaan yang kurang berhati-hati serta penilaian risiko dan harga yang kurang sensitif mengantisipasi penurunan suku bunga bank konvensional yang memicu adanya nasabah yang meninggalkan ataupun mengalihkan pembiayaan dari perbankan syariah (Bank Indonesia, 2010). Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini akan dianalisis faktor yang mempengaruhi daya tahan perbankan syariah terhadap fluktuasi ekonomi Indonesia. Pada akhirnya, akan ditemukan hasil yang mengarah pada pembuktian bahwa perbankan syariah memiliki daya tahan yang baik. Sehingga, perbankan syariah akan mampu menjadi suatu alternatif di bidang keuangan yang perlu dikembangkan agar dapat menciptakan kestabilan perekonomian.
1.2
Perumusan Masalah Pelopor perbankan syariah di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia.
Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada tahun 1997-1998 sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank
syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero), Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan Bank swasta nasional, Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Tbk). Perkembangan yang sangat baik pada bank syariah, tidak dapat dihindari akan adanya krisis tahun 1997-1998 dan krisis global 2008. Dampak krisis tahun 1997-1998 dapat segera diselamatkan oleh IDB dengan memberikan suntikan dana sehingga bank syariah Indonesia dapat pulih kembali. Kemudian dampak Krisis Global yang dirasakan oleh banyak kalangan di seluruh dunia, tetapi banyak pihak yang mengatakan bahwa bank syariah kebal dari krisis global yang dampaknya hanya berpengaruh kecil terhadap kinerja perbankan syariah, dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai NPF yang tidak terlalu besar perubahannya. Namun, secara keseluruhan perbankan syariah tetap mampu untuk menunjukkan kehandalannya dalam situasi perekonomian yang bergejolak. Sehingga perlu dianalisis kembali kebenaran dari kalimat tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akah dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Apa sajakah faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan bank syariah di Indonesia?
2.
Bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap daya tahan perbankan syariah dalam fluktuasi ekonomi di Indonesia?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan perumusan masalah tersebut
yaitu untuk : 1.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan bank syariah di Indonesia.
2.
Menganalisis pengaruh faktor-faktor terhadap daya tahan perbankan syariah dalam fluktuasi ekonomi.
1.4
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini yang diharapkan adalah sebagai
berikut : 1.
Untuk mempelajari faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan bank syariah.
2.
Untuk mengetahui kebenaran dari suatu pernyataan yang mengungkapkan bahwa perbankan syariah memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi krisis ekonomi.
3.
Sebagai sarana pembelajaran bagi penulis dan pembaca dalam memahami perkembangan bank syariah dan mengetahui kemampuan bank syariah bertahan dalam menghadapi berbagai macam fluktuasi ekonomi seperti krisis ekonomi.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan menganalisis daya tahan perbankan syariah terhadap
fluktuasi ekonomi. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya oleh Jonas et al yang telah di publikasikan dalam jurnal internasional, namun pada penelitian sebelumnya model digunakan untuk mengetahui daya tahan perbankan konvensional. Penulis akan mencoba untuk mengaplikasikan model tersebut dalam kasus daya tahan perbankan syariah. Model yang akan digunakan yaitu model VECM. Model ini mampu menganalisis hubungan jangka panjang - pendek variabel time series yang diamati dan mampu menganalisis dampak guncangan dari variabel makroekonomi terhadap variabel penentu kinerja perbankan syariah.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Pengertian Perbankan Syariah Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama,
yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Untuk Bank Syariah, pada dasarnya ketiga fungsi tersebut dapat dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsinya, perbankan melakukan hal-hal yang dilarang dalam syariah. Di dalam sejarah perkonomian kaum muslimin, fungsifungsi bank telah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Fungsi-fungsi tersebut adalah menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi, dan keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang. Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam
bertransaksi,
investasi
yang
beretika,
mengedepankan
nilai-nilai
kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, serta menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih
bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat digunakan oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Undang-Undang Nomor 30 tahun 1998 yang telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah, yaitu Bank Umum syariah, BPR Syariah, dan Bank Konvensional yang membuka usaha Syariah.
2.2.
Produk Perbankan Syariah Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pertama
produk penyaluran dana yang dilakukan dengan prinsip jual beli, kedua produk penghimpunan dana, dilakukan dengan prinsip sewa. Dan yang terakhir yaitu produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya, dengan prinsip bagi hasil. 2.2.1. Prinsip Jual Beli Prinsip jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan penyerahan barang. Prinsip jual beli, dapat dikategorikan menjadi tiga akad. Pertama, Pembiayaan Murabahah. Pada prinsip ini, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus sepakat atas
harga jual dan jangka waktu pembayaran. Kemudian, harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak berubah selama berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh. Kedua, yaitu akad Salam, dimana transaksi jual beli dilakukan ketika barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada bank, maka bank dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan. Produk ketiga dalam sistem jual beli yaitu Istishna. Sistem ini menyerupai salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin pembayaran. Biasanya, dalam Bank Syariah akad istishna digunakan untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang pesanan juga harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Kemudian harga jual dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. 2.2.2. Prinsip Sewa (Ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada transaksi ijarah obyeknya berupa
jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Sedangkan harga jual dan harga sewa disepakati pada awal perjanjian. 2.2.3. Prinsip Bagi Hasil Prinsip yang ketiga yaitu bagi hasil. Pada prinsip bagi hasil dibagi dua produk, musyarakah dan mudharabah. Musyarakah merupakan transaksi yang dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Ketentuan umum adalah semua modal yang ada disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Produk kedua dari prinsip bagi hasil yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Ketentuan umum adalah jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. Hasil pengelolaan diperhitungkan dengan 2 cara, yaitu revenue sharing, yang berasal dari pendapatan proyek dan profit sharing yang didapat dari keuntungan proyek. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan atau usaha nasabah.
Untuk mempermudah pelaku pembiayaan, diperlukan akad pelengkap. Meski tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besar pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Akad yang pertama yaitu Hiwalah atau alih piutang. Fasilitas ini lazim untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksi. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Akad kedua yaitu Rahn atau gadai. Akad ini digunakan untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan. Akad yang ketiga yaitu Qardd, yaitu pinjaman uang tunai yang diberikan kepada peminjam untuk kegiatan yang syariah. Wakalah atau perwakilan, terjadi bila nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya melaksanakan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang. Dan yang terakhir yaitu Kafalah atau Bank Garansi. Diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn (gadai), serta bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank diperkenankan mendapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.
2.3.
Fluktuasi Ekonomi Diasumsikan bahwa tingkat output alami tumbuh lebih lancar sepanjang
waktu, seperti dijelaskan model pertumbuhan solow kebanyakan fluktuasi jangka
pendek merupakan deviasi dari tingkat alami seperti dijelaskan oleh model permintaan agregat dan penawaran agregat. Hampir seluruh analisis makroekonomi didasarkan pada premis bahwa harga menyesuaikan untuk membersihkan pasar (clear the markets). Karena teori siklus bisnis riil mengasumsikan fleksibilitas harga, teori ini konsisten dengan dikotomi klasik yang menyatakan dalam teori ini, variabel-variabel nominal, seperti penawaran uang dan tingkat harga tidak mempengaruhi variabel riil, seperti output dan kesempatan kerja. Permintaan agregat adalah determinan primer pendapatan nasional dalam jangka pendek. Dalam menunjukkan bekerjanya kedua aliran pemikiran, ba ini mengambil pendekatan yang lebih bersifat deskriptif dibanding analistis. Dalam pertumbuhan model solow, perekonomian mendekati kondisi mapan dimana sebagian besar variabel tumbuh bersama-sama pada tingkat yang ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi konstan. Mungkin juga ada goncangan atas perekonomian yang mendorong fluktuasi jangka pendek dalam tingkat output dan kesempatan kerja alamiah. Menurut Robinson Crusoe fluktuasi dalam output, kesempatan kerja, konsumsi, invstasi dan produktivitas adalah tanggapan alamiah dan diinginkan dari individu atas perubahan-perubahan yang tidak dapat dihindari dalam lingkungannya. Menurut teori siklus bisnis riil, fluktuasi dalam perekonomian kita banyak kesamaannya dengan perekonomian Robinson Crusoe. Guncangan terhadap kemampuan kita untuk memproduksi barang dan jasa seperti perubahan cuaca yang mampu mengubah tingkat output dan kesempatan kerja alamiah.
Terdapat empat isu dasar yang menjadi pusat perdebatan, yaitu interpretasi mengenai pasar tenaga kerja, pentingnya guncangan teknologi, netralitas uang, dan fleksibilitas upah serta harga yang mampu menyesuaikan dengan cepat dan utuh untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Teori siklus bisnis riil menekankan gagasan bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan pada waktu tertentu bergantung pada insentif yang diterima para pekerja, seperti halnya Robinson Crusoe mengubah cara kerjanya secara sukarela dalam menanggapi kondisi yang berubah. Keinginan untuk merealokasi jam kerja disebut subtitusi tenaga kerja antar waktu (intertemporal subtitution of labor). Jika upah secara temporer tinggi atau jika tingkat suku bunga tinggi, maka hal itu adalah waktu yang baik untuk bekerja. Jika upah secara temporer rendah atau jika tingkat suku bunga rendah, maka itu adalah waktu yang baik untuk menikmati waktu senggang. Teori siklus bisnis riil percaya bahwa fluktuasi dalam kesempatan kerja tidak mencerminkan perubahan dalam jumlah orang yang ingin bekerja. Mereka percaya bahwa kesempatan kerja yang diinginkan sangat tidak sensitif terhadap upah riil dan tingkat bunga riil. Sebagai jawabannya, para pendukung teori ini berpendapat bahwa statistik pengangguran sulit di interpretasi. Satu-satunya fakta adalah tingkat pengangguran tinggi tidak berarti bawah subtitusi tenaga kerja antar waktu adalah tidak penting. Menurut model ini, output dan kesempatan kerja turun selama resesi karena teknologi produksi menurun, yang mengurangi output dan insentif untuk bekerja. Mereka berpendapat bahwa ada banyak peristiwa, meskipun tidak
teknologi secara harfiah, mempengaruhi perekonomian sebagaimana halnya guncangan teknologi. Sebagai contoh, cuaca yang buruk atau naiknya harga minyak dunia memiliki dampak yang sama untuk menekan perubahan dalam teknologi yang lebih baik. Teori siklus bisnis riil mengasumsikan bahwa uang dalam perekonomian kita adalah netral, bahkan dalam jangka pendek. Kebijakan moneter diasumsikan tidak mempengaruhi variabel-variabel riil seperti output dan kesempatan kerja. Netralitas uang tidak sekadar nama, tapi netralitas juga merupakan asumsi yang paling radikal dari teori itu. Para pendukung teori itu mengklaim bahwa penawaran uang adalah endogen, yaitu fluktuasi dalam output dapat menyebabkan fluktuasi dalam penawara uang. Teori siklus bisnis riil mengasumsikan bahwa upah dan harga menyesuaikan dengan cepat untuk membersihkan pasar. Para pengeritik menunjukkan bahwa banyak upah dan harga tidak fleksibel. Mereka percaya bahwa ketidakfleksibilitas ini menjelaskan eksistensi pengangguran dan non netralitas uang. Banyak ekonom bersikap skeptis terhadap siklus bisnis riil dan percaya bahwa fluktuasi jangka pendek dalam output dan kesempatan kerja menunjukkan deviasi dari tingkat wajar perekonomian mereka menganggap deviasi itu terjadi karena upah dan harga lambat menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang berubah. Salah satu alasan mengapa harga tidak langsung melakukan penyesuaian dalam jangka pendek adalah adanya biaya penyesuaian harga. Biaya penyesuaian
harga ini, disebut biaya menu (menu cost), membuat perusahaan menyesuaikan harga secara periodik bukan secara terus-menerus. Ketika menurunkan harga, suatu perusahaan menurunkan tingkat harga agregat
dan
meningkatkan
keseimbangan
uang
riil.
Kenaikan
dalam
keseimbangan uang riil memperbesar pendapatan agregat dengan menggeser kurva LM ke atas. Dampak makro terhadap penyesuaian harga sebuah perusahaan atas permintaan untuk seluruh produk perusahaan disebut eksternalitas permintaan agregat (agregat-demand externality), maka harga yang kaku mungkin optimal bagi mereka yang menetapkan harga, meskipun harga yang kaku tidak diharapkan untuk perekonomian secara umum. Ekonom Keynesian menyatakan bahwa resesi disebabkan oleh kegagalan koordinasi. Masalah koordinasi bisa muncul dalam penetapan upah dan harga karena mereka yang menentukan upah dan harga harus mengantisipasi para penentu upah dan harga lainnya, keputusan perusahaan mempengaruhi kumpulan hasil yang tersedia untuk perusahaan lain. Penjelasannya adalah bahwa harga dapat menjadi kaku hanya karena orang mengharapkan seperti itu, meskipun kekakuan tidak berada dalam kepentingan siapapun. Pengejutan (stragging) menurunkan proses koordinasi dan penyesuaian harga. Biasanya, pengejutan membuat seluruh tingkat upah dan harga melakukan penyesuaian secara berangsur-angsur, bahkan bila upah dan harga individu sering berubah, selain itu pengejutan juga mempengaruhi penetapan harga. Penawaran uang yang lebih kecil menurunkan permintaan agregat, yang selanjutnya membutuhkan
penurunan
proporsional
dalam
upah
nominal
untuk
mempertahankan kesempatan kerja. Dengan kata lain, penetapan upah individu yang dikejutkan membuat seluruh tingkat upah sulit berubah. Perkembangan terbaru dalam teori fluktuasi ekonomi jangka pendek mengingatkan bahwa kita tidak memahami flktuasi ekonomi sebaik yang kita kira. Para ekonom percaya bahwa upah dan harga adalah kaku atau sulit berubah. Kekakuan harga adalah bentuk ketidaksempurnaan pasar dan membuka kemungkinan bahwa kebijakan pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi untuk seluruh masyarakat. Sebaliknya, teori siklus bisnis riil menyatakan bahwa pengaruh pemerintah atas perekonomian terbatas dan bahkan kalaupun mampu menstabilkan perekonomian, pemerintah seharusnya tidak mencobanya. Menurut teori ini, turun naiknya siklus bisnis adalah tanggapan perekonomian yang wajar dan efisien terhadap kemungkinan perubahan teknologi. Model siklus bisnis riil standar tidak mencakup jenis ketidaksempurnaan pasar apapun. Para ekonom belum menemukan bukti mana yang paling meyakinkan untuk menjelaskan kejadian ini, sehingga teori fluktuasi ekonomi tetap menjadi sumber perdebatan hangat. Teori siklus bisnis riil sangat menekankan optimasasi antar waktu dan perilaku memandang kedepan, sedangkan Keynesian baru menekankan pentingnya harga yang kaku dan ketidaksempurnaan pasar yang lain, dengan demikian, teori-teori yang ada menggabungkan banyak elemen untuk mengembangkan pemahaman kita tentang fluktuasi ekonomi.
2.4.
Indikator Daya Tahan Bank Syariah Daya tahan atau kondisi kesehatan keuangan dan non keuangan bank
berdasarkan prinsip syariah merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank maupun pihak lainnya. Kondisi bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap prinsip syariah, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Meningkatnya produk dan jasa perbankan syariah yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi bank berdasarkan prinsip syariah. Perubahan eksposur risiko dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko yang selanjutnya berakibat pada kondisi bank berdasarkan prinsip syariah secara keseluruhan. Penilaian tingkat kesehatan bank dan penilaian manajemen risiko dibedakan namun terdapat perpotongan antara keduanya. Dalam penilaian tingkat kesehatan telah memasukkan risiko yang melekat pada aktivitas bank (inherent risk) yang merupakan bagian dari proses penilaian manajemen risiko. (Bank Indonesia, 2007) Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan
menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan. Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning, and Liquidity). Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat ini, BI sedang mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam sistem baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor, maka bank tersebut akan mengalami kesulitan dan stabilitas bank tersebut akan terganggu. Pada tahun 2004 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru tentang struktur atau komponen penilaian kesehatan suatu perbankan syariah. Struktur ini
yaitu CAMELS sebagai pengganti CAMEL dalam menilai kesehatan bank syariah tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 serta ketentuan pelaksanaannya sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Semua komponen pada CAMELS 2004 lebih mengarah pada ukuran-ukuran kinerja perusahaan secara internal, yaitu Asset Quality, Management, Earning Power, dan Liquidity, serta Sensitivity to Market Risk. Sistem penilaian dengan 6 faktor tersebut sering disebut dengan CAMELS Rating System. Jika dibandingkan dengan sistem penilaian kesehatan sebelumnya yaitu dengan metoda CAMEL tanpa faktor S yaitu Sensitivity to Market Risk sistem yang akan berakhir pada tahun 2011 ini memang lebih komprehensif, atau bisa diartikan lebih banyak komponen atau rasio-rasio yang dinilainya, termasuk penambahan komponen baru yaitu Sensitivity to market risk . Sebagai lembaga keuangan yang juga mengambil alih resiko dalam pengelolaan dana masyarakat, kepekaaan terhadap resiko pasar tidak bisa dipungkiri merupakan prinsip perbankan yang tidak bisa ditawar. Namun, Bank Indonesia akan lebih baik jika memperluas pengertian kepekaan tersebut dengan mendorong kepedulian bank terhadap pembangunan nasional yang terasa masih sangat kurang atau kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat yang telah rela menyimpan dananya di bank. Penilaian CAMELS tidak hanya bersifat kuantitatif saja, namun juga mempertimbangkan aspek kualitatif dalam bentuk expert judgment baik oleh penilai dari bank yang bersangkutan maupun oleh pemeriksa dari BI. Inilah perbedaan yang signifikan dari CAMELS dibandingkan CAMEL. Pada CAMEL,
sebagian besar proses penilaian kesehatan bank menggunakan rumus-rumus matematika dan sistem scoring dari hasil penilaian untuk setiap parameter, yaitu dengan skala 0 sampai 100. Dan nilai akhir dari kesehatan bank pun akhirnya berupa angka yang selanjutnya menentukan klasifikasi kesehatan bank yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Sedangkan pada versi CAMELS menggunakan matriks penilaian yang tidak hanya sekedar pendekatan kuantitatif saja. Hasil akhirnya pun adalah komposit 1 yang identik sangat baik atau sehat sampai komposit 5 yang bisa dikategorikan buruk atau tidak sehat. Selain itu, penilaian tingkat kesehatan bank syariah dapat dilakukan dengan cara kuantitatif, yaitu melihat nilai NPF (Non Performing Financing), ROE (return on Equity) serta ROA (Return on Asset). NPF merupakan rasio pembiayaan bermasalah suatu bank syariah terhadap total seluruh pembiayaan yang diberikan bank. Apabila nilai NPF semakin besar, maka bank dalam keadaan tidak sehat. Selain itu, untuk mengukur kinerja perbankan yang lainnya yaitu dengan menggunakan Return on Assets (ROA). ROA merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar rasio ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Rasio lain yaitu Return on Equity (ROE) dapat pula digunakan dalam mengukur kinerja perbankan. ROE merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk
menghasilkan laba setelah pajak. Semakin tinggi rasio ini berarti bahwa tingkat keuntungan yang dicapai bank semakin besar sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
2.5.
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah Mekanisme kebijakan moneter mencerminkan mekanisme kebijakan yang
mampu mempengaruhi perubahan variabel makro yang merupakan tujuan akhir dari kebijakan moneter seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Mishkin (2004) menjelaskan transmisi kebijakan moneter dari perspektif konvensional dapat melalui tiga bagian utama yaitu melalui efek suku bunga, efek harga aset, dan jalur kredit. Dalam tiap bagian utama, akan memberikan dampak bagi perekonomian melalui jalurnya dan variabelnya masing-masing. Dalam kondisi ideal, pengendalian moneter menjadi sederhana saja, yaitu menjaga kelancaran dan ketersediaan uang beredar dalam perekonomian sesuai kebutuhan di sektor riil, seperti yang dilakukan oleh Baitul Mal (government treasury) pada masa dahulu. Dalam kondisi tidak ideal seperti masa sekarang, dimana uang yang digunakan adalah fiat money yang mengandung riba dalam penciptaannya dan perbankan syariah yang masih menerapkan fractional reserve banking system yang menciptakan uang giral atau uang bank melalui money multiplier yang mengandung riba, maka pengendalian moneter Islam menjadi tidak sederhana (Ascarya, 2010). Agama Islam menganggap sektor moneter adalah penunjang bagi pertumbuhan sektor riil. Sektor moneter bukanlah suatu hal yang terpisah dari
sektor riil sebagaimana yang diyakini sistem moneter saat ini. Mereka menganggap adanya dikotomi antara sektor riil dan moneter. Karena moneter sebagai penunjang sektor riil, maka setiap kebijakan moneter haruslah diarahkan untuk meningkatkan sektor riil. Segala bentuk kebijakan moneter yang justru tidak berpihak kepada sektor riil haruslah dihindari. Selama ini yang menjadi permasalahan utama kurang bergeraknya sektor riil adalah karena sebagian besar dana yang ada di perbankan hanya disimpan di SBI. Demikian pula para pemilik dana yang lebih memilih untuk menggunakan uangnya dalam permainan pasar sekunder dan pasar derivatif. Selain itu, tingginya tingkat bunga cukup mencekik para pengusaha sehingga tidak memberikan stimulus bagi perkembangan dunia usaha sektor riil. Kontradiksi sektor riil‐moneter tersebut bersumber dari kebijakan suku bunga tinggi dari Bank Indonesia (BI). Kebijakan suku bunga tinggi diyakini penentu kebijakan akan membuat tekanan inflasi mereda. Namun, tingginya BI rate, yang sejak diperkenalkan pertama kali pada 5 Juli 2005 telah mengalami lima kali kenaikan, membuat sektor riil lesu. Tingginya BI rate justru membuat sektor finansial terus menikmati keuntungan berlimpah tanpa kerja. Per Mei 2006, dana perbankan yang menganggur tidak disalurkan ke sektor riil mencapai Rp 393 triliun, yang kemudian ditanam kembali di sektor finansial yaitu di SBI, SUN, dan instrumen lain. Bunga adalah akar dari semua krisis finansial perekonomian modern. Penerapan bunga membuat output di sektor riil 'dipaksa' tumbuh sesuai tingkat yang diinginkan sektor finansial. Dengan demikian, penerapan bunga secara
sistemik akan membuat upaya‐upaya mendapatkan laba jangka pendek semakin marak sehingga mendorong eksploitasi sumber daya manusia dan alam secara berlebihan. Dalam dunia modern, dampak bunga terhadap perekonomian dan lingkungan
menjadi
makin
mengkhawatirkan.
Ketika
sistem
bunga
dikombinasikan dengan reserve fractional banking, maka efek inflasioner bunga bertemu dengan kemampuan sektor perbankan untuk menciptakan uang. Dampaknya adalah pertumbuhan uang beredar menuju tak terbatas. Dalam jangka panjang, perekonomian dengan sistem bunga dan fractional reserve banking selalu menemui masalah pertumbuhan uang beredar secara berlebihan. Sistem keuangan modern juga sangat labil karena secara sistemik memfasilitasi kegiatan spekulasi. Pasar uang telah menjadi arena perjudian legal terbesar di dunia. Untuk menghindarkan perekonomian dari instabilitas, kita membutuhkan reformasi total dalam sistem keuangan modern yang bermuara pada penghapusan sistem bunga, fractional reserve banking, dan kegiatan spekulasi di pasar uang. Kebijakan moneter ganda di Indonesia menggunakan instrumen kebijakan moneter ganda, yaitu Surat Berharga Bank Indonesia atau SBI berbasis suku bunga untuk konvensional dan SBI Syariah atau SBIS berbasis fee untuk syariah. Fee SBIS saat ini masih merujuk kepada tingkat suku bunga SBI. Tingkat suku bunga SBI dan tingkat fee SBIS berperan sebagai policy rate. Policy rate ini akan mempengaruhi pendanaan dan pembiayaan perbankan melalui pasar uang antarbank konvensional dan syariah yang akan mempengaruhi biaya dana
perbankan dalam menyalurkan kredit atau pembiayaannya. Expansi kredit dan pembiayaan akan menghasilkan output dan mempengaruhi tingkat inflasi.
Sumber : Ascarya (2010) Gambar 2. Alur Transmisi Moneter Ganda (Konvensional dan Syariah)
2.6.
Hubungan Variabel Makro dan Daya Tahan Perbankan Syariah Dalam penelitian ini, tidak ada teori yang secara spesifik menjelaskan
mengenai hubungan antara variabel makroekonomi dengan kinerja perbankan (Freixas dan Rochet, 1998). Namun, dalam penelitian terdahulu menjelaskan bahwa variabel makroekonomi yang mudah mengalami guncangan memiliki dampak yang positif terhadap kinerja perbankan. Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan
bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah sampai jangka panjang. Kunt (1998) menjelaskan faktor-faktor yang menentukan terjadinya krisis perbankan yang mampu mempengaruhi daya tahan perbankan diantaranya adalah faktor-faktor makroekonomi, finansial, dan institusional. Pertama adalah faktor makroekonomi. Sejak awal tahun 1980-an masalah sistemik dalam sektor perbankan telah banyak terjadi di kebanyakan negara. Krisis perbankan rentan terjadi pada kondisi makroekonomi yang lemah. Pertumbuhan GDP yang rendah dapat meningkatkan risiko dalam sektor perbankan. Kerentanan terhadap guncangan output agregat tidak selalu menjadi tanda bahwa sistem perbankan yang
tidak
efisien,
karena
peran
bank
sebagai financial
intermediaries bersifat risk taking. Peningkatan risiko dalam sektor perbankan juga disebabkan oleh tingginya tingkat inflasi. Nominal interest rates yang tinggi dan berfluktuasi terkait dengan tingginya inflasi membuat perbankan sulit untuk untuk melakukan maturity transformation. Sehingga pengetatan kebijakan moneter digunakan untuk menciptakan stabilitas dalam sektor perbankan. Namun, penerapan kebijakan stabilitas inflasi dapat meningkatkan real interest rates secara signifikan. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa real interest rates yang tinggi cenderung meningkatkan kemungkinan terjadinya krisis perbankan. Oleh karena itu,
penerapan kebijakan stabilisasi inflasi harus memperhatikan dampak dari sistem perbankan. Kedua adalah faktor finansial. Selain kebijakan stabilitas inflasi, tingginya real interest rates juga disebabkan oleh hal-hal lain, seperti financial liberalization. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa tingkat liberalisasi finansial secara signifikan mempengaruhi kemungkinan terjadinya krisis perbankan meski real interest rates dapat dikendalikan. Ketiga adalah faktor institusional. Faktor ini akan menitikberatkan pada aktivitas di dalam internal perbankan. Adanya skema deposit insurance cenderung meningkatkan kemungkinan adanya masalah sistemik pada perbankan. Ketika di satu sisi deposit insurance dapat mengurangi adanya kepanikan dalam sektor perbankan, namun di sisi lain adanya deposit insurance dapat menimbulkan adanya moral hazard. Oleh karena itu, mengurangi tindak moral hazard di dalam penerapan deposit insurance menjadi prioritas utama dalam sistem perbankan.
2.7.
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Gross Domestic Product (GDP) adalah penghitungan yang digunakan oleh
suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas perekonomian nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume produksi dari suatu wilayah atau negara secara geografis. GDP memiliki pengertian lain yaitu mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat digunakan
untuk
mempelajari
perekonomian
dari
waktu
ke
waktu
atau
untuk
membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat. Gross domestic product hanya mencakup barang dan jasa akhir, yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir. Untuk barang dan jasa yang dibeli untuk diproses lagi dan dijual lagi (barang dan jasa intermediate) tidak dimasukkan dalam GDP untuk menghindari masalah double counting atau penghitungan ganda, yaitu menghitung suatu produk lebih dari satu kali. Terdapat dua tipe GDP, yaitu GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut. Tipe GDP yang kedua yaitu GDP dengan harga tetap atau GDP riil, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain. Selain GDP riil, pertumbuhan ekonomi suatu Negara juga bisa dilihat dari indeks produksinya atau biasa disebut dengan Industrial Production Index (IPI). Pertumbuhan indeks ini seiring dengan perkembangan ekonomi. Biasanya bila perekonomian bertumbuh dan berkembang, nilai indeks produksi suatu negara pun mengalami peningkatan.
2.8.
Tingkat Inflasi Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggirendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10 persen setahun, inflasi sedang berkisar antara 10-30 persen setahun, inflasi berat antara 30-100 persen setahun, dan hiperinflasi atau inflasi yang tidak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100 persen setahun. Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu demand pull inflation dan yang kedua cost push inflation. Untuk sebab yang pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter melalui Bank Indonesia, sedangkan untuk penyebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan sebagai
eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (government) seperti kebijakan fiskal, kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll. Inflasi yang diakibatkan tarikan permintaan atau demand pull inflation terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas
yang
terkait
dengan
permintaan
terhadap
barang
dan
jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. Inflasi yang disebabkan tekanan biaya atau cost push inflation terjadi akibat adanya kelangkaan produksi serta termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan dan penawaran atau juga karena terbentuknya posisi nilai ekonomis yang baru terhadap produk tersebut
akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi, bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi seperti aksi spekulasi dan penimbunan barang sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/ gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha - usaha swasta menaikkan harga barangbarang.
2.9.
Tingkat Suku Bunga Tingkat suku bunga menyatakan tingkat pembayaran atas pinjaman atau
investasi lain, di atas perjanjian pembayaran kembali yang dinyatakan dalam presentase tahunan (Dornbusch, et al., 2008). Suku bunga terbagi menjadi dua, yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang dibayar bank atau investor. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga yang diukur dengan kenaikan daya beli atau sudah memperhatikan nilai inflasi. Secara umum, tingkat suku bunga dipercaya berpengaruh positif terhadap tingkat profitabilitas suatu bank, yaitu dapat dilihat dari meningkatnya spread antara tingkat suku bunga simpanan dengan tingkat suku bunga pinjaman. Semakin tinggi suku bunga pinjaman sehingga melebihi suku bunga simpanan,
maka semakin besar pula pendapatan yang diterima oleh bank. Namun, di sisi lain, peningkatan tingkat suku bunga mengindikasikan bahwa perekonomian sedang mengalami overheating dan terdapat kemungkinan memburukya kondisi ekonomi pada masa yang akan datang. Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan investasi yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian modal yang mereka peroleh melebihi tingkat bunga. Dengan demikian besarnya investasi dalam suatu jangka waktu tertentu adalah sama dengan nilai dari seluruh investasi yang tingkat pengembalian modalnya adalah lebih besar atau sama dengan tingkat bunga. Apabila tingkat bunga menjadi lebih rendah, lebih banyak usaha yang mempunyai tingkat pengembalian modal yang lebih tinggi daripada tingkat suku bunga. Semakin rendah tingkat bunga yang harus dibayar para pengusaha, semakin banyak usaha yang dapat dilakukan para pengusaha. Semakin rendah tingkat bunga semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha.
2.10.
Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian mengenai hubungan antaran perbankan syariah
dengan pertumbuhan ekonomi memang masih sedikit. Namun, dalam penelitian ini, akan berusaha untuk mengadopsi model dari perbankan konvensional, kemudian di aplikasikan pada perbankan syariah. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu mengenai hubungan perbankan dan dampaknya terhadap perekonomian :
Tabel 1. Penelitian Terdahulu Metode Analisis VAR
No.
Judul
Penulis
1.
A VAR Analysis of the Effects of Macroeconomic Shocks on Banking Sector Loan Quality in Jamaica
Marlon Tracey (2008)
2.
Exploring Italian Banking Sector: Infinite Panel VAR analysis
Maksim Belitski (2009)
VAR
3.
Stress testing of the stability of the Italian banking system: a VAR approach How Resilient is the German Banking System to Macroeconomic Shocks?
Renato Filosa (2007)
VAR
Jonas Dovern, CarstenPatrick Meier, and Johannes Vilsmeier (2008) Robert St.
VAR, VECM
4.
5.
Macroenomic
Hasil Variabel suku bunga dan nilai tukar memiliki peranan yang signifikan terhadap jumlah pinjaman pada bank konvensional. Peningkatan suku bunga dan inflasi merupakan peringatan dini dari penurunan ekonomi. Sektor perbankan di Jamaica telah mampu untuk mengurangi dampak negatif dari guncangan makro. Sedangkan, untuk menunjukkan peningkatan ekonomi dilihat dari semakin meningkatnya jumlah pinjaman. Sektor perbankan Italia sensitif terhadap guncangan di pasar UE keuangan dan meningkatnya persaingan, kinerja ekonomi dan stabilitas keuangan. Terdapat hubungan yang signifikan antara kegiatan perbankan dengan ekonomi riil.
Kebijakan moneter kontrakasionari memberikan dampak yang paling besar terhadap test stress terhadap perbankan.
Persamaan Dari 30 variabel yang
Determinants of Banking Financial Performance and Resilence in Singapore
2.11.
Clair (2004)
simultan
digunakan, hanya empat variabel yang signifikan dalam penelitian ini, yaitu suku bunga, nilai tukar, pengangguran dan permintaan agregat. Jurnal ini juga meramalkan bahwa kinerja perbankan pada quarter pertama 2003 akan lebih baik dari tahun sebelumnya.
Kerangka Pemikiran Hubungan antara variabel makroekonomi yang berkaitan langsung pada
pertumbuhan ekonomi sangat rentan terhadap berbagai macam guncangan. Untuk mengkaji lebih jauh lagi tentang hubungan antara guncangan variabel makro terhadap stabilitas dan daya tahan perbankan yang akan mampu menurunkan pendapatan nasional, maka penulis akan mencari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan bank syariah di Indonesia, baik di era krisis maupun non krisis. Faktor-faktor tersebut telah membuat perbankan syariah tetap mampu bertahan dalam berbagai kondisi ekonomi dan mampu berkembang dari tahun ke tahun yang ditunjukkan dari semakin banyaknya kantor bank syariah dan peningkatan nilai asetnya. Dengan adanya guncangan ekonomi, yang akan digambarkan dengan tiga macam guncangan, yaitu guncangan kebijakan moneter, guncangan dari sisi permintaan serta guncangan dari penawaran. Guncangan dari sisi moneter akan menggunakan proxy variabel suku bunga SBI, guncangan dari sisi permintaan akan menggunakan proxy variabel IPI,
dan guncangan dari sisi penawaran akan menggunakan proxy variabel CPI. Variabel-variabel tersebut mampu mempengaruhi daya tahan perbankan yang apabila tidak dilakukan antisipasi, maka pada jangka panjang akan berakibat pada keadaan ekonomi yang makin buruk. Untuk lebih rincinya, maka alur pemikiran penulis dapat dilihat dalam gambar berikut : Indikator Perkembangan Bank Syariah
ROE
ROA
NPF
Indikator Daya Tahan Perbankan Syariah
Guncangan Ekonomi
IPI
SBI
CPI
Mengganggu Kinerja dan Daya Tahan Perbankan Syariah Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
2.12.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini akan
dirumuskan beberapa hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Guncangan variabel makroekonomi dapat dilihat dalam tiga macam guncangan, yaitu guncangan kebijakan kontraksi moneter, guncangan pada sisi permintaan, dan guncangan pada sisi penawaran.
2.
Guncangan pada kebijakan moneter diukur dengan melihat guncangan pada variabel ROE, ROA, dan NPF perbankan syariah dengan menggunakan variabel tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang berpengaruh negatif terhadap variabel kinerja perbankan syariah serta memiliki dampak yang paling besar terhadap perubahan variabel tersebut dibandingkan guncangan dari sisi permintaan maupun penawaran.
3.
Guncangan pada sisi permintaan diukur dengan guncangan pertumbuhan ekonomi yaitu menggunakan proxy variabel Industrial Production Index (IPI) yang akan berpengaruh negatif terhadap variabel kinerja perbankan syariah, tetapi dampaknya tidak sebesar guncangan kebijkan moneter.
4.
Guncangan pada sisi penawaran diukur dengan guncangan inflasi yaitu menggunakan variabel Consumer Price Index (CPI) dimana guncangan pada sisi penawaran memiliki pengaruh negatif terhadap perubahan variabel kinerja perbankan syariah.
III.
3.1.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
bersifat kuantitatif dan merupakan data bulanan. Data ini diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI), Statistik Perbankan Syariah (SPS), IFS, CEIC, dan sumber lainnya. Periode waktu penelitian ini adalah 64 waktu amatan, yaitu antara Januari 2005 sampai dengan April 2010 yang merupakan data time series.
3.2.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Daya Tahan Perbankan Syariah Daya tahan suatu perbankan syariah merupakan suatu indikator kinerja perbankan syariah dalam rangka menghasilkan tingkat laba maupun dalam hal sedikitnya pembiayaan yang bermasalah. Bank syariah yang memiliki daya tahan yang baik ketika terdapat guncangan makroekonomi maka variabel daya tahan ini akan cenderung stabil. 2. Fluktuasi Ekonomi Fluktuasi ekonomi merupakan tanggapan yang wajar dan efisien terhadap ekonomi. Keadaan ini menggambarkan bahwa output perekonomian berfluktuasi baik karena tingkat output alami berfluktuasi atau karena output perekonomian menyimpang dari tingkat alamiahnya. Keadaan ini nantinya akan berpengaruh
terhadap sektor riil dan memiliki pengaruh terhadap daya tahan perbankan syariah. 3. Return on Equity (ROE) Return on Equity digunakan sebagai proxy untuk mengukur tingkat pengembalian modal yang dapat dilakukan perbankan syariah. Data ROE diperoleh dari Bank Indonesia berupa data bulanan dalam bentuk persen pada periode Januari 2005 sampai Desember 2008 dan Januari 2010 sampai April 2010. Untuk data tahun 2009 merupakan data kuartalan yang kemudian dilakukan perlakuan. Perlakuan yang dilakukan untuk data kuartalan tersebut yaitu dengan melakukan metode cubic macth last pada software e-views, sehingga data kuartalan tersebut dapat dirubah menjadi data bulanan dan dapat memudahkan estimasi. 4. Return on Asset (ROA) Data Return on Asset digunakan sebagai proxy untuk mengukur tingkat kinerja perbankan dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Data ROE diperoleh dari Bank Indonesia berupa data bulanan dalam bentuk persen pada periode Januari 2005 sampai Desember 2008 dan Januari 2010 sampai April 2010. Untuk data tahun 2009 merupakan data kuartalan yang kemudian dilakukan perlakuan yang sama seperti perlakuan pada data ROE yaitu dengan metode cubic macth last. 5. Non Performing Financing (NPF) Nilai NPF digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian pembiayaan yang bermasalah. Data NPF tidak memperoleh perlakuan apapun dikarenakan
data tersebut sudah tersedia dalam data bulanan selama periode estimasi dalam bentuk persen. 6. Tingkat Output Data Industrial Price Index (IPI) digunakan dalam penelitian ini sebagai variabel untuk menghitung tingkat output barang dan jasa yang dihasilkan di Indonesia atas harga tahun dasar 2000. Data IPI merupakan data bulanan yang dinyatakan dalam bentuk indeks. 7. Tingkat Inflasi Indeks Harga Konsumen atau Consumer Price Index (CPI) dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur tingkat inflasi yang terjadi pada perekonomian atas harga konstan tahun 2005. Data IHK merupakan data bulanan yang dinyatakan dalam bentuk indeks. 8. Tingkat suku bunga Tingkat suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) nominal yang merupakan data bulanan dan dinyatakan dalam satuan persen (%).
3.3.
Metode Analisis Penelitian ini akan menggunakan metode Vector Autoregressive (VAR)
yang digunakan untuk melihat pengaruh guncangan makroekonomi terhadap kinerja perbankan syariah untuk mengetahui daya tahan dari bank syariah tersebut. Sedangkan metode Vector Error Correction Model (VECM) akan digunakan jika variabel-variabel yang digunakan stasioner pada first difference-
nya. Untuk melihat tahapan proses pengolahan data dengan menggunakan VAR dapat dilihat dari gambar di bawah ini : Data Time Series pada Level Pengujian Akar Unit Tidak Stasioner
Stasioner VAR
Uji Kointegrasi Pada Level
Uji Korelasi antar eror Korelasi Tinggi
Korelasi Rendah
SVAR
VAR
Terkointegrasi
Tidak Terkointegrasi
VECM
Uji Akar Unit pada First Difference
Stasioner
Tidak Stasioner
VAR FD
Impulse Response dan Forecast Error Decomposition of Variance Gambar 4. Proses analisis VAR dan VECM
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun data yang dikumpulkan adalah datadata yang secara umum dianggap relevan dan mempunyai hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Langkah kedua adalah pengujian akar unit dari seluruh data yang sudah terkumpul. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengujian akar unit ini biasannya dilakukan dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Adapun tujuan dari pengujian akar unit ini adalah untuk menguji stasioneritas dan derajat integritas dari variabel tersebut. Jika seluruh data bersifat stasioner pada level, maka kita bisa langsung melakukan estimasi VAR terhadap data tersebut. Apabila data yang
ada tidak stasioner pada level maka akan dilakukan uji kointegrasi pada level dan apabila hasilnya terkointegrasi, maka dapat dilakukan estimasi terhadap data menggunakan estimasi VECM.
3.3.1. Vector Autoregressive (VAR) Penggunaan pendekatan struktural atas pemodelan persamaan simultan biasanya menerapkan teori ekonomi di dalam usahanya untuk mendeskripsikan hubungan antar variabel yang ingin diuji. Akan tetapi sering ditemukan bahwa teori ekonomi saja ternyata tidak cukup baik di dalam menyediakan spesifikasi yang tepat atas hubungan dinamis antar variabel. Terkadang proses estimasi dan inferensi bahkan menjadi lebih rumit karena keberadaan variabel endogen di kedua sisi persamaan yaitu endogenitas variabel di sisi dependen dan independennya. Metode VAR yang merupakan ciptaan Sims pada tahun 1980 kemudian muncul sebagai jalan keluar atas permasalahan ini melalui pendekatan nonstrukturalnya. Secara garis besar terdapat empat hal yang ingin diperoleh dari pembentukan sebuah sistem persamaan, yaitu deskripsi data, peramalan, inferensi struktural, dan analisis kebijakan. VAR menyediakan alat analisa bagi keempat hal tersebut melalui empat macam penggunaannya, seperti Forecasting untuk ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel, Impulse Response Functions (IRF) untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu, Forecast Error Decomposition of Variance
(FEDVs) untuk memprediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu, dan Granger Causality Test yang digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel. Model VAR yang dikembangkan oleh Chistoper A. Sims (1980), model dasarnya hampir sama dengan model untuk menguji Granger’s (1969) Bivariate Causality. VAR adalah model apriori terhadap teori ekonomi. Namun demikian model ini sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi di mana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam ekonomi. Model ini juga menjadi dasar munculnya metode co-integrasi Johansen (1988, 1989) yang sangat baik dalam menjelaskan perilaku variabel dalam perekonomian. Model VAR secara matematis dapat diwakili oleh. = ∑
+
+
(3.1)
dimana Zt adalah vektor dari variabel-variabel endogen sebanyak m, Xt adalah vektor dari variabel-variabel eksogen sebanyak d termasuk di dalamnya konstanta (intercept). A1,...,Ap, dan B adalah matriks-matriks koefisien yang akan diestimasi, dan t adalah vektor dari residual-residual yang secara kontemporer berkorelasi tetapi tidak berkorelasi dengan nilai-nilai lag mereka sendiri dan juga tidak berkorelasi dengan seluruh variabel yang ada dalam sisi kanan persamaan di atas. Model VAR tidak banyak tergantung pada teori dalam penyusunan model. Hal-hal yang perlu ditentukan dalam model VAR yaitu variabel yang saling berinteraksi atau saling mempengaruhi yang perlu dimasukkan dalam model. Kedua, banyaknya variabel jeda yang perlu diikutsertakan dalam model yang diharapkan dapat menangkap keterkaitan antar variabel dalam sistem. Oleh karena
itu, sebelum memilih variabel yang dianalisis dalam model perlu diuji terlebih dahulu sifat kausalitas dari variabel-variabel tersebut dengan menggunakan uji kausalitas granger. Model VAR memiliki kelebihan daripada analisis dengan model lainnya. Kelebihan dari model ini yaitu : 1. Model VAR adalah model yang sederhana dan tidak perlu membedakan mana variabel endogen dan eksogen. Semua variabel pada model VAR dapat dianggap variabel endogen. 2. Cara estimasi model VAR sangat mudah yaitu dengan menggunakan OLS pada tiap-tiap persamaan secara terpisah. 3. Peramalan menggunakan model VAR pada beberapa hal lebih baik dari peramalan yang menggunakan model dengan persamaan simultan yang lebih kompleks. 4. Semua variabel pada model VAR harus sudah stasioner. Jika data variabel belum stasioner maka harus ditransformasi terlebih dahulu agar stasioner. 5. Interpretasi parameter yang telah diestimasi pada model VAR tidak mudah. Oleh karenanya, para praktisi kadang-kadang malah mengestimasi IRF (Impulse Response Function). IRF melacak respons dari variabel terikat pada model VAR bila terjadi perubahan shock melalui u1 dan u 2 (untuk model dengan 2 variabel).
3.3.2. Vector Error Correction Model (VECM) Konsep dasar error correction model atau ECM pertama kali dicetuskan oleh Sargan pada tahun 1964, dalam penelitian hubungan upah dengan harga di Inggris Raya (United Kingdom). Salah satu keunggulan utama ECM adalah kemampuannya mengatasi masalah data yang tidak stationer dan korelasi spurius (Thomas, 1997). Unit root dan stationer merupakan syarat untuk menggunakan ECM, dimana ECM hanya digunakan jika minimal salah satu variabel tidak stationer. Jika seluruh data yang digunakan ternyata stationer, persamaan tersebut dapat dianalisa dengan menggunakan OLS. Misalkan kita memiliki sebuah persamaan: =
∗
+
+
(3.2)
Dimana nilai yt dan xt adalah nilai Y dan X dalam logaritma dan ut merupakan sebuah fungsi : =
−
+
(3.3)
Syarat untuk menghasilkan persamaan ECM adalah yt dan xt tidak stationer (yt I(1) dan xt I(1)) dan ut stationer (ut I(0)). Jika persyaratan ini terpenuhi, maka persamaan 2 akan ditulis dalam bentuk ECM sebagai berikut : ∆
= ∆
− (
−
−
)+
(3.4)
Selanjutnya, digambarkan bagaimana variabel-variabel yang tidak stasioner dapat digunakan untuk mengestimasi model dengan mekanisme koreksi kesalahan atau ECM ini. Meskipun tidak stasioner, kenyataannya variabelvariabel tersebut terkointegrasi. Hal ini mengimplikasikan bahwa ada proses
penyesuaian mencegah kesalahan dalam jangka panjang menjadi lebih besar lagi. Engel dan Granger (1987) telah membuktikan bahwa variabel yang terkointegrasi seperti ini mempunyai koreksi kesalahan. Hubungan kointegrasi tidak boleh diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, diperlukan suatu model yang mampu merestriksi kesalahan – kesalahan tersebut. Model VAR yang sebelumnya, kemudian direstriksi untuk memperoleh model yang lebih baik untuk mengestimasi hasil amatan yang dinamakan VECM. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel – variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek.
3.3.3. Pengujian Sebelum Estimasi Sebelum melakukan estimasi VAR atau VECM terlebih dahulu harus dilakukan beberapa pengujian. Berikut ini adalah beberapa pengujian yang harus dilakukan: 1.
Uji Stasioneritas Data Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan metode ADF sesuai dengan
bentuk tren deterministik yang dikandung oleh setiap variabel. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series non stasioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR, yaitu VAR dalam bentuk first difference atau VECM. Keberadaan variabel non stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan
untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. Pengujian kointegrasi sebaiknya tetap dilakukan pada data stasioner, mengingat terdapatnya kemungkinan kesalahan pengambilan kesimpulan pengujian unit root terkait dengan the power of test. 2.
Penentuan Lag Optimal Untuk memperoleh panjang selang yang tepat, maka perlu dilakukan tiga
bentuk pengujian secara bertahap. Pada tahap pertama akan dilihat panjang selang maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil atau stasioner jika seluruh akar unitnya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle (Lutkepohl, 1991). Pada tahap kedua, panjang selang optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidat selang yang terpilih adalah panjang selang menurut kriteria Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Information Criterion (SC). Jika kriteria informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat selang, maka kandidat selang tersebut optimal. Jika diperoleh lebih dari satu kandidat, maka pemilihan dilanjutkan pada tahap ketiga. Pengujian dengan menggunakan AIC akan mengikuti persamaan sebagai berikut : AIC = log Σ dimana Σ
/
+ 2 /
(3.5)
adalah jumlah reidual kuadrat, sedangkan N dan k masing-masing
merupakan jumlah contoh dan jumlah variabel yang beroperasi pada persamaan tersebut. Besarnya lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria AIC yang terkecil
Selain melalui kriteria AIC, pemillihan lag optimum juga dapat dilakukan berdasarkan Schwarz Information Criterion (SC). Kriteria SIC dapat ditulis dalam persamaan berikut : ( ) + ( ⁄ )(log − 1)
SIC =
(3.6)
dimana: q
= jumlah variabel
T
= jumlah observasi
SIC
= Schwarz Information Criterion Pada tahap terakhir, nilai Adjusted R2 variabel VAR dari setiap kandidat
selang dibandingkan dengan penekanan pada variabel-variabel penting dalam model VAR tersebut. Selang optimal akan dipilih dari sistem VAR dengan selang tertentu yang menghasilkan nilai Adjusted R2 terbesar pada variabel-variabel penting dalam sistem. 3.
Pengujian Hubungan Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-
variabel yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Thomas, 1997). Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi di sekitar nol. Dengan kata lain, error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi, seperti Eagle-Granger Cointegratiopn Test, Johansen Cointegration Test, dan Cointegration Regression Durbin-Watson Test. Suatu
data time series dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau sering disebut I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. 4.
Uji Stabilitas Model VAR Dalam prakteknya, stabilitas sistem VAR dapat dilihat dari nilai inverse
roots karakteristik AR polinomialnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai modulus di Tabel AR roots-nya, jika seluruh nilai AR roots-nya di bawah satu, maka sistem tersebut stabil. 5.
Bentuk Urutan Variabel (ordering) Kebutuhan bentuk urutan variabel sesuai dengan uji kausalitas hanya
terjadi jika nilai korelasi residual antar variabel di dalam sistem secara mayoritas (lebih dari 50 persen) menjadi 0,2. Jika mayoritas nilai korelasi antar variabelnya bernilai di atas 0,2 maka spesifikasi urutan variabel sesuai dengan teori ekonomi atau uji kausalitas perlu dilakukan. Jika hasilnya yang ditemukan kontradiktif atau sebaliknya, maka bentuk urutan yang tepat tidak perlu dipermasalahkan.
3.4.
Model Penelitian Model VAR yang akan digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk
matriks adalah sebagai berikut : = Dimana
+ ∑
+
+
(3.7)
merupakan vektor dari variabel endogen dengan dimensi (n x 1),
merupakan vektor dari variabel endogen, termasuk konstanta (intersep) dan trend, adalah koefisien matriks dengan dimensi (n x n), dan residual. Dalam sistem bivariat sederhana,
adalah vektor dari
dipengaruhi oleh nilai
periode
sebelumnya dan periode ini, sementara
dipengaruhi nilai
periode
sebelumnya dan periode saat ini. Model VECM yang akan digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk matriks sebagai berikut : ∆
=
dimana
+
+∑
Γ∆
dan Γ merupakan fungsi dari
dipecah menjadi dua matriks, yaitu dimana
+
dan
merupakan matriks penyesuaian,
(3.8) pada persamaan (3.8). Matriks dengan dimensi (n x n).
=
+
merupakan vektor kointegrasi, dan
merupakan rank kointegrasi. Keterangan variabel X dijelaskan pada Tabel dibawah ini : Tabel 3. Model Penelitian
Model Model return on equity (ROE) Model return on asset (ROA) Model non performing financing (NPF)
dapat
Variabel X ROE, IPI, suku bunga SBI, CPI ROA, IPI, suku bunga SBI, CPI NPF, IPI, suku bunga SBI, CPI
,
IV. DAYA TAHAN PERBANKAN SYARIAH
4.1.
Perkembangan Perbankan Syariah Kinerja keuangan suatu entitas dapat diukur melalui analisis laporan
keuangan yang diimplementasikan pada penggunaan elemen – elemen laporan keuangan untuk membentuk rasio keuangan kunci agar dapat menilai kondisi kesehatan keuangan perusahaan (Budisantoso, 2004). Metode-metode lain yang dapat digunakan sebagai penilaian kinerja perusahaan adalah analisis commonsize, studi diferensiasi komponen laporan keuangan industri, review terhadap material deskriptif dan perbandingan data-data lain (Gibson, 2001). Meski menghadapi tekanan akibat krisis keuangan global yang dampaknya semakin meluas, kinerja perbankan syariah sepanjang tahun 2008 relatif stabil. Meningkatnya fungsi pengawasan dan kerjasama dengan otoritas terkait yang disertai penerbitan beberapa peraturan oleh Bank Indonesia dan Pemerintah cukup efektif menjaga ketahanan perbankan dari dampak negatif gejolak pasar keuangan tersebut.
Perbankan
berhasil
meningkatkan
fungsi
intermediasinya
dan
melaksanakan proses konsolidasi perbankan dengan hasil yang positif (Laporan Pengawasan Perbankan, 2008). Hingga kini peranan bank syariah di pasar industri perbankan di Indonesia masih sangat minim jika dibandingkan kegiatan perbankan konvensional. Di samping konsep dan mekanisme kegiatan bank syariah belum banyak dipahami masyarakat, juga perhatian dan dukungan dari pihak pemerintah sejauh ini masih sangat terbatas. Pada kondisi perekonomian yang masih serba sulit dewasa ini,
khususnya yang dihadapi sektor riil. Peran bank syariah dengan konsep kemitraan (partnership) berdasarkan azas bagi hasil (sharing principle), bukannya pendekatan
bunga,
sebenarnya
diharapkan
dapat
mendorong
kegiatan
perekonomian untuk keluar dari era krisis. Bentuk dukungan dari pemerintah pada perbankan syariah di Indonesia dapat dilakukan antara lain melalui penyertaan modal pemerintah pada bank syariah yang beroperasi serta pemerintah mengeluarkan regulasi berupa kemudahan persyaratan bagi pendirian bank syariah baru atau mengubah salah satu bank konvensional BUMN menjadi bank syariah secara penuh. Dorongan juga dapat pula berbentuk insentif perpajakan atau keterlibatan dalam promosi atau sosialisasi konsep bank syariah secara ekstensif dan peningkatan kualitas beserta kuantitas SDM di bidang bank syariah. Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersamasama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional. Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam
bertransaksi,
investasi
yang
beretika,
mengedepankan
nilai-nilai
kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang. Aset perbankan syariah diprediksi oleh peneliti dari direktorat perbankan syariah akan mengalami peningkatan dan mencapai angka Rp. 300 milyar pada tahun 2015. Pertumbuhan ini memungkinkan seiring dengan indikator tren pertumbuhan industri perbankan syariah sepuluh tahun terakhir ini yang mencapai 15 persen (Gunawan, 2011).
4.2.
Laporan Daya Tahan Keuangan Bank Syariah Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia,
dalam kurun waktu 17 tahun total aset industri perbankan syariah telah meningkat
sebesar 27 kali lipat dari Rp 1,79 triliun pada tahun 2000, menjadi Rp 49,6 triliun pada akhir tahun 2008. Laju pertumbuhan aset secara impresif tercatat 46,3 persen per tahun (yoy, rata-rata pertumbuhan dalam 5 tahun terakhir). Untuk periode 2007 sd 2008 yang lalu, pertumbuhan yang mencapai rata-rata 36,2 persen pertahun bahkan lebih tinggi daripada laju pertumbuhan aset perbankan syariah regional Asia Tenggara yang hanya berkisar 30 persen pertahun untuk periode yang sama. Perkembangan total asset tahun 2007 ke tahun 2008 tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin besar total aktiva yang merupakan salah satu alat ukuran perusahaan, akan meningkatkan ROA (Return On Assets). Pada tahun 2008 total asset BUS dan UUS (Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah) meningkat sebesar 13,017 miliar rupiah dari tahun 2007, namun ROA BUS dan UUS menunjukkan penurunan sebesar 0,65 persen. Sejak diterbitkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebagai landasan legal formal yang secara khusus mengatur berbagai hal mengenai perbankan syariah di tanah air, maka kecepatan pertumbuhan industri ini diperkirakan akan melaju lebih kencang lagi. Hal ini terlihat dari indikator penyaluran pembiayaan yang mencapai rata-rata pertumbuhan sebesar 36,7 persen pertahun dan indikator penghimpunan dana dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 33,5 persen pertahun untuk tahun 2007 s.d. tahun 2008. Angka-angka pertumbuhan yang impresif tersebut tidak hanya berhenti di atas kertas sebagai perputaran uang di sektor finansial. iB Perbankan syariah
membuktikan dirinya sebagai sistem perbankan yang mendorong sektor riil, seperti diindikasikan oleh rasio pembiayaan terhadap penghimpunan dana (Financing to Deposit ratio, FDR) yang rata-rata mencapai diatas 100 persen pada dua tahun terakhir. Keberadaan iB Perbankan syariah juga semakin luas melayani masyarakat di seluruh pelosok Indonesia. Jumlah jaringan telah tersebar di sebanyak 998 kantor dan telah hadir 1.492 layanan syariah (per Februari 2009) di 32 provinsi di Indonesia. Layanan iB juga didukung oleh lebih dari 6000 jaringan ATM Bersama dan 7000 jaringan ATM BCA, untuk memberikan kemudahan transaksi keuangan dan perbankan. Kehadiran teknologi mobile banking, baik melalui phone banking maupun internet banking juga telah dimanfaatkan oleh iB untuk menyajikan layanan yang reliabel bagi gaya hidup masyarakat modern yang mobile. Secara keseluruhan, profitabilitas perbankan syariah tercatat relatif cukup tinggi sebagaimana yang ditunjukkan oleh rata-rata pencapaian rasio Return on Equity (ROE) perbankan syariah yang mencapai 45,92 persen pertahun (periode tahun 2007 s.d. tahun 2008). Semua gambaran diatas menunjukkan bahwa perbankan syariah di Indonesia merupakan industri keuangan yang berbasis sektor riil merupakan sektor usaha yang cukup menjanjikan bagi para investor, pengusaha dan masyarakat. Selain itu, untuk mengetahui tingkat pembiayaan tidak lancar dari perbankan syariah, kita dapat melihat dari nilai Non Perfoming Financing (NPF). Nilai NPF yang semakin menurun menunjukkan bahwa perbankan syariah mampu untuk mengatur dan mengurangi resiko pembiayaan macet. Pada pertengahan tahun 2008 yang dikenal sebagai krisis keuangan global,
bank syariah menujukkan kinerja yang sangat baik dengan nilai NPF yang cenderung stabil, walau pada bulan November 2009, nilai NPF meningkat menjadi 5 persen. Setelah kejadian krisis global, bank syariah kembali menata kondisi sehingga pada awal tahun 2010 hingga akhir tahun, nilai NPF cenderung turun. Gambar 5 dibawah ini juga dapat kita lihat perkembangan pembiayaan yang diberikan (PYD) yang menujukkan peningkatan hingga akhir 2009. Hal ini juga mampu membuktikan bahwa perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang berbasiskan sektor riil dan sangat memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan sektor riil sebagai perkembangan perekonomian bangsa walau harus tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Sumber : Bank Indonesia (2009) Gambar 5. Perkembangan PYD dan NPF Perbankan Syariah
4.3.
Langkah Pengembangan Perbankan Syariah Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di
Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah grand strategi pengembangan pasar Perbankan Syariah,
sebagai strategi komprehensif
pengembangan pasar yang meliputi aspek-aspek strategis, yaitu penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank. Berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah. 1. Menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40 persen, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75 persen. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target aset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81 persen. 2. Program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai
perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparan, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “Bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”. 3. Program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah. 4. Program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan nilai yang ditawarkan yaitu saling menguntungkan dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami. 5. Program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah. 6. Program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung seperti melalui media cetak, elektronik, online atau website, yang bertujuan untuk
memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Uji Stasioneritas Hasil dan pembahasan dalm penelitian ini akan didasarkan pada langkah-
langkah yang telah dijjelaskan sebelumnya. Langkah pertama merupakan langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang digunakan mengandung kemungkinan memiliki akar unit yang menyebabkan data menjadi tidak stasioner pada level. Data yang memiliki akar unit, mungkin saja hasil regresinya kelihatan bagus ternyata hasil tersebut menjadi tidak valid dan tidak mampu menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi. Dalam penelitian ini akan digunakan uji stasioneritas Augmented Dickey Fuller (ADF). Apabila hasil dari pengujian ini menunjukkan nilai mutlak t-ADF lebih besar dari nilai mutlak MacKinnon critical values-nya maka data telah stasioner pada taraf nyata sebesar lima persen atau satu persen (5 persen atau 1 persen). Dapat juga dilihat pada nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya kurang dari taraf 1 persen, 5 persen, dan 10 persen, maka data tersebut stasioner pada taraf tersebut. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh, maka dapat dilihat bahwa hanya data IPI dan ROA yang stasioner pada level. Hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 3 untuk lebih jelasnya. Data yang tidak stasioner pada level perlu dilakukan pengujian selanjutnya pada first different-nya untuk melihat data yang digunakan stasioner pada level tersebut.
Tabel 3. Rangkuman uji stasioneritas pada level Uji Stasioneritas Variabel t-statistic t-MacKinnon -2.291932 -3.486509* CPI IPI -4.350051 -3.482763* -2.545323 -2.910860* SBI -2.168847 -2.908420* ROE -2.956238 -2.909206* ROA -2.712722 -2.908420* NPF Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan nilai t-MacKinnon taraf nyata 5 persen Uji ADF pada level First Different yang dilakukan menunjukkan semua data telah stasioner pada taraf nyata 5 persen dan 1 persen. Setelah semua data dinyatakan stasioner, maka data dapat diproses ke langkah berikutnya. Hasil uji pada level First Different dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rangkuman Uji Stasioneritas pada First Different
Variabel CPI SBI ROE NPF
Uji Stasioneritas t-statistic t-MacKinnon -3.603485 -3.544063** -10.50558 -3.544063** -8.687108 -3.540198** -8.327639 -3.540198**
Catatan: tanda asterik (**) menunjukkan nilai t-MacKinnon taraf nyata 1 persen
5.2.
Uji lag Optimum Langkah selanjutnya dalam melakukan estimasi terhadap model ini yaitu
menentukan panjang lag optimum. Kandidat selang yang akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia, yaitu criteria Likehood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Infformation Criterion (AIC), Shwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quin Criterion (HQ). Apabila criteria informasi merujuk pada sebuah kandidat selang, maka lag tersebut yang akan dipilih untuk melanjutkan estimasi pada tahan berikutnya. Hasil uji panjang lag optimum ketiga variabel dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 5. Hasil Uji lag Optimum untuk Model ROE
lag 0 1 2 3 4 5
LR NA 496.0347 41.25161 31.36222 36.83165* 14.68402
FPE 0.005995 1.06e-06 8.04e-07 7.14e-07 5.30e-07* 6.60e-07
AIC 6.234608 -2.408847 -2.691506 -2.830920 -3.165492* -3.009540
SC 6.375458 -1.704597* -1.423856 -0.999870 -0.771042 -0.051690
HQ 6.289590 -2.133936 -2.196667 -2.116153 -2.230795* -1.854915
Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan kandidat selang yang dipilih
Tahap selanjutnya yaitu ketika didapat lebih dari satu kandidat, maka pemilihan akan dilanjutkan dengan melihat nilai Adjusted R2 variabel VAR dari masing-masing kandidat selang. Nilai Adjusted R2 yang diperoleh, kemudian diperbandingkan dengan penekanan pada variabel-variabel terpenting dari sistem VAR tersebut. Selang optimal akan dipilih dari sistem VAR dengan selang tertentu yang menghasilkan nilai Adjusted R2 terbesar pada variabel penting di dalam sistem. Tabel 6. Hasil Uji lag Optimum untuk Model ROA
Lag 0 1 2 3 4 5
LR NA 479.2414 47.64005 30.21968 40.39516* 13.44321
FPE 9.67e-06 2.33e-09 1.56e-09 1.42e-09 9.68e-10* 1.24e-09
AIC -0.1947 -8.52717 -8.93759 -9.05217 -9.471587* -9.28298
SC -0.05385 -7.822916* -7.66994 -7.22112 -7.07714 -6.32513
HQ -0.13972 -8.25226 -8.44276 -8.3374 -8.536891* -8.12836
Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan kandidat selang yang dipilih
Berdasarkan Tabel 5. dapat dilihat bahwa terdapat dua pilihan kandidat selang pada model ROE, yaitu pada lag 1 dan lag 4, kemudian dipilih lag 4 sebagai lag optimum karena nilai Adjusted R2 pada dua kandidat selang tersebut lebih besar nilainya pada lag 4. Tabel 6. menunjukkan kandidat pilihan lag optimum bagi model ROA yaitu pada lag 1 dan lag 4. Berdasarkan nilai Adjusted R2 pada lag tersebut, maka terpilih lag 4 sebagai lag optimum.
Tabel 7. Hasil Uji lag Optimum untuk Model NPF
Lag 0 1 2 3 4 5
LR NA 482.3602 37.03808* 22.06902 24.86216 9.592455
FPE 2.61e-05 5.94e-09 4.91e-09* 5.34e-09 5.27e-09 7.51e-09
AIC 0.799187 -7.59104 -7.789424* -7.72681 -7.7764 -7.48646
SC 0.940037 -6.886786* -6.52177 -5.89576 -5.38195 -4.52861
HQ 0.854169 -7.316125* -7.29459 -7.01205 -6.8417 -6.33183
Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan kandidat selang yang dipilih
Lag optimum untuk model NPF dipilih berdasarkan dua kandidat selang, yaitu pada lag 1 dan lag 2 yang dapat dilihat pada Tabel 7. di atas. Nilai Adjusted R2 dari dua kandidat selang model NPF mengarah pada pilihan optimum pada lag 2. Nilai Adjusted R2 untuk masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini. Tabel 8. Nilai Adjusted R2
Lag
Nilai Adjusted R2 ROE
Nilai Adjusted R2 ROA
Nilai Adjusted R2 NPF
1 2 3 4
0.723524 0.704255 0.791709 0.845453*
0.724683 0.773893 0.837141 0.898712*
- 0.043351 0.235283* 0.103604 0.108688
Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan lag yang dipilih
5.3.
Uji Stabilitas Model Panjang selang optimal telah diperoleh dari pengujian sebelumnya. Setelah
itu, panjang selang optimal yang dipilih perlu diuji, apakah selang tersebut merupakan panjang selang maksimum VAR yang stabil. Stabilitas model VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu system VAR dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle (Lutkepohl, 1991).
Nilai modulus dari model ROE dalam penelitian ini, berkisar antara 0.466783-0.985036, nilai modulus untuk model ROA berkisar antara 0.5126070.984706 dan untuk model NPF nillai modulusnya berkisar antara 0.2646700.984755. Berdasarkan hasil tersebut menyatakan nilai modulus yang diperoleh tidak ada yang melebihi satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa model VAR stabil pada panjang selangnya masing-masing. Untuk lebih jelasnya, hasil pengujian stabilitas model VAR dapat dilihat pada Lampiran 11, Lampiran 12, dan Lampiran 13.
5.4.
Hasil Estimasi VAR Bank Syariah Uji lag optimal telah dilakukan, selanjutnya dapat ditulis persamaan umum
model VAR dari tiga variabel kinerja bank Syariah. Model ini nantinya akan digunakan untuk melihat stabilitas modelnya, sehingga dapat dilakukan langkah selanjutnya, yaitu estimasi dengan menggunakan model VECM dikarenakan data yang tersedia tidak stasioner pada first different. Model VAR dituliskan sebagai berikut: Model VAR ROE =∑
+∑
Γ
+∑
+∑
(5.1)
+
Model VAR ROA =∑
Γ
+∑
+∑
+∑
(5.2)
+
Model VAR NPF =∑
Γ
+∑
+∑
+∑
+
(5.3)
dimana : ROE
: total return on equity bank syariah
ROA : total return on asset bank syariah NPF
: total non-performing financing bank syariah
LIPI
: total logaritma natural dari data IPI sebagai proxy dari tingkat output
LCPI : total logaritma natural dari data CPI sebagi proxy dari tingkat inflasi SBI
: tingkat suku bunga SBI
5.5.
Uji Kointegrasi Johansen Pengujian kointegrasi penting untuk dilakukan untuk melihat hubungan
jangka panjang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meskipun jika dilihat secara individu tidak stasioner, namun secara kombinasi linear menjadi stasioner. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang yaitu nilai galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dikarenakan data yang diperoleh tidak semua stasioner pada level, maka akan dilakukan estimasi dengan menggunakan model VECM, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kointegrasi terlebih dahulu. Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai trace statistic. Terdapat hubungan kointegrasi apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai critical value 5 persen. Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata 5 persen, yang berarti terdapat minimal 1 persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan model ROE.
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen model ROE
Hipotesa None At most 1 At most 2 At most 3
Trace statistic ROE 68.44621* 31.29488 13.26080 4.046685
5 persen critical value 54.07904 35.19275 20.26184 9.164546
Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan adanya kointegrasi pada taraf nyata 5 persen
Tabel 10 dapat dilihat bahwa terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata 5 persen, yang berarti terdapat minimal 1 persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan model ROA. Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen model ROA
Hipotesa None At most 1 At most 2 At most 3
Trace statistic ROA 49.26982* 24.38575 9.142565 2.421415
5 persen critical value 47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan adanya kointegrasi pada taraf nyata 5 persen
Tabel 11 dapat dilihat bahwa terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata 5 persen, yang berarti terdapat minimal 1 persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan model NPF. Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen model NPF
Hipotesa None At most 1 At most 2 At most 3
Trace statistic NPF 71.95439* 34.53968 15.97218 4.221103
5 persen critical value 54.07904 35.19275 20.26184 9.164546
Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan adanya kointegrasi pada taraf nyata 5 persen
5.6.
Hasil Estimasi VECM Bank Syariah VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini
dilakukan karena adanya data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM mampu melihat hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan
keberadaan dinamisasi jangka pendek. Model VECM yang dipilih merupakan model terbaik berdasarkan kriteria goodness of fit yang harus dimiliki model. Hasil estimasi model secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14, Lampiran 15, serta Lampiran 16. Model ini diharapakan lebih mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya dibandingkan dengan menggunakan model VAR in difference. Sims (1980) dan Doan (1992) menentang penggunaan variabel difference, walaupun jika variabel tersebut memiliki unit root (tidak stasioner pada level). Kedua pakar ini berargumen bahwa differencing akan membuang informasi berharga yang terkait dengan pergerakan searah data. VAR in difference digunakan bagi data yang tidak stasioner pada level dan tidak terkointegrasi, sedangkan dalam penelitian ini, data yang ada walaupun tidak stasioner semua pada level, namun semua data stasioner pada first difference dan memiliki hubungan kointegrasi, sehingga digunakan model VECM.
5.7.
Impulse Response Function (IRF) VAR merupakan suatu metode yang akan menentukan sendiri struktur
dinamisnya dari suatu model. Setelah dilakukan uji VAR, maka diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis VAR secara jelas. IRF digunakan untuk mengidentifikasi suatu kejutan pada satu variabel endogen sehingga dapat menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak diharapkan dalam variabel mempengaruhi variabel lain. IRF digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel independen
sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF sangat sensitif terhadap pengurutan. Variabel yang memiliki nilai prediksi, diletakkan didepan berdampingan dengan variabel lainnya. Hasil IRF terhadap variabel ROE, ROA, dan NPF dapat dilihat pada Lampiran 17, Lampiran 18, dan Lampiran 19. Berikut adalah gambaran simulasi impulse response ketiga variabel tersebut terhadap guncangan kebijakan moneter, guncangan dari sisi permintaan, dan guncangan dari sisi penawaran.
5.7.1. Analisis IRF terhadap Guncangan Kebijakan Moneter oleh SBI Sesuai dengan hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan adanya guncangan kebijakan makroekonomi melalui variabel SBI sebesar satu standar deviasi akan berpengaruh negatif terhadap ROE, ROA, dan NPF. Walaupun pada awal periode dampak guncangan ini meningkatkan ROE, namun pada periode 3 cenderung mengalami penurunan. Hasil berupa respon negatif ini sesuai dengan hasil penelitian Jonas Dovern et al. (2008). Peningkatan SBI mengakibatkan nilai laba bank syariah mengalami penurunan, karena nilai pengembalian pembiayaan dari masyarakat menurun. Respon guncangan ini mulai stabil untuk variabel ROE pada periode 40 sampai akhir ramalan yaitu berkisar antara 2.25 persen.
Response of ROE/ ROA/ NPF to SBI 0.5 0
Persen (%)
-0.5
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
-1
ROE
-1.5
ROA NPF
-2 -2.5 -3
Periode
Gambar 6. Respon ROE/ ROA/ NPF terhadap Guncangan Kebijakan Moneter oleh SBI
Pengaruh guncangan SBI terhadap ROA tidak berbeda jauh dengan dampak terhadap ROE. Dengan adanya kenaikan SBI, mengakibatkan nilai pengembalian perbankan syariah meningkat dan menurunkan tingkat laba bank syariah. Respon guncangan ini akan akan segera stabil pada periode enam dan nilainya berkisar antara 0.1 persen sampai akhir estimasi. Guncangan SBI akan berpengaruh negatif juga terhadap NPF. Hal ini dapat
dijelaskan
dengan
adanya
peningkatan
SBI
menyebabkan
nilai
pengembalian pembiayaan syariah menjadi relatif lebih kecil sehingga masyarakat akan melakukan pengembalian pembiayaan tersebut, akibatnya nilai NPF akan turun. Respon dari guncangan ini akan mulai stabil pada periode tujuh dengan besaran nilai respon berkisar antara 0.25 persen dan bertahan pada nilai tersebut hingga akhir periode estimasi. Secara keseluruhan guncangan SBI paling besar berdampak pada variabel ROE. Untuk variabel NPF dan ROA cenderung stabil dan relatif kecil dari awal
adanya guncangan SBI. Hal ini mampu membuktikan bahwa perbankan syariah tahan terhadap guncangan SBI.
5.7.2. Analisis IRF terhadap Guncangan dari Sisi Permintaan oleh IPI Dampak guncangan IPI tidak sesuai dengan hipotesis yang diharapkan kecuali pada variabel NPF. Pada variabel ROE dan ROA dampak guncangan direspon dengan positif. Peningkatan ROE disebabkan oleh perbaikan kondisi ekonomi
yang
ditandai
dengan
meningkatnya
pertumbuhan
produksi.
Pertumbuhan ekonomi ini akan menyebabkan masyarakat memiliki cukup dana untuk mengembalikan pinjaman kepada bank syariah, sehingga laba bank syariah meningkat. Respon ini akan stabil pada periode 44 sampai akhir periode amatan dan nilainya berkisar antara 0.1 persen.
Response of ROE/ ROA/ NPF to IPI 3.5 3
Persen (%)
2.5 2 1.5 1 0.5
ROE ROA NPF
0 -0.5 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 Periode
Gambar 7. Respon ROE/ ROA/ NPF terhadap Guncangan dari sisi Permintaan oleh IPI
Akibat adanya peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan pengembalian kepada perbankan syariah, maka laba perbankan syariah
mengalami peningkatan pula. Pada awal periode yaitu periode satu sampai 13 guncangan IPI terhadap ROA merespon positif, namun stelah periode tersebut hingga akhir amatan estimasi responnya negatif dan mulai stabil pada periode 25 dengan nilai respon berkisar antara 0.07 persen. Guncangan pada sisi permintaan dari IPI menyebabkan keinginan untuk mengembalikan pembiayaan yang diberikan bank syariah meningkat, sehingga nilai NPF akan turun. Nilai NPF akan mulai stabil pada periode 12 hingga akhir estimasi dengan kisaran respon 0.03 persen. Hasil yang sama juga terjadi pada guncangan dari sisi permintaan. Pengaruh guncangan IPI memiliki respon yang besar pada variabel ROE, sedangkan pada variabel ROA dan NPF nilainya cenderung stabil.
5.7.3. Analisis IRF terhadap Guncangan dari Sisi Penawaran oleh CPI Sesuai dengan hipotesis yang diharapkan, dampak guncangan pada sisi penawaran melalui CPI memiliki respon yang negatif pada NPF, sedangkan pada variabel ROE dan ROA responnya berupa respon positif. Tekanan inflasi dari sisi biaya merupakan sumber inflasi yang signifikan dalam pembentukkan harga di Indonesia. Kondisi ini dimanfaatkan perusahaan untuk mengambil keuntungan dengan cara menaikkan harga jual barang dan jasa sehingga pendapatan perusahaan meningkat yang diikuti dengan meningkatnya kemampuan perusahaan dalam mengembalikan pembiayaan bank. Hal ini menyebabkan nilai laba bersih bank syariah mengalami peningkatan. Respon negatif hanya berlangsung pada
periode empat, selebihnya respon positif berlangsung hingga akhir amatan estimasi dan mulai stabil pada periode 47 pada kisaran nilai respon 0.2 persen. Guncangan pada CPI akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengembalikan pembiayaan sehingga nilai laba bank syariah mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan respon dari ROA bernilai positif dan cenderung kecil bahkan hampir tidak terlihat hingga akhir periode estimasi. Dampak dari guncangan ini mulai stabil pada periode 42 dengan nilai respon berkisar antara 0.025 persen.
Response of ROE/ ROA/ NPF to CPI 2.5 2
Persen (%)
1.5 1
ROE
0.5
ROA
0 -0.5 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
NPF
-1 -1.5
Periode
Gambar 8. Respon ROE/ ROA/ NPF terhadap Guncangan dari sisi Penawaran oleh CPI
Dampak terhadap variabel NPF negatif dikarenakan meningkatnya kemampuan perusahaan dalam melakukan pengembalian terhadap pembiayaan bank, sehingga nilai NPF menjadi turun. Walaupun pada periode delapan respon NPF berubah menjadi positif. Respon terhadap NPF sudah tidak terlihat lagi dengan nilai repon berkisar antara 0.01 persen. Hasil pada guncangan sisi penawaran juga tidak jauh berbeda dengan respon dua guncangan terdahulu. Nilai
ROA dan NPF tidak terlalu terguncang dengan adanya shock yang diberikan dari variabel CPI, sedangkan untuk variabel ROE dampaknya cukup berfluktuatif. Hasil ini juga menunjukkan kinerja perbankan syariah yang baik.
5.8.
Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) FEDV merupakan metode yang digunakan untuk melihat bagaimana
perubahan dalam suatu variabel makroekonomi yang ditunjukkan oleh perubahan variance error yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Dalam metode ini, dapat dillihat kelemahan dan kekuatan suatu variabel dalam mempengaruhi variabel lain pada kurun waktu yang panjang. 5.8.1. Analisis FEVD ROE Berdasarkan Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa pada awal periode, ROE 100 persen dipengaruhi oleh perubahan ROE itu sendiri. Pada periode awal hingga periode 12, variabel suku bunga SBI bukan menjadi faktor utama yang paling berpengaruh terhadap ROE, namun pada periode 13 hingga akhir periode estimasi, SBI menjadi faktor utama perubahan ROE yaitu memiliki pengaruh sebesar 37.18913 persen pada akhir amatan. Hal ini mendorong hipotesis penelitian bahwa dampak guncangan terbesar dan signifikan berasal dari guncangan kebijakan moneter melalui SBI.
Period 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
ROE 100 74.55592 64.23732 61.24394 59.13399 58.13209 57.50368 57.09227 56.84132 56.64542 56.51329
SBI 0 4.791016 16.7969 23.8928 28.25508 31.07209 33.08139 34.52001 35.62541 36.49128 37.18913
CPI 0 14.66684 13.16386 10.3977 8.873471 7.522484 6.554768 5.786635 5.17463 4.680217 4.269123
IPI 0 5.986227 5.801918 4.465564 3.737457 3.273332 2.860168 2.60109 2.358634 2.183083 2.028461
Tabel 12. Variance Decomposition Variabel ROE
5.8.2. Analisis FEVD ROA Sama seperti hasil pada ROE, hasil variance decomposition variabel ROA pada Tabel 13, awalnya perubahan ROE paling besar dipengaruhi oleh CPI, namun pada periode 28 hingga akhir periode variabel SBI tetap menjadi faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap perubahan ROA yaitu sebesar 13.61233 persen. Hal ini, tentu saja sesuai dengan hipotesis yang diharapkan yang berarti SBI berkontribusi nyata terhadap perubahan ROA. Period 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
ROA 100 78.52437 76.1092 73.12443 73.40236 72.62284 72.49203 72.26974 72.11096 72.00602 71.89849
SBI 0 6.969204 9.359775 10.41381 11.53812 12.15158 12.61165 12.97292 13.22725 13.44467 13.61233
CPI 0 10.29755 9.277171 12.09071 11.15895 11.82529 11.73174 11.8343 11.89566 11.91552 11.96329
IPI 0 4.208874 5.25385 4.371052 3.900572 3.400295 3.164585 2.92304 2.766135 2.633795 2.525887
Tabel 13. Variance Decomposition Variabel ROA
5.8.3. Analisis FEVD NPF Hasil FEVD untuk variabel NPF sudah dapat dipastikan bahwa SBI berpengaruh nyata dan signifikan dari periode awal pengamatan hingga akhir periode. Pada periode dua, SBI hanya berpengaruh sebesar 0.187051 persen dan pada akhir periode amatan, berpengaruh sebesar 56.22261 persen. Sedangkan untuk dua variabel yang lain, memiliki pengaruh yang sangat kecil bagi perubahan NPF dan cenderung tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 14. Period 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
NPF 100 64.23221 54.53681 50.33998 47.74588 45.91197 44.55467 43.50915 42.67978 42.00619 41.44841
SBI 0 34.46888 44.04818 48.16168 50.5743 52.23961 53.45729 54.39006 55.12816 55.72698 56.22261
CPI 0 0.676338 0.951316 1.100125 1.273384 1.417685 1.532241 1.623214 1.696327 1.756045 1.805617
IPI 0 0.622579 0.463692 0.398219 0.406431 0.430737 0.455799 0.477576 0.495728 0.510784 0.523363
Tabel 14. Variance Decomposition Variabel NPF
5.9.
Pembahasan Keseluruhan Berdasarkan hasil IRF yang diperoleh dari adanya guncangan kebijakan
moneter, dampaknya terhadap ketiga variabel yaitu ROE, ROA, dan NPF sesuai dengan hipotesis yang diharapkan, yaitu berpengaruh negatif. Guncangan ROE baru akan mulai stabil pada periode 40, variabel ROA akan stabil pada periode 6, dan variabel NPF akan mulai stabil pada periode tujuh. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian terdahulu Jonas et al (2008). yang menyatakan bahwa
guncangan tingkat suku bunga akan berpengaruh negatif terhadap variabel ROE. Hasil negatif yang yang terjadi pada variabel NPF juga sejalan dengan penelitian terdahulu dari Marhammah (2010), ketika terjadi guncangan SBI akan menyebabkan nilai NPF negatif. Hasil analisis IRF terhadap guncangan pada sisi permintaan memiliki dampak yang positif pada variabel ROE dan ROA, sedangkan pada variabel NPF memiliki respon negatif. Guncangan pada variabel ROE akan segera stabil pada periode 44, variabel ROA akan stabil pada periode 25, dan variabel NPF akan mulai stabil pada periode 12. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu Jonas (2008) yang menyatakan bahwa guncangan tingkat produksi akan berpengaruh negatif terhadap variabel ROE. Begitu juga dengan variabel NPF, ketika terjadi guncangan IPI, pada penelitian terdahulu oleh Marhammah (2010) menyatakan bahwa nilai akan merespon secara positif, namun dalam penelitian ini direspon negatif. Guncangan pada sisi penawaran melalui CPI sesuai dengan hipotesis penelitian, yaitu berdampak negatif pada variabel NPF serta berpengaruh positif pada variabel ROE dan ROA. Dampak guncangan ini akan segera berakhir pada variabel NPF, yaitu akan stabil pada periode delapan. Sedangkan pada variabel ROA akan berakhir dampak guncangannya pada periode 42 dan variabel ROE akan segera stabil pada periode 47. Penelitian terdahulu Jonas (2008) menyatakan bahwa bahwa guncangan CPI akan berpengaruh negatif terhadap ROE, namun dalam penelitian ini, hasilnya menyatakan kebalikannya yaitu berdampak positif. Hasil penelitian Marhammah (2010) tentang variabel NPF menyatakan bahwa
ketika terjadi guncangan CPI akan menyebabkan NPF merespon negatif, hasil yang sama juga terjadi pada penelitian ini. Ketiga hasil IRF menyatakan bahwa nilai ROE perbankan syariah lebih berfluktuatif dibandingkan variabel ROA dan NPF, hal ini dikarenakan bank syariah yang ada di Indonesia keberadaannya masih dibawah kontrol bank konvensional sebagai bank induknya. Awal mula terbentuk bank umum syariah secara mandiri adalah dengan pembentukkan unit usaha syariah oleh bank konvensional, hingga pada saatnya nanti unit ini akan berpisah dari bank induknya dan membentuk bank syariah sendiri. Hasil FEVD membuktikan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa nilai kontribusi paling besar dan signifikan terhadap perubahan ketiga variabel ini yaitu dari adanya guncangan kebijakan moneter melalui SBI. Disusul dengan guncangan dari sisi permintaan, walaupun dampaknya tidak sebesar guncangan yang pertama, serta yang terakhir yaitu guncangan dari sisi penawaran. Hasil variance decomposition untuk ketiga variabel, sejalan dengan penelitian terdahulu Jonas (2008) yang menyatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap perubahan variabel kinerja perbankan syariah disebabkan oleh variabel tingkat suku bunga SBI. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ROA dan NPF lebih stabil hasilnya apabila terdapat suatu guncangan yang mengindikasikan bahwa variabel kinerja perbankan syariah ini memiliki daya tahan yang baik terhadap keadaan makroekonomi. Sedangkan variabel ROE, memiliki dampak yang lebih berfluktuatif karena variabel ini berkaitan dengan saham yang dimiliki oleh bank. Bank syariah merupakan bank yang masih memiliki induk yaitu bank
konvensional, sehingga kinerja bank syariah dalam hal ini akan sangat dipengaruhi oleh kinerja bank konvensional sebagai induknya.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut : 1.
Ketiga variabel yang mewakili faktor perkembangan bank syariah, yaitu ROE, ROA, dan NPF, maka variabel yang mampu menggambarkan daya tahan serta kinerja yang baik yaitu variabel ROA dan NPF. Hal ini dikarenakan ketika ketiga variabel ini diguncang, maka dua variabel tersebutlah yang cenderung stabil dibanding variabel ROE.
2.
Variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja bank syariah yaitu variabel ROE. Guncangan yang terjadi memiliki dampak yang paling besar terhadap variabel ini, sehingga ketika ROE mengalami penurunan, maka tingkat profitabilitas perbankan akan mengalami penurunan juga dan memperburuk kinerja perbankan syariah.
3.
Variabel ROA yang nilainya makin meningkat, akan meingkatkan kemampuan bank syariah dalam memperoleh keuntungan total, sehingga makin tinggi nilai ROA, maka kinerja bank syariah dalam penggunaan aset semakin baik. Variabel NPF sudah tentu akan mempengaruhi kinerja perbankan syariah dengan menurunnya tingkat pembiayaan bermasalah atau minimal nilai pembiayaan yang bermasalah stabil dari waktu ke waktu.
6.2.
Saran Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1.
Bank syariah hendaknya lebih berhati-hati menghadapi berbagai macam guncangan yang terjadi, terutama guncangan kebijakan moneter yaitu melalui perubahan tingkat suku bunga. Guncangan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan ROE, ROA, dan NPF sehingga mampu menurunkan kinerja bank syariah.
2.
Koordinasi yang baik diperlukan dalam pembuatan kebijakan moneter dan kebijakan perbankan oleh divisi yang ada di Bank Indonesia agar tidak akan berakibat buruk pada masa yang akan mendatang untuk mengantisipasi dampak guncangan variabel makroekonomi seperti SBI, IPI, dan CPI. Apabila kebijakan dikeluarkan tanpa adanya perhitungan yang matang terlebih dahulu maka akan timbul peluang untuk merugikan salah satu pihak. Misalnya saja, apabila divisi pembuat kebijakan moneter menyatakan ingin menaikkan tingkat suku bunga SBI, maka masyrakat yang ingin meminjam uang ke bank konvensional, merasa pengembalian nantinya akan menjadi lebih mahal, sehingga masyrakat akan beralih untuk menggunakan pembiayaan perbankan syariah. Hal ini akan membuat
perbankan
syariah
kebingungan
dalam
menyediakan
pembiayaan, karena modal yang bank syariah miliki masih sangat terbatas.
3.
Keterbatasan dari penelitian ini yaitu menggunakan data agregat, sehingga tidak mampu mengetahui dampak terhadap masing-masing bank syariah yang ada di Indonesia.
4.
Saran untuk penelitian selanjutnya, antara lain : a. Penggunaan data individu bank syariah akan mampu untuk melihat dampak yang lebih spesifik terhadap individu bank. b. Data untuk mengukur kinerja perbankan yang lain, seperti CAR, BOPO, FDR, dan lain-lain dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya. c. Data berupa SBI Syariah dapat digunakan juga, agar lebih mampu menggambarkan situasi yang terjadi pada perbankan syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya. 2009. Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Jurnal Center of Education and Central Banking Studies, Bank Indonesia. [belum dipublikasikan]. ‘Ayyuniah, Q. 2010. Analisis Pengaruh Instrumen Moneter syariah dan Konvensional terhadap Pertumbuhan Sektor Riil di Indonesia. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bank Indonesia. 2005-2010. Laporan tahunan. Basith, A. 2007. Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga dan Nilai Tukar. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Belitski, M. Eploring Italian Banking Sector : Infinite Panel VAR Analysis. University of Leicester, UK. Capricorn Indonesia Consult (CIC) Inc. 1999. Studi Tentang Industri Perbankan di Indonesia di Masa Krisis Ekonomi 1998/99. CIC Press. Jakarta. CEIC. 2005-2010. Laporan Tahunan. Cihak, M dan Heiko, H. 2008. Islamic Banks and Financial Stability : An Empirical Analysis. Internastional Monetary Fund. Clair, R. 2004. Macroeconomic Determinants of Banking Financial Performance and Resilience in Singapore. Macroeconomic Surveillance Department Monetary Authority of Singapore. Direktorat Perbankan Syariah. 2005-2010. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia, Jakarta. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. Berbagai Edisi. Dendawijaya, L. 2005. Manajemen Perbankan (Edisi Kedua). Ghalia Indonesia. Bogor. Dornbusch, R., Fisher, S. dan Startz, R. 2008. Macroeconomics. Mc Graw Hill, Inc. New York. Dovern, J., Meier, C. P. dan Vilsmeier, J. 2008. How Resilient is the German Banking System to Macroeconomic Shocks. Kiel Working Paper, No. 1419
https://www.econstor.eu/bitstream/10419/4289/1/KWP_1419.pdf [7Februari 2011] Enders, W. 2000. Applied Economic Time Series. John Wiley dan Son, Ltd. New York. Filosa, R. 2007. Stress Testing of the Stability of the Italian Banking System: A VAR Aprroach. Heterogenity and Monetary Policy, No. 0703, pp. 1 – 46. Frexias, X. dan Rochet, J. C. 1998. Microeconomic of Banking. MIT Press. London. Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw-Hill. Hosen, M. N. 2005. Buku saku Perbankan Syariah. Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES). Jakarta. IFS. 2005-2010. Laporan Tahunan. Karim, A. A. 2004. Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan (Edisi Ketiga). PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kashyap, A. K. dan Stein, J. C. 1995. The Impact of Monetary Policy on Bank Balance Sheet. Carnegie-Rochester Conference Series on Public Policy No.42, pp. 151-195. Kunt, A. D dan Detragianche, E. 1998. The Determinats of Banking Crises in Developing and Develop Countries. International Monetary Fund. Lena, M. L. 2007. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor Riil di Indonesia. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Nurmawan, I [penerjemah]. Erlangga. Jakarta. Mishkin, F. S. 2004. The Economics of Money, Banking, and Finacial Markets. Edisi ketujuh. Pearson Addison Wesley, New York. Muthohharoh, M. 2010. Analisis Dampak Guncangan Makroekonomi terhadap Stabilitas Perbankan dalam Sistem Perbankan Ganda di Indonesia. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pasaribu, S. H. 2003. Modul Pelatihan (PAKET C) Eviews untuk Analisis Runtut Waktu (Time Series Analysis). Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Puspopranoto, S. 2004. Keuangan, Perbankan, dan Pasar Keuangan : Konsep, Teori dan Realita. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.
Tracey, M. A VAR Analysis of the Effect o Macroeconomic Shocks on Banking Sector Loan Quality in Jamaica. Financial Stability Department Research and Economic Progamming Division Bank of Jamaica. Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistik. Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. HASIL UJI STASIONERITAS
Null Hypothesis: CPI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.291932 -4.118444 -3.486509 -3.171541
0.4316
t-Statistic
Prob.*
-3.603485 -3.544063 -2.910860 -2.593090
0.0085
t-Statistic
Prob.*
-4.350051 -4.110440 -3.482763 -3.169372
0.0051
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(CPI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: IPI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: NPF has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.712722 -3.538362 -2.908420 -2.591799
0.0775
t-Statistic
Prob.*
-8.327639 -3.540198 -2.909206 -2.592215
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-2.956238 -3.540198 -2.909206 -2.592215
0.0448
t-Statistic
Prob.*
-2.168847 -3.538362 -2.908420 -2.591799
0.2195
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: ROA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: ROE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(ROE) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.687108 -3.540198 -2.909206 -2.592215
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-2.545323 -3.544063 -2.910860 -2.593090
0.1102
t-Statistic
Prob.*
-10.50558 -3.544063 -2.910860 -2.593090
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: SBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SBI,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
LAMPIRAN 2. HASIL UJI KAUSALITAS MODEL ROE
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/05/11 Time: 09:06 Sample: 2005M01 2010M04 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
SBI does not Granger Cause ROE ROE does not Granger Cause SBI
62
0.15893 1.54430
0.8534 0.2223
CPI does not Granger Cause ROE ROE does not Granger Cause CPI
62
0.18300 0.19018
0.8333 0.8273
IPI does not Granger Cause ROE ROE does not Granger Cause IPI
62
0.22758 2.25604
0.7972 0.1140
CPI does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause CPI
62
2.67906 0.55197
0.0773 0.5789
IPI does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause IPI
62
1.63755 11.9061
0.2035 5.E-05
IPI does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause IPI
62
4.33709 18.9275
0.0176 5.E-07
LAMPIRAN 3. HASIL UJI KAUSALITAS MODEL ROA
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/05/11 Time: 09:11 Sample: 2005M01 2010M04 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
SBI does not Granger Cause ROA ROA does not Granger Cause SBI
62
1.49480 0.14335
0.2330 0.8668
CPI does not Granger Cause ROA ROA does not Granger Cause CPI
62
1.81420 0.96582
0.1723 0.3868
IPI does not Granger Cause ROA ROA does not Granger Cause IPI
62
3.24142 1.88720
0.0464 0.1608
CPI does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause CPI
62
2.67906 0.55197
0.0773 0.5789
IPI does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause IPI
62
1.63755 11.9061
0.2035 5.E-05
IPI does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause IPI
62
4.33709 18.9275
0.0176 5.E-07
LAMPIRAN 4. HASIL UJI KAUSALITAS MODEL NPF
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/05/11 Time: 09:15 Sample: 2005M01 2010M04 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
SBI does not Granger Cause NPF NPF does not Granger Cause SBI
62
0.29579 1.39707
0.7451 0.2557
CPI does not Granger Cause NPF NPF does not Granger Cause CPI
62
0.03236 0.04800
0.9682 0.9532
IPI does not Granger Cause NPF NPF does not Granger Cause IPI
62
1.33480 1.43724
0.2713 0.2461
CPI does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause CPI
62
2.67906 0.55197
0.0773 0.5789
IPI does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause IPI
62
1.63755 11.9061
0.2035 5.E-05
IPI does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause IPI
62
4.33709 18.9275
0.0176 5.E-07
LAMPIRAN 5. HASIL UJI KOINTEGRASI MODEL ROE
Date: 05/05/11 Time: 09:07 Sample (adjusted): 2005M03 2010M04 Included observations: 62 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: ROE SBI CPI IPI Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 At most 2 At most 3
0.450757 0.252389 0.138099 0.063185
68.44621 31.29488 13.26080 4.046685
54.07904 35.19275 20.26184 9.164546
0.0016 0.1241 0.3433 0.4052
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
LAMPIRAN 6. HASIL UJI KOINTEGRASI MODEL ROA Date: 05/05/11 Time: 09:12 Sample (adjusted): 2005M03 2010M04 Included observations: 62 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: ROA SBI CPI IPI Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 At most 2 At most 3
0.330588 0.217967 0.102736 0.038302
49.26982 24.38575 9.142565 2.421415
47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.0366 0.1846 0.3524 0.1197
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
LAMPIRAN 7. HASIL UJI KOINTEGRASI MODEL NPF Date: 05/05/11 Time: 09:16 Sample (adjusted): 2005M03 2010M04 Included observations: 62 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: NPF SBI CPI IPI Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 At most 2 At most 3
0.453086 0.258793 0.172655 0.065816
71.95439 34.53968 15.97218 4.221103
54.07904 35.19275 20.26184 9.164546
0.0006 0.0587 0.1757 0.3802
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
LAMPIRAN 8. HASIL UJI LAG OPTIMUM MODEL ROE
VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: ROE SBI CPI IPI Exogenous variables: C Date: 05/05/11 Time: 09:08 Sample: 2005M01 2010M04 Included observations: 59 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5
-179.9209 91.06097 115.3994 135.5122 161.3820 172.7814
NA 496.0347 41.25161 31.36222 36.83165* 14.68402
0.005995 1.06e-06 8.04e-07 7.14e-07 5.30e-07* 6.60e-07
6.234608 -2.408847 -2.691506 -2.830920 -3.165492* -3.009540
6.375458 -1.704597* -1.423856 -0.999870 -0.771042 -0.051690
6.289590 -2.133936 -2.196667 -2.116153 -2.230795* -1.854915
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
LAMPIRAN 9. HASIL UJI LAG OPTIMUM MODEL ROA
VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: ROA SBI CPI IPI Exogenous variables: C Date: 05/05/11 Time: 09:12 Sample: 2005M01 2010M04 Included observations: 59 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5
9.743582 271.5514 299.6590 319.0390 347.4118 357.8480
NA 479.2414 47.64005 30.21968 40.39516* 13.44321
9.67e-06 2.33e-09 1.56e-09 1.42e-09 9.68e-10* 1.24e-09
-0.194698 -8.527166 -8.937594 -9.052171 -9.471587* -9.282983
-0.053848 -7.822916* -7.669944 -7.221121 -7.077137 -6.325133
-0.139716 -8.252255 -8.442755 -8.337403 -8.536891* -8.128358
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
LAMPIRAN 10. HASIL UJI LAG OPTIMUM MODEL NPF VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: NPF SBI CPI IPI Exogenous variables: C Date: 05/05/11 Time: 09:16 Sample: 2005M01 2010M04 Included observations: 59 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5
-19.57602 243.9355 265.7880 279.9410 297.4037 304.8505
NA 482.3602 37.03808* 22.06902 24.86216 9.592455
2.61e-05 5.94e-09 4.91e-09* 5.34e-09 5.27e-09 7.51e-09
0.799187 -7.591036 -7.789424* -7.726813 -7.776396 -7.486456
0.940037 -6.886786* -6.521774 -5.895763 -5.381946 -4.528607
0.854169 -7.316125* -7.294585 -7.012045 -6.841700 -6.331832
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
LAMPIRAN 11. HASIL UJI STABILITAS MODEL ROE
Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: ROE SBI CPI IPI Exogenous variables: C Lag specification: 1 4 Date: 05/05/11 Time: 09:08 Root 0.985036 0.955565 0.760251 - 0.447163i 0.760251 + 0.447163i 0.838899 - 0.219090i 0.838899 + 0.219090i -0.376966 - 0.696693i -0.376966 + 0.696693i 0.047499 - 0.658090i 0.047499 + 0.658090i -0.610406 - 0.223196i -0.610406 + 0.223196i -0.155013 - 0.595652i -0.155013 + 0.595652i 0.366396 - 0.289205i 0.366396 + 0.289205i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.985036 0.955565 0.882007 0.882007 0.867037 0.867037 0.792139 0.792139 0.659801 0.659801 0.649932 0.649932 0.615492 0.615492 0.466783 0.466783
LAMPIRAN 12. HASIL UJI STABILITAS MODEL ROA Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: ROA SBI CPI IPI Exogenous variables: C Lag specification: 1 4 Date: 05/05/11 Time: 09:13 Root 0.984706 0.849842 - 0.213382i 0.849842 + 0.213382i 0.684302 - 0.437798i 0.684302 + 0.437798i -0.314009 - 0.705526i -0.314009 + 0.705526i 0.101581 - 0.735771i 0.101581 + 0.735771i 0.625779 - 0.341101i 0.625779 + 0.341101i -0.350395 - 0.597949i -0.350395 + 0.597949i 0.667802 -0.456155 - 0.233857i -0.456155 + 0.233857i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.984706 0.876221 0.876221 0.812364 0.812364 0.772249 0.772249 0.742750 0.742750 0.712706 0.712706 0.693051 0.693051 0.667802 0.512607 0.512607
LAMPIRAN 13. HASIL UJI STABILITAS MODEL NPF
Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: NPF SBI CPI IPI Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 05/05/11 Time: 09:16 Root 0.984755 0.860330 - 0.059930i 0.860330 + 0.059930i 0.461828 - 0.293298i 0.461828 + 0.293298i -0.384223 0.070770 - 0.255033i 0.070770 + 0.255033i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.984755 0.862415 0.862415 0.547091 0.547091 0.384223 0.264670 0.264670
LAMPIRAN 14. HASIL ESTIMASI MODEL ROE
Vector Error Correction Estimates Date: 05/05/11 Time: 09:08 Sample (adjusted): 2005M06 2010M04 Included observations: 59 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
ROE(-1)
1.000000
SBI(-1)
-19.03555 (7.29145) [-2.61067]
CPI(-1)
485.3614 (142.992) [ 3.39432]
IPI(-1)
-1996.710 (440.118) [-4.53676]
C
7451.865 (1670.59) [ 4.46063]
Error Correction:
D(ROE)
D(SBI)
D(CPI)
D(IPI)
CointEq1
-0.019009 (0.01506) [-1.26182]
-0.002389 (0.00203) [-1.17698]
-6.27E-05 (3.9E-05) [-1.60042]
0.000357 (9.5E-05) [ 3.76815]
D(ROE(-1))
0.102849 (0.14571) [ 0.70586]
-0.019734 (0.01964) [-1.00499]
2.34E-05 (0.00038) [ 0.06178]
-0.001461 (0.00092) [-1.59292]
D(ROE(-2))
-0.072032 (0.13221) [-0.54484]
0.023338 (0.01782) [ 1.30989]
9.09E-05 (0.00034) [ 0.26428]
-0.000725 (0.00083) [-0.87155]
D(ROE(-3))
-0.185038 (0.10449) [-1.77095]
0.009619 (0.01408) [ 0.68312]
0.000386 (0.00027) [ 1.42074]
0.000249 (0.00066) [ 0.37935]
D(ROE(-4))
-0.146067 (0.11078) [-1.31853]
0.006397 (0.01493) [ 0.42852]
-0.000131 (0.00029) [-0.45401]
-0.000572 (0.00070) [-0.81966]
D(SBI(-1))
-1.310540 (1.51311) [-0.86612]
0.081053 (0.20391) [ 0.39749]
-0.010575 (0.00394) [-2.68572]
-0.004819 (0.00952) [-0.50596]
D(SBI(-2))
-4.850773 (1.72551) [-2.81121]
0.081115 (0.23254) [ 0.34883]
0.005513 (0.00449) [ 1.22775]
0.020579 (0.01086) [ 1.89487]
D(SBI(-3))
3.597274 (1.79012) [ 2.00952]
0.301517 (0.24124) [ 1.24984]
-0.002110 (0.00466) [-0.45300]
-0.000234 (0.01127) [-0.02074]
D(SBI(-4))
-2.145147 (1.67411) [-1.28137]
0.058060 (0.22561) [ 0.25734]
0.001084 (0.00436) [ 0.24891]
-0.002561 (0.01054) [-0.24309]
D(CPI(-1))
77.57154 (75.5725) [ 1.02645]
2.256332 (10.1845) [ 0.22155]
0.451813 (0.19667) [ 2.29736]
-1.068926 (0.47566) [-2.24724]
D(CPI(-2))
288.2986 (81.5642) [ 3.53462]
12.68748 (10.9920) [ 1.15425]
0.081552 (0.21226) [ 0.38421]
-0.287721 (0.51337) [-0.56045]
D(CPI(-3))
-168.0540 (80.7689) [-2.08068]
-2.101791 (10.8848) [-0.19309]
0.521641 (0.21019) [ 2.48177]
-0.116375 (0.50837) [-0.22892]
D(CPI(-4))
-72.12470 (86.0032) [-0.83863]
-2.932032 (11.5902) [-0.25298]
0.017136 (0.22381) [ 0.07656]
-0.241050 (0.54131) [-0.44531]
D(IPI(-1))
-5.064926 (27.1255) [-0.18672]
4.609356 (3.65555) [ 1.26092]
0.038995 (0.07059) [ 0.55242]
0.144366 (0.17073) [ 0.84558]
D(IPI(-2))
26.44506 (25.2738) [ 1.04634]
3.071153 (3.40601) [ 0.90169]
0.135987 (0.06577) [ 2.06757]
0.334958 (0.15908) [ 2.10564]
D(IPI(-3))
-121.1690 (25.1081) [-4.82588]
1.369234 (3.38368) [ 0.40466]
0.015896 (0.06534) [ 0.24328]
0.231425 (0.15803) [ 1.46440]
D(IPI(-4))
-30.92184 (25.5496) [-1.21027]
-2.576117 (3.44318) [-0.74818]
-0.009033 (0.06649) [-0.13585]
0.167270 (0.16081) [ 1.04016]
0.649540 0.516032 760.9432 4.256489 4.865162 -159.1495 5.971170 6.569782 0.038475 6.118474
0.374427 0.136114 13.81982 0.573623 1.571154 -40.90009 1.962715 2.561327 -0.025254 0.617161
0.284381 0.011765 0.005153 0.011077 1.043155 191.9796 -5.931511 -5.332899 0.006527 0.011143
0.632500 0.492500 0.030145 0.026791 4.517856 139.8708 -4.165113 -3.566501 0.001556 0.037607
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance
2.66E-07 6.84E-08
Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
151.8094 -2.671504 -0.100991
LAMPIRAN 15. HASIL ESTIMASI MODEL ROA Vector Error Correction Estimates Date: 05/05/11 Time: 09:13 Sample (adjusted): 2005M06 2010M04 Included observations: 59 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
ROA(-1)
1.000000
SBI(-1)
-0.475137 (0.14242) [-3.33613]
CPI(-1)
6.691890 (2.74145) [ 2.44101]
IPI(-1)
-44.11388 (8.64375) [-5.10356]
C
182.8784
Error Correction:
D(ROA)
D(SBI)
D(CPI)
D(IPI)
CointEq1
0.004278 (0.03042) [ 0.14065]
0.024954 (0.10101) [ 0.24705]
-0.002057 (0.00196) [-1.04996]
0.021472 (0.00435) [ 4.94111]
D(ROA(-1))
0.625588 (0.15819) [ 3.95470]
0.434993 (0.52531) [ 0.82807]
0.008131 (0.01019) [ 0.79812]
-0.023155 (0.02260) [-1.02458]
D(ROA(-2))
-0.525149 (0.14902) [-3.52409]
-0.507005 (0.49485) [-1.02455]
-0.003221 (0.00960) [-0.33560]
-0.023374 (0.02129) [-1.09790]
D(ROA(-3))
0.072685 (0.12220) [ 0.59480]
0.443021 (0.40580) [ 1.09172]
0.008898 (0.00787) [ 1.13051]
0.010731 (0.01746) [ 0.61469]
D(ROA(-4))
-0.149441 (0.10046) [-1.48764]
-0.233484 (0.33359) [-0.69991]
-0.002586 (0.00647) [-0.39964]
-0.018855 (0.01435) [-1.31376]
D(SBI(-1))
-0.163105 (0.06470) [-2.52109]
0.037029 (0.21484) [ 0.17235]
-0.006954 (0.00417) [-1.66902]
0.000446 (0.00924) [ 0.04829]
D(SBI(-2))
0.142607 (0.06933) [ 2.05702]
0.231627 (0.23022) [ 1.00612]
0.006490 (0.00446) [ 1.45349]
0.019188 (0.00990) [ 1.93731]
D(SBI(-3))
0.002337 (0.07538) [ 0.03100]
0.258010 (0.25031) [ 1.03075]
-0.000458 (0.00485) [-0.09438]
0.012086 (0.01077) [ 1.12227]
D(SBI(-4))
0.011727 (0.06857) [ 0.17104]
0.016362 (0.22769) [ 0.07186]
0.001182 (0.00442) [ 0.26756]
0.004344 (0.00980) [ 0.44347]
D(CPI(-1))
7.031237 (3.32847) [ 2.11246]
10.37755 (11.0531) [ 0.93888]
0.332067 (0.21437) [ 1.54903]
-1.348819 (0.47553) [-2.83647]
D(CPI(-2))
-0.869651 (3.68703) [-0.23587]
7.600057 (12.2438) [ 0.62072]
-0.073611 (0.23746) [-0.30999]
-0.598613 (0.52675) [-1.13642]
D(CPI(-3))
-16.35758 (3.59082) [-4.55539]
0.010376 (11.9244) [ 0.00087]
0.320939 (0.23127) [ 1.38774]
-0.771205 (0.51301) [-1.50330]
D(CPI(-4))
3.369891 (4.55500) [ 0.73982]
9.608206 (15.1262) [ 0.63520]
0.024647 (0.29337) [ 0.08402]
-0.575053 (0.65076) [-0.88366]
D(IPI(-1))
0.812572 (1.20218) [ 0.67592]
8.464211 (3.99219) [ 2.12019]
0.038235 (0.07743) [ 0.49382]
0.216136 (0.17175) [ 1.25842]
D(IPI(-2))
0.952653 (1.16980) [ 0.81437]
5.696974 (3.88467) [ 1.46653]
0.097085 (0.07534) [ 1.28860]
0.331983 (0.16713) [ 1.98642]
D(IPI(-3))
-3.365628 (1.13878) [-2.95546]
2.956368 (3.78166) [ 0.78176]
-0.000454 (0.07334) [-0.00619]
0.241993 (0.16269) [ 1.48741]
D(IPI(-4))
-0.310463 (1.13814) [-0.27278]
4.936721 (3.77952) [ 1.30618]
0.029869 (0.07330) [ 0.40747]
0.289414 (0.16260) [ 1.77989]
C
0.058939 (0.06065) [ 0.97183]
-0.242614 (0.20140) [-1.20465]
0.002086 (0.00391) [ 0.53396]
0.022770 (0.00866) [ 2.62793]
0.748259 0.643879 1.282432 0.176858 7.168592 29.23161 -0.380732 0.253093 0.013051 0.296365
0.359833 0.094398 14.14223 0.587310 1.355635 -41.58040 2.019675 2.653500 -0.025254 0.617161
0.261290 -0.045004 0.005320 0.011391 0.853070 191.0427 -5.865855 -5.232030 0.006527 0.011143
0.680894 0.548582 0.026176 0.025267 5.146120 144.0363 -4.272416 -3.638591 0.001556 0.037607
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.)
4.41E-10
Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
1.03E-10 343.5665 -9.070052 -6.393902
LAMPIRAN 16. HASIL ESTIMASI MODEL NPF Vector Error Correction Estimates Date: 05/05/11 Time: 09:17 Sample (adjusted): 2005M04 2010M04 Included observations: 61 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
NPF(-1)
1.000000
SBI(-1)
0.379787 (0.15207) [ 2.49745]
CPI(-1)
-23.82750 (10.5745) [-2.25329]
IPI(-1)
-6.759752 (6.27353) [-1.07750]
@TREND(05M01)
0.194939 (0.07885) [ 2.47217]
C
132.4119
Error Correction:
D(NPF)
D(SBI)
D(CPI)
D(IPI)
CointEq1
-0.303972 (0.07582) [-4.00912]
-0.163442 (0.10004) [-1.63380]
-0.001095 (0.00197) [-0.55636]
-0.003584 (0.00530) [-0.67591]
D(NPF(-1))
0.074631 (0.11819) [ 0.63146]
0.210880 (0.15594) [ 1.35233]
-0.000483 (0.00307) [-0.15745]
0.010233 (0.00827) [ 1.23801]
D(NPF(-2))
0.018492 (0.11757) [ 0.15729]
0.114248 (0.15512) [ 0.73652]
0.000989 (0.00305) [ 0.32394]
0.008239 (0.00822) [ 1.00209]
D(SBI(-1))
0.108004 (0.14062) [ 0.76807]
0.071937 (0.18553) [ 0.38774]
-0.004145 (0.00365) [-1.13576]
-0.011658 (0.00983) [-1.18542]
D(SBI(-2))
-0.320180 (0.12987) [-2.46545]
0.269855 (0.17135) [ 1.57489]
0.007801 (0.00337) [ 2.31421]
0.004804 (0.00908) [ 0.52888]
D(CPI(-1))
-9.295800 (7.10272) [-1.30877]
8.550026 (9.37142) [ 0.91235]
0.257692 (0.18436) [ 1.39779]
-1.681507 (0.49674) [-3.38509]
D(CPI(-2))
-13.23018 (7.61115) [-1.73826]
4.746132 (10.0423) [ 0.47262]
-0.116484 (0.19755) [-0.58963]
-0.012926 (0.53230) [-0.02428]
D(IPI(-1))
-3.194242 (2.10888) [-1.51467]
5.995448 (2.78248) [ 2.15472]
0.076361 (0.05474) [ 1.39504]
-0.413351 (0.14749) [-2.80262]
D(IPI(-2))
-1.035504 (1.79114) [-0.57812]
1.944532 (2.36326) [ 0.82282]
0.072014 (0.04649) [ 1.54902]
-0.040447 (0.12527) [-0.32288]
C
0.180699 (0.09348) [ 1.93310]
-0.122215 (0.12333) [-0.99093]
0.005253 (0.00243) [ 2.16510]
0.012754 (0.00654) [ 1.95098]
0.382342 0.273344 9.092927 0.422247 3.507775 -28.50225 1.262369 1.608414 0.027869 0.495339
0.288342 0.162756 15.82942 0.557118 2.295964 -45.41065 1.816743 2.162787 -0.016230 0.608866
0.152242 0.002637 0.006126 0.010960 1.017628 194.2309 -6.040359 -5.694314 0.006414 0.010974
0.490758 0.400892 0.044474 0.029530 5.460983 133.7680 -4.057968 -3.711923 0.001186 0.038152
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
2.74E-09 1.34E-09 276.9669 -7.605471 -6.048269
LAMPIRAN 17. HASIL IMPULSE RESPONSE ROE
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of ROE to SBI 3 2 1 0 -1 -2 -3 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
45
50
Response of ROE to CPI 3 2 1 0 -1 -2 -3 5
10
15
20
25
30
35
40
Response of ROE to IPI 3 2 1 0 -1 -2 -3 5
10
15
20
25
30
35
40
LAMPIRAN 18. HASIL IMPULSE RESPONSE ROA
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of ROA to SBI .10 .05 .00 -.05 -.10 -.15 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
45
50
Response of ROA to CPI .10 .05 .00 -.05 -.10 -.15 5
10
15
20
25
30
35
40
Response of ROA to IPI .10 .05 .00 -.05 -.10 -.15 5
10
15
20
25
30
35
40
LAMPIRAN 19. HASIL IMPULSE RESPONSE NPF
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of NPF to SBI .1
.0
-.1
-.2
-.3 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
45
50
Response of NPF to CPI .1
.0
-.1
-.2
-.3 5
10
15
20
25
30
35
40
Response of NPF to IPI .1
.0
-.1
-.2
-.3 5
10
15
20
25
30
35
40
LAMPIRAN 20. HASIL FEVD ROE
Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
ROE 100 97.57247 80.45987 74.54721 74.55592 70.17387 67.21374 66.19436 65.17915 64.23732 63.34873 62.88492 62.34748 61.7635 61.24394 60.77283 60.3193 59.84345 59.45314 59.13399 58.85554 58.61926 58.4336 58.28044 58.13209 57.99332 57.865 57.74032 57.6178 57.50368 57.40095 57.30777 57.22528 57.15424 57.09227 57.03607 56.98396
SBI
CPI
IPI
0 0.022239 1.043738 4.654858 4.791016 9.275916 12.31029 13.81558 15.43736 16.7969 18.58489 19.95749 21.34466 22.68721 23.8928 24.94072 25.86408 26.76971 27.5579 28.25508 28.90099 29.50883 30.06654 30.58003 31.07209 31.53317 31.95962 32.358 32.73271 33.08139 33.40463 33.70837 33.9948 34.26465 34.52001 34.76328 34.99506
0 0.748322 11.62413 14.26143 14.66684 15.19296 15.23122 14.46491 13.70902 13.16386 12.4763 11.83852 11.29253 10.82128 10.3977 10.05147 9.768983 9.476357 9.173217 8.873471 8.577921 8.289583 8.016462 7.761158 7.522484 7.300978 7.096586 6.906706 6.727028 6.554768 6.388959 6.229075 6.075176 5.927644 5.786635 5.652065 5.523858
0 1.656967 6.87226 6.536503 5.986227 5.357255 5.244751 5.525153 5.674474 5.801918 5.590085 5.319066 5.015327 4.728008 4.465564 4.234984 4.047643 3.91048 3.815741 3.737457 3.665555 3.58232 3.483397 3.378376 3.273332 3.17253 3.078793 2.994969 2.922465 2.860168 2.805465 2.754785 2.704741 2.653468 2.60109 2.548592 2.497119
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
120
56.93492 56.88753 56.84132 56.79683 56.75465 56.71514 56.67865 56.64542 56.61519 56.58738 56.56144 56.53689 56.51329
35.21544 35.42535 35.62541 35.81576 35.99676 36.16923 36.33388 36.49128 36.64207 36.78688 36.92614 37.06013 37.18913
5.401863 5.285663 5.17463 5.068152 4.965753 4.867091 4.771952 4.680217 4.591786 4.506562 4.42445 4.345348 4.269123
2.447778 2.401457 2.358634 2.31926 2.282832 2.248543 2.215514 2.183083 2.15096 2.119178 2.087964 2.057629 2.028461
Variance Decomposition of ROE
100 80 60 40 20 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 ROE
SBI
CPI
IPI
LAMPIRAN 21. HASIL FEVD ROA
Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
ROA 100 95.861 93.32499 87.4305 78.52437 75.98396 75.68111 75.61701 75.85779 76.1092 75.76413 74.75012 73.77869 73.28713 73.12443 73.13211 73.26851 73.43042 73.48602 73.40236 73.23629 73.04793 72.86551 72.71686 72.62284 72.57356 72.54588 72.52734 72.51205 72.49203 72.46132 72.42032 72.37235 72.32079 72.26974 72.22364 72.18525
SBI
CPI
IPI
0 1.27936 1.027775 5.73081 6.969204 6.978134 7.964565 8.734815 9.116184 9.359775 9.597521 9.888137 10.06388 10.19181 10.41381 10.66467 10.88301 11.10064 11.33083 11.53812 11.7013 11.83672 11.95686 12.05987 12.15158 12.24239 12.3354 12.42876 12.52121 12.61165 12.69783 12.77723 12.84894 12.91374 12.97292 13.02769 13.07947
0 2.663429 5.203045 5.671765 10.29755 10.4639 9.941396 9.643259 9.41808 9.277171 9.706125 10.78182 11.73237 12.11784 12.09071 11.85285 11.55403 11.29273 11.14771 11.15895 11.28888 11.45951 11.62467 11.75484 11.82529 11.83911 11.82053 11.78863 11.75517 11.73174 11.72626 11.73886 11.76512 11.79923 11.8343 11.86388 11.88418
0 0.196211 0.444193 1.166927 4.208874 6.574011 6.412933 6.004917 5.607942 5.25385 4.932222 4.579931 4.425058 4.403219 4.371052 4.350364 4.294454 4.176221 4.035432 3.900572 3.773536 3.655837 3.552967 3.468431 3.400295 3.344942 3.29819 3.255258 3.21157 3.164585 3.114582 3.063592 3.013594 2.96624 2.92304 2.884788 2.851095
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
120
72.15481 72.1308 72.11096 72.09276 72.07395 72.05318 72.0303 72.00602 71.98143 71.9577 71.93577 71.91606 71.89849
13.12965 13.1789 13.22725 13.27448 13.32026 13.36409 13.40558 13.44467 13.48149 13.51631 13.54949 13.5814 13.61233
11.89465 11.89732 11.89566 11.89329 11.89313 11.89687 11.90469 11.91552 11.92771 11.93959 11.9498 11.95769 11.96329
2.820893 2.792974 2.766135 2.739473 2.712667 2.685864 2.659427 2.633795 2.60937 2.5864 2.564936 2.544848 2.525887
Variance Decomposition of ROA
100 80 60 40 20 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 ROA
SBI
CPI
IPI
LAMPIRAN 22. HASIL FEVD NPF
Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
NPF 100 99.41163 82.5892 71.14961 64.23221 59.99927 57.74673 56.42937 55.46504 54.53681 53.57695 52.64009 51.77957 51.01527 50.33998 49.73508 49.18265 48.67055 48.19256 47.74588 47.32875 46.93918 46.57482 46.23317 45.91197 45.60926 45.32345 45.05319 44.79728 44.55467 44.32435 44.10542 43.89706 43.69853 43.50915 43.3283 43.15543
SBI
CPI
IPI
0 0.187051 16.47987 27.53413 34.46888 38.59195 40.79278 42.11417 43.10029 44.04818 45.01721 45.9481 46.78786 47.52152 48.16168 48.73019 49.24616 49.72192 50.16367 50.5743 50.95583 51.31052 51.641 51.94992 52.23961 52.51203 52.76877 53.01114 53.2403 53.45729 53.66307 53.8585 54.04435 54.22133 54.39006 54.55112 54.705
0 0.030575 0.66989 0.768072 0.676338 0.794774 0.893593 0.931978 0.943756 0.951316 0.96449 0.988205 1.021876 1.060743 1.100125 1.137798 1.173538 1.207823 1.241062 1.273384 1.304708 1.334879 1.363779 1.391371 1.417685 1.442784 1.466733 1.489592 1.511412 1.532241 1.552127 1.57112 1.589267 1.606617 1.623214 1.639103 1.654321
0 0.370746 0.261046 0.548182 0.622579 0.613998 0.566897 0.524481 0.490917 0.463692 0.441348 0.423608 0.410696 0.402461 0.398219 0.396936 0.397652 0.399705 0.402707 0.406431 0.410716 0.415419 0.420401 0.42554 0.430737 0.435923 0.441049 0.446084 0.451006 0.455799 0.460453 0.464959 0.469316 0.473521 0.477576 0.481484 0.485249
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
120
42.99003 42.83162 42.67978 42.53411 42.39424 42.25984 42.13058 42.00619 41.88639 41.77094 41.6596 41.55216 41.44841
54.85219 54.99311 55.12816 55.2577 55.38206 55.50154 55.61643 55.72698 55.83344 55.93604 56.03497 56.13043 56.22261
1.668908 1.682899 1.696327 1.709222 1.721615 1.733533 1.745002 1.756045 1.766685 1.776944 1.78684 1.796392 1.805617
0.488874 0.492366 0.495728 0.498966 0.502086 0.505092 0.507989 0.510784 0.513479 0.516081 0.518592 0.521018 0.523363
Variance Decomposition of NPF
100 80 60 40 20 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 NPF
SBI
CPI
IPI