POTENSI ANTIOKSIDAN PADA TELUR INFERTIL HASIL SELEKSI BERDASARKAN WAKTU PENGERAMAN YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh EVO TENRI UBBA I111 11 107
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
POTENSI ANTIOKSIDAN PADA TELUR INFERTIL HASIL SELEKSI BERDASARKAN WAKTU PENGERAMAN YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh EVO TENRI UBBA I111 11 107
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 ii
PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Evo Tenri Ubba
NIM
: I 111 11 107
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli. b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, April 2015 Evo Tenri Ubba
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, oleh karena atas berkah, Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Salam dan salawat kepada Rasulullah Muhammad SAW yang menjadi teladan dalam menghantarkan kita selalu menuntut ilmu untuk bekal akhirat dan duniawi. Terimakasih terucap bagi segenap pihak yang telah meluangkan waktu, pemikiran dan tenaganya sehingga penulisan skripsi ini rampung.
Oleh sebab itu,
sepantasnyalah penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Ibu Dr. Nahariah, S.Pt., MP. sebagai pembimbing utama dan Bapak Prof. Dr. Ir.
H. MS Effendi Abustam, M.Sc. selaku pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan nasihat serta motivasi sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc., Ibu Dr.Wahniyathi Hatta, S.Pt., M.P., dan Bapak Ir. Mustakim Mattau, MS. selaku penguji atas waktu dan segala masukan yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini 3. Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Ibu Wakil Dekan I dan Ibu Wakil Dekan II serta Bapak Wakil Dekan III. 4. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Ternak Bapak Dr. Muhammad Irfan Said S.Pt, M.P dan Bapak Ketua Jurusan Produksi Ternak Dr. Mu hammad Yusuf, S.Pt. 5. Ibu Dr. Nuraini Siradjuddin, S.Pt., M.Si. selaku penasehat akademik atas segala waktu dan bimbingannya selama masa studi ini.
iv
6. Ibu dan Bapak Dosen serta Staf Tata Usaha tanpa terkecuali yang telah membimbing dan memberikan bantuannya selama saya kuliah. 7. Kedua orang tua, ayahanda tercinta H. M. Basir Fachry, SE dan ibunda tercinta Hj. Rahmatia Hasan atas segala doa, motivasi, teladan, pengetahuan dan dukungan penuh kasih sayang sehingga penulis selalu berusaha dengan semangat dan percaya diri. Kepada kedua adik penulis Nana Saweri Pane dan Jihan Fitrah Caesar yang selalu memberikan doa, bantuan dan dukungan. 8. Teman-teman seperjuangan selama kuliah Kelas B dan SOLANDEVEN yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungannya. 9. SEMA
FAPET-UH,
HIMATEHATE-UH,
HIMAPROTEK-UH,
HUMANIKA-UH dan HIMSENA-UH atas segala pengalaman dan ilmu yang telah diajarkan kepada penulis 10. Teman – teman HMI UNHAS, UKM Softball-Baseball UNHAS, HIPMI BKPT Sidrap UNHAS dan teman – teman KKN Gelombang 87 UNHAS. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih telah membantu dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis Dengan segala kerendahan hati penulis perhadapkan kepada sidang pembaca, semoga memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya serta kepada pribadi penulis pada khususnya serta mohon disempurnakan atas segala kekurangan. Makassar,
April 2015
Evo Tenri Ubba
v
RINGKASAN EVO TENRI UBBA (I 111 11 107). Potensi Antioksidan pada Telur Infertil Hasil Seleksi Berdasarkan Waktu Pengeraman yang Berbeda. dibawah bimbingan NAHARIAH sebagai pembimbing utama dan EFFENDI ABUSTAM sebagai pembimbing anggota. Telur infertil dapat dijual sebagai telur konsumsi dan untuk bahan pada pengolahan produk pangan. Telur infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan sehingga tidak dapat menetas dalam proses penetasan. Pengeraman pada industri penetasan menggunakan bantuan panas. Pemanasan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Belum banyak penelitian yang mengevaluasi potensi antioksidan pada telur infertil hasil seleksi dengan waktu pengeraman yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya potensi antioksidan pada telur infertil hasil seleksi 0 hari (tanpa pengeraman), 9 dan 18 hari pengeraman. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 kali ulangan. Tiap ulangan membutuhkan 5 butir telur, total telur yang digunakan adalah 75 butir. Hasil penelitian menunjukkan persentase rata-rata aktivitas antioksidan pada telur infertil berbeda nyata menurun sejalan dengan bertambahnya lama pengeraman berturutturut yaitu pada 0 hari sebesar 84,58%, 9 hari sebesar 77,99% dan 18 sebesar 42,97%. Konsentrasi antioksidan menunjukkan hasil pada pengeraman 0 dan 9 hari tidak berbeda nyata sedangkan pada pengeraman 18 hari menunjukkan peningkatan konsentrasi yang berbeda nyata dari keduanya, yaitu pada 0 hari (0,221%), 9 hari (0,233%) dan 18 hari (0,308%). Nilai TBA pada telur 0 hari (0,113 malonaldehid mg/10mg) dan 9 hari pengeraman (0,127 malonaldehid mg/10mg) tidak berbeda nyata, namun menunjukkan peningkatan yang berbeda nyata pada 18 hari pengeraman (0,171 malonaldehid mg/10mg). Penelitian menunjukkan adanya potensi antioksidan pada telur infertil hasil seleksi penetasan pada lama pengeraman 0 dan 9 hari. Kata kunci : Telur infertil, TBA, aktivitas antioksidan, konsentrasi antioksidan.
vi
ABSTRACT EVO TENRI UBBA (I 111 11 107). Antioxidant Potential in Infertile Eggs Selection Results Based on Different Incubation Period. NAHARIAH as Main Supervisor and EFFENDI ABUSTAM as Co-supervisor. Infertile eggs can be sold as egg consumption and for processing materials in food products. Infertile eggs are eggs was not fertilized by stud that can not hatch in the hatching process. Incubation process in hatching industry using heat assistance. Heating can increase antioxidant activity. There is not many studies evaluating the antioxidant potential of the selection results infertile eggs with different incubation times. The objective of this study was to determine the antioxidant potential of the selection results infertile eggs 0 day (without incubation), 9 and 18 days of incubation. This research was carried out experiments using completely randomized design (CRD) with three treatments and five replications. Each repetition requires 5 eggs, total egg used was 75 grains. The results show the average percentage of antioxidant activity in infertile eggs differ significantly decreased with increasing incubation time in a row that is at 0 day by 84.58%, 77.99% for 9 days and 18 at 42.97%. The concentration of antioxidants show results on incubation of 0 and 9 days were not significantly different, while the 18-day incubation showed increased significantly different concentrations of both, ie at 0 day (0.221%), 9 days (0.233%) and 18 days (0.308%). TBA value on eggs 0 day (0,113 mg malonaldehyde/10mg) and 9 days incubation (malonaldehyde 0.127 mg/10 mg) was not significantly different, but showed increased significantly different at the 18-day incubation (0.171 mg malonaldehyde/10mg). Research indicates the potential of antioxidants in infertile eggs hatch selection results in long incubation 0 and 9 days. Keywords: eggs infertile, TBA, antioxidant activity, antioxidant concentration.
vii
GLOSARIUM Albumen
: Cairan putih kental yang terkandung di dalam sebuah telur. Alkohol : Larutan yang digunakan sebagai pelarut dan pembersih. Alzeimer : Jenis demensia paling umum yang awalnya ditandai oleh melemahnya daya ingat, hingga gangguan otak dalam melakukan perencanaan, penalaran, persepsi, dan berbahasa. Antioksidan : Senyawa yang dapat menghambat aktivitas radikal bebas. Antioksidan Alami : Antioksidan yang diperoleh secara alami yang sudah ada bahan pangan, baik yang terbentuk selama dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan maupun yang diisolasi dari sumber alami yang tidak dapat dimakan dan digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Antioksidan Enzimatik : Antioksidan dalam sel yang bersifat preventif (pencegahan). Antioksidan Nonenzimatik : Antioksidan dalam sel yang bersifat memecah rantai akibat peroksidasi lipid. Antioksidan Sintetik : Antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia. Aquades : Air hasil destilasi/penyulingan sama dengan air murni atau H2O. Asam Amino Esensial : Asam amino yang tidak dibuat oleh tubuh sehingga kebutuhannya dipasok dari makanan. Asam Fenolat : Unsur esensial dari polifenol dan ditemukan berlimpah dalam buah-buahan dan sayuran. BHT, BHA dan TBHQ : Jenis antioksidan sintetik. Destilator : Alat penyulingan. DPPH : Radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak. Enzim : Sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis dalam reaksi-reaksi biologis. Erlenmeyer : Tabung yang memiliki bentuk kerucut dibagian atasnya Fenolik : Senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil yang menempel di cincin aromatik. Flavonoid : Senyawa fenol yang berasal dari senyawa aromatik yang terdapat dialam yang mampu mereduksi radikal bebas. viii
Folin Ciocalteu
:
Fosfolipid
:
Fosvitin
:
H2SO4
:
HCl Hidrolisis
: :
Imunoglobulin
:
Kalaza
:
Karbondioksida
:
Karbohidrat
:
Karotenoid
:
Karsinogenik Katarak
: :
Kolestrol
:
Konalbumin, ovomukid, : avidin, lisosim, avoglobulin dan ovomukin. Lemak :
Reaksi oksidasi dan reduksi kolorimetrik untuk mengukur semua senyawa fenolik dalam sampel uji. Golongan senyawa lipid yang merupakan bagian dari membrane sel mahluk hidup bersama dengan protein, glikolipid dan kolestrol. Senyawa fosfoprotein yang terdapat pada kuning telur. Rumus kimia dari Asam sulfat yang merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Larutan akuatik dari gas hidrogen klorida. Reaksi kimia yang memecah molekul air (H2O) menjadi kation hidrogen (H+) dan anion hidroksida (OH−) melalui suatu proses kimia. Suatu fraksi plasma (serum) yang bereaksi secara khusus dengan antigen yang merangsang produksinya. Tali kuning telur berfungsi untuk menahan kuning telur agar tetap pada tempatnya dan menjaga embrio agar tetap berada di bagian atas kuning telur. Senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Sumber energi utama tubuh. merupakan zat gizi yang terdapat dalam makanan yang tersusun dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Pigmen antioksidan yang diperoleh dari makanan karena tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Penyakit kanker Kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan penglihatan kabur. Satu komponen penyusun lemak selain asam lemak bebas, trigliserida dan fosfolipid yang diproduksi oleh hati. Protein telur.
Kelompok ikatan organic yng terdiri atas unsurunsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) yang mempunayi sifat dapat larut dalam zatzat terlarut tertentu.
ix
Lipoprotein
:
Mikroba
:
Metanol
:
Mineral
:
Mineral Mikro
:
Mutagenik Na2CO3
: :
Oksidasi Lemak
:
Ovalbumin
:
Pangan Fungsional
:
pH Meter
:
Protein
:
Radikal Bebas
:
Spectrophotometer UV-VIS :
Stres Oksidatif
:
TBA (Thiobarbituric Acid) :
Struktur kimia yang disusun oleh protein dan lipid, yang memungkinkan lemak untuk diangkut dalam air baik diluar sel maupun dalam sel. Organisme berukuran mikroskopis yang antara lain terdiri dari bakteri, fungi dan virus. Senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Padatan senyawa kimia homogen, non-organik, yang memiliki bentuk teratur (sistem kristal) dan terbentuk secara alami. Mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kurang dari 100mg sehari. Mutasi gen atau perubahan struktur gen. Garam natrium dari asam karbonat (juga dikenal sebagai washing soda atau soda abu). Penguraian, perubahan atau kerusakan pada lemak. Protein pada putih telur, yang digunakan sebagai sumber asam amino bagi embrio yang sedang berkembang. Pangan yang memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan selain memenuhi nutrisi tubuh. Sebuah alat elektronik yang berfungsi untuk mengukur pH (derajat keasaman atau kebasaan) suatu larutan. Sekelompok makromolekul organik kompleks yang didalamnya terdapat kandungan karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur, oksigen dan terdiri dari beberapa rangkaian rantai asam amino. Molekul-molekul yang sangat reaktif di dalam tubuh dan dapat merusak bio molekul penting di dalam sel-sel, termasuk DNA. Alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Keadaan patologis yang disebabkan oleh kerusakan sel dan jaringan tubuh karena peningkatan radikal bebas yang tidak normal. Pemeriksaan kerusakan lemak dapat dikerjakan
x
Telur Fertil Telur Infertil Vitamin
Vortex Mixer Yolk
dengan memeriksa kandungan peroksidanya atau jumlah monaldehida. : Telur yang telah dibuahi oleh sel kelamin jantan (mengalami fertilisasi). : Telur yang tidak dibuahi oleh pejantan sehingga tidak dapat menetas dalam proses penetasan. : Suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. : Alat yang digunakan untuk mencampur larutan yang ada dalam tabung reaksi. : Cadangan makanan bagi embrio.
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xv
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Telur ............................................................................ Tinjauan Umum Telur Infertil ............................................................... Tinjauan Umum Antioksidan .................................................................
3 8 9
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat .................................................................................. Materi Penelitian ..................................................................................... Rancangan Penelitian ............................................................................. Prosedur Penelitian ................................................................................. Parameter Yang Diukur .......................................................................... Analisa Data ............................................................................................
17 17 17 18 18 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aktivitas Antioksidan .................................................................... Uji Konsentrasi Antioksidan ............................................................... Uji Nilai TBA (Thiobarbituric acid) .................................................... Hubungan Antara Aktivitas Antioksidan dengan Konsentrasi Antioksidan ......................................................................................... Hubungan Antara Nilai TBA dengan Aktivitas Antioksidan ..............
22 24 26
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
33
LAMPIRAN ....................................................................................................
38
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
43
28 30
xii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
Teks 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras .....................................................
5
2. Komposisi Lemak pada Telur Ayam....................................................
6
3. Komposisi Asam Amino Telur Ayam (gr Tiap Telur) .........................
7
4. Sumber Antioksidan pada Bahan Pangan ...........................................
11
5. Senyawa Antioksidan pada Bahan Pangan .........................................
12
xiii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
Teks 1. Struktur Telur ......................................................................................
4
2. Perbandingan antara telur infertil dengan telur fertil............................
8
3. Bagan Alir Penelitian............................................................................
20
4. Aktivitas Antioksidan pada Telur Infertil dengan Waktu Pengeraman yang Berbeda ........................................................................................
22
5. Konsentrasi Antioksidan pada Telur Infertil dengan Waktu Pengeraman yang Berbeda ....................................................................................... 25 6. Rata-Rata Nilai TBA Telur Infertil dengan Waktu Pengeraman yang berbeda .......................................................................................
26
7. Hubungan Aktivitas Antioksidan dengan Konsentrasi Antioksidan ...
29
8. Hubungan TBA dengan Aktivitas Antioksidan ....................................
31
xiv
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
Teks 1. Lampiran Data SPSS ...........................................................................
38
2. Lampiran Dokumentasi Penelitian ......................................................
41
3. Riwayat Hidup ......................................................................................
43
xv
PENDAHULUAN Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan penting bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan gizi tubuh.
Bahan pangan selain berfungsi sebagai pangan
juga berfungsi sebagai pangan fungsional. Pangan fungsional adalah pangan yang mampu memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan selain memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Bahan pangan dapat diperoleh dari bahan nabati dan hewani. Bahan pangan dapat mengalami kerusakan lemak dan protein didalamnya selama proses pengolahan, proses pemanasan dan penyimpanan. Kerusakan ini dapat menyebabkan kandungan gizi dan mutu pangan menurun. Salah satu faktor penyebab kerusakan adalah proses oksidasi.
Oksidasi lemak dan protein dapat
memicu kerusakan bahan pangan tersebut. Kerusakan dapat dicegah dengan adanya antioksidan, baik antioksidan alami dari bahan pangan, antioksidan sintetik yang ditambahkan maupun antioksidan yang diperoleh dari hasil pengolahan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat aktivitas radikal bebas yang dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit. Telur merupakan salah satu bahan pangan asal hewani yang bergizi tinggi dan mengandung antioksidan yang baik untuk kesehatan manusia. Telur dapat diperoleh dari telur segar konsumsi maupun telur hasil limbah penetasan. Pada proses penetasan biasa diperoleh telur ayam yang tidak fertil atau infertil. Telur infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan sehingga tidak dapat menetas dalam proses penetasan. Keberadaan telur infertil dapat diketahui ketika proses peneropongan menggunakan cahaya untuk melihat pertumbuhan embrio.
1
Telur ini biasanya disingkirkan karena hanya menguras tenaga dan tempat penetasan yang sebaiknya dimanfaatkan untuk telur yang fertil. Telur infertil dapat dijual sebagai telur konsumsi dan untuk bahan pada pengolahan produk pangan. Pengeraman pada industri penetasan menggunakan bantuan panas. Proses pemanasan yang tepat dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Belum banyak penelitian yang mengevaluasi panas pada proses pengeraman yang dapat menghasilkan aktivitas antioksidan. Adapun hipotesis penelitian, yaitu diduga ada potensi antioksidan pada telur ayam ras infertil hasil seleksi dengan pengeraman 0, 9 dan 18 hari.
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui potensi
antioksidan pada telur ayam ras 0 hari tanpa pengeraman, 9 dan 18 hari pengeraman. Penelitian ini sebagai sumber informasi bagi peneliti, masyarakat dan industri. Adanya kandungan antioksidan pada telur infertil dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional yang baik untuk kesehatan.
2
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Telur Telur merupakan bahan pangan berasal dari unggas yang mengandung zat gizi yang tinggi, rasanya enak, mudah dicerna dan dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan, obat-obatan maupun produk kecantikan. Konsumsi telur lebih besar daripada konsumsi hasil ternak lain, karena mudah diperoleh dan harganya relatif murah, sehingga terjangkau bagi anggota masyarakat yang mempunyai daya beli rendah (Saliem et al., 2001). Proporsi dan komposisi telur tergantung dari beberapa faktor antara lain umur ayam, pakan, temperatur, genetik dan cara pemeliharaan (Yuwanta, 2010). Protein telur mempunyai mutu tinggi karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lainnya (Sudaryani, 2003). Telur segar yang baik adalah yang kondisi luarnya baik, bentuk kulit baik dan cukup tebal, tidak cacat (retak atau pecah), tekstur permukaan dan warnanya bagus serta bersih, jika diteropong rongga udaranya kecil, kuning telur ditengah, dan tidak terdapat bercak atau noda darah. Untuk mengetahui kondisi telur dapat dilakukan peneropongan dengan bantuan sinar atau merendamnya dalam air bersih (Haryoto, 1996). Pada umumnya masyarakat mengolah telur menjadi telur dadar, telur rebus, campuran dalam pembuatan kue, telur asin dan lain-lain. Sebagai bahan pangan telur merupakan bahan pangan yang mudah terkontaminasi mikroba baik secara langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba yang berasal dari tanah, udara, air dan debu (Muchtadi, 2009). Sifat telur yang mudah rusak dan busuk selain disebabkan oleh mikoba, juga disebabkan karena
3
penguapan air, penguapan karbondioksida dan aktivitas mikroba sekitar lingkungan telur, kondisi tempat penyimpanan misalnya dalam almari es atau ruang, suhu dan kelembaban ruang penyimpanan dan kotoran pada kulit telur (Pelczar et al., 1988).
Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) Komposisi kimia telur ayam terdiri dari air (73,6%), protein (12,8%), lemak (11,8%), karbohidrat (1,0%) dan komponen lainnya (0,8%) (Romanoff dan Romanoff, 1963). Telur sebagai sumber gizi terutama asam oleat (18 : 1), zat besi, fosfor, mineral mikro, vitamin A, D, E, K ataupun vitamin.
Kandungan dan
komposisi kimia dari telur dapat berbeda satu dengan yang lainnya dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain asupan ransum yang dikonsumsi oleh ayam, umur, varietas ayam, suhu lingkungan serta laju produksi. Lemak telur berada dalam keadaan emulsi, sehingga mudah tercerna dan sangat menguntungkan bila dikonsumsi oleh orang tua dan anak-anak. Lebih lanjut dikatakan bahwa kuning telur tidak saja merupakan sumber lemak, namun juga sebagai sumber protein yang berkisar antara 15-16% dan vitamin A (40.000 lU per 100 gr).
Lemak dalam
4
kuning telur tidak bersifat bebas, akan tetapi terikat dalam bentuk partikel lipoprotein. Lipoprotein kuning telur terdiri atas 85% lemak dan 15% protein. Lemak dari lipoprotein terdiri atas 20% fosfolipid (lecithinm, fosfatidil serin), 60% lemak netral (trigeliserida) dan 5% kolesterol. Hasil uji coba di USA tentang kandungan kolesterol dalam telur diperoleh kisaran, yaitu sekitar 180-200 mg per butir telur (Ariyani, 2006). Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras (100gr Berat Bahan) No Komposisi Telur Utuh Putih Telur Kuning Telur Kimia 1 Kalori (Kal) 148,0 50,0 361,0 2 Protein (g) 12,8 10,8 16,3 3 Lemak (g) 11,5 0,0 31,9 4 Karbohidrat (g) 0,7 0,8 0,7 5 Air (g) 74,0 87,8 49,4 6 Kalsium (mg) 54,0 6,0 147,0 7 Fosfor (mg) 180,0 17,0 586,0 8 Vitamin A (SI) 900,0 0,0 2000,0 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1979). Grifin et al. (1984) melaporkan bahwa kuning telur mengandung lebih kurang 33% padatan, sebagian besar lipoprotein yang kaya dengan trigliserida, lipovitellin dan fosvitin, sedangkan sebagian kecil imunoglobulin, serum albumen protein pengikat protein. Lebih dari 95% kolesterol dari kuning telur bergabung dalam lipoprotein yang kaya trigliserida, sedangkan sisanya mengelilingi lipovitellin, sebagai protein atau lemak kompleks yang terdiri atas kurang 20% lemak dan 4% kolesterol.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa kandungan kolesterol
dalam putih telur dijumpai dalam jumlah yang sangat sedikit.
Adapun
perbandingan antara protein dan lemak dalam kuning telur menurut Romanof dan Romanoff (1963) adalah 1 : 2 dalam bentuk lipoprotein.
5
Sudaryani (2003) melaporkan bahwa hampir semua lemak di dalam telur terdapat pada kuning telur, yaitu mencapai 32 %, sedangkan pada putih telur kandungan lemaknya sangat sedikit. Kualitas telur konsumsi dapat dilihat dari beberapa faktor diantaranya adalah warna kuning telur dan kandungan gizi di dalam telur (seperti kadar lemak dan kadar kolesterol kuning telur). Kadar lemak dan kadar kolesterol kuning telur perlu diperhatikan, karena secara umum kadar lemak dan kadar kolesterol kuning telur dianggap cukup tinggi sehingga ada larangan atau batasan bagi penderita kolestrol tinggi untuk mengkonsumsi telur, karena makanan dengan kadar lemak dan kolesterol tinggi dapat menimbulkan penyakit seperti jantung (Muharlien, 2010). Tabel 2. Komposisi Lemak pada Telur Ayam Lemak Telur Utuh (g) Asam Lemak Saturated 1,67 14:0 (Miristat) 0,02 16:0 (Palmitat) 1,23 18:0 (Stearat) 0,43 Monosaturated 2,23 14:1 (Miristoleat) 0,005 16:1 (Palmitoleat) 0,19 18:1 (Oleat) 2,04 Polyunsaturated 0,72 18:2 (Linoleat) 0,62 18:3 (Linolenat) 0,02 20:4 (Arakhidonat) 0,05 Kolesterol 0,264 Lesitin (Phosphatidylcholine) 1,27 Cephalin (Phosphatidylethabolamine) 0,253 Sumber : Yamamoto et al. (1997)
Kuning Telur (g) 1,68 0,02 1,24 0,43 2,24 0,005 0,19 2,05 0,73 0,62 0,02 0,05 0,258 1,22 0,241
Putih Telur (g) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Putih telur memiliki berat sekitar 60% dari berat total telur utuh. Air dan protein merupakan komponen terbesar penyusun putih telur. Secara struktural putih telur terdiri dari empat lapisan yakni albumen encer dalam, albumen encer luar, albumen kental dan lapisan khalaza. Putih telur terdiri dari protein ovalbumin, 6
konalbumin, ovomukid, lisosim, avidin, avoglobulin, dan ovomukin. Ovalbumin adalah protein terbesar yang menyusun putih telur. Ovomukin merupakan glikoprotein yang mempunyai struktur seperti gel, berwarna putih, lentur dan berserat. Ovomukin berfungsi menstabilkan struktur buih. Ovoglobulin merupakan protein putih telur yang mengandung tiga fraksi protein. Ovoglobulin ini berperan dalam stabilitas buih putih telur. Protein telur terdistribusi di dalam putih telur dan kuning telur secara komplek dengan unsur asam amino yang seimbang (Yamamoto et al., 1997). Komposisi asam amino di dalam telur dapat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Asam Amino Telur Ayam (gr Tiap Telur) Kuning Telur Putih Telur Alanine 0,140 0,215 Arginine 0,193 0,195 Aspartic Acid 0,233 0,296 Cystine 0,050 0,083 Glutamic Acid 0,341 0,467 Glycine 0,084 0,125 Histidine 0,067 0,076 Isoleucine 0,160 0,204 Leucine 0,237 0,291 Lysine 0,200 0,250 Methionine 0,171 0,130 Phenylalanine 0,121 0,210 Proline 0,116 0,126 Serine 0,231 0,247 Threonine 0,151 0,149 Tryptophan 0,041 0,051 Tyrosine 0,120 0,134 Valine 0,170 0,251 Sumber: Yamamoto et al. (1997) Performan produksi ayam ras petelur dapat ditingkatkan dengan cara pemberian pakan yang sesuai. Faktor pakan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama zat-zat yang terkandung dalam bahan pakan yang diberikan karena dapat mempengaruhi kandungan nutrisi pada telur. Pakan jagung dan bekatul mengandung beberapa zat menjadi sumber antioksidan, yaitu protein,
7
mineral dan vitamin. Jagung merupakan sumber antioksidan alami berupa karetonoid (lutein, zeaxantine). Antioksidan kelompok karotenoid telah diklaim memiliki efek menyehatkan, antara lain : dapat menetralkan radikal bebas, meningkatkan pertahanan oksidasi, membantu menyehatkan mata dan membantu mencegah timbulnya penyakit jantung (Boileu et al., 1998).
Jenis pakan yang
diberikan pada ayam ras petelur menunjang antioksidan pada telur yang dihasilkan. Tinjauan Umum Telur Infertil Telur infertil merupakan telur hasil seleksi (candling) dari perusahaan penetasan (hatchery) yang tidak memungkinkan untuk ditetaskan karena dalam proses produksinya telur tersebut tidak sempat terbuahi atau tidak bertunas. Telur yang kosong atau mati (infertil) pada hari pemeriksaan pertama (hari ke 7), seharusnya tidak dibuang karena masih cukup baik untuk dimakan atau dikonsumsi. Secara fisik kualitas telur ini sudah turun karena komponen putih telur (albumen) dan kuning telur (yolk) sudah menyatu namun masih layak untuk dikonsumsi. Telur infertil biasanya dijual ke konsumen dengan harga sangat rendah dibanding dengan telur segar (Ningrum dan Hatta, 2014).
Gambar 2. Perbandingan Antara Telur Infertil dengan Telur Fertil (Muslim, 2013)
8
Telur tampak terang pada saat candling disebabkan karena telur infertil atau embrio dalam telur mengalami mati dini. Telur infertil dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan seperti perbandingan antara pejantan dan induk yang kurang seimbang, gizi pejantan dan induk kurang sempurna, umur pejantan atau induk ayam yang sudah terlalu tua, embrio mengalami mati dini karena penyimpanan telur yang kurang baik, terlalu lama dan dosis fumigasi yang terlalu tinggi (Nuryati et al., 2002).
Banyak orang yang telah menggunakan telur infertil, baik untuk
konsumsi secara langsung maupun untuk bahan campuran dalam pengolahan pangan, tetapi selama ini belum diketahui bagaimana sifat-sifat telur infertil tersebut. Pada pengolahan pangan, sifat yang berperan adalah sifat fungsionalnya karena sifat ini menentukan hasil akhir suatu produk pangan (Anggrahini dan Almunifah, 2012). Tinjauan Umum Antioksidan Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat memberikan satu atau lebih atom hidrogen pada radikal bebas sehingga aktivitas radikal bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan memiliki peranan yang cukup penting bagi kesehatan khususnya dalam mempertahankan tubuh dari kerusakan sel akibat adanya unsur radikal bebas. Berdasarkan sumbernya, terdapat antioksidan alami dan sintetik. Antioksidan alami mampu melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh unsur oksigen reaktif. Antioksidan alami umumnya memiliki gugus fenolik dalam struktur molekulnya (Sunarni, 2005). Antioksidan sintetik seperti butil hidroksi toluena (BHT), butyl hidroksi anisol (BHA) dan butil hidro kuinon (TBHQ) dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan, selain itu antioksidan sintetik mempunyai kelarutan yang lebih rendah dibanding dengan antioksidan alami 9
(Barlow, 1990). Penelitian yang telah dilakukan bahwa antioksidan sintetik seperti BHT (Butylated Hydroxy Toluena) ternyata dapat meracuni binatang percobaan dan bersifat karsinogenik sehingga industri makanan dan obat-obatan beralih mengembangkan antioksidan alami dan mencari sumber-sumber antioksidan alami baru (Takashi dan Takayuni, 1997). Unsur radikal bebas dapat berasal dari polusi, debu maupun diproduksi secara kontinyu sebagai konsekuensi dari metabolisme normal, sebab itu tubuh kita memerlukan suatu substansi penting yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak negatif senyawa ini. Antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralisir radikal bebas sehingga diharapkan dengan pemberian antioksidan tersebut proses tua dihambat atau paling tidak “tidak dipercepat” serta dapat mencegah terjadinya kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif (Zuhra et al., 2008). Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, misalnya rempah-rempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji serelia, sayur-sayuran, enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani et al., 2002). Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa golongan flavonoid. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Giorgio, 2000).
10
Tabel 4. Sumber Antioksidan pada Bahan Pangan Zat Sumber Antioksidan Contoh Bahan Pangan Vitamin A dan Karotenoid
Mentega, margarin, buah-buahan berwarna kuning, sayur-sayuran hijau
Vitamin E
Biji bunga matahari, biji-bijian yang mengandung kadar minyak tinggi, kacangkacangan, susu dan hasil olahannya.
Vitamin C (Asam Askorbat)
Buah-buahan (jeruk, kiwi, dan lain-lain), sayur-sayuran (sebagian rusak selama pemasakan), kentang
Vitamin B2 (Riboflavin)
Susu, produk hasil olahan susu, daging, ikan, telur, serealia utuh, kacang-kacangan
Seng (Zn)
Bahan pangan hewani : daging, udang, ikan, susu dan hasil olahannya
Tembaga (Cu)
Hati, udang, biji-bijian, serealia (kadar dalam makanan tergantung pada konsentrasi Cu dalam tanah)
Selenium (Se)
Serealia, daging, ikan (kadar dalam makanan tergantung pada konsentrasi Se dalam tanah) Ovalbumin dalam telur, gliadin dalam gandum
Protein Sumber : Belleville-Nabet (1996).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suryatno et al. (2012) mengenai kajian organoleptik, aktivitas antioksidan, total fenol pada variasi lama pemeraman pembuatan telur asin yang ditambah ekstrak jahe (Zingiber officinale Roscoe) diketahui penambahan ekstrak jahe dan variasi lama pemeraman dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan pada telur asin.
Semakin lama proses
pemeraman pada telur asin yang ditambah ekstrak jahe, maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas antioksidan paling tinggi diperoleh telur asin yang ditambah ekstrak jahe dengan lama pemeraman 20 hari yaitu sebesar 34,095%. Berkaitan dengan reaksinya di dalam tubuh, status antioksidan merupakan parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang. Tubuh manusia memiliki 11
sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas, yang secara berlanjut dibentuk sendiri oleh tubuh. Jika jumlah senyawa oksigen reaktif ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan menyerang komponen lipid, protein, maupun DNA sehingga mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang disebut dengan stres oksidatif (Winarsi, 2007). Antioksidan di dalam sel dibedakan menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatik dan nonenzimatik. Antioksidan enzimatik memiliki sifat preventif (pencegahan), terdiri dari superoxide dismutase (SOD), catalase, dan glutathion peroxidase sementara antioksidan nonenzimatik memiliki sifat memecah rantai akibat peroksidasi lipid. Antioksidan nonenzimatik ini digolongkan menjadi beberapa kelompok yaitu yang larut dalam lemak (tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan birilubin), larut dalam air (asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme) (Winarsi, 2007). Tabel 5. Senyawa Antioksidan pada Bahan Pangan Jenis Antioksidan Contoh Bahan Pangan Antioksidan berdasarkan fungsi amin dan fenol, Biogenik amin contohnya dalam keju Senyawa Fenol : Tirosol, hidroksitirosol Minyak olive Vanilin, asam vanilat Panili Timol Minyak atsiri dari thyme Karpakrol Minyak thyme Gingerol Minyak jahe Zingeron Jahe Senyawa Polifenol : Flavonoid
Efektivitas sebagai antioksidan tergantung pada jumlah dan posisi OH, senyawa polifenol banyak terdapat dalam sayur-sayuran daun
Tanin : Asam galat dan Asam
Banyak terdapat dalam teh, sayuran dan buahbuahan
Komponen Tetrapirolik : Bahan pangan hewani : daging, udang, ikan, Klorofil susu dan hasil olahannya Sumber : Belleville-Nabet (1996).
12
Proses pemanasan menyebabkan beberapa perubahan kualitas baik secara fisik, biokimia, maupun komponen gizinya. Perlakuan pemanasan dapat mempercepat oksidasi terhadap antioksidan yang terkandung dalam sistem bahan alam dan mengakibatkan penurunan aktivitas antioksidan dengan tingkat yang berbeda dan sangat dipengaruhi oleh jenis komponen yang berperan dalam proses antioksidasi (Salunkhe dan Kadam 1990). Oksidasi bahan alam mengakibatkan penurunan aktivitas antioksidan dengan tingkat yang berbeda dan sangat dipengaruhi oleh jenis komponen yang berperan dalam proses antioksidasi dan kandungan dalam bahan tersebut. Proses pemanasan dapat menurunkan kandungan fenol (Kusuma, 2006).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Pramita (2008)
mengenai pengaruh teknik pemanasan terhadap kadar asam fitat dan aktivitas antioksidan koro benguk (Mucuna pruriens), koro glinding (Phaseolus lunatus), dan koro pedang (Canavalia ensiformis) diperoleh hasil bahwa aktivitas antioksidan pada koro benguk dan glinding mengalami kenaikan pada perlakuan perendaman, kemudian mengalami penurunan pada perlakuan pengukusan, perebusan, dan presto sedangkan pada koro pedang mengalami penurunan aktivitas antioksidan dari biji mentah hingga perlakuan perendaman tiga hari, pengukusan, perebusan, dan presto. Pemanasan 80°C pada daging dapat menurunkan aktivitas antioksidan, namun pemanasan pada susu 110°C selama 1 jam dapat meningkatkan aktivitas antioksidan (Raharjo, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antioksidan adalah (Pokorny et al., 2001) :
13
1. Faktor fisik : Tekanan oksigen yang tinggi, luas kontak dengan oksigen, pemanasan ataupun iradiasi menyebabkan peningkatan terjadinya rantai inisiasi dan propagasi dari reaksi oksidasi dan menurunkan aktivitas antioksidan yang ditambahkan dalam bahan. 2. Faktor substrat : Sifat antioksidan dalam lipida atau dalam pangan merupakan system yang ”dependent”. Tingkat inisiasi dan propagasi merupakan fungsi dari tipe dan tingkat lipida tidak jenuh dan secara signifikan mempengaruhi aktivitas antioksidan. 3. Faktor fisikokimia : Dalam bahan pangan dan sistem biologi, sifat hidrofobik dan hidrofilik senyawa antioksidan sangat mempengaruhi efektifitas antioksidatifnya. Semakin polar antioksidan maka akan lebih aktif dalam lipida murni, sedangkan antioksidan non polar lebih efektif dalam substrat yang polar seperti emulsi. Kerusakan lemak di dalam bahan pangan dapat terjadi selama pengolahan, proses pemanasan maupun penyimpanan. Kerusakan lemak ini menyebabkan bahan pangan berlemak memiliki bau dan rasa yang tidak enak, sehingga menurunkan mutu dan nilai gizinya. Penyebab kerusakan lemak dibedakan atas tiga golongan, yaitu ketengikan karena oksidasi, enzim, dan hirolisis. Kerusakan lemak dapat disebabkan oleh proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh. Proses ini dapat terjadi dalam suhu kamar maupun selama pengolahan menggunakan suhu tinggi. Kerusakan minyak atau lemak yang disebabkan oleh reaksi oksidasi dapat dicegah dengan penambahan antioksidan. Antioksidan melakukan tahap inisiasi dan menghambat kelanjutan reaksi autooksidasi pada
14
tahap propagasi. Hal ini disebabkan karena antioksidan memiliki energi aktivasi yang rendah untuk melepaskan satu atom hidrogen kepada radikal lemak, sehingga tahap oksidasi lebih lanjut dapat dicegah (Khamidinal et al., 2007). Antioksidan terdiri dari asam fenolik dan flavonoid memiliki aktivitas antioksidan yang efektif menangkal radikal bebas.
Senyawa fenolik adalah
senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil yang menempel di cincin aromatik (Vermerris dan Nicholson, 2006). Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani et al., 2002). Flavonoid adalah golongan senyawa polifenol yang diketahui memiliki sifat sebagai penangkap radikal bebas, penghambat enzim hidrolisis dan oksidatif, dan bekerja sebagai antiinflamasi sehingga disimpulkan bahwa flavonoid dapat bekerja sebagai antioksidan (Pourmourad et al., 2006). Efek antioksidan senyawa ini disebabkan oleh penangkapan radikal bebas melalui donor atom hidrogen dari gugus hidroksil flavonoid. Beberapa penyakit seperti arterosklerosis, kanker, diabetes, parkinson, alzheimer, dan penurunan kekebalan tubuh telah diketahui dipengaruhi oleh radikal bebas dalam tubuh manusia (Amic et al., 2003). Penelitian yang telah dilakukan oleh Nahariah et al. (2014ᵃ) bahwa putih telur bebek memiliki tingkat flavonoid dan asam fenolat yang tinggi, tetapi tingkat aktivitas antioksidannya rendah. Telur ayam kampung memiliki aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan telur ayam ras, tetapi tingkat flavonoid dan asam fenolatnya lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis ternak menyebabkan perbedaan dalam tingkat aktivitas antioksidan diikuti
15
oleh profil antioksidan yang berbeda. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh komposisi masing-masing konstituen dari senyawa antioksidan dari berbagai jenis telur unggas.
16
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Januari 2015, bertempat di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Ilmu Teknologi Daging dan Telur Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar dan PT. Japfa Comfeed Tbk. Maros. Materi Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spectrophotometer UV-VIS, pH meter, timbangan analitik, mikropipet 1000µm, vortex mixer dan labu ukur, pemanas, penangas air, erlenmeyer, destilator, dan timbangan digital. Bahan yang digunakan adalah telur ayam ras infertil dari PT. Japfa Comfeed dengan masa pengeraman 0, 9 dan 18 hari, DPPH, akuades, alkohol, metanol, asam fenolat, H2SO4, air es, HCl, Folin Ciocalteu, Na2CO3 10% dan TBA (thiobarbituricacid). Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 kali ulangan. Tiap ulangan membutuhkan 5 butir telur, total telur yang digunakan adalah 75 butir. Perlakuan tersebut terdiri atas : I1 : Telur 0 hari (Tanpa Pengeraman) I2 : Telur infertil 9 hari I3 : Telur infertil 18 hari
17
Prosedur Penelitian Penyediaan Sampel. Telur diperoleh dari industri penetasan. Sampel diseleksi untuk memperoleh telur yang memilki kualitas baik. Telur kemudian melalui proses peneropongan (candling) untuk memisahkan telur yang fertil dan telur yang infertil. Telur 0 hari diseleksi lebih awal sebelum dimasukkan pada mesin tetas untuk digunakan pada perlakuan penelitian. Telur lainnya dimasukkan pada mesin tetas dengan suhu ruang 38°C untuk proses pengeraman. Telur infertil 9 dan 18 hari diseleksi untuk selanjutnya digunakan pada penelitian. Parameter yang Diukur Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (Gasic et al, 2014). Sampel ditimbang sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan pada labu ukur yang berisi metanol sebanyak 10 ml, maka diperoleh sampel dengan konsentrasi 1mg/ml, dilakukan pengenceran dengan menambah metanol sehingga diperoleh sampel dengan konsentrasi 10, 30, 50, 70 dan 90 µg/ml. Masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 0,2 ml larutan sampel dengan pipet mikro dan dimasukkan ke vial kemudian ditambahkan larutan 5,8 µm DPPH (3,8 ml) dan larutan metanol 0,2 ml. Campuran sampel dikocok dan dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap, selanjutnya serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm. Besarnya aktivitas antioksidan dihitung dengan rumus : DPPH Radical Scavenging Effect (%) = (Asample
– Akontrol) х 100 Asample
Akontrol : Absorbansi kontrol Asample : Absorbansi sampel
18
Uji Konsentrasi Antioksidan (Nahariah et al. 2014ᵃ). Sebanyak 10 mg sampel dilarutkan dengan aquades ke dalam labu takar 10 ml hingga tanda batas. Sampel dipipet 40 µl, 50 µl, 60 µl dan 70 µl ke dalam labu takar 5 ml. Masing-masing ditambahkan 100 µl Folin Ciocalteu, Na2CO3 10% dan dicukupkan volumenya dengan aquades hingga tanda batas. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum 600 nm. Uji TBA (Apriyantono et al, 1989). Uji TBA untuk mengetahui adanya oksidasi lemak yang terbentuk pada sampel. Penentuan angka TBA dilakukan dengan cara sampel ditimbang sebanyak 10 mg, ditambahkan HCl 2,5 ml dan 87,5 ml aquades, selanjutnya dipindah ke dalam labu destilasi. Labu destilat dipasang pada alat destilasi. Destilasi dijalankan dengan pemanasan 300-600 watt sehingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml selama pemanasan 10 menit. Destilat yang diperoleh dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan reagen TBA sebanyak 5 ml (larutan 0,02 M thiobarbituric-acid dalam 90% asam asetat glasial). Larutan dicampur dalam tabung reaksi tertutup dan dimasukkan ke dalam air panas 75°C selama 35 menit. Tabung reaksi didinginkan dengan air mengalir kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Angka TBA dihitung dan dinyatakan dalam mg malonaldehid/kg sampel. Diagram alir pengujian aktivitas antioksidan, pengujian konsentrasi antioksidan dan pengujian TBA telur infertil dengan waktu pengeraman yang berbeda disajikan pada Gambar 3.
19
Telur Infertil Tetas
Kualitas baik
Seleksi Kurang baik
Candling
Perlakuan Penelitian
Pengeraman dengan mesin tetas
Candling
Telur Infertil 9 hari
Telur 0 hari (Tanpa Pengeraman)
Telur infertil 18 hari
Dibersihkan dengan Alkohol
Pengujian aktivitas antioksidan
Pengujian Konsentrasi Antioksidan
Uji TBA
Gambar 3. Bagan Alir Penelitian
20
Analisa Data Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan
menggunakan
Analisis Ragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991) dengan 3 perlakuan 5 ulangan. Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + εij i = 1, 2, 3……i = waktu pengeraman j = 1, 2, 3……j = ulangan Keterangan : Yij = variable respon pengamatan µ = nilai rata – rata hasil pengamatan
τi = pengaruh waktu pengeraman telur infertil ke-i εij = Pengaruh galat percobaan dari waktu pengeraman telur infertil ke-i dan ulangan ke-j Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan.
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aktivitas Antioksidan Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 4) menunjukkan bahwa waktu pengeraman yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan telur infertil. 90
84.58a 77.99b
Aktivitas Antioksidan (%)
80 70 60 50
42.97c
40 30 20 10 0 0
9 Waktu Pengeraman (Hari)
18
Gambar 4. Aktivitas Antioksidan pada Telur Infertil dengan Waktu Pengeraman yang Berbeda Persentase rata-rata aktivitas antioksidan pada telur infertil berbeda nyata menurun sejalan dengan bertambahnya lama pengeraman berturut-turut yaitu pada 0 hari sebesar 84,58%, 9 hari sebesar 77,99% dan 18 sebesar 42,97%. Tingginya aktivitas antioksidan pada telur 0 hari dibandingkan telur 9 dan 18 hari disebabkan telur belum mengalami perlakuan pengeraman yang menggunakan waktu relatif lama sehingga kandungan nutrisi pada telur semakin berkurang. Nutrisi yang berkurang tersebut dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan. Salah satu nutrisi pada telur yang mengalami kerusakan adalah karotenoid yang terdapat pada kuning telur. Kuning telur ayam ras mengandung senyawa antioksidan berupa karetonoid
22
yang tinggi yang memberikan warna kuning pada telur. Karetonid merupakan pigmen antioksidan yang diperoleh dari pakan dan tidak diproduksi oleh tubuh ternak (Biard et al., 2006; Betrand et al., 2011). Hal tersebut didukung pula oleh Stahl dan Sies (2003) bahwa karotenoid pada hewan bukan merupakan hasil sintesis di dalam tubuhnya, tetapi bersumber dari makanan yang dikonsumsinya yang mengandung karotenoid. Sintesis karotenoid hanya dapat terjadi pada tumbuhan. Nahariah et al. (2014ᵇ) menyatakan bahwa kemampuan sifat bio convert ayam petelur yang mampu merubah pakan menjadi telur yang baik bagi kesehatan sehingga menjadi faktor adanya kandungan antioksidan yang diperoleh dari pakan jagung yang mengandung banyak antioksidan phenolat. Karotenoid sebagai sumber respon imun yang lebih baik, perlindungan terhadap kanker dan juga berfungsi sebagai antioksidan. Karotenoid, seperti beta karoten dan alpha karoten, dan fucosantin, dikenal sebagai pemadam radikal bebas. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel yang bersifat karsinogenik, maka karotenoid yang memiliki aktivitas antioksidan sangat dibutuhkan untuk mengurangi aktivitas radikal bebas tersebut. Karotenoid secara tidak langsung berfungsi sebagai anti karsinogenik dan anti mutagenik. Karotenoid juga dapat mencegah dan mengurangi penyakit seperti kronariasis, inflamantori, penurunan fungsi otak, alzeimer, katarak, mencegah proses penuaan pada kulit, serta peningkatan sistem kekebalan tubuh (Shui et al., 2004). Pengeraman sama halnya dengan pengeringan yang menggunakan bantuan panas, penelitian Nahariah et al. (2014ᵇ) yang menyatakan bahwa pengeringan pada tepung putih telur dengan suhu 45°C selama 39 jam menghasilkan aktivitas
23
antioksidan yang maksimun, namun penambahan waktu pengeringan akan menurunkan aktivitas antioksidan, dikatakan bahwa hal tersebut kemungkinan karena adanya stress oksidatif pada tepung putih telur dan radikal bebas yang merusak protein. Penggunaan suhu dan waktu pengeraman yang sesuai dapat meningkatkan aktivitas antioksidan.
Penggunaan suhu pengeraman 38°C
kemungkinan dapat menghasilkan aktivitas antioksidan yang tinggi, namun waktu pengeraman yang lama mengakibatkan aktivitas antioksidan dapat mengalami penurunan sehingga perlu suhu dan waktu yang sesuai. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ratnayani et al. (2012) diperoleh bahwa aktivitas antioksidan pada madu randu sangat tinggi yaitu 95,39%. Hal tersebut menunjukkan aktivitas antioksidan pada madu randu lebih tinggi dibandingkan pada telur infertil. Uji Konsentrasi Antioksidan Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pengeraman yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi antioksidan telur infertil yamg disajikan pada Gambar 5. Konsentrasi antioksidan pada telur 0 hari tanpa penngeraman (0,221%) dan 9 hari pengeraman (0,233%) menunjukkan hasil tidak berbeda nyata sedangkan pada pengeraman 18 hari (0,308%) menunjukkan
peningkatan konsentrasi
antioksidan yang berbeda nyata dari keduanya. Konsentrasi antioksidan pada pengeraman 18 hari mengalami peningkatan yang tinggi. Hal tersebut disebabkan antioksidan pada 0 dan 9 hari mampu bekerja dengan baik dalam mengikat radikal bebas sehingga mengalami penurunan konsentrasi dibandingkan pada telur 18 hari.
24
Hal ini sesuai dengan pendapat Neldawati et al., (2013) bahwa konsentrasi antioksidan terdiri dari senyawa fenolat dan senyawa flavonoid. Senyawa fenolat diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam dan peredam terbentuknya oksigen singlet serta pendonor elektron. Senyawa flavonoid mampu melakukan penangkapan radikal bebas melalui donor atom hidrogen dari gugus hidroksil flavonoid (Ratnayani et al., 2012). 0.35 0.308b
Konsentrasi Antioksidan
0.3 0.25
0.233a
0.221a
0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
9
18
Waktu Pengeraman (Hari)
Gambar 5. Konsentrasi Antioksidan pada Telur Infertil dengan Waktu Pengeraman yang Berbeda Waktu pengeraman telur yang lama dapat meningkatkan konsentrasi antioksidan. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Yuliawaty dan Susanto (2015), bahwa proses pengeringan dapat menurunkan kandungan senyawa fenol pada minuman instan daun mengkudu. Hal ini disebabkan perubahan kimiawi, dekomposisi senyawa fenol atau pembentukan kompleks fenol-protein akibat suhu yang tinggi dan tekanan yang rendah.
25
Uji Nilai TBA (Thiobarbituric Acid) Oksidasi lemak pada telur dapat diketahui secara kimiawi yaitu dengan melihat nilai TBA. Semakin tinggi nilai TBA maka semakin tinggi pula tingkat proses oksidasi yang terjadi. Berdasarkan hasil penelitian maka rata-rata nilai TBA telur infertil dengan waktu pengeraman yang berbeda disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 6) menunjukkan bahwa waktu pengeraman yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai ratarata uji TBA telur infertil. 0.171b
0.18 0.16 0.14
TBA
0.12
0.127a 0.113a
0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
9
18
Waktu Pengeraman (Hari)
Gambar 6. Rata-Rata Nilai TBA Telur Infertil dengan Waktu Pengeraman yang Berbeda Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TBA pada telur 0 hari dan 9 hari pengeraman tidak berbeda nyata, namun menunjukkan peningkatan nilai TBA yang berbeda nyata pada 18 hari pengeraman. Hasil rata-rata menunjukkan bahwa waktu pengeraman 0 hari (0,113 malonaldehid mg/10mg), 9 hari (0,127 malonaldehid mg/10mg) dan 18 hari (0,171 malonaldehid mg/10mg). Hal ini berarti bahwa telur infertil dengan pengeraman 0 hari dan 9 hari tidak mengalami perubahan nilai TBA namun nilai TBA pada 18 hari pengeraman mengalami peningkatan. Hal ini
26
kemungkinan karena pada proses pengeraman yang melibatkan panas dan waktu penyimpanan yang relatif lama sehingga memicu adanya penguraian lemak yang mengakibatkan oksidasi lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Khamidinal et al. (2007) bahwa kerusakan lemak di dalam bahan pangan dapat terjadi selama pengolahan, proses pemanasan maupun penyimpanan. Kerusakan lemak ini menyebabkan bahan pangan berlemak memiliki bau dan rasa yang tidak enak, sehingga menurunkan mutu dan nilai gizinya. Penyebab kcrusakan lemak dibedakan atas tiga golongan, yaitu ketengikan karena oksidasi, enzim, dan hirolisis. Kerusakan lemak dapat disebabkan oleh proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh. Proses ini dapat terjadi dalam suhu kamar maupun selama pengolahan menggunakan suhu tinggi. Kerusakan lemak yang disebabkan oleh mikroba dan enzim biasanya terjadi pada lemak yang masih dalam jaringan dan dalam bahan pangan berlemak. Lemak hewani dan nabati mengandung enzim yang dapat menghidrolisa lemak. Semua enzim yang termasuk golongan lipase mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida) sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Mikroba yang menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk tipe mikroba non patologi yang menghasilkan enzim yang dapat memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak. Kerusakan oksidatif pada bahan makanan yang mengandung lemak merupakan masalah penting karena dapat menurunkan kualitas organoleptik dan nilai gizinya bahkan produk teroksidasi mungkin dapat beracun (Anonim, 2012). Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut
27
mengeluarkan enzim yang dapat mengurai trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim lipoksigenase secara tidak langsung dapat menyebabkan ketengikan pada lemak karena mempunyai kemampuan mengkatalis reaksi oksidasi lemak. Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Hidrolisis oleh enzim lipase dapat terjadi pada semua jaringan yang mengandung minyak. Enzim ini dapat mengurai lemak menjadi asam lemak bebas sampai dengan 10 % dari total jaringan lemak (Khamidinal et al., 2007). Nilai TBA pada telur infertil tidak melebihi ambang batas yang ditentukan. Hal ini disebabkan karena dalam telur itu sendiri terdapat antioksidan yang mampu menghambat proses oksidasi lemak. Hal ini sesuai pernyataan yang dikemukakan Febrina (2012), bahwa batas ambang nilai TBA yaitu 1-2 mg/kg dan nilai rata-rata TBA berpengaruh dengan waktu pengeraman yang disebabkan oleh perubahan fisik telur yang mengalami proses oksidasi lemak yang dapat meningkatkan nilai TBA. Penelitian yang telah dilakukan Kusrahayu et al. (2009) diperoleh bahwa nilai TBA pada krim susu yang ditambah ekstrak kecambah kacang hijau pada penyimpanan 12 jam sebesar 0,591 malonaldehid/kg. Nilai tersebut sangat tinggi dibandingkan dengan nilai TBA telur inferil pada pengeraman 18 hari yaitu 0,171 malonaldehid mg/10mg. Hubungan Antara Aktivitas Antioksidan dan Konsentrasi Antioksidan Hasil penelitian (Gambar 7) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang berbanding terbalik antara aktivitas antioksidan dan konsentrasi antioksidan pada waktu pengeraman yang berbeda.
28
90
0.35
Aktivitas Antioksidan
0.3
70 0.25
60 50
0.2
40
0.15
30
0.1
20 0.05
10 0
Konsentrasi Antioksidan
80
0 0
9
18
Waktu Pengeraman (Hari) Aktivitas Antioksidan
Konsentrasi Antioksidan
Gambar 7. Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan Konsentrasi Antioksidan
Aktivitas antioksidan mengalami penurunan sedangkan konsentrasi antioksidan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pengeraman. Konsentrasi antioksidan yang rendah pada telur 0 dan 9 hari mampu mempengaruhi aktivitas antioksidan untuk bekerja dengan baik sedangkan pada konsentrasi antioksidan yang tinggi pada telur 18 hari menurunkan aktivitas antioksidan. Kemungkinan penurunan aktivitas antioksidan disebabkan karena antioksidan tidak mendonorkan senyawanya untuk mengikat radikal bebas. Hal ini sesuai dengan pendapat Nahariah et al. (2014ᵃ) menyatakan bahwa konsentrasi yang lebih rendah dari antioksidan mengakibatkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Nahariah et al. (2014ᵃ) diketahui bahwa konsentrasi antioksidan pada telur ayam kampung lebih tinggi dibandingkan ayam ras karena kandungan proteinnya tinggi, tetapi hal tersebut mengakibatkan aktivitas antioksidan menjadi yang lebih rendah. Kelompok fenol dan ikatan rangkap menentukan konsentrasi yang dihasilkan dari antioksidan.
29
Antioksidan memiliki keterbatasan yaitu antioksidan tidak dapat memperbaiki lemak yang sudah tengik, mencegah kerusakan hidrogen, dan kerusakan oleh mikroba pada lipid. Penambahan antioksidan primer (senyawa fenolik yang bekerja sebagai pemberi atom hidrogen pada radikal lipid) dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Anggraini, 2007). Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan Nilai TBA Hasil penelitian yang menunjukkan (Gambar 8) bahwa aktivitas antioksidan berbanding terbalik dengan nilai TBA. Aktivitas antioksidan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya nilai TBA. Hal ini disebabkan oleh lemak yang teroksidasi pada telur infertil. Oksidasi lemak dapat disebabkan pengaruh waktu pengeraman (pemanasan) yang lebih lama.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Hermanto et al. (2010) menyatakan bahwa lamanya proses pemanasan dapat meningkatkan kadar radikal bebas sehingga kerusakan lemak akan semakin besar. Selain itu selama pengeraman, lemak dapat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh absorbsi bau oleh lemak, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan oksidasi oksigen. Pengaruh lain yaitu kandungan vitamin E yang terdapat dalam telur yang merupakan antioksidan belum mampu secara aktif menghambat terbentuknya radikal bebas. Peningkatan angka TBA ini juga kemungkinan disebabkan oleh
30
sudah rusaknya vitamin E yang mengalami oksidasi sehingga aktivitas antioksidan untuk menghambat proses oksidasi menjadi berkurang. Vitamin E tahan oleh suhu tinggi dan asam, tapi karena bersifat antioksidan maka vitamin E mudah teroksidasi
90
0.18
80
0.16
70
0.14
60
0.12
50
0.1
40
0.08
30
0.06
20
0.04
10
0.02
0
Nilai TBA
Aktivitas Antioksidan
terutama bila ada lemak tengik (Kusrahayu et al., 2009).
0 0
9 Waktu Pengeraman (Hari) Aktivitas Antioksidan
18 TBA
Gambar 8. Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan Nilai TBA
Keefektifitasan antioksidan dalam menghambat reaksi oksidasi dipengaruh oleh kemampuan antioksidan tersebut mendonorkan atom hidrogen kepada radikal lipid, dimana kemampuan antioksidan dalam mendonorkan atom hidrogen dipengaruhi oleh susunan molekul antioksidan itu sendiri, baik dari jumlah dan posisi substituen penyusunnya, atau jumlah gugus hidroksilnya (Anggraini, 2007).
31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Ada potensi antioksidan telur hasil seleksi dengan waktu pengeraman 0 dan 9 hari. 2. Peningkatan lama pengeraman yang berbeda pada telur infertil hasil seleksi dapat meningkatkan konsentrasi antioksidan dan nilai TBA namun menurunkan aktivitas antioksidan Saran Sebaiknya telur infertil yang digunakan adalah telur infertil dibawah pengeraman 18 hari untuk memperoleh kandungan antioksidan yang lebih baik.
32
DAFTAR PUSTAKA Amic, D., D.A Dusanka, D. Beslo dan Trinasjtia. 2003. Structure-radical scavenging activity relationships of flavonoids. Croatia Chem Acta. 76(1): 55-61. Anggrahini, S. dan M. Almunifah. 2012. Karakteristik dan Uji Sifat Organoleptik Telur Ayam Ras Infertil sebagai Telur Konsumsi. Laporan Penelitian. Laporan Akhir Penelitian Hibah Kolaborasi Dosen-Mahasiswa. UGM. Yogyakarta. Anggraini, A. 2007. Pengaruh Jenis Dan Konsentrasi Antioksidan terhadap Ketahanan Oksidasi Biodiesel dari Jarak Pagar (Jatropha Curcas, L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anonim. 2012. Antioksidan. http://blog.uin-malang.ac.id. Diakses pada tanggal 09 Februari 2015. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Ariyani, E. 2006. Penetapan Kandungan Kolesterol dalam Kuning Telur pada Ayam Petelur. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Barlow, S.M. 1990. Toxicological aspect of antioxidants used as food additives. In Food Antioxidants, Hudson BJF (ed.) Elsevier, London. Hal 253-307. Belleville-Nabet, F. 1996. Zat Gizi Antioksidan Penangkal Senyawa Radikal Pangan dalam Sistem Biologis. Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan. CFNS-IPB dan kedutaan Besar Prancis-Jakarta. Betrand, B.W.N and H.P.V. Rupasinghe. 2011. Functional Food in Healthy and Disease : Plant flavonoid as angiotensin converting enzyme inhibitory in regulation of hypertension. 5: 172-188. Biard, C., C.A. Alvarez, C. Sevevey, B. Faibre, J. Prost and G. Sorci. 2006. Caretonoids modulate the trade-off between egg production and resistance to oxidative stress in zebra finches. Oecologia. 147: 576-584. Boileau, T.W.M., A.C Moore dan J.W Erdman. 1998. Carotenoids and Vitamin A. In: papas, A.M. (Ed). Antioxidant Status, diet, Nutrition and Health. CRC Press. New York. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Febrina. R. N. R. 2012. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas (Ananas comosu) dan Lama Penyimpanan terhadap Tingkat Oksidasi Lemak dan Perubahan Kualitas Dendeng Giling Daging Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
33
Gasic, U., S. Keckes, D. Dabic, J. Trifkovic, D.M. Opsenica, M. Natie and Z. Tesic. 2014. Phenolic profile and antioxidant activity of serbian polyfroral honeys. Food Chem. 145: 599-607. Gaspersz, V.1991. Metode Rancangan Percobaan. Armico. Bandung. Giorgio, P. 2000. Flavonoid an antioxidant. Journal National Product. 63. 10351045. Griffin, H.D., M. M. Perry and A.B. Gilbert. 1984. Yolk formation. In : B.M. Freeman (Ed.). Physi-ology and Biochemistry of the Domestic Fowl. Academic Press, New York. Hal 345-380. Goldberg, G. 2003. Plants: Diet and Health. I Owa State Press, Blackwell Publishing Company, 2121 State Avenue, Ames, USA. Haryoto.1996. Pengawetan Telur Segar. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hermanto, S., A. Muawanah dan P. Wardhani. 2010. Analisis tingkat kerusakan lemak nabati dan lemak hewani akibat proses pemanasan. Jurnal Valensi. Jakarta. 1(6): 262-268. Khamidinal., N. Hadipranoto dan Mudasir. 2007. Pengaruh antioksidan terhadap kerusakan asam lemak omega-3 pada proses pengolahan ikan tongkol. Jurnal Ilmiah Kaunia, Yogyakarta. 8(3). Hal 497-509. Kusrahayu, H. Rizqiati dan S. Mulyani. 2009. Pengaruh Lama Penyimpanan Krim Susu yang ditambah Ekstrak Kecambah Kacang Hijau terhadap Angka Thiobarbituric Acid (TBA), Kadar Lemak Dan Kadar Protein. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang. Kusuma, D. 2006. Identifikasi dan Karakterisasi Antioksidan dari Jus Aloe chinensis dan Evaluasi Potensi Aloe-Emodin sebagai Antifotooksidan dalam Sistem Asam Linoleat. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Muchtadi, D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Penerit Alfabeta. Bandung. Muharlien. 2010. Meningkatkan kualitas telur melalui penambahan the hijau dalam pakan ayam petelur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Malang. 5(1). Hal 32-37. Muslim,
D.A., 2013. Penyebab dan Pencegahan Kegagalan dalam Penetasan/Pengeraman Telur Burung. http://omkicau.com. Diakses pada tanggal 03 November 2014.
Nahariah, A.M Legowo, E. Abustam, A. Hintono, P. Bintoro dan Y.B. Pramono. 2014ᵃ. Endogeneous antioxidant activity in the egg whites of various types of local poultry eggs in South Sulawesi, Indonesia. Int. J. Poultry Science. 13(1):21-25. ISSN: 1626-8356.
34
Nahariah, A.M Legowo, E. Abustam dan A. Hintono. 2014ᵇ. Aktivitas Antioksidan dan Antihipertensi Tepung Putih Telur Hasil “Pan Drying” pada Suhu dan Waktu Pengeringan yang Berbeda. Seminar Nasional Optimalisasi Sumberdaya Lokal pada Peternakan Rakyat Berbasis Teknologi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis nilai absorbansi dalam penentuan kadar flavonoid untuk berbagai jenis daun tanaman obat. J. Pillar of Physics (2): 76-83. Ningrum, E.P. dan W. Hatta. 2014. Karakteristik Organoleptik Abon Telur Ayam dengan Penambahan Daging Buah Semu Jambu Mete sebagai Bahan Pengisi. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Nuryati, T., M. Khamim, P. Hardjosworo dan Sutarto. 2002. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. Pelczar, J. Michael, E.C.S Chan. 1988. Dasar – Dasar Mikrobiologi, Jakarta: UI Press. Pokorny, J., N. Yanishlieva, and M. Gordon. 2001. Antioxidant in Food. CRC Press Cambridge. England. Pourmourad, F., S.J Hosseinimehr and N. Shahabimajd. 2006. Antioxidant activity, phenol and flavonoid contents of some selected iranian medicinal plants. African J. Biotechnology. 5(11) : 1142-1145. Pramita, D.S. 2008. Pengaruh Teknik Pemanasan terhadap Kadar Asam Fitat dan Aktivitas Antioksidan Koro Benguk (Mucuna pruriens), Koro Glinding (Phaseolus lunatus), dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Purwaningsih, S. 2012. Aktivitas antioksidan dan komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa). Jurnal Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 17(1) ISSN 0853-7291. Hal 39-48. Raharjo, S. 2006. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. ISBN: 979-420-620-2. Ratnayani, K., A. A. I. A Mayun Laksmiwati Dan N. P. I. Septian. 2012. kadar total senyawa fenolat pada madu randu dan madu kelengkeng serta uji aktivitas antiradikal bebas dengan metode dpph (difenilpikril hidrazil). Jurnal Kimia. 6 (2): 163-168. Romanoff, A.L., and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. John Wiley and Sons, Inc. New York. Saliem, H.P., EM. Lakolo, T.B. Purwantini, M. Ariani dan Y. Marisa. 2001. Analisis Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga dan Regional. Laporan
35
Hasil Pelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Salunkhe D.K and S.S. Kadam . 1990. Handbook of World Food Legumes: Nutritional Chemistry, Processing Technology And Utilization.Vol.1.CRC Press. Sarastani, D., S.T. Soekarto, T.R. Muchtadi, D. Fardiaz dan A. Apriyanto. 2002. Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak biji atung. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 8(2): 149-156. Shui, G., S.P. Wong, L.P. Leong. 2004. Characterization of antioxidants and change of antioxidant levels duringn storage of manilkara zapota l. J. Agricultural and Food Chem. 52. Hal 7834-7841. Stahl, W and H. Sies. 2003. Antioxidant Activity of Carotenoids. Molecular Asfects of Medicine. 24. Hal 345-351. Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Cetakan ke-4. Jakarta. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty kerjasama dengan pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sunarni, T. 2005. Aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas beberapa kecambah dari biji tanaman familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi Indonesia. 2(2): 53-61. Surai, P. F. 2000. Effect of selenium and vitamin E content of the maternal diet on the antioxidant system of the yolk and the developing chick. Br. Poultry Sci. 41:235-243. Suryatno, H., Basito dan E. Widowati. 2012. Kajian organoleptik, aktivitas antioksidan, total fenol pada variasi lama pemeraman pembuatan telur asin yang ditambah ekstrak jahe (Zingiber Officinale Roscoe). Jurnal Teknosains Pangan. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 1(1) ISSN: 2302-0733. Takashi, Miyake and S. Takayumi. 1997. Antioxidant activities of natural compound found in plants. J. Agric. Food. Chem. 45(5): 1819–1822. Vermerris, W and R. Nicholson. 2006. Phenolic Compound Biochemistry. Publisher Springer. Netherlands. Hal. 88-90. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
36
Yamamoto, T., Juneja, L.R. Hatta dan M. Kim. 1997. Hen Eggs. CRC Press. New York Yuliawaty, S.T. dan W.H. Susanto. 2015. Pengaruh Lama Pengeringan dan Konsentrasi Maltodekstrin Terhadap Karakteristik Fisik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Daun Mengkudu (Morinda Citrifolia L). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(1): 41-52. Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Zuhra, C.T., J.B. Tarigan dan H. Sihotang. 2008. Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid dari daun katuk (sauropus androgunus (l) merr.). Jurnal Biologi Sumatera. Medan. 3(1). Hal 7-10.
37
Lampiran 1. Hasil perhitungan analisis ragam TBA telur infertil dengan waktu pemeraman yang berbeda Dependent Variable:TBA Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.009a
2
.005
11.432
.002
Intercept
.282
1
.282
713.983
.000
Perlakuan
.009
2
.005
11.432
.002
Error
.005
12
.000
Total
.296
15
Corrected Total
.014
14
Corrected Model
a. R Squared = .656 (Adjusted R Squared = .598) Descriptive Statistics Dependent Variable:TBA Perlaku an
Mean
Std. Deviation
N
I0
.1132
.01859
5
I18
.1708
.02189
5
I9
.1272
.01895
5
Total
.1371
.03135
15
Subset Perlakuan Duncana
N
1
2
I0
5
.1132
I9
5
.1272
I18
5
Sig.
.1708 .287
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .000. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
38
Lampiran 2. Hasil perhitungan analisis ragam aktivitas antioksidan telur infertil dengan waktu pemeraman yang berbeda. ANOVA Dependent Variable:Aktivitas Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
5003.056a
2
2501.528
570.687
.000
Intercept
70408.412
1
70408.412
1.606E4
.000
5003.056
2
2501.528
570.687
.000
Error
52.600
12
4.383
Total
75464.069
15
5055.656
14
Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = .990 (Adjusted R Squared = .988)
Descriptive Statistics Dependent Variable:Aktivitas Perlaku an
Mean
Std. Deviation
N
I0
84.5800
.56639
5
I18
42.9660
3.58123
5
I9
77.9900
.06403
5
Total
68.5120
19.00311
15
Subset
Perlaku an Duncana
N
1
I18
5
I9
5
I0
5
Sig.
2
3
42.9660 77.9900 84.5800 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.383.
39
Lampiran 3. Hasil perhitungan analisis ragam konsentrasi antioksidan telur infertil dengan waktu pemeraman yang berbeda. ANOVA Dependent Variable:Konsentrasi Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.022a
2
.011
19.723
.000
Intercept
.966
1
.966
1.709E3
.000
Perlakuan
.022
2
.011
19.723
.000
Error
.007
12
.001
Total
.995
15
Corrected Total
.029
14
Corrected Model
a. R Squared = .767 (Adjusted R Squared = .728)
Descriptive Statistics Dependent Variable:Konsentrasi Perlaku an
Mean
Std. Deviation
N
I0
.22060
.013278
5
I18
.30780
.030597
5
I9
.23280
.024150
5
Total
.25373
.045575
15
Subset
Perlaku an Duncana
N
1
2
I0
5
.22060
I9
5
.23280
I18
5
Sig.
.30780 .433
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .001. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
40
Gambar 1 Penimbangan Sampel
Gambar 3. Destilasi Sampel
Gambar 5. Pengenceran Sampel
Gambar 2 Sampel TBA
Gambar 4. Pencampuran larutan TBA dengan hasil destilasi
Gambar 6. Vorteks sampel
41
Gambar 7. Penggunaan Spektrofotometri UV- Vis
Gambar 9. Sampel telur infertil 0 hari + DPPH
Gambar 8. Pengujian Antioksidan
Gambar 10. Sampel telur infertil 9 hari + DPPH
Gambar 11. Sampel telur infertil 18 hari + DPPH
42
RIWAYAT HIDUP Evo Tenri Ubba, lahir di Pangkajene pada tanggal 29 Mei 1993, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak H. M. Basir Fachry, SE dan ibu Hj. Rahmatia Hasan. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah Taman Kanak–Kanak Pertiwi, lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan Sekolah Dasar Negeri 10 Pangkajene Sidrap, lulus tahun 2005. Kemudian setelah lulus di SD, kemudian malanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Pangkajene Sidrap, lulus tahun 2008, dan melanjutkan di Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Pangkajene di Kota Sidrap, dan lulus pada tahun 2011. Setelah selesai, penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan diterima di Perguruan Tinggi Negeri melalui Jalur Non Subsidi (JNS) di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
43