KUALITAS TELUR AYAM RAS PETELUR YANG DIPELIHARA PADA POSISI CAGE YANG BERBEDA
SKRIPSI
IBNU MUNDZIR I 111 10 274
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
i
KUALITAS TELUR AYAM RAS PETELUR YANG DIPELIHARA PADA POSISI CAGE YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
IBNU MUNDZIR I 111 10 274
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Ibnu Mundzir
NIM
: I 111 10 274
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan sepenuhnya.
Makassar, Februari 2017 TTD
`Ibnu Mundzir
iii
iv
RINGKASAN IBNU MUNDZIR. I 111 10 274. Kualitas Telur Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada Posisi Cage yang Berbeda. Dibawah Bimbingan: Wempie Pakiding dan Ambo Ako. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh posisi cage yang menggambarkan perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh ayam dalam kandang postal terhadap kualitas telur ayam ras yang dihasilkan. Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Adapun perlakuan yang diterapkan yaitu P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. Pengamatan kualitas telur dilakukan setelah penerapan perlakuan selama 3 minggu selanjutnya dilakukan pengulangan sebanyak dua kali dengan interval waktu 2 minggu. Jumlah telur yang digunakan sebanyak 1 butir untuk setiap unit perlakuan sehingga total telur yang digunakan sebanyak 60 butir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas telur ayam ras petelur yang dipelihara pada posisi posisi cage yang berbeda menghasilkan telur dengan kualitas eksterior (berat telur, tebal kerabang, warna kerabang) dan kualitas interior (yolk indeks, berat yolk, berat albumen, warna yolk, dan Haugh Unit), yang sama kecuali terhadap indeks putih telur (albumen). Kata Kunci : Kualitas Telur, Posisi Cage Ayam Ras Petelur.
v
ABSTRACT Egg Quality of Laying Hen Reared in Differend Position of The Cages. Supervisor: Dr.
Ir. Wempie Pakiding, M. Sc and Co. Supervisor Prof.Dr.Ir.H. Ambo Ako, M.Sc The aimed of this study was to determine the effect of cages position which reflected the difference in intensity of light received by of hen in the postal hause on quality of eggs.
This experiment was arranged using completely randomized design with 4 treatments x and 5 replications. The treatment applied was P1 = Downstairs facing outwards, P2 = lower stairs facing inward, P3 = Upstairs facing outwards, and P4 = upstairs facing inward. Observations of eggs quality were done after the application of treatment for 3 weeks thereafter observation was repeated twice at intervals of 2 weeks. The number of eggs that are used was as much as 1 point for every treatment unit, so the total eggs were 60 items. The results showed that the quality of egg of Lohman
Brown kept in the cages position different is no effect on the quality of the exterior and interior that are egg weight, the color of eggshell, thick shell and texture of the shell, the index yolk, heavy yolk, heavy albumen, the color of the yolk and Haugh unit value, except the egg white index. Keywords: egg quality, cages position, laying hen ...
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah rabbil alamin, segala Puja dan Puji bagi Allah SWT, sebanyak tetesan air hujan, sebanyak butiran biji-bijian, sebanyak makhluk-Nya dilangit, dibumi dan diantara keduanya. Segala puja dan puji yang banyak dan tak berkesudahan untuk Allah SWT, meskipun puja segala pemuji selalu kurang dari sewajarnya. Rasa syukur yang sangat dalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil. Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Kepada Ayahanda Muh. Said Djama dan Ibunda Dahlia tercinta yang telah mengajarkan banyak hal, memberikan motivasi, dukungan, materi dan doa yang tak henti-hentinya terucap untuk penulis. 2. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M. Sc, sebagai Pembimbing Utama, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M. Sc. sebagai Pembimbing Anggota yang telah bersedia meluangkan waktu dan
vii
memberikan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta mengajarkan banyak hal tentang kedisiplinan. 3. Kanda Muh. Rachman. S.pt, M.Si sebagai Penasehat Akademik yang senantiasa memberikan motivasi dan nasehat yang berarti bagi penulis. 4. Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding,M.Sc., selaku Kepala Laboratorium Ternak Unggas yang memberikan kelancaran karena telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian. 5. Terima kasih kepada Dekan, Wakil Dekan I, II, III Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin dan seluruh staf yang telah menerima dan membantu penulis dalam proses akademik. 6. Bapak Muhammad Yusuf, S. Pt, Ph.D sebagai Ketua Jurusan Produksi Ternak dan Bapak Muhammad Ihsan A.dagong, S.Pt, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. 7. Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc. Bapak Ir. Mustakim Mattau M.S dan Ibu Dr. Naharia,S.Pt M.P, sebagai pembahas yang telah memberikan masukan dalam proses perbaikan skripsi ini. 8. Bapak dan Ibu dosen yang telah sabar membimbing penulis selama masa perkuliahan. 9. Kawan-kawan“L10N 10” terima kasih telah menemani penulis disaat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah. 10. Kepada teman- teman prodi produksi ternak atas dukungannya kepada penulis.
viii
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terima Kasih atas bantuannya. Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Amin.
Makassar, Januari 2017
Ibnu Mundzir
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ..............................................................................
i
HALAMAN JUDUL .................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
RINGKASAN ............................................................................................
vi
ABSTRACT ...............................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar belakang....................................................................................
1
Rumusan masalah..............................................................................
2
Hipotesa ............................................................................................
3
Tujuan dan Kegunaan .......................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA.. ..........................................................................
4
Tinjauan umum mengenai ayam petelur. ..........................................
4
Mekanisme ransangan cahaya ...........................................................
6
METODE PENELITIAN .........................................................................
10
Waktu dan Tempat ............................................................................
10
Materi Penelitian ...............................................................................
10
Rancangan penelitian ........................................................................
10
Pemeliharaan ternak ..........................................................................
11
Parameter yang diamati .....................................................................
12
Analisis Data .....................................................................................
14
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
15
A. Kualitas Eksterior ..............................................................................
15
x
Berat Telur .........................................................................................
16
Warna Kerabang Telur ......................................................................
17
Tebal Kerabang Telur ………………………………………………
18
B. Kualitas Interior .................................................................................
18
Indeks Kuning Telur (yolk)................................................................
19
Indeks Putih Telur (albumen) ............................................................
20
Berat Kuning Telur (yolk)..................................................................
21
Berat Putih Telur (albumen) ..............................................................
23
Warna Kuning Telur (Yolk) ...............................................................
24
Nilai Haugh Unit ...............................................................................
25
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
28
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................
31
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………
46
xi
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1. Perlakuan posisi cage dalam kandang ..............................................
11
2. Rata-rata berat telur ayam ras petelur Lohman Brown yang tempatkan pada posisi cage yang berbeda...........................................................
15
3. Rata-rata warna kerabang ayam ras petelur Lohman Brown yang tempatkan pada posisi cage yang berbeda...........................................
16
4. Rata-rata tebal kerabang ayam ras petelur Lohman Brown yang tempatkan pada posisi cage yang berbeda...........................................
18
5. Rata-rata indeks yolk ayam ras petelur Lohman Brown yang tempatkan pada posisi cage yang berbeda............................................................
19
6. Rata-rata indeks albumen ayam ras petelur Lohman Brown yang tempatkan pada posisi cage yang berbeda..........................................
20
7. Rata-rata berat yolk ayam ras petelur Lohman Brown yang tempatkan pada posisi cage yang berbeda.............................................................
21
8. Rata-rata berat albumen ayam ras petelur Lohman Brown yang tempatkan pada posisi cage yang berbeda...........................................
23
9. Rata-rata warna yolk ayam ras petelur Lohman Brown yang tempatkan pada posisi cage yang berbeda...................... .....................................
24
10. Rata-rata haugh unit ayam ras petelur Lohman Brown yang tempatkan pada posisi cage yang berbeda........................................... ................
25
xii
PENDAHULUAN Ayam ras petelur merupakan salah satu komoditi peternakan yang memberi kontribusi terbesar terhadap penyediaan telur untuk kebutuhan masyarakat. Produksi yang tinggi pada ayam ras petelur disebabkan oleh karena hasil persilangan yang intensif menghasilkan induk ayam yang sudah tidak memiliki sifat mengeram sehingga induk dapat menghasilkan telur selama masa produktif. Hal ini menyebabkan pemeliharaan dilakukan hanya untuk menghasilkan telur konsumsi dengan pola pemeliharaan sistem kandang battery atau ayam ditempatkan pada individual cage. Untuk mengoptimalkan daya tampung ayam didalam kandang postal, maka penempatan cage dilakukan dengan cara menyusun secara vertikal dan berderat secara horizontal dengan mempertimbangkan kemudahan dalam manajemen pemeliharaan. Pola pengaturan ini menyebakan intensitas cahaya yang diterima oleh setiap posisi cage menjadi tidak seragam. Cahaya alami pada siang hari lebih banyak diterima pada ayam yang berada dikedua sisi kandang dan sebaliknya cahaya buatan pada malam hari lebih banyak diterima pada ayam yang berada ditengah kandang. Perbedaan intensitas cahaya yang diterima ayam juga berbeda antara ayam yang ditempatkan pada lantai bawah dan lantai atas. Intensitas cahaya berperan penting dalam proses pembentukan telur ayam. Adanya pencahayaan, baik pencahayaan alami (sinar matahari) maupun cahaya buatan (lampu) akan menstimulasi hipotalamus di otak. Selanjutnya, “sinyal” cahaya akan diteruskan ke kelenjar-kelenjar tubuh, seperti hipofisa, tiroid dan paratiroid untuk menstimulasi disekresikannya hormon.
1
Kelenjar hipofisa akan mensekresikan “folicle stimulating hormone (FSH)” atau hormon perangsang perkembangan sel ovum pada indung telur (ovarium). Hormon inilah yang sangat berperan penting untuk pembentukan sebutir telur. Sekresi albumen berada dibawah kontrol hormon yang disekresikan oleh tenunan interstitel ovarium dan pembentukan kerabang telur sebahagian berada dibawah kontrol hormon yang disekresikan oleh kelenjar parathyroid (Syamsuddin, 1989). Lebih lanjut dikemukakan bahwa tidak terjadinya penyesuaian serta syncronisasi yang tepat dari seluruh kerja hormone yang disebabkan
oleh
faktor
lingkungan,
diantaranya
cahaya,
menyebabkan
terbentuknya telur yang tidak normal, seperti terjadinya abnormalitas pada kuning telur, albumen dan kerabang telur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh posisi cage yang menggambarkan perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh ayam dalam kandang postal terhadap kualitas telur ayam ras yang dihasilkan. Kegunaan penelitian adalah memberikan informasi kepada peternak dan peneliti tentang pengaruh peletakan cage dalam kandang postal terhadap kualitas telur ayam ras yang dihasilkan.
2
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum mengenai Ayam Petelur Ayam domestik termasuk dalam spesies Gallus gallus tetapi terkadang ditujukan kepada Galluells domesticus. Ayam diklasifikasikan sebagai berikut (Scanes et al., 2004) : Filum
: Chordata
Subfilum
: vertebrata
Kelas
: Aves
Superordo : Carinatae Ordo
: Galliformes
Famili
: Phasianidae
Genus
: Gallus
Spesies
: Gallus gallus
Asal mula ayam petelur berasal dari ayam liar yang ditangkap dan dipelihara karena mampu menghasilkan telur yang banyak. Pada awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya, akrab dengan pola kehidupan masyarakat di pedesaan. Pada tahun 1940-an, orang mulai mengenal ayam yang saat itu dipelihara oleh penduduk Belanda, sehingga diberi nama ayam Belanda atau ayam negeri. Pada perkembangan selanjutnya, ayam liar ini disebut ayam kampung atau ayam buras, sedangkan ayam Belanda disebut ayam ras (Anonim, 2000). Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah ayam ras petelur White Leghorn yang kurus dan umumnya telah habis masa produktifnya. Hingga pada akhir periode tahun 1990-an mulai merebak
3
peternakan ayam pedaging yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara dengan tujuan untuk diambil telurnya. Berbagai seleksi telah dilakukan, salah satunya diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (“terus dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul (Anonim, 2000). Berdasarkan berat badannya, ayam petelur dibagi menjadi dua tipe, yakni ayam petelur tipe ringan, dan ayam petelur tipe medium. Ayam tipe medium umumnya berwarna coklat dan lebih diminati oleh peternak ayam petelur. Ayam petelur medium tergolong ayam dwiguna, sebab selain dapat memproduksi telur, juga dapat menghasilkan daging yang banyak pula. Bobot ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan ayam pedaging (Anonim, 2000). Berdasarkan manajemen pemeliharaanya, ayam petelur dikelompokkan dalam 3 fase pertumbuhan, yakni; fase starter, fase grower, dan fase layer. Rahmadi (2009) mengungkapkan bahwa ayam petelur fase layer
merupakan
ayam yang berumur antara 20 hingga 80 minggu (afkir). Ayam pada akhir masa produksi tergolong dalam fase layer, yakni pada umur 50 minggu ke atas. Ayam
4
pada akhir masa produksi biasa disebut ayam tua.
Boling et al., (2000)
menyatakan bahwa ayam tua adalah ayam yang berumur 70 sampai 76 minggu. Mekanisme Rangsangan Cahaya Cahaya secara fisik merupakan energi berbentuk gelombang yang bergerak lurus ke semua arah, tidak dapat membelok, dan dapat dipantulkan. Cahaya berfungsi dalam proses penglihatan. Cahaya merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol pertumbuhan, pendewasaan, reproduksi, dantingkah laku. Cahaya mengatur ritme harian dan beberapa fungsi penting di dalam tubuh seperti suhu tubuh dan beragam tahapan metabolisme yang terkait dengan pemberian pakan dan pencernaan (Olanrewaju et al., 2006). Pencahayaan adalah parameter penting dari produksi unggas. Pencahayaan merupakan faktor eksogen yang kuat dalam mengontrol banyak proses fisiologis dan perilaku. Pencahayaan mungkin merupakan faktor yang paling kritis dari semua faktor lingkungan bagi unggas. Pencahayaan merupakan keterpaduan dengan penglihatan, termasuk ketajaman visual dan pembedaan warna ( Manser dalam
Olanrewaju,
2006).
Pencahayaan
memungkinkan
unggas
untuk
menetapkan keserasian dan mensinkronkan / menyamakan banyak fungsi esensial, termasuk temperatur tubuh dan berbagai langkah metabolis yang mempermudah kegiatan makan dan pencernaan. Pencahayaan juga menstimulasi pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol sebagian besar pertumbuhan, kematangan / kedewasaan dan reproduksi. Jelaslah pencahayaan menjadi penting karena berhubungan dengan produksi dan kesejahteraan unggas. Pencahayaan terdiri dari tiga aspek yaitu : intensitas, durasi dan panjang gelombang. Intensitas cahaya, warna dan aturan photoperiod (waktu penyinaran) mempengaruhi aktivitas fisik
5
unggas. Peningkatan aktivitas fisik dapat menstimulir perkembangan tulang, sehingga memperbaiki kesehatan kaki. Nalbandov (1990) dalam Sunarti (2004), menjelaskan bahwa cahaya melalui retina mata akan diteruskan melalui saraf mata menuju hipotalamus anterior, kemudian merespon dengan melepaskan substansi yang menstimulir kelenjar hipofise untuk memproduksi hormon gonadotropin. Hormon ini akan bersama aliran darah merangsang ovarium serta organ reproduksi lain. Di samping itu juga akan membantu proses pematangan folikel telur di gonad, perkembangan bulu dan jengger pada ayam petelur. Di sisi lain cahaya juga akan menggertak kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon pertumbuhan untuk mengatur proses metabolisme. Selain itu cahaya gelap akan menggertak dilepaskannya hormon androgen. Hormon androgen ikut serta dalam proses pembentukan tulang (Byuse, 1996 dalam Sunarti, 2004), lebih lanjut dinyatakan bahwa selama periode gelap ternyata
level
hormon
kortikosteroid
menjadi
rendah.
Level
hormon
kortikosteroid berbanding lurus dengan level stres. Unggas adalah hewan yang mudah stres, sehingga pemberian cahaya gelap akan menghambat pelepasan hormon kortikosteroid dan memberikan kesempatan labih banyak pada unggas untuk beristirahat, sehingga stres dapat berkurang. Efek cahaya setelah diterima hipotalamus juga akan mensekresikan STHRH (somatotropik releasing hormon) dan dan TRH (tirotropik releasing hormon). Releasing itu akan merangsang glandula pituitary anterior untuk mensekresikan STH dan TSH, TSH akan menstimulir kelenjar tiroid untuk melepaskan tiroksin somatotropik hormon dan tiroksin akan menstimulir tubuh meningkatkan aktivitas pertumbuhan (Bell dan Freeman, 1971 dan Card, 1961). Isroli (1996) menyatakan,
6
bahwa hormon pertumbuhan dari kelenjar pituitary anterior dan tiroksin dari kelenjar tiroid bekerja secara simultan dalam kontrol terhadap pertumbuhan ternak menjelang pubertas. Somatotropik hormon dalam tubuh berfungsi memacu aktifitas
metabolisme,
meningkatkan
cadangan
nitrogen,
meningkatkan
penyediaan energi dan merangsang pembentukan somatotropik hormon. Card dan Nesheim (1972) menyatakan bahwa unggas merupakan ternak yang peka terhadap cahaya. Cahaya akan mempengaruhi proses biologis melalui aktivitas hormonal, antara lain mempengaruhi pertumbuhan. Mekanisme proses fisiologis yang terjadi dalam penerimaan rangsangan cahaya sehingga dapat mempengaruhi organtubuh, diawali dengan rangsangan mekanis pada syaraf penglihatan yang selanjutnya secara kimia berlangsung melalui rangsangan hormonal. Cahaya yang mengenai mata ayam akan diterima oleh reseptor pada mata ayam, merangsang syaraf mata dan kemudian rangsangan ini diteruskan ke hypofisa. Hasil kerja selanjutnya menyebabkan pengeluaran hormon pengendali dari hypofisa anterior yang berfungsi mengatur pengeluaran kelenjar endokrin. Hormon pengendali tersebut terdiri dari hormon stimulasi tiroid yang meningkatkan stimulasi tiroid dan hormon somatotropik yang berfungsi mengatur pertumbuhan, yaitu mengendalikan metabolisme asam amino dalam pembentukan protein. Hormon pertumbuhan merupakan suatu hal yang penting dalam pengendalian pertumbuhan dan aspek lainnya dari metabolisme dalam tubuh unggas, karena dapat merangsang metabolisme lemak, karbohidrat dan protein. Kelenjar Endokrin lainnya termasuk kelenjar pankreas, tiroid, dan adrenal serta berbagai fungsi kekebalan tubuh.
7
Kualitas Telur Ayam Ras Telur ayam ras adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang popular dan sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruh kalangan masyarakat dapat mengonsumsi telur ayam ras untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini karena telur ayam ras relatif murah dan mudah diperoleh serta dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diharapkan (Lestari, 2009). Telur ayam ras segar adalah telur yang tidak mengalami proses pendinginan dan tidak mengalami penanganan pengawetan serta tidak menunjukan tanda-tanda pertumbuhan embrio yang jelas, yolk belum tercampur dengan albumen, utuh, dan bersih (Standar Nasional Indonesia, 1995). Telur tersusun oleh tiga bagian utama yaitu kulit telur (kerabang), bagian cairan bening (albumen), dan bagian cairan yang berwarna kuning (yolk) (Rasyaf, 1990). Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna, termasuk diantaranya telur ayam ras. Telur ayam ras secara fisik terdiri dari 10% kerabang (kulit telur, cangkang), 60% putih telur dan 30% kuning telur (Sarwono, dkk, 1995). Menurut North & Bell (1990) kandungan dari zat-zat makanan kuning telur yaitu protein 17,5%, lemak 32,5%. Selanjutnya Saerang (1997) menambahkan bahwa kandungan kolesterol pergram dari telur ayam muda yang berumur 24 minggu kadar kolesterol telurnya 121 mg/butir, sedangkan ayam yang berumur 68 minggu kadar kolesterolnya 313 mg/butir, dengan berat telur 50-70 g.
8
Kerabang telur terdiri atas membran kerabang telur (outher shell membrane) dan membran albumen (inner shell membrane).Albumen terdiri atas lapisan encer luar (outer thin white), lapisan encer dalam (firm thick white), lapisan kental (inner thin white), dan lapisan kental dalam (inner thick white). Chalazae yang membatasi albumen dan yolk. Yolk terdiri atas membrane viteline, germinal disc, dan yolk sack (Buckle et al.,2007). Indeks Kuning Telur (IKT) adalah perbandingan tinggi kuning telur dengan garis tengah kuning telur. Telur segar mempunyai IKT 0,33-0,50 dengan rata-rata 0,42. Semakin tua/lama umur telur unggas sejak ditelurkan, IKT menurun karena penambahan ukuran kuning telur akibat perpindahan air (dari putih ke kuning telur). Standar untuk IKT adalah sebagai berikut: 0,22 = jelek; 0,39 = rata-rata, dan 0,45 = tinggi. Indeks putih telur (IPT) adalah perbandingan tinggi putih telur (albumin) kental dengan rata-rata garis tengahnya. Pengukuran dilakukan setelah kuning telur dipisahkan dengan hati-hati. Telur yang baru mempunyai IPT antara 0,050-0,174, tetapi biasanya berkisar antara 0,090 dan 0,120. IPT menurun selama penyimpanan, karena pemecahan ovomucin yang dipercepat oleh naiknya pH (Koswara, 2009). Menurut Yunita (2014) bahwa kualitas telur dapat dibagi menjadi 3 yaitu : a. Kualitas AA (Mutu 1) Kondisi telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal. Kedalaman kantung udara tidak boleh lebih dari 3,2 mm (SNI : < 0,5 cm). Putih telur harus bersih, kental dan stabil, dengan konsistensi seperti gelatin, Ketika diteropong, kuning telur tidak bergerak-gerak, berbentuk bulat, terletak ditengah telur,kuning telur bersih dari bercak darah atau
9
noda apapun. Bayangan batas-batas kuning dan putih telur ketika di teropong tidak terlihat jelas. b. Kualitas A (Mutu 2) Cangkang telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal. Kedalaman rongga udara tidak boleh lebih dari 4,8 mm (SNI : 0,5-0,9 cm). Putih telur harus bersih, dan kental. Bayangan batas-batas kuning dan putih telur ketika diteropong mulai terlihat agak jelas. Kuning telur berbentuk bulat, posisinya di tengah, harus bersih, dan tidak ada bercak atau noda. c. Kualitas B (Mutu 3) Cangkang bersih, tidak boleh retak, agak kasar, dan mungkin bentuknya abnormal. Kantung udara lebih dari 1,6 mm (SNI : > 1 cm). Putih telur encer, sehingga kuning telur bebas bergerak saat diteropong.Ada noda sedikit, tetapi tidak boleh ada benda asing lainnya dan bagian kuning belum tercampur dengan putih. Kuning telur terlihat gepeng (pipih) bentuknya, agak melebar, bintik atau noda darah mungkin ada, tetapi diameternya tidak boleh lebih dari 3,2 mm. Sistem Perkandangan Kandang merupakan unsur penting dalam usaha peternakan ayam. Kandang dipergunakan mulai dari awal hingga masa berproduksi. Pada prinsipnya, kandang yang baik adalah kandang yang sederhana, biaya pembuatan murah, dan memenuhi persyaratan teknis (Martono, 1996). Bentuk kandang sebenarnya dapat dibangun sesuai selera dan kebutuhan peternak. Menurut Martono (1996) kandang yang biasa dipergunakan antara lain.
10
Kandang cage merupakan bangunan kandang berbentuk sangkar berderet, menyerupai battery dan alasnya dibuat berlubang (bercelah), konstruksi lantai renggang dan miring, sehingga kotoran jatuh ke bawah lantai sedangkan telurnya akan bergulir keluar sehingga terbebas dari upaya pematukan telur dan memudahkan pengambilan telur. Lantai kandang merupakan bilah-bilah bambu atau pun kawat yang disusun tidak rapat agar kotoran ayam dapat langsung jatuh ke tanah. Dinding kandang batere (cage) dibuat agar cahaya bisa masuk, dinding yang bercela, Ukuran luas sangkar kandang satu ekor ayam adalah panjang 45 cm, lebar 25-30 cm, dan tinggi 40-45 cm. Menurut Rasyaf (2003), beberapa prinsip penting dalam mengatur tata letak kandang yaitu: 1) ayam tidak dapat ditempatkan di tempat yang ramai, terutama bila ayam petelur sudah bertelur, 2) ayam yang mempunyai umur yang berbeda tidak dapat ditempatkan dalam kandang yang sama, 3) jarak antar kandang ayam yang berumur tidak sama minimal 10 m, sedangkan kandang ayam yang berumur sama boleh saling berdekatan, dan 4) kemudahan dalam pengelolaan. Menurut Sudaryani dan Santosa ( 2003), kandang yang nyaman dan memenuhi syarat akan memberikan dampak positif karena ternak menjadi tenang dan tidak stres.
Selanjutnya, ternak akan memberikan imbalan produksi yang
lebih baik bagi peternak pemelihara. Berdasarkan dindingnya, kandang dibagi menjadi 2, yaitu kandang dinding terbuka (open side house) dan kandang dinding tertutup (closed side house) (Sudaryani dan Santosa, 2003). Kandang dinding terbuka adalah kandang yang semua sisinya terbuka dan biasanya hanya diberi pengaman dari kawat sehingga udara bisa keluar masuk dengan bebas (Sudaryani dan Santosa, 2003). Masalah
11
temperatur dapat diatasi dengan membuat sistem ventilasi udara yang baik yaitu dengan memberi kipas pada kandang
sehingga dapat mengurangi panas
(Anonim, 2010).. Sedangkan kandang dinding tertutup merupakan kandang yang semua dindingnya tertutup rapat,
pengaturan suhu udara, kelembaban, dan
kecepatan angin oleh cooling system dan fan (kipas angin) yang digerakkan oleh tenaga listrik (Sudaryani dan Santosa, 2003). Kandang battery ini memiliki sistem ventilasi yang sangat baik, karena udara leluasa masuk ke dalam setiap sangkar. Udara dapat bertiup pada setiap ekor ayam, baik dari samping maupun bawah, karena baterai ditempatkan minimal 40 cm dari permukaan lantai. Kondisi ventilasi pada kandang baterai yang baik, memungkinkan kandang mampu menampung populasi ayam lebih banyak daripada lantai litter dengan luas kandang yang sama.
12
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2016 bertempat di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Penelitian menggunakan ayam ras petelur strain Lohman Brown umur 44 minggu, pakan (konsentrat, jagung dan dedak) dan air. Alat yang digunakan adalah kandang individual cage, timbangan, tempat pakan horizontal feeder, nipple drinker, rak telur, jangka sorong, egg quality slide ruler, micrometer. Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Adapun perlakuan yang di terapkan adalah posisi cage didalam kandang yang terdiri dari: P1 = Lantai bawah yang menghadap keluar P2 = Lantai bawah yang menghadap kedalam P3 = Lantai atas yang menghadap keluar P4 = Lantai atas yang menghadap kedalam
13
Gambar 1. Perlakuan posisi cage dalam kandang Pemeliharaan Ternak Ayam ditempatkan dalam kandang individual cage, berdinding dan berlantai kawat dengan dimensi 40 cm x 30 cm x 30 cm. Setiap cage dilengkapi dengan tempat pakan (horizontal feeder) dan alat minum (nipple drinker). Ayam dipelihara dari umur 44 minggu sampai 52 minggu. Cage ditempatkan secara vertical dan horizontal di dalam kandang postal yang berukuran 6 x 28 m yang dilengkapi lampu penerang dan instalasi air. Pemberian cahaya buatan dilakukan selama 4 jam pada malam hari mulai dari jam 18.00 sampai 22.00. Pakan diberikan berdasarkan konsumsi harian sebanyak 120 g/ekor/hari yang diberikan pada pagi dan sore hari dengan jumlah yang sama. Sedangkan pemberian air minum dilakukan secara ad libitum dengan menggunakan nipple dringker. Komposisi ransum yang diberikan terdiri atas 40% jagung, 30% dedak dan 30% konsentrat, dengan kandungan protein sebesar 17,03%.
14
Parameter yang Diamati Pengamatan kualitas telur dilakukan setelah penerapan perlakuan selama 3 minggu selanjutnya dilakukan pengulangan sebanyak dua kali dengan interval waktu 2 minggu. Jumlah telur yang digunakan sebanyak 1 butir untuk setiap unit perlakuan sehingga total telur yang digunakan sebanyak 60 butir. Pengamatan kualitas telur dilakukan terhadap parameter sebagai berikut: 1.
Kualitas Eksterior a.
Berat Telur diperoleh dengan menimbang telur.
b.
Warna kerabang telur diperoleh dengan cara organoliptik
c.
Tebal Kerabang ; Telur yang telah dipecah dikeluarkan membrane bagian dalamnya selanjutnya dilakukan pengkuran tebal kerabang dengan menggunakan Micrometer.
2.
Kualitas Interior Pengamatan dilakukan dengan memecah telur diatas kaca datar dan dilakukan pengamatan terhadap: a.
Indeks Kuning telur (yolk); pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi dan lebar yolk dan selanjutnya indeks yolk dihitung dengan rumus :
Keterangan : YI = Yolk Indeks a
= Tinggi Yolk (mm)
b
= Lebar Yolk (mm)
15
b.
Indeks putih telur (Albumen); pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi dan lebar Albumen dan selanjutnya indeks albumen dihitung dengan rumus:
Keterangan : AI = Albumen Indeks
c.
Berat
a
= Tinggi Albumen (mm)
b
= Diameter rata-rata dari albumin (mm)
yolk
dan
albumen
dipisahkan
selanjutnya
dilakukan
penimbangan pada masing-masing bagian. d.
Warna yolk diukur dengan menggunakan Colorimeter Portable TES 135 Digital Color.
3.
Nilai Haugh Unit: Nilai Haugh Unit dapat dihitung dengan rumus Menurut Kurnia et al. (2012) sebagai berikut HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7.W0,37) Keterangan : HU
= Haugh Unit
H
= Tinggi putih telur (mm)
W
= Berat Telur (g)
16
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dengan 5 ulangan dengan menggunakan Program SPSS. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijk = μ + αi + εij i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4,5 dimana: Yijk
= Hasil pengamatan pada unit perlakuan ke-k yang memperoleh perlakuan posisi cage dalam kandang.
μ
= Nilai tengah umum
αi
= Pengaruh perlakuan posisi cage dalam kandang ke-i
εij
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i serta ulangan kek
Apabila perlakuan nyata terhadap perubah yang diukur maka akan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz,1991).
17
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas Eksterior 1.
Berat Telur Rata-rata berat telur ayam ras petelur strain Lohman Brown yang diberikan
Berat Telur (g)
perlakuan dengan posisi cage yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.
65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
63,17
P1
60,31
P2
61,17
58,18
P3
P4
Perlakuan
Gambar 2. Rata-rata Berat Telur Ayam Ras Petelur Lohman Brown pada posisi cage yang berbeda : P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. Dari hasil yang diperoleh (Gambar 2) memperlihatkan bahwa, berat telur ayam ras petelur Lohman Brown
pada posisi cage yang menghadap keluar
mempunyai berat telur 61-63 g/butir dan pada posisi cage yang menghadap kedalam berat telur berkisar 58-60 g/butir, dan berat telur terendah diperoleh pada P4 (lantai atas yang menghadap kedalam) dan tertinggi deperoleh pada P1 (lantai bawah yang menghadap keluar).
18
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ayam ras petelur yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap berat telur ayam ras petelur. Edjeng dan Ruhyat, (2006) mengatakan bahwa ukuran dan berat telur secara garis besar dipengaruhi oleh faktor genetik. Meskipun demikian, faktor manajemen dapat pula terlibat dalam menentukan besar kecilnya telur antar lain yaitu tipe kandang. Menurut Sudaryani, (2003) ayam petelur yang biasanya dipelihara dalam kandang dengan sistem kandang cage biasanya akan menghasilkan telur yang relatif besar di bandingkan dengan ayam petelur dengan sistem kandang litter. Hal ini dikarenakan ayam petelur yang dipelihara dengan sistem kandang cage, memiliki gerakan yang terbatas sehingga energi yang akan di keluarkan sangat sedikit dan meningkatkan produksi telur yang akan dihasilkan ayam tersebut. Wahju (2004) menyatakan bahwa 50% bahan kering yang terkandung dalam telur adalah protein. Jika terjadi defisiensi asam amino dapat menurunkan berat telur dan dalam kondisi defisiensi yang berat dapat menghentikan produksi telur. Berdasarkan pengelompokan ukuran telur oleh North dan Bell (1990) telur yang dihasilkan ini digolongkan pada telur dengan ukuran medium yaitu kisaran 55-62 g/butir. 2.
Warna Kerabang Rata-rata warna kerabang ayam ras petelur yang dipelihara pada posisi cage
yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3. Dari hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa, warna kerabang telur ayam ras petelur Lohman Brown pada posisi cage yang berbeda berkisar antara 1-3 (sangat coklat). Warna
19
kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi tiga warna, yaitu sangat coklat (bernilai 3 ), coklat (bernilai 2) dan pucat (bernilai 1).
3
2,6
Warna Kerabang Telur
2,7
2,8
2,6
P3
P4
2,2
2,4 2,1 1,8 1,5 1,2 0,9 0,6 0,3 0 P1
P2 Perlakuan
Gambar 3. Rata-rata Warna Kerabang Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda : P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. Dari hasil yang diperoleh (Gambar 3) memperlihatkan bahwa, warna kerabang ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang menghadap keluar mempunyai warna kerabang 2,6-2,8 dan pada posisi cage yang menghadap kedalam warna kerabang berkisar 2,2-2,6 dan Warna Kerabang terendah diperoleh pada P2 dan tertinggi deperoleh pada P3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ayam ras petelur yang dipelihara posisi cage yang berbeda tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap warna kerabang telur. Hal ini disebabkan karena warna coklat pada telur ayam pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu adanya zat warna phorpyrin di saluran reproduksi ayam. Menurut Jazil, et al (2012) warna coklat pada kerabang
20
dipengaruhi oleh phorpyrin yang tersusun dari protophorpyrin, koprophorpyrin, urophorpyrin, dan beberapa jenis phorpyrin yang belum teridentifikasi. Gosler et al. (2005) mengatakan bahwa pigmen protoporpirin pada telur coklat memiliki hubungan dengan ketebalan kerabang, diyakini bahwa protoporpirin memiliki fungsi dalam pembentukan kekuatan struktur kerabang. Warna kerabang selain dipengaruhi oleh jenis pigmen juga dipengaruhi oleh konsentrasi pigmen warna telur dan juga struktur dari kerabang telur (Hargitai et al., 2011). Menurut Yuwanta (2010) warna kerabang telur yang memudar dipengaruhi oleh umur ayam. Telur dengan warna coklat tua lebih kuat dan tebal dibanding telur yang berwarna coklat terang (Joseph et al., 1999). Warna kerabang telur dalam pembentukannya juga dipengaruhi oleh asupan nutrisi atau obat tertentu selain itu kondisi lingkungan dan penyakit juga bisa berpengaruh terhadap optimal tidaknya pewarnaan kerabang telur (Anonim, 2011). 3.
Tebal Kerabang Rata-rata tebal kerabang ayam ras petelur yang dipelihara pada posisi cage
yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 4. Dari hasil yang diperoleh
memperlihatkan bahwa, tebal kerabang telur ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda berkisar antara 0,40-0,42 mm dengan tebal kerabang telur terendah diperoleh pada (P2) dan tertinggi deperoleh pada perlakuan (P3 dan P4). Menurut Steward dan Abbott (1972) tebal kerabang telur pada umumnya berkisar antara 0,33-0,35 mm. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ayam ras petelur yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap tebal kerabang telur ayam ras petelur.
21
Tebal Kerabang (mm)
0,5
0,43
0,43
0,44
0,44
P1
P2
P3
P4
0,4 0,3 0,2 0,1 0 Perlakuan
Gambar 4. Rata-rata Tebal Kerabang Telur Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda : P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. Tidak berpengaruhnya tebal kerabang pada penelitian ini
karena umur
induk dan volume pakan yang diberikan sama yang membedakan hanya posisi cage dan memiliki umur yang sama, ayam yang digunakan dalam penelitian ini sudah berumur 43 minggu dan telah berada pada tahap akhir puncak produksi. Menurut Yuwanta, (2010) Salah satu yang mempengaruhi kualitas kerabang telur
adalah umur ayam, semakin meningkat umur ayam kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin tipis, warna kerabang semakin memudar, dan berat telur semakin besar. Menurut Hargitai et al. (2011) bahwa tebal tipisnya kerabang telur dipengaruhi oleh strain ayam, umur induk, pakan, stres dan penyakit pada induk. Anonim (2011) menyatakan masalah kerabang telur tipis dan lembek bisa bersumber dari nutrisi ataupun karena infeksi penyakit.
22
B. Kualitas Interior 1.
Indeks Kuning Telur (Yolk) Rata-rata indeks kuning telur ayam ras petelur yang yang dipelihara pada
posisi cage yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5. Dari hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa, Indeks kuning telur ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda berkisar antara 0,37-0,39 dengan Indeks Yolk terendah diperoleh pada posisi cage lantai bawah yang menghadap keluar (P1) dan lantai atas yang menghadap kedalam (P4) dan tertinggi deperoleh pada posisi cage lantai atas yang menghadap keluar (P3).
Indeks Kuning Telur (Yolk)
0,4
0,379
0,389
0,399
P1
P2
P3
0,375
0,3
0,2
0,1
0 P4
Perlakuan
Gambar 5. Rata-rata Indeks Kuning Telur (Yolk) Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda : P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ayam ras petelur yang dipelihara pada posisi cage yang
berbeda tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap indeks
kuning telur (Yolk) ayam ras petelur strain Lohman Brown. Indeks Yolk pada
23
penelitian ini masih berada pada kisaran normal yaitu berkisar antara 0,37 sampai 0,39. Hasil penelitian sejalan dengan pendapat (Koswara, 2009). Telur segar mempunyai Indeks Yolk antara 0,33-0,50 dengan rata-rata 0,42. Tidak berpengaruhnya penelitian ini karena pemberian pakan pada ayam petelur sama. Menurut Tuti (2009) kualitas Indeks Yolk bergantung pada besar kuning telur. Menurut Argo, et al. (2013) bahwa faktor yang mempengaruhi Indeks Yolk antara lain kualitas membran vitelin dan pakan. Menurut Bhale at al. (2003) bahwa indeks kuning telur (Yolk) mengindikasikan penurunan progresif dari fungsi membran vitelin pada telur, dimana semakin kecil Indeks Yolk maka mutu telur semakin berkurang. Salah satu indikasi rusaknya telur, terutama disebabkan oleh difusi air dari albumen ke kuning telur. 2.
Indeks Putih Telur (Albumen) Rata-rata indeks putih telur (Albumen) ayam ras petelur yang yang
dipelihara pada posisi cage yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 6. Dari hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa, Indeks putih telur (Albumen) ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda berkisar antara 0,064-0,085 dengan indeks putih telur (Albumen) terendah diperoleh pada posisi cage lantai bawah yang menghadap kedalam (P2) dan tertinggi deperoleh pada posisi cage lantai atas yang menghadap kedalam perlakuan (P4). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ayam ras petelur yang dipelihara posisi cage yang berbeda berpengaruh signifikan (P<0.05) terhadap indeks putih telur (Albumen). Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) mengindikasikan bahwa Indeks Albumen pada perlakuan P3 dan P4 nyata lebih tinggi dari perlakuan P2
24
tetapi tidak berbeda dengan perlakuan P1. Perlakuan P1 dan P2 tidak menunjukkan adanya perbedaan Indeks Albumen demikian juga antara perlakuan P3 dan P4.
Indeks Putih Telur (Albumen)
0,09 0,08
0,079b
0,085b
0,071ab 0,064a
0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 P1
P2
P3
P4
Perlakuan
Gambar 6. Rata-rata Indeks Albumen Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda : P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. Indeks albumen yang dihasilkan dari penelitian ini ternyata tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan pendapat Buckle, et al. (1987) bahwa telur segar mempunyai indeks albumen berkisar antara 0,05 sampai 0,147. Menurut Setioko, et al. (1994), berat dari bagian telur cenderung mengikuti pola pertambahan berat telur, dengan semakin bertambah berat telur, maka bagianbagian telur juga semakin meningkat. Faktor protein dalam pakan dapat mempengaruhi kekentalan albumen, semakin kental putih telur maka semakin tinggi nilai indeks putih telur untuk mempertahankan kualitas putih telur. Semakin kental putih telur berarti semakin tinggi indeks albumen berarti semakin tinggi pula sumber protein pakan yang
25
dikonsumsi (Sudaryani, 2003). Menurut Etches (1996) bahwa ovomucin termasuk protein
utama
albumen,
yang
menentukan
tinggi
rendahnya
indeks
albumen/kekentalan albumen. 3. Berat Kuning Telur (Yolk) Rata-rata berat kuning telur (Yolk) ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 7. Dari hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa, berat kuning telur (Yolk) ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda berkisar antara 15,61-16,54 g/butir dengan berat kuning telur (Yolk) terendah diperoleh pada (P4) dan tertinggi deperoleh pada (P2).
Berat Kuning Telur (g)
18
16,05
16,54
P1
P2
15,67
15,61
P3
P4
15 12 9 6 3 0 Perlakuan
Gambar 7. Rata-rata Berat Kuning Telur (Yolk) Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda : P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ayam ras petelur yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap berat kuning telur (Yolk) ayam ras petelur strain Lohman Brown. Pada penelitian ini posisi cage
26
yang berbeda tidak berpengaruh signifikan terhadap berat kuning telur dikarenakan umur serta pakan yang diberikan relatif sama. Salah satu faktor yang mempengaruhi berat telur menurut pendapat Sihombing et al, (2006) berat kuning telur dalam telur dan ukuran besar kecilnya dipengaruhi oleh konsumsi protein. Selain itu berat kuning telur di pengaruhi oleh konsumsi pakan yang rendah, apabila konsumsi protein rendah maka akan terbentuk kuning telur yang kecil dan sebaliknya jika konsumsi protein tinggi maka akan terbentuk kuning telur yang lebih besar. 4.
Berat Putih Telur (Albumen) Rata-rata berat putih telur (Albumen) ayam ras petelur strain Lohman Brown
yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 8. 40
36,92
35,16
35,65
35,03
P1
P2
P3
P4
Berat Putih Telur (g)
35 30 25 20 15 10 5 0 Perlakuan
Gambar 8. Rata-rata Berat Putih Telur (Albumen) Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda : P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. Dari hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa, berat putih telur (Albumen) ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda
27
berkisar antara 35,03-36,92 g/butir dengan berat putih telur (Albumen) terendah diperoleh pada posisi cage yang
menghadap kedalam lantai atas (P4) dan
tertinggi deperoleh pada posisi cage menghadap keluar lantai bawah (P1). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda tidak berpengaruh terhadap berat putih telur (Albumen) ayam ras petelur strain Lohman Brown. Faktor yang mempengaruhi berat albumen adalah kandungan pakan yang dimakan. Menurut Sihombing, dkk (2006) albumen mengandung 11% protein, sehingga konsumsi protein mempengaruhi persentase berat albumen. Perubahan
protein
dalam
ransum
sangat
berpengaruh
terhadap
pembentukan albumen (Etches, 1996). Hal yang sama juga di kemukakan oleh Yuanita (2003) bahwa protein yang tinggi dalam pakan akan mempengaruhi sintesis protein albumen dan kuning telur, sedangkan albumen dan kuning telur merupakan komponen terbesar didalam telur yang secara langsung menentukan bobot telur yang dihasilkan. 5.
Warna Kuning Telur (Yolk) Rata-rata warna kuning telur (Yolk) ayam ras petelur yang yang dipelihara
pada posisi cage yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 9. Dari hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa, warna kuning telur (Yolk) ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda berkisar antara 3,13-3,60 dengan warna kuning telur (Yolk) terendah pada posisi cage yang menghadap keluar lantai atas (P3) dan tertinggi deperoleh pada posisi cage menghadap kedalam lantai atas dan bawah (P2 dan P4). Warna kuning telur (Yolk) diukur dari skala 1 kuning pucat sampai 15 kuning tua atau orange menurut skala
28
Roche Yolk Colour. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ayam ras petelur yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap warna kuning telur (yolk) ayam ras petelur strain Lohman Brown. 4
3,46
3,6
3,6
Warna Kuning Telur (Yolk)
3,6
3,13
3,2 2,8 2,4 2 1,6 1,2 0,8 0,4 0 P1
P2
P3
P4
Perlakuan
Gambar 9. Rata-rata Warna Kuning Telur (Yolk) Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbedad, : P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. Pada penelitian ini ayam petelur dipelihara dalam kandang battery dengan posisi cage yang berbeda dan diberikan pakan dengan jumlah yang sama, hal ini tidak berpengaruh terhadap warna kuning telur yang dihasilkan oleh ayam petelur. Faktor yang mempengaruhi warna kuning telur adalah jenis dan jumlah karatenoid yang ada dalam kuning telur tergantung pada jumlahnya dalam pakan yang dikonsumsi ayam. Karotenoid memberikan warna kuning pada yolk Surai, et al (2000). Menurut Winarno (1993), warna kuning sebagian besar disebabkan oleh zat warna yang disebut kriptoxantin, sejenis xantofil. Hal yang sama juga dikemukakan Argo et al. (2013) bahwa warna yolk dipengaruhi zat-zat yang
29
terkandung dalam pakan seperti xanthofil, beta karoten, klorofil, dan cytosan. Pigmen ini secara fisiologis akan diserap oleh organ pencernaan usus halus dan diedarkan ke organ target yang membutuhkan (Sahara, 2011). 6.
Nilai Haugh Unit (HU) Rata-rata haugh unit ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara
pada posisi cage yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 10
90
78,38
79,29
P1
P2
81,75
84,31
P3
P4
80 Haugh Unit (HU)
70 60 50 40 30 20 10 0 Perlakuan
Gambar 10.Rata-rata Haugh Unit Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda : P1= Lantai bawah yang menghadap keluar, P2= Lantai bawah yang menghadap kedalam, P3= Lantai atas yang menghadap keluar, dan P4= Lantai atas yang menghadap kedalam. . Dari hasil yang diperoleh (Gambar 10) memperlihatkan bahwa, nilai Haugh Unit ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda berkisar antara 78,38,-84,31 dengan nilai Haugh unit terendah diperoleh pada posisi cage menghadap keluar lantai bawah (P1) dan tertinggi deperoleh pada posisi cage menghadap kedalam lantai atas (P4). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda tidak berpengaruh (P>0.05)
30
terhadap Haugh Unit. Penelitian ini tidak berpengaruh hal ini disebabkan umur induk dan pemberian pakan yang sama. Hasil ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mampioper, dkk. (2008) yang memperoleh nilai Haugh Unit bervariasi antara 84.120 – 93.324. Menurut Tugiyanti dan Iriyanti (2012) kualitas telur dapat diukur berdasarkan nilai HU (Haugh Unit), yaitu diukur berdasarkan tingginya albumen, semakin tinggi nilai HU, semakin tinggi putih telur, semakin bagus kualitas telur tersebut dan menunjukkan juga bahwa telur masih baru atau segar. Semakin rendah nilai Haugh Unit, maka kondisi albumen sangat encer. Menurut pendapat Shinta, dkk. (2012) karakter yang lebih spesifik pada albumen adalah kandungan protein (lisosim), yang berpengaruh pada kualitas albumen (kekentalan albumen baik yang kental maupun encer) yang merupakan pembungkus yolk.
31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Posisi cage pada sistem pemeliharaan ayam ras petelur tidak mempengaruhi kualitas telur. Ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada posisi cage yang berbeda menghasilkan telur dengan kualitas eksterior (berat telur, tebal kerabang, warna kerabang) dan kualitas interior (yolk indeks, berat yolk, berat albumen, warna yolk, dan haugh unit), yang sama kecuali terhadap indeks putih telur (albumen).. Saran Diperlukan kajian lebih lanjut mengenai kualitas eksterior dan interior telur ayam ras petelur Lohman Brown yang dipelihara pada intensitas cahaya didalam kandang yang terkontrol.
32
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Sistem Perkandangan Ayam Ras, Jakarta Anonim. 2011. Telur dan Problematikanya. https:// info. Anonim. co. id/index. php/artikel/ layer/ penyakit/ telur- dan- problematikanya. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015. Anonim. 2000. Budidaya ayam petelur (Gallus sp.). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan. Jakarta. Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Perss.jakarta Achmanu, Muharlien, dan Salaby. 2011. Pengaruh lantai kandang (rapat dan renggang) dan imbangan jantan-betina terhadap konsumsi pakan, bobot telur, konversi pakan dan tebal kerabang pada burung burung puyuh. J.Ternak Tropika Vol. 12, No.2: 1-14,2011. Argo, L. B., Tristiarti dan I. Mangisah. 2013. Kualitas telur ayam arab petelur fase I dengan berbagai level azolla mikrophylla. Animal Agricultural Journal.2(I) 445-447 Buckle, A.A., R.A. Edgard, E.H. Fleet dan M.Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahanoleh H. Purnomo dan Adiyono. UI Press,Jakarta. Boling, S. D., M. W. Dauglas, M. L. Johnson, X. Wang, C.M. Parsons, K. W. Koelkebeck, and R. A. Zimmermant. 2000. The effects of dietary available phosphorus levels and phytaseon performance of young and older laying hens. Poult. Sci. 79:224-230. Blakely, J and D. H. Bade. 1991. The Science Of Animal Husbandry. Diterjemahkan Oleh Srigando, B. Gajah Mada Press: Yogyakarta. Card, L.E. and M.C. Nesheim. 1972. Poultry Production. Fourth edition. Lea and Febiger, Philadelphia. Etches, R.J. 1969. Reproduction In Poultry. Departement Of Animal Science And Poultry Science Universityo Of Guelph. Guelph Ontario Canada N1G 2W1. Cab International. P. 286-297. Edjeng, S dan Ruhyat, K. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya : Jakarta
33
Freeman, B.M., A.C.C. Manning and I.H. Flack. 1981. Photoperiod and its effect on the response of the immature fowl to stressors. Comp. Biochem. And Physiol.,68 A : 411- 416. Gosler, A. G., J. P. Higham, S. J. Reynolds. 2005. Why are bird’s eggs speckled. Ecol Lett. 8: 1105W1113. Hargitai, R., R.Mateo, J. Torok. 2011. Shell thickness and pore density in relation to shell colouration female characterstic, and enviroental factors in the collared flyctcher ficedula albicolis. J. Ornithol.152:579-588. Isroli. 1996. Pengaturan Konsumsi Energi Pada Ternak. Sainteks Vol III No 2. Joseph, N. S., N. A. Robinson, R. A. Renema, dan F. E. Robinson. 1999. Shell quality and color variation in Broiler eggs. J. Appl. Poult. Res. 8 :70-74 Jazil.N, Hintono.A dan Mulyani.S. 2012. Penurunan kualitas telur ayam ras Dengan Intensitas Warna Coklat Kerabang Berbeda Selama Penyimpanan. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Dan Pertanian. Universitas Diponegoro. Semarang. Indonesia Vol. 2 No. 1- Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. . Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek). eBook Pangan.com. Lestari, P, I. 2009. Kajian Supply Chain Management: Analisis Relationship Marketing Antara Peternakan Pamulihan Farm Dengan Pemasok Dan Pelanggannya. Institut Pertanian Bogor. Bogor Martono, 1996. Sistem Perkandangan Ayam Ras. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. th
North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 Ed. Chapman and Hall. London. Olanrewaju, H.A. et al. 2006. A review of lighting programs for broiler production. International Journal of Poultry Sci. 5 (4) : 301-308. Pond, K and P. Wilson. 2000. Introduction To Animal Science. John Wiley &Pada Industri Perunggasan tropis Berwawasan Animal Welfare. Sidang Senat Buru Besar Universitas Diponegoro. Semarang. Rasyaf, M. 2003. Pengelolaan Tata Letak Kandang Ayam Ras. Kanisius : Jakarta.
Penerbit
34
Rahmadi, F. I. 2009. Manajemen pemeliharaan ayam petelur di Peternakan Dony Farm Kabupaten Magelang. Laporan Program Diploma III Agribisnis Peternakan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Sudaryani,T. dan H. Santosa. 2003. Manajemen Pemeliharaan Ayam Ras. Penebar Swadaya, Jakarta Sihombing, G., Avivah dan S. Prastowo. 2006. Pengaruh penambahan zeolit dalam ransum terhadap kualitas telur burung buyuh. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31(1): 28-31. Scanes, C. G, G. Brant, and M. E. Ensminger. 2004. Poultry Science. Fourth edition. Pearson Prentice Hall. th. Upper Saddle River. New Jersey. Steward, G.F. and J.C Abbott.1972. Marketing Eggs and Poultry. Third Printing. Food and Agricultural Organization (FAO), The United Nation. Rome. Setioko, A.R., A.P. Sinurat, P. Setiadi dan A.Lasmini, 1994. Pemberian pakan tambahan untuk pemeliharaan itik gembala di Subang, Jawa Barat. Ilmu dan Peternakan, 8: 27–33. Tuti, W. 2009. Pemanfaatan Tepung Daun Pepaya (Carica Papaya. L L ess) dalam upaya peningkatan produksi dan kualitas telur ayam sentul. J. Agroland. 16(3):268-273. Tugiyanti, E dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi Menggunakan Isolat Prosedur Antihistamin. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman. Wahju, J. 1985. Cara Pemberian dan Cara Penyusunan Ransum Unggas. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Zulfikar. 2013. Manajemen pemeliharaan ayam petelur ras. Pasca Sarjana Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet). Thesis. Unsyiah
35
LAMPIARAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Terhadap Berat Telur Ayam Ras Petelur Strain Lohman Brown Yang Dipelihara pada Posisi Cage Yang Berbeda. Between-Subjects Factors Value Label POSISI CAGE
N
1
P1
5
2
P2
5
3
P3
5
4
P4
5
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:BERAT TELUR Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
3
43.818
1.494
.254
70659.894
1
70659.894
2.410E3
.000
PERLAKUAN
131.455
3
43.818
1.494
.254
Error
469.143
16
29.321
Total
71260.492
20
600.598
19
Corrected Model Intercept
Corrected Total
131.455
a. R Squared = ,219 (Adjusted R Squared = ,072)
36
Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Terhadap Warna Kerabang Ayam Ras Petelur Strain Lohman Brown yang Dipelihara pada Posisi Cage yang Berbeda. Between-Subjects Factors Value Label POSISI CAGE
N
1
P1
5
2
P2
5
3
P3
5
4
P4
5
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:WARNA KERABANG Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
3
.333
2.755
.077
131.379
1
131.379
1.089E3
.000
.998
3
.333
2.755
.077
Error
1.931
16
.121
Total
134.308
20
2.929
19
Corrected Model Intercept PERLAKUAN
Corrected Total
.998
a. R Squared = ,341 (Adjusted R Squared = ,217)
37
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Terhadap Tebal Kerabang Ayam Ras Petelur Strain Lohman Brown yang Dipelihara pada Posisi Cage yang Berbeda.
Between-Subjects Factors Value Label POSISI CAGE
N
1
P1
5
2
P2
5
3
P3
5
4
P4
5
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:TEBAL KERABANG Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.001
a
3
.000
.955
.438
Intercept
3.664
1
3.664
1.094E4
.000
PERLAKUAN
.001
3
.000
.955
.438
Error
.005
16
.000
Total
3.670
20
.006
19
Corrected Total
a. R Squared = ,152 (Adjusted R Squared = -,007)
38
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Terhadap Indeks Yolk Ayam Ras Petelur Strain Lohman Brown yang Dipelihara pada Posisi Cage yang Berbeda.
Between-Subjects Factors Value Label POSISI CAGE
N
1
P1
5
2
P2
5
3
P3
5
4
P4
5
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:INDEKS YOLK Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.002
a
3
.001
1.603
.228
Intercept
2.911
1
2.911
7.711E3
.000
PERLAKUAN
.002
3
.001
1.603
.228
Error
.006
16
.000
Total
2.919
20
.008
19
Corrected Total
a. R Squared = ,231 (Adjusted R Squared = ,087)
39
Lampiran 5. Hasil Analisis ragam Terhadap Indeks Albumen Ayam Ras Petelur Strain Lohman Brown yang Dipelihara pada Posisi Cage yang Berbeda. Between-Subjects Factors Value Label POSISI CAGE
N
1
P1
5
2
P2
5
3
P3
5
4
P4
5
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:INDEKS ALBUMEN Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
3
.000
3.557
.038
Intercept
.111
1
.111
1.043E3
.000
PERLAKUAN
.001
3
.000
3.557
.038
Error
.002
16
.000
Total
.114
20
Corrected Total
.003
19
Corrected Model
.001
a. R Squared = ,400 (Adjusted R Squared = ,288)
Multiple Comparisons INDEKS ALBUMEN LSD (I)
(J)
95% Confidence Interval
POSISI POSISI Mean Difference CAGE
CAGE
P1
P2
.00640
.006538
.342
-.00746
.02026
P3
-.00880
.006538
.197
-.02266
.00506
P4
-.01300
.006538
.064
-.02686
.00086
P1
-.00640
.006538
.342
-.02026
.00746
P3
-.01520
*
.006538
.034
-.02906
-.00134
P2
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
40
P3
P4
P4
-.01940
*
.006538
.009
-.03326
-.00554
P1
.00880
.006538
.197
-.00506
.02266
P2
.01520
*
.006538
.034
.00134
.02906
P4
-.00420
.006538
.530
-.01806
.00966
P1
.01300
.006538
.064
-.00086
.02686
P2
.01940
*
.006538
.009
.00554
.03326
P3
.00420
.006538
.530
-.00966
.01806
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
INDEKS ALBUMEN Subset
POSISI CAGE a
Duncan
N
1
2
P2
5
.06440
P1
5
.07080
P3
5
.07960
P4
5
.08380
Sig.
.342
.07080
.077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
41
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Terhadap Berat Yolk Ayam Ras Petelur Strain Lohman Brown yang Dipelihara pada Posisi Cage yang Berbeda.
Between-Subjects Factors Value Label POSISI CAGE
N
1
P1
5
2
P2
5
3
P3
5
4
P4
5
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:BERAT YOLK Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
3
.906
.719
.555
5091.560
1
5091.560
4.039E3
.000
2.718
3
.906
.719
.555
Error
20.171
16
1.261
Total
5114.449
20
22.889
19
Corrected Model Intercept PERLAKUAN
Corrected Total
2.718
a. R Squared = ,119 (Adjusted R Squared = -,046)
42
Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Terhadap Berat Albumen Ayam Ras Petelur Strain Lohman Brown yang Dipelihara pada Posisi Cage yang Berbeda.
Between-Subjects Factors Value Label POSISI CAGE
N
1
P1
5
2
P2
5
3
P3
5
4
P4
5
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:BERAT ALBUMEN Type III Sum Source
of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
3
8.762
1.008
.415
25717.358
1
25717.358
2.957E3
.000
26.286
3
8.762
1.008
.415
Error
139.142
16
8.696
Total
25882.786
20
165.428
19
Corrected Model Intercept PERLAKUAN
Corrected Total
26.285
a. R Squared = ,159 (Adjusted R Squared = ,001)
43
Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Terhadap Warna Yolk Ayam Ras Petelur Strain Lohman Brown yang Dipelihara pada Posisi Cage yang Berbeda.
Between-Subjects Factors Value Label POSISI CAGE
N
1
P1
5
2
P2
5
3
P3
5
4
P4
5
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:WARNA YOLK Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
3
.241
2.488
.098
237.636
1
237.636
2.455E3
.000
.722
3
.241
2.488
.098
Error
1.549
16
.097
Total
239.907
20
2.271
19
Corrected Model Intercept PERLAKUAN
Corrected Total
.722
a. R Squared = ,318 (Adjusted R Squared = ,190)
44
Lampiran 9. Hasil Analisisragam Terhadap Haugh Unit Ayam Ras Petelur Strain Lohman Brown yang Dipelihara pada Posisi Cage yang Berbeda.
Between-Subjects Factors Value Label Posisi Cage
N
1
P1
5
2
P2
5
3
P3
5
4
P4
5
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Haugh unit Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
3
35.652
1.815
.185
130975.494
1
130975.494
6.668E3
.000
Perlakuan
106.955
3
35.652
1.815
.185
Error
314.295
16
19.643
Total
131396.744
20
421.250
19
Corrected Model Intercept
Corrected Total
106.955
a. R Squared = ,254 (Adjusted R Squared = ,114)
45
Riwayat Hidup Ibnu Mundzir dilahirkan pada tanggal 02 agustus 1992 di Kabupaten Polman Provinsi Sulawesi Barat penulis adalah anak ke lima dari tujuh bersaudara dari pasangan M. Said Djama dan Dahlia. Pada tahun 1997 penulis menjalankan pendidikan di sekolah Dasar Inpres Baru 2 Kabupaten Polman Provinsi Selawesi Barat, dan selesai pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di Ponpes Immim Putra Makassar dan selesai pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas Di Sman 1 Kota Parepare Provinsi Sulawesi Selatan dan selesai pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri Universitas Hasanuddin, dan lulus melalu seleksi penerimaan mahasiswa baru pada Fakultas Peternakan Jurusan Produksi Ternak.
46