ANALISIS VECTOR AUTO REGRESSIVE (VAR) TRANSAKSI INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: RIBUT WAHYUDI NIM: 105081002586
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
ANALISIS VECTOR AUTOREGRESSIVE (VAR) TRANSAKSI INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Ribut Wahyudi NIM 105081002586
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid. MS
Arief Mufraini Lc. Msi
NIP.195706171958031002
NIP.19770122200312000
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini, hari Selasa Tanggal 20 Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Ribut Wahyudi NIM: 105081002586 dengan
Judul Skripsi
“ANALISIS
VECTOR
AUTOREGRESSIVE
(VAR)
TRANSAKSI INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN
SYARIAH
DI
INDONESIA“.
Memperhatikan
penampilan
mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Oktober 2009
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Herni Ali HT, SE, MM
Suhendra, SAg, MM
Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid. MS Penguji Ahli
ANALISIS VECTOR AUTO REGRESSIVE (VAR) TRANSAKSI INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Ribut Wahyudi NIM 105081002586
Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid. MS
Arief Mufraini Lc. Msi
NIP.195706171958031002
NIP.19770122200312000
Penguji Ahli
Prof. Dr. Achmad Rodoni, MM NIP. 19690203 200112 1 003
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini, hari Kamis Tanggal 21 Bulan Januari Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Ribut Wahyudi NIM: 105081002586 dengan Judul Skripsi “ANALISIS VECTOR AUTO REGRESSIVE (VAR) INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA“. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Januari 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof. Dr. Abdul Hamid. MS Ketua Penguji
Arief Mufraini Lc. Msi Sekretaris
Prof. Dr. Achmad Rodoni, MM Penguji Ahli
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Ribut Wahyudi
2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Februari 1987 3. Alamat
: Jl. Jombang Raya Kp. Masjid RT 001/03 No.44 Desa Jombang, Ciputat, Tangerang 15414
4. Telepon & HP
: (021) 74700707 / 08561388216
5. Agama
: Islam
6. Status
: Belum Menikah
7. Kebangsaan
: Indonesia
8. Moto Hidup
: “What We Do That Will Be Done To Us”
9. Anak Ke Dari
: 2 dari 2
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. SD
: SDN Jombang I 1993-1999
2. SMP
: SMPN III Ciputat 1999-2002
3. SMA
: SMA I Ciputat 2002-2005
4. S1
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2005-2010
III. PENDIDIKAN INFORMAL 1. Lembaga Bahasa Universitas Indonesia (LBUI) General English BasicIntermediate 2004-2005 2. International Language Programs (ILP) Ciputat Talking English 2009 3. Brevet Perpajakan A-B Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Desember 2009 - Juli 2010. V. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Tukiman
2. Tempat & Tanggal Lahir
: Wonosari, 14 April 1958
3. Ibu
: Warsi
4. Tempat & Tanggal Lahir
: Wonogiri, 11 April 1960
5. Alamat
: Jl. Jombang Raya Kp. Masjid RT 001/03 No.44 Desa Jombang, Ciputat, Tangerang 15414
6. Telepon
: (021) 74700707
ABSTRACT Monetary sector in modern economy are significant variable in creating economy stability in a country. Central bank holding on key position in optimalize banking function in a economy, one of their function is a intermediary institution between surplus spending unit and defisit spending unit. The purpose of this research is to analysis response of Assets, DPK, NPF, and Financing syariah banking caused shock from syariah monetary instruments in period of 2004-2008 and to analysis how important contribution from Assets, DPK, NPF, and Financing syariah banking with syariah monetary instrument movement in period of 2004-2008. This research use two syariah monetary instrument SWBI and PUAS. Data used in this research are monthly from period 2004-2008. The analysis tool that used in this research is VAR with use software EVIEWS 5.0. The result of research shows that Assets has positive response PUAS’s shock, DPK hasn’t response from PUAS’s shock, NPF has positive response from PUAS’s shock, and Financing has positive response from PUAS shock . Each independent variables shows the different contribution to movement LQ 45 stock price from percentage so low to percentage enough high. Keywords: SWBI, PUAS, Shock, Syariah Banking Performance.
ABSTRAK Sektor ekonomi dalam perekonomian modern merupakan variabel ekonomi yang signifikan dalam menciptakan kestabilan ekonomi suatu negara. Bank sentral memegang peranan penting di dalam mengoptimalkan fungsi dan peran perbankan dalam perekonomian, salah satu fungsinya adalah lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis respon dari aset, DPK, NPF dan pembiayaan perbankan syariah akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah periode tahun 2004-2008 dan untuk menganalisis besarnya kontribusi variabel aset, DPK, NPF dan pembiayaan akibat pergerakan transaksi instrumen moneter syariah periode tahun 2004-2008. . Penelitian ini menggunakan dua instrumen moneter syariah yaitu SWBI dan PUAS. Data yang digunakan adalah data bulanan dari periode 2004-2008. Adapun alat analisis yang digunakan dalam penelitian adalah VAR dengan menggunakan software EVIEWS 5.0. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa aset merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS, DPK tidak merespon akibat shock yang terjadi pada PUAS, NPF merespon positif shock yang terjadi pada PUAS dan pembiayaan merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS. Setiap variabel independen memperlihatkan kontribusi yang berbeda-beda terhadap transaksi instrumen moneter syariah dari persentase yang sangat rendah sampai persentase yang cukup tinggi. Kata kunci: SWBI, PUAS, shock, kinerja perbankan syariah
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang telah diberikan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang turut andil dalam proses penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:” Analisis Vector Auto Regressive (VAR) Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia”, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang membantu saya dalam penulisan skripsi ini dengan balasan yang lebih baik lagi, mereka adalah: 1. Orang tua tersayang Bpk. Tukiman dan Ibu Warsi yang senantiasa memberikan doa, motivasi dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. 2. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms dan Bpk. Arief Mufraini Lc, Msi yang selalu memberikan saran-saran dan inspirasi-inspirasi yang bermakna kepada penulis dalam segala bentuk dan kesempatan. 3. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Bpk. Prof. Dr. Ahmad Rodhoni selaku Pudek I Akademik sekaligus Bpk. Indoyama Nasarudin selaku Ketua Jurusan Manajemen yang telah banyak memberi pengetahuan yang bermanfaat bagi peneliti. 4. Terima kasih untuk kakak tercinta Listiyany S.Sos dan Budi Dwi Haryono yang telah banyak membantu penulis, memberikan motivasi setiap waktu untuk selalu segera menyelesaikan skripsi ini. 5. Teman seperjuangan dari SMA sampai kuliah, yaitu Andri Setiawan, Taufan, Andri Hari Prasetyo, Taufan Ver Dino, Syahrul Hidayat dan Edi Kurniawan. 6. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, baik itu teman-teman dari kelas Manajemen E dan Manajemen Perbankan yang tak bisa disebutkan satu persatu. 7. Terima Kasih kepada seluruh civitas akademik UIN Syarief Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi jauh dari sempurna, tetapi harapan penulis skripsi ini dapat membawa nama baik almamater terutama Fakultas Ekonomi dan dapat membantu peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 19 Desember 2009 Penulis,
Ribut Wahyudi
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................
i
ABSTRACT.................................................................................................
iii
ABSTRAK...................................................... ...................................
iv
KATA PENGANTAR.........................................................................
v
DAFTAR ISI.......................................................................................
vii
DAFTAR TABEL...............................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xi
BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian.......................................................
1
B. Perumusan Masalah................................................................
5
C. Tujuan dan Manfaat................................................................
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Konsep Dasar Bank...........................................
8
B. Instrumen Kebijakan Moneter Islam.......................................... 18 C. Assets And Liability Management Bank Syariah....................... 26 D. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah.................................... 28 E. Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia....................................
30
F. Non Performing Financing (NPF)............................................
34
G. Penelitian Sebelumnya..............................................................
34
H. Kerangka Pemikiran................... ..............................................
37
I. Hipotesis Penelitian...................................................................
38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................
39
B. Metode Pemilihan Sampel.......................................................
39
C. Metode Pengumpulan Data.....................................................
39
D. Metode Analisis.......................................................................
40
E. Operasional Variabel Penelitian...............................................
46
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian.............................
48
1. Awal Perkembangan Bank Syariah.......................................
48
2. Perkembangan Bank Syariah Saat Ini...................................
52
B. Analisis dan Pembahasan...........................................................
55
1. Analisis Deskriptif................................................................... 55 2. Analisis Pengujian Statistik..................................................... 68 BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan....................................................................................
85
B. Implikasi........................................................................................
86
C. Saran..............................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
88
LAMPIRAN..............................................................................................
90
DAFTAR TABEL
No. 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18
Keterangan Jumlah Aset Perbankan Syariah Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah Pembiayaan Perbankan Syariah Non Performing Financing (NPF) Perbankan Syariah Jumlah Outstanding SWBI Perbankan Syariah Jumlah Volume Transaksi PUAS Hasil Uji PP Data Tingkat Level Hasil Uji PP Data Tingkat Difference Hasil Uji Kointegrasi DPK, ASET, NPF, Pembiayaan dan PUAS Hasil Perbandingan Panjang Lag Optimal Untuk Data Yang Didefferencing (Digunakan pada pengujian VECM) Respon Aset Terhadap PUAS Respon DPK Terhadap PUAS Respon NPF Terhadap PUAS Respon Pembiayaan Terhadap PUAS Variance Decomposition ASET Terhadap PUAS Variance Decomposition DPK Terhadap PUAS Variance Decomposition NPF Terhadap PUAS Variance Decomposition Pembiayaan Terhadap PUAS
Halaman 55 58 60 62 64 66 69 70 72 73 75 76 77 78 79 80 81 83
DAFTAR GAMBAR No. 2.1 2.2 2.3 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
Keterangan Skema Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Skema Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) Kerangka Pemikiran Faktor Pendorong Perkembangan Bank Syariah Grafik Aset Bank Syariah Grafik DPK Perbankan Syariah Grafik Pembiayaan Perbankan Syariah Grafik Non Performing Financing Perbankan Syariah Grafik SWBI Perbankan Syariah Grafik PUAS Perbankan Syariah
Halaman 21 25 37 54 56 59 61 63 65 67
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan Data Time Series Uji Stasioner pada Tingkat Level Uji Stasioner pada Tingkat First Difference Uji Kointegrasi Vector Error Correction Model (VECM) Grafik IRF (Impulse Response) Grafik Variance Decomposition)
Halaman 90 92 98 103 104 106 107
Analisis Vector Auto Regressive (VAR) Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia
SWBI dan PUAS (Y) Aset Perbankan Syariah (X1), DPK (X 2), Pembiayaan (X3), dan NPF (X4)
Pengumpulan Data Time
Uji Stationeritas data
Stasioner
Tidak Stationer
VAR Bentuk Level
Stationer Di Deferensi Data
VAR Bentuk Diferensi
Tidak
Terjadi
Ya
VECM
Impulse Response dan Variance Decomposition
Analisis dan Kesimpulan
A
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Bank sentral memegang peranan yang penting dalam mengoptimalkan fungsi dan peran perbankan dalam perekonomian, salah satu fungsinya adalah sebagai tempat meminjam uang bagi bank-bank komersial, termasuk bank syariah yang sedang mengalami kesulitan likuiditas ataupun menempatkan dananya dalam kondisi over likuiditas.
Fungsi ini sangat penting untuk dilakukan guna meningkatkan
kestabilan perekonomian dan pada akhirnya mempertahankan tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap sistem perbankan. Selama ini kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian uang beredar ditempuh dengan operasi pasar terbuka (Sri Widyastuti : 2009). Agar operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat dilaksanakan, maka dalam rangka pengendalian moneter, diciptakan suatu piranti yang sesuai dengan prinsip syariah dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS). Ketentuan mengenai PUAS
dan SWBI
ini tertuang
dalam
Peraturan
Bank
Indonesia
(PBI)
No.2/8/PBI/2000 dan No.2/9/PBI/2000 tanggal 28 Februari 2000 yang mulai berlaku sejak 1 Maret 2000. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dapat pula menjadi sarana penitipan dana jangka pendek oleh bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Dari sisi bank syariah piranti tersebut merupakan sarana penempatan kelebihan likuiditas.
Bank Indonesia dapat memberikan bonus (return) kepada bank-bank
pemegang SWBI apabila penitipan tersebut dalam rangka kontraksi moneter berdasarkan prinsip syariah.
Dengan demikian berbeda dengan Sertifikat Bank
Indonesia pada bank konvensional, SWBI tidak dimaksudkan untuk memberikan sinyal tingkat return syariah sebagai pengganti suku bunga pada Bank Indonesia (Sudarsono : 2003). Demikian juga dengan upaya lain yang bisa dilakukan bank syariah jika mengalami kelebihan likuiditas melalui Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS), perbankan syariah dapat berinvestasi pada sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) dalam PUAS.
Dengan adanya dukungan dari Bank Indonesia dalam
memfasilitasi tersedianya instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah dan tersedianya pasar uang syariah.. perbankan syariah.
Maka hal ini akan berdampak pada kinerja
Perbankan syariah dapat lebih leluasa mengelola portofolio
usahanya, dengan memanfaatkan instrumen moneter syariah tersebut. Selain sebagai upaya untuk operasi pasar terbuka, instrumen moneter syariah juga secara tidak langsung akan mempengaruhi likuiditas, profitabilitas, dan pembiayaan bank syariah. Namun kecenderungan untuk menempatkan dana pada instrumen moneter syariah akan membuat fungsi intermediasi perbankan syariah akan tidak optimal (Deky Anwar : 2006). Ketidak efektifan sistem perbankan konvensional dan instrumen keuangan yang disediakan oleh Bank Indonesia dalam menyerap likuiditas perbankan nasional pada saat krisis moneter pada tahun 1998, menyebabkan tumbuhnya perbankan syariah sebagai dan instrumen keuangan syariah sebagai alternatif (Sri Widyastuti : 2009). Perbankan syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada bulan September 2009 sudah terdapat lima Bank Umum Syariah dan jumlah perkembangan jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) sampai dengan September 2009 sejumlah 24 UUS dari sebelumnya 19 pada tahun 2006 (Bank Indonesia: 2009).
Aset yang dimiliki oleh bank syariah juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan, hingga September 2009 berjumlah Rp 58 Triliun lebih dibandingkan pada tahun 2005 yang hanya sebesar Rp 20 Triliun, juga perkembangan dana pihak ketiga terus mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh adanya fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank pada akhir Desember 2003. Terlihat bahwa tahun-tahun sesudahnya dana pihak ketiga terus meningkat. Seperti diketahui bahwa bank syariah memiliki 3 produk utama yaitu murabaha (jual-beli), mudharabah (bagi hasil), dan musyarakah (kemitraan usaha). Dari ketiga komponen tersebut justru yang paling menonjol mewarnai bisnis perbankan syariah di Indonesia adalah murabahah (Sri Widyastuti : 2009). Kenyataan ini berbeda dengan pengelolaan perbankan syariah di negara-negara lainnya dimana peran mudharabah dan musyarakah sangat menonjol.
Dominasi
pembiayaan murabahah ini bukan sesuatu yang unik bagi kasus perbankan syariah di Indonesia, tetapi juga merupakan karakter umum bank syariah di banyak negara muslim lainnya. Di samping itu, bukti preferensi bank syariah pada sektor industri dan pertanian yang diharapkan menjadi motor pertumbuhan di negara berkembang tidak konsisten.
Sebagian survei mengindikasikan alokasi pembiayaan yang
berimbang, sedangkan survei lain menunjukkan bank syariah terutama menyalurkan pembiayaan ke sektor jasa dan perdagangan, demikian juga dengan masalah yang ditimbulkan karena tersedianya instrumen keuangan bagi bank syariah (Deky Anwar : 2006). Posisi jumlah dana bank syariah yang ditempatkan pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) mencapai Rp 2,635 Triliun pada September 2009 dan posisi volume transaksi PUAS mencapai Rp 251 Miliar pada September 2009 (Bank Indonesia: 2009). Gejala meningkatnya dana perbankan syariah pada Sertifikat Investasi
Mudharabah Antarbank (IMA) sebagai instrumen pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) harus disikapi sebagai fenomena yang bersifat sementara. Fenomena penempatan dana perbankan syariah pada PUAS dan SWBI merupakan indikasi dari tidak tersalurkannya pembiayaan perbankan syariah dengan baik dan optimal sehingga perbankan syariah mencari alternatif untuk berinvestasi pada instrumen yang ada agar tidak terdapatnya dana yang menganggur (idle fund). Penempatan idle fund perbankan syariah pada instrumen moneter PUAS dan SWBI masih merupakan keputusan subjektif perbankan syariah di Indonesia. Karena penempatan dana tersebut lebih didasari oleh motif memaksimalkan keuntungan tanpa mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan oleh masing-masing instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah secara keseluruhan.
Upaya
perbankan syariah yang tergolong agresif dalam memanfaatkan instrumen moneter syariah tidaklah dapat dibenarkan, karena hal ini akan berakibat pada sedikitnya pembiayaan yang bisa disalurkan kepada masyarakat. Yang pada akhirnya akan memperlambat sektor riil dan memperbesar transaksi semu pada sektor moneter (Deky Anwar : 2006). Namun demikian juga besarnya jumlah dana pihak ketiga, asset dan sedikitnya pembiayaan yang disalurkan akan mengakibatkan perbankan syariah melirik instrumen SWBI dan PUAS sebagai sarana untuk menutupi biaya operasional dan pembayaran nisbah bagi hasil dana pihak ketiga, yang diambilkan dari persentase bonus SWBI dan nisbah bagi hasil sertifikat IMA pada PUAS. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara instrumen moneter syariah dengan kinerja perbankan syariah. Dalam konteks instrumen moneter syariah dan perbankan syariah dapat dijelaskan
hubungan antar variabelnya, bahwa besarnya transaksi dan frekuensi yang terjadi pada SWBI dan PUAS secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kepada kinerja perbankan syariah berupa dana pihak ketiga, pertumbuhan aset, jumlah pembiayaan dan non performing financing (Sri Widyastuti : 2009 sebagaimana Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia : 2005) Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Analisis Vector Auto Regressive (VAR) Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia”. B. Perumusan Masalah, Pada penelitian ini penulis mengidentifikasi permasalahan utama diantara beberapa masalah yang ada dalam kaitannya dengan transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah, yaitu: 1. Bagaimana respon dari aset, DPK, NPF dan pembiayaan perbankan syariah terhadap shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah? 2. Berapa besar kontribusi aset, DPK, NPF, dan pembiayaan perbankan syariah terhadap transaksi instrumen moneter syariah? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Secara umum tujuan dari penulisan ini tidak lain untuk ikut serta memberikan kontribusi penulis terhadap pemikiran, kajian, dan praktik perbankan syariah di Indonesia. Adapun tujuan khusus penulisan ini adalah: 1. Menganalisis respon dari aset, DPK, NPF, dan pembiayaan bank syariah akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah . 2. Menganalisis besarnya kontribusi aset, DPK, NPF, dan pembiayaan perbankan syariah akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah.
Berdasarkan tujuan penulisan tersebut, dari keempat variabel (Jumlah Pembiayaan, Dana Pihak Ketiga, Aset dan Non Performing Financing) akan diketahui variabel mana yang berpengaruh dengan transaksi instrumen moneter syariah. 2. Manfaat Penulisan Dari penelitian dan penulisan mengenai pengaruh antara transaksi instrumen moneter syariah dengan kinerja perbankan syariah tersebut akan diperoleh manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut: 1. Bagi bank, dapat dijadikan sebagai koreksi untuk memperbaiki kondisi internal perusahaannya dalam menentukan keputusan dalam menggunakan jumlah dana yang menganggur (idle fund). 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian berikutnya yang berkaitan dengan transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia. 3. Bagi perkembangan ilmu ekonomi, studi empiris ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam perkembangannya terutama mengenai transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia di kemudian hari.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Konsep Dasar Bank Bank berasal dari kata Italia “banco” yang artinya peti/lemari atau bangku. Bangku inilah yang digunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi Bank (Zainul Arifin 1:2007).
Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga
keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank dikenal juga sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya.
Di samping itu, bank juga dikenal sebagai
tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah, dan pembayaran lainnya (Kasmir 25:2009). Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Agar pengertian bank menjadi jelas, ada beberapa definisi atau rumusan yang dikemukakan antara lain, menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998 dapat dijumpai dalam pasal 1 ayat 1, 2, 3 dan 4, yaitu: 1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 4. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secra konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Selain itu, dibawah ini merupakan beberapa pengertian mengenai definisi dari bank menurut pendapat beberapa ahli (Malayu Hasibuan 2:2007), yaitu: 1.
G.M. Verryn Stuart Bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a gamble to the other, eventhough they should supply the new money. (Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam).
2.
B.N. Ajuha Bank provided means by which capital is transferred from those who cannot use it to profitable to those who can use it productively for the society as whole. Bank provided which channel to invest without any risk and at a good rate of interest. (Bank menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat mengunakan secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik).
3. Malayu Hasibuan
Bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpul dana, dan penyalur kredit, pelaksana lalu lintas pembayaran, stabilisator moneter, serta dinamisator pertumbuhan ekonomi. Menurut Malayu Hasibuan bank sangat penting dan berperan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena bank adalah: 1. Pengumpul dana dari pihak yang kelebihan dana dan penyalur kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. 2. Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat. 3. Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis, dan ekonomis. 4. Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C (Letter of Credit). 5. Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi. Drs. Mohammad Hatta mengemukakan bahwa bank adalah sendi kemajuan masyarakat dan sekiranya tidak ada bank maka tidak akan ada kemajuan seperti saat ini. Negara yang tidak mempunyai banyak bank yang baik dan benar adalah negara yang terbelakang. Perusahaan saat ini diharuskan memanfaatkan jasa-jasa perbankan dalam kegiatan usahanya jika ingin maju. Bank pada dasarnya merupakan perantara antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, usaha pokok bank didasarkan atas empat hal pokok (M. Hasibuan 5:2009), yaitu: 1). Denomination Divisibility Artinya bank menghimpun dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana yang masing-masing nilainya relatif kecil, tetapi secara keseluruhan jumlahnya akan sangat besar. Dengan demikian, bank dapat memenuhi permintaan pihak yang membutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit.
2). Maturity Flexibility Artinya bank dalam menghimpun dana menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti rekening giro, rekening koran, deposito berjangka, sertifikat deposito, buku tabungan, dan sebagainya. 3). Liquidity Transformation Artinya dana yang disimpan oleh para penabung kepada bank umumnya bersifat likuid. Karena itu, dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan bentuk tabungannya. 4). Risk Diversification Artinya bank dalam menyalurkan kredit kepada banyak pihak atau debitor dan sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga resiko yang dihadapi bank dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil. 1. Jenis-Jenis Bank Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Jika kita melihat jenis perbankan sebelum keluar Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dengan sebelumnya, yaitu Undang Undang Nomor 14 Tahun 1967, maka terdapat beberapa perbedaan. Namun, kegiatan utama atau pokok bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda satu sama lainnya. Perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi bank dan kepemilikan bank. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya.
Sedangkan, kepemilikan perusahaan dilihat dari segi kepemilikan saham yang ada serta akte pendiriannya (Kasmir, 34:2009). Adapun jenis perbankan menurut Kasmir dapat ditinjau dari beberapa segi, antara lain: a. Dilihat dari Segi Fungsinya Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari: 1) Bank Umum 2) Bank Pembangunan 3) Bank Tabungan 4) Bank Pasar 5) Bank Desa 6) Lumbung Desa 7) Bank Pegawai 8) Dan Bank Lainnya Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskannya lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan hanya terdiri dari dua macam saja, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dimana Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsinya menjadi Bank Umum sedangkan Bank Desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). b. Dilihat dari Segi Kepemilikannya Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang yang memiliki bank tersebut.
Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan
penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan.
Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Bank Milik Pemerintah Di mana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah antara lain: Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN). Sedangkan bank milik pemerintah daerah (pemda) terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Sebagai contoh: BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, dan BPD lainnya. 2) Bank Milik Swasta Nasional Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula.
Contoh bank milik swasta
nasional antara lain: Bank Muamalat, Bank Central Asia, Bank Danamon, Bank Bumi Putra, dan Bank Internasional Indonesia. 3) Bank Milik Koperasi Kepemilikan saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh adalah Bank Umum Koperasi Indonesia. 4) Bank Milik Asing Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing. Jelas kepemilikannya pun dimiliki oleh pihak luar negeri. Contoh bank asing yang terdapat di Indonesia antara lain: Bank Of America, ABN AMRO Bank, Standard Chartered Bank. 5) Bank Milik Campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia.
Contoh bank campuran yang terdapat di Indonesia antara lain:
Sumitomo Niaga Bank, Mitsubishi Buana Bank, Inter Pacific Bank, Bank Sakura Swadarma.
c. Dilihat Dari Segi Statusnya Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat, maka bank umum dapat dibagi kedalam dua macam. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya.
Oleh karena itu, untuk memperoleh status tersebut diperlukan
penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu.
Status bank yang dimaksud adalah
sebagai berikut: 1) Bank Devisa Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso keluar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran Letters of Credit dan transaksi lainnya. menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia. 2) Bank Non Devisa
Persyaratan untuk
Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa, di mana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara.
d. Dilihat Dari Segi Cara Menentukan Harga Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menetukan harga baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok, yaitu: 1) Bank Yang Berdasarkan Prinsip Konvensional Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia di mana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda. Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu: •
Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito.
Demikian pula harga untuk produk
pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bunga pinjaman maka dikenal dengan nama negative spreads, hal ini terjadi di Indonesia pada akhir tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999. •
Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.
2) Bank Yang Berdasarkan Prinsip Syariah Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun, di luar negeri terutama di negara-negara Timur Tengah bank yang berdasarkan prinsip syariah sudah berkembang pesat sejak lama. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut: •
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
•
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah)
•
Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
•
Pembiayaan barang modal berdasrkan sewa murni tanpa pilihan (Ijarah)
•
Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Iqtina)
Sedangkan penentuan biaya-biaya jasa bank lainnya bagi bank yang berdasarkan pada prinsip syariah juga menentukan biaya sesuai dengan syariah Islam. Sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank prinsip syariah dasar hukumnya adalah Al-Qur’an dan sunnah rasul. Bank berdasarkan prinsip syariah
mengaharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah bunga adalah riba. B. Instrumen Kebijakan Moneter Islam 1. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) Pasar uang adalah tempat terjadinya transaksi tagihan keuangan berjangka waktu pendek (umumnya kurang dari satu tahun) (Kasmir 235:2009). Penggunaan istilah pasar uang bukan berarti dalam syariah uang dianggap sebgai komoditi, sehingga dapat diperjualbelikan. Istilah pasar uang semata-mata hanya menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan investasi jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah. Piranti yang digunakan dalam PUAS ini adalah Sertifikat IMA (Investasi Mudharabah Antarbank). Hal ini berarti prinsip syariah yang digunakan adalah mudharabah (bagi hasil). Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana (investor) dengan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu guna memperoleh keuntungan.
Keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kedua
belah pihak berdasarkan prinsip nisbah yang yang telah disepakati sebelumnya. Dengan demikian bank yang memiliki kelebihan dana bukan memberikan pinjaman, tetapi melakukan investasi kepada bank yang mengalami kekurangan dana dengan jangka waktu investasi paling lama 90 hari. Nisbah bagi hasil yang disepakati bank dapat digunakan sebagai indikator tingkat likuiditas bank penerbit IMA. Semakin tinggi nisbah bagi hasil yang diterima bank pembeli sertifikat IMA mengindikasikan semakin ketat likuiditas dari bank penerbit sertifikat IMA (Buchori : 2002). Sertifikat IMA diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah bagi bank yang seluruh kegiatannya berdasarkan prinsip syariah, seperti Bank Muamalat dan
Bank Syariah Mandiri. Bagi bank konvensional yang memiliki kantor cabang syariah, Sertifikat IMA diterbitkan oleh Unit Usaha Syariahnya (UUS), seperti Bank BNI, Bank Danamon, Bank IFI dan lainnya. Seluruh bank umum termasuk bank umum konvensional dapat berpartisipasi dalam PUAS. Namun demikian, bank umum konvensional hanya dapat berperan sebagai pembeli Sertifikat IMA, sedangkan bank umum syariah maupun bank umum konvensional yang mempunyai Unit Usaha Syariah dapat bertindak sebagai pembeli maupun penerbit Sertifikat IMA. Sertifikat IMA yang diterbitkan harus diserahkan kepada bank pembeli Sertifikat IMA sebagai bukti telah melakkan penanaman dana. Sertifikat IMA yang belum jatuh tempo dapat dipindahtangankan atau dijual kepada pihak lain. Pemindahtanganan ini hanya dapat dilakukan oleh bank pembeli pertama, sedangkan pembeli kedua tidak diperkenankan memindahtangankan kepada bank lain sampai dengan berakhirnya jangka waktu Sertifikat IMA tersebut. Pembatasan ini dilakukan untuk mencegah kesan terjadinya jual beli uang yang dapat menjurus pada kegiatan spekulatif. Agar bank penerbit dapat melakukan pembayaran kepada Bank yang berhak, maka bank pemegang sertifikat terakhir wajib memberitahukan kepemilikan Sertifikat IMA tersebut kepada penerbit. Pada saat Sertifikat IMA jatuh waktu, bank penerbit melakukan pembayaran sebesar nilai nominal investasi (face value) kepada bank terakhir pemegang sertifikat, sedangkan imbalan dibayar setiap awal bulan kepada bank pemegang sertifikat. Hal ini dimaksudkan agar pembayaran imbalan sesuai dengan realisasi hasil investasi yang telah terjadi. Bank penerbit harus menginformasikan nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil, jangka waktu, dan tingkat indikasi imbalan Sertifikat
IMA pada Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) Bank Indonesia pada hari penerbitan.
Bank penerbit juga harus melaporkan tingkat realisasi imbalan
sertifikat IMA pada hari kerja pertama setiap bulan (Buchori : 2009), untuk lebih jelas mengenai skema PUAS dapat dilihat pada gambar 2.1.
Sumber : Buchori (2002) a. Persyaratan Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) Sertifikat IMA yang diterbitkan oleh bank pengelola dana memenuhi persyaratan sebagai berikut (Buchori : 2002): (1) Sekurang-kurangnya mencantumkan •
Kata-kata
“SERTIFIKAT
INVESTASI
MUDHARABAH
ANTARBANK” •
Tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat IMA
•
Nomor seri Sertifikat IMA
•
Nilai Nominal Investasi
•
Nisbah bagi hasil
•
Jangka waktu investasi
•
Tingkat indikasi imbalan, yaitu tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah (sebelum didistribusikan) pada bulan sebelumnya
•
Tanggal pembayaran nilai nominal invetasi dan imbalan
•
Tempat pembayaran
•
Nama bank penanam dana
•
Nama bank penerbit dan dan tanda tangan pejabat yang berwenang
(2) Berjangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari (3) Diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau UUS b. Perhitungan Imbalan Investasi Mudharabah Antarbank Besarnya imbalan sertifikat IMA dihitung berdasarkan jumlah nominal investasi, tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sesuai dengan jangka waktu penanaman dan dan nisbah bagi hasil yang disepakati. Rumus perhitungan besarnya imbalan Sertifikat IMA sebagai berikut: X = P x R x t/360 x k Keterangan: X = Besarnya imbalan yang diberikan kepada bank penanam dana P = Nilai nominal investasi R = Tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah T = Jangka waktu investasi K = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana 2. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip Wadiah (Zainul 170:2006). Undang-Undang
No.23
Tahun
1999
mengamanatkan
bahwa
dalam
melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia harus mengakomodasi perkembangan bank syariah.
Seiring dengan semakin banyak dan kian
berkembangnya bank-bank syariah, Bank Indonesia menerapkan instrumen moneter syariah dengan menggunakan prinsip wadiah (titipan), yaitu Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) guna menarik kelebihan likuiditas perbankan
syariah. Dari sisi bank syariah, SWBI ini dapat dijadikan piranti pasar uang syariah karena dapat berfungsi sebagai penitipan jangka pendek. Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas penitipan dana yang diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Jumlah dana yang dititipkan dimaksud sekurang-kurangnya Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Penitipan dana diatas nominal tersebut hanya dapat dilakukan dalam kelipatan Rp 50.000.000,(lima puluh juta rupiah). Jangka waktu waktu penitipan dana ditetapkan 1 (satu) minggu, 2 (dua) minggu, dan 1 (satu) bulan yang dinyatakan dalam hari. Dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia, dan SWBI tidak boleh diperjualbelikan. Penyelesaian transaksi dilakukan pada hari kerja yang sama.
Bank yang
permohonan penitipan dananya disetujui Bank Indonesia akan didebet rekening gironya sebesar nilai titipan dana. Pada saat penitipan dana telah jatuh waktu, Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro sebesar nilai titpan dana ditambah dengan bonus apabila Bank Indonesia pada saat itu memang perlu dilakukan kontraksi moneter melalui bank syariah. Pemberian dan besarnya bonus sepenuhnya tergantung Bank Indonesia. Sebagai acuan dapat digunakan tingkat indikasi imbalan PUAS yang merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat indikasi imbalan Sertifikat IMA yang terjadi pada PUAS pada tanggal penitipan dana. Apabila pada tanggal penitipan dana tidak terjadi transaksi PUAS, maka sebagai acuan perhitungan bonus dapat digunakan tingkat indikasi imbalan PUAS terakhir atau rata-rata tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sebelum didistribusikan pada bulan sebelumnya dari seluruh
bank syariah dan UUS (Buchori : 2002).
Mekanisme penyelesaian transaksi
SWBI secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 SKEMA SWBI PROSES PENITIPAN DANA
Penerbit (1) PIPU
AksesPenitip Informasi
Akses Informasi
(2)
Perminta Permintaan Penitipan via Telp/fax/reuter BANK UMUM
(4)
Persetujuan Penitipan
Penegasan SPTP via surat KELEBIHAN DANA
(3)
OPU 3,4,5
(5)
(6) Pendebetan penitipan dana
(7) Penyerahan Sertifikat
Pengembalian SWBI setelah due
(8)
(10) Pengembalian Dana + “Bonus”
PROSES PENGEMBALIAN DANA
OPU 7,8
(9) Pengembalian dana
BANK INDONESIA
Sumber : Buchori (2002) Apabila saldo rekening giro bank atau UUS tidak cukup untuk menyelesaikan transaksi sehingga transaksi penitipan dana dibatalkan, maka bank atau UUS dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan. Jika pembatalan transaksi penitipan dana terjadi lebih dari dua kali dalam dalam kurun waktu enam bulan, selain dikenakan sanksi administratif, bank atau UUS dikenakan pula sanksi kewajiban membayar sebesar 0,1% dari kekurangan transaksi. Bank atau UUS yang mengambil titipan dana sebelum jatuh waktu tidak diberikan bonus dan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagai berikut: Jumlah Dana Titipan
Biaya Administrasi
Rp 500 juta s.d Rp 100 Miliar
Rp 5 juta
> Rp 100 Miliar s.d Rp 500 Miliar
Rp 10 juta
> Rp 500 Miliar
Rp 15 juta
Sumber : Buchori (2002) C. Assets Dan Liability Management Pada Bank Syariah Sebagaimana dengan bank konvensional, bank syariah pun merupakan lembaga intermediasi antara penabung dan investor. Perbedaan pokok antara bank syariah dan bank konvensional terletak pada dominasi prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko (profit and loss sharing) yang melandasi sistem operasionalnya. Hal ini antara lain tercermin pada beberapa karakteristik berikut: •
Berbeda dengan bank konvensional, bank islam hanya menjamin pembayaran kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan (wadiah), tetapi tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito. Bank Islam juga tidak menjamin pembagian keuntungan atas deposito. Mekanisme pangaturan
realisasi pembagian keuntungan final atas deposito pada bank syariah tergantung pada kinerja bank, tidak sebagaimana bank konvensional yang menjamin pembayaran keuntungan atas deposito berdasarkan tingkat bunga tertentu dengan mengabaikan performancenya. •
Sistem operasional bank Islam berdasarkan berdasarkan pada sistem equity di mana setiap modal adalah berisiko. Oleh karena itu hubungan kerja sama antara bank Islam dengan nasabahnya adalah berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko.
•
Dalam menggunakan kegiatan pembiayaan bank Islam menggunakan model pembiayaan Syariah yaitu PLS dan non-PLS. Sehubungan dengan itu bank Islam melakukan
pooling
dana-dana
nasabah
dan
berkewajiban
menyediakan
manajemen investasi yang professional. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka risiko yang dihadapi oleh bank Islam lebih terfokus pada risiko likuiditas dan risiko kredit dan tidak akan pernah mengalami risiko karena fluktuasi tingkat bunga. Likuiditas bank syariah banyak bergantung pada: a. Tingkat kelabilan (Volatility) dari simpanan nasabah b. Kepercayaan pada dana-dana non-PLS c. Kompetensi teknis yang berhubungan dengan pengaturan struktur liabilitas d. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas. e. Akses kepada pasar antar bank dan sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort dari Bank Sentral. Teknik duration gap management dapat diaplikasikan oleh bank Islam, bukan dalam rangka menghindari risiko tingkat bunga, melainkan untuk mengatur cash flow atau mengendalikan likuiditasnya.
Kualitas earning assets bank Islam akan bergantung pada beberapa hal berikut: a. Level, distribusi dan tingkat kesulitan dari aset yang diklasifikasikan b. Level dan komposisi dari berkurangnya nilai aset c. Kecukupan dari cadangan penilaian kembali d. Bukti adanya kemampuan untuk mengadministrasikan dan memperoleh kembali kredit bermasalah. Hasil akhir dari manajemen aset liabilitas itu akan bermuara pada kemampuan untuk menutup kerugian dan penyediaan kecukupan modal, trend pendapatan yang semakin baik, kompetitif terhadap peer group-nya, dan kualitas dan komposisi pendapatan bersih yang semakin baik. Assets Liability management bank Islam lebih banyak bertumpu pada kualitas aset, dan hal itu akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan kualitas pengelolaan liabilitasnya. Kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai professional investment manager akan sangat menentukan kualitas aset yang dikelolanya. Teknik fund gap management tidak relevan untuk digunakan sebagai alat manajemen aset liabilitas bank Islam, karena bank Islam tidak berurusan dengan risiko tingkat bunga (Zainul Arifin 132:2006). D. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah Dana pihak ketiga bank syariah adalah dana yang berasal dari simpanan masyarakat Dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, hanya dalam prinsipnya saja yang membedakan, pada bank konvensional menggunakan sistem bunga sedangkan pada bank syariah menggunakan prinsip wadiah dan mudharabah. Ada 3 (tiga) macam yang termasuk dalam Dana Pihak Ketiga (Bank Syariah) yaitu:
1. Simpanan Giro Wadiah Simpanan giro menurut Bank Indonesia adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat
dilakukan
pemindahbukuan.
dengan
menggunakan
cek,
bilyet
giro
ataupun
Dalam bank syariah simpanan giro ini menggunakan prinsip
wadiah, dalam pelaksanaannya wadi’ah dibedakan menjadi dua jenis (Wiyono 33:2005), yaitu: •
Wadiah Yad Al Amanah adalah akad pentitpan uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan uang simpanan yang dititipkan dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan akibat kalalaian penerima titipan.
•
Wadiah Yad Adh-Dhamanah adalah akad penitipan uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik uang dapat memanfaatkan uang tersebut dan harus bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan. Sifat-sifat Simpanan Giro Wadiah menurut Malayu Hasibuan, antara lain: a)
Giro wadiah merupakan titipan yang dengan seizin penitip dapat dipergunakan oleh bank.
b) Sebagai konsekuensi dari yad adh dhamanah menjamin keutuhan dana c)
Merupakan salah satu cara penyimpanan dana, alat pembayaran giral dengan menggunakan media cek, bilyet giro dan perintah bayar lainnya.
d) Bank atas kehendak sendiri, tanpa perjanjian di muka dapat memberikan semacam bonus kepada para nasabahnya.
2. Simpanan Deposito Mudharabah
Deposito mudharabah adalah investasi melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu dengan mendapatkan imbalan bagi hasil (Hasibuan 42:2007). Imbalan dibagi dalam bentuk berbagi pendapatan (revenue sharing) atas penggunaan dana itu secara syariah dengan rasio pembagian pendapatan, misalnya 60:40, yaitu 60% bagi deposan dan 40% bagi bank. Jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. 3. Simpanan Tabungan Mudharabah dan Wadiah Tabungan mudharabah adalah simpanan pihak ketiga di Bank Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian. Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai Mudharib dan deposan sebagai shahib al mal. Bank sebagai Mudharib akan membagi keuntungan kepada shahib al mal sesuai dengan nisbah yang telah disetujui bersama. Pembagian keuntungan dapat dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo minimal yang mengendap selama periode tersebut.
Tabungan ini juga dapat menggunakan prinsip wadiah tergantung
kesepakatan di awal antara pihak pemilik dana dengan pihak yang dititipkan. E. Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia Di dalam sistem ekonomi syariah pada umumnya akad untuk melakukan transaksi pembiayaan terbagi menjadi dua kelompok (Wiyono 28:2009 sebagaimana Zulkifli : 2003), yaitu:
1. Akad Tabarru Akad tabarru digunakan untuk transaksi yang bersifat tolong menolong tanpa mengharapkan adanya keuntungan materiil dari pihak-pihak yang melakukan perikatan, kecuali mendapat balasan dari Allah SWT semata. Walaupun demikian,
dalam transaksi yang bersifat tabarru’ ini dibolehkan untuk memungut biaya transaksi yang akan digunakan habis dalam pengelolaan transaksi tabarru’ ini, sehingga benarbenar tidak ada unsur keuntungan materiil yang diperoleh. Yang termasuk akad dalam transaksi tabarru’ ini antara lain: •
Akad Qardh Transaksi qardh timbul karena salah satu pihak meminjamkan obyek perikatan yang berbentuk uang kepada pihak lainnya, tanpa berharap mengambil keuntungan materiil apapun.
•
Akad Rahn Transaksi rahn timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek perikatan yang berbentuk uang kepada pihak lainnya yang disertai dengan jaminan.
•
Akad Hawalah Transaksi hawalah timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek perikatan yang berbentuk uang untuk mengambil alih piutang/utang dari pihak lain.
•
Akad Wakalah Transaksi wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek perikatan yang berbentuk jasa atau juga bisa disebut sebagai meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain.
•
Akad Wadiah
Transaksi wadiah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek perikatan yang berbentuk jasa yang lebih khusus yaitu custodian (penitipan dan pemeliharaan). •
Akad Kafalah Transaksi kafalah timbul jika salah satu pihak memberikan obyek yang berbentuk jaminan atas kejadian tertentu di masa yang akan datang (contingent guarantee).
•
Akad Wakaf Transaksi yang timbul jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang berbentuk uang ataupun obyek lainnya tanpa disertai kewajiban mengembalikan.
2. Akad Transaksi Tijarah Pembiayaan pada bank syariah terutama untuk sektor swasta pada umumnya bersifat orientasi laba (Wiyono 36:2005). Aktivitas pada sektor swasta ini befungsi menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi melalui kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi. Sifat dasar, transaksi dan kontrak dalam ekonomi dapat dikategorikan menjadi dua (Wiyono 36:2006 sebagaimana Zulkifli : 2003), yaitu: a) Natural Certainty Contract Natural Certainty Contract (NCC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatannya baik dari segi jumlah dan waktu penyerahannya.
Yang termasuk dalam kontrak transaksi NCC dalam
perekonomian Islam adalah: •
Akad Murabahah Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah margin yang telah disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
•
Akad Salam Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu.
•
Akad Istishna Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
•
Akad Ijarah Perjanjian pembiayaan berupa transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik obyek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas obyek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakan. Apabila terjadi perpindahan kepemilikan ketika akhir periode maka akad tersebut dinamakan Ijarah Muntahiyah Bitamlik.
b) Natural Uncertainty Contract (NUC) Natural Uncertainty Contract (NUC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang mengandung ketidakpastian.
Yang termasuk dalam kontrak
transaksi NCC antara lain: •
Mudharabah Perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
•
Musyarakah Perjanjian pembiayaan atau penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masingmasing. F. Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio antara pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan pada bank syariah. Dalam laporan keuangan biasanya NPF bank syariah menggunakan persentase dalam melaporkan tingkat NPFnya namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah jumlah yang tertera dalam laporan keuangan bank syariah. G. Penelitian Sebelumnya Sebagai landasan dalam penelitian mengenai dampak instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah, penulis menggunakan beberapa penelitian yang dulu pernah dilakukan. Penelitian yang berkaitan dengan instrumen moneter syariah sudah dilakukan oleh beberapa orang peneliti, antara lain: 1) Sri Widyastuti (2009) dan Deky Anwar (2006) dalam penelitiannya yang mengambil judul analisis dampak transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia mencoba mencari tahu dampak yang ditimbulkan akibat transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan di Indonesia selama periode 2001-2006. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah SWBI dan PUAS sebagai variabel dependen dan pembiayaan, aset, dan pihak ketiga, dan NPF sebagai variabel independent. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel independen kinerja perbankan syariah lebih cepat meredam shock yang terjadi pada intrumen moneter SWBI dibandingkan dengan PUAS. Dan variabel aset dan
NPF lebih berperan dalam dominasi transaksi SWBI sedangkan yang mendominasi dalam transaksi instrumen moneter PUAS adalah aset dan NPF.
2) Indah Nurfitri Adi (2006) dalam penelitiannya yang mengambil judul analisis pengaruh penempatan dana pada SWBI dan PUAS terhadap FDR (Financing To Deposits Ratio) Perbankan Syariah di Indonesia mencoba menganalisis pengaruh antara SWBI dan PUAS sebagai variabel dependen dan FDR (Financing To Deposits Ratio) sebagai variabel independent. Hasil penelitian ini secara bersama-sama SWBI dan PUAS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap FDR, namun secara parsial hanya variabel SWBI yang signifikan terhadap FDR. 3) Amin Budi Pramuharjdo (2005) dalam penelitiannya yang berjudul analisis pengaruh kebijakan moneter terhadap deposito, pembiayaan, dan likuiditas perbankan syariah di Indonesia mencoba menganalisis instrumen-instrumen moneter seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan variabel-variabel makroekonomi seperti inflasi, GDP riil, dan pangsa pasar bank syariah terhadap bank konvensional sebagai variabel independen, sedangkan variabel dependentnya adalah kinerja perbankan syariah yakni, jumlah deposito, tingkat likuiditas dan pembiayaan perbankan syariah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap deposito, likuiditas, dan pembiayaan perbankan syariah di Indonesia, sedangkan pangsa pasar bank syariah terhadap berpengaruh positif.
bank konvensional
H. Kerangka Pemikiran Analisis Vector Auto Regressive (VAR) Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia
SWBI dan PUAS (Y) Aset Perbankan Syariah (X1), DPK (X2), Pembiayaan (X3), dan NPF (X4)
Pengumpulan Data Time Series
Uji Stationeritas data
Stasioner
Tidak Stationer
VAR Bentuk Level
Stationer Di Deferensi Data
VAR Bentuk Diferensi
Tidak
Terjadi Kointegrasi
Ya
VECM
Impulse Response dan Variance Decomposition
Analisis dan Kesimpulan
Gambar 2.3
I. Hipotesis Sesuai dengan kerangka pemikiran, latar belakang, dan pembatasan masalah, untuk mencapai tujuan penelitian ini maka hipotesis dari penelitian ini adalah: Ho :
Variabel Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF diduga tidak berpengaruh terhadap transaksi PUAS dan SWBI
Ha :
Variabel Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF diduga berpengaruh terhadap transaksi PUAS dan SWBI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia tanpa Bank Perkreditan Rakyat Syariah dari laporan keuangan bulanan dan laporan keuangan publikasi Bank Indonesia dalam kurun waktu bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Desember 2008. Ruang lingkup penelitian ini adalah membahas variabel bebas (independent variable) yang terdiri dari Aset Perbankan Syariah (X1), Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah (X2), Pembiayaan Perbankan Syariah (X3), dan Non Performing Financing bank syariah (X4). Sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan Pasar Uang Antarbank Syariah. B. Metode Penentuan Sampel Dalam penelitian ini metode penentuan sample yang digunakan oleh penulis adalah convenience sampling yaitu peneliti menggunakan data yang tersedia yaitu Laporan Keuangan Publikasi Bank Indonesia dan Statistik Perbankan Syariah Indonesia.
Metode ini dipilih karena Bank Indonesia merupakan satu-satunya
institusi yang berhak mengeluarkan data perbankan secara keseluruhan adalah Bank Indonesia. C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah:
1. Studi Kepustakaan (Library Research) Untuk mendapatkan landasan dan konsep yang kuat agar dapat memecahkan permasalahan, maka penulis mengadakan penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan literatur-literatur ilmiah, beberapa buku, artikel dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Field Research Pengumpulan data dan keterangan seperti laporan keuangan, dan data lain yang berhubungan dengan penelitian ini, diperoleh dari Bank Indonesia. Penelusuran data dilakukan dengan dua cara, yaitu: a) Penelusuran secara manual untuk data dalam format kertas hasil cetakan b) Penelusuran dengan komputer untuk data dalam format laporan elektronik. D. Metode Analisis 1. Pengujian Stasioneritas Suatu variabel dikatakan stasioner jika nilai rata-rata, varians, dan kovariansnya selalu konstan pada setiap titik waktu. Stasioner dari sebuah variabel menjadi penting karena pengaruhnya pada hasil estimasi regresi. Regresi antara variabel-variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan fenomena regresi palsu (spurious regression), di mana nilai koefisien yang dihasilkan dari estimasi menjadi tidak valid dan sulit untuk dijadikan pedoman. Ada beberapa cara yang tepat dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasionaritas, salah satunya adalah dengan menggunakan Phillip Pheron Test (PP), yaitu jika nilai mutlak PP statistiknya lebih besar dari Mc Kinnnon Critical Value (tergantung dari tingkat keyakinan yang dipilih 1%, 5%, atau 10%), maka dapat disimpulkan bahwa series tersebut stasioner. Pada penelitian ini nilai kritis yang digunakan adalah 5% yang mana tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Cara yang cukup cepat adalah dengan melihat nilai Prob-nya, apabila lebih kecil dari 0,05 (5%), maka data sudah stasioner. Solusi yang dapat dilakukan apabila berdasarkan uji PP diketahui suatu series adalah non stasioner adalah dengan melakukan difference non stationary processes (Widarjono, 347:2007). Metode PP digunakan dalam uji stasioneritas data karena metode PP dapat menangkap perubahan struktur data yang terjadi pada suatu variabel, dimana dalam
hal ini uji ADF tidak dapat melakukannya. Perubahan struktur data perlu diperhatikan karena hal itu dapat menyebabkan data terlihat seperti tidak stasioner, sehingga kesimpulan yang diambil jika perubahan struktur tidak dimasukan ke dalam perhitungan akan mengarah pada penerimaan hipotesis yang salah. 2. Uji Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang atau ekuilibrium antara variabel-variabel yang tidak stasioner (Widarjono : 2007). Dengan kata lain, walau secara individual variabel-variabel tersebut tidak stasioner, namun kombinasi antar variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Berkaitan dengan hal ini, maka langkah selanjutnya di dalam estimasi VAR adalah uji kointegrasi untuk mengetahui keberadaan hubungan antar variabel. Uji kointegrasi yang digunakan adalah uji Johansen Cointegration Test. Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likelihood ratio (LR). Jika nilai hitung LR lebih besar dari nilai kritis LR maka kita menerima adanya kointegrasi sejumlah variabel dan sebaliknya jika nilai hitung LR lebih kecil dari nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi. Pada langkah ini kita akan mengetahui apakah model penelitian ini merupakan VAR tingkat diferensi jika tidak ada kointegrasi dan VECM bila terdapat kointegrasi. 3. Vector Autoregression (VAR) Metode analisis yang digunakan untuk mengestimasi model penelitian ini adalah VAR (Vector Autoregression). Model VAR adalah model persamaan regresi yang menggunakan data time series. Model VAR ini dibangun dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik. Penggunaan metode VAR dikarenakan metode ini dianggap lebih efisien, tepat, dan tidak bias dalam mengestimasi koefisien yang diinginkan.
Dalam pengujian terhadap pengaruh variabel-variabel kinerja perbankan syariah terhadap transaksi instrumen moneter syariah dapat dilakukan melalui model VAR sebagai berikut: Yt = b 10 + γ11Yt-1 + b 12 Zt-1 + εyt
(3.1)
Zt = b 20 + b21Yt-1 + γ22 Zt-1 + εzt
(3.2)
Dimana: Yt adalah k vektor dari serial variabel endogenous Zt adalah d vektor dari serial variabel eksogenous b10 adalah vektor intersep (n x 1) γ11 & b12 adalah matrik koefisien (n x n) εyt dan εzt adalah error pada variabel 1 dan 2 Kata vector menunjukkan hubungan dengan dua atau lebih variabel di dalam model, jadi di dalam model VAR semua variabel dianggap sebagai variabel endogen meskipun variabel tersebut eksogen. Sehingga dapat dikatakan bahwa Yt (sebagai variabel endogen) tidak hanya dipengaruhi oleh variabel masa lalunya tetapi juga dipengaruhi oleh masa lalu variabel lainnya, meskipun itu variabel eksogen. Begitupun halnya dengan Zt (sebagai variabel eksogen) tidak hanya dipengaruhi oleh variabel masa lalunya tetapi juga dipengaruhi oleh masa lalu variabel endogen (Widarjono 373 : 2007). Sebagaimana penjelasan sebelumnya, model VAR menganggap bahwa semua variabel ekonomi adalah saling tergantung dengan yang lain. Oleh karena itu, persamaan model VAR untuk penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut: Y1t = β01 + β11Y1t-1 + ... + βn1Y1t-p + α11Y2t-1 + ... + αn1Y2t-p + χ11Y3t-1 + ... + χn1Y3t-p + θ11Y4t-1 + ... + θn1Y4t-p + Φ11Y5t-1 + ... + Φn1Y5t-p + e1t (3.3)
Y2t = β02 + β12Y2t-1 + ... + βn2Y2t-p + α12Y1t-1 + ... + αn2Y1t-p + χ12Y3t-1 + ... + χn2Y3t-p + θ12Y4t-1 + ... + θn2Y4t-p + Φ12Y5t-1 + ... + Φn2Y5t-p + e2t (3.4) Y3t = β03 + β13Y3t-1 + ... + βn3Y3t-p + α13Y1t-1 + ... + αn3Y1t-p + χ13Y2t-1 + ... + χn3Y2t-p + θ13Y4t-1 + ... + θn3Y4t-p + Φ13Y5t-1 + ... + Φn3Y5t-p + e3t (3.5) Y4t = β04 + β14Y4t-1 + ... + βn4Y4t-p + α14Y1t-1 + ... + αn4Y1t-p + χ14Y2t-1 + ... + χn4Y2t-p + θ14Y3t-1 + ... + θn4Y3t-p + Φ14Y5t-1 + ... + Φn4Y5t-p + e4t (3.6) Y5t = β05 + β15Y5t-1 + ... + βn5Y5t-p + α15Y1t-1 + ... + αn5Y1t-p + χ15Y2t-1 + ... + χn5Y2t-p + θ15Y3t-1 + ... + θn5Y3t-p + Φ15Y4t-1 + ... + Φn5Y4t-p + e5t (3.7)
Dimana: Y1 = Instrumen Moneter Syariah Y2 = Aset Y3 = DPK Y4 = Pembiayaan Y5 = NPF p = Panjangnya Kelambanan Alasan pemilihan metode VAR dalam penelitian ini adalah: a. Ada beberapa analisis penting yang bisa dihasilkan di dalam model VAR, yaitu Impulse Response dan Variance Decomposition. Analisis Impulse response ini melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR. karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan
(e).
Sedangkan
analisis
Variance
decomposition
ini
menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR karena adanya shock.
b. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, nilai masing-masing variabel selain
dipengaruhi oleh nilai variabel itu sendiri di masa lampau tapi juga
dipengaruhi oleh nilai masa lampau dari semua variabel endogen lain dalam model. Dari hal tersebut berdasarkan dibuat model yang bersifat dinamis dengan menspesifikasi masing-masing variabel dengan struktur selang atau lag. Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan metode ini, yaitu harus melakukan uji stasioner dari setiap data time series yang digunakan di dalam model. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaaan VAR dengan metode standar dan series yang non stasioner akan berujung pada dua pilihan VAR, yaitu VAR dalam bentuk difference atau VECM. a. VAR in Difference Dalam banyak kasus data time series seringkali menunjukkan tidak stasioner. Bila hal ini terjadi maka kita perlu melakukan uji stasioneritas data pada tingkat diferensi. Ketika uji stasioneritas data diferensi ini menghasilkan data diferensi yang stasioner, namun secara teoritis tidak terjadi hubungan antar variabel karena tidak menunjukkan adanya kointegrasi maka modelnya disebut dengan model VAR in difference. b. Vector Error Correction Model (VECM) Model VECM digunakan apabila data time series tidak stasioner pada level, tetapi stasioner pada data diferensi dan terkointegrasi sehingga menunjukkan adanya hubungan teoritis antar variabel. Adanya kointegrasi ini maka model VECM disebut model VAR yang teristriksi. 1. Analisis di dalam model VAR
Ada beberapa analisis penting yang bisa dihasilkan di dalam model VAR pada penelitian ini, yaitu: a. Impulse Response Impulse response ini merupakan salah satu analisis penting di dalam model VAR. Analisis Impulse response ini melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan. Respon yang dihasilkan bisa positif, negatif dan tidak merespon. Respon positif karena di atas garis horizon dan searah, respon negatif karena di bawah garis horizon dan berlawanan arah, sedangkan tidak merespon ditunjukkan dengan grafik dimana responnya cenderung mendatar dekat pada garis horizon (Widarjono 380:2007). b. Variance Decomposition Analisis variance decomposition ini menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR karena adanya shock. Variance decomposition berguna untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem VAR (Widarjono 383:2007). Software yang digunakan sebagai alat bantu penelitian adalah Eviews 5.0 dan juga digunakan program Microsoft Excel 2003 dan Microsoft Word 2003 dalam membantu memudahkan pengoperasian software yang digunakan dalam penelitian. E. Operasional Variabel Penelitian Variabel operasional adalah sebuah konsep yang mempunyai variasi nilai yang diterapkan dalam suatu penelitian untuk. Variabel Operasional yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Variabel Independen (Bebas) Variabel independent adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Dalam penelitian ini terdiri dari empat macam, yaitu: a. Aset Perbankan Syariah Aset yang dimiliki oleh bank syariah dan unit usaha syariah tanpa memperhitungkan jumlah aset Bank Perkreditan Rakyat Syariah. b. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah Jumlah dana yang diperoleh bank syariah yang berasal dari simpanan masyarakat yang berupa simpanan giro wadiah. Tabungan mudharabah dan wadiah, dan deposito mudharabah. c. Pembiayaan Bank Syariah Jumlah pembiayaan yang diberikan dalam berbagai macam bentuk, seperti Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Ijarah, dan akad lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. d. Non Performing Financing Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio antara pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan pada bank syariah. 2. Variabel Dependen (Terikat) Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya. Variabel ini disebut variabel “Y” yang menjadi variabel terikat dalam penelitian kali ini adalah jumlah transaksi SWBI dan PUAS. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Awal Perkembangan Bank Syariah Berdirinya bank syariah di Indonesia ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia, sebenarnya ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970-an. Dimana pembicaraan mengenai bank syariah muncul pada seminar nasional Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga IlmuIlmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhinneka Tunggal Ika.
Namun ada
beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide pendirian bank syariah ini, adapun alasan tersebut antara lain: pertama, operasi bank syariah yang menerapkan bagi hasil belum diatur, dan karena itu tidak sejalan dengan UU pokok perbankan yang berlaku, yakni UU No 14/1967. Kedua, konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau konsep negara Islam, dan Karena itu tidak dikehendaki oleh pemerintah.
Ketiga, masih dipertanyakan, siapa yang
bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu. Sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia. Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi pada tahun 1988 di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak satupun perangkat hukum yang dijadikan dasar kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%.
Setelah adanya
rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990. Hasil lokakarya tesebut dibahas lebih mendalam
dalam Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. BMI lahir sebagai hasil kerja tim perbankan MUI tersebut di atas akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia dan ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp 84 Miliar. Pada tanggal 3 November 1991, dalam cara silahturahmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen sebesar modal disetor awal sebesar Rp 101.126.382.000,-.
Dana tersebut berasal sari Presiden dan Wakil
Presiden, sepuluh Menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT PAL, PT PINDAD. Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopan BMI. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut pada tanggal 1 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia secara resmi mulai beroperasi. Berdirinya Bank Muamalat Indonesia secara formal dengan dikeluarkannya UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Sejak diterapkannya UU ini berarti
Indonesia telah menganut dual banking system, yakni secara makro dua sistem perbankan, yaitu Sistem Konvensional dan Sistem Bagi Hasil (Syariah), yang memberikan layanan jasa perbankan bagi masyarakat. Namun, harus diakui bahwa UU tersebut belum cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena masih menggunakan istilah bank bagi hasil. Pengertian bank bagi hasil yang dimaksudkan dalam UU tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian bank syariah yang lebih luas dibandingkan hanya sekedar bank bagi hasil. Di samping itu, hingga tahun 1998 belum terdapat pemikiran lanjutan untuk mengembangkan perbankan syariah lebih
serius. Termasuk pengembangan pasar uang syariah. Sementara itu PP No.72 Tahun 1992 sebagai peraturan pelaksanaan dari UU No.7 Tahun 1992 menyatakan bahwa bank umum dan BPR konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Peraturan itu telah menjadi pembatas bagi berkembangnya bank syariah karena jalur pertumbuhan jaringan kantor bank syariah hanya melalui perluasan kantor bank syariah yang telah ada atau pembukaan bank syariah baru yang relative besar investasinya. Situasi demikian membuat Bank Muamalat Indonesia sebagai satusatunya pemain tunggal di pasar berkaitan dengan masalah mitra kerjasama dalam pengelolaan likuiditas. Menyadari permasalahan tersebut diatas, maka UU No.7 Tahun 1992 diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan bank syariah di Indonesia. Dalam UU No.10 Tahun 1998 dinyatakan secara tegas penggunaan istilah bank syariah dengan berbagai jenis kegiatan operasionalnya yang relatif lebih luas dibandingkan dengan kegiatan bank konvensional.
Selain itu bank konvensional
dimungkinkan utuk membuka kantor yang melakukan kegiatan usaha dengan menggunakan prinsip syariah. Dengan demikian secara mikro berarti Indonesia telah menganut dual banking system, yakni suatu bank konvensional dimungkinkan untuk menerapkan dua sistem secara bersamaan, yaitu Sistem Konvensional dan Sistem Syariah. Selanjutnya pada tahun 1999 dikeluarkan UU No.23 tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia di antaranya mempunyai tugas pokok mengatur dan mengawasi bank (Pasal 8), termasuk bank umum dan BPR syariah. Tugas pokok
tersebut mempertegas bahwa Bank Indonesia berkewajiban mengembangkan bank syariah antara lain dengan menyusun ketentuan dan menyiapkan infrastruktur yang sesuai dengan karakteristik bank syariah. Disamping itu, pasal 10 UU No.23 Tahun 1999 menegaskan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah, antara lain dengan menggunakan operasi pasar terbuka (open market operation) di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bank Indonesia memandang perlu untuk menyusun suatu ketentuan yang berkaitan dengan pasar uang syariah. Selain untuk membantu bank syariah dalam meningkatkan pengelolaan dan efisiensi pengelolaan dananya, pasar uang syariah ini juga sekaligus dapat digunakan Bank Indonesia selaku otoritas moneter sebagai salah satu indikator dan sarana dalam melaksanakan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diamanatkan dalam UU No.23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Hal ini mengingat berdasarkan
perkembangan pasar uang syariah dapat diketahui tingkat likuiditas perbankan syariah, sehingga Bank Indonesia dapat menggunakannya sebagai indikator untuk menerapkan kebijakan kontraksi atau ekspansi moneter. Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan dana. Dalam hal terjadi kelebihan, maka bank melakukan penempatan kelebihan likuidasi sehingga bank memperoleh keuntungan.
Sedangkan bila bank
mengalami kekurangan likuidasi maka bank memerlukan saran untuk menutupi kekurangan likuidasi dalam rangkan kegiatan pembiayaan sehingga kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini bank dapat menerbitkan Sertifikat Investasi Mudharabah (IMA) yang merupakan sarana penanaman dana bagi bank syariah maupun konvensional, sehubungan dengan tugas Bank Indonesia untuk
menjaga stabilitas moneter, Bank Indonesia menyerap kelebihan likuiditas bank-bank syariah melalui penerbitan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). 2. Perkembangan Bank Syariah Saat Ini Perkembangan bank syariah saat ini tumbuh cukup baik, hal ini dipengaruhi oleh tiga sebab, pertama, bank syariah lebih baik dalam mempertahankan kinerjanya dibanding bank konvensional saat krisis ekonomi berlangsung.
Kedua, turunnya
kinerja perbankan konvensional ini menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem bank konvensional, maka hal ini menjadi titik tolak bagi pelaku perbankan untuk menggunakan sistem perbankan syariah.
Ketiga, melihat
perkembangan riil bank syariah membuat beberapa bank konvensional membuka bank syariah. Hingga September tahun 2009 jumlah bank-bank syariah umum dan bank umum yang membuka cabang bank syariah tercatat di Bank Indonesia berjumlah lima buah bank umum syariah yaitu, Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Rakyat Indonesia Syariah dan Bank Bukopin Syariah. Pada akhir September 2009 tercatat 660 jumlah kantor bank syariah dan 24 Unit Usaha Syariah dengan jumlah kantor sebanyak 264 buah (Bank Indonesia : 2009). Dilihat dari pembiayaan bank syariah pada September 2009 menunjukkan pembiayaan mencapai Rp 44 triliun dibandingkan dengan tahun 2004 yang hanya sebesar Rp 12 Triliun (Bank Indonesia : 2009). Dilihat dari komposisi pembiayaan minat bank syariah masih terfokus pada pembiayaan murabahah dibandingkan dengan pembiayaan jenis mudharabah dan musyarakah. Hal ini menunjukkan kehati-hatian dalam pembiayaan mudharabah maupun musyarakah.
Kenyataan ini disebabkan,
pertama, menurun dan rendahnya pembiayaan mudharabah bank syariah disebabkan tingginya resiko pembiayaan dimana bank syariah menyediakan dana 100% dan bila
terjadi kerugian maka bank yang harus menanggung kerugian tersebut. Sedangkan rendahnya pembiayaan musyarakah disebabkan selain bank menyediakan kesepakatan juga tidak adanya lembaga penjamin yang meminimalisir resiko ketidakpastian usaha pada saat proses penggunaan dana, sehingga dengan keberadaan lembaga penjamin, besarnya laba bias diprediksikan. Kedua, belum lengkapnya peraturan perundangan yang
mengakomodir
adanya
moral
hazard
di
kalangan
pengguna
dana
(Sudarsono:2003). Sementara itu, jumlah aset dan DPK terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, hal ini membuktikan tingkat kepercayaan yang terus meningkat di kalangan masyarakat seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.
Ada
beberapa faktor yang mendorong dan mempengaruhi perkembangan bank syariah, selengkapnya dapat dilihat dari gambar 4.1. Gambar 4.1 Faktor Pendorong Perkembangan Bank Syariah Pengurus dan Pemilik - Integritas dan Kompetensi - Kepatuhan pada prinsip Syariah - Kepatuhan terhadap prudential regulation
Nasabah/Masyarakat - Integritas - Kompetensi - Loyalitas
Perbankan syariah yang sehat dan sejalan dengan kebutuhan masyarakat
Regulator, Pengawas, dan Badan Lainnya - BI: Perijinan, Pengaturan, dan Pengawasan - DSN: Fatwa Kegiatan Usaha dari DPS - IAI, PSAK, PAPSI, Pedoman Audit - Badan Arbitrasi - Dan Lain-lain
Kompetitor/Subtitusi - Perbankan Konvensional - Lembaga Keuangan Lainnya
Infraskturktur - Kondisi Makro Ekonomi - Sektor Riil - Fiskal dan Luar Negeri
Sumber: Sudarsono (2002), sebagaimana Harisman (2003)
B. Analisis Dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan bantuan Eviews 5.0 dan Microsoft Excel 2003, untuk dapat mengolah data dan memperoleh hasil dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu terdiri dari variabel independen; aset bank syariah, DPK bank syariah, Pembiayaan dan NPF bank syariah, sedangkan variabel dependen; instrumen moneter syariah. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut: a. Aset Bank Syariah di Indonesia Tabel 4.1 Jumlah Aset Perbankan Syariah Indonesia (Dalam Miliar Rupiah) Periode Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata/Bln
2004 8758 9218 9499 9843 10293 11023 11505 12205 12720 13463 14036 15326 11490,75
2005 15372 15567 16359 17016 17338 17743 17840 18233 18454 18733 19692 20880 17768,92
2006 20585 20460 50546 21090 21903 22701 22862 23578 24313 25056 25488 26722 25442
2007 26949 27690 28473 28368 29000 29209 29900 30145 31803 33016 33288 36538 30364,92
2008 35836 37551 38344 40071 41083 42981 43479 44340 45857 46282 47179 49555 42713,17
Sumber :Bank Indonesia, Data diolah Selama periode penelitian jumlah aset yang dimiliki oleh bank syariah cenderung menunjukkan trend yang terus meningkat di setiap periodenya.
Hal ini disebabkan semakin besarnya kepercayaan
masyarakat terhadap bank syariah untuk menyimpan uangnya di bank syariah. Selain itu, besarnya jumlah aset bank syariah dipengaruhi
oleh pembiayaan yang diberikan serta transaksi instrumen moneter seperti Investasi Mudharabah Antarbank dalam Pasar Uang Antarbank Syariah maupun penempatan pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa total aset perbankan syariah di Indonesia pada awal periode penelitian tercatat sebesar Rp 8,758 triliun. Selama periode penelitian jumlah aset perbankan syariah di Indonesia terus mengalami trend peningkatan dan tercatat sebesar Rp 49,555 triliun pada akhir periode penelitian yaitu bulan Desember tahun 2009. Rata-rata terendah terjadi pada tahun 2004 dan rata-rata tertinggi pada tahun 2008. Grafik mengenai perkembangan jumlah aset yang dimiliki perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat pada grafik 4.1 Grafik 4.1 Aset Bank Syariah 50000
40000
30000
20000
10000
0 2004
2005
2006
2007
2008
ASET
Sumber : Data Diolah Berdasarkan grafik 4.1 jumlah aset bank syariah menunjukkan trend kenaikan sepanjang periode penelitian.
total aset perbankan
syariah di Indonesia pada awal periode penelitian tercatat sebesar Rp
8,758 triliun. Selama periode penelitian jumlah aset perbankan syariah di Indonesia terus mengalami trend peningkatan dan tercatat sebesar Rp 49,555 triliun pada akhir periode penelitian yaitu bulan Desember tahun 2008. Jumlah aset bank syariah terus meningkat sepanjang periode penelitian disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor jumlah nasabah yang terus meningkat, jumlah bank umum syariah yang bertambah selama periode penelitian, keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan dari transaksi instrumen moneter syariah. Hal-hal tersebut semakin menunjukkan peran penting perbankan syariah dalam menjalankan aktivitasnya sebagai pelaksana kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah dan menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang mebutuhkan dana. Walaupun banyak pemberitaan yang menyatakan bahwa perbankan syariah belum menunjukkan kinerja yang maksimal tetapi berdasarkan data tersebut yang terus meningkat sepanjang periode penelitian, menunjukkan kepercayaan publik yang terus meningkat untuk melakukan transaksi di bank syariah. b. Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah Indonesia Tabel 4.2 Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah Indonesia (Dalam Miliar Rupiah) Periode Januari Februari Maret April Mei
2004 6623 6818 7023 7382 7740
2005 11891 11764 12259 12799 12840
2006 15135 14873 14956 15188 15835
2007 20515 21054 21883 22008 22571
2008 27696 29121 29552 31064 31705
Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata/Bln
8316 8683 9348 9676 10100 10559 11490 8646,5
13358 13323 13617 13358 13586 13489 15582 13155,5
16433 16508 17107 17976 18856 19347 20672 16907,17
22714 23232 23309 24680 25473 25658 28012 23425,75
33049 32898 323588 33569 34118 34422 36852 56469,5
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
Dana Pihak Ketiga (DPK) bank syariah adalah dana yang diperoleh dari simpanan masyarakat yang berupa simpanan giro wadiah, simpanan tabungan mudharabah atau wadiah, dan deposito mudharabah.
Semakin besarnya DPK akan semakin menambah
jumlah kewajiban yang harus diberikan kepada nasabah, oleh karena itu bank syariah harus memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya.
Untuk memenuhi likuiditasnya bank syariah dapat
memperolehnya melalui pembiayaan yang diberikan, atau transaksi instrumen moneter syariah. Berdasarkan tabel 4.2 dapat diamati bahwa jumlah DPK bank syariah terus mengalami kenaikan, tercatat pada awal periode peneltian sebesar Rp 6,623 triliun dan pada akhir periode tercatat sebesar Rp 36,852 triliun. Jumlah rata-rata terendah tercatat pada tahun 2004 dan tertinggi pada tahun 2008. Grafik 4.2 DPK Perbankan Syariah Indonesia
40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 2004
2005
2006
2007
2008
DPK
Sumber : Data Diolah Berdasarkan grafik 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah DPK bank syariah terus meningkat hingga akhir periode penelitian. Hal ini menunjukkan semakin banyaknya nasabah yang menitipkan uangnya di bank syariah. Semakin besarnya jumlah DPK, bank syariah dituntut untuk
memenuhi
kebutuhan
likuidtasnya
untuk
memenuhi
kewajibannya kepada pemilik dana yang menempatkan uangnya di bank syariah. Dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya bank syariah dapat memperolehnya dari keuntungan yang didapat dari pembiayaan yang diberikan atau transaksi pada instrumen moneter syariah. c. Pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia Tabel 4.3 Pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia (Dalam Miliar Rupiah) Periode Januari Februari Maret April Mei
2004 5861 5764 6416 7025 7552
2005 11665 12139 12959 13484 14015
2006 15042 15367 15997 16590 17367
2007 20219 20463 20820 21354 21920
2008 27107 28424 29629 31022 32293
Juni 8356 14270 Juli 8860 14450 Agustus 9542 14773 September 10131 14753 Oktober 10683 15122 November 10979 14959 Desember 11490 15232 Rata-rata/Bln 8554,917 13985,08 Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
18162 18527 19038 19663 20088 20391 20445 18056,42
22969 23687 24638 25590 26149 26548 27944 23525,08
34100 35190 36572 37681 38097 38529 38195 33903,25
Berdasarkan tabel 4.3 pembiayaan bank syariah terus meningkat setiap periodenya.
Sebagai lembaga intermediasi bank
syariah dalam periode penelitiannya cenderung mengalami trend peningkatan. Pada awal periode penelitian tercatat sebesar Rp 5,861 triliiun dan pada akhir periode tercatat sebesar Rp 38,195 triliun. Jumlah rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2008 dan terendah pada tahun 2004. Pembiayaan yang terus meningkat sepanjang periode peneltian disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, semakin meningkatnya kepercayaan publik untuk menitipkan uangnya di bank syariah dan bertambahnya jumlah bank umum syariah sepanjang periode penelitian yang sebelumnya berjumlah 3 buah menjadi 5 buah pada akhir periode penelitian. Grafik 4.3 Grafik Pembiayaan Bank Syariah Indonesia
40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 2004
2005
2006
2007
2008
PMBY
Sumber : Data Diolah Berdasarkan grafik 4.3 selama periode penelitian jumlah pembiayaan yang disalurkan menunjukkan trend kecenderungan naik. Hal ini mengindikasikan pembiayaan yang terus meningkat selama periode penelitian bank syariah telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan dan dengan pihak yang membutuhkan dana. Meskipun besarnya pembiayaan masih di dominasi oleh akad murabahah dibandingkan dengan akad musyarakah dan mudharabah disebabkan oleh besarnya risiko yang akan ditanggung akan tetapi hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi bank syariah untuk memperbaiki perannya sebagai lembaga intermediasi, mengingat bank syariah dapat dikatakan sedang dalam proses mencari bentuk yang tepat dalam menjalankan aktivitasnya, untuk itu dukungan pemerintah melalui undang-undang yang diberlakukan.
d. NPF Perbankan Syariah Tabel 4.4 Jumlah NPF Perbankan Syariah Indonesia (Dalam Miliar Rupiah) Periode 2004 2005 Januari 153 331 Februari 152 388 Maret 167 359 April 175 445 Mei 179 478 Juni 197 549 Juli 236 579 Agustus 275 613 September 279 696 Oktober 283 629 November 311 616 Desember 270 429 Rata-rata/Bln 223,08 509,3 Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
2006 532 610 684 661 729 768 872 968 1008 1019 1068 971 824,17
2007 1046 1133 1194 1311 1353 1423 1558 1633 1602 1629 1501 1131 1376,17
2008 1132 1183 1237 1362 1596 1442 1469 1478 1554 1711 1913 1509 1465,5
Berdasarkan tabel 4.4 jumlah Non Performing Financing (NPF) bank syariah cenderung fluktuatif pada periode awal penelitian dan meningkat pada akhir periode penelitian. Pada awal periode tercatat sebesar Rp 153 miliar dan pada akhir periode jumlah NPF bank syariah tercatat sebesar Rp 1,59 Triliun. Semakin besarnya NPF bank syariah diakibatkan semakin meningkatnya pembiayaan yang diberikan, namun apabila terjadi penurunan disebabkan oleh debitor yang melunasi kewajibannya. Rata-rata NPF tertinggi tercatat pada tahun 2008 dan terendah pada tahun 2004. Grafik 4.4 Grafik Non Performing Financing Bank Syariah
2000
1600
1200
800
400
0 2004
2005
2006
2007
2008
NPF
Sumber : Data Diolah Berdasarkan grafik 4.4 jumlah NPF bank syariah meskipun mengalami peningkatan selama periode penelitian, tetapi cenderung menurun pada periode tahun 2005 dan pada tahun 2007. Semakin rendah nilai NPF bank syariah semakin baik kinerja bank syariah tersebut. Peningkatan jumlah NPF bank syariah menyebabkan bank syariah harus mencari alternatif untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah, yaitu dapat dilakukan dengan transaksi instrumen moneter syariah seperti SWBI atau PUAS. e. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) Tabel 4.5 Jumlah Outstanding SWBI Bank Syariah Indonesia (Dalam Miliar Rupiah) Periode Januari Februari Maret
2004 2051 1988 1567
2005 883 5009 487
2006 2156 1696 1148
2007 2663 3002 3325
2008 3189 3717 2135
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata/Bln
1250 1062 711 309 540 415 369 447 1094 983,6
449 413 538 439 360 507 317 532 2395 1027,42
1171 1092 1188 872 1117 1046 1190 1547 2357 1381,67
3166 2801 2036 1555 983 1311 1761 1644 2599 2237,17
2829 3119 3079 1175 438 413 453 1063 2824 2036,17
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.5 jumlah outstanding SWBI menunjukkan trend yang fluktuatif sepanjang periode penelitian. Pada awal periode penelitian jumlah outstanding SWBI tercatat sebesar Rp 2,051 triliun sedangkan pada akhir periode tercatat sebesar Rp 2,824 triliun. Trend ini disebabkan bahwa dalam penempatan dana dalam SWBI masih merupakan keputusan subjektif oleh bank syariah dalam rangka memenuhi likuiditasnya dengan tingkat risiko yang lebih kecil jika dibandingkan risiko dalam pembiayaan terutama mudharabah dan musyarakah atau Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). Rata-rata terbesar tercatat pada tahun 2007 dan terendah pada tahun 2004. Grafik 4.5 Grafik SWBI
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2004
2005
2006
2007
2008
SWBI
Sumber : Data Diolah Berdasarkan grafik 4.5 jumlah outstanding SWBI perbankan syariah memiliki trend yang fluktuatif sepanjang periode penelitian. Keputusan untuk melakukan investasi dalam bentuk SWBI memang masih menjadi keputusan subjektif bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya, mengingat keuntungan yang diperoleh melalui SWBI sangat kecil jika dibandingkan dengan PUAS. Berbeda dengan sistem bunga pada bank konvensional SWBI hanya memberikan bonus apabila penanaman modal pada SWBI terjadi pada saat kontraksi moneter atau kebijakan bank sentral untuk memberikan bonus. f. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Tabel 4.6 Jumlah Volume Transaksi PUAS (Dalam Miliar Rupiah) Periode Januari Februari
2004 3 8
2005 4 84
2006 579 725
2007 764 729
2008 1471 603
Maret 19 35 April 2 167 Mei 0 102 Juni 24 25 Juli 40 78 Agustus 4 122 September 0 451 Oktober 64 577 November 50 420 Desember 24 678 Rata-rata/Bln 19,8 228,6 Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
845 1017 1488 1557 1085 1507 2289 701 690 762 1103,75
681 376 807 652 781 934 1063 794 1139 1169 824,086
651 1749 1963 1506 2391 3420 3812 2401 3197 3827 2249,25
Berdasarkan tabel 4.6 jumlah volume transaksi PUAS bank syariah cenderung mengalami kenaikan setiap periodenya, meskipun terjadi penurunan dalam periode tertentu. Hal ini disebabkan PUAS merupakan salah satu alternatif bagi perbankan dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Rata-rata tertinggi jumlah volume transaksi PUAS terjadi pada tahun 2008 dan tertinggi pada tahun 2004.
Grafik 4.6 Grafik PUAS
4000
3000
2000
1000
0 2004
2005
2006
2007
2008
PUAS
Sumber : Data Diolah Berdasarkan grafik 4.6 diketahui bahwa volume transaksi PUAS cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun terjadi penurunan pada periode tertentu. Terus meningkatnya jumlah transaksi pada PUAS disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya semakin meningkatnya jumlah NPF bank syariah yang menyebabkan bank syariah mencari alternatif untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah dan keinginan bank syariah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan penempatan dana pada SWBI yang keuntungannya lebih kecil jika dibandingkan keuntungan pada transaksi PUAS.
2. Analisis Pengujian Statistik a. Uji Stationeritas
Stasioner dari sebuah variabel menjadi penting karena pengaruhnya pada hasil estimasi regresi. Regresi antara variabel-variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan fenomena regresi palsu (spurious regression), di mana nilai koefisien yang dihasilkan dari estimasi menjadi tidak valid dan sulit untuk dijadikan pedoman. Dalam penelitian ini digunakan Uji PhillipsPeron dalam pengujian stationeritas data dari variabel yang diteliti. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang memiliki rata-rata, varian dan kovarian yang konstan pada setiap titik waktu. Uji Hipotesis Phillips-Peron: Ho : data tidak stasioner Ha : data stasioner Tolak Ho jika PP Test > Critical Value Terima Ho jika PP Test < Critical Value Berikut ini disajikan hasil uji stasioneritas dari setiap data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan Uji Phillips Peron (PP), yaitu:
Tabel 4.7 Hasil Uji PP Data Tingkat Level Variabel
PP Test
Prob
Keterangan
t-statistics
Mc Kinnon Critical Value 5%
Aset
3.208.431
-2.911.730
1.0000
Tidak Stationer
DPK
2.664071
-2.911730
1.0000
Tidak Stationer
Pembiayaan
1.626919
-2.911.730
0.9994
Tidak Stationer
NPF
-0.951181
-2.911.730
0.7648
Tidak Stationer
SWBI
-3.832.266
-2.911.730
0.0044
Stationer
PUAS -0.028742 -2.911.730 Sumber : Lampiran 1, Data Diolah
0.9517
Tidak Stationer
Dari rangkuman hasil pengolahan pada tabel 4.7 di atas dapat dilihat nilai t-statistic dan critical value 5%. Nilai stastistik PP di atas kemudian akan dibandingkan dengan Mc Kinnnon Critical Value untuk mengukur stasioneritas suatu variabel serta dengan melihat Prob-nya yaitu harus lebih kecil dari 0,05. Pada pengujian stasioneritas data pada tingkat level terhadap seluruh variabel diketahui bahwa hanya variabel SWBI saja yang stationer pada tingkat level karena nilai mutlak PP statistiknya lebih besar dari Mc Kinnnon Critical Value, hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyatstuti (2009) dimana variabel SWBI tidak stationer pada tingkat level. Jika data stasioner pada tingkat level maka kita tidak perlu melakukan uji kointegrasi. Dengan demikian apabila data stasioner pada tingkat level maka model VAR yang kita punyai disebut model non struktural karena tidak memerlukan keberadaan hubungan secara teoritis antar variabel yang dikenal dengan nama VAR bentuk level. Sedangkan jika data tidak stasioner pada tingkat level perlu dilakukan difference non stationary processes untuk menstasionerkan data tersebut. Seperti uji akar-akar unit sebelumnya, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon serta dengan melihat Prob-nya yaitu harus lebih kecil dari
0,05. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner. Berikut ini adalah hasil uji stationeritas 1st difference dari uji PP: Tabel 4.8 Uji Stationeritas Tingkat Difference Variabel
PP Test
Prob
Keterangan
t-statistics
Mc Kinnon Critical Value 5%
DPK
-8.987.302
-2.912.631
0.0000
Stationer
Aset
-8.715.265
-2.912.631
0.0000
Stationer
Pembiayaan
-5.654.874
-2.912.631
0.0000
Stationer
NPF -5.880.962 -2.912.631 PUAS -9.200.592 -2.912.631 Sumber : Lampiran 2, Data Diolah
0.0000 0.0000
Stationer Stationer
Dengan membandingkan nilai PP statistik dengan nilai kritis Mackinnon di atas (pada tabel 4.8) dapat dilihat keberadaan unit root dari setiap variabel yang digunakan di dalam model. Melalui pengujian stasioneritas pada tingkat difference pertama, terlihat dengan jelas bahwa semua data tersebut menjadi stasioner, yaitu baik variabel kinerja perbankan syariah (DPK, ASET, NPF dan Pembiayaan) maupun instrumen moneter syariah (PUAS). Jika data time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level tetapi menjadi stasioner pada diferensi yang sama yaitu maka kedua data adalah terkointegrasi. Dengan kata lain uji kointegrasi hanya bisa dilakukan ketika data yang digunakan dalam penelitian berintegrasi pada derajat yang sama. (Widarjono, 2007). b. Uji Kointegrasi
Setelah
melakukan
uji
stasioner,
selanjutnya
melakukan
uji
kointegrasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang atau ekuilibrium antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Dengan kata lain, walau secara individual variabel-variabel tersebut tidak stasioner, namun kombinasi antar variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Uji kointegrasi ini menggunakan metode Johansen Cointegration Test dengan data stasioner pada tingkat difference pertama. Hasil uji kointegrasi untuk masing-masing hubungan dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hasil Uji Kointegrasi DPK, ASET, NPF, PEMBIAYAAN dan PUAS Hypothesize d No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 ** At most 4 *
0.721347 0.583692 0.406985 0.261572 0.073574
165.0405 96.03997 48.71812 20.50124 4.126754
68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 1% level *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
Sumber : Lampiran 4, Data Diolah Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa variabel-variabel diatas memiliki nilai trace statistic yang lebih besar jika dibandingkan dengan
critical value-nya, sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel saling terkointegrasi dan memiliki hubungan jangka panjang. c. Penentuan Panjang Lag Pendekatan VAR maupun VECM sangat sensitif terhadap panjang lag data yang digunakan. Penentuan panjang lag dimanfaatkan untuk mengetahui lamanya periode keterpengaruhan suatu variabel terhadap variabel masa lalunya maupun terhadap variabel endogen lainnya. Kriteria yang digunakan dalam pengujian ini adalah Schwatz Information Criterion (SIC), karena SIC memberi timbangan yang lebih besar, jika ada kontradiksi antara nilai AIC dan SIC maka yang digunakan adalah kriteria dari SIC. Berdasarkan kriteria tersebut maka panjang lag yang optimal adalah panjang lag yang meminimalkan nilai SIC. Hasil uji SIC untuk data yang didifferencing dapat dilihat pada Tabel 4.10 Tabel 4.10 Hasil Perbandingan Panjang Lag Optimal Untuk Data Yang Didefferencing Digunakan Pada VECM Variabel ASET DPK NPF PMBY PUAS
Lag 1 2 3 4 5 6
SIC -13.37568* -12.90235 -12.49134 -11.65129 -10.99899 -12.04055
Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.10 dapat kita simpulkan bahwa penentuan panjang lag untuk data yang didefferencing terletak pada lag pertama. Disebabkan karena nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan lag-lag yang lain. a. Pengujian Vector Auto Regression (VAR)
Setelah melakukan uji stasioner dengan metode Phillips Peron (PP) dan uji kointegrasi dengan metode Johansen Cointegrastion Test, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian VAR. Model VAR ini dibangun dengan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik, karena seringkali teori ekonomi yang ada belum mampu menentukan spesifikasi yang tepat. Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam pembentukan VAR, yaitu pertama adalah melakukan uji stasioneritas data. Jika data stasioner pada tingkat level maka kita mempunyai model VAR biasa (unrestricted VAR). Sebaliknya jika data stasioner pada tingkat difference, maka kita harus menguji apakah data mempunyai hubungan jangka panjang atau tidak dengan melakukan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi maka berimplikasi pada Vector Error Correction Model (VECM), sedangkan jika tidak terkointegrasi maka berimplikasi pada VAR dengan data difference (VAR in difference). Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa data SWBI stasioner pada tingkat level maka selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan Vector Auto Regression (VAR). Karena hanya variabel SWBI saja yang stationer pada tingkat level sementara variabel yang lain stationer pada tingkat difference maka SWBI tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena tidak ada variabel eksogen yang stationer pada tingkat level sehingga kita tidak dapat mengetahui dampak yang terjadi terhadap variabel eksogen terhadap shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah. Sedangkan data
Aset, DPK, NPF, Pembiayaan, dan PUAS stasioner pada tingkat difference maka selanjutnya dilakukan analisis Vector Error Correction Model (VECM). 1) Hasil analisis Vector Error Correction Model (VECM) pada variabel Aset, DPK, NPF, dan Pembiayaan dan PUAS Berdasarkan hasil uji kointegrasi diketahui bahwa model yang tepat untuk menganalisis hubungan antara variabel Aset, DPK, Pembiayaan, NPF terhadap PUAS adalah Vector Error Correction Model (VECM). Panjang kelambanan optimal adalah satu berdasarkan kriteria SIC. Hasil estimasi model VECM ditunjukkan pada lampiran 5. a. Impulse Respons Tabel 4.11 Respon Aset Terhadap PUAS Response of LOG(ASET): Period LOG(ASET) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.022002 0.017076 0.015356 0.016722 0.016790 0.016904 0.016960 0.016961 0.016911 0.016878
LOG(DPK)
LOG(NPF)
0.000000 -0.006047 -0.003427 -0.003659 -0.003501 -0.003585 -0.003520 -0.003595 -0.003600 -0.003621
0.000000 0.000340 0.000264 0.000452 8.71E-05 -1.20E-05 -0.000128 -0.000130 -0.000117 -8.02E-05
LOG(PMBY) LOG(PUAS) 0.000000 0.002228 0.002745 0.002078 0.002245 0.002018 0.001983 0.001934 0.001959 0.001973
0.000000 0.001666 0.001972 0.001673 0.002151 0.002137 0.002181 0.002126 0.002101 0.002066
Sumber: Data Diolah Berdasarkan tabel 4.11 diatas respon yang diterima oleh akibat transaksi PUAS adalah positif.
Dikatakan positif karena garis yang
ditunjukkan grafik pada grafik IRF cenderung berada diatas garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti (2009), bahwa shock yang terjadi pada PUAS berpengaruh positif pada Aset.
Seperti yang kita ketahui bahwa aset bank syariah dalam neraca terdiri dari Dana Pihak Ketiga, penempatan pada bank lain, penempatan pada Bank Indonesia, dan termasuk di dalamnya adalah pembiayaan. Jika dilihat dari hasil uji IRF variabel aset memiliki pengaruh yang positif, ini artinya apabila terjadi shock pada transaksi PUAS maka jumlah aset yang dimiliki akan bertambah. Tabel 4.12 Respon DPK Terhadap PUAS Response of LOG(DPK): Period LOG(ASET) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.025248 0.025370 0.021094 0.022681 0.022801 0.023079 0.023134 0.023213 0.023152 0.023117
LOG(DPK)
LOG(NPF)
LOG(PMBY)
LOG(PUAS)
0.017050 0.004924 0.009040 0.008091 0.008903 0.008508 0.008771 0.008609 0.008639 0.008584
0.000000 0.002321 0.001379 0.002304 0.001672 0.001650 0.001391 0.001383 0.001354 0.001403
0.000000 -0.000563 0.002486 0.000934 0.001543 0.001073 0.001109 0.000956 0.000996 0.000990
0.000000 -0.001554 0.000829 -0.000459 0.000508 0.000380 0.000586 0.000486 0.000487 0.000422
Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.12 respon yang diterima oleh DPK akibat shock yang terjadi pada PUAS adalah tidak merespon. Dikatakan tidak merespon karena jika dilihat dari grafik IRF respon yang diterima oleh DPK cenderung berada sejajar dengan garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti (2009), bahwa DPK tidak merespon terhadap shock yang terjadi pada PUAS .
Berdasrkan hasil uji IRF variabel DPK tidak memberikan respon skibat shock yang terjadi pada PUAS, yang artinya besarnya jumlah transaksi intrumen PUAS tidak akan menambah jumlah DPK pada bank syariah.
Tabel 4.13 Respon NPF Terhadap PUAS Response of LOG(NPF): Period LOG(ASET) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-0.058298 -0.041528 -0.017985 -0.012187 -0.001842 0.001225 0.000606 -0.001614 -0.003604 -0.004884
LOG(DPK) -0.012354 0.037051 0.028315 0.037308 0.037655 0.037280 0.035119 0.034041 0.033209 0.033135
LOG(NPF) LOG(PMBY) 0.082464 0.083372 0.080970 0.067812 0.059709 0.054227 0.053277 0.054275 0.056078 0.057448
0.000000 0.007914 0.003978 0.000340 -0.008622 -0.012256 -0.013982 -0.013376 -0.012288 -0.011158
LOG(PUAS) 0.000000 -0.003900 0.011646 0.024426 0.027754 0.028966 0.026986 0.024959 0.023317 0.022669
Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.13 diatas respon yang diterima NPF akibat terjadi shock pada PUAS adalah merespon positif hal ini ditunjukkan dengan grafik IRF yang berada diatas garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti (2009) dimana pengaruh shock yang terjadi pada PUAS terhadap variabel NPF adalah positif. Berdasarkan hasil uji IRF respon yang diterima akibat adanya shock pada transaksi instrumen moneter syariah adalah positif, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah NPF pada bank syariah akan meningkatkan jumlah transaksi pada PUAS.
Bank syariah memiliki kewajiban untuk
membayar keuntungan dari dana yang dititipkan oleh nasabah, hal itu dilakukan dengan keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan. Namun jika tingkat pengembalian pembiayaan cenderung terhambat, dalam artian NPL meningkat maka bank syariah harus mencari alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya, yaitu dengan melakukan transaksi pada PUAS.
Tabel 4.14 Respon Pembiayaan Terhadap PUAS Response of LOG(PMBY): Period LOG(ASET) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LOG(DPK)
LOG(NPF)
LOG(PMBY)
LOG(PUAS)
0.000779 -0.002998 0.003741 0.004418 0.004741 0.004204 0.003695 0.003198 0.003014 0.002985
0.002188 0.005333 0.002170 -0.001397 -0.004677 -0.006086 -0.006323 -0.005822 -0.005207 -0.004743
0.014907 0.019353 0.018145 0.014772 0.012773 0.011296 0.010991 0.011212 0.011664 0.012018
0.000000 0.007298 0.011510 0.014455 0.016223 0.016072 0.015416 0.014637 0.014151 0.013949
0.007708 0.003521 0.006704 0.012902 0.015170 0.015951 0.015575 0.014788 0.014080 0.013700
Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.14 respon yang diterima pembiayaan adalah positif. Dikatakan merespon positif karena dalam grafik IRF menunjukkan garis respon Pembiayaan terhadap shock yang terjadi pada PUAS berada diatas garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti (2009) bahwa pengaruh yang diakibatkan oleh shock yang terjadi pada PUAS akan berpengaruh positif pada Pembiayaan. Berdasarkan uji IRF jumlah pembiayaan akan meningkatkan jumlah transaksi instrumen moneter PUAS, sebab besarnya jumlah pembiayaan yang diberikan akan berakibat pada meningkatnya NPF bank syariah.
Dan
dampaknya bank syariah harus memenuhi kebutuhan likuiditas melalui transaksi instrumen moneter PUAS. b. Variance Decomposition Tabel 4.15 Respon ASET Terhadap PUAS Variance
Decompos ition of LOG (ASET): Period
S.E.
LOG(ASET)
LOG(DPK)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.022002 0.028638 0.032851 0.037142 0.041028 0.044616 0.047951 0.051071 0.053994 0.056759
100.0000 94.58436 93.73102 93.59476 93.44809 93.37978 93.35110 93.32554 93.30094 93.27708
0.000000 4.458000 4.476265 4.472112 4.392985 4.360616 4.314077 4.298772 4.290264 4.289611
LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS) 0.000000 0.014057 0.017146 0.028236 0.023589 0.019956 0.017988 0.016501 0.015233 0.013985
0.000000 0.605090 1.158085 1.219052 1.298332 1.302472 1.298541 1.288169 1.284044 1.282807
0.000000 0.338491 0.617488 0.685844 0.837006 0.937180 1.018296 1.071014 1.109518 1.136514
Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.15 akibat shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada variabel Aset sebesar 0,34% pada periode kedua dan diakhir periode tercatat sebesar 1,13%. Variabel aset yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 100% dan terus menurun hingga periode kesepuluh dan tercatat sebesar 93,3%. Sedangkan sisanya pada akhir periode variabel Aset yang dijelaskan variabel itu sendiri sebesar 93,3% dan sisanya dipengaruhi oleh DPK, NPF dan Pembiayaan masing-masing sebesar 4,2%, 0,013% dan 1,28%. Jika kita melihat hasil uji Variance Decomposition besarnya kontribusi yang diberikan oleh variabel aset kecil, hal ini disebabkan variabel aset terdiri dari beberapa variabel lain yang termasuk dalam penelitian ini, yaitu pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga. Sehingga kontribusi yang diberikan oleh variabel aset juga dipengaruhi oleh variabel lain yang terdapat dalam penelitian ini, akibatnya besaran dari kontribusi variabel aset menjadi lebih kecil jika dibandingkan variabel lainnya dalam penelitian ini. Tabel 4.16 Respon DPK Terhadap PUAS
Variance Decompos ition of LOG (DPK): Period
S.E.
LOG(ASET)
LOG(DPK)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.030466 0.040052 0.046256 0.052210 0.057710 0.062766 0.067492 0.071911 0.076059 0.079976
68.67941 79.86033 80.67098 82.19205 82.88141 83.58855 84.04086 84.44945 84.75600 85.01177
31.32059 19.63341 18.53949 16.95383 16.25632 15.58049 15.16351 14.79050 14.51160 14.27691
LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS) 0.000000 0.335935 0.340740 0.462141 0.462230 0.459888 0.440183 0.424711 0.411365 0.402835
0.000000 0.019787 0.303789 0.270460 0.292833 0.276767 0.266353 0.252295 0.242695 0.234838
0.000000 0.150541 0.144992 0.121523 0.107208 0.094303 0.089093 0.083046 0.078342 0.073645
Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.16 akibat shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada variabel DPK sebesar 0,15% pada periode kedua dan pada akhir periode tercatat sebesar 0,073% pada akhir periode. Pada awal periode variabel DPK yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 31,32% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel Aset sebesar 68,67%. Sedangkan pada akhir periode variabel DPK yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 14,2% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel Aset, NPF, dan Pembiayaan sebesar masing-masing 85%, 0,40%, dan 0,23%. Berdasarkan uji Variance Decomposition kontribusi yang diberikan oleh variabel DPK sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh karena Dana Pihak Ketiga yang dikumpulkan dari nasabah difokuskan terlebih dahulu dalam hal pembiayaan, sebab bank harus menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Tabel 4.17 Respon NPF terhadap PUAS Variance Decompos
ition of LOG (NPF): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
LOG(ASET)
LOG(DPK)
0.101743 0.143101 0.168258 0.187207 0.202181 0.214938 0.226262 0.236861 0.247100 0.257136
32.83216 25.01872 19.23915 15.96534 13.69622 12.12196 10.93973 9.987156 9.197916 8.530033
1.474388 7.449091 8.220140 10.61182 12.56666 14.12754 15.15798 15.89707 16.41312 16.81747
LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS) 65.69345 67.15206 71.73080 71.06583 69.65006 67.99292 66.90223 66.29891 66.06875 66.00357
0.000000 0.305847 0.277128 0.224197 0.374086 0.656123 0.973960 1.207638 1.356942 1.441391
0.000000 0.074279 0.532785 2.132816 3.712980 5.101459 6.026102 6.609221 6.963270 7.207537
Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui bahwa pada periode kedua akibat shock yang terjadi pada PUAS, variabel NPF menjelaskan perubahan sebesar 0,07% dan tercatat pada akhir periode sebesar 7,2%.
Pada awal
periode respon yang diterima oleh varibel NPF yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 65,69% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh Aset dan DPK masing-masing sebesar 32,8% dan 1,47%. Pada akhir periode respon yang diterima oleh variabel NPF yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 66% dan sisanya dipengaruhi oleh Aset sebesar 8,5%, DPK 16.8%, dan Pembiayaan sebesar 1,44%. Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition besarnya kontribusi yang diberikan oleh variabel NPF cukup besar jika dibandingkan dengan variabel Aset dan DPK, hal ini menujukkan bahwa NPF merupakan salah satu indikator yang paling penting dalam meningkatnya jumlah transaksi instrumen PUAS.
Bank harus memenuhi kewajibannya terhadap nasabah, namun
apabila dana likuid yang didapat dari pembiayaan terhambat, bank dapat melakukan transaksi PUAS untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap nasabah.
Tabel 4.18 Respon Pembiayaan Terhadap PUAS Variance Decompos ition of LOG (PMBY): Period
S.E.
LOG(ASET)
LOG(DPK)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.016942 0.027652 0.035917 0.043648 0.051048 0.057454 0.062894 0.067516 0.071618 0.075414
20.70073 9.392121 9.051406 14.86687 19.69921 23.25901 25.54201 26.96191 27.82695 28.39656
0.211274 1.254801 1.828937 2.263126 2.517202 2.522477 2.450218 2.350569 2.266121 2.200443
LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS) 1.667736 4.345063 2.940477 2.093606 2.369928 2.993112 3.508488 3.788272 3.895390 3.908662
77.42026 78.04285 71.78051 60.05878 50.16765 43.47000 39.32977 36.88699 35.43490 34.49713
0.000000 6.965166 14.39867 20.71761 25.24602 27.75540 29.16952 30.01226 30.57663 30.99721
Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.18 akibat shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada pembiayaan pada awal periode sebesar 0% sisanya dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, Aset, DPK dan NPF masingmasing sebesar 77,4%, 20%, 0,21% dan 1,66%.
Sedangkan pada akhir
periode shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada variabel pembiayaan adalah sebesar 30,99%, sisanya dipengaruhi oleh variabel itu
sendiri, Aset, DPK dan NPF masing-masing sebesar 34,49%, 28,39%, 2,2% dan 3,9%. Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition variabel pembiayaan menunjukkan jumlah kontribusi yang paling besar jika dibandingkan dengan variabel lainnya dalam penelitian ini.
Besarnya jumlah pembiayaan akan
menambah jumlah transaksi instrumen PUAS, sebab semakin besar jumlah pembiayaan akan semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh bank akan ketidakmampuan debitor untuk mengembalikannya sehingga jumlah NPF akan meningkat. Oleh sebab itu bank syariah harus mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan likuiditas agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap nasabah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan dengan tujuan penelitian yaitu menguji respon variabel kinerja perbankan syariah di Indonesia (Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF) akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah (SWBI dan PUAS), dan mengetahui kontribusi variabel kinerja perbankan syariah terhadap shock yang terjadi pada variabel instrumen moneter syariah untuk periode penelitian bulan Januari Tahun 2004 sampai dengan bulan Desember tahun 2008 dengan menggunakan Impulse Respons dan Variance Decomposition , maka hasil dari pengujian adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil impulse response menunjukkan bahwa: a. Aset merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS b. DPK tidak merespon akibat shock yang terjadi pada PUAS c. NPF merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS d. Pembiayaan merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS 2. Berdasarkan hasil variance decomposition menunjukkan bahwa: a.
Aset mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS antara 0,34% sampai dengan 1,14%.
b. DPK mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS antara 0,07% sampai dengan 0,15% c. NPF mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS antara 0,07% sampai dengan 7,20%. d. Pembiayaan mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS antara 6,9% sampai dengan 30,99%.
B. Implikasi Penelitian Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia, semoga hasil dari penelitian ini dapat berguna bagi berbagai pihak yang memiliki minat mengenai perbankan syariah: a. Bagi lingkungan akademis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya di bidang manajmeen perbankan, khususnya penelitian mengenai instrumen moneter syariah dan pengaruhnya terhadap kinerja perbankan syariah. b. Bagi Bank Syariah Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan likuiditasnya serta pengambilan keputusan dalam melakukan pembiayaan atau transaksi instrumen moneter syariah. c. Bagi masyarakat Penelitian diharapkan berguna sebagai salah satu pengetahuan mengenai analisis instrumen moneter syariah dan kontribusi yang diberikan variabel kinerja perbankan syariah terhadap instrumen moneter syariah.
C. Saran Sebagai penulis, saya menyadari banyak kekurangan dan jauh dari sempurna dalam penelitian ini. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya saya menyarankan:
1. Menambah jumlah populasi penelitian dan metode analisis yang berbeda serta pada penelitian selanjutnya peneliti dapat menambah jumlah variabel yang dibahas. 2.
Diharapkan peneliti menggunakan variabel seperti rasio keuangan bank syariah, seperti profitabilitas, likuiditas, rasio kecukupan modal. mengetahui kontribusinya terhadap transaksi instrumen moneter syariah.
Untuk
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul. “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2006. Arifin, Zainul. “Strategi Pengembangan Pasar Uang Syariah”, Jurnal Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Jakarta, 1999. Anwar, Deky. “Dampak Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah”, Tesis tidak dipublikasikan, 2006 Buchori, Ahmad. “Kebijakan Bank Indonesia Dalam Pengembangan Pasar Uang Syariah”, Jurnal Hukum dan Bisnis, Jakarta 2002. Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007. Hasibuan, Malayu, SP. “Dasar-Dasar Perbankan”, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2007. Kasmir. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, Rajawali Pers, Jakarta, 2009. Mabruroh. “Manfaat Dan Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Analisis Kinerja Keuangan Perbankan”. Jurnal Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004. Nurfitri Adi, Indah. “Analisis Pengaruh Penempatan Dana pada SWBI dan PUAS terhadap FDR Perbankan Syariah”, Tesis Tidak Dipublikasikan, Jakarta 2006. Perwataatmadja, Karnaen A dan Tanjung, Hendri. “Bank Syariah Teori, Praktik, dan Peranannya”, Celestial Publishing, Jakarta, 2007. Pramuhardjo, Amin Budi. “Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Deposito, Pembiayaan, dan Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia”, Tesis tidak dipublikasikan, Jakarta, 2005 Riyadi, Slamet. ”Banking Asset And Liability Management” , Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004 Sudarsono, Heri. “Perkembangan dan Prospek Bank Syariah di Indonesia”, Jurnal Fokus Ekonomi, Jakarta, 2003 Widarjono, Agus, “Ekonometrika: Teori dan Aplikasi”, Ekonosia, Yogyakarta. 2007. Widyastuti, Sri, “Penggunaan Transaksi Instrumen Moneter Syariah Untuk Menganalisis Kinerja Perbankan Syariah”, Jurnal Akuntabilitas Universitas Pancasila, Jakarta, 2009.
Winarno, Wing Wahyu, “Analisis Ekonometrika dan Stastistika dengan Eviews”, UPP STIM YKPN, 2009 Wiyono, Slamet. ”Akuntansi Perbankan Syariah”, Grasindo, Jakarta, 2005 www.bi.go.id yang diakses pada tanggal 10 November 2009
LAMPIRAN 1 Data Time Series (Dalam Miliar Rupiah) Tahun Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 Mei-04 Jun-04 Jul-04 Agu-04 Sep-04 Okt-04 Nov-04 Des-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 Mei-05 Jun-05 Jul-05 Agu-05 Sep-05 Okt-05 Nov-05 Des-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agu-06 Sep-06 Okt-06 Nov-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agu-07 Sep-07 Okt-07 Nov-07
PUAS 3 8 19 2 0 24 40 4 0 64 50 24 4 84 35 167 102 25 78 122 451 577 420 678 579 725 845 1017 1488 1557 1085 1507 2289 701 690 762 764 729 681 376 807 652 781 934 1063 794 1139
SWBI 2051 1988 1567 1250 1062 711 309 540 415 369 447 1094 883 5009 487 449 413 538 439 360 507 317 532 2395 2156 1696 1148 1171 1092 1188 872 1117 1046 1190 1547 2357 2663 3002 3325 3166 2801 2036 1555 983 1311 1761 1644
Aset 8758 9218 9499 9843 10293 11023 11505 12205 12720 13463 14036 15326 15372 15567 16359 17016 17338 17743 17840 18233 18454 18733 19692 20880 20585 20460 50546 21090 21903 22701 22862 23578 24313 25056 25488 26722 26949 27690 28473 28368 29000 29209 29900 30145 31803 33016 33288
DPK 6623 6818 7023 7382 7740 8316 8683 9348 9676 10100 10559 11490 11891 11764 12259 12799 12840 13358 13323 13617 13358 13586 13489 15582 15135 14873 14956 15188 15835 16433 16508 17107 17976 18856 19347 20672 20515 21054 21883 22008 22571 22714 23232 23309 24680 25473 25658
Pembiayaan 5861 5764 6416 7025 7552 8356 8860 9542 10131 10683 10979 11490 11665 12139 12959 13484 14015 14270 14450 14773 14753 15122 14959 15232 15042 15367 15997 16590 17367 18162 18527 19038 19663 20088 20391 20445 20219 20463 20820 21354 21920 22969 23687 24638 25590 26149 26548
NPF 153 152 167 175 179 197 236 275 279 283 311 270 331 388 359 445 478 549 579 613 696 629 616 429 532 610 684 661 729 768 872 968 1008 1019 1068 971 1046 1133 1194 1311 1353 1423 1558 1633 1602 1629 1501
Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agu-08 Sep-08 Okt-08 Nov-08 Des-08
1169 1471 603 651 1749 1963 1506 2391 3420 3812 2401 3197 3827
2599 3189 3717 2135 2829 3119 3079 1175 438 413 453 1063 2824
36538 35836 37551 38344 40071 41083 42981 43479 44340 45857 46282 47179 49555
28012 27696 29121 29552 31064 31705 33049 32898 323588 33569 34118 34422 36852
27944 27107 28424 29629 31022 32293 34100 35190 36572 37681 38097 38529 38195
1131 1132 1183 1237 1362 1596 1442 1469 1478 1554 1711 1913 1509
LAMPIRAN 2 Uji Stasioner Pada Tingkat Level DPK Null Hypothesis: DPK has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
2.664071 -3.546099 -2.911730 -2.593551
1.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
352580.2 225676.3
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(DPK) Method: Least Squares Date: 12/13/09 Time: 23:57 Sample (adjusted): 2004M02 2008M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DPK(-1) C
0.019528 149.8788
0.009615 195.0307
2.031032 0.768488
0.0469 0.4454
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.067486 0.051126 604.1121 20802234 -460.5219 2.502680
ASET Null Hypothesis: ASET has a unit root
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
512.3559 620.1737 15.67871 15.74913 4.125089 0.046925
Exogenous: Constant Bandwidth: 0 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
3.208431 -3.546099 -2.911730 -2.593551
1.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
346209.6 346209.6
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(ASET) Method: Least Squares Date: 11/16/09 Time: 11:59 Sample (adjusted): 2004M02 2008M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
ASET(-1) C
0.023335 116.5046
0.007273 195.4191
3.208431 0.596178
0.0022 0.5534
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.152971 0.138111 598.6295 20426365 -459.9840 2.666616
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
691.4746 644.8109 15.66047 15.73090 10.29403 0.002192
NPF Null Hypothesis: NPF has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-0.951181 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.7648
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
10983.72 10831.71
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(NPF) Method: Least Squares Date: 11/16/09 Time: 12:02 Sample (adjusted): 2004M02 2008M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
NPF(-1) C
-0.026195 45.74610
0.027412 27.57081
-0.955577 1.659222
0.3433 0.1026
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.015767 -0.001500 106.6261 648039.5 -358.1904 1.665244
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
22.98305 106.5462 12.20984 12.28027 0.913127 0.343321
PMBY Null Hypothesis: PMBY has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
1.626919 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.9994
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
202480.5 371830.0
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(PMBY) Method: Least Squares Date: 11/16/09 Time: 12:07 Sample (adjusted): 2004M02 2008M12 Included observations: 59 after adjustments Variable PMBY(-1) C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.016128 236.8599
0.006806 144.2050
2.369734 1.642523
0.0212 0.1060
0.089684 0.073714 457.8047 11946351 -444.1601 1.449157
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
SWBI Null Hypothesis: SWBI has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel)
548.0339 475.6720 15.12407 15.19450 5.615640 0.021209
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.832266 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.0044
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
775772.3 736741.0
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(SWBI) Method: Least Squares Date: 11/16/09 Time: 12:10 Sample (adjusted): 2004M02 2008M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SWBI(-1) C
-0.431177 664.7497
0.110670 203.9246
-3.896067 3.259782
0.0003 0.0019
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.210300 0.196446 896.0984 45770564 -483.7850 2.047288
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
13.10169 999.6505 16.46729 16.53771 15.17934 0.000259
PUAS Null Hypothesis: PUAS has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 8 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-0.028742 -3.546099
0.9517
5% level 10% level
-2.911730 -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
197611.5 138061.2
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(PUAS) Method: Least Squares Date: 11/16/09 Time: 12:13 Sample (adjusted): 2004M02 2008M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PUAS(-1) C
-0.040170 98.35867
0.066442 80.90368
-0.604585 1.215750
0.5479 0.2291
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.006372 -0.011060 452.2668 11659081 -443.4421 2.220801
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
64.81356 449.7863 15.09973 15.17016 0.365523 0.547854
LAMPIRAN 3 Hasil Uji Stationeritas Bentuk Difference DPK Null Hypothesis: D(DPK) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-8.987302 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
358189.8 423563.5
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(DPK,2) Method: Least Squares Date: 12/13/09 Time: 23:59 Sample (adjusted): 2004M03 2008M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(DPK(-1)) C
-1.277545 650.8530
0.141353 104.8154
-9.037945 6.209515
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.593273 0.586010 609.0831 20775007 -453.1742 1.790552
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
ASET Null Hypothesis: D(ASET) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 5 (Newey-West using Bartlett kernel)
38.53448 946.6329 15.69566 15.76671 81.68445 0.000000
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-8.715265 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
401932.8 733226.9
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(ASET,2) Method: Least Squares Date: 11/16/09 Time: 12:02 Sample (adjusted): 2004M03 2008M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(ASET(-1)) C
-1.187798 819.8690
0.140034 125.6279
-8.482196 6.526172
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.562321 0.554505 645.2035 23312100 -456.5156 1.777827
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
33.03448 966.6637 15.81088 15.88193 71.94764 0.000000
NPF Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-5.880962 -3.548208
0.0000
5% level 10% level
-2.912631 -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
11333.69 9187.850
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(NPF,2) Method: Least Squares Date: 11/16/09 Time: 12:06 Sample (adjusted): 2004M03 2008M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(NPF(-1)) C
-0.968086 22.42813
0.157540 15.00803
-6.145001 1.494409
0.0000 0.1407
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.402737 0.392072 108.3442 657354.2 -353.0290 1.711534
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-6.948276 138.9567 12.24238 12.31343 37.76104 0.000000
PMBY Null Hypothesis: D(PMBY) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Adj. t-Stat
Prob.*
-5.654874 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
196586.7 270352.9
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(PMBY,2) Method: Least Squares Date: 11/16/09 Time: 12:10 Sample (adjusted): 2004M03 2008M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PMBY(-1)) C
-0.675564 376.4196
0.128494 93.53247
-5.257568 4.024481
0.0000 0.0002
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.330480 0.318524 451.2290 11402026 -435.7753 2.161311
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-4.086207 546.6028 15.09570 15.16675 27.64202 0.000002
PUAS Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 11 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-9.200592 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
196806.1 125325.1
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(PUAS,2) Method: Least Squares Date: 11/16/09 Time: 12:14 Sample (adjusted): 2004M03 2008M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PUAS(-1)) C
-1.166282 75.00181
0.133665 59.73756
-8.725418 1.255522
0.0000 0.2145
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.576184 0.568616 451.4808 11414755 -435.8077 2.104853
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
10.77586 687.3966 15.09682 15.16787 76.13292 0.000000
LAMPIRAN 4 Uji Kointegrasi
Date: 12/14/09 Time: 00:17 Sample (adjusted): 2004M07 2008M12 Included observations: 54 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: ASET DPK NPF PMBY PUAS Lags interval (in first differences): 1 to 5
Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 **
0.721347 0.583692 0.406985 0.261572
165.0405 96.03997 48.71812 20.50124
68.52 47.21 29.68 15.41
76.07 54.46 35.65 20.04
At most 4 *
0.073574
4.126754
3.76
Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 1% level *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
LAMPIRAN 5 Vector Error Correction Estimates Vector Error Correction Estimates Date: 12/16/09 Time: 13:46 Sample (adjusted): 2004M03 2008M12 Included observations: 52 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
LOG(ASET(-1))
1.000000
LOG(DPK(-1))
-1.664289 (0.14607) [-11.3937]
LOG(NPF(-1))
0.167409 (0.04139) [ 4.04492]
LOG(PMBY(-1))
0.625768 (0.15145)
6.65
[ 4.13180] LOG(PUAS(-1))
-0.040825 (0.01032) [-3.95525]
C
-0.803311
Error Correction:
D(LOG(ASET)) D(LOG(DPK)) D(LOG(NPF))
D(LOG(PMBY)) D(LOG(PUAS))
CointEq1
0.015778 (0.05413) [ 0.29151]
0.028590 (0.07495) [ 0.38147]
-0.627658 (0.25029) [-2.50770]
-0.233031 (0.04168) [-5.59112]
3.156754 (1.97833) [ 1.59567]
D(LOG(ASET(-1)))
0.106880 (0.24507) [ 0.43613]
0.872444 (0.33934) [ 2.57101]
-2.061175 (1.13325) [-1.81882]
0.192145 (0.18871) [ 1.01821]
-5.466325 (8.95728) [-0.61027]
D(LOG(DPK(-1)))
-0.293388 (0.18473) [-1.58821]
-0.679670 (0.25579) [-2.65712]
1.728948 (0.85424) [ 2.02397]
-0.418422 (0.14225) [-2.94149]
1.422768 (6.75196) [ 0.21072]
D(LOG(NPF(-1)))
-0.001230 (0.03631) [-0.03387]
0.023193 (0.05028) [ 0.46130]
0.099049 (0.16790) [ 0.58992]
0.074749 (0.02796) [ 2.67349]
-0.334467 (1.32712) [-0.25203]
D(LOG(PMBY(-1)))
0.104106 (0.14814) [ 0.70275]
-0.022617 (0.20513) [-0.11026]
1.006632 (0.68504) [ 1.46946]
0.288737 (0.11407) [ 2.53117]
-8.022546 (5.41459) [-1.48165]
D(LOG(PUAS(-1)))
0.003012 (0.00444) [ 0.67877]
-0.001041 (0.00614) [-0.16943]
-0.031166 (0.02052) [-1.51902]
0.000856 (0.00342) [ 0.25060]
-0.332358 (0.16217) [-2.04948]
C
0.028139 (0.00660) [ 4.26368]
0.020998 (0.00914) [ 2.29784]
0.018318 (0.03052) [ 0.60025]
0.023614 (0.00508) [ 4.64667]
0.395979 (0.24122) [ 1.64158]
0.134306 0.018880 0.021784 0.022002 1.163570 128.4386 -4.670715 -4.408047 0.026656 0.022213
0.192503 0.084836 0.041768 0.030466 1.787955 111.5139 -4.019767 -3.757099 0.026985 0.031847
0.316048 0.224855 0.465826 0.101743 3.465684 48.81004 -1.608078 -1.345411 0.035962 0.115562
0.589804 0.535111 0.012917 0.016942 10.78395 142.0271 -5.193350 -4.930682 0.029206 0.024848
0.260092 0.161438 29.10226 0.804187 2.636396 -58.69368 2.526680 2.789347 0.012480 0.878192
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.)
1.05E-13
Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
5.11E-14 426.7924 -14.87663 -13.37568
LAMPIRAN 7 Grafik IRF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations Response of LOG(ASET) to LOG(ASET)
Response of LOG(ASET) to LOG(DPK)
Response of LOG(ASET) to LOG(NPF)
Response of LOG(ASET) to LOG(PMBY)
Response of LOG(ASET) to LOG(PUAS)
.025
.025
.025
.025
.025
.020
.020
.020
.020
.020
.015
.015
.015
.015
.015
.010
.010
.010
.010
.010
.005
.005
.005
.005
.005
.000
.000
.000
.000
.000
-.00 5
-.005
-.005
-.005
-.005
-.01 0
-.010 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-.010 1
Response of LOG(DPK) to LOG(ASET)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-.010 1
Response of LOG(DPK) to LOG(DPK)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(DPK) to LOG(NPF)
-.010 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(DPK) to LOG(PMBY)
1
.030
.030
.030
.030
.025
.025
.025
.025
.025
.020
.020
.020
.020
.020
.015
.015
.015
.015
.015
.010
.010
.010
.010
.010
.005
.005
.005
.005
.005
.000
.000
.000
.000
-.005 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-.005 1
Response of LOG(NPF) to LOG(ASET)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(NPF) to LOG(DPK)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(NPF) to LOG(NPF)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(NPF) to LOG(PMBY)
1
.08
.08
.08
.04
.04
.04
.04
.04
.00
.00
.00
.00
.00
-.04
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(PMBY) to LOG(ASET)
-.04
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(PMBY) to LOG(DPK)
-.04
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(PMBY) to LOG(NPF)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(PMBY) to LOG(PMBY)
1
.020
.020
.020
.016
.016
.016
.016
.016
.012
.012
.012
.012
.012
.008
.008
.008
.008
.008
.004
.004
.004
.004
.004
.000
.000
.000
.000
.000
-.00 4
-.004
-.004
-.004
-.004
-.008 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(PUAS) to LOG(ASET)
-.008 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-.008 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(PUAS) to LOG(PMBY)
Response of LOG(PUAS) to LOG(PUAS)
.8
.8
.8
.8
.6
.6
.6
.6
.6
.4
.4
.4
.4
.4
.2
.2
.2
.2
.2
.0
.0
.0
.0
.0
-.2
-.2
-.2
-.2
-.2
-.4 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of LOG(PUAS) to LOG(NPF)
9
.8
-.4
Response of LOG(PUAS) to LOG(DPK)
-.008 1
8
Response of LOG(PMBY) to LOG(PUAS)
.020
1
7
-.04
1
.020
-.00 8
6
Response of LOG(NPF) to LOG(PUAS)
.08
1
5
-.005 1
.08
-.04
4
.000
-.005 1
3
Response of LOG(DPK) to LOG(PUAS)
.030
-.00 5
2
-.4 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-.4 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-.4 1
2
3
4
LAMPIRAN 8 Grafik Variance Decomposition
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Variance Decomposition Percent LOG(ASET) variance due to LOG(ASETPercent ) LOG(ASET) variance due to LOG(DPK) Percent LOG(ASET ) variance due to LOG(NPF) Percent LOG(ASET ) variance due to LOG(PMBY) Percent LOG(ASET ) variance due to LOG(PUAS) 100
100
100
100
100
80
80
80
80
80
60
60
60
60
60
40
40
40
40
40
20
20
20
20
20
0
0
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent LOG(DPK) variance due to LOG(ASETPercent ) LOG(DPK) variance due to LOG(DPK)Percent LOG(DPK) variance due to LOG(NPF)Percent LOG(DPK) variance due to LOG(PMBY) Percent LOG(DPK) variance due to LOG(PUAS) 90
90
90
90
90
80
80
80
80
80
70
70
70
70
70
60
60
60
60
60
50
50
50
50
50
40
40
40
40
40
30
30
30
30
30
20
20
20
20
20
10
10
10
10
0
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent LOG(NPF) variance due to LOG(ASETPercent ) LOG(NPF) variance due to LOG(DPK)Percent LOG(NPF) variance due to LOG(NPF)Percent LOG(NPF) variance due to LOG(PMBY) Percent LOG(NPF) variance due to LOG(PUAS) 80
80
80
80
80
70
70
70
70
70
60
60
60
60
60
50
50
50
50
50
40
40
40
40
40
30
30
30
30
30
20
20
20
20
20
10
10
10
10
10
0
0
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(ASET Percent ) LOG(PMBY) variance due to LOG(DPK) Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(NPF) Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(PMBY) Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(PUAS) 80
80
80
80
80
70
70
70
70
70
60
60
60
60
60
50
50
50
50
50
40
40
40
40
40
30
30
30
30
30
20
20
20
20
20
10
10
10
10
0
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(ASETPercent ) LOG(PUAS) variance due to LOG(DPK) Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(NPF) Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(PMBY) Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(PUAS) 80
80
80
80
80
70
70
70
70
70
60
60
60
60
60
50
50
50
50
50
40
40
40
40
40
30
30
30
30
30
20
20
20
20
20
10
10
10
10
0
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10