PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS DAUN MURBEI (Morus spp.) TERHADAP PERTUMBUHAN ULAT SUTERA Attacus atlas L.
IFFATI LISTIARANI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRAK IFFATI LISTIARANI. Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Daun Murbei (Morus spp.) terhadap Pertumbuhan Ulat Sutera Attacus atlas L. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan FX. KOESHARTO. Attacus atlas adalah salah satu jenis ulat sutera liar yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan ulat sutera domestik Bombyx mori. Attacus atlas merupakan serangga polifag yang substrat pakannya tidak hanya berasal dari satu jenis tumbuhan, namun dapat berasal dari beberapa jenis tanaman bahkan yang berbeda famili. Sehingga terdapat kemungkinan pohon murbei (Morus sp.) yang merupakan pakan utama ulat sutra domestik (B. mori) dapat digunakan sebagai pakan A. atlas. Tujuan penelitian ini adalah membiasakan ulat Attacus atlas dengan daun murbei (Morus spp.) sebagai pakannya serta mengetahui pengaruh pemberian beberapa jenis daun murbei (Morus spp.) terhadap pertumbuhan dan siklus hidup A. atlas. Kokon yang digunakan berasal dari kebun teh di Purwakarta. Telur fertil hasil perkawinan imago A. atlas kemudian ditetaskan. Larva instar 1 kemudian diberi pakan dengan empat jenis daun murbei yaitu Morus multicaulis, M. alba var. Kanva 2 , M. cathayana dan M. bombycis var. Lembang. Seluruh ulat yang dipelihara tidak ada yang dapat menyeselaikan siklus hidupnya. Ulat yang diberi pakan daun M. alba var. Kanva 2 hanya bertahan sampai instar 1 dan tidak dapat berganti kulit. Ulat dengan pakan M. multicaulis bertahan sampai instar 2. Ulat dengan pakan M. catahayana dan M. bombycis var. Lembang bertahan sampai instar 3. Persentase keberhasilan hidup tertinggi dicapai ulat dengan pakan daun M. bombycis var. Lembang yaitu sebesar 56,63% pada instar 1 dan 7,80% pada instar 2. Kata kunci : Attacus atlas, daun murbei, pertumbuhan ulat
ABSTRACT IFFATI LISTIARANI. Effect of Feeding Some Kinds of Mulberry Leaves (Morus spp.) to the Growth of Wild Silkmoth Attacus atlas L. Under supervision of DEDY DURYADI SOLIHIN and FX KOESHARTO. Attacus atlas is one of wild silkmoth which has higher economic value than domestic silkmoth Bombyx mori. Attacus atlas is polyfage insect which means it has more host plants even from different family. So, there is possibility that mulberry plant can use as food plant for A. atlas. This study aimed to customize feeding on A. atlas with mulberry leaves as feed and to know the effect of feeding with kinds of mulberry leaves to the growth and life cycle of A. atlas. The cocoon was collected from tea plantation in Purwakarta. Fertile eggs from mating imago was hatched. First instar was fed with four kinds of Mulberry leaves such Morus multicaulis, M. alba var. Kanva 2, M. cathayana and M. bombycis var. Lembang. All of reared larvas could not complete its life cycle. Larval fed with M. alba var. Kanva 2 only survived until first instar and could not moult. Larval fed with M. multicaulis survived until second instar. Larval fed with M. cathayana and M. bombycis var. Lembang survived until third instar. The highest percentages of survival had been achieve by larva fed with M. bombycis var. Lembang, that were 56,63% for first instar and 7,80% for second instar. Keyword : Attacus atlas, mulberry leaves, larval growth
PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS DAUN MURBEI (Morus spp.) TERHADAP PERTUMBUHAN ULAT SUTERA Attacus atlas L.
IFFATI LISTIARANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Nama NIM
: Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Daun Murbei (Morus spp.) terhadap Pertumbuhan Ulat Sutera Attacus atlas L. : Iffati Listiarani : G34104039
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA NIP 19561102 198403 1 003
Dr. drh. FX Koesharto NIP 19440727 197106 1 001
Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. drh. Hasim, DEA NIP 19610328 198601 1 002
Tanggal Lulus :
PRAKATA Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan kemudahan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema penelitian penulis adalah usaha budidaya sutera liar, dengan judul Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Daun Murbei (Morus spp.) terhadap Pertumbuhan Ulat Sutera Attacus atlas L.. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Desember 2008 di Laboratorium Biologi Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan di Kebun Percobaan IPB Unit Lapangan Sukamantri, Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Bapak Dr. drh. FX Koesharto selaku pembimbing atas arahan dan bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terimakasih juga kepada Pak Acha dan Pak Hudaya atas bantuannya selama pemeliharaan di Sukamantri. Terimakasih kepada Pak Nursana, Pak Noni dan Pak Roni atas bantuannya dalam pencarian kokon di Purwakarta. Terimakasih kepada Tina, Disti, Acid, Yadi, Bu Naneh, Bu Septi, Mbak Andri, Pak Heri dan seluruh anggota Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB IPB. Tak lupa terimakasih untuk keluarga Bioniq, Nuril, Rina, Riana, Zuni, Melput, Dian Fu, Winda, Ati, Mpuss, Dyna, Banon, Lila dan seluruh teman-teman tercinta di Biologi 41 atas segala bantuan yang diberikan serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Karya ilmiah ini penulis persembahkan untuk almarhumah Eyang Putri, Bapak, Ibu, Hanif, Afi dan seluruh keluarga besar di Semarang. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Iffati Listiarani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 14 Oktober 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Listiyanto dan Tresnowati Kusuma Dewi. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra (YPVDP) dan lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Koperasi Mahasiswa (Kopma) IPB pada tahun 2004-2005, anggota Wahana Muslim Himpunan Mahasiswa Biologi (WMHimabio) pada tahun 2005-2007 dan sebagai sekretaris Badan Pengawas Himabio periode 2005-2006. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Tumbuhan pada tahun 2006-2008 dan Ekologi Dasar Program Studi Teknik Menejemen Lingkungan pada tahun 2008. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di PT Saka Farma Laboratories Semarang dari bulan Juli sampai Agustus 2007 dengan judul Pengawasan Mutu Produk Obat di PT Saka Farma Laboratories.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii PENDAHULUAN .................................................................................................... 1 Latar Belakang........................................................................................................................ 1 Tujuan .................................................................................................................................... 2 BAHAN DAN METODE ........................................................................................... 2 Waktu dan Tempat.................................................................................................................. 2 Alat ........................................................................................................................................ 2 Bahan ..................................................................................................................................... 2 Metode ................................................................................................................................... 2 Koleksi telur Attacus atlas .................................................................................................. 2 Desinfeksi ruang dan alat.................................................................................................... 3 Pemeliharaan ulat ................................................................................................................ 3 Pemberian pakan ................................................................................................................. 3 Parameter yang diamati ....................................................................................................... 3 HASIL................................................................................................................... 3 Pengukuran Suhu dan Kelembaban ......................................................................................... 3 Jumlah Ulat selama Pemeliharaan ........................................................................................... 3 Lama hidup Ulat ..................................................................................................................... 4 Waktu yang dibutuhkan untuk pergantian instar....................................................................... 4 Daya Tahan Hidup Ulat........................................................................................................... 5 Gejala Kematian ..................................................................................................................... 5 PEMBAHASAN ...................................................................................................... 5 SIMPULAN ............................................................................................................ 8 SARAN ................................................................................................................. 8 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 8 LAMPIRAN.............................................................................................................................. 10
DAFTAR TABEL 1
Halaman Jumlah ulat selama pemeliharaan (ekor) ............................................................................... 4
2
Rata-rata lama hidup tiap instar (hari) dan jumlah ulat tiap instar (ekor) pada berbagai perlakuan....................................................................................................... 4
3
Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk pergantian instar (hari) dan jumlah ulat yang berhasil molting (ekor) pada berbagai perlakuan ................................... 5
4
Hubungan jenis pakan dengan persentase keberhasilan hidup saat pergantian instar ............... 5
5
Hasil analisis proksimat empat jenis daun murbei (dalam %) ................................................ 6
DAFTAR GAMBAR
1
Halaman Morfologi empat jenis daun murbei (a) M. multicaulis, (b) M. bombycis var. Lembang, (c) M. alba var. Kanva 2, (d) M. cathayana ........................................................................... 1
2
Ulat Attacus atlas (A) instar 1, (B) instar 2, (C) instar 3........................................................ 5
3
Gejala kematian ulat Attacus atlas (A) ulat mengkerut dan berwarna coklat, (B) ulat menggulung, (C) ulat mengeluarkan lendir ............................................................. 5
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Data kondisi suhu dan kelembaban lingkungan percobaan periode 1 ................................... 11
2
Data kondisi suhu dan kelembaban lingkungan percobaan periode 2 ................................... 12
3
Data jumlah ulat instar 1 per hari dengan pemberian pakan M. multicaulis .......................... 13
4
Data jumlah ulat instar 2 per hari dengan pemberian pakan M. multicaulis........................... 13
5
Data jumlah ulat instar 1 per hari dengan pemberian pakan M. Kanva var. Kanva 2 ............. 14
6
Data jumlah ulat instar 1 per hari dengan pemberian pakan M. cathayana............................ 14
7
Data jumlah ulat instar 2 per hari dengan pemberian pakan M. cathayana............................ 15
8
Data jumlah ulat instar 3 per hari dengan pemberian pakan M. cathayana............................ 15
9
Data jumlah ulat instar 1 per hari dengan pemberian pakan M. bombycis var. Lembang ...... 15
10 Data jumlah ulat instar 2 per hari dengan pemberian pakan M. bombycis var. Lembang ....... 16 11 Data jumlah ulat instar 3 per hari dengan pemberian pakan M. bombycis var. Lembang ....... 17
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Attacus atlas merupakan jenis ulat sutra liar yang umum dikenal sebagai kupukupu gajah, termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Insekta, subkelas Pterygota, ordo Lepidoptera, subordo Ditrysia, famili Saturniidae, subfamili Saturninae dan genus Attacus (Peigler 1989). Attacus atlas mengalami metamorfosis sempurna, melewati fase telur, larva, pupa, dan imago. Jenis ini mudah dikenali disebabkan sayapnya berukuran besar dan corak sayap yang menarik. Ngengat Attacus tersebar di daerah hutan tropis dan sub tropis. Attacus atlas menghasilkan serat sutra yang mirip dengan ulat sutra Bombyx mori. Jenis ini berpotensi menghasilkan benang sutra yang bernilai ekonomi tinggi. Di desa Karangtengah Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, telah dikembangkan jenis ulat sutra liar A. atlas. Hasil kepompong ulat dijadikan benang dan kerajinan. Hasil produk ini telah diekspor ke Jepang (www.bapeda.pemda-diy.go.id). Attacus atlas merupakan serangga polifag, yang substrat pakannya tidak hanya berasal dari satu tumbuhan inang, namun dapat berasal dari beberapa jenis tanaman, baik yang masih berkerabat atau tidak. Di pulau Jawa ditemukan sekitar 40 jenis tumbuhan inang A. atlas. Jenis pohon yang dilaporkan sebagai tanaman inang A. atlas antara lain pohon teh, kina, dadap, mangga, jeruk, avokad dan lada (Kalshoven 1981). Penelitian Mulyani (2008) menggunakan pohon sirsak, jarak dan kaliki sebagai pakan A. atlas. Pakan ulat dari famili Saturniidae umumya merupakan jenis pohon decidous. Melihat karakter A. atlas yang merupakan serangga polifag, terdapat kemungkinan bahwa pohon murbei (Morus sp) yang merupakan pakan utama ulat sutra yang sudah dibudidayakan (Bombyx mori) dapat digunakan sebagai pakan A. atlas. Murbei termasuk marga Morus dari keluarga Moraceae, ordo Urticales, kelas Dicotyledonae. Berdasarkan morfologi bunga marga Morus dipilah-pilah menjadi 24 jenis yang kemudian ditambah dengan lima jenis lagi. Tumbuhan ini berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m dpl. dan memerlukan cukup sinar matahari. Tanaman murbei yang sudah dibudidayakan menyukai daerah dengan pH tanah yang cukup basa ( pH> 6,5) seperti di lereng gunung, daerah berkapur dan tanah yang
berdrainase baik. Murbei termasuk jenis pohon, tinggi sekitar 9 m, percabangan banyak, cabang muda berambut halus (Samsijah 1974) . Namun karena seringnya pemangkasan maka tanaman ini terlihat seperti jenis perdu. Daunnya tunggal, letak berseling, bertangkai yang panjangnya sekitar 4 cm. Helai daun bulat telur sampai berbentuk jantung, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip agak menonjol, permukaan atas dan bawah kasar, panjang 2,5 - 20 cm, lebar 1,5 - 12 cm, warnanya hijau (Andadari & Prameswari 2005). Jenis-jenis murbei diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan warna bunga, kuncup, tunas, daun dan lain-lain. Bentuk yang khas dari daun adalah daun berlekuk dan daun utuh. Daun berlekuk selanjutnya diklasifikasikan dalam berbagai kategori, tergantung jumlah lekukan. Menurut Atmosoedarjo et al. (2000), di Indonesia ditemukan beberapa jenis murbei yang dapat tumbuh dengan baik antara lain: Morus nigra, M. alba, M. bombycis var. Lembang yang merupakan murbei lokal dan M. multicaulis, M. australis, M. alba var. macrophylla, dan M. cathayana yang merupakan murbei impor. Jenis yang banyak ditanam dan digunakan sebagai pakan ulat sutra di Indonesia adalah Morus nigra dan M. multicaulis. Namun, proses adaptasi dan kecocokan beberapa jenis/varietas murbei bergantung pada kondisi lingkungan masing-masing daerah. Empat jenis murbei berikut ini memiliki penampilan fenotipik yang berbeda sehingga dapat dicoba untuk pakan Attacus atlas (Gambar 1).
a
b
c
d
Gambar 1 Morfologi empat jenis daun murbei (a) M. multicaulis, (b) M. bombycis var. Lembang, (c) M. alba var. Kanva 2, (d) M. cathayana.
Morus multicaulis memiliki bentuk helaian daun yang rata dan berbentuk telur,
2
pinggiran daunnya bergigi sampai bergeraji tidak teratur, ukurannya besar dan permukaan atas helaian daun sangat mengilap dan berkerut. Bentuk helaian daun M. Alba rata, berlekuk dan berbentuk telur memanjang, pinggiran daun beringgit, bergigi tidak teratur ukuran daunnya ada yang besar dan kecil. Morus cathayana helaian daunnya berbentuk rata atau berlekuk, pinggiran daun beringgit, bergigi dengan ukuran daun besar dan permukaan atas daun mengilap. Sedang M. bombycis daunnya berbentuk bulat telur, ujung meruncing dan tepi daun bercangap serta permukaan daunnya halus (Katsumata 1964). Pemberian murbei untuk pakan Attacus atlas perlu dilakukan melihat beberapa keunggulan tanaman murbei. Salah satu keunggulan tanaman murbei adalah mudah dibudidayakan, ketersediaannya melimpah dan jumlah daunnya banyak sehingga mudah untuk menyiapkan pakan ulat. Selain itu tanaman murbei dapat tumbuh pada daerah dataran tinggi (ketinggian 700m dpl atau lebih) atau didataran rendah yang cukup sejuk. Penanaman murbei ini lebih mudah dibanding dengan penanaman pohon tahunan yang menjadi pakan Attacus atlas misalnya sirsak, kedondong, mangga dan lain-lain. Daun murbei mengandung karbohidarat, lemak, protein dan zat lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera. Selama tahap awal pertumbuhan, larva membutuhkan suplai air, karbohidrat dan garam inorganik dalam jumlah besar. Protein dibutuhkan pada tiap fase perkembangan dan saat pembentukan serat sutera. Karbohidrat digunakan sebagai sumber energi untuk pembentukan lipid dan asam amino (Hamamura 2001). Hasil analisis proksimat empat jenis daun murbei (Morus multicaulis, M. cathayana, M. alba var. Kanva 2,dan M. bombycis var. Lembang) menunjukkan kandungan air sebanyak 71-73%, protein 2124.5%, lemak 3.5-4.5% dan karbohidrat 4146% (Wageansyah 2007). Menurut Hamamura (2001) substansi yang terkandung dalam daun murbei yaitu asetilkolin, asam klorogenik, asam polifenolik, minyak dan asam lemak memegang peranan penting dalam pertumbuhan ulat sutra. Asetilkolin berperan dalam proses pergantian kulit (molting) tiap tahap instar. Kekurangan asetilkolin menyebabkan larva tidak dapat memasuki tahap pergantian kulit pertama. Asam klorogenik merupakan promotor
pertumbuhan ulat sutera. Seperti halnya asam polifenolik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan larva. Komponen lain yang penting dalam pertumbuhan ulat sutera adalah asam lemak yang berperan dalam proses metabolisme. Terdapat delapan jenis asam lemak yang terkandung dalam daun murbei yaitu : asam laurat, asam miristik, asam palmitat, asam vaksenik, asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Mengacu beberapa pertimbangan diatas, maka pemberian daun murbei sebagai pakan Attacus atlas merupakan salah satu langkah awal upaya domestikasi Attacus atlas. Namun upaya untuk membiasakan Attacus atlas terhadap pakan murbei harus berlangsung sampai beberapa generasi. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk membiasakan ulat Attacus atlas dengan daun murbei (Morus spp.) sebagai pakannya serta mengetahui pengaruh pemberian pakan daun beberapa spesies Murbei (Morus spp.) terhadap pertumbuhan dan siklus hidup Attacus atlas agar dapat dikembangkan lebih lanjut.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2008 sampai Januari 2009. Penelitian ini meliputi tahapan koleksi telur yang dilaksanakan di Laboratorium Biologi Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan tahapan pemeliharaan ulat yang dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Unit Lapangan Sukamantri, Bogor. Alat Alat-alat yang digunakan antara lain: cawan Petri besar untuk pemeliharaan ulat kecil, toples kaca dan wadah plastik untuk pemeliharaan ulat besar, termometer, higrometer, kandang kasa imago Attacus atlas dan alat-alat lain yang umum digunakan di Laboratorium. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: ulat sutera Attacus atlas dan empat jenis daun murbei yaitu, M. multicaulis, M. cathayana, M. alba var. Kanva 2, dan M. bombycis var. Lembang. Untuk pemeliharaan digunakan kaporit, kapur tohor, alkohol 70 % dan formalin 4 %. Metode Koleksi Telur Attacus atlas
3
Kokon Attacus atlas yang berasal dari Purwakarta dikumpulkan dari pohon teh. Kokon tersebut kemudian diletakkan pada kandang kasa besar berukuran 60cm x 60cm x75cm untuk perkembangan dan kemunculan imago. Imago jantan dan betina kemudian dipasangkan dan dipindahkan ke kandang kasa kecil yang berukuran 40cm x 40cm x 50cm. Setelah pasangan imago kawin, telur yang fertil dikumpulkan di cawan Petri. Desinfeksi Ruang dan Alat Sebelum proses pemeliharaan ulat sutera dimulai (telur atau ulat masuk kandang), ruangan dibasuh dan didesinfeksi menggunakan larutan kaporit. Untuk menjaga kesterilan ruangan dan mencegah masuknya bibit penyakit dari luar, tangan harus dicuci dengan larutan desinfektan (kaporit), dibilas dengan air dan dikeringkan dengan lap. Pemeliharaan ulat Setelah telur menetas, segera diberi pakan sesuai perlakuan yang telah ditentukan yaitu dengan pemberian empat jenis daun murbei, M. multicaulis (MM), M. cathayana (MC), M. alba var. Kanva-2 (MK), dan M. bombycis var. Lembang (ML). Hari penetasan ulat Attacus atlas tidak seragam, karena itu pemeliharaan disesuaikan dengan hari telur menetas. Pemberian pakan Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu, pada pukul 08:00, 12:00, dan 15:00 (Rustini 2002). Instar 1 dan 2 diberi pakan daun yang telah dirobek-robek menjadi potongan kasar, sedangkan ulat instar 3 diberi daun utuh. Parameter Yang Diamati Pengukuran Suhu dan Kelembaban Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan tiga kali sehari bersamaan dengan waktu pemberian pakan. Suhu diukur dengan menggunakan termometer alkohol dan kelembaban diukur dengan menggunakan higrometer. Jumlah Ulat pada Tiap Fase Instar Jumlah ulat pada awal instar (n) pada instar 1 dihitung setelah telur menetas dan diberi perlakuan pakan. Sedangkan jumlah ulat pada awal instar (n) untuk periode selanjutnya dihitung setelah ulat mengalami molting. Jumlah ulat pada akhir instar (n’) dihitung dari jumlah ulat yang dapat bertahan hidup dan berhasil berganti kulit. Lama hidup Ulat Lama hidup ulat dihitung sehari setelah telur menetas sampai hari kematian ulat terakhir pada tiap fase pergantian instar, kemudian dirata-rata.
Waktu yang dibutuhkan untuk pergantian instar Waktu yang dibutuhkan untuk pergantian instar 1 ke instar 2 mulai dihitung sehari setelah telur menetas sampai ulat mengalami molting pertama. Perkembangan selanjutnya juga dihitung sehari setelah ulat mengalami molting pertama sampai molting selanjutnya. Daya Tahan Hidup Ulat Pengamatan terhadap daya tahan hidup ulat dilakukan dengan cara menghitung jumlah ulat yang mati atau tidak normal pada setiap akhir instar. Penghitungan dilakukan dengan rumus: p-q Daya tahan hidup = x 100% ulat per instar p p : Jumlah ulat awal instar ke-i q : Mortalitas ulat akhir instar ke-i Gejala Kematian Pengamatan gejala didasarkan pada pengamatan sebelum mengalami kematian.
kematian fisik ulat
HASIL Pengukuran Suhu dan Kelembaban Pemeliharaan ulat Attacus atlas dilakukan selama dua periode. Periode pertama dilaksanakan bulan September sampai Oktober 2008 dan periode kedua pada bulan Desember 2008. Pada bulan September- Oktober 2008, kisaran suhu pagi hari berkisar antara 23-25 oC dengan kisaran kelembaban antara 80-92 %. Suhu siang hari berkisar antara 26-28 oC dengan kelembaban 68-80%. Sore hari suhu berkisar antara 25-27 o C dengan kelembaban 69-81% (Lampiran 1). Pada periode kedua, bulan Desember 2008 suhu pagi hari berkisar antara 23-24 oC dengan kisaran kelembaban antara 90-96%. Suhu siang hari berkisar antara 24-26 oC dengan kelembaban 78-95%. Sore hari suhu berkisar antara 24-25 oC dengan kelembaban 80-96 %(Lampiran 2). Jumlah Ulat selama Pemeliharaan Jumlah ulat yang digunakan pada tiap perlakuan tidak sama (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh tidak seragamnya hari penetasan telur dan jumlah telur yang menetas juga berbeda.
4
Tabel 1 Jumlah ulat selama pemeliharaan (ekor) Pakan Instar 1 Instar 2 Instar 3 n n’ n n’ n n’ MK 282 0 MM 257 64 64 0 MC 357 54 52 2 2 0 ML 249 141 141 11 11 0 Keterangan : n = jumlah ulat pada awal instar n’= jumlah ulat pada akhir instar
Lama hidup Ulat Hasil yang didapat selama pemberian pakan ulat Attacus atlas dengan empat jenis daun murbei menunjukkan bahwa ulat yang diberi pakan dengan daun M. alba var. Kanva 2 (MK) hanya dapat bertahan selama
ke sepuluh (Lampiran 5) dan tidak ada yang mengalami molting. Ulat instar 1 memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu : kepala berwarna hitam, tubuh bagian dorsal berwarna putih polos dan setanya masih terlihat (Gambar 2A). Ulat instar 2 memiliki kepala berwarna cokelat kemerahan, tubuh berwarna putih dengan bercak merah oranye disamping tubuhnya (Gambar 2B). Ulat instar 3 memiliki ciri yang tidak banyak berbeda dengan instar 2, yang membedakan hanya ukuran tubuh yang lebih besar (Gambar 2C).
Tabel 2 Rata-rata lama hidup tiap instar (hari) dan jumlah ulat tiap instar (ekor) pada berbagai perlakuan Umur ulat (hari) Jenis pakan Instar 1 Instar 2 Instar 3 4.40 ± 2.39* MK (282) 6.71 ± 2.69 * (193) 3.58 ± 2.27 * MM (64) 7.56±0.85 ** (64) 5.59 ± 2.60 * 2.42 ± 1.71 * (303) (52) 2.00 ± 0.00 * MC 8.61±1.04 ** 6.00 ± 1.41 ** (2) (54) (2) 6.53 ± 3.76 * 3.30 ± 1.99 * (108) (130) 2.45 ± 1.13 * ML 8.55 ± 1.26 ** 6.91 ± 0.30 ** (11) (141) (11) Keterangan :
* lama hidup ulat yang tidak berhasil molting ** lama hidup ulat yang behasil molting
periode instar 1 dan tidak dapat berganti kulit. Ulat ini ada yang bertahan hidup sampai hari ke duabelas. Ulat dengan pakan M. multicaulis bertahan sampai periode instar 2. Ulat instar 1 yang diberi pakan M. multicaulis ada yang tidak mengalami molting dan bertahan hidup sampai hari kesebelas dengan rata-rata lama hidup selama 6.71±2.69. Nilai rata-rata ini lebih kecil dibandingkan dengan ulat yang berhasil molting yaitu sebesar 7.56±0.85 (Tabel 2). Begitu pula ulat instar 1 yang diberi pakan M. cathayana ada yang bertahan sampai hari keduabelas (Lampiran 6) sedang instar 1 M. bombycis var. Lembang bertahan sampai hari keempat- belas (Lampiran 9). Instar 2 dengan pemberian pakan M. multicaulis bertahan dari hari pertama setelah menetas sampai hari
Waktu yang dibutuhkan untuk pergantian instar Selama pemeliharaan, ulat yang diberi pakan M. multicaulis mengalami pergantian kulit sampai instar 2 pada hari ke 6-9 dengan rata-rata 7,56±0.85 hari (Tabel 3). Sedangkan ulat yang diberi pakan M. cathayana dan M. bombycis var. Lembang berganti kulit sampai instar 3. Ulat dengan pakan M. cathayana mengalami molting pertama pada hari ke-7 sampai 9 dan molting kedua pada hari ke-5 sampai 7 (Lampiran 7). Ulat yang diberi pakan M. bombycis var. Lembang mengalami molting pertama pada hari ke-6 sampai 10 (Lampiran 9) dan molting kedua pada hari ke-6 dan hari ke-7 (Lampiran 10).
5
a
c
b
Gambar 2 Ulat Attacus atlas (A) instar 1, (B) instar 2, (C) instar 3.
Tabel 3 Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk pergantian instar (hari) dan jumlah ulat yang berhasil molting (ekor) pada berbagai perlakuan Jenis pakan MM MC ML
Waktu yang dibutuhkan untuk pergantian instar (hari) Instar 1-instar 2 7.56±0.85 (64) 8.61±1.036 (54) 8.55±1.26 (141)
Instar 2- instar 3 6.00±1.41 (2) 6.91±0.30 (11)
Daya Tahan Hidup Ulat Persentase keberhasilan hidup tertinggi diperoleh ulat dengan pakan M. bombycis var. Lembang kemudian M. cathayana dan M. multicaulis (Tabel 3). Persentase keberhasilan hidup M. alba var. Kanva 2 benilai nol karena ulat yang diberi pakan M. alba var. Kanva 2 hanya bertahan sampai instar 1, kemudian mati seluruhnya. Tabel 4 Hubungan jenis pakan dengan persentase keberhasilan hidup saat pergantian instar Daya tahan hidup (%) Instar I II III
MK 0 -
MM 24,90 0 -
MC 15,13 3,70 0
ML 56,63 7,80 0
Gejala Kematian Ulat yang mati selama pemeliharaan menunjukkan gejala kematian yang beragam. Ulat yang diberi pakan M. alba var. Kanva 2 sebagian besar mengalami gejala kematian yang ditunjukkan dengan tubuh yang mengkerut dan berwarna coklat. Ulat ini tidak makan, hanya menempel pada tempat pemeliharaan. Pada akhirnya seluruh tubuhnya menyusut dan berwarna coklat (Gambar 3A).
Pada umumnya, ulat yang sakit tidak memakan daun yang telah disediakan. Selain itu, ulat tidak banyak bergerak dan posisi tubuhnya menggulung (Gambar 3B). Gejala lain yaitu ulat mengeluarkan feses yang agak cair dan tubuhnya kelihatan lebih lunak. Ulat pada akhirnya mati dan disekitar tubuhnya terdapat lendir (Gambar 3C). Ulat instar 3 yang diberi pakan M. bombycis var. Lembang tidak menunjukkan gejala kematian yang berarti. Ulat instar 3 ini banyak yang mati saat curah hujan tinggi selama berari-hari. Ulat ini tidak makan, hanya sering berjalan-jalan dalam wadah pemeliharaan
A
B
C Gambar 3 Gejala kematian ulat Attacus atlas (A) ulat mengkerut dan berwarna coklat, (B) ulat menggulung, (C) ulat mengeluarkan lendir.
PEMBAHASAN Attacus atlas termasuk kedalam golongan hewan poikiloterm yang suhu tubuhnya berfluktuasi sesuai dengan kondisi lingkungan. Maka, fluktuasi suhu dan kelembaban sangat menentukan keberhasilan hidup ulat selama pemeliharaan. Larva Malacosoma disstria (Lepidoptera: Lasiocampidae) yang dipelihara pada suhu 30, 24 dan 18 oC menunjukkan tingkat pertumbuhan rata-rata (Relative Growth Rate/ RGR) dan tingkat konsumsi pakan relatif yang lebih besar pada suhu 30 oC dan 24 oC
6
(Levesque et al. 2002 ). Suhu pemeliharaan juga mempengaruhi durasi molting atau waktu yang dibutuhkan untuk pergantian kulit. Percobaan Yang et al. (1996) menunjukkan bahwa larva instar 2 Madunca sexta yang dipelihara pada suhu hangat memiliki durasi molting yang lebih pendek jika dibandingkan larva yang dipelihara pada suhu yang lebih rendah. Suhu dan kelembaban juga berpengaruh terhadap serangan patogen terhadap ulat. Jika kelembaban tinggi maka ulat akan lebih rentan terhadap serangan patogen seperti bakteri dan cendawan. Tubuh ulat yang diserang bakteri akan berlendir dan jadi lebih lunak. Serangan cendawan dapat terlihat dari tubuh ulat yang ditumbuhi miselium cendawan. Hal menyebabkan banyak ulat yang mati selama pemeliharaan. Khususnya saat pemeliharaan periode kedua (Desember 2008) yang kelembaban lingkungannya diatas 90% (Lampiran 2). Pada bulan Desember 2008 kondisi curah hujan sangat tinggi, hampir setiap hari hujan turun. Kematian ulat instar 3 yang diberi pakan M. bombycis var. Lembang juga terjadi saat hujan selama tiga hari berturut-turut. Kondisi pakan juga dipengaruhi oleh fluktuasi suhu dan kelembaban musiman. Menurut Schoonhoven et al. (1998), kandungan air dan Nitrogen di helaian daun tanaman herba dan pohon deciduous menurun sesuai perubahan musim ke musim semi. Suhu yang lebih tinggi menyebabkan pakan daun yang disiapkan lebih cepat kering. Kandungan air dalam pakan sangat penting bagi pertumbuhan ulat. Pada sebagian besar larva Lepidoptera, jumlah air dalam pakan menyediakan nilai nutrisi dan mempengaruhi pertumbuhan ulat. Berdasarkan hasil analisis proksimat, kandungan air terbesar diperoleh daun M.bombycis var. Lembang sebesar 73,10 % (Tabel 5). Diperkirakan hal inilah yang menjadi sebab ulat dengan pakan M. bombycis var. Lembang memiliki persentase keberhasilan hidup yang paling besar. Hal ini sejalan dengan penelitian Wuliandari dan Situmorang (2002) yang menggunakan daun keben, daun poncosudo dan daun sirsak sebagai pakan Attacus atlas. Larva dengan pakan daun keben yang memiliki kandungan air paling besar berkembang pesat dan menghasilkan kokon kualitas terbaik. Berdasarkan pengamatan, daun M. bombycis var. Lembang memiliki tekstur yang lebih halus dibandingkan ketiga daun lainnya.
Tabel 5 Hasil analisis proksimat empat jenis daun Murbei (dalam %) Parameter Analisis Air Protein Lemak Serat Abu Kalsium Fosfor BetN Karbohidrat
MM 72.67 20.92 3.51 9.77 7.52 1.55 0.22 35.61 45.38
Jenis Daun Murbei MC MK ML 71.88 72.45 73.10 24.56 21.26 22.25 4.00 4.46 4.46 7.90 8.22 9.18 8.71 6.11 8.34 1.75 1.50 2.05 0.21 0.16 0.19 32.95 37.50 32.67 40.85 45.72 41.85 (Wageansyah 2007)
Tingginya mortalitas ulat selama pemeliharaan diperkirakan dipengaruhi oleh cara pemberian pakan ulat. Pemberian pakan ulat instar 1 dan instar 2 dengan potongan kasar daun murbei menyebabkan daun lebih cepat kering. Sedangkan kandungan air pakan sangat penting pada periode instar awal. Frekuensi pemberian pakan juga berpengaruh terhadap keberhasilan hidup ulat selama pemeliharaan. Menurut Rustini (2002) ulat Bombyx morii menunjukkan pertumbuhan yang optimal dan kualitas kokon terbaik dengan periode pemberian pakan sebanyak tiga kali sehari. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian pakan tiga kali sehari tidak sesuai untuk pemeliharaan ulat A. atlas. Waktu yang dibutuhkan untuk pergantian kulit ulat A. atlas instar 1 paling singkat selama 6-9 hari dengan rata-rata 7,56 ± 0,85 hari (tabel 3) oleh ulat dengan pakan daun M. multicaulis. Hasil ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan ulat A. atlas dengan pakan daun murbei lebih lama dibandingkan dengan ulat yang diberi pakan alaminya. Hasil penelitian Zebua et al. (1997) yang menggunakan daun dadap (Erythrina lithosperma ) sebagai pakan A. atlas menunjukkan lama perkembangan instar 1 selama 3-5 hari dengan rata-rata 3,497 ± 0,756 hari, instar 2 selama 3-7 hari dengan rata-rata 4,083±0,928 hari, instar 3 selama 38 hari dengan rata-rata 4,643 ±1.906 dan seluruh tahapan larva selama 26-50 hari dengan rata-rata 34,57 ±8,812 hari. Penelitian Adria dan Idris (1997) yang menggunakan tanaman ylang-ylang (Cananga odoratum) sebagai pakan A. atlas menunjukkan perkembangan larva instar 1 selama 4-6 hari 1 dengan rata-rata 4,99 ± 0,70 hari, instar 2 selama 5-7 hari dengan rata-rata 6,01±0,98 hari, instar 3 selama 5-7 hari dengan rata-rata 6,03 ±0,72 dan seluruh
7
tahapan larva selama 48-63 hari dengan ratarata 56,12 hari. Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata lama hidup ulat yang tidak mengalami molting lebih pendek dibandingkan dengan ulat yang berhasil molting, meskipun beberapa ulat bertahan sampai 11 hingga 14 hari. Ulat yang tidak berhasil molting pada akhirnya akan mati karena tidak dapat tumbuh lebih lanjut. Pertambahan ukuran tubuh ulat dibatasi oleh lapisan kutikula yang tebal. Sehingga untuk tumbuh lebih lanjut ulat harus melalui tahapan molting atau ganti kulit. Peristiwa molting sendiri merupakan proses yang kompleks meliputi mekanisme hormonal, perilaku, perubahan epidermis dan kutikula. Proses molting diawali dengan tahapan apolisis yaitu terpisahnya bagian kutikula tahapan sebelumnya dengan lapisan epidermis. Sebelum kutikula terlepas, endokutikula diurai oleh enzim yang disekresikan oleh sel epidermis. Setelah apolisis akan terbentuk jarak antara epidermis dengan kutikula lama yang disebut eksuvial atau sekat subkutikular. Enzim pengurai endokutikula kembali disekresikan kearah sekat subkutikular dan baru aktif saat bagian luar epikutikula yang baru terbentuk (Chapman 1998). Segera setelah penguraian endokutikula selesai, terjadi ekdisis. Ekdisis adalah proses pelepasan residu kutikula tahapan instar sebelumnya. Saat ekdisis serangga akan menelan udara atau air, membengkakkan usus agar tekanan pada hemolimfa naik. Darah akan dipompa ke bagian tubuh tertentu, umumnya bagian thorax agar memperbesar dan mendesak kutikula lama sehingga kutikula tersebut dapat terlepas. Mekanisme ini ditunjukkan oleh perilaku ulat selama molting. Pada Madunca sexta perilaku larva selama molting digolongkan menjadi 2 jenis perilaku yaitu perilaku pre-ekdisi dan perilaku ekdisis. Perilaku ekdisis ditunjukkan dengan pemampatan bagian dorso-ventral dan penarikan kembali abdominal proleg. Sedang perilaku ekdisi dicirikan dengan kontraksi peristaltik yang dimulai dari terminal abdominal segmen ke bagian anterior dan penarikan kembali proleg (Novicki & Weeks 1996). Setelah seluruh kulit lama terlepas, serangga memperluas kutikula yang baru dengan menelan kembali air atau udara dan
meningkatkan tekanan hemolimfa pada tubuh untuk memperhalus bagian yang mengkerut dan merentangkan prokutikula. Setelah perluasan kutikula, beberapa bagian permukaan tubuh serangga mengalami sklerotisasi. Proses ini meliputi pengerasan secara kimiawi dan perubahan warna prokutikula menjadi lebih gelap. Proses pengerasan yang terjadi meliputi membentukan ikatan silang antar protein (Chapman 1998). Setelah ekdisis, lebih banyak protein dan kitin yang disekresikan dari sel epidermis sebagai penambahan bagian dalam endokutikula yang dapat berlanjut untuk disimpan selama periode intermolt (Gullan & Cranston 2000). Keseluruhan tahapan molting tersebut diatur oleh regulasi hormonal yang diawali oleh pelepasan Prothoracotropic Hormone (PTTH) oleh korporakardiaka pada otak ke hemolimfa. Keberadaan PTTH akan mengaktivasi kelenjar protoraks untuk mensintesis hormon ekdison. Ekdison akan menstimulasi terjadinya molting dengan menginisiasi perubahan pada sel epidermis yang mengarah pada pembentukan kutikula baru. Hormon lain yang berperan dalam proses molting adalah hormon juwana (Juvenile hormone /JH). Hormon juwana yang dihasilkan corpora allata menentukan hasil akhir proses molting. Konsentrasi tinggi JH dan ekdison akan mengarahkan molting pada tahapan larva selanjutnya (Bollenbacher et al. 1987). Perubahan tingkah laku serangga selama proses molting dipicu oleh kerja Eclosion Hormone (EH) sedang proses skelotisasi distimulasi oleh kerja hormon bursicon. Menurut Konno (2006), daun murbei beracun bagi ulat selain Bombyx morii karena terdapat lateks yang merupakan getah yang berasal dari jaringan daun. Lateks ini mengandung alkaloid mirip gula inhibitor glukosidase yang dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetik seperti 1,4-dideoksi-1,4imino-D-arabinitol, 1-deoxynojirimycin (DNJ) dan 1,4-dideoxy1,4-imino-D-ribitol. Dilaporkan pada M. alba kultivar Shinichinose terdapat DNJ sebanyak 0,32 %. Diduga ketidakberhasilan pakan daun M. alba var.Kanva 2 disebabkan karena spesies M. alba mengandung 1deoxynojirimycin (DNJ) yang berpotensi menghambat glikosidase dan enzim metabolisme gula lain. Berdasarkan pengamatan, daun M. alba var. Kanva 2 lebih
8
kasar dan daunnya lebih cepat kering dibandingkan daun murbei lain.
SIMPULAN Keberhasilan hidup tertinggi dicapai oleh ulat dengan pakan M. bombycis var. Lembang. Ulat yang diberi pakan M.alba var. Kanva 2 hanya dapat bertahan pada fase instar 1 dan tidak dapat berganti kulit.
SARAN Usaha habituasi Attacus atlas dengan pakan daun murbei sebaiknya dilakukan dengan pemberian pakan M. bombycis var. Lembang. Diperlukan kontrol ruang pemeliharaan yang dapat diatur kelembaban dan suhu serta frekuensi pemberian pakan yang tepat agar pertumbuhan ulat Attacus atlas lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA Adria, Idris H. 1997. Aspek biologis hama daun Attacus atlas pada tanaman Ylang-ylang. J penel tan inds III(2):37-42 Andadari L, Prameswari D. 2005. Pengaruh Pupuk Daun terhadap Produksi dan Mutu Daun Murbei (Morus sp). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. [terhubung berkala] http :www.unila.ac.id/~fp-hutan [7 Des 2007]. Atmosoedarjo S et al. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Bollenbacher WE et al. 1987. Developmental endocrinology of larval moulting in the tobacco hornworm Madunca sexta. J.exp Biol 128: 175-192. Chapman RF. 1998. The Insects Structure and Function. 4th edition. United Kingdom: Cambridge Universities Press. Gullan PJ, Cranston PS. 2000. The Insects an Outline of Entomology. Second Edition. London: Blackwell Science Ltd. Hamamura Y. 2001. Silkworm Rearing on Artificial Diet. New Hampshire : Science Publisher.
Kalshoven LGE. 1981.The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA Van deer, penerjemah. Jakarta : PT Ichtiar BaruVan Hoeve. Terjemahan dari : De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Katsumata F.1964. Petunjuk Sederhana bagi Pemeliharan Ulat Sutera. Tokyo: Japan Overseas Cooperation Volunteers. Konno K et al. 2006. Mulberry latex rich in antidiabetic sugar-mimic alkaloids force dieting on caterpillar.PNAS 103:1337-1341. Levesque KR et al. 2002. Temperature and food quality effect on growth, consumption dan post-ingestive utilization efficiencies of the forest tent caterpillar Malacosoma disstria (Lepidoptera: Lasiocampidae). Bull of Entomo Research 92:127-136. Mulyani N. 2008. Biologi Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) dengan pakan daun Kaliki (Ricinus communis L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di laboratorium [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Novicki A, Weeks JC. 1996. The initiation of pre-ecdysis and ecdysis behaviours in larval Madunca sexta : the roles of the brain, terminal ganglion and eclosion hormone. J. Exsp Biol 199 : 17571769. Peigler RS. 1989. A Revision of The IndoAustralian Genus Attacus. California: The Lepidoptera Research Fondation, Inc. Rustini T. 2002. Hubungan frekuensi pemberian daun Murbei dengan konsumsi pakan, pertumbuhan, efisiensi pakan dan kualitas kokon ulat sutera(Bombyx mori) [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Samsijah. 1974. Cara-cara Perbanyakan, Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Murbei (Morus sp.). Bogor : Bagian Persuteraan Alam Lembaga Penelitian Hutan. Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 1998. Insect-Plant Biologi. London : Chapman & Hall. Wageansyah RDR. 2007. Pengaruh Pemberian Berbagai Jenis Daun Murbei (Morus spp.) Terhadap Pertumbuhan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) dan Mutu Kokon di Pusat
9
Serikultur Sukamantri, Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor Wuliandari JR, Situmorang J. 2002. Pengaruh pakan dan tempat pemeliharaan yang berbeda terhadap masa perkembangan larva Attacus atlas(L.) (Lepidoptera :Saturniidae). Teknosains 15(2) : 365378 www.bapeda.pemda-diy.go.id. [7 Des 2007]. Yang et al. 1996. Effect of temperature, multiple allelochemicals and larval age on the performance of a specialist caterpillar. Entomol Experim et Appli 79: 335-344. Zebua BT et al. 1997. Daur hidup Attacus atlas dengan pemberian pakan daun dadap (Erythrina lithosperma) di Laboratorium. Biota II(2):67-72.
10
LAMPIRAN
11
Lampiran 1 Data kondisi suhu dan kelembaban lingkungan percobaan periode 1 Bulan : September – Oktober 2008 Lokasi : UF unit lapangan Sulamantri Hari
Tgl.
Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin
25/9 26/9 27/9 28/9 29/9 30/9 1/10 2/10 3/10 4/10 5/10 6/10
Kisaran suhu harian Pagi : 23-25 oC Siang : 26-28 oC Sore : 25-27 oC
Pagi (07.00) Suhu RH (oC) (%) 24 88 24 85 23 86 24 88 23 89 24 82 25 80 23 84 23 92 24 81 24 80 24 81
Siang (13.00) Suhu RH (o C) (%) 26 75 26 73 26 75 28 70 26 71 27 69 27 72 28 68 26 80 27 76 27 72
Kisaran kelembaban 80-92% 68-80% 69-81%
Sore (16.00) Suhu RH (o C) (%) 27 76 27 70 25 81 27 72 26 72 27 71 26 79 27 79 26 69 26 81 25 78
Keterangan
12
Lampiran 2 Data kondisi suhu dan kelembaban lingkungan percobaan periode 2 Bulan : Desember 2008 Lokasi : UF unit lapangan Sulamantri Hari
Tgl.
Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
6/12 7/12 8/12 9/12 10/12 11/12 12/12 13/12 14/12 15/12 16/12 17/12 18/12 19/12 20/12 21/12 22/12 23/12 24/12 25/12 26/12 27/12 28/12
Kisaran suhu harian Pagi : 23-24 oC Siang : 24-26 oC Sore : 24-25 oC
Pagi (07.00) Suhu RH (oC) (%) 23 92 23 95 24 90 23 92 24 90 24 91 23 95 23 94 24 95 24 96 23 95 24 91 24 92 23 94 23 95 24 96 24 96 23 95 24 94 23 96 24 96 24 95 24 94
Siang (13.00) Suhu RH (o C) (%) 25 85 26 79 26 78 25 88 25 90 25 94 25 93 25 92 25 90 25 92 26 89 25 90 25 91 25 95 25 96 25 92 26 90 25 91 26 90 24 95 25 94 26 89
Kisaran kelembaban 90-96% 78-95% 80-96%
Sore (16.00) Suhu RH (o C) (%) 25 82 24 84 25 81 25 80 25 91 24 96 24 96 24 94 24 92 24 94 25 89 24 91 25 95 25 96 25 96 25 93 25 91 24 94 25 92 24 95 24 95 25 91
Keterangan
Hujan deras Selama 3 hari
13
Lampiran 3 Data jumlah ulat instar 1 per hari dengan pemberian pakan M. multicaulis Penetasan
H0
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H10
H11
1
120
120
120
110 10*
100 10*
98 2*
97 1*
60 5* 32**
54
6 29*
0 6*
6**
35 11* 8**
0 2*
2
81
81
79 2*
75 4*
66 9*
54 12*
33 19* 2**
21 9* 3**
13 7* 1**
3 7* 3**
2 1*
3
56
56
51 5*
47 4*
37 10*
29 8*
29
23 4* 2**
16 2* 5**
8 6* 2**
0 8*
Total
257
Keterangan : * **
jumlah ulat yang mati jumlah ulat yang mengalami molting
Lampiran 4 Data jumlah ulat instar 2 per hari dengan pemberian pakan M. multicaulis Hari
H0
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H10
1
32
32
6
6
11 7* 2
9 2* 1
5 4* 1
0 5* 1
1
0 1*
3
8
4
2
5
3
3 5* 1 1* 3
18 8* 2 1* 1
11
2
26 6* 3 3* 1 2* 1
6
1
1
0 1*
7
3
0 1* 3
1
1
2
2
2
8
5
1 3*
9
2
4 1* 0 2*
total
1 1*
0 1*
1 2*
0 1*
1
1
1
1 2* 0 1*
0 1*
64
Keterangan : * **
jumlah ulat yang mati jumlah ulat yang mengalami molting
14
Lampiran 5 Jumlah ulat instar 1 per hari dengan pemberian pakan M. alba var. Kanva 2 Penetasan 1
H0 5
H1 2 3*
H2 2
H3 1 1*
H4 1
H5 1
H6 1
H7 1
H8 1
H9 1
H10 1
H11 0 1*
2
37
27
21 4* 20 8*
11 10* 17 3*
5 2*
8 2* 4 1*
1 7* 0 4*
0 1*
13 4*
10 1* 7 6*
10
51
25 2* 28 6*
11
3
27 10* 38 13*
4
9
4 5*
4
2 2*
1 1*
0 1*
5
4
4
0 4*
6
103
101 2*
81 20*
65 16*
53 12*
37 16*
20 17*
5 15*
3 2*
3
0 3*
7
54
53 1*
53
47 6*
39 8*
12 27*
3 9*
0 3*
8
19
15 4*
11 4*
8 3*
5 3*
0 5*
total
34 4*
282
Keterangan : * **
jumlah ulat yang mati jumlah ulat yang mengalami molting
Lampiran 6 Jumlah ulat instar 1 per hari dengan pemberian pakan M. cathayana Penetasan
H0
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H10
H11
H12
1
161
158
151
129
111
87
66
46
36
25
9
4
0
3*
7*
22*
18*
24*
21*
18*
8*
8*
6*
3*
4*
2**
2**
3**
10**
2*
196
174
142
134
111
89
77
37
16
5
0
22*
32*
8*
23*
22*
8*
19*
11*
11*
5*
4*
21*
10*
2
total
196
375
Keterangan : * **
jumlah ulat yang mati jumlah ulat yang mengalami molting
15
Lampiran 7 Jumlah ulat instar 2 per hari dengan pemberian pakan M. cathayana Hari
H0
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
1
2
2
2
2
2
2
1 1*
0 1**
2
2
3
4
1 1* 1 3*
0 1* 1
4
21
7 14*
7
5 2*
4 1*
2 2*
1 1*
0 1*
5
3
2 1*
2
2
2
1 1**
0 1*
6
10
7 3*
6 1*
6
3 3*
2 1*
2
0 2*
7
10
6 4*
3 3*
0 3*
8
2
2
2
2
1 1*
1
1
0 1*
total
0 1*
54
Lampiran 8 Jumlah ulat instar 3 per hari dengan pemberian pakan M. cathayana Hari 1 total
H0 2
H1 2
H2 0 2*
Keterangan : * jumlah ulat yang mati ** jumlah ulat yang mengalami molting
2
Lampiran 9 Jumlah ulat instar 1 per hari dengan pemberian pakan M. bombycis var. Lembang Penetasan 1
2
3
total
H0 117
42
90
H1 117
H2 117
40 2*
36 4*
86 4*
78 8*
H3 105 12* 36
77 1*
H4 102 3* 35 1* 74 3*
H5 100 2* 35
71 3*
H6 100
32 3* 64 1* 6**
H7 85 11* 4** 30 1* 1** 47 3* 14**
249 Keterangan : * **
jumlah ulat yang mati jumlah ulat yang mengalami molting
H8 59 5* 21** 26 4** 14 5* 28**
H9 37 6* 16** 13 5* 8** 9
H10 13 8* 16** 10
5**
4**
3** 5
H11 4 9** 5 3* 2** 3 2*
H12 4
H13 2 2*
2 3*
0 2*
0 3*
H14 0 2*
16
Lampiran 10 Jumlah ulat instar 2 per hari dengan pemberian pakan M. bombycis var. Lembang Hari
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
1
4
4
4
3 1*
3
3
2 1*
0 2**
2
21
19
18
17
16
14
13
0
2*
1*
1*
1*
2*
1*
9* 4**
3
1
1
1
1
1
1
1
0 1**
4
6
6
6
6
6
6
6
0 3* 3**
5
16
15 1*
15
14 1*
9 5*
3 6*
0 3*
6
4
4
4
2 2*
1 1*
0 1*
7
14
13 1*
10 3*
9 1*
9
8 1*
8
16
7 9*
3 4*
2 1*
0 2*
9
8
4 4*
2 2*
1 1*
0 1*
10
28
21 7*
16 5*
8 8*
2 6*
11
9
5 4*
1 4*
1*
12
3
0 3*
13
2
2
1 1*
1
14
5
4 1*
2 2*
0 2*
15
4
4
2 2*
1 1*
total
141
0 1*
0 1*
Keterangan : * **
jumlah ulat yang mati jumlah ulat yang mengalami molting
0 2*
2 5* 1**
0 2*
17
Lampiran 11 Jumlah ulat instar 3 per hari dengan pemberian pakan M. bombycis var. Lembang Hari 1
H0 2
H1 2
2
4
3
1
3 1* 1
4
3
5
1
total
2 1* 0 1*
H2 1 1* 2 1* 1 2
H3 1 0 2* 0 1* 1 1*
H4 0 1*
0 1*
11
Keterangan : * **
jumlah ulat yang mati jumlah ulat yang mengalami molting