EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI
SKRIPSI Ajeng Widayanti
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN AJENG WIDAYANTI. D24103072. Efek Pemotongan dan Pemupukan Terhadap Produksi dan Kualitas Borreria alata (Aubl.) sebagai Hijauan Makanan Ternak Kualitas Tinggi. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Panca Dewi MHKS.,Msi. Kendala yang sering dihadapi dalam pemenuhan hijauan makanan ternak adalah ketersediaan yang masih rendah baik kuantitas maupun kualitasnya. Upaya peningkatan kuantitas dan kualitas hijauan makanan ternak ini dapat dilakukan melalui domestikasi tanaman baru yang memiliki kandungan zat makanan tinggi dan mudah diperoleh. Salah satu jenis tanaman makanan ternak yang dapat dikembangkan adalah Borreria alata (B. alata). Upaya lain yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas hijauan makanan ternak adalah melalui pemupukan dan pengaturan umur pemotongan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas tanaman B. alata akibat pemupukan N, P, dan K yang dikombinasi dengan umur pemotongan. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pastura, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selama 5 bulan, yaitu Maret sampai Juli 2007. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola Faktorial dengan 4 ulangan dan terdiri dari dari 2 faktor. Faktor pertama adalah kombinasi perbandingan pupuk N : P : K dengan P0 = kontrol, P1 = 1 : 1 : 1, P2 = 1 : 1 : 2, P3 = 1 : 2 : 1, and P4 = 2 : 1 : 1. Faktor kedua adalah umur pemotongan yang terdiri dari 45 hari (D1), 55 hari (D2), dan 65 hari (D3). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang diamati adalah pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun, diameter batang, produksi bahan kering tajuk, produksi bahan kering akar, rasio daun dan batang, kandungan protein kasar, produksi protein kasar, kandungan serat kasar, dan kandungan phospor. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun, dimeter batang, rasio daun dan batang, produksi bahan kering tajuk,produksi protein kasar dan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap produksi bahan kering akar, dan kandungan phospor. Perlakuan umur pemotongan berpengaruh yang sangat nyata (p<0,01) pada pertambahan jumlah daun, rasio daun dan batang, produksi bahan kering tajuk, produksi bahan kering akar, dan kandungan protein kasar, dan berpengaruh nyata (p<0,05) pada produksi protein kasar, sedangkan interaksi antara pemupukan dan umur pemotongan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kandungan protein kasar dan kandungan nitrogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. alata resposif terhadap pemupukan P dan N, dimana penambahan proporsi pupuk P dan N dua kali lebih banyak dibandingkan kontrol mampu meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kualitas B. alata. Demikian juga dengan perlakuan umur pemotongan, dimana pemotongan pada umur 65 hari menghasilkan pertumbuhan dan produksi B. alata terbaik bila
dibandingkan dengan umur pemotongan 45 hari dan 55 hari walaupun terlihat adanya penurunan kualitas nutrisi. B. alata merupakan tanaman semusim, oleh karena itu pada periode II terlihat adanya penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman. Penurunan kemampunan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi juga menyebabkan beberapa tanaman mati dengan persentase kematian mencapai 18,3%. Kata kunci : B. alata, pemupukan, umur pemotongan
ABSTRACT Defoliation and Fertilization Effect for the Production and Quality of Borreria alata (Aubl.) as a High Quality Forages A. Widayanti., L. Abdullah ., and P. D . M. H. Karti The experiment was conducted to recognize the effect of fertilization combined with interval defoliation on growth and production parameters of Borreria alata. Factorial Completely Randomized Design was used in this experiment with 15 treatment combinations and 4 replications. The treatments consisted of 2 factors. The first factor were the proportion of N : P : K ( P0 = control, P1 = 1 : 1 : 1, P2 = 1 : 1 : 2, P3 = 1 : 2 : 1, and P4 = 2 : 1 : 1) and the second factor was interval defoliation (45, 55 and 65 days). Data was analyzed by using Analysis of Variance (ANOVA) and further more the data was tested by using Duncan Multiple Range Test, if the averages showed significant differences. Variable measured were vertical height gain, leaf number, shoot and root dry weight, leaf to stem ratio, stem diameter, content of crude protein, crude protein production, crude fiber and phospor. The result showed that the fertilizer significantly affected (p<0.01) vertical height gain, leaf number, leaf to stem ratio, stem diameter, shoot dry weight, (p<0.05) root dry weight, crude protein production and content of phospor. The interval defoliation significantly affected (p<0.01) leaf number, leaf to stem ratio, shoot and root dry weight and (p<0.05) crude protein production. The interaction effect between fertilization and interval of defoliation significantly affected (p<0.01) crude protein content of shoot. Keyword : Fertilization, interval defoliation, Borreria alata
EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI
AJENG WIDAYANTI D24103072
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI
Oleh : AJENG WIDAYANTI D24103072
Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 27 Mei 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 955 531
Dr. Ir. Panca Dewi MHKS.,Msi NIP. 131 672 157
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Situbondo pada tanggal 1 Maret 1985. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Kamsonadi dan Ibu Sri Wikarti. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Besuki, Situbondo pada tahun 1989-1991 dan masuk ke Sekolah Dasar Negeri 1 Besuki pada Tahun 19911993 dan lulus pada tahun 1997. Selanjutnya pada tahun 1997 penulis masuk ke SLTP Negeri 1 Banyuglugur dan lulus pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Situbondo pada tahun 2000 dan berhasil lulus pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Selama
masa
perkuliahan,
penulis
aktif
dalam
beberapa
kegiatan
kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan dan ikut berperan aktif dalam beberapa kepanitiaan yang ada di departemen maupun fakultas.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr. wb. Alhamdulillah puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Efek Pemotongan dan Pemupukan Terhadap Produksi dan Kualitas Borreria alata (Aubl.) sebagai Hijauan Makanan Ternak Kualitas Tinggi” ini dituliskan berdasarkan penelitian yang dilakukan sejak bulan Maret hingga Juli 2007 di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pastura, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ketersediaan hijauan pakan dengan kalitas dan kuantitas yang memadai sering menjadi kendala dalam upaya pemenuhannya. Melalui pengenalan jenis tanaman pakan alternatif yang didukung dengan pemupukan dan pengaturan umur pemotongan diharapkan mampu mengatasi keterbatasan hijauan makanan ternak baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademik sebagai sumber referensi dan juga untuk pengembangan penyediaan hijauan pakan ternak bagi para peternak. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih atas saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat, Amin. Wassalamu’alaikum wr.wb.
Bogor, Februari 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .................................................................................................... ii ABSTRACT ........................................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................
vii
KATA PENGANTAR.................................................................................. .......
viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
xiii
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................................... Perumusan Masalah ................................................................................ Tujuan ......................................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
3
Pengertian dan Kalsifikasi Gulma ........................................................... Ciri-Ciri Borreria alata .......................................................................... Pupuk ...................................................................................................... Nitrogen .................................................................................................. Phospor ................................................................................................... Kalium .................................................................................................... Pemotongan (Defoliasi) ..........................................................................
3 4 4 5 6 6 7
METODE.............................................................................................................
9
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... Materi....................................................................................................... Rancangan Percobaan ............................................................................. Peubah yang Diamati ............................................................................... Analisis Data............................................................................................ Prosedur pelaksanaan ..............................................................................
9 9 9 10 11 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
13
Keadaan Umum Penelitian ..................................................................... Rekapitulasi Sidik Ragam........................................................................ Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal B. alata ........................................................................... Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Pertambahan Jumlah Daun B. alata............................................................................... Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Diameter Batang B. alata ........................................................................................
13 15 16 18 20
Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Rasio Daun dan Batang B. alata ........................................................................................ Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Bahan Kering Tajuk B. alata .............................................................................. Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Bahan Kering Akar B. alata................................................................................ Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Protein Kasar B. alata.............................................................................. Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Protein Kasar B. alata .......................................................................................... Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Serat Kasar B. alata .......................................................................................... Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Phospor B. alata.......................................................................................
21 22 25 26 27 28 29
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
30
Kesimpulan .............................................................................................. Saran ........................................................................................................
30 30
UCAPAN TERIMA KASIH ..............................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
32
LAMPIRAN ........................................................................................................
35
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Data Mortalitas B. alata pada Periode II .............................................
13
2. Hasil Analisis Proksimat B. alata ........................................................
14
3. Hasil Analisis Asama Amino B. alata .................................................
14
4. Hasil Analisis Tanah Latosol Darmaga ...............................................
15
5. Rekapitulasi Sidik Ragam....................................................................
16
6. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal B. Alata Periode I (cm/polybag) ..........
17
7. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal B. alata Periode II (cm/polybag)
18
8. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Pertambahan Jumlah Daun B. alata Periode I (daun/polybag)...........
19
9. Rataan Pertambahan Jumlah Daun B. alata Periode II (daun/polybag)
20
10. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Diameter Batang B. alata Periode I (mm/polybag) ............................
20
11. Rataan Diameter Batang B. alata Periode II (mm/polybag) ..............
21
12. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Rasio Daun dan Batang B. alata Periode I (g/polybag)......................
22
13. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Bahan Kering Tajuk B. alata Periode I (g/polybag) ...........
23
14. Rataan Produksi Bahan Kering Tajuk B. alata Periode II (g/polybag)
24
15. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Bahan Kering Akar B. alata (g/polybag).............................
25
16. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Protein Kasar B. alata (%) ...............................................
26
17. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Protein Kasar ........................................................................
27
18. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Serat Kasar B. alata (%)...................................................
28
19. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Phospor B. alata (%) ........................................................
29
20. Tabel Pengacakan ...............................................................................
38
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Borreria alata ...................................................................................
Halaman 13
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Vertikal Periode I .....................
36
2. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Periode I.........................
36
3. Hasil Sidik Ragam Diameter Batang Periode I .......................................
36
4. Hasil Sidik Ragam Rasio Daun dan Batang Periode I .............................
36
5. Hasil Sidik Ragam Produksi Bahan Kering Tajuk Periode I....................
36
6. Hasil Sidik Ragam Produksi Bahan Kering Akar.....................................
37
7. Hasil Sidik Ragam Kandungan Protein Kasar .........................................
37
8. Hasil Sidik Ragam Kandungan Serat Kasar ............................................
37
9. Hasil Sidik Ragam Kandungan Nitrogen .................................................
37
10. Hasil Sidik Ragam Kandungan Phospor ..................................................
37
11. Tabel Pengacakan ....................................................................................
38
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan produktivitas dan kualitas ternak ruminansia harus disertai dengan upaya pemenuhan pakan yang mencukupi untuk kebutuhan ternak. Hijauan makanan ternak memiliki peranan penting, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah besar dan mengandung hampir semua zat makanan yang diperlukan ternak. Kendala yang sering dihadapi dalam pemenuhan hijauan makanan ternak ini adalah rendahnya kuantitas dan kualitas hijauan makanan ternak tropis. Upaya peningkatan kualitas hijauan makanan ternak ini dapat dilakukan melalui domestikasi tanaman baru yang memiliki kandungan zat makanan tinggi dan mudah diperoleh. Salah satu jenis tanaman makanan ternak yang dapat dikembangkan adalah Borreria alata (B. alata). B. alata sebagai tanaman gulma memiliki daya adaptasi yang kuat dan daya saing yang tinggi. B. alata merupakan salah satu jenis gulma penting berdaun lebar yang mengganggu pertumbuhan dan daya hasil tanaman budidaya. Gulma ini banyak hidup dan sering menginfestasi ladang, kebun, teh, karet, tebu dan lain-lain (Baiker dan Van deBrink, 1963 dalam Wiroatmojo et al., 1993). Berdasarkan hasil uji laboratorium B. alata merupakan tanaman yang kaya akan asam amino dengan kandungan protein kasar mencapai 18 % serta palatabel terhadap berbagai jenis ternak ruminansia. Oleh karena itu, tanaman B. alata sebagai hijauan alami diharapkan dapat dijadikan sumber hijauan makanan ternak berkualitas tinggi terutama untuk peternakan rakyat yang mendominasi jumlah peternakan di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas
hijauan pakan adalah melalui pemupukan dan pengaturan umur
pemotongan. Pupuk adalah suatu bahan organik atau bahan anorganik yang berasal dari alam atau buatan sendiri yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman (Pitojo, 1995). Selain ketersediaan unsur hara yang cukup, umur pemotongan juga merupakan salah satu faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas hijauan makanan ternak yang dihasilkan. Mansyur (2004) menyebutkan bahwa produksi rumput Brachiaria humidicola meningkat sejalan dengan
meningkatnya umur panen. Demikian juga dengan kualitas nutrisi dari tanaman ini dimana kandungan protein kasar dipengaruhi oleh umur pemotongan. Perumusan Masalah Peternakan di Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat yang masih sangat bergantung terhadap hijauan pakan alami. Sebagian besar hijauan makanan ternak yang ada saat ini terutama rumput tropis memiliki kualitas rendah. Kebutuhan hijauan pakan alami yang tinggi mendorong adanya upaya peningkatan produksi dan kualitas hijauan pakan alami. Upaya ini dilakukan melalui budidaya pada tanaman gulma yang dapat dimanfaatkan sebagai hijaun makanan ternak dan
berpotensi
dalam memproduksi hijauan makanan ternak berkualitas tinggi. Salah satu jenis tanaman gulma yang berpotensi sebagai hijauan makanan ternak adalah B. alata. Sebagai tanaman liar, B. alata memiliki daya adaptasi yang kuat dan daya saing yang tinggi. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya melalui pemupukan dan pengaturan umur pemotongan. Pemupukan merupakan faktor penting bagi tanaman karena pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman sebagai unsur hara essensial yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Umur pemotongan erat kaitannya dengan waktu pemanenan yang tepat untuk menghasilkan hijauan makanan ternak dengan produksi dan kualitas yang baik. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon tanaman B. alata terhadap pemupukan N, P, dan K serta mengetahui pengaruh umur pemotongan terhadap kuantitas dan kualitas produksi.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Klasifikasi Gulma Pengertian gulma secara umum adalah sebagai berikut 1). Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki manusia, 2). Tumbuhan yang belum diketahui kegunaannya atau manfaatnya, 3). Tumbuhan yang mempunyai nilai negatif, 4) Semua tumbuhan yang hidup di tempat yang tidak diinginkan (Sastroutomo, 1990). Dalam bahasa Jawa dan Sunda tidak ada padanan kata untuk gulma, dimana gulma disebut sebagai suket (Jawa), dan jukut (Sunda), kedua kata tersebut berarti rumput. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan filosofi Jawa dan Sunda yang memandang tumbuhan tersebut tidak bermanfaat. Namun demikian dalam bahasa Jawa ada kata untuk weeding yaitu “matun” yang berarti membuang atau memanen gulma dari pertanaman dan biasa digunakan untuk tujuan tertentu seperti kompos, makanan ternak dan sebagainya (Sukman dan Yakup, 1991). Sukman dan Yakup (1991) menambahkan bahwa perkembangbiakan gulma ditinjau dari segi mekanisme perkembangannya adalah sangat efisien, dan bila diperhatikan jauh lebih efisien dari tanaman budidaya yang diusahakan. Para ahli telah berusaha mengendalikan gulma tersebut, namun masih tetap efisien perkembangbiakannya. Hal ini dikarenakan sifat efisiensi telah didapat dari seleksi alam dan adanya penyesuaian ekologis. Dikenal
berbagai
sistem
klasifikasi
gulma
yang
menggambarkan
karakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan karakteristik reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan lain-lain. Berdasarkan bentuk kehidupan (life form), Raunkiaer membaginya menjadi lima kategori pokok yaitu pohon dan semak tinggi (phanerophytes), semak rendah, menjalar di permukaan tanah dengan tunas di batang (chamauphytes),
hidup
di
permukaan
tanah,
contoh
:rumput-rumputan
(hemicryptophytes), tunas pada cadangan makanan di bawah permukaan tanah, contoh : ubi-ubian (cryptophytes), tumbuhan semusim yang melestarikan diri dengan biji (therophytes). Dalam prakteknya terutama untuk kepentingan pengelolaan vegetasi maka klasifikasi botani biasa digunakan. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan menjadi : rumput, teki, dan daun lebar. Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan terdiri atas : gulma berkayu, gulma air, gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit. Ditinjau dari siklus hidupnya dikenal : gulma semusim, dua
musim, dan tahunan. Beberapa jenis gulma mungkin termasuk kombinasi dari karakteristik-karakteristik tersebut (Sukman dan Yakup, 1991). Ciri-Ciri Borreria alata Borreria alata merupakan salah satu jenis gulma penting berdaun lebar yang mengganggu pertumbuhan dan daya hasil tanaman budidaya. Gulma ini banyak hidup dan sering menginfestasi ladang, kebun, teh, karet, tebu dan lain-lain (Baiker dan Van deBrink, 1963 dalam Wiroatmojo et al., 1993). Borreria alata (Aubl.) DC atau B. Latifolia (Aubl) K. Schum atau B. Scaberrima Bold dalam bahasa Indonesia sering disebut rumput setawai atau gletak, sedangkan dalam bahasa Sunda disebut emprak, goletrak, sukut lemah, letah hayam (Soerjani, Kostermans dan Tjitrosoepmo, 1987; Everaarts, 1981) Borreria alata termasuk gulma semusim atau setahun (annual), tinggi 5-75 cm, merambat atau kadang-kadang tegak. Batang persegi empat, berbulu, kadangkadang berakar dari ruas batang. Daun berhadapan, sessile atau bertangkai pendek disetiap pasang daun terdapat dua daun penumpu yang berbulu panjang dan menempel pada batang. Helaian daun elips sampai bulat telur, ukuran 2-7,5 cm x 1-4 cm, ke 2 permukaan daun berbulu pendek (Everaarts, 1981). Pupuk Pupuk adalah suatu bahan organik atau bahan anorganik yang berasal dari alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman (Pitojo, 1995). Lingga dan Marsono (2006) menambahkan bahwa pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman. Memupuk berarti menambahkan suatu bahan yang mengandung unsur hara tertentu ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun) untuk meningkatkan kesuburan tanah. Bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan pada manusia. Oleh tanaman pupuk digunakan untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Jika dalam makanan manusia dikenal ada istilah gizi maka dalam pupuk dikenal dengan nama zat atau unsur hara. Secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat pupuk adalah menyediakan
unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun, secara lebih terinci manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu yang berkaitan dengan perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisika tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur, sedangkan mafaat pupuk yang berkaian dengan sifat kimia tanah adalah sebagai penyedia unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sekaligus membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang oleh penguapan atau air perkolasi ( Marsono dan Sigit, 2001). Tanaman membutuhkan 16 unsur untuk pertumbuhannya, yaitu karbon, hidrogen dan oksigen yang diperoleh dari udara dan air serta 13 unsur lainnya yang diperoleh dari tanah. Biasanya 16 unsur ini dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu unsur primer, unsur sekunder dan unsur mikro (Parker, 2004) Nitrogen Secara umum nitrogen berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman terutama pada fase vegetatif, berperan dalam pembentukan klorofil serta sebagai komponen pembentuk lemak, protein, dan persenyawaan lain( Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan bahwa nitrogen berperan dalam proses pertumbuhan, sintesis asam amino dan protein serta merupakan pembentuk struktur klorofil. Nitrogen sebagai pembentuk struktur klorofil, nitrogen akan mempengaruhi warna hijau daun. Ketika tanaman tidak mendapatkan cukup nitrogen, wana hijau daun akan memudar dan akhirnya menguning. Kekurangan nitrogen akan menyebabkan pertumbuhan terhambat, daun berwarna kuning, tangkai tinggi kurus, dan warna hijau daun menjadi pucat. Pemberian unsur hara nitrogen dapat dilakukan melalui pemupukan. Pupuk nitrogen termasuk pupuk kimia buatan tunggal. Jenis pupuk ini termasuk pupuk makro. Sesuai dengan namanya pupuk-pupuk dalam kelompok ini didominasi oleh unsur nitrogen (N). Adanya unsur lain di dalamnya lebih bersifat sebagai pengikat atau juga sebagai katalisator. Salah satu jenis pupuk nitrogen yang sering digunakan adalah urea. Urea adalah pupuk buatan hasil persenyawaan NH4 (amonia) dengan CO2. Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan hasil ikutan tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46% (Marsono dan Sigit, 2001).
Phosfor Phospor (P) disebut sebagai kunci kehidupan bagi tanaman karena unsur ini terlibat langsung dalam proses hidup tumbuhan. Unsur P adalah hara kedua setelah nitrogen (N) dalam frekuensi atau kegunaannya sebagai pupuk. Keperluan P kadangkadang lebih kritik daripada N pada tanah-tanah tertentu. Nitrogen dapat ditambat oleh mikroba dari udara, tetapi unsur P hanya berasal dari batuan. Tanpa kecukupan P berbagai proses di dalam tanaman akan terhambat sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak berlangsung secara optimal (Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, 1991). Phospor (P) berperan dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, sebagai bahan dasar (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah (Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan phospor berperan dalam menstimulasi pertumbuhan akar, membantu pembentukan benih, berperan dalam proses fotosintesis dan respirasi. Kekurangan unsur phospor akan menyebabkan warna keunguan pada daun dan batang serta bintik hitam pada daun dan buah. Menurut Tan (1996) phosfor merupakan hara tanaman esensial dan diambil oleh tanaman dalam bentuk ion anorganik : H2PO4 dan HPO42-. Phosfor diperlukan dalam perkembangan akar, untuk mempertahankan vigor tanaman, untuk pembentukan benih, dan pengontrolan kematangan tanaman. Phosfor juga merupakan komponen esensial ADP (Adenosine Di Phospate) dan ATP (Adenosine Th Phospate), yang bersama-sama memerankan bagian penting dalam fotosintesis dan peyerapan ion serta sebagai transportasi dalam tanaman. Phosfor juga merupakan bagian esensial dari asam nukleat (DNA dan RNA). Kalium Kalium (K) berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanaman terhadap peyakit serta kekeringan ( Marsono dan Sigit, 2001). Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga unsur ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kalium juga merupakan ion yang berperan dalam mengatur
potensi osmotik sel, dengan demikian akan berperan dalam mengatur tekanan turgor sel. Berkaitan dengan pengaturan turgor sel ini, peran yang penting dalam proses membuka dan menutupnya stomata (Lakitan, 2004). Tanaman yang kekurangan kalium akan lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya rendah baik daun, buah maupun biji seperti pada kedelai (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Kebutuhan tanaman akan unsur K dapat diperoleh dari pemupukan. Salah satu jenis pupuk kalium yang dikenal adalah KCl (Marsono dan Sigit, 2001). Upaya pemupukan kalium harus memperhatikan asas efektifitas karena selain mudah larut dan tercuci bersama air perlokasi, unsur kalium juga mudah terikat dalam tanah. Efektivitas pemupukan kalium dapat dicapai antara lain dengan memperhatikan waktu dan cara pemupukan yang tepat. Pemberian pupuk kalium secara bertahap diperlukan untuk mencegah penyerapan berlebihan oleh tanaman “luxury Consumption”. Pada tanah yang mengandung kalium cukup tersedia pemberian pupuk kalium dapat dikurangi. Dibandingkan tanaman pangan, tanaman perkebunan dan industri lebih banyak menggunakan pupuk kalium inorganik (Runhayat, 1995). Pemotongan (Defoliasi) Interval pemotongan adalah selang waktu antara suatu saat pemotongan sampai saat pemotongan berikutnya. Intensitas pemotongan dimaksudkan sebagai tinggi pemotongan dari atas permukaan tanah (Kristyowantari, 1992). Frekuensi dan intensitas defoliasi mempengaruhi produksi dan mobilisasi N pada tanaman Lolium perenne . Intensitas defoliasi meningkatkan penyerapan N yang dialokasikan untuk pertumbuhan daun yang diperoleh dari akar dan daun tua. Frekuensi defoliasi tidak mempengaruhi N uptake, mobilisasi N dan alokasi N pada akar, daun tua maupun daun muda. Namun frekuensi defoliasi meningkatkan jumlah anakan. Hal ini mengindikasikan bahwa alokasi dan mobilisasi N digunakan untuk pertumbuhan anakan akibat pengaruh frekuensi defoliasi (Lestienne et al., 2006). Hasil penelitian Volesky dan Anderson (2007) menyebutkan bahwa intensitas pemotongan akan mempengaruhi produksi dari tanaman. Namun terhadap kualitas nutrisi tidak berpengaruh nyata walaupun terlihat adanya perbedaan pada setiap pemotongan dengan ketinggian yang berbeda. Strategi pemotongan yang tepat dalam menentukan
banyaknya
tanaman
yang
tersisa
setelah
mengoptimalkan produksi nutrisi dan kepadatan jumlah anakan.
pemotongan
akan
Berbeda dengan
Intensitas
pemotongan,
interval
pemotongan
lebih
mempengaruhi kualitas nutrisi hijauan. Peningkatan produksi Alfalfa terjadi seiring dengan peningkatan lamanya interval defoliasi, namun sebaliknya dengan kualitas nutrisinya. Semakin lama interval defoliasi maka kualitas nutrisi Alfalfa juga menurun. Penurunan kualitas nutrisi mulai menurun pada umur pemotongan 37 hari (Norris dan Ayres, 1991). Chrowder dan Chheda (1982) menyatakan bahwa interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi hijauan, nilai nutrisi, kemampuan untuk tumbuh kembali (regrowth), komposisi botani dan ketahanan spesies. Secara umum semakin panjang interval pemotongan menyebabkan 1) meningkatkan persentase bahan kering, serat kasar, lignin dan dinding sel, 2) menurunkan rasio daun dan batang, persentase protein kasar, kandungan mineral (P, K, Ca. Mg) dan karbohidrat terlarut. Makin tua tanaman maka akan terjadi perpanjangan batang, hal ini menyebabkan daun berkurang dan terjadi penebalan dinding sel daun tua dan batang, 3) meningkatkan nitrogen uptake, 4) penurunan yang tinggi terhadap tingkat konsumsi dan daya cerna karena nilai nutrisi hijauan yang menurun. Djarre et al., (1984) menambahkan bahwa pemotongan hijauan pada umur yang masih muda akan menghasilkan bobot hijauan yang lebih rendah dibandingkan pada umur yang lebih tua. Akan tetapi terkadang pemotongan hijauan pada umur yang agak tua pun diperoleh bobot hijauan yang lebih rendah dibandingkan pada umur yang lebih muda, hal tersebut dipengaruhi oleh Leaf Area Index (LAI) yaitu luas permukaan daun per luas tanah dimana tanaman itu tumbuh, yang berhubungan erat dengan proses fotosintesis. Adaptasi tanaman setelah pemotongan sangat bergantung terhadap respon morfologi dan fisiologi tanaman. Kemampuan tanaman menggunakan ketersediaan karbon dan nitrogen akan mengembalikan kemampuan tanaman untuk berfotosintesis dan memenuhi kebutuhan organ tanaman untuk bertahan hidup setelah pemotongan (Kavanova dan Gloser, 2004) .
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pastura, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selama 5 bulan, yaitu Maret sampai Juli 2007. Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tanaman Boreraria alata, pupuk kandang, pupuk KCL (50% K2O), pupuk SP36 (36% P2O5), dan pupuk Urea (45% N). Peralatan yang digunakan meliputi baki plastik, saringan, polybag kapasitas 6 kg, mistar 1 meter, timbangan, gunting dan oven. Rancangan Percobaan Percobaan ini terdiri dari dua faktor perlakuan yaitu faktor pertama merupakan empat kombinasi perbandingan antara pupuk N, P, dan K, dengan perbandingan masing-masig kombinasi sebagai berikut : •
P0 = kontrol ( tanpa pupuk N, P dan K )
•
P1 = N : P : K = 1 : 1 : 1
•
P2 = N : P : K = 1 : 1 : 2
•
P3 = N : P : K = 1 : 2 : 1
•
P4 = N : P : K = 2 : 1 : 1 Faktor kedua adalah lamanya umur pemotongan yang terdiri dari 45 hari, 55
hari dan 65 hari. Keduanya dikombinasikan dalam rancangan acak lengkap pola faktorial dengan ulangan masing-masing kombinasi adalah 4 kali, sehingga penelitian ini berukuran 5 x 3 x 4 atau 60 unit percobaan. Model persamaan yang digunakan sebagai berikut : Yij = μ + αi + βj + αβij + εijk Keterangan : Yij = nilai pengamatan faktor perbandingan pupuk N, P, dan K taraf ke-i dan faktor perlakuan umur pemotongan taraf ke-j. μ = Nilai rataan umum. αi = Pengaruh perbandingan pupuk N, P dan K taraf ke-i.
βj = Pengaruh perlakuan umur pemotongan taraf ke-j. αβij= Pengaruh interaksi faktor perbandingan pupuk N, P, K taraf ke-i dan faktor perlakuan umur pemotongan. i
= Faktor perlakuan perbandingan pupuk N, P, K : 1, 2, 3, 4, 5
j
= Faktor perlakuan umur pemotongan: 1, 2, 3
k = Ulangan : 1, 2, 3, 4, 5 εijk = Pengaruh galat percobaan akibat perlakuan faktor perbandingan pupuk N, P, K taraf ke-i, faktor perlakuan umur pemotongan taraf ke-j dan ulangan ke-k. Peubah yang Diamati 1. Pertambahan Tinggi Vertikal Tinggi vertikal tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi dengan menggunakan mistar 1 meter. Pengukuran dilakukan setiap minggu. Nilai pertambahan tinggi vertikal merupakan selisih antara tinggi vertikal akhir dan tinggi vertikal awal. 2. Pertambahan Jumlah Daun Jumlah daun diukur dengan menghitung seluruh daun yang tumbuh pada tanaman.
Pencatatan banyaknya daun dilakukan setiap minggu. Nilai
pertambahan jumlah daun merupakan selisih antara jumlah daun akhir dan jumlah daun awal. 3. Diameter Batang Diameter batang diukur pada ruas batang ke-3. Pencatatan diameter batang dilakukan setiap minggu. Nilai diameter batang merupakan besarnya diameter batang akhir dari tanaman selama pemeliharaan. 4. Rasio Daun dan Batang Rasio daun dan batang merupakan perbandingan produksi bahan kering daun dan produksi bahan kering batang. 5. Produksi Bahan Kering Tajuk Bahan kering tajuk diperoleh dengan cara menimbang tajuk yang telah dikeringudarakan selama 24 jam kemudian dilanjutkan dengan pengeringan dalam oven pada suhu 70oC selama 48 jam. Pemanenan tajuk dilakukan sebanyak dua kali.
6. Produksi Bahan Kering Akar Bahan kering akar dilakukan dengan cara menimbang akar yang telah dikeringudarakan selama 24 jam dan pengeringan dalam oven pada suhu 70oC selama 48 jam. 7. Kandungan Protein Kasar Kandungan protein kasar diperoleh berdasarkan hasil uji laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. 8. Produksi Protein Kasar Produksi protein kasar merupakan hasil perkalian antara persentase kandungan protein kasar dan produksi bahan kering tajuk. 9. Kandungan Serat Kasar Kandungan serat kasar diperoleh berdasarkan hasil uji laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. 10. Kandungan Phospor Kandungan phospor diperoleh berdasarkan hasil uji laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Prosedur Pelaksanaan 1. Persiapan Media Tanaman Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah latosol yang sebelumnya dikeringkan dan disaring terlebih dahulu untuk mendapatkan partikel tanah yang lebih halus. Banyaknya tanah yang digunakan adalah 6 kg per polybag. 2. Pemupukan dan Penanaman Pupuk yang diberikan sesuai dengan perlakuan yaitu kombinasi perbandingan N, P dan K yang secara berturut-turut berasal dari urea, SP36, dan KCl. Pemberian pupuk kandang, SP36, dan KCl dilakukan sebelum penanaman, sedangkan pupuk urea diberikan setelah tanaman berumur 2 minggu. Dosis pupuk kandang, SP36,
KCl, dan urea yang diberikan masing-masing sebesar 20 ton/ha, 50 kg P/ha, 50 kg K/ha dan 50 kg N/ha. Penanaman dilakukan sesaat setelah pemberian pupuk kandang, SP36, dan KCl. Masing-masing polybag ditanam dengan dua individu tanaman B. alata. Tanaman Borreria alata yang digunakan diperoleh dari sekitar laboratorium lapang Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pastura, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 3. Pemanenan Umur pemanenan dilakukan sesuai dengan perlakuan, yaitu 45 hari, 55 hari, 65 hari. Pemanenan dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali. 4. Pengambilan Contoh Tanaman Pengambilan contoh tanaman dilakukan saat pemanenan untuk mengetahui produksi bahan kering tajuk. Pengambilan contoh tanaman untuk protein kasar, produksi protein kasar, serat kasar dan kandungan phospor hanya dilakukan pada perlakuan P0, P3, P4, D1 dan D3 dengan 3 ulangan, sehingga untuk analisa kualitas nutrisi berukuran 3 x 2 x3 atau 12 unit percobaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Pertumbuhan adalah suatu proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan volume tanaman semakin besar yang mempengaruhi produksi tanaman. Secara umum pertumbuhan B. alata pada periode pertama baru terlihat pada minggu kedua, yaitu setelah dilakukan pemupukan urea. Namun pada periode kedua (pertumbuhan setelah pemanenan pertama)
terjadi penurunan
pertumbuhan dan produksi, bahkan persentase kematian tanaman mencapai 18,3%. Data mortalitas B. alata pada periode kedua dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Mortalitas B. alata pada Periode II Pupuk (N : P : K) P0 (Kontrol) P1 (1 : 1 : 1) P2 (1 : 1: 2) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1) Total
45 hari 0 0 0 0 0 0
Umur Pemotongan 55 hari 1 0 1 0 2 4
65 hari 1 0 1 2 3 7
Total 2 0 2 2 5
Jumlah kematian tanaman yang besar pada periode kedua terjadi karena B. alata memiliki tingkat pertumbuhan kembali (regrowth) yang rendah. Pembahasan berikutnya, paramater pertumbuhan dan produksi B. alata pada periode kedua tidak dilakukan pengujian secara statistik, dengan demikian pembahasan dilakukan secara deskriptif berdasarkan rataan parameter pertumbuhan dan produksi. Gambar B. alata selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Borreria alata
Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa B. alata memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi hingga mencapai 18 %. Hasil analisis proksimat B. alata dapat dilihat pada Tabel 2. Selain itu, tanaman ini juga kaya akan asam amino dengan persentase asam amino Glutamat yang terbesar. Hasil analisis asam amino B. alata dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat B. alata No
Kandungan Nutrisi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hasil Analisis (%)
Bahan Kering Abu Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar Beta- N NDF ADF Hemisellulosa Sellulosa Lignin Gross Energi
83,52 12,42 18,00 19,19 2,21 34,66 59,83 40,58 19,25 30,94 8,78 3381
Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2007)
Tabel 3. Tabel Hasil Analisis Asam Amino B. alata No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Unsur Asam Amino Aspartat Glutamat Serin Histidin Glysin Threonin Arginin Alanin Tyrosin Metionin Valin Phenil Alanin Iso-Leusin Leusin Lysin
Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2007)
Hasil Analisis (%) 1,57 1,72 0,73 0,29 0,90 0,68 1,71 0,39 0,48 0,11 0,85 0,76 0,72 1,19 0,76
Tanah yang digunakan dalam penelitian adalah tanah Latosol, dimana tanah ini memiliki kandungan unsur hara yang rendah terutama unsur hara N, P dan K (hasil analisis tanah latosol dapat dilihat pada Tabel 4). Oleh karena itu dalam penelitian ini diberikan perlakuan pemupukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. alata responsif terhadap pupuk N dan P. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang baik pada perlakuan tersebut. Tabel 4. Hasil Analisis Tanah Latosol Darmaga Jenis Pengukuran pH H2O C-Organik N P K Ca Mg Na KTK Al Fe Mn Cu Zn
Nilai 5 2% 0,16 % 3.8 ppm 0,15 me/100 g 2,02 me/100 g 0,38 me/100 g 0,10 me/100g 16,60 me/100 g 1,30 me/100g 4,24 ppm 97,84 ppm 3,08 ppm 9,52 ppm
Keterangan Asam Rendah Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah
Sumber : Santoso (2007)
Rekapitulasi Sidik Ragam Rekapitulasi sidik ragam pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun, diameter batang, rasio daun dan batang, produksi bahan kering tajuk, produksi bahan kering akar, kandungan protein kasar, kandungan serat kasar, kandungan nitrogen, dan kandungan phospor dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun, dimeter batang, rasio daun dan batang, produksi bahan kering tajuk, produksi protein kasar dan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap produksi bahan kering akar, dan kandungan phospor. Perlakuan umur pemotongan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) pada pertambahan jumlah daun, rasio daun dan batang, produksi bahan kering tajuk, produksi bahan kering akar, dan kandungan protein kasar serta berpengaruh nyata (p<0,05) pada produksi protein kasar. Interaksi antara pemupukan
dan umur pemotongan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kandungan protein kasar dan kandungan nitrogen. Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Parameter Pertambahan Tinggi Vertikal Pertambahan Jumlah Daun Diameter Batang Rasio Daun dan Batang Produksi Bahan Kering Tajuk Produksi Bahan Kering Akar Kandungan Protein Kasar Produksi Protein Kasar Kandungan Serat Kasar Kandungan Phospor
Pupuk ** ** ** ** ** * tn ** tn *
Perlakuan Umur Interaksi Pupuk & Pemotongan Umur Pemotongan tn tn ** tn tn tn ** tn ** tn ** tn ** ** * tn tn tn tn tn
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf uji F0,05 ** = berbeda nyata pada taraf uji F0,01 tn = tidak berbeda nyata
Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal B. alata Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap pertambahan tinggi vertikal, sedangkan perlakuan umur pemotongan dan interaksinya tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pertambahan tinggi vertikal B. alata dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil uji lanjut, perlakuan P0, P3 dan P4 menghasilkan tinggi vertikal yang tidak berbeda. Namun ketiga perlakuan tersebut menghasilkan rataan tinggi vertikal yang lebih tinggi dengan kisaran 2,4 - 4 kali dari perlakuan P1 dan P2. Pemupukan berkaitan erat dengan ketersediaan unsur hara essensial yang dibutuhkan oleh tanaman. Hidayat (2003) menyebutkan bahwa penggunaan pupuk dalam kegiatan budidaya dimaksudkan untuk meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah bagi pertumbuhan tanaman. Unsur hara essensial yang dibutuhkan oleh tanaman diantaranya nitrogen (N), phospor (P) dan kalium (K). Peran utama nitrogen bagi tanaman ialah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Nitrogen juga berperan penting dalam hal pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis (Lingga, 1998). Demikian juga dengan phospor selain berperan
dalam proses fotosintesis, phospor juga berperan dalam menstimulasi pertumbuhan akar, pembentukan benih dan respirasi (Parker, 2004) Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan tehadap Pertambahan Tinggi Vertikal B. alata pada Periode I (cm/polybag) Pupuk (N : P : K) P0 (Kontrol) P1 (1 : 1 : 1) P2 (1 : 1: 2) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1) Rataan
45 hari 32,31 6,19 8,00 20,69 27,31 18,90
Umur Pemotongan 55 hari 16,44 10,50 10,63 26,38 40,94 20,98
65 hari 16,81 10,50 22,00 43,94 39,38 26,53
Rataan 21,85 A 9,06 B 13,54 B 30,33 A 35,88 A 22,13
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01)
Terpenuhinya kebutuhan unsur hara makro inilah yang diduga menyebabkan adanya pengaruh perlakuan pemupukan terhadap pertambahan tinggi vertikal. Bey dan Las (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman ditentukan oleh laju pembelahan dan pembesaran sel dan suplai bahan-bahan organik dan anorganik untuk sintesa protoplasma dan dinding sel yang baru. Sehubungan dengan hal ini tanaman memberikan respon positif terhadap perlakuan pemupukan P3 dan P4 dimana berturut-turut merupakan perlakuan pemupukan P dan N dua kali lebih banyak dibandingkan P0 (kontrol). Hal ini menegaskan bahwa unsur P dan N merupakan unsur penting bagi tanaman dalam proses pertumbuhan dan produksi sehingga kedua perlakuan tersebut memberikan pengaruh positif terhadap parameter dibandingkan pada perlakuan penambahan proporsi pupuk K (P2). Kalium juga memiliki peranan penting dalam meningkatkan vigor, ketahanan tanaman terhadap penyakit, kekuatan batang dan kualitas benih (Parker, 2004). Namun dalam penelitian ini, pengaruh perlakuan K menunjukkan hasil yang kurang baik pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Seperti terlihat pada Tabel 6, penambahan proporsi K pada kombinasi pupuk menyebabkan penurunan pertambahan tinggi vertikal periode pertama. Bahkan penambahan proporsi K menyebabkan hambatan pertumbuhan secara signifikan. Hal ini terbukti bahwa pada tanaman yang diberi K dengan dosis dua kali akan menghasilkan tanaman dengan rataan tinggi vertikal lebih rendah daripada rataan tinggi vertikal tanpa pupuk.
Kondisi ini menunjukkan bahwa B. alata tidak termasuk tanaman yang menggunakan K dengan dosis tinggi. Rataan pertambahan tinggi vertikal B. alata setelah pemotongan pertama (Tabel 7) terlihat menurun bila dibandingkan dengan pertambahan tinggi vertikal pada periode pertama. Menurut Everaarts (1981) Borreria alata termasuk gulma semusim atau setahun (annual), tinggi 5-75 cm, merambat atau kadang-kadang tegak. Hal inilah yang diduga mempengaruhi pertumbuhan B. alata pada periode kedua. Sebagai tanaman semusim, B. alata mengalami penurunan kemampuan untuk tumbuh setelah pemanenan pertama. Tabel 7. Pupuk (N : P : K) P0 (Kontrol) P1 (1 : 1 : 1) P2 (1 : 1: 2) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1) Rataan
Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal B. alata pada Periode II (cm/polybag) 45 hari 4,88 6,81 7,75 10,19 6,38 7,20
Umur Pemotongan 55 hari 4,25 6,50 6,75 4,38 2,75 4,93
65 hari 2,58 6,06 10,50 3,25 1,00 4,68
Rataan 3,90 6,46 8,33 5,94 3,38 5,60
Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Pertambahan Jumlah Daun B. alata Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan jumlah daun B. alata dapat dilihat pada tabel 8. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk dan umur pemotongan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) meningkatkan pertambahan jumlah daun dan hasil yang tidak nyata untuk interaksinya. Seperti halnya yang terjadi pada pertambahan tinggi vertikal, perlakuan P3 dan P4 meningkatkan jumlah daun lebih banyak dibandingkan P1 dan P2. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan P dan N pada dosis dua kali lipat mampu memperbaiki jumlah daun. Penambahan unsur hara P dan N masing-masing pada perlakuan P3 dan P4 diduga dapat meningkatkan proses fotosintesis sehingga energi yang dibutuhkan tanaman untuk pembentukan daun dapat terpenuhi dengan baik.
Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Pertambahan Jumlah Daun B. alata Periode I (daun/polybag) Pupuk (N : P : K) P0 (Kontrol) P1 (1 : 1 : 1) P2 (1 : 1: 2) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1) Rataan
45 hari 136 79 60 114 179 114 B
Umur Pemotongan 55 hari 159 41 121 201 239 152 B
65 hari 174 153 183 286 278 215 A
Rataan 156 AB 91 C 122 B 200 A 232 A 129
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01)
Pertambahan jumlah daun terbanyak terjadi pada perlakuan P3 dan P4 yaitu sebanyak 200 dan 232 daun/polybag, dimana P4 merupakan perlakuan pemupukan dengan dosis N dua kali lipat dibandingkan kontrol. Hal ini berkaitan dengan peranan N sebagai komponen klorofil. Bertambahnya unsur N dalam tanah berasosiasi dengan pembentukan klorofil di daun sehingga hal ini meningkatkan proses fotosintesis yang memacu pertumbuhan jumlah daun tanaman. Peranan P sebagai komponen essensial ADP dan ATP yang bersama-sama berperan penting dalam fotosintesis dan penyerapan ion inilah yang diduga mampu meningkatkan pertambahan jumlah daun. Pengaruh umur pemotongan terhadap pertambahan jumlah daun juga menunjukkan hasil yang sangat nyata (p<0,01). Berdasarkan hasil uji lanjut, pemotongan tanaman pada umur 65 hari (D3) menghasilkan tanaman dengan jumlah daun yang paling banyak dibandingkan pemotongan pada umur 45 hari (D1) dan pemotongan pada umur 55 hari (D2). Hal ini terjadi karena semakin lama umur pemotongan akan memberikan kesempatan pada tanaman untuk tumbuh lebih lama sehingga jumlah daun yang terbentuk pun akan lebih banyak. Pertambahan jumlah daun pada periode kedua juga mengalami penurunan bila dibandingakan pada periode pertama, kecuali pada perlakuan P1. Pertambahan jumlah daun pada periode kedua untuk tanaman yang diberi perlakuan pemupukan dengan perbandingan N, P dan K yang sama
meningkat dari 91 daun/polybag
menjadi 129 daun/polybag. Hal ini diduga terjadi karena penurunan kemampuan pertumbuhan B. alata khususnya dalam menambah jumlah daun masih mampu
didukung oleh ketersedian unsur hara N, P dan K. Walaupun dalam hal ini tidak mempengaruhi produksi. Pertambahan Jumlah Daun B. alata Periode kedua dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Pertambahan Jumlah Daun B. alata Periode II (daun/polybag) Pupuk (N : P : K) P0 (Kontrol) P1 (1 : 1 : 1) P2 (1 : 1: 2) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1) Rataan
45 hari 172 134 133 229 154 165
Umur Pemotongan 55 hari 81 164 78 124 75 104
65 hari 48 89 126 34 58 71
Rataan 100 129 112 129 95 113
Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Diameter Batang B. alata Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap diameter batang, sedangkan perlakuan umur pemotongan dan interaksinya dengan perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Diameter batang B. alata dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur pemotongan terhadap Diameter Batang B. alata Periode I (mm/polybag) Pupuk (N : P : K)
45 hari
55 hari
65 hari
P0 (Kontrol) P1 (1 : 1 : 1) P2 (1 : 1: 2) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1)
4,25 2,88 3,25 4,00 4,75
3,88 2,88 2,75 3,50 4,50
2,75 2,88 3,38 4,00 4,13
3,63B 2,88C 3,13C 3,83B 4,46A
Rataan
3,83
3,50
3,43
3,58
Umur Pemotongan
Rataan
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01)
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa diameter batang terbesar dihasilkan oleh perlakuan pemupukan dengan dosis N dua kali lipat (P4). Diameter pada perlakuan N
dengan dosis dua kali, nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Diameter batang merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman, dimana pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara penting bagi tanaman. Terpenuhinya kebutuhan unsur hara bagi tanaman inilah yang memacu pertumbuhan diameter batang tanaman dalam hal ini unsur hara N. Berdasarkan Tabel 11, perlakuan baik pupuk maupun pemotongan tidak menyebabkan penambahan pada besarnya diameter batang pada periode kedua. Hal ini diduga terjadi karena beberapa tanaman yang masih mampu bertahan hidup mengalami peningkatan ukuran batang walaupun hanya sedikit atau bahkan tanaman tidak tumbuh. Tabel 11. Rataan Diameter Batang B. alata Periode II (mm/polybag) Pupuk (N : P : K) P0 (Kontrol) P1 (1 : 1 : 1) P2 (1 : 1: 2) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1) Rataan
45 hari 4,25 3,13 3,00 3,50 3,47 3,70
Umur Pemotongan 55 hari 3,67 3,13 3,00 3,75 3,39 3,51
65 hari 3,33 3,00 4,17 4,50 3,75 3,80
Rataan 3,75 3,08 3,39 3,92 3,53 3,67
Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Rasio Daun dan Batang B. alata Rasio daun dan batang dapat dijadikan parameter kualitas hijauan pakan, karena rasio daun dan batang menunjukkan perbandingan antara jumlah daun dan batang yang dihasilkan, dimana kualitas daun umumnya lebih baik daripada batang. Semakain tinggi rasio daun dan batang kecenderungan kualitas hijauan makanan ternak semakin baik. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk dan pemotongan sangat nyata (p<0,01) berpengaruh terhadap rasio daun dan batang, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Rasio daun dan batang masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan pupuk dengan perbandingan N:P:K = 1:1:1 (P1) menghasilkan rasio daun dan batang paling tinggi dibandingkan perlakuan lain. Terdapat kecenderungan bahwa penggunaan pupuk N, P dan K secara
terpisah dapat meningkatkan berat batang walaupun secara keseluruhan tidak mengurangi berat daun. Namun bisa dipastikan bahwa batang lebih cepat membesar seperti tercermin pada tingginya diameter batang pada perlakuan P2, P3 dan P4 dibanding P1. Tabel 12. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dann Umur Pemotongan terhadap Rasio Daun dan Batang B. alata Periode I (g/polybag) Umur Pemotongan
Pupuk (N : P : K)
45 hari
55 hari
65 hari
P0 (Kontrol)
1,57
1,66
1,13
1,45 B
P1 (1 : 1 : 1)
2,55
5,05
1,63
3,08 A
P2 (1 : 1: 2)
2,58
1,4
1,31
1,76 B
P3 (1 : 2 : 1)
2,48
1,45
0,82
1,58 B
P4 (2 : 1 : 1)
2,07
1,17
0,7
1,31 B
Rataan
2,25A
2,15A
1,12B
1,84
Rataan
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01)
Perlakuan umur pemotongan 45 hari (D1) dan umur pemotongan 55 hari (D2) menghasilkan rasio daun dan batang lebih tinggi dibandingkan umur pemotongan 65 hari (D3). Secara umum semakin panjang umur pemotongan dapat menurunkan rasio daun dan batang. Sesuai dengan hasil penelitian Vanis (2007) yang menyatakan bahwa interval pemotongan 50 hari pada rumput gajah mengasilkan rasio daun dan batang lebih tinggi dibandingkan interval pemotongan 60 hari. Besarnya proporsi batang pada perlakuan interval pemotongan 60 hari disebabkan rumput memiliki kesempatan lebih lama untuk mengembangkan bagian-bagian vegetatifnya. Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Bahan Kering Tajuk B. alata Produksi bahan kering tajuk B. alata dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan pupuk dan umur pemotongan memberikan pengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap produksi bahan kering tajuk namun interaksi tidak nyata terhadap parameter tersebut. Berdasarkan hasil uji lanjut, perlakuan P4 menghasilkan produksi bahan kering tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan P4 tidak berbeda dengan perlakuan P3 namun berbeda dengan perlakuan P0, P1, dan P2. Hal ini menunjukkan
bahwa pelakuan P3 dan P4 masih dominan dibandingkan perlakuan lain seperti halnya yang terjadi pada peubah lain. Pupuk merupakan sumber unsur hara penting bagi tanaman dalam proses pertumbuhan baik dalam meningkatkan tinggi vertikal, jumlah daun, maupun dimeter batang. Tabel 13. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Bahan Kering Tajuk B. alata Periode I (g/polybag) Pupuk (N : P : K)
45 hari
P0 (Kontrol) P1 (1 : 1 : 1) P2 (1 : 1: 2) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1) Rataan
5,08 0,84 1,04 2,6 4,94 2,9B
Umur Pemotongan 55 hari 3,53 1,38 1,95 8,55 13,33 5,75B
65 hari 4,7 3,28 6,5 15,5 15,65 9,13A
Rataan 4,43BC 1,83D 3,16CD 8,88AB 11,31A 5,92
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01)
Penambahan pupuk N, P dan K dengan porsi yang sama menurunkan produksi bahan kering tanaman. Hal ini juga terjadi secara konsisten pada seluruh parameter. Namun perubahan proporsi dosis N, P dan K menunjukkan akibat yang berbeda terhadap bahan kering tajuk. Penambahan K dua kali tidak berdampak pada produksi bahan kering kemungkinan disebabkan toleransi B. alata dalam mengkonsumsi K berlebih (luxury consumption). Berbeda dengan K, penambahan dosis P dan N dua kali lipat masing-masing pada perlakuan P3 dan P4 memberikan dampak terhadap peningkatan jumlah bahan kering tajuk B. alata yang mencapai masing-masing 2-3 kali lipat dari tanpa perlakuan. Hal ini jelas bahwa B. alata responsif terhadap P dan N yang sangat penting bagi proses metabolisme perkembangan sel dan energi metabolis. Pengaruh perlakuan pemupukan P3 dan P4 yang dominan hampir pada setiap peubah menghasilkan produksi bahan kering yang juga dominan pada perlakuan P3 dan P4. Fenomena ini menjelaskan bahwa keseimbangan pemberian N, P dan K tampaknya lebih penting dibandingkan penambahan N, P dan K. Hal ini berkaitan dengan interaksi unsur hara yang nantinya akan mempengaruhi proses penyerapan unsur hara lainnya oleh tanaman. Parker (2004) menyatakan bahwa interaksi antara unsur hara menunjukkan bagaimana suatu unsur hara tertentu mempengaruhi
penyerapan unsur hara lainnya, baik menghambat maupun membantu penyerapan unsur hara tersebut. Umur pemotongan yang semakin lama juga dapat meningkatkan produksi bahan kering tajuk karena adanya kesempatan tanaman untuk tumbuh lebih lama. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa umur pemotongan 65 hari (D3) menghasilkan produksi bahan kering tajuk lebih banyak dibandingkan umur pemotongan 45 hari (D1) dan 55 hari (D2). Produksi bahan kering tajuk B. alata pada pemanenan umur 65 hari menghasilkan 2-3 kali lebih banyak bila dibandingkan dengan pemanenan pada umur 45 hari dan 55 hari. Hal ini menunjukan bahwa pemanenan pada umur 65 hari merupakan umur yang ideal untuk menghasilkan produksi bahan kering tajuk yang maksimal. Sesuai dengan hasil penelitian Bultemeier (2005) yang menunjukkan bahwa interval pemotongan berpengaruh nyata (p<0,05) dalam meningkatkan produksi rumput pastura. Produksi pada pemotongan umur 6 minggu selalu dua kali lipat dari pemotongan tanaman pada umur 2 minggu. Rataan produksi bahan kering B. alata pada periode kedua (Tabel 14) menunjukkan bahwa terjadi penurunan produksi dibandingkan pada periode pertama. Hal ini terjadi karena beberapa tanaman tidak mampu bertahan hidup setelah pemotongan pertama. Sebagai tanaman semusim, B. alata mengalami penurunan pertumbuhan dan produksi setelah pemotongan periode pertama, sehingga hal ini mempengaruhi produksi B. alata pada periode kedua. Persentase kematian tanaman pada periode kedua mencapai 18,3%. Tabel 14. Rataan Produksi Bahan Kering Tajuk B. alata Periode II (g/polybag) Umur Pemotongan
Pupuk (N : P : K)
45 hari
55 hari
65 hari
P0 (Kontrol)
2,10
0,97
0,43
1,17
P1 (1 : 1 : 1)
1,55
1,90
1,00
1,48
P2 (1 : 1: 2)
1,19
1,07
1,97
1,41
P3 (1 : 2 : 1)
2,88
1,65
0,80
1,78
P4 (2 : 1 : 1)
2,40
1,20
0,90
1,50
Rataan
2,02
1,36
1,02
1,47
Rataan
Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Bahan Kering Akar B. alata Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) pada perlakuan pemupukan dan pengaruh yang nyata (p<0,05) pada perlakuan pemotongan terhadap produksi bahan kering akar namun tidak nyata pada interaksinya. Produksi bahan kering akar B. alata dapat dilihat pada Tabel 15. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan P3 menghasilkan produksi bahan kering akar terbesar bila dibandingkan dengan perlakuan pemupukan lainnya. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) peranan akar dalam pertumbuhan tanaman sama pentingnya dengan tajuk. Sebagai gambaran, jika tajuk berfungsi untuk menyediakan karbohidrat melalui proses fotosintesis, maka fungsi akar adalah menyediakan unsur hara dan air yang diperlukan dalam metabolisme tanaman. Oleh karena itu ketersediaan unsur hara penting bagi tanaman juga sangat diperlukan untuk pertumbuhan akar. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah latosol dimana tanah latosol merupakan tanah dengan pH rendah, oleh karena itu phospor menjadi faktor kritis pada tanah ini. Penambahan proporsi P pada perlakuan P3 dapat meningkatkan produksi bahan kering akar karena peranan phospor dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar. . Tabel 15. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Bahan Kering Akar (g/polybag) Pupuk (N : P : K) P0 (Kontrol) P1 (1 : 1 : 1) P2 (1 : 1: 2) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1) Rataan
45 hari 0,95 0,63 0,49 1,35 1,23 0,93A
Umur Pemotongan 55 hari 0,20 0,30 0,16 0,50 0,43 0,32B
65 hari 0,09 0,13 0,25 0,29 0,15 0,18B
Rataan 0,41b 0,35b 0,30b 0,71a 0,60ab 0,48
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0,05) dan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01)
Terdapat mekanisme menarik pada tanaman B. alata bahwa pemotongan yang dipercepat menyebabkan penimbunan bahan kering pada akar, hal ini dipahami
sebagai reaksi homeostatis untuk mempertahankan persistensi sebagai gulma sehingga dimungkinkan untuk regrowing lebih baik. Hal ini terindikasi oleh adanya angka bahan kering tajuk (Tabel 14) lebih tinggi pada D1 dibanding D2 dan D3 pada periode kedua meskipun tidak diuji secara statistik. Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Protein Kasar B. alata Kandungan protein kasar B. alata dapat dilihat pada Tabel 16. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang sangat nyata (p<0,01) antara perlakuan pupuk dan umur pemotongan. Berdasarkan hasil uji lanjut, perlakuan P4D1 dan P3D1 menunjukkan hasil yang terbaik dibandingkan perlakuan yang lain. Artinya perlakuan pupuk dengan penambahan proporsi P dan N dua kali lipat masing-masing pada perlakuan P3 dan P4 akan menghasilkan kandungan protein yang optimal jika dikombinasikan dengan pemotongan tanaman pada umur 45 hari (D1). Ketersediaan unsur hara memungkinkan tanaman untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembentukan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Lingga (1998) menyebutkan bahwa N berperan dalam membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya. Begitu juga dengan P yang berperan sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu. Peranan P dan N dalam sintesis protein inilah yang diduga mempengaruhi kandungan protein kasar akibat penambahan proporsi P dan N pada perlakuan P3 dan P4. Tabel 16. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Protein Kasar B. alata(%) Pupuk (N : P : K)
Umur Pemotongan 45 hari
65 hari
P0 (Kontrol)
19,1
B
16,8B
P3 (1 : 2 : 1)
25,7A
10,1C
P4 (2 : 1 : 1)
23,4A
16,3B
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01)
Demikian juga dengan pengaruh perlakuan umur pemotongan, semakin lama umur pemotongan maka kandungan protein kasar pun akan menurun. Hasil penelitian Mansyur (2004) menunjukkan bahwa semakin panjang interval pemotongan maka terjadi penurunan kandungan protein kasar pada rumput
Brachiaria humidicola. Demikian juga yang terjadi pada penelitian ini, semakin lama umur pemotongan maka kandungan protein kasar dalam tanaman pun akan menurun. Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Protein Kasar B. alata Produksi protein kasar B. alata dapat dilihat pada Tabel 17. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) dalam meningkatkan produksi protein kasar. Perlakuan umur pemotongan berpengaruh nyata (p<0,05) meningkatkan produksi protein kasar namun tidak nyata pada interaksi perlakuan pemupukan dan umur pemotongan. Tabel 17. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Produksi Protein Kasar B. alata (g) Pupuk (N : P : K)
Umur Pemotongan
Rataan
45 hari
65 hari
P0 (Kontrol)
93,09
80,03
86,56B
P3 (1 : 2 : 1)
75,61
147,29
111,45B
P4 (2 : 1 : 1)
131,52
258,21
194,87A
Rataan
100,07b
161,84a
130,96
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) dan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0,05)
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa penambahan proporsi N pada perlakuan P4 mampu meningkatkan produksi protein kasar hingga dua kali lipat dibanding kontrol. Demikian juga dengan pengaruh umur pemotongan, dimana umur pemotongan 65 hari menghasilkan produksi protein kasar lebih tinggi dibandingkan dengan umur pemotongan 45 hari. Hal ini menunjukkan bahwa produksi protein kasar tidak hanya dipengaruhi oleh persentase kandungan protein kasar namun juga dipengaruhi oleh bahan kering tajuk yang dihasilkan. Persentase kandungan protein kasar yang tinggi pada perlakuan penambahan proporsi pupuk P yang dikombinasikan dengan umur pemotongan 45 hari pada perlakuan P3D1 (Tabel 16) tidak didukung oleh produksi bahan kering tajuk pada perlakuan tersebut. Berbeda dengan perlakuan penambahan proporsi pupuk N yang dikombinasikan dengan umur pemotongan 65 hari pada perlakuan P4D3 (Tabel 17). Walaupun pada perlakuan ini
persentase kandungan protein kasar lebih rendah dibandingkan perlakuan P3D1, namun produksi bahan kering tajuk yang dihasilkan lebih tinggi hingga mencapai tiga kali lipat. Oleh karena itu, produksi protein kasar tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P4D3. Meskipun demikian, parameter ini tidak dipengaruhi oleh interaksi kedua perlakuan, tetapi hanya dipengaruhi secara tunggal oleh masing-masing perlakuan pemupukan dan umur pemotongan dengan produksi protein kasar tertinggi pada perlakuan panambahan proporsi pupuk N (P4) dan pada umur pemotongan 65 hari (D3). Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Serat Kasar B. alata Kandungan serat kasar B. alata dapat dilihat pada Tabel 18. Hasil Sidik ragam menunjukkan hasil yang tidak nyata pada semua perlakuan, baik perlakuan pemupukan, umur pemotongan maupun interaksinya. Tabel 18. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Serat Kasar B. alata (%) Pupuk (N : P : K) P0 (Kontrol) P3 (1 : 2 : 1) P4 (2 : 1 : 1) Rataan
Umur Pemotongan 45 hari 65 hari 22,8 20,3 18,3 18,7 20,0 23,4 20,3 20,8
Rataan 21,5 18,5 21,7 20,6
Kandungan serat kasar B. alata pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan maupun perlakuan umur pemotongan, walaupun pada hasil dapat dilihat adanya kecenderungan peningkatan kandungan serat kasar seiring bertambahnya umur pemotongan. Hidayat (1994) menyebutkan bahwa proses lignifikasi antar spesies sejalan dengan fase vegetatifnya. Lebih cepat tercapainya fase generatif
maka lebih cepat proses lignifikasinya, karena kandungan lignin
hijauan meningkat dengan semakin masaknya tanaman. Lebih lanjut Hidayat (1994) menyebutkan bahwa semakin meningkatnya umur tanaman menyebabkan kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin meningkat. Hal inilah yang mempengaruhi kandungan serat kasar tanaman. Kandungan serat kasar B. alata yang tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan dan pemotongan. Hal ini diduga terjadi
karena sifat genetik dari tanaman tersebut atau selang antara umur pemotongan tanaman 45 hari dan 65 hari belum mempengaruhi proses lignifikasi pada tanaman tersebut. Pengaruh Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Phospor B. alata Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terlihat adanya pengaruh pemupukan yang nyata (p<0,05) terhadap kandungan phospor B. alata. Sedangkan pengaruh umur pemotongan dan interaksinya tidak berbeda nyata (Tabel 19). Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan P3 menghasilkan tanaman dengan kandungan phospor tertinggi dimana perlakuan P3 merupakan perlakuan pemupukan P dua kali lipat lebih banyak daripada kontrol (P0). Seperti halnya pada kandungan nitrogen, kandungan phospor pada tanaman juga dipengaruhi ketersediaan unsur hara tersebut di dalam tanah. Perlakuan P3 yang merupakan pemupukan P dengan dosis dua kali menghasilkan tanaman dengan kandungan phospor tertinggi. Tabel 19. Pengaruh Perlakuan Pemupukan dan Umur Pemotongan terhadap Kandungan Phospor B. alata (%) Umur Pemotongan
Pupuk (N : P : K)
45 hari
65 hari
P0 (Kontrol)
0,12
0,14
0,13ab
P3 (1 : 2 : 1)
0,24
0,11
0,18a
P4 (2 : 1 : 1)
0,10
0,10
0,10b
Rataan
0,15
0,12
0,14
Rataan
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0,05)
Penambahan P dua kali pada tanah direspon baik oleh B. alata, terbukti dengan bertambahnya kandungan P pada jaringan tanaman. Nilai 0,18 % untuk tanaman pakan cukup baik sebagai suplemen P. Peningkatan N dua kali ternyata tidak memberi efek interaksi yang sinergi maupun antagonis terhada penyerapan P oleh B. alata.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan B. alata merupakan tanaman yang responsif terhadap pemupukan P dan N. Hal ini terbukti dengan penambahan proporsi pupuk P dan N masing-masing pada perlakuan P3 dan P4 menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang baik. Pemotongan B. alata pada umur 65 hari merupakan umur yang ideal untuk menghasilkan produksi B. alata yang tinggi. Namun jika ditinjau dari segi kualitas nutrisi perlakuan penambahan proporsi P dua kali lebih banyak yang dikombinasikan dengan perlakuan pemotongan pada umur 45 hari akan menghasilkan produksi dengan kandungan protein kasar tertinggi hingga mencapai 25,7% (P3D1). Penyediaan hijauan makanan ternak tidak hanya mengutamakan kualitas nutrisi saja, namun produksi yang tinggi juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Sehubungan dengan ini, perlakuan pemupukan dengan dosis N dua kali lebih banyak yang dikombinasikan dengan umur pemotongan 65 hari (P4D3) menghasilkan produksi bahan kering yang tinggi dengan kualitas nutrisi yang cukup baik. B. alata merupakan tanaman semusim sehingga tanaman ini mengalami penurunan pertumbuhan dan produksi setelah pemanenan pertama dengan tingkat kematian 18,3 %. Persentase kematian terbesar terjadi pada perlakuan umur defoliasi 65 hari. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan meningkatkan dosis pupuk N dan P secara berlevel untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang optimal, serta pengujian kemampuan regrowth akibat efek peningkatan element tertentu.
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke kehadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada kedua orang tua dan anggota keluarga lainnya yang banyak membantu baik materi, motivasi serta kasih sayangnya dalam mendidik penulis. Ucapan terimakasih Penulis sampaikan juga Kepada Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr dan Dr. Ir. Panca Dewi MHKS., MSi. yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Kepada Dr. Ir. Rarah Ratih. A. Maheswari, DEA dan Ir. Sri Harini I. S., Ms sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan sehingga menyempurnakan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih juga kepada teman-teman Mardiyah (Puji, Delfy, Ai, Afi dan Yayat), kepada Ninie, Kiki, Vira, Dewi, Riri, Evrin, Nuraini, serta teman-teman Nutrisi’40 yang telah menjadi motivator dan inspirator bagi penulis. Terimakasih kepada staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pastura atas kerjasama dan dukungan selama palaksanaan penelitian ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang membantu dalam pelaksanaan penelitian ini hingga penulisan tugas akhir ini. Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan dan civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Februari 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. 1991. Fosfor Peranannya dan Penggunaannya dalam Bidang Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Bogor. Bey, A dan I. Las. 1991. Strategi Pendekatan Iklim Usaha Tani. Kapita Selekta dalam Agroklimatogi. Dirjen Dikti. Jakarta. Bultemeier, T. L. B., D. J. Barker, R. M. Sulc, S. K. Harrison dan E. E. Regnier. 2005. Species interactions with Quackgrass and their effects on forage production. Crop Sci. 45 : 290 - 296 (2005). http://crop.scijournals.org/cgi/ content/full/45/1/290. (10 Juli 2007) Chrowder, L. V dan H. R. Chheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman. London and New York Djarre, M. T. 1984. Ketahanan rumput Brachiaria mutica (Para Grass) terhadap defoliasi. Proyek Penelitian Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Everaarts, A. P. 1981. Weed of Vegetables in the Hiaghlands of Java. Horticultural Research Institute. Jakarta. Hidayat, N. 1994. Produksi dan kecernaan rumput penguat teras pada dua interval defoliasi di tanah incepticol. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hidayat, M. F. 2003. Pemanfaatan asam humat dan omega pada pemberian pupuk NPK terhadap pertumbuhan Gmelina arborea Roxb. yang diinokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kavanova, M. dan V. Glozer. 2004. The use of internal nitrogen stores in the Rhizomatous Grass Calamagrostis epigejos during regrowth after defoliation. Annals of Botany 2005 95 (3) : 457 - 463. http://aob.oxfordjournals.org/cgi/ content/full/95/3/457. (10 Juli 2007). Kristyowantari, R. 1992. Pengaruh interval dan tinggi pemotongan terhadap produksi dan beberapa aspek kualitas rumput Raja. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Leiwakabessy, F. M. dan Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lestienne, F., B. Thornton dan F. Gastal. 2006. Impact of defoliation intensity and frequency on N uptake and mobilization in Lolium perenne. Journal of Experimental Botany 2006 57(4):997-1006. http://jxb.oxfordjournals.org/cgi/ content/full/57/4/997. (10 Juli 2007) Lingga, P. 1998. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta-Indonesia.
Lingga, P dan Marsono. 2006. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta-Indonesia. Mansyur. 2004. Interval Pemotongan Rumput Brachiaria humidicola (Rendle) Schwick. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Norris, R. F. dan D. Ayres. 1991. Cutting Interval and Irrigation Timing in Alfalfa: Yellow Foxtail Invasion and Economic Analysis. Agron J 83:552-558 (1991). http://agron.scijournals.org/cgi/content/abstract/83/3/552. (4 April 2008) Parker, R. 2004. Plant Science_Revised. Thomson Learning Inc. New York. Pitojo, S. 1995. Penggunaan Urea Tablet. Penebar Swadaya Jakarta. Runhayat, A. 1995. Peranan unsur hara kalium dalam meningkatkan hasil dan daya tahan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. XIV (1):10-15 Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung. Santoso, S. P. E. 2007. Uji efektivitas pupuk daun Growmore 6-28-28 terhadap pertumbuhan, produksi dan kadar hara N, P, K, Ca dan Mg tanaman jagung (Zea mays) di tanah latosol Darmaga. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Soerjani, M., A. J. G. H., Kostermens, dan G. Tjitrosoepomo (eds). 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Ketiga. Terjemahan: Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. Sukman, Y. dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali Pers. Jakarta. Tan, K. H. 1996. Soil Sampling, Preparation and Analysis. Marcel Dekker Inc. New York. Vanis, R. D. 2007. Pengaruh pemupukan dan interval defoliasi terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput Gajah. (Pennisetum purpureum) dibawah tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Volesky, J. D. dan B. E. Anderson. 2007. Defoliation effects on production and nutritive value of four irrigated cool-season Perennial Grasses. Agron J 99:494_500(2007).http://agron.scijournals.org/cgi/content/abstract/99/2/ 494. (10 Juli 2007)
Whiteheat, D. C. 2000. Nutrient Elements In Grassland. University Press Cambridge. New York. Wiroatmodjo, J., I. H. Utomo, R. Daus dan Warma. 1993. Studi Allelopati Borreria alata terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai dan padi Gogo. Buletin Agronomi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Vol 21 (2) : 39-50
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Vertikal Periode I Sumber Keragaman PUPUK DEFOLIASI PUPUK*DEFOLIASI Error Total
DB 4 2 8 45 59
JK 2,82056 0,30887 0,68735 2,59539 6,41217
KT 0,70514 0,15443 0,08592 0,05768
Fhit 12,23 2,68 1,49
P 0,000 0,080 0,188
Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Periode I Sumber Keragaman PUPUK DEFOLIASI PUPUK*DEFOLIASI Error Total
DB 4 2 8 45 59
JK 1,71988 0,98982 0,74345 2,26867 6,41217
KT 0,42997 0,49491 0,09293 0,05041
Fhit 8,53 9,82 1,84
P 0,000 0,000 0,094
Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Diameter Batang Periode I Sumber Keragaman PUPUK DEFOLIASI PUPUK*DEFOLIASI Error Total
DB 4 2 8 45 59
JK 18,5000 1,8083 5,4000 25,3750 51,0833
KT 4,6250 0,9042 0,6750 0,5639
Fhit 8,20 1,60 1,20
P 0,000 0,212 0,322
Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Rasio Daun dan Batang Periode I Sumber Keragaman PUPUK DEFOLIASI PUPUK*DEFOLIASI Error Total
DB 4 2 8 45 59
JK 0,32847 0,33250 0,23310 0,73290 1,62696
KT 0,08212 0,16625 0,02914 0,01629
Fhit 5,04 10,21 1,79
P 0,002 0,000 0,104
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Produksi Bahan Kering Tajuk Periode I Sumber Keragaman PUPUK DEFOLIASI PUPUK*DEFOLIASI Error Total
DB 4 2 8 45 59
JK 2,96848 1,57045 0,63102 2,22354 7,39349
KT 0,74212 0,78522 0,07888 0,04941
Fhit 15,02 15,89 1,60
Lampiran 6. Hasil Sidik Ragam Produksi Bahan Kering Akar
P 0,000 0,000 0,153
Sumber Keragaman pupuk defoliasi pupuk*defoliasi Error Total
DB 4 2 8 45 59
JK 1,4593 6,3499 1,1815 5,2893 14,2799
KT 0,3648 3,1749 0,1477 0,1175
Fhit 3,10 27,01 1,26
P 0,024 0,000 0,290
Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Kandungan Protein Kasar Sumber Keragaman pupuk defoliasi pupuk*defoliasi Error Total
DB 2 1 2 12 17
JK 15,359 312,000 135,039 27,936 490,334
KT 7,679 312,000 67,520 2,328
Fhit 3,30 134,02 29,00
P 0,072 0,000 0,000
Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam Kandungan Serat Kasar Sumber Keragaman pupuk defoliasi pupuk*defoliasi Error Total
DB 2 1 2 12 17
JK 38,877 0,966 26,262 89,524 155,629
KT 19,439 0,966 13,131 7,460
Fhit 2,61 0,13 1,76
P 0,115 0,725 0,214
Lampiran 9. Hasil Sidik Ragam Kandungan Nitrogen Sumber Keragaman pupuk defoliasi pupuk*defoliasi Error Total
DB 2 1 2 12 17
JK 0,3928 7,9867 3,4568 0,7154 12,5518
KT 0,1964 7,9867 1,7284 0,0596
Fhit 3,29 133,97 28,99
P 0,072 0,000 0,000
Lampiran 10. Hasil Sidik Ragam Kandungan Phospor Sumber Keragaman pupuk defoliasi pupuk*defoliasi Error Total
DB 2 1 2 12 17
JK 0,018033 0,006806 0,017744 0,027667 0,070250
KT 0,009017 0,006806 0,008872 0,002306
Fhit 3,91 2,95 3,85
P 0,049 0,111 0,051
Lampiran 13. Tabel Pengacakan P4D2U1 P1D3U1
P2D2U1 P1D3U3
P4D2U2 P3D2U3
P4D3U2 P0D1U4
P2D3U1 P1D1U2
P2D2U4 P3D1U2
P1D2U2 P0D2U3
P2D3U2 P0D3U1
P4D3U1 P2D2U3
P1D3U4 P4D1U4
P4D1U3 P1D1U3
P0D1U2 P2D3U3
P1D2U1 P3D3U2
P4D1U2 P3D3U3
P2D1U2 P3D2U1
P1D1U1 P0D2U1
P0D1U1 P1D2U3
P4D2U4 P3D1U4
P0D3U4 P2D1U3
P2D1U4 P1D2U4
P0D2U4 P1D3U2
P3D2U2 P2D1U1
P0D3U3 P0D1U2
P3D2U4 P0D1U3
P2D3U4 P3D1U3
P4D3U4 P3D1U1
P4D1U1 P4D2U3
P1D1U4 P4D3U1
P0D3U2 P3D3U4
P3D1U1 P2D2U2
Keterangan : ¾ P (Perlakuan Pupuk) P0 = kontrol ( tanpa pupuk N, P dan K ) P1 = N : P : K = 1 : 1 : 1 P2 = N : P : K = 1 : 1 : 2 P3 = N : P : K = 1 : 2 : 1 P4 = N : P : K = 2 : 1 : 1 ¾ D ( Perlakuan Umur Pemotongan) D1 = Umur Pemotongan 45 hari D2 = Umur Pemotongan 55 hari D3 = Umur Pemotongan 65 hari ¾ U (Ulangan)