Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENGARUH NAUNGAN DAN INTERVAL PEMOTONGAN TERHADAP PRODUKSI HIJAUAN Arachis glabrata (Effect Shade Levels and Cutting Interval on Arachis Glabrata Production) ACHMAD FANINDI, S. YUHAENI, E. SUTEDI dan OYO Balai Penelitian Ternak Ciawi, PO Box 221 Bogor 16002
ABSTRACT A study was done to determine the effect of shade on forage production of Arachis glabrata. The study was conducted at Research Institute of Animal production for one year. Shade is made from paranet. Plants were grown using seeds and planted in pots with a diameter of 36 cm. Pots were placed on the artificial shade 2.5 × 2.5 m which side was covered using paranet, according to treatment. Research was done based on randomized block design factorial with 5 treatments and 3 replications, as the first factor is intensity level of shade that consists of: N0: Control without shade, N1: Shade using 1 layer paranet (50% shade), N2: Shade use 2 layers paranet (70% shade), N3: Shade uses 3 layers paranet (80% shade), N4: Shade uses 4 layers paranet (90% shade). The second factor is the cutting interval that consist of: 1 month intervals, 2 months and 3 months. The results showed that the weight of fresh and dried forage is influenced by the level of shade, while cutting interval had no effect on fresh and dry matter production of Arachis glabrata. The highest production achieved in the 1 layer paranet (N 50%), whereas until layers 2 paranet (N 70%) of fresh and dry matter production did not differ from control. This result showed that Arachis glabrata in this research, are shade tolerant plant, because they still can produce at the 2-layer shade paranet (N 70%), and even increased in the medium shade (N 50%) Key Words: Arachis Glabrata, Shade, Cutting Interval, Production ABSTRAK Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh naungan terhadap produksi hijauan tanaman pakan Arachis glabrata. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi selama satu tahun. Naungan dibuat dari paranet. Tanaman ditanam menggunakan biji dan ditanam pada pot yang berdiameter 36 cm. Pot ditempatkan pada artificial naungan 2,5 × 2,5 m yang setiap sisinya ditutupi dengan naungan menggunakan paranet, sesuai perlakuan. Tinggi naungan ke tanaman 2 m. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan, sebagai faktor pertama berupa taraf intensitas naungan yang terdiri dari: 1: Kontrol tanpa naungan, 2: Naungan menggunakan 1 lapisan paranet (50% naungan), 3: Naungan menggunakan 2 lapisan paranet (70% naungan), 4: Naungan menggunakan 3 lapisan paranet (80% naungan), 5: Naungan menggunakan 4 lapisan paranet (90% naungan). Dan sebagai faktor kedua adalah interval potong yaitu, interval potong 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot segar dan kering hijauan dipengaruhi oleh tingkat naungan, sedangkan interval potong tidak berpengaruh terhadap produksi segar dan bahan kering Arachis glabrata. Produksi tertinggi dicapai pada lapisan 1 lapis paranet (N 50%), sedangkan sampai lapos 2 paranet (N 70%) produksi bahan segar dan kering tidak berbeda dengan produksi tanaman kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa Arachis glabrata pada penelitian ini, termasuk ke dalam tanaman toleran naungan, karena masih bisa berproduksi pada naungan 2 lapis paranet (70%), bahkan meningkat pada naungan sedang (1 lapis paranet/naungan 50%) Kata kunci: Arachis glabrata, Naungan, Interval potong, Produksi
PENDAHULUAN Sebagian besar pakan untuk ternak ruminansia berupa hijauan pakan ternak, oleh karena itu ketersediaannya mutlak diperlukan
dalam ransum ruminansia. Program swasembada daging sapi menghendaki adanya penambahan jumlah populasi ternak sapi, hal ini mengakibatkan kebutuhan hijauan pakan meningkat. Sementara itu untuk memenuhi
849
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
hijauan pakan, diperlukan lahan untuk penanaman tanaman pakan sebagi sumber hijauan pakan bagi ternak ruminansia. Keberadaan lahan di Indonesia yang banyak berubah fungsi dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, mengakibatkan lahan untuk tanaman pakanpun menjadi semakin terbatas. Sehingga diperlukan langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Integrasi tanaman pakan dengan perkebunan merupakan salah satu langkah yang dapat mengatasi hal tersebut, selain itu sistem integrasi ini merupakan alternatif upaya pengembangan agribisnis peternakan dan perkebunan (LATIF dan MAMAT, 2002). Permasalahan utama dalam manajemen tanaman pakan di dalam sistem ini, diantaranya adalah produksi tanaman pakan yang menurun seiring dengan bertambahnya tingkat naungan karena meningkatnya umur tanaman pokok perkebunan. Sehingga diperlukan tanaman pakan yang toleran terhadap naungan apabila ingin diintegrasikan dengan perkebunan. Selain itu kemampuan tumbuh kembali tanaman pakan ternak setelah dipotong, mutlak diperlukan sehingga tanaman tersebut bisa berproduksi sepanjang tahun atau tumbuh kembali ketika dimakan oleh ternak. Arachis glabrata memiliki kemampuan pada naungan bervariasi tergantung ekotipe, misalnya CPI12121 dinilai sangat tahan naungan dan CPI29986 daya tahan naungan rendah. Biasanya dapat tumbuh pada naungan sedang. Arachis glabrata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat, lebih menyukai tanah masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau sedikit basa, selain itu beradaptasi baik pada daerah tropis maupun subtropis (BOWMAN dan WILSON, 1996). Arachis glabrata memiliki kualitas hijauan yang baik dan memiliki produksi bahan kering yang baik. PRINE et al. (1981) melaporkan bahwa produksi bahan kering Arachis glabrata di Florida berkisar antara 0,7 – 1,3 ton/ha, sedangkan di daerah subtropis berkisar antara 0,8 – 1,0 ton/ha. Selain itu Arachis glabrata ini juga berpotensi sebagai tanaman pastura (padang penggembalaan), WILLIAMS (1991) melaporkan bahwa sapi yang diberi campuran antara rumput dan Arachis glabrata di padang
850
penggembalaan, bobot badannya bertambah 0,8 kg/hari. Melihat potensi yang dimiliki oleh Arachis glabrata ini, maka dilakukan studi untuk mengetahui pengaruh naungan dan interval potong terhadap produksi hijauan Arachis glabrata MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di kebun percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor selama satu tahun. Tanaman yang ditanam adalah Arachis glabrata menggunakan stek yang berasal dari koleksi Balai Penelitian Ternak Ciawi. Tanaman ditanam pada pot berdiameter 36 cm, media tanam yang digunakan adalah tanah yang berasal dari Ciawi. Stek disemai terlebih dahulu dalam polybag, kemudian ditanam pada pot dan ditempatkan dalam naungan yang terbuat dari besi berukuran 2,5 × 2,5 m yang sekelilingnya ditutupi dengan paranet sesuai naungan yang diinginkan. Tinggi naungan ke tanaman adalah 2 m. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial. Faktor pertama berupa perlakuan naungan 5 level dan faktor kedua adalah 3 interval potong. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Naungan sebagai perlakuan terdiri dari: N0: Kontrol (tanpa naungan) N1: Naungan menggunakan 1 lapisan paranet (setara dengan naungan 50%) N2: Naungan menggunakan 2 lapisan paranet (setara dengan naungan 70%) N3: Naungan menggunakan 3 Lapisan Paranet (setara dengan naungan 80%) N4: Naungan menggunakan 4 Lapisan Paranet (setara dengan naungan 90%) Sedangkan interval potong terdiri dari: interval potong 1 bulan interval potong 2 bulan interval potong 3 bulan Data diolah dengan menggunakan analisis keragaman (ANOVA), bila terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan (GOMEZ dan GOMEZ, 1984). Parameter yang diamati berupa bobot segar dan kering hijauan. Bobot kering diukur dengan cara memasukan hijauan segar ke dalam oven dengan suhu 70°C selama 2 hari.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil rataan bobot segar hijauan Arachis glabrata pada berbagai naungan dan interval potong selama satu tahun disajikan dalam Tabel 1. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa interval pemotongan tidak berpengaruh terhadap produksi segar hijauan Arachis glabrata, juga tidak ditemukan interaksi antara interval potong dan naungan, sedangkan naungan berpengaruh nyata terhadap produksi segar Arachis glabrata. Produksi tertinggi dicapai pada naungan 1 lapis paranet (N 50%) sebesar 229,6 gram/pot. Sedangkan produksi hijauan segar pada naungan 2 lapis paranet (N 70%) tidak berbeda dengan produksi hijauan segar tanaman yang tidak dinaungi. Produksi hijauan segar pada naungan 3 dan 4 lapis paranet menghasilkan produksi hijauan yang paling rendah. Tingginya produksi hijauan pada naugan 1 lapis paranet (N 50%), menunjukkan kemampuan Arachis glabrata yang dapat tumbuh baik atau toleran pada kondisi naungan sampai lapisan paranet 2 lapis (N 70%). Karena sebagian besar tanaman tropis yang toleran naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang. Selain itu peningkatan ini juga diduga berkaitan dengan suhu tanah yang dipengaruhi oleh tingkat naungan, Suhu tanah di bawah naungan lebih rendah dibandingkan dengan tanpa naungan, sehingga ketersediaan nitrogen tanah, mineral, kandungan air dan aktivitas mikroba lebih tinggi (SCHROTH et al., 2001). Kondisi tersebut mendukung pertumbuhan dan perkembangan asosiasi simbiosis leguminosa
dengan Rhizobium. Sedangkan penurunan produksi hijauan segar pada naungan lapis 3 dan 4 paranet diduga karena peranan cahaya dalam metabolisme tanaman terhambat, sehingga dapat menurunkan biomassa hijauan segar, selain itu, penurunan ini juga disebabkan intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman rendah, sehingga jumlah cahaya yang diterima oleh setiap luasan permukaan daun dalam waktu tertentu rendah (GARDNER et al., 1985). Interval potong juga tidak berpengaruh terhadap produksi bahan kering Arachis glabrata. Sedangkan naungan berpengaruh nyata terhadap produksi bahan kering Arachis glabrata. Tidak ditemukan interaksi antara interval potong dan naungan pada produksi bahan kering Arachis glabrata. Produksi tertinggi dicapai pada naungan 2 lapis paranet (N 70%), sedangkan terendah dicapai pada tingkat naungan yang tertinggi yaitu naungan 4 dan 3 lapis paranet. Tingkat produksi bahan kering pada naungan 2 lapis paranet (N 50%) diduga berhubungan dengan indeks luas daun, luas daun dan distribusi daun dalam kanopi tanaman, dua komponen ini merupakan faktor utama yang menentukan intersepsi cahaya yang berpengaruh terhadap proses fotosintesis, transpirasi dan akumulasi bahan kering (PEARCE et al., 1987), jumlah indeks luas daun yang tinggi pada tanaman bawang merah di tanaman yang ternaungi telah dilaporkan oleh BAHRUDIN (2004), yang menyatakan bahwa Bawang merah pada naungan 30% memiliki indeks luas daun tertinggi dan peningkatan jumlah klorofil, jika dibandingkan dengan tanaman tanpa naungan atau tingkat naungan yang lebih tinggi. Sedangkan penurunan
Tabel 1. Rataan bobot segar (gram/pot) Arachis glabrata pada berbagai naungan dan interval potong yang berbeda selama 1 tahun Naungan
Interval potong
Rataan
1 bulan
2 bulan
3 bulan
(g)
Kontrol (tanpa naungan)
192,0
141,3
182,4
171,9b
Naungan 1 lapis paranet (N 50%)
223,9
249,0
215,8
229,6a
Naungan 2 lapis paranet (N 70%)
107,8
121,0
175,8
134,8b
Naungan 3 lapis paranet (N 80%)
43,8
41,1
51,1
45,3c
Naungan 4 lapis paranet (N 90%)
25,2
18,0
14,7
19,3c
Rataan
118,5
a
114,1
a
128,0
a
N: setara naungan. Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
851
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
produksi bahan kering pada naungan yang lebih tinggi (N 80% dan 90%) diakibatkan karena kurangnya cahaya yang diperoleh oleh Arachis glabrata. Kekurangan cahaya pada tanaman akan mengakibatkan terganggunya metabolisme, sehingga menurunkan laju fotosintesis dan sintetis karbohidrat, selain itu dapat mengurangi enzim fotosintetis yang berfungsi sebagai katalisator dalam fiksasi CO2 dan menurunkan titik kompensasi cahaya (SOPANDI et al., 2003). Produksi hijauan juga menurun seiring bertambahnya taraf naungan, dan produksi tertendah diperoleh pada taraf naungan tertinggi, yaitu pada taraf naungan 4 lapis. Penurunan ini terjadi karena naungan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan morfologi tanaman. Pengaruh naungan itu terlihat dengan berkurangnya jumlah anakan, batang dan perakaran. Selain itu daun akan berukuran lebih kecil dengan kandungan air pada daun yang lebih tinggi (WONG, 1985). Produksi hijauan segar Arachis glabrata tiap panen selama satu tahun, disajikan pada Gambar 1, 2 dan 3. Di sini ditunjukkan bahwa terjadi fluktuasi produksi hijauan pada setiap pemanenan. Fluktuasi ini terjadi diduga disebabkan adanya perubahan musim, sehingga mempengaruhi produksi hijauan. Produksi tertinggi yang dicapai pada interval potong 1 bulan dicapai pada pemanenan ke-8 yang terjadi pada musim hujan (Oktober – November), hasil yang tinggi pada pemanenan ke 8 ini, terjadi pada setiap tingkat naungan. Sedangkan produksi hijauan segar terendah dicapai pada pemanenan ke-5 yang terjadi pada bulan kemarau (Juli), Sedangkan produksi
hijauan tertinggi pada interval potong 2 bulan dicapai pada pemanenan ke-4 dan terendah dicapai pada pemanenan ke-3. Produksi tertinggi tercapai pada musim hujan (Oktober), sedangkan terendah dicapai pada musim kemarau (Juli - Agustus). Produksi hijauan tertinggi pada interval potong tiga bulan dicapai pada pemanenan ke-3 (bulan November) dan terendah dicapai pada pemanenan ke-2 (Agustus). ROMERO et al. (1987) melaporkan bahwa produksi Arachis glabrata yang mendapat interval potong selama 6, 9 dan 12 minggu hasilnya berfluktuasi dikarenakan adanya perubahan musim. Selain itu, fluktuasi produksi hijauan ini diduga terkait dengan kebutuhan air pada tanaman, karena pada musim hujan, air dapat mencukupi kebutuhan tanaman sedangkan pada musim kemarau air yang tersedia kurang. Hal ini sesuai dengan apa yang dilaporkan oleh ABDULLAH (2005) bahwa produksi hijaun pakan tertinggi biasanya diperoleh pada awal musim kemarau dan tertendah pada awal musim hujan. Produksi bahan kering Arachis glabrata tiap panen selama satu tahun digambarkan pada gambar 4, 5 dan 6. Produsi bahan kering pada interval potong 1, 2 dan 3 bulan berfluktuasi setiap pemanenan. Produksi bahan kering pada interval potong 1 bulan tertinggi dicapai pada pemanenan ke-8 (musim penghujan) dan terendah pada pemanenan ke 5 (musim kemarau). Sedangkan produksi tertinggi pada interval potong ke-2 dan ke-3, berturut-turut dicapai pada pemanenan ke-4 dan 3, dan terendah dicapai pada pemanenan ke-3 dan 2. Fluktuasi yang ditunjukkan oleh
Tabel 2. Rataan bobot kering (gram/pot) Arachis glabrata pada berbagai naungan dan interval potong yang berbeda selama 1 tahun Naungan
Interval potong 1 bulan
2 bulan
3 bulan
Rataan (g)
Kontrol (tanpa naungan)
46,3
39,6
52,1
46,0b
Naungan 1 lapis paranet (N 50%)
54,0
65,6
59,8
59,8a
Naungan 2 lapis paranet (N 70%)
24,7
30,0
45,7
33,5b
Naungan 3 lapis paranet (N 80%)
9,8
10,1
13,3
11,1c
Naungan 4 lapis paranet (N 90%)
5,4
4,2
4,2
4,6c
Rataan
28,0
a
29,9
a
35,0
a
N: setara naungan. Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
852
Bobot segar (gram)
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
Naungan
0
5
10
15
Panen ke-
Bobot segar (gram)
Gambar 1. Bobot segar hijauan Arachis glabrata dengan interval potong 1 bulan selama 1 tahun
90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Naungan
0
5
10
Panen ke-
Gambar 2. Bobot segar hijauan Arachis glabrata dengan interval potong 2 bulan selama 1 tahun
853
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Bobot segar (gram)
100,00 Naungan
80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 1
2 3 Panen ke-
4
Gambar 3. Bobot segar hijauan Arachis glabrata dengan interval potong 3 bulan selama 1 tahun
12,00
Bobot kering (gram)
10,00 Naungan 8,00
0 1 2 3 4
6,00 4,00 2,00 0,00
0
5
10
15
Panen keGambar 4. Bobot kering hijauan Arachis glabrata dengan interval potong 1 bulan selama 1 tahun
Bobot kering (gram)
35.00 30.00
Naungan
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Panen ke-
Gambar 5. Bobot kering hijauan Arachis glabrata dengan interval potong 2 bulan selama 1 tahun
854
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
30,00
Bobot kering (gram)
25,00
Naungan
20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 1
2
3
4
Panen keGambar 6. Bobot kering hijauan Arachis glabrata dengan interval potong 3 bulan selama 1 tahun
produksi bahan kering hampir sama dengan produksi bahan segarnya. Hal ini menunjukkan bahwa musim berpengaruh terhadap produksi bahan segar maupun bahan kering hijauan Arachis glabrata. KESIMPULAN Arachis glabrata pada penelitian ini merupakan tanaman toleran naungan karena masih berproduksi tinggi pada naungan 1 lapis paranet (N 50%) atau naungan sedang. Sampai taraf naungan 2 lapis paranet Arachis glabrata masih memungkinkan untuk memproduksi hijauannya, karena pada taraf naungan ini, produksinya tidak berbeda dengan produksi pada tanaman tanpa naungan. Interval potong pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap produksi hijauan Arachis glabrata. Produksinya berfluktuasi setiap pemanenan tergantung kepada musim. DAFTAR PUSTAKA ABDULLAH, L., M.H.K. PANCA DEWI dan H. SOEDARMADI, 2005. Reposisi tanaman pakan dalam kurikulum Fakultas Peternakan. Pros. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 11 – 17.
BAHRUDIN. 2004. Penggunaan taraf naungan dan jenis mulsa untuk meningkatkan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.) varietas Palu. Jurnal Agroland. 11(2): 161 – 167 BOWMAN, A.M. and G.P.M. WILSON. 1996. Persistence and yield of forage peanuts (Arachis spp.) on the New South Wales north coast. Tropical Grassland 30: 402 – 406. GARDNER, F.P., R.B. PEARCE dan R.L. MITCHELL. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. (terjemahan: HERWATI dan SUBIYANTO). U.I. Press, Jakarta. hlm. 205 – 176. GOMEZ, K.A. and A.A. GOMEZ. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Rerearch. 2nd Edition. An International Rice Research Institute Book. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley and Sons, Singapore. LATIF, J. and M.N. MAMAT. 2002. A financial study of cattle integration in oil palm plantations. Oil Palm Industry Economic Journal 2: 34 – 44. PEARCE, R.B., R.H. BROWN and R.E. BLASER. 1987. Photosynthesis in plant communities as influence by leaf angle. Crop Sci. 7: 321 – 324. PRINE, G.M., L.S. DUNAVIN, J.E. MOORE and R.D. ROUSH. 1981.‘Florigraze’ rhizoma peanut, a perennial forage legume. University of Florida Circ. S-275. ROMERO, F., H.V. VAN HORN., G.M. PRINE and E.C. FRENCH. 1987. Effect of Cutting Interval upon Yield, Composition and Digestibility of Florida 77 Alfalfa and Florigraze Rhizoma Peanut. J. Anim. Sci. 65: 786 – 796.
855
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
SCHROTH, G., E. SALAZAR and J.P. DA SILVA JR. 2001. Soil nitrogen mineralization under tree crops and a legume cover crop in multi-strata agroforestry in central Amazonia: spatial and temporal patterns. Expl. Agric. 37: 253 – 267.
WILLIAMS, M.J., A.C. HAMMOND, W.E. KUNKLE and T.H. SPREEN. 1991. Stocker performance on continuously grazed mixed grass rhizoma peanut and Bahia grass pastures. J. Prod. Agric. 4: 19.
SOPANDIE, D., M.A. CHOZIN, S. SASTROSUMARJO, T. JUHAETI dan SAHARDI. 2003. Toleransi padi gogo terhadap naungan. Hayati 10: 71 – 75.
WONG, C.C., M.A. MOHD. SHARUDIN and H. RAHIM. 1985. Shade tollerance potential of some tropical forages for integration in plantations. 2. Legumes. MARDI Research Bulletin 13: 249 – 269.
856