Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
POTENSI Arachis glabrata YANG DITANAM PADA TARAF NAUNGAN BERBEDA SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING: MORFOLOGI, PRODUKSI, NILAI NUTRISI DAN KECERNAAN (Potency of Arachis glabrata Planted at Different Shading Level as Goat Feed: Morphology, Production, Nutritive Value and Digestibility) JUNIAR SIRAIT, R. HUTASOIT, JUNJUNGAN dan K. SIMANIHURUK Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1 Sungai Putih, Galang 20585
ABSTRACT The aim of this study was to asses the morphology, production, nutritional quality and digestibility of Arachis glabrata that was planted on different shading levels. The experiment was conducted in lowland-wet climate agro-ecosystem at Goat Research Institute in Sungai Putih, Deli Serdang, North Sumatra. There were three levels of shading that measured by solarimeter tube, they are: 0% (N-0), 55% (N-55), and 75% (N-75). A. glabrata was planted on 12 x 4 m2 plot in three replications. Average of fresh productions on N-0, N-55 and N-75 were 481.4 ± 46.2; 274.5 ± 46.2 and 222.2 ± 76.8 g/m2/cut, respectively. This forage was fed to goats as a single feed at 3.5% of body weight based on dry matter. The digestibility experiment was arranged in a completely randomized design consisted of three treatments and four replications; each replication used one animal. The animals were put into individual metabolism cages. Twelve male goats were used in this experiment with average body weight for each treatment was: 8.4 ± 0.7 kg (N-0): 7.8 ± 0.3 kg (N-55), and .8.2 ± 0.3 kg (N-75). The animals were allocated randomly into three treatments (shading level of A.glabrata planting) to an adaptation period for 14 days, followed by fecal and urine collection for the next 7 days. Data were analyzed by analysis of variance, and continued with Duncan Multiple Range Test if there was significantly different among treatments. The result shows that dry matter, organic matter, crude protein, NDF, and energy were relatively equals among shading levels, but ADF content of A. glabrata that was planted on N-75 was lower than others. The dry matter intake tended to increase as the shading level increased, but there were no difference (P > 0.05) among treatments. Average dry matter intake on N-0, N-55, and N-75 were 300, 283 and 268 g/head/day, respectively. The digestibility coefficient of dry matter, organic matter, crude protein, energy and NDF were not affected by shading level (P>0.05), but digestibility of ADF was significantly different (P < 0.05) among treatments. The lowest of ADF digestibility was found on N-75 (57.42%). It was significantly different (P < 0.05) from N-55 (71.86%), but relatively equals to N-0 (P > 0.05). The nitrogen retentions were positive in goats fed A.glabrata on those shading levels. N-retentions were affected (P < 0.05) by shading treatments, they were 1.66, 1.49 and 3.11 g/head/day on N-0, N-55 and N-75, respectively. It is concluded that A. glabrata can be recommended to be planted in shading area because there were no significantly different of production, nutritive value, intake, and digestibility except ADF. Key Words: Forage, Shading, Productions, Nutritional Value, Digestibility ABSTRAK Kegiatan penelitian bertujuan mempelajari morfologi, produksi dan nilai nutrisi serta kecernaan tanaman pakan ternak (TPT) Arachis glabrata pada taraf naungan yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Perlakuan naungan terdiri atas tiga taraf yaitu 0% (N-0), 55% (N-55) dan 75% (N-75). TPT ditanaman pada plot berukuran 12x4 m2 dengan tiga ulangan Parameter yang diukur antara lain mencakup tinggi tanaman, lebar daun, produksi dan nilai nutrisi (bahan kering, bahan organik, nitrogen, NDF, ADF, abu dan energi) serta kecernaan. Rataan produksi A. glabrata dari empat kali pemanenan pada N-0, N-55 dan N-75 berturut-turut adalah: 481,4 ± 46,2; 274,5 ± 46,2 dan 222,2 ± 76,8 g/m2/panen. TPT hasil panen diberikan sebagai pakan tunggal ternak kambing sedang tumbuh sejumlah 3,5% bobot hidup berdasarkan bahan kering. Penelitian kecernaan
436
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
menggunakan rancangan acak lengkap terdiri atas tiga perlakuan dan empat ulangan, setiap ulangan menggunakan 1 ekor ternak. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 12 ekor dengan bobot hidup untuk setiap perlakuan: N-0: 8,4 ± 0,7 kg; N-55: 7,8 ± 0,3 kg dan N-75: 8,2 ± 0,3 kg. Ternak dialokasikan secara acak pada tiga perlakuan sesuai dengan taraf naungan penanaman A. glabrata dengan masa adaptasi selama 14 hari yang diikuti dengan koleksi feses dan urin selama 7 hari. Data dianalisis dengan ANOVA (analisis keragaman) dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil analisis kimiawi menunjukkan bahwa kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, energi dan NDF relatif sama pada ketiga perlakuan naungan. Konsumsi BK cenderung menurun dengan bertambahnya taraf naungan. Rataan konsumsi pada N0, N-55 dan N-75 berturut-turut adalah: 300; 283 dan 268 g/ekor/hari. Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, energi dan NDF tidak dipengaruhi oleh perlakuan naungan (P > 0,05), tetapi kecernaan ADF dipengaruhi secara nyata (P < 0,05) oleh perlakuan naungan. Kecernaan ADF terendah diperoleh pada perlakuan N-75 sebesar 57,42% berbeda nyata (P < 0,05) dengan perlakuan N-55 sebesar 71,86%, namun tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan N-0. Retensi nitrogen A. glabrata yang diberikan pada ternak kambing bernilai positif untuk ketiga perlakuan masing-masing sebesar 1,66, 1,49 dan 3,11 g/ekor/hari pada N-0, N-55 dan N-75 dan dipengaruhi secara nyata (P < 0,05) oleh perlakuan naungan. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa A. glabrata dapat direkomendasikan ditanam pada naungan sedang (hingga naungan 55%) dilihat dari adaptasi, produksi maupun kecernaannya serta berpotensi sebagai pakan ternak kambing. Kata Kunci: Tanaman Pakan Ternak, Naungan, Produksi, Nilai Nutrisi, Kecernaan
PENDAHULUAN Revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) Indonesia telah dicanangkan oleh pemerintah pada bulan Juni tahun 2005. Salah satu tujuan RPPK adalah meningkatkan daya saing usaha dan produk pertanian serta membangun ketahanan pangan. Sub-sektor peternakan memegang peran terkait dengan ketahanan pangan, khususnya dalam penyediaan daging sebagai sumber protein hewani. Pengembangan usahaternak tidak boleh terlepas dari ketersediaan pakan bagi ternak. Leguminosa alam maupun limbah pertanian umumnya berkualitas rendah dengan kecernaan yang rendah pula sehingga tidak mampu untuk menghasilkan produktivitas ternak yang baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ternak dalam kondisi tersebut adalah pemanfaatan hijauan pakan berkualitas yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. MC DONALD et al. (1995) dalam KHAMSEEKHIEW et al. (2000) menyebutkan hijauan dapat memberikan sekitar 79% kebutuhan protein ternak. Hijauan yang dapat dimanfaatkan adalah yang potensinya tinggi, tersedia sepanjang tahun dan mudah diperoleh/ dibudidayakan. Disamping aspek produksi dan nilai nutrisi TPT yang dikonsumsi oleh ternak, kecernaan pakan tersebut juga perlu mendapat perhatian. Menurut DITJENNAK (1982) hijauan merupakan bahan makanan utama bagi ruminansia; pengaruhnya terhadap ternak
tergantung pada jumlah yang diberikan, daya cerna zat-zat makanan yang dikandungnya dan nilai gizi bahan makanan dimaksud. Disamping itu, ISMAIL et al. (2008) menyebutkan bahwa kualitas hijauan tempat ternak kambing digembalakan sangat berpengaruh terhadap performans dan pertumbuhan ternak. Selanjutnya disebutkan tingkat pertumbuhan ternak kambing yang dipelihara dengan sistem ekstensif dan semi-intensif bervariasi antara 7 hingga 40 g/ekor/hari. Produksi dan nilai gizi TPT yang baik tanpa didukung oleh kecernaan yang tinggi, tidak akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ternak yang mengkonsumsinya. Kecernaan merupakan bagian zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses. ANGGORODI (1990) mengatakan bahwa pada dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu upaya untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan. Hal ini juga didukung oleh MCDONALD et al. (2002) yang menyatakan bahwa selisih antara zat makanan yang dikandung dalam bahan makanan dengan zat makanan yang ada di dalam feses merupakan bagian yang dicerna. Arachis perennial adalah leguminosa dari keluarga Arachis yang hidupnya menahun. Beberapa spesies yang tergolong kelompok ini adalah A. glabrata, A. pintoii, A. repens dan A. hybrid. Ciri tanaman ini antara lain: perakaran yang kuat dan dalam, akar berkembang dengan banyak cabang, batang menjalar di permukaan tanah, daun dan bunganya mirip dengan
437
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
kacang tanah; dapat distek untuk perbanyakan vegetatif. Penelitian bertujuan mempelajari morfologi dan produksi A. glabrata pada taraf naungan berbeda di dataran rendah beriklim basah serta nilai nutrisi dan kecernaan A. glabrata yang diberikan sebagai pakan ternak kambing. Luaran kegiatan penelitian ini adalah data morfologi dan produksi A. glabrata pada taraf naungan berbeda di dataran rendah beriklim basah serta nilai nutrisi dan kecernaan A. glabrata yang diberikan sebagai pakan ternak kambing. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di agroekosistem dataran rendah beriklim basah (50 m dpl; curah hujan rata-rata 1800 mm/tahun) berlokasi di Sungai Putih, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada bulan Januari hingga Desember 2007. Penelitian kecernaan dilaksanakan di kandang percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sungai Putih pada bulan Nopember s/d Desember 2007. Tanaman pakan ternak (TPT) yang digunakan dalam penelitian ini adalah leguminosa Arachis glabrata yang ditanaman pada plot berukuran 12 x 4 m2 dengan jarak tanam 50 x 50 cm. Materi tanam menggunakan pols (sobekan rumpun) dari hasil pembongkaran TPT penelitian tahun sebelumnya. Naungan yang digunakan berupa naungan buatan (artificial shading) menggunakan paranet dengan tiga taraf naungan, yakni 0, 55 dan 75%. Taraf naungan diukur menggunakan alat solarimeter tabung. Paranet yang terbuat dari polyethylene dibentangkan sepanjang plot perlakuan setinggi ± 2 m di atas permukaan tanah untuk membantu sirkulasi udara dan pelaksanaan pengamatan. Pupuk dasar menggunakan SP-36 dan KCl masing-masing 50 kg/ha. Penelitian kecernaan menggunakan ternak kambing jantan sebanyak 12 ekor yang ditempatkan secara acak dalam kandang metabolisme pada tiga perlakuan (sesuai dengan taraf naungan penanaman A.glabrata) dan masing-masing 4 ulangan. Setiap ulangan
438
menggunakan 1 ekor ternak. Rataan bobot hidup untuk setiap perlakuan adalah: N-0: 8,4 ± 0,7 kg; N-55: 7,8 ± 0,3 kg dan N-75: 8,2 ± 0,3 kg. Tanaman pakan ternak yang dikonsumsi ternak berasal dari hasil pemanenan (interval pemotongan 2 bulan) A. glabrata dengan jumlah pemberian 3,5% dari bobot hidup berdasarkan BK. Kecernaan dan retensi nitrogen Jumlah hijauan A. glabrata yang diberikan serta jumlah sisa ditimbang setiap hari selama seminggu periode koleksi untuk mengetahui jumlah konsumsi pakan. Sampel hijauan yang diberikan serta sisanya diambil setiap hari selama pengamatan, ditimbang dan dimasukkan dalam oven pada suhu 60°C selama 72 jam. Setelah 7 hari periode pengamatan, sampel selama pengamatan pada masing-masing perlakuan digabung/dikomposit dan diambil sub-sampel untuk kepentingan analisis kimiawi. Koefisien cerna ditentukan dengan mengoleksi total feses dan urin selama 7 hari berturut-turut setelah masa adaptasi 14 hari. Total feses ditampung pada ember plastik, ditimbang dan diambil sampel sejumlah 10% dari berat total, disimpan dalam refrigerator sebelum dianalisis. Total urin ditampung dalam ember plastik yang telah diisi 5 ml 25% H2SO4 untuk mempertahankan pH < 2,0. Volume urin diukur dengan gelas ukur, diambil sampel 10%, digabung per ternak, disimpan dalam refrigerator sebelum dianalisis. Pada akhir pengamatan, sampel feses dari 7 hari koleksi digabung secara merata, diambil sub-sampel untuk keperluan analisis kimiawi. Sub-sampel feses dikeringkan dalam oven pada temperatur 600C selama 72 jam, selanjutnya digiling dengan penggiling Wiley Mill menggunakan saringan berdiameter 1,0 mm. Penelitian uji adaptasi TPT dilakukan dalam rancangan acak lengkap (RAL) menggunakan 3 ulangan (GOMEZ dan GOMEZ, 1984). Rancangan penelitian kecernaan juga menggunakan rancangan acak lengkap; leguminosa berasal dari tiga perlakuan naungan yakni N-0, N-55 dan N-75 (Gambar 1) dan masing-masing 4 ulangan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Naungan 0%
Naungan 55%
Naungan 75% Gambar 1. TPT Arachis glabrata pada taraf naungan yang berbeda
439
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Parameter yang diamati Data produksi diperoleh dari pemanenan yang dilakukan setiap 8 minggu. Dianalisis produksi bahan kering, bahan organik, NDF, ADF, energi dan kandungan nitrogen. Kandungan N dalam feses, urin serta hijauan ditentukan dengan prosedur Kjeldahl; kadar abu ditentukan dengan pembakaran dalam tungku (AOAC, 1990). Metoda Van Soest digunakan untuk analisis NDF, ADF dan bahan organik. Bahan kering diperoleh dengan pengeringan dalam oven pada temperatur 150°C selama 3 jam. Kandungan energi kasar ditentukan dengan bom kalorimeter. Parameter yang diamati pada penelitian kecernaan mencakup: konsumsi, kecernaan bahan kering, bahan organik, NDF, ADF dan energi serta retensi nitrogen. Perhitungan kecernaan dan retensi nitrogen mengacu pada TILLMAN et al. (1991), yaitu: Zat makanan yang dikonsumsi-zat makanan dalam feses Kecernaan = ----------------------------------------------------- x 100% Zat makanan yang dikonsumsi
Neraca nitrogen (N) dihitung dari jumlah N yang dikonsumsi dikurangi dengan jumlah N yang dikeluarkan melalui feses dan urin. Retensi nitrogen dapat dihitung dengan persamaan: RN = NI – NU – NF RN = Retensi nitrogen NI = Nitrogen yang dikonsumsi NU = Nitrogen dalam urin NF = Nitrogen dalam feses
Data produksi, tinggi tanaman, lebar daun dan kecernaan serta retensi nitrogen dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variance)
menggunakan program SAS, dan bila perlakuan naungan menunjukkan perbedaan nyata, dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) menurut STEEL dan TORRIE (1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Panen pertama A.glabrata dilakukan pada umur tanaman 3 bulan dan interval potong berikutnya adalah 2 bulan. Pada tahun tanam 2007 pemanenan dilaksanakan sebanyak 4 kali. Rataan produksi segar TPT A. glabrata dari empat kali pemanenan di dataran rendah beriklim basah Sei Putih disajikan dalam Tabel 1. Produksi tertinggi diperoleh pada panen ke-3. Produksi yang tinggi ini diperoleh terkait dengan turunnya hujan setelah pemanenan kedua yang mendukung pertumbuhan TPT. Produksi pada pemanenan ke-4 lebih rendah dibanding panen sebelumnya Rendahnya produksi tersebut dapat dipahami berhubung kondisi iklim dengan musim kemarau yang berkepanjangan disertai angin kencang. Naungan beberapa kali menerpa tanaman disebabkan angin kencang. Meskipun naungan diperbaiki dengan segera, tumbangnya naungan tersebut mengakibatkan adanya gangguan pada pertumbuhan tanaman. Rataan produksi dari empat kali pemanenan untuk A. glabrata di dataran rendah beriklim basah Sei Putih pada N-0, N-55 dan N-75 berturut-turut adalah: 481,4 ± 46,2; 274,5 ± 46,2 dan 222,2 ± 76,8 g/m2/panen seperti dipaparkan dalam Tabel 1. Dapat dilihat bahwa produksi A. glabrata pada ketiga taraf naungan tidak menunjukkan perbedaan nyata (P > 0,05) meskipun terlihat adanya tendensi penurunan dengan bertambahnya taraf naungan. Hasil
Tabel 1. Rataan produksi segar A.glabrata pada taraf naungan berbeda di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Taraf naungan (%)
Ulangan N-0
N-55
N-75
2
----------------------- g/m /panen ----------------------Ulangan 1 (R1)
558,9
296,9
151,0
Ulangan 2 (R2)
631,3
221,4
303,6
Ulangan 3 (R3)
254,2
Rataan
440
481,4 ± 46,2
305,2 a
274,5 ± 46,2
212,0 a
222,2 ± 6,8a
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
penelitian ini didukung oleh pendapat SAMARAKOON et al. (1990) yang menyebutkan bahwa spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang. Disamping itu PRAWIRADIPUTRA et al. (2006) menyatakan bahwa A. glabrata lebih tahan terhadap intensitas cahaya yang rendah/lebih beradaptasi dengan kondisi naungan. Adaptasi tersebut ditunjukkan oleh tinggi tanaman dan lebar daun yang menghasilkan produksi yang lebih besar. Rataan tinggi tanaman A. glabrata pada N0, N-55 dan N-75 berturut-turut adalah 13,7; 19,0 dan 17,8 cm seperti disajikan dalam Tabel 2. TPT pada perlakuan naungan memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih tinggi (P < 0,05) dibanding pada perlakuan tanpa naungan. Hal ini menunjukkan adanya adaptasi TPT tersebut terhadap kondisi ternaungi, dimana TPT mengalami etiolasi. Menurut DEVLIN dan WITHAM (1983) terjadinya etiolasi disebabkan oleh meningkatnya hormon Gibberelin pada tanaman yang dinaungi, dimana plastisitas dinding sel mudah meningkat dan merangsang pemanjangan sel sehingga tanaman yang dinaungi menjadi lebih tinggi.
Rataan lebar daun TPT A. glabrata pada N0, N-55 dan N-75 di dataran rendah beriklim basah Sei Putih berturut-turut adalah 13,3; 17,7 dan 17,0 mm seperti disajikan dalam Tabel 3. Data pada Tabel 3 menunjukkan daun pada perlakuan naungan nyata lebih lebar (P < 0,05) dibanding daun pada perlakuan tanpa naungan. Salah satu bentuk adaptasi tanaman terhadap kondisi naungan adalah dengan memperlebar daun guna memaksimalkan cahaya yang dapat ditangkap oleh tanaman. HITAM (1989) menyebutkan bahwa jumlah naungan yang tidak terlalu banyak atau taraf naungan yang sedang dapat merangsang penambahan luas daun. Nilai nutrisi Arachis glabrata Nilai nutrisi A. glabrata pada tiga taraf naungan di dataran rendah beriklim basah disajikan dalam Tabel 4. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kandungan bahan kering, bahan organik, abu, protein kasar, NDF dan anergi TPT A.glabrata relatif sama pada semua perlakuan naungan, tetapi kandungan ADF pada N-0, N-55 dan N-75 memperlihatkan adanya perbedaan. Kandungan ADF terkecil
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman A. glabrata pada taraf naungan berbeda di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Taraf naungan (%)
Ulangan N-0
N-55
N-75
--------------------------- cm --------------------------Ulangan 1 (R1)
13,8
16,1
17,8
Ulangan 2 (R2)
14,3
20,5
18,2
Ulangan 3 (R3)
13,0
20,3
17,3
Rataan
b
13,7 ± 0,66
a
19,0 ± 2,48
17,8a ± 0,45
Tabel 3. Rataan lebar daun A. glabrata pada taraf naungan berbeda di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Taraf naungan (%)
Ulangan N-0
N-55
N-75
--------------------------- mm --------------------------Ulangan 1 (R1)
13
17
16
Ulangan 2 (R2)
14
18
18
Ulangan 3 (R3) Rataan
13
18
17
13,3b ± 0,58
17,7a ± 0,58
17,0a ± 0,58
441
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
diperoleh pada perlakuan naungan N-75 hanya sebesar 46,75% dan yang tertinggi pada N-55 sebesar 60,37% yang jumlahnya relatif sama dengan kandungan ADF pada perlakuan tanpa naungan. Tabel 4. Nilai nutrisi A. glabrata pada taraf naungan berbeda di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Taraf naungan (%)
Peubah
N-0
N-55
N-75
Bahan kering (BK), % 16,44
13,70
15,28
Bahan organik, % BK
87,41
87,80
87,20
Abu, % BK
12,59
12,20
12,80
Nitrogen, % BK
2,08
2,27
2,87
Protein kasar, % BK
13,00
14,19
17,93
NDF, % BK
63,67
67,96
56,90
ADF, % BK
59,94
60,37
46,75
Energi, Kkal/kg BK
4.549
4.363
4.257
Terdapat kecenderungan peningkatan kandungan protein kasar (PK) dengan bertambahnya taraf naungan. Kandungan PK terendah diperoleh pada perlakuan N-0 sebesar 13% dan yang tertinggi pada N-75 sejumlah 17,93%. Kandungan energi A.glabrata cenderung menurun dengan meningkatnya taraf naungan.
leguminosa A. glabrata yang diberikan kepada ternak kambing. Rataan konsumsi bahan kering leguminosa A. glabrata pada ketiga taraf naungan dicantumkan dalam Tabel 5. Rataan konsumsi bahan kering leguminosa A. glabrata selama penelitian kecernaan adalah sejumlah 300; 283 dan 268 g/ekor/hari masing-masing pada perlakuan N-0, N-55 dan N-75. Konsumsi pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian RUDI (2005) sebesar 453 g/ekor/hari. Namun bila dilihat dari persen bobot hidup, jumlah konsumsi BK pada penelitian ini sebesar 3,45, 3,34 dan 3,13% BB masing-masing untuk perlakuan N-0, N-55 dan N-75 relatif sama dengan penelitian GINTING dan TARIGAN (2005) dengan konsumsi A. glabrata (tanpa naungan) sebesar 3,40% BB. Meskipun secara numerik terdapat kecenderungan penurunan konsumsi bahan kering dengan bertambahnya taraf naungan, hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering leguminosa A. glabrata tidak dipengaruhi oleh taraf naungan (P > 0,05). Bila dikaitkan dengan produksi, produksi leguminosa A. glabrata pada perlakuan naungan juga tidak berbeda nyata dibanding tanpa naungan; dengan demikian penanaman leguminosa A. glabrata dapat dilakukan baik pada kondisi naungan maupun tanpa naungan. Kecernaan Arachis glabrata
Konsumsi bahan kering Konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis ternak, jenis pakan dan palatabilitas. Ternak muda umumnya mengkonsumsi pakan lebih banyak dibanding ternak dewasa. Pakan dengan kandungan serat rendah biasanya lebih disukai ternak dibanding pakan berserat tinggi. Pada penelitian ini konsumsi dihitung berdasarkan bahan kering
Dalam mengeksplorasi potensi suatu tanaman pakan ternak, aspek yang perlu diperhatikan bukan saja sebatas produksi dan nilai nutrisi, tetapi juga mencakup kecernaannya. Kecernaan merupakan bagian zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses. Mengetahui tingkat kecernaan suatu bahan pakan berarti mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan ternak yang mengkonsumsinya.
Tabel 5. Rataan konsumsi bahan kering leguminosa A. glabrata yang diberikan pada ternak kambing di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Taraf naungan (%)
Rataan konsumsi BK N-0
N-55
N-75
g/ekor/hari
300a ± 35,90
283a ± 24,30
268a ± 26,21
% bobot hidup
3,45a ± 0,27
3,34a ± 0,39
3,13a ± 0,28
g/kg bobot hidup
442
a
34,48 ± 2,69
a
33,43 ± 3,88
31,28a ± 2,81
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (P > 0,05) kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, energi serta kecernaan NDF A. glabrata yang dikonsumsi oleh ternak kambing pada ketiga perlakuan seperti disajikan dalam Tabel 6. Terdapat kecenderungan peningkatan kecernaan protein kasar dengan bertambahnya taraf naungan. Rataan kecernaan PK terkecil (76,57%) diperoleh pada perlakuan N-0 dan yang tertinggi (82,81%) pada perlakuan N-75. Peningkatan kecernaan PK ini diduga terkait dengan kandungan PK A.glabrata yang juga mengalami peningkatan pada taraf naungan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat MCDONALD et al. (2002) yang menyebutkan bahwa kecernaan PK tergantung pada banyaknya kandungan protein kasar yang terdapat dalam pakan. Hal sebaliknya terjadi pada kecernaan energi yang cenderung menurun dengan peningkatan taraf naungan. Kecernaan energi tertinggi (73,25%) diperoleh pada perlakuan N-0 dan yang terendah (70,43%) pada N-75. Hal ini terjadi karena kandungan energi juga menurun dengan peningkatan taraf naungan. Kandungan energi A. glabrata tertinggi pada perlakuan N-0 dan yang terendah pada N-75 (Tabel 4). Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan CHEEKE (1999) bahwa kecernaan energi ditentukan oleh banyaknya kandungan energi yang terdapat
dalam pakan. Dalam hal ini pakan yang dimaksud adalah leguminosa A. glabrata. Kecernaan ADF A.glabrata pada taraf naungan berbeda yang dikonsumsi oleh ternak kambing disajikan dalam Gambar 2. Rataan kecernaan ADF adalah 64,82; 71,86 dan 57,42% masing-masing untuk perlakuan N-0, N-55 dan N-75. Hasil analisis keragaman menunjukkan kecernaan ADF dipengaruhi oleh taraf naungan (P < 0,05). Kecernaan ADF pada N-55 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan N-75 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan N-0. Kandungan ADF A. glabrata tertinggi diperoleh pada perlakuan N-55 dan kecernaan ADF tertinggi juga diperoleh pada perlakuan naungan yang sama. Retensi nitrogen Retensi nitrogen atau nitrogen tertinggal merupakan selisih antara nitrogen yang dikonsumsi dengan yang dikeluarkan dari tubuh bersama feses dan urin. Nitrogen konsumsi diperoleh dari hasil perkalian konsumsi bahan kering dengan kandungan nitrogen A. glabrata pada masing-masing perlakuan naungan. Kandungan nitrogen A. glabrata adalah sebesar 2,08; 2,27 dan 2,87% BK dengan konsumsi leguminosa berdasarkan BK sebanyak 300; 283 dan 268 g/ekor/hari masing-masing untuk perlakuan N-0, N-55 dan N-75.
Tabel 6. .Kecernaan A.glabrata pada taraf naungan berbeda yang diberikan pada ternak kambing di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Taraf naungan (%)
Kecernaan N-0 Bahan kering
a
64,40 ± 3,00 a
N-55
N-75
a
65,11a ± 5,68
a
66,51 ± 3,89
Protein kasar
76,57 ± 2,80
78,64 ± 2,50
82,81a ± 2,85
Energi
73,25a ± 3,43
71,55a ± 5,94
70,43a ± 3,71
a
a
Bahan organik
71,18 ± 2,91
70,68 ± 3,24
70,81a ± 5,79
NDF
66,08a ± 2,91
67,01a ± 6,60
60,16a ± 11,29
443
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
80 Kecernaan ADF (%)
71,86a 70
64,82ab 57,42b
60 50 40 30 20 0
55 Taraf naungan (%)
75
Gambar 2. Kecernaan ADF A.glabrata pada taraf naungan yang berbeda yang diberikan pada ternak kambing di dataran rendah beriklim basah Sei Putih
Dalam Tabel 7 disajikan rataan retensi nitrogen leguminosa A.glabrata yang diberikan pada ternak kambing. Retensi nitrogen terkecil diperoleh pada ternak kambing yang mengkonsumsi leguminosa pada perlakuan naungan 55% yakni sebesar 1,49 g/ekor/hari yang jumlahnya relatif sama dengan retensi nitrogen pada perlakuan tanpa naungan sebesar 1,66 g/ekor/hari. Retensi nitrogen terbesar dan berbeda nyata (P < 0,05) dengan kedua perlakuan lainnya didapatkan pada perlakuan N-75 sejumlah 3,11 g/ekor/hari. Berdasarkan kandungan nitrogen leguminosa A.glabrata dan jumlah nitrogen yang dikonsumsi ternak, sudah semestinya retensi nitrogen tertinggi diperoleh pada perlakuan N-75.
KESIMPULAN DAN SARAN Tanaman pakan ternak Arachis glabrata menunjukkan adaptasi yang baik pada perlakuan naungan. Tidak terdapat perbedaan nyata produksi, konsumsi dan kecernaan pakan (kecuali kecernaan ADF) pada perlakuan naungan dengan tanpa naungan. Retensi nitrogen A.glabrata pada N-75 nyata lebih tinggi dibanding N-55 dan N-0, tetapi retensi N pada N-55 dan N-0 tidak berbeda nyata. Kandungan protein kasar A.glabrata pada perlakuan naungan lebih tinggi dibanding tanpa naungan. Dengan hasil penelitian ini A. glabrata dapat direkomendasikan ditanam
Tabel 7. Rataan retensi nitrogen leguminosa A.glabrata yang diberikan kepada ternak kambing di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Taraf naungan (%)
Peubah N konsumsi (g/ekor/hari)
N-0
N-55
N-75
6,24 ± 0,75
6,43 ± 0,55
7,70 ± 0,75
N feses (g/ekor/hari)
1,47 ± 0,31
1,37 ± 0,21
1,33 ± 0,30
N urin (g/ekor/hari)
3,09 ± 0,43
3,56 ± 0,42
3,26 ± 0,42
Retensi N (g/ekor/hari) Retensi N (%)
444
1,66 ± 0,35
1,49 ± 0,28
3,11 ± 0,60
28,95b ± 4,76
23,28b ± 4,22
40,40a ± 7,38
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
pada naungan sedang (hingga naungan 55%) dilihat dari adaptasi, produksi maupun kecernaannya serta berpotensi sebagai pakan ternak kambing. DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. AOAC (Association of Official Analytical Chemists). 1990. Official Methods of Analysis. 15th Ed. HELRICH, K. (Ed.). Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arlington, Virginia, USA. CHEEKE, P.R. 1999. Applied Animal Nutrition: Feeds and Feeding. 2nd Ed. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. DEVLIN, R.M. and WITHAM. 1983. Plant Physiology. 4th Ed. PWS Publisher, Quezon City. 577 p. DITJENNAK. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Hijauan Makanan Ternak Daerah Tropik. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. GINTING, S.P. and A.TARIGAN. 2005. Kualitas nutrisi beberapa legum herba pada kambing: Konsumsi, kecernaan dan neraca nitrogen. JITV. 10(4): 268 – 273. GOMEZ, K.A. and A.A. GOMEZ. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research 2nd Ed. John Wiley and Son. HITAM, Z. 1989. Pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap perkembangan bintil akar, pertumbuhan dan produksi stylo (Stylosanthes guyanensis Aubl. SW). Tesis. Pendidikan Pascasarjana KPK IPB-Unand.
ISMAIL, N.M.S., A.RASHID, B., S. SHANMUGAVELU and W. ZAHARI. 2008. Recent progress on the improvement of goat management and production system under the smallholders condition in Malaysia. Proc. of International Seminar on Goat Production, Bogor 5 – 6th August 2008. Indonesian Research Institute for Animal Production, Bogor KHAMSEEKHIEW, B., J.B. LIANG, C.C. WONG and Z.A. JELAN. 2000. Ruminal and intestinal digestibility of some tropical legume forages. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14: 321-325. MCDONALD, P, R.A. EDWARDS, J.F.D. GREENHALG and C.A. MORGAN. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Ashford Colour Pr., Gosport. PRAWIRADIPUTRA, B.R., SAJIMIN, N.D. PURWANTARI dan I. HERDIAWAN. 2006. Hijauan Pakan Ternak di Indonesia. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. RUDI, P. 2005. Uji nilai nutrisi hijauan (Centrosema pubescens, Arachis pintoi dan Arachis glabrata) yang diberikan pada kambing kacang. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. SAMARAKOON, S.P., J.R. WILSON and H.M. SHELTON. 1990. Growth, morphology, and nutritive value of shaded Stenotaphrum secundatum, Axonopus compressus and Pennisetum clandestinum. J. Agric. Sci. 114: 161 – 169. STEEL, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: SUMANTRI, B. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. TILLMAN, D.A., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOTJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press, Yogyakarta.
445