Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENGARUH UMUR PEMOTONGAN TERHADAP KANDUNGAN FRAKSI SERAT HIJAUAN MURBEI (MORUS INDICA L. VAR. KANVA-2) (The Effect of Harvesting Date on Content of Fiber Fractions Mulberry Forage (Morus Indica L. Var. Kanva-2)) HARUN DJUNED, MANSYUR dan HENI BUDI WIJAYANTI Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung, Sumedang km 21 Jatinangor, Sumedang 40600
ABSTRACT An experiment was conducted in order to find out the fiber fraction contents of mulberry forage at five harvesting dates. This three- month study was carried out in the field of farmer group at Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur. This research used an experimental method using a Completely Randomized Design with four replications. Data observed were tested by analysis of variance, followed by the Duncan Multiple Range Test. The results showed that Neutral Detergent Fiber (NDF), Acid Detergent Fiber (ADF), lignin and cellulose content of the mulberry forage were high-significantly affected (P<0.05) by harvesting dates. They were increased as harvesting date increased, while hemicellulose were not significantly affected by harvesting dates. The highest fiber fractions concentration were showed by mulberry forage harvested at 8 weeks. Key Words: Harvesting Date, Fiber Fractions, Mulberry Forage ABSTRAK Suatu percobaan telah dilakukan untuk mengetahui kandungan fraksi serat hijauan murbei pada lima tingkat umur pemotongan. Penelitian ini berlangsung tiga bulan, pada lahan kelompok tani di Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur. Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisis Ragam, sedangkan untuk mengetahui perbedaan yang nyata diantara perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF), Acid Detergent Fiber (ADF), lignin, dan selulosa sangat nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh umur pemotongan. Kandungan NDF, ADF, lignin, dan selulosa tersebut meningkat seiring dengan meningkatnya umur pemotongan, sedangkan kandungan hemiselulosa tidak berbeda nyata pada umur pemotongan yang berbeda. Kandungan fraksi serat tertinggi dari hijauan murbei diperoleh pada umur pemotongan 8 minggu. Kata Kunci: Umur Pemotongan, Fraksi Serat, Hijauan Murbei
PENDAHULUAN Di Indonesia, tanaman murbei (Morus sp) belum populer sebagai tanaman pakan. Daun murbei adalah tanaman perdu yang secara tradisional telah diberikan pada ulat sutera sebagai ransum utamanya. Padahal, jika dilihat dari nutrisi yang dikandungnya, tanaman murbei tergolong tanaman yang baik untuk pakan ternak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanaman murbei memiliki kandungan nutrisi yang sangat baik, seperti kadar protein
kasar yang tinggi, serat kasar yang rendah, total karbohidrat yang tinggi, kandungan mineral yang berada pada kisaran yang cukup, dan kandungan vitamin A yang tinggi. Penelitian langsung terhadap ternak memperlihatkan bahwa tanaman murbei memiliki keunggulan yaitu koefisien cerna dan palatabilitas yang tinggi, kandungan total phenol yang sangat rendah, dan keberadaan taninnya yang tidak terdeteksi sehingga sangat disukai oleh ternak dan relatif aman bila diberikan kepada ternak yang bersangkutan.
859
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Melihat keunggulan tersebut diharapkan tanaman murbei dapat mengurangi penggunaan konsentrat sehingga dapat menekan biaya bahan pakan yang mahal. Tanaman murbei merupakan tanaman yang dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi tropis dan merupakan pakan utama untuk ulat sutera (Bombyx mori) (NORATI, 1996). Padahal melihat kandungan nutrisi seperti disebutkan di atas, tanaman murbei potensial untuk dijadikan pakan ternak seperti ternak ruminansia dan non ruminansia. Produksi murbei bergantung kepada varietas, jenis tanah dan iklim, kepadatan tanaman, tingkat pemupukan, teknik pemanenan, serta umur tanaman. Beberapa penelitian yang dilakukan di luar negeri menunjukkan bahwa produksi tanaman murbei lebih tinggi daripada produksi tanaman pakan (misalnya Alfalfa, rumput Raja, rumput Kikuyu, dan rumput Afrika) sehingga potensial sebagai hijauan makanan ternak. Mutu daun murbei ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya kesuburan tanah, tinggi pemotongan, iklim, pengairan, keadaan geografi, dan umur tanaman. Peningkatan umur tanaman diikuti dengan peningkatan pada produksi dan proporsi batang dan bunga, serta penurunan proporsi daunnya. Disisi lain, peningkatan umur tanaman menyebabkan penurunan kandungan nutrisinya. Penurunan pada proporsi daun dan batang akan berhubungan dengan peningkatan kandungan dinding sel (serat). Peningkatan konsentrasi serat sejalan dengan umur tanaman. Oleh karena itu, semakin tua tanaman maka kandungan seratnya semakin tinggi. Secara umum kualitas hijauan dicerminkan dengan adanya nilai nutrisi yang dikandungnya, beberapa diantaranya adalah kandungan neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), hemiselulosa, selulosa, dan lignin (fraksi serat). Pada tanaman muda umumya kandungan fraksi seratnya rendah. Umur tanaman ditentukan oleh umur pemotongan. Namun, pada tanaman murbei belum ada penelitian umur pemotongan yang paling efisien ditinjau dari kandungan fraksi seratnya. Oleh karena itu, penelitian mengenai bagaimana sebenarnya kandungan fraksi serat tersebut berdasarkan umur pemotongan tanaman murbei sehingga baik untuk diberikan sebagai pakan ternak, misalnya pada
860
pemotongan 4, 5, 6, 7, dan 8 minggu, telah dilaksanakan. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur. Daerah ini mempunyai ketinggian sampai 700 m diatas permukaan laut, dengan suhu ± 27oC serta curah hujan sekitar 3000 mm/tahun. Lahan ini sangat cocok untuk penanaman tanaman murbei khususnya (Morus indica L.). Hijauan murbei yang digunakan berasal dari tegakan yang ada di area tempat penanaman tanaman murbei, pada tegakan seluas 2 ha kemudian dipilih tegakan yang paling homogen untuk penelitian seluas 21 x 9 meter, selanjutnya dapat dibuat jalur penelitian sebanyak 20 baris dengan jarak antar jalur 1 meter. Setiap jalur terdiri dari 6 tanaman murbei dengan jarak antar tanaman 1 meter. Sebelum penelitian dimulai, setiap tanaman dilakukan penyeragaman dengan ketinggian 50 cm. Hal tersebut bertujuan untuk menyeragamkan umur tunas tanaman. Pemotongaan dilakukan pada ketinggian 50 cm di atas permukaan tanah. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan umur pemotongan setiap 4, 5, 6, 7, dan 8 minggu. Tiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga diperoleh total unit percobaan sebanyak 20. Peubah yang diukur meliputi kandungan NDF, ADF, Ligin, hemiselulosa, dan selulosa yang ditentukan melalui analisis Van Soest. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perlakuan terhadap kandungan neutral detergent fiber hijauan murbei Pengaruh perlakuan terhadap rataan kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) dapat dilihat lebih lanjut pada Tabel 1. Rataan dari kandungan NDF hijauan murbei berturutturut pada tiap-tiap perlakuan yaitu pada perlakuan 4 minggu (25,23%), 5 minggu (23,86%), 6 minggu (28,77%), 7 minggu (32,98%), dan 8 minggu (38,68%).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 1. Rataan kandungan NDF hijauan murbei pada berbagai umur pemotongan Ulangan
Perlakuan (umur) 1 (minggu) 4
2
Rataan 3
4
………………………………… % ……………….……………….. 24,70
25,75
24,75
25,72
25,23 d 23,86 d
5
23,24
25,92
23,62
22,67
6
29,31
28,37
26,81
30,60
28,77 c
7
32,91
33,12
32,19
33,70
32,98 b
8
38,57
36,77
41,35
38,05
38,68 a
Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan adanya perbedaan pengaruh perlakuan (P<0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yaitu umur pemotongan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan NDF pada hijauan murbei tersebut. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan, kandungan NDF pada perlakuan umur pemotongan 4 dan 5 minggu tidak berbeda nyata, walaupun nilai rataan pada perlakuan 5 minggu lebih kecil daripada perlakuan 4 minggu. Hal ini kemungkinan karena umur hijauan antara 4 dan 5 minggu belum terjadi peningkatan lignifikasi yang intensif. Sehubungan dengan perkembangan kedewasaan (umur tanaman) suatu hijauan, maka akan terjadi pula peningkatan pada konsentrasi seratnya. Pada umur 6 minggu, kandungan NDF dari hijauan murbei lebih rendah daripada umur 7 minggu. Sama halnya dengan umur 4 dan 5 minggu, peningkatan NDF tersebut disebabkan karena umur pemotongan yang sejalan dengan konsentrasi serat. Penelitian mengenai murbei yang dilakukan oleh SAADUL et al. (2003) di Malaysia memperlihatkan bahwa hijauan murbei spesies Morus alba yang dipangkas 3 minggu memiliki kandungan NDF sebesar 30,5%. Sedangkan pada umur pemotongan 7 minggu kandungan NDF-nya meningkat menjadi 45,2%. Jika dibandingkan dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh penulis, ternyata kandungan NDF hijauan murbei dari penelitian mereka pada umur 3 minggu (30,5%) setara dengan kandungan NDF dari penelitian penulis pada umur pemotongan 7 minggu (32,98%). Dari data tersebut maka dapat dinyatakan bahwa pada perlakuan 8 minggu kandungan NDF dalam hijauan murbei sangat tinggi dan
akan semakin tinggi dengan peningkatan umur hijauan tersebut. Pernyataan ini juga didukung pendapat SAADUL et al. (2003), bahwa terlihat semakin tua umur tanaman, NDF-nya makin meningkat. Hal inilah yang kemudian dapat menurunkan kualitas hijauan murbei tersebut. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan acid detergent fiber hijauan murbei Pengaruh perlakuan umur pemotongan terhadap kandungan Acid Detergent Fiber (ADF) hijauan murbei dapat dilihat pada Tabel 2. Rataan ADF berturut-turut pada masingmasing perlakuan yaitu pada perlakuan 4 minggu (21,63%), 5 minggu (19,71%), 6 minggu (24,76%), 7 minggu (27,93%), dan 8 minggu (33,68%). Hasil analisis ragam memperlihatkan keseluruhan perlakuan menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kandungan ADF. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa umur pemotongan secara umum berpengaruh terhadap kandungan fraksi serat suatu hijauan khususnya kandungan ADF. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan memperlihatkan bahwa perlakuan umur pemotongan yang ke 8 minggu (P8) menghasilkan kandungan ADF yang tertinggi yang kemudian diikuti perlakuan umur pemotongan lainnya. Seperti halnya NDF, perlakuan 5 dan 4 minggu juga tidak berbeda nyata terhadap kandungan ADF hijauan murbei, dimana hasil rataannya sangat rendah dibandingkan yang lainnya. Hal ini kemungkinan karena umur hijauan tersebut yang muda sehingga belum banyak terjadi
861
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 2. Rataan kandungan ADF hijauan murbei pada berbagai umur pemotongan Ulangan
Perlakuan (umur) 1 (minggu)
2
Rataan 3
4
…………………………………. % ………………………………..
4
22,34
20,31
22,46
21,40
21,63 d
5
18,22
21,64
20,06
18,91
19,71 d
6
26,21
25,60
20,55
26,68
24,76 c
7
28,20
27,83
26,60
29,08
27,93 b
8
33,56
33,05
37,23
30,89
33,68 a
Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan adanya perbedaan pengaruh perlakuan (P<0,05)
lignifikasi. Dengan demikian, kualitas hijauan tersebut masih tinggi. Berdasarkan penelitian SAADUL et al. (2003), pada umur pemotongan 5 minggu didapat kandungan ADF sebesar 28,9 % kemudian meningkat pada umur pemotongan 7 minggu menjadi 34,8%, sedangkan jika melihat hasil penelitian ini, kandungan ADF pada 5 minggu tersebut hampir setara dengan kandungan ADF umur pemotongan 7 minggu. Pengaruh perlakuan umur pemotongan yang semakin tinggi yang menyebabkan peningkatan kandungan ADF hijauan murbei. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan GIVENS et al. (2000), bahwa semakin tinggi umur tanaman maka komponen dinding sel suatu hijauan akan semakin tinggi. Selain itu, jika melihat grafik pada umur pemotongan 4 dan 5 minggu ternyata kualitasnya belum memberikan perubahan yang berarti karena kandungan ADF-nya tidak berbeda nyata. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan lignin hijauan murbei Pengaruh perlakuan umur pemotongan terhadap rataan kandungan lignin hijauan murbei dapat dilihat pada Tabel 3. Rataan kandungan lignin hijauan murbei yang dihasilkan berturut-turut pada perlakuan 4 minggu (2,81%), 5 minggu (2,63%), 6 minggu (2,77%), 7 minggu (2,64%) dan 8 minggu (3,56%). Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0.05) dari perlakuan terhadap kandungan lignin hijauan murbei. Dapat dilihat bahwa pada perlakuan 8 minggu
862
memiliki rataan kandungan lignin yang paling tinggi dari perlakuan yang lainnya. Hal ini mungkin disebabkan karena pada perlakuan tersebut umur hijauannya sudah tua sehingga tingkat lignifikasinya tinggi dan menyebabkan kandungan ligninnya juga tinggi. dan pada akhirnya hijauan tersebut akan sulit dicerna oleh ternak. Pada umumnya, hijauan yang mengandung lignin itu akan sulit dicerna karena lignin adalah bagian serat yang paling tahan terhadap serangan mikroorganisme sehingga hanya sedikit sekali yang dapat dicerna (ANGGORODI, 1994). Oleh karena itu, hijauan yang kandungan ligninnya tinggi akan sangat sulit untuk dicerna. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan 5 minggu menghasilkan kandungan lignin terendah namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 4, 6, dan 7 minggu. Perbedaan yang nyata terjadi pada perlakuan ke-8 minggu dimana kandungan lignin yang dihasilkan tinggi. Hal ini kemungkinan akibat dari faktor umur tanaman seperti yang terjadi pada NDF maupun ADF. Dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan hijauan murbei dengan kandungan lignin yang rendah, dapat dilakukan pemangkasan pada umur kurang dari 8 minggu. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan selulosa hijauan murbei Pengaruh perlakuan umur pemotongan terhadap rataan kandungan selulosa hijauan murbei dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rataan kandungan selulosa yang dihasilkan dari tiap-
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 3. Rataan kandungan lignin hijauan murbei pada berbagai umur pemotongan Ulangan
Perlakuan (umur) 1 (minggu)
2
Rataan 3
4
…………………………..…..… % ……….………………………..
4
2,63
2,64
2,98
2,99
2,81 b
5
2,73
2,68
2,40
2,73
2,63 b
6
2,82
2,74
2,96
2,56
2,77 b
7
2,50
2,46
2,81
2,80
2,64 b
8
3,63
4,06
4,16
3,38
3,56 a
Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan adanya perbedaan pengaruh perlakuan (P<0,05)
Tabel 4. Rataan kandungan selulosa hijauan murbei pada berbagai umur pemotongan Ulangan
Perlakuan (umur) 1 (minggu)
2
Rataan 3
4
………………………………… % ……………………….………..
4
19,41
19,08
19,52
19,43
19,36 c
5
16,53
18,38
16,64
16,00
16,89 d
6
23,30
22,29
24,11
25,34
23,76 b
7
25,72
23,60
23,77
25,29
24,59 b
8
30,26
29,28
32,82
28,12
30,12 a
Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan adanya perbedaan pengaruh perlakuan (P<0,05)
tiap perlakuan berbeda-beda dengan hasil akhir dari analisis varians yaitu sangat berbeda nyata, dimana berturut-turut pada perlakuan 4 minggu (19,36%), 5 minggu (16,89%), 6 minggu (23,76%), 7 minggu (24,59%), dan 8 minggu (30,12%). Hasil analisis ragam yang dilakukan pada kandungan selulosa hijauan murbei memperlihatkan adanya perlakuan yang berpengaruh nyata (P<0,05). Hal ini pada dasarnya sama dengan pengaruh perlakuan yang terjadi pada kandungan NDF maupun ADF, dimana umur pemotongan merupakan faktor utama dalam menentukan tinggirendahnya kandungan fraksi serat pada hijauan murbei. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan rataan kandungan selulosa yang mendapatkan perlakuan umur pemotongan pada 8 minggu nyata lebih tinggi daripada perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan adanya peningkatan lignifikasi pada dinding sel, sehingga kandungan selulosanya pun meningkat dan pada akhirnya kualitas hijauan
akan menurun. Sejalan dengan umur pemotongan kandungan selulosa secara umum tinggi, tetapi tidak nyata perbedaannya pada umur 8 minggu. Data yang ada memperlihatkan pengaruh perlakuan pada kandungan selulosa, yang mana semakin tinggi umur tanaman maka semakin tinggi kandungan selulosa hijauan tersebut. Selulosa merupakan bagian serat yang sulit dicerna (VAN SOEST, 1982), sehingga penting untuk memperoleh hijauan dengan kandungan selulosa yang rendah. Oleh karena itu, untuk memperoleh hijauan dengan kualitas dan kecernaan yang tinggi sebaiknya hijauan murbei dipangkas sebelum umur 8 minggu. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan hemiselulosa hijauan murbei Tabel rataan pengaruh perlakuan umur pemotongan terhadap kandugan hemiselulosa hijauan murbei dapat dilihat pada Tabel 5.
863
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 5. Rataan kandungan hemiselulosa hijauan murbei pada berbagai umur pemotongan Ulangan
Perlakuan (umur) 1 (minggu)
2
Rataan 3
4
………………………………… % ………………….……………..
4
2,60
5,44
2,29
4,32
3,60
5
5,02
4,28
3,56
3,76
4,15
6
3,10
2,77
6,26
3,92
4,01
7
4,71
5,29
5,59
4,62
5,05
8
5,01
3,72
4,12
7,16
5,00
Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa tidak adanya pengaruh dari perlakuan terhadap kandungan hemiselulosa. Untuk melihat perbedaan antara perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan, kandungan hemiselulosa hijauan murbei yang mendapatkan perlakuan umur pemotongan tidak berbeda nyata atau perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap kandungan hemiselulosa hijauan murbei. Hal ini mungkin disebakan karena hemiselulosa paling dapat dicerna dibandingkan fraksi lainnya sehingga memiliki kecernaan yang lebih tinggi. Pernyataan tadi didukung VAN SOEST (1982), bahwa hemiselulosa merupakan komponen serat yang lebih mudah dicerna dibandingkan selulosa, sehingga kecernaannya ini erat kaitannya dengan selulosa dan tidak berkaitan dengan lignifikasi. Oleh karena itu, dengan semakin tuanya umur hijauan murbei, kandungan hemiselulosanya akan tidak berbeda nyata karena tingkat lignifikasinya rendah. Secara umum kandungan hemiselulosa hijauan murbei memiliki tipe pola perubahan yang tidak tetap pada berbagai umur pemotongan. Hal ini karena kandungan hemiselulosa memang dipengaruhi oleh umur pemotongan namun tidak nyata perbedaannya. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Umur pemotongan meningkat sejalan dengan bertambahnya kandungan fraksi serat, kecuali hemiselulosa hijauan murbei. 2. Kandungan NDF, ADF, selulosa, dan lignin tertinggi dicapai pada umur pemotongan 8
864
minggu, dan selisih umur 7 minggu sangat signifikan. 3. Kandungan NDF, ADF, selulosa, dan lignin meningkat seiring dengan umur pemotongan, namun masih dalam kisaran layak untuk ternak ruminansia. 4. Kualitas hijauan yang cukup baik masih dapat diperoleh sampai dengan umur pemotongan 7 minggu. DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. hlm. 33−54. GIVENS. D.I., E. OWEN., R.F.E. AXFORD and H.M. OMED. 2000. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. CABI Publishing, Wallingford, UK. pp. 281−295. NORATI. 1996. Pengaruh Pemberian Dua Jenis Daun Murbei (M. cathayana dan M. alba Var. Kanva-2) Terhadap Aspek Bioekologi dan Mutu Kokon yang Dihasilkan. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. SAADUL, D., Z.A. JELAN, J.B. LIANG and R.A. HALIM. 2003. The Production Potentials of Morus alba as an Animal Feed: The Effect of Harvest Stage on Yield, Persistence and Nutritional Properties. Proc. 25th Malaysian Soc. Anim. Prod. Conf. 1−3 August 2003. pp. 3−52. VAN SOEST, P.J. 1982. Nutritional Ecology of the Ruminant. O & B Books, Inc. Oregon, U. S. A. pp. 26−34; 61−67; 82−93 and 301−388.