PERFORMA AYAM RAS PETELUR YANG DIPELIHARA SECARA SISTEM FREE-RANGE DENGAN WAKTU PEMBERIAN NAUNGAN ALAMI YANG BERBEDA
SKRIPSI MUH. RIDWAN B. I 111 11 348
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
PERFORMA AYAM RAS PETELUR YANG DIPELIHARA SECARA SISTEM FREE-RANGE DENGAN WAKTU PEMBERIAN NAUNGAN ALAMI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
MUH. RIDWAN B. I 111 11 348
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Muh. Ridwan B.
NIM
: I 111 11 348
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan sepenuhnya.
Makassar, November 2015
Muh. Ridwan B.
ii
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah rabbil alamin, segala Puja dan Puji bagi Allah SWT, sebanyak tetesan air hujan, sebanyak butiran biji-bijian, sebanyak makhluk-Nya dilangit, dibumi dan diantara keduanya. Segala puja dan puji yang banyak dan tak berkesudahan untuk Allah SWT, meskipun puja segala pemuji selalu kurang dari sewajarnya. Rasa syukur yang sangat dalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil.
Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan
kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Sembah sujudku kepada Ayahanda Bahar Dg. Taba dan Ibunda Nurlia tercinta yang telah mengajarkan banyak hal, memberikan motivasi, dukungan, materi dan doa yang tak henti-hentinya terucap untuk penulis.
iv
2. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M. Sc. sebagai Pembimbing Utama, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M. Sc. sebagai Pembimbing Anggota yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta mengajarkan banyak hal tentang kedisiplinan. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M. Sc. sebagai Penasehat Akademik yang senantiasa memberikan motivasi dan nasehat yang berarti bagi penulis. 4. Terima kasih kepada Dekan, Wakil Dekan I, II, III Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin dan seluruh staf yang telah menerima dan membantu penulis dalam proses akademik. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya, DEA.DES, Bapak Dr. Muh. Ihsan A. Dagong, S.Pt, M. Si. dan Ibu Prof. Rr. Sri Rachma Aprilita Bugiwati, M.Sc. Ph.D, sebagai pembahas yang telah memberikan masukan dalam proses perbaikan skripsi ini. 6. Kepada Kakanda Muh. Rachman Hakim, S. Pt. M.P, Dariyatmo, S.Pt, M.Si,terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan atas bantuan, dukungan, serta motivasinya selama ini dalam menyelesaikan skripsi. 7. Kepada Kakanda Muh. Amin, S.Pt. M.Si., Muhammad Azhar, S. Pt., dan Urfiana Sara, S. Pt. atas dukungannya kepada penulis. 8. Kepada teman-teman penelitian Nur Ahmad, S.Pt., Nurjannah, S.Pt., dan Indri Putri Utami, S.Pt., terima kasih telah membantu dan menyukseskan penelitian. 9. Kepada sahabat-sahabat Unggas Crew Bahri Syamsuriadi, S.Pt., Ahmad Affandy, S.Pt., Aidil Amirullah, S.Pt., Hamzah, S.Pt., Fahmilla Ismail, S.Pt., v
Riswan, S.Pt., Budiman Tandiabang, S.Pt., M.Fadhil Haris, S.Pt., Randy Hidayat, S.Pt., Rasmiati, S.Pt., Nur Halis Elvin, S.Pt., Tawa, Yusri, Mardha, Mutmainna, Nasrun, Sul, Tuti, Awuu, Oyeng, Sam terima kasih atas segala hal, segala bantuan dan kebersamaan yang kalian berikan kepada penulis. 10. Keluarga besar “Solandeven 11”, Teman-teman KKN gel 87 dan teman teman Kopter terima kasih atas segala sumbangsinya kepada penulis. 11. Kepada Adinda Majdah Pratiwi yang telah memberi motivasi dan dukungannya, memberi warna dan keceriaaan dalam hidup, dan akan menjadi teman hidup kelak, Insyaa Allah. Amin 12. Kepada Spider 03, Hamster 04, Lebah 05, Colagen 06, Bakteri 08, LION 10, Solandeven , Flock Mentaliti, Larva dan ant. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terima Kasih atas bantuannya.
Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Amin.
Makassar, November 2015
Muh. Ridwan B.
vi
ABSTRAK MUH. RIDWAN B. I 111 11 348. Performa Ayam Ras Petelur yang Dipelihara Secara Sistem Free-Range dengan Waktu Pemberian Naungan Alami yang Berbeda. Dibawah Bimbingan : Wempie Pakiding dan Ambo Ako. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa ayam untuk mengetahui dan mengamati performa ayam ras petelur dari segi produksi telur, massa telur, konsumsi pakan, konsumsi air minum, Feed Conversion Ratio (FCR), yang dipelihara secara free-range dengan naungan alami yang berbeda. Sebanyak 36 ekor ayam ras petelur strain Lohman Brown ditempatkan secara acak dalam paddock. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah empat sistem pemeliharaan yaitu ( N1=Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di pagi hari (pukul 06.30 sampai dengan 12.00), N2 = Pemeliharaan free-range tanpa naungan (pukul 06.30 sampai dengan 17.30), N3 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di sore hari (pukul 12.00 sampai dengan 17.30), N4 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan sepanjang hari ( pukul 06.30-17.30). Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, konsumsi air minum, produksi telur, massa telur, dan konversi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan free range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata ( P< 0,05) terhadap konsumsi air minum, tetapi tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, produksi telur, massa telur, dan konversi pakan. Kata kunci : Free Range, Ayam petelur, Performa.
vii
ABSTRACT MUH. RIDWAN B. I 111 11 348. The Performance of Laying Hen That Is Reared Though Free Rangr System With The Timing of Different Natural Shades. Under Guidance: Wempie Pakiding and Ambo Ako. The research aims to determine the performance of hen and to observe the performance in terms of egg production, egg mass, feed comsumption, water consumption, Feed Conversion Ratio (FCR), which is reared through free range with different natural shades. The sample is the 36 hens strain Lohman Brown which are placed randomly in the paddock. This research uses a Complete Randomized Design(CRD) with 4 treatments and 3 replication. The treatments which are applied consist of four maintenance system (N1= The maintenance of free range which gets shade in the morning (06:30 am until 12:00 am) the shade is in the east of the land, N2= The maintenance of free range without shade (06:30 am until 17:30 pm) being fit amid the treatment that gets shade, N3= The maintenance of free range that gets shade in the afternoon (12:00 am until 17:30 pm) the shade is in the west of the land, N4= The maintenance of free range that gets shade all day (06:30 am until 17:30 pm) the shade is in the east and the west of the land interlocking. Land use is land that has been processed by means of hoeing wedds that exist on the land until clean, then the land to be used is measured using a meter to adjust the size of which will be used in the placement of the paddock. After 3 days later using the seedling planting grass on the lawn Axonopus Compressus. Parameters which are measured are feed consumption, water consumption, egg production, egg mass and feed conversion. The result shows that the maintenance system of free range with different natural shades shows a significant effect (P<0,05) toward the consumption of drinking water, but have no effect on feed consumption, egg production, egg mass and feed conversion. Keywords: Free range, Laying hen, Performance.
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xii
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Ayam Ras Petelur ...................................................
4
Pengaruh Pemberian Hijauan Sebagai Pakan Tambahan untuk Ayam Petelur ................................................................................................
6
Sistem Pemeliharaan Free Range ......................................................
7
Pengaruh Naungan Terhadap Struktur Ekologis dan Temperatur Lingkungan .......................................................................................
8
Pengaruh Cekaman Panas Terhadap Performance Ayam Ras Petelur ................................................................................................
10
Pertumbuhan dan Pertambahan Berat Badan .....................................
11
Produksi Telur Ayam Ras Petelur......................................................
12
Konversi Pakan Ayam Ras Petelur……………………………… ....
13
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat .............................................................................
14
Materi dan Alat ..................................................................................
14
Rancangan Penelitian .........................................................................
14
Prosedur Penelitian ............................................................................
15
Manajemen Pemeliharaan Ternak ......................................................
17
ix
Parameter Yang Diamati ....................................................................
17
Analisis Data ......................................................................................
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Telur ....................................................................................
20
Massa Telur ........................................................................................
22
Konsumsi Pakan.................................................................................
23
Konversi Pakan ..................................................................................
25
Konsumsi Air Minum ........................................................................
27
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
30
RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR TABEL
No.
Halaman Teks
1. Komposisi Ransum Basal Selama Penelitian....................................
17
xi
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1. Rata-rata Produksi Telur Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian nauangan alami yang berbeda ...................................
20
2. Rata-rata Massa Telur Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda …………………
22
3. Rata-rata Konsumsi Pakan Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda....................................
24
4. Rata-rata Konversi Pakan Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda…………………........
26
5. Rata-rata Konsumsi Air Minum Ayam Ras Petelur Lohman Brown Yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda…………………
27
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1. Hasil analisis ragam terhadap produksi telur ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda...................................................................................
36
2. Hasil analisis ragam terhadap massa telur ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda...................................................................................
38
3. Hasil analisis ragam terhadap konsumsi pakan ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda...................................................................................
40
4. Hasil analisis ragam terhadap konversi pakan ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda...................................................................................
42
5. Hasil analisis ragam terhadap konsumsi air minum ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian nangan alami yang berbeda..........................................................................
44
6. Data berat kering hijauan setelah 1 bulan pemeliharaan ayam…………
48
7. Data temperatur lingkungan…………………………………………….
49
8. Dokumentasi penelitian…………………………………………………
53
xiii
PENDAHULUAN Usaha ayam ras petelur merupakan salah satu komoditi unggas yang memberi kontribusi besar dalam penyediaan protein hewani. Hal ini disebabkan karena ayam ras petelur memiliki keunggulan komparatif dibanding unggas dalam hal tingkat produksi dan ukuran telur. Disamping itu selain menghasilkan telur, ayam petelur ini juga dapat menghasilkan daging pada saat diafkir dengan kata lain merupakan tipe dwiguna. Jenis unggas ini menempati populasi terbesar di Indonesia dan hampir seluruhnya dikembangkan dengan sistem intensif dalam sistem kandang battery. Namun dewasa ini, beberapa negara di Eropa telah melakukan pelarangan penggunaan sistem pemeliharaan ini yang didasari oleh kekhawatiran publik tentang rendahnya standar kesejahteraan ayam petelur (European Commission, 74/1999). Sejak itu, kandang hanya diperbolehkan sebagai sarang, tempat bertengger, dan mandi debu, serta fasilitas yang dapat meningkatkan perilaku alami ternak (Wall and Tauson, 2002). Hal inilah yang mendorong dikembangkannya pola pemeliharaan free-range yang bertujuan untuk memberi kesempatan ayam untuk hidup secara alami dan meningkatkan kualitas hidup yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktifitas ayam yang dipelihara. Kepler,et al. (2000) memperlihatkan bahwa pemeliharaan sistem free-range yang memungkinkan ayam berada pada pastur dalam waktu yang lebih lama umumnya menampakkan performa ayam yang lebih sehat, produktif dan bentuk bulu yang lebih baik dibanding dengan ayam yang dipelihara secara intensif. Free-range diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan bagi ayam ras petelur sehingga
1
menghasilkan produk yang bebas dari residu atau produk yang organik. Lebih lanjut Castellini, et al. (2002) melaporkan bahwa kondisi pemeliharaan yang lebih alami dan peningkatan aktivitas dari ayam dapat menurunkan kadar lemak, kolesterol dan residu antibiotik pada daging dan telur. Selain itu sistem
free range dapat
berkontribusi bagi keberlanjutan produksi dan setidaknya ayam petelur akan memperoleh pakan tambahan dari rumput yang tumbuh disekitar lahan (Reddy dan Qudratullah, 2004). Pemeliharaan secara alami pada sistem free-range, meyebabkan ayam barada pada lingkungan yang tidak terkontrol sehingga temperatur dan intensitas cahaya yang tinggi, khususnya pada daerah tropis menjadi faktor pembatas terhadap aktifitas dan produktifitas ternak. Pemberian naungan alami disekitar lahan pengembalaan berupa pepohonan rindang merupakan suatu alternatif untuk mengurangi cekaman panas. Pada saat temperatur dan intensitas cahaya yang tinggi pada siang hari ayam akan tetap mempunyai kesempatan beraktifitas dan mendapatkan makanan tambahan pada bagian pastur yang ternaungi. Selain itu naungan memberi pengaruh terhadap struktur lingkungan ekologis yang dapat berdampak terhadap kualitas dan kuantitas makanan tambahan yang diperoleh dari lingkungan pengembalaan. Berdasarkan hal ini, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui performa ayam ras petelur yang dipelihara secara free-range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengamati performa ayam ras petelur dari segi produksi telur, massa telur, konsumsi pakan, konsumsi air
2
minum, Feed Conversion Ratio (FCR), yang dipelihara secara free-range dengan naungan alami yang berbeda. Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dengan mengetahui performa ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem free-range yang diberi naungan alami yang berbeda, maka dapat digunakan sebagai dasar dalam perbaikan aspek manajemen permeliharan ayam ras petelur, sehingga efisiensi dan performa akhir yang lebih baik dapat dicapai.
3
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Ayam Ras Petelur Ayam dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu ayam pedaging dan ayam petelur. Ayam pedaging di budidayakan untuk menghasilkan daging dalam jumlah yang banyak dengan kuaitas yang baik. Demikian juga halnya dengan ayam petelur di budidayakan untuk menghasilkan telur yang banyak dengan kualitas yang baik pula .Asal mula ayam petelur berasal dari ayam liar yang ditangkap dan dipelihara karena mampu menghasilkan telur yang banyak. Hingga pada awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang Belanda (Bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur murni).Pada perkembangan selanjutnya, ayam liar ini disebut ayam lokal atau ayam kampung, sedangkan ayam Belanda disebut ayam ras (Suprijatna, 2008). Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara dengan tujuan untuk diambil telurnya.
Berbagai seleksi telah dilakukan, salah satunya
diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan
4
ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (terus dimurnikan). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul (Cahyono, 1995). Fase pemeliharaan ayam petelur dibagi menjadi 3 yakni: fase starter, fase grower, dan fase layer. Rahmadi (2009) mengungkapkan bahwa ayam petelur fase layer merupakan ayam yang berumur antara 20 hingga 80 minggu (afkir). Ayam pada akhir masa produksi tergolong dalam fase layer, yakni pada umur 50 minggu ke atas. Ayam pada akhir masa produksi biasa disebut ayam tua. Boling, et al. (2000) menyatakan bahwa ayam tua adalah ayam yang berumur 70 sampai 76 minggu. Berdasarkan sistem pemeliharannya ayam petelur dibagi menjadi 2 yakni sistem pemeliharaan ekstensif dan intensif. Pemeliharaan intensif adalah sistem pemeliharaan dengan cara mengkandangkan ayam, di Indonesia khususnya cenderung menggunakan kandang baterai bertingkat (Anonim, 2014) .Sedangkan pemeliharaan secara ekstensif adalah sistem pemeliharaan dengan cara mengumbar ayam di padang pengembalaan. Dalam hal ini dikenal dengan istilah free-range. Pada peternakan rakyat umumnya masih mempertahankan sistem pemeliharaan intensif, karena sistem itulah yang mereka peroleh secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Jenis ayam petelur ras terbagi menjadi dua yaitu tipe ayam petelur ringan, tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. 5
Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Ayam ini mampu memproduksi telur lebih dari 260 butir/tahun. Tipe yang kedua adalah tipe ayam petelur medium, bobot tubuh ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Ayam tipe ringan biasanya akan mulai menginjak masa bertelur pada umur 15-16 minggu, sedangkan tipe medium mulai bertelur antara 22-24 minggu. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Ayam ini mulai di kembangkan pada tahun 1972 yang memiliki produksi telur tinggi yakni sekitar 300 ekor lebih /tahun (Rasyaf, 2009). Pengaruh Pemberian Hijauan sebagai Pakan Tambahan untuk Ayam Petelur Pada pemeliharaan free-range dengan mengumbar ayam untuk memperoleh makanan tambahan seperti hijauan turut dipengaruhi oleh ketersediian cahaya matahari yang membantu pertumbuhan hijauan. Pemanfaatan rumput paitan (Axonopus Contertus) sebagai pakan ternak dianggap sebagai sumber daya pakan yang sangat berkelanjutan dan alami yang telah memperoleh perhatian yang meningkat dalam peningkatan produksi unggas. Kandungan protein dalam hijauan sekitar 8% dengan kecernaan zat gizi total 65% adalah yang paling baik untuk kebutuhan konsumsi (Jacoeb dan Wiryosuhanto 1994). Kandungan protein jenis rumput berkisar antara 5.48% - 11.22%. Tilman.et al, (1986), menyatakan bahwa
6
hijauan ternak yang masih muda dan dalam masa pertumbuhan mengandung proporsi nitrogen yang tinggi dalam bentuk senyawa NPN (Non Protein Nitrogen). Jenis pakan yang kandungan proteinnya rendah biasanya akan mengandung serat kasar yang tinggi. Persoalan dari rumput alam adalah nilai nutrisi dan produktifitas yang rendah. Rumput paitan (Axonopus compressus) memiliki kadar abu sebanyak 4.03%. Mineral merupakan unsur yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Unsur tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg) serta potasium (K) merupakan makro mineral penting bagi ternak. Ca dan P dibutuhkan untuk pertumbuhan rangka dan tubuh. Tingkat kebutuhan mineral pada ayam petelur adalah untuk jenis kalsium 0.50% BK dan fosfor 0.30% BK. Akan tetapi serat kasar yang dibutuhkan oleh ayam petelur tidak lebih dari 25% itu dikarenakan karena ayam kekurangan adaptasi anatomi dan memiliki massa mikroba yang lebih rendah untuk mendukung bagian dari kebutuhannya dibandingkan dengan ruminansia (Esonu, et al., 2006). Sistem Pemeliharaan Free-range. Semakin digalakkannya animal welfare pada dunia peternakan memaksa semua sektor peternakan yang ada untuk meningkatkan kualitas hidup ternak yang dipeliharanya dengan cara tingkat kesejahteraan dari ternak itu diperhatikan, termasuk dunia peternakan ayam. Dengan adanya prinsip ini diharapkan insting alamiah ayam dapat kembali seperti awalnya, sehingga ayam tidak akan tergantung lagi sepenuhnya pada pakan komersil yang cenderung mengandung antibiotika. Selangkah lebih maju dari prinsip inilah sehingga muncul sistem pemeliharaan free range untuk menciptakan ayam organik (Santoso, 2012). Produk peternakan yang 7
dihasilkan secara alami diyakini sebagai makanan yang lebih sehat dibanding dengan produk unggas yang dihasilkan dari sistem budidaya intensif. Secara umum ayam ras dipelihara secara intensif dengan tingkat kepadatan yang tinggi dan sepanjang hidupnya ayam tidak memiliki kesempatan untuk hidup secara alami (Fanatico, et al. 2006). Pemeliharaan secara alami yaitu sistem pemeliharaan ekstensif (free range) menghasilkan ayam dengan level welfare lebih tinggi yang menghasilkan kualitas produk yang lebih baik (Pavlovski, et al., 2009). Hal ini disebabkan ayam yang dipelihara dengan sistem free-range akan mengekspresikan insting yang lebih alami yang mengindikasikan derajat kesehatan ternak. Lebih lanjut Lomu, et al. (2004) melaporkan bahwa kondisi pemeliharaan yang lebih alami dan peningkatan aktifitas dari ayam dapat menurunkan kadar lemak, kolesterol dan residu antibiotik pada daging dan telur. Pengaruh Naungan terhadap Struktur Ekologis dan Temperatur Lingkungan Dalam pemeliharaan dengan sistem free range ternak sengaja diumbar dan diharapkan akan memperoleh akan memperoleh pakan tambahan dari hijauan yang ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh cahaya untuk proses pertumbuhan. Cahaya merupakan salah satu kunci penentu dalam proses metabolisme dan fotosintesis dari tanaman. Pada umumnya cahaya yang diperlukan oleh setiap jenis tanaman berbedabeda. Setiap tanaman atau jenis pohon mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari. Ada tanaman yang tumbuh baik di tempat terbuka, sebaliknya ada beberapa tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh/bernaungan. Ada tanaman yang tahan (mampu tumbuh) dalam kondisi cahaya yang terbatas atau 8
sering disebut dengan tanaman toleran dan ada juga tananam yang tidak mampu tumbuh dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran. Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan respon yang berbeda-beda terhadap tanaman, baik secara anatomis maupun secara morfologis (Morais, et al,. 2004). Faktor penghambat dari suatu pertumbuhan tanaman salah satunya yaitu pemilihan jenis yang tidak sesuai dengan kondisi lahan artinya tanaman yang toleran ketika ditanam di areal yang cukup cahaya justru akan mengalami pertumbuhan yang kurang baik, begitu juga dengan tanaman intoleran apabila ditanam pada areal yang kondisi
lahannya
terbatas
pertumbuhan
akan
mengalami
ketidaknormalan
(Darmawan dan Baharsyah, 1983). Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai cirri morfologis yaitu berdaun lebar dan tipis sedangkan pada tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis berdaun kecil dan tebal diameter lebih cepat pada tempat terbuka dari pada tempat ternaung sehingga tanaman yang ditanam pada tempat terbuka cenderung pendek dan kekar (Marjenah, 2001). Lama bernaung dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban, radiasi, dan kecepatan angin. Semakin tinggi suhu udara lingkungan, ternak akan bernaung lebih lama sebagai upaya untuk mempertahankan panas tubuhnya agar tidak naik akibat cekaman panas dari suhu lingkungan. Semakin tinggi kelembaban udara dan radiasi matahari di sekitar lingkugan maka ternak akan bernaung lebih lama dengan intensitas yang semakin rendah. Semakin tinggi kecepatan angin maka ternak akan mengurangi intensitas lama bernaungnya karena angin dapat mereduksi panas tubuh (Yani dan purwanto, 2006). 9
Pengaruh Cekaman Panas terhadap Performance Ayam Ras Petelur Sistem pemeliharaan free range memaksa ayam untuk mendapatkan sinar matahari yang lebih lama dibandingkan dengan sistem pemeliharaan intensif dan hal ini akan berpengaruh terhadap stress panas yang akan dialami oleh ayam. Secara fisiologis, suhu lingkungan tinggi mempengaruhi sintesis, stabilitas dan aktivitas enzim. Perubahan temperatur mempengaruhi keseimbangan reaksi biokimia, terutama pembentukan ikatan kimia yang lemah (Noor dan Seminar 2009), sehingga ternak yang dipelihara di atas suhu nyaman akan mengalami perubahan fisiologis. Suhu tubuh normal pada ternak unggas berkisar antara 40,5-41,5 C (Etches, et al. 2008). Untuk ayam ayam ras petelur suhu optimum yang dapat menjadi batas tolerir bagi tubuh ayam yaitu antara 18-23,9 C (Czarick dan Fairchild 2008). Apabila dalam pemeliharaan tersebut suhu yang ada melibihi batas toleran maka ayam akan menderita stres panas karena kesulitan untuk membuang suhu tubuhnya ke lingkungan Pembuangan panas dari dalam tubuh ternak unggas dilakukan melalui dua cara, yaitu secara sensible heat loss dan insensible heat loss . Sensible heat loss adalah hilangnya panas tubuh melalui proses radiasi, konduksi dan konveksi, sedangkan secara insensible heat loss adalah hilangnya panas tubuh melalui proses panting dan secara tidak langsung akan memperbanyak konsumsi air minum serta penurunan konsumsi pakan (Tamzil. et al, 2013). Variasi dampak stres panas pada ayam, terutama pertambahan bobot badan, sangat tergantung pada lamanya ayam mengalami cekaman panas, suhu cekaman, umur dan jenis kelamin dan strain ayam, serta jenis pakan yang dikonsumsi (Mitchell dan Kettlewell, 1998). Cekaman panas tidak hanya berpengaruh pada performansi 10
tetapi juga mengganggu pembentukan sel-sel imun. Hal ini disebabkan meningkatnya pembentukan
hormon-hormon
stress
(glukokortokoid).
Hormon
ini
dapat
menyebabkan gangguan pembentukan selsel imun dan gangguan pembentukan berbagai sitokin yang diperlukan untuk respons imun (Mashaly, et al., 2004). Pertumbuhan dan Pertambahan Berat Badan Morrison (1967) menyatakan pertumbuhan adalah sebagian dari pertambahan besar urat daging dan jaringan – jaringan lainnya yang mengandung protein yang sangat penting dalam peternakan, karena mempunyai titik tolak produksi yang merupakan hasil akhir. Dalam kehidupan sehari-hari proses pertumbuhan umumnya diartikan sebagai pertambahan berat badan sejak terjadinya fertilisasi sampai dewasa. Pertumbuhan biasanya mulai perlahan-lahan, kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan bahkan berhenti (Anggorodi. 1985). Ditambahkan Tillman. et al, (1986), menyatakan bahwa, pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari satu sel yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan menjadi dewasa. Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan berat badan melalui penimbangan berulang-ulang tiap hari dan tiap minggu. Pertumbuhan ayam ras petelur dipengaruhi oleh banyak faktor, sebagaimana yang dikemukakan oleh Soeharsono (1976) bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah strain yang digunakan, mutu ransum, temperature lingkungan, sistem perkandangan, dan pengendalian penyakit. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pertumbuhan adalah hasil interaksi antara hereditas dan lingkunagan dimana sumbangan genetik terhadap pertumbuhan kurang lebih 30%, sedangkan lingkungan 70%. Sedangkan Card dan Nesheim (1972) menyatakan bahwa pertambahan berat 11
badan setiap minggu tidak merata dan maksimum pertumbuhan tercapai pada umur 8 minggu, setelah itu pertambahan berat badannya akan mengalami penurunan. Produksi Telur Ayam Ras Petelur Ayam ras petelur biasanya mulai berproduksi pada umur 16 minggu, dimana setiap ekor ayam memiliki produksi yang berbeda. Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa untuk ayam petelur produksi telur rata-rata yang baik adalah 20 butir per bulan. kemampuan ayam petelur berproduksi tinggi akam menghasilkan rata-rata 250 butir telur per-ekor pertahun dengan berat kira-kira mencapai 60 g (Tilman, et al. 1986). Namun produksi yang baik dicapai tergantung bagaimana manajemen pemeliharaannya. Nort dan Bell (1990) menyatakan bahwa jumlah telur yang dihasilkan selama fase produksi sangat di tentukan oleh perlakuan yang diterima termasuk pada fase starter dan grower khususnya imbangan nilai gizi pakan yang diberikan. Amrullah (2003) menyatakan bahwa petelur unggul dapat berproduksi sampai 70% atau 275 butir pertahun dan tidak selamanya produksi akan terus meningkat ini juga tergantung dari lingkungan yang ada disekitarnya. Ini didukung oleh Anonim (2005) yang menyakan bahwa penurunan rataan produksi telur tergantung pada lingkungan, kualitas pakan, pemberian pakan, strain dan faktor manajemen Setiap ayam juga memiliki berat dan ukuran telur yang bervariasi. Ini di dukung oleh Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa besarnya telur di pengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sifat genetic, tingkat dewasa kelamin, umur, obatobatan,dan makanan sehari-hari. Lebih lanjut sarwono (1994) menyatakan bahwa
12
berat telur dan ukuran telur berbeda-beda, akan tetapi antara berat dan ukuran telur saling berhubungan. Konversi Pakan Ayam Ras Petelur Konversi pakan merupakan salah satu ukuran yang banyak digunakan untuk menyatakan tingkat efisiensi pemanfaatan pakan oleh ternak yaitu perbandingan antara pakan yang dihabiskan dalam menghasilkan sejumlah telur. Menurut Scott, et al. (1992) menyatakan bahwa konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan bobot telur yang dihasilkan selama penelitian. Nilai konversi pakan yang tinggi menunjukkan bahwa efisiensi pakan yang rendah sebaliknya apabila nilai konversi pakan yang rendah menunjukkan makin banyak pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk memproduksi telur (North, 1992). Lebih lanjut Rasyaf (2009) menyatakan bahwa apabila nilai konversi pakan semakin kecil maka konversi pakan baik, berarti ayam petelur dapat menggunakan pakan dengan baik dan dapat menghasilkan produksi telur dengan baik. Standar konversi ayam layer strain Hy-Line Brown yaitu sebesar 2,05 pada umur 21-72 minggu (Anonim, 2010). Dijelaskan lebih lanjut oleh Rasyaf (2009) menyatakan bahwa tingkat konversi pakan yang berbeda–beda tergantung kadar protein dan energi metabolisme pakan, suhu lingkungan, umur ayam, kondisi kesehatan dan komposisi pakan. Apabila nilai konversi pakan semakin kecil maka konversi pakan baik, berarti ayam petelur dapat menggunakan pakan dengan baik dan dapat menghasilkan produksi telur dengan baik.
13
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari- April 2015, bertempat di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam ras petelur strain Lohman Brown fase layer sebanyak 36 ekor. Bahan-bahan pendukung antara lain: pakan (konsentrat layer,jagung,dedak dan hijauan). Peralatan yang digunakan adalah kandang, tempat pakan, tempat minum, rak telur, timbangan elektrik, dan sekop.
Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan secara eksperiment dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 3 ulangan (setiap ulangan terdiri atas 3 ekor ayam). Perlakuan yang diterapkan adalah pemeliharaan dengan perlakuan sebagai berikut: N1 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di pagi hari (pukul 06.30 sampai dengan 12.00). N2 = Pemeliharaan free-range tanpa naungan (pukul 06.30 sampai dengan 17.30). N3 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di sore hari (pukul 12.00 sampai dengan 17.30.
14
N4 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan sepanjang hari (pukul 06.30-17.30). Prosedur Penelitian 1. Ternak Penelitian ini menggunakan 36 ekor ayam ras petelur strain Longman Brown yang telah memasuki fase layer dan telah berumur 43 minggu. Setiap perlakuan menggunakan 9 ekor dimana masing-masing paddok/eco-shelter ditempatkan 3 ekor, sehingga jumlah ayam untuk masing-masing sistem pemeliharaan adalah 9 ekor. 2. Paddock Lahan yang digunakan adalah lahan yang telah diolah dengan cara mencangkul rumput liar yang ada pada lahan hingga bersih, kemudian lahan yang digunakan diukur menggunakan meteran dengan menyesuaikan ukuran yang diperlukan untuk penempatan paddock. Setelah lahan diukur kemudian lahan diberikan pupuk feses ayam kering sebanyak 50 g/m2. Setelah 3 hari kemudian dilakukan penanaman rumput menggunakan anakan dari rumput Pahitan (Axonopus compressus). Rumput Pahitan (Axonopus compressus) merupakan jenis rumput yang tumbuh menahun dan membentuk lempengan rapat terutama pada lokasi yang agak terlindung atau agak terbuka. Tinggi tanaman 20-50 cm; daun lanset lebar 6-16 cm dan panjang 2,5-37 cm, kelopak daun melekat bersama, secara keseluruhan tampak warna hijau muda/pucat, bunga majemuk terminal, rangkaian bunga bercabang berhadapan, butir bijinya melekat pada tangkainya. Lahan dikelompokkan kedalam 4 kelompok perlakuan yaitu N1 ternaungi pagi (naungan berasal dari pohon besar rimbun yang berada di sebelah Timur lahan), 15
N3 ternaungi sore (naungan berasal dari pohon mangga rimbun yang berada di sebelah Barat lahan), N4 ternaungi sepanjang hari (naungan berasal dari 2 pohon mangga rimbun yang berada di sebelah Timur dan Barat lahan), dan N2 tidak ternaungi (tidak ada naungan disekitar lahan). Setiap kelompok perlakuan selanjutnya dibagi kedalam tiga paddock ulangan yang masing-masing berukuran 4 x 3,25 m. Setiap paddock diberi pagar keliling untuk menghindari kemungkinan ayam berpindah ke paddock yang lain dan sebelum paddock digunakan terlebih dahulu dilakukan pemotongan rumput untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan yang seragam. 3. Kandang dan Fasilitas Kandang yang digunakan sebanyak tiga buah untuk tiap perlakuan yang ditempatkan masing-masing 1 kandang dalam setiap ulangan. Kandang berukuran 1 x 1 m, terbuat dari balok kayu dan atap rumbia yang dilengkapi dengan tempat bertengger dan sarang untuk bertelur. Kandang ditempatkan secara permanen pada bagian pinggir setiap paddock ulangan.
Manajemen Pemeliharaan Ternak Selama pengamatan ayam diberi pakan dan air minum. Pakan yang digunakan adalah campuran jagung, dedak dan konsentrat komersil yang disusun secara isoprotein dan isokalori sesuai dengan rekomendasi NRC. (Anonim, 1994) (Tabel 1).
16
Tabel 1. Komposisi Ransum Basal Selama Penelitian Bahan Pakan Konsentrat Layer (RK 24) Jagung Kuning Dedak Protein Kasar
Komposisi (%) 33,33 50,00 16,67 17,6∗ *) Dihitung berdasarkan rekomendasi National Research Council (Anonim, 1994). Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada every day basis (120 g/ekor/hari) yang diberikan pada pagi dan sore hari dengan jumlah yang sama. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum dan pengumpulan telur dilakukan pada sore hari. Pemeliharaan ayam petelur yang diberi perlakuan naungan akan berada didalam kandang/eco-shelter sesuai dengan kebutuhannya. Parameter yang Diamati Adapun pengamatan dan parameter yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Konsumsi pakan (g/ekor/hari), pengamatan dihitung berdasarkan jumlah pakan yang diberikan dalam seminggu dan dikurangi dengan jumlah pakan yang tersisa pada minggu itu juga dibagi dengan jumlah ayam. Dapat dihitung dengan rumus : Konsumsi Pakan = 2. Konsumsi air minum (ml/ekor/hari), pengamatan dihitung berdasarkan jumlah air yang diberikan dan dikurangi dengan jumlah air yang tersisa pada hari itu juga dibagi dengan jumlah ayam. Dapat dihitung dengan rumus : Konsumsi Air Minum = 3. Produksi telur (%) : pengamatan dihitung berdasarkan jumlah telur yang dihasilkan pada hari yang sama dibagi dengan jumlah ayam dikali 100%. Dapat dihitung dengan rumus : 17
Produksi Telur =
X100%
4. Massa telur (g/ekor/hari): Pengamatan dihitung berdasarkan produksi telur dikali dengan berat telur yang dihasilkan setiap hari. Dapat dihitung dengan rumus : Massa telur = 5. Konversi pakan (Feed conversion Ratio): dihitung berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi dibagi dengan berat telur yang dihasilkan (massa telur). Dapat dihitung dengan rumus : Konversi pakan =
Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 3 ulangan dengan model matematika sebagai berikut : Yij
= µ + ᴛi + ɛi i = 1,2,3,4;
j = 1,2,3
Keterangan : Yij =
Hasil pengamatan pada ayam dengan sistem perkandangan ke-i dengan ulangan ke-j
µ
=
Rata-rata pengamatan
ᴛi =
Pengaruh sistem perlakuan ke-i
ɛ
Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
=
18
Apabila perlakuan memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap parameter yang diukur maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz,1991).
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Telur Rata-rata produksi telur
ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem
pemeliharaan free range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda dapat
Produksi Telur (%)
dilihat pada Gambar 1. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
91
N1
86
87
91
N2
N3
N4
Perlakuan Keterangan : N1 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di pagi hari (pukul 06.30 sampai dengan 12.00). N2 = Pemeliharaan free-range tanpa naungan (pukul 06.30 sampai dengan 17.30). N3 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di sore hari (pukul 12.00 sampai dengan 17.30. N4 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan sepanjang hari (pukul 06.30-17.30).
Gambar 1. Produksi Telur Ayam Ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemeberian naungan alami yang berbeda. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda terhadap produksi telur dari ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara secara free-range. Pada Gambar 1 terlihat bahwa N1 dan N4 memiliki persentase yang sama. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa dengan adanya naungan alami yang didapatkan ternyata 20
belum mampu dimanfaatkan oleh ayam petelur. Ayam petelur membutuhkan sejumlah unsur gizi untuk hidupnya, disamping itu unsur gizi juga diperlukan untuk produksi telur. Produksi telur ayam ras petelur dengan sistem free range yang mendapat naungan alami yang berbeda secara keseluruhan berkisar antara 86% sampai dengan 91%. Hal ini disebabkan karena ayam petelur tidak terpengaruh dengan adanya pemberian naungan yang diberikan. Amrullah (2003), menyatakan bahwa ayam petelur unggul dapat berproduksi sampai 70% atau 275 butir pertahun. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Golden, et al. (2012) yang melaporkan bahwa produksi telur ayam ras petelur berkisar antara 77% sampai dengan 82%, namun dengan persentase sistem intensif yang lebih tinggi. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Mowbray dan Sykes (1971) yang menyatakan bahwa produksi telur dapat bertahan pada rate yang sama pada kandang ayam yang dikontrol secara normal dimana temperatur senantiasa konstan. Menurut Gunawan dan Sihombing (2004), Pada suhu lingkungan yang tinggi diperlukan lebih banyak pengaturan suhu tubuh, sehingga mengurangi penyediaan energi untuk produksi telur. Suhu lingkungan yang tinggi mengakibatkan konsumsi pakan menurun, dan ini mengakibatkan berkurangnya nutrisi dalam tubuh, dan akhirnya berdampak terhadap berkurangnya produksi telur. Ini didukung oleh Anonim (2005) yang menyatakan bahwa penurunan rataan produksi telur tergantung pada lingkungan, kualitas pakan, pemberian pakan, strain dan faktor manajemen.
21
Massa Telur Rata-rata massa telur ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda dapat
Massa Telur (g/ekor/hari)
dilihat pada Gambar 2. 60
56.99
55.00
53.78
55.36
N1
N2
N3
N4
50 40 30 20 10 0 Perlakuan
Keterangan : N1 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di pagi hari (pukul 06.30 sampai dengan 12.00). N2 = Pemeliharaan free-range tanpa naungan (pukul 06.30 sampai dengan 17.30). N3 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di sore hari (pukul 12.00 sampai dengan 17.30. N4 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan sepanjang hari (pukul 06.30-17.30).
Gambar 2. Massa Telur Ayam Ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemeberian naungan alami yang berbeda. Hasil anilisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda terhadap massa telur dari ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara secara free-range. Massa telur ayam ras petelur secara keseluruhan berkisar antara 45.7-50.5 (g/ekor/hari). Tidak adanya perbedaan massa telur disebabkan karena produksi telur pada setiap perlakuan juga hampir sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana (2006) yang menyatakan
22
bahwa nilai dari massa telur bergantung dari persentase produksi telur harian dan juga berat telur itu sendiri. Lebih lanjut ditambahkan oleh Amrullah (2004) yang menjelaskan bahwa penggunaan massa telur dibandingkan dengan jumlah telur merupakan suatu cara menyatakan perbandingan kemampuan produksi antara kelompok unggas oleh akibat pemberian makanan dan program pengelolaan yang baik. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Buettow, et al, (2009) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan antara massa telur ayam ras petelur yang dihasilkan, massa telur ayam ras petelur berkisar 55,1 g/e/hari untuk sistem free-range dan 55,4 g/e/hari untuk sistem intensif. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas dan Ravindran (2005) dengan menggunakan ayam ras petelur strain Hy-Line Brown dimana massa telur yang didapatkan untuk sistem free-range 47,49 g/ekor/hari dan 50,78 g/ekor/hari untuk sistem intensif. Amrullah (2003) menjelaskan bahwa penggunaan massa telur dibandingkan dengan jumlah telur merupakan cara menyatakan perbandingan kemampuan produksi antara kelompok unggas oleh akibat pemberian makanan dan program pengelolaan yang baik.
23
Konsumsi pakan Rata-rata konsumsi pakan ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda dapat
Konsumsi Pakan (g/ekor/hari)
dilihat pada Gambar 3. 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
100.92
98.36
100.95
100.88
N1
N2
N3
N4
Perlakuan Keterangan : N1 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di pagi hari (pukul 06.30 sampai dengan 12.00). N2 = Pemeliharaan free-range tanpa naungan (pukul 06.30 sampai dengan 17.30). N3 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di sore hari (pukul 12.00 sampai dengan 17.30. N4 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan sepanjang hari (pukul 06.30-17.30).
Gambar 3. Konsumsi pakan ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemeberian naungan alami yang berbeda. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda terhadap konsumsi pakan ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara secara free-range. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa konsumsi pakan ayam ras petelur strain Lohman Brown secara keseluruhan berkisar antara 98.36 -100.95 g/ekor/hari. Hal ini disebabkan karena ayam di tempatkan pada areal umbaran yang sama sehingga dalam hal pemanfaatan
24
pakan dan juga dari segi perolehan pakan tambahan didaerah umbaran sama baiknya untuk N1 sampai dengan N4. Hughes (1984) menyatakan bahwa ayam yang dipelihara dengan sistem free-range mampu memilih makanan yang sesuai untuk kebutuhannya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Golden et al.(2012) melaporkan bahwa konsumsi pakan ayam ras petelur dengan strain hy-line Brown untuk free-range 101-102 g/ekor/hari. Ayam ras petelur mengkonsumsi pakan yang diberikan, tetapi kadang memakan serangga-serangga kecil dan juga memakan rumput yang tumbuh di tanah dan diubah menjadi energi dan dimanfaatkan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Wood-Gush (1971) menjelaskan bahwa tingakah laku ayam seperti mengais, memakan rumput dan serangga itu terkait dengan kebutuhan energinya. Sehingga pada saat kebutuhan energinya terpenuhi ayam tidak akan memakan lagi pakan yang tersedia. Dengan mengkonsumsi hijauan dan serangga akan mengurangi jumlah pakan yang dikonsumsi (Lomu, et al, 2004). Iji (2005) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh umur, keseimbangan nutrisi, status kesehatan ayam, keterjangkauan pakan oleh ayam, dan temperatur lingkungan. Marsdem dan Morris (1987) melaporkan bahwa konsumsi pakan menurun secara tajam seiring dengan temperature lingkungan mencapai temperatur tubuh ayam. McDowell (1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya, ternak memerlukan suhu lingkungan yang optimum.
25
Konversi pakan Rata-rata konversi pakan ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda dapat dilihat pada gambar 4.
Konversi pakan (FCR)
2.50 2.00
1.77
1.80
1.88
1.82
N1
N2
N3
N4
1.50 1.00 0.50 0.00 Perlakuan
Keterangan : N1 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di pagi hari (pukul 06.30 sampai dengan 12.00). N2 = Pemeliharaan free-range tanpa naungan (pukul 06.30 sampai dengan 17.30). N3 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di sore hari (pukul 12.00 sampai dengan 17.30. N4 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan sepanjang hari (pukul 06.30-17.30).
Gambar 4. Konversi pakan Ayam Ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemeberian naungan alami yang berbeda. Konversi pakan merupakan salah satu ukuran yang banyak digunakan untuk menyatakan tingkat efisiensi pemanfaatan pakan oleh ternak yaitu perbandingan antara pakan yang dimakan dalam menghasilkan sejumlah telur. Hasil anilisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda terhadap konversi pakan dari ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara secara free-range. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa
26
ayam memiliki kemampuan mengkonversi pakan menjadi telur itu sama. Hal ini kemungkinan disebabkan karena hijauan belum mampu menggantikan posisi pakan komersil. Selain itu pula produksi telur menunjukkan tidak adanya perbedaan. Gambar 4 menunjukkan bahwa rata-rata konversi pakan ayam ras petelur berkisar 1,77 sampai dengan 1,88. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anderson (2010) yang melaporkan bahwa nilai konversi pakan ayam ras petelur pada sistem pemeliharaan intensif 1,51 sedangkan untuk free range 1,49 dengan menggunakan strain hy-Line Brown. Ini mengindikasikan bahwa ayam yang dipelihara secara sistem free-range juga memiliki tingkat efisiensi pakan yang tinggi atau memiliki kemampuan untuk memanfaatkan lebih banyak pakan untuk produksi telur. Konsumsi Air Minum Rata-rata konsumsi air minum ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5. 913.56b
Konsumsi Air Minum(ml/ekor/hari)
1000 800
680.30ab
632.83a
573.33a
600 400 200 0 N1
N2
N3
N4
Perlakuan
27
Keterangan : N1 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di pagi hari (pukul 06.30 sampai dengan 12.00). N2 = Pemeliharaan free-range tanpa naungan (pukul 06.30 sampai dengan 17.30). N3 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan di sore hari (pukul 12.00 sampai dengan 17.30. N4 = Pemeliharaan free-range yang mendapat naungan sepanjang hari (pukul 06.30-17.30).
Gambar 5. Konsumsi Air Minum Ayam Ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda. Huruf dan angka yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda. Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh dari perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda terhadap konsumsi air minum ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara secara free-range. Hal ini disebabkan karena pada N2 ayam ras petelur tidak mendapatkan naungan sehingga dalam paddock ayam ras petelur terkena cahaya matahari mulai dari pagi hari hingga sore hari sehingga memperoleh cekaman lingkungan yang tinggi. Rata-rata suhu yang diperoleh selama pemeliharaan memperlihatkan bahwa N2 mendapatkan suhu paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Temperatur lingkungan yang tidak menentu sehingga ayam ras petelur melakukan aktifitas minum untuk mengurangi proses peningkatan dalam tubuh ayam. North dan Bell (1990), menyatakan bahwa kenaikan suhu tubuh seiring dengan kenaikan suhu lingkungan akan menyebabkan ayam melakukan penyesuaian untuk menjaga suhu tubuh tetap normal yaitu dengan mengurangi konsumsi pakan. Hal ini didukung pula oleh Sulistyoningsih (2004) yang
menyatakan bahwa temperatur
kandang yang rendah menyebabkan ayam tidak banyak minum, berbeda ketika temperaturnya tinggi ayam akan lebih banyak minum.
28
Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi air minum ayam ras petelur berkisar antara 573.33-913.56 (ml/ekor/hari). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Imaduddin, et al. (2012) melaporkan bahwa konsumsi air minum ayam ras petelur strain Isa Brown yaitu 259 ml/ekor/hari. Air menjalankan banyak fungsi yang vital dan merupakan syarat berlangsungnya berbagai proses kehidupan. Hal ini mudah dimengerti karena sekitar 58% dari tubuh ayam dan 66% dari telur adalah air (Esmail, 1996). Pada periode produksi ayam minum air berkisar 1,5-2 ml air saat mengkonsumsi 1,0 g pakan (Suprijatna, dkk. 2006).
29
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa sistem pemeliharaan free-range yang mendapat perlakuan waktu naungan alami yang berbeda tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, produksi telur, massa telur, serta konversi pakan, tetapi menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap konsumsi air minum yang lebih tinggi pada perlakuan N2 yaitu tanpa adanya naungan dibandingkan perlakuan lainnya. Saran Pemeliharaan ayam ras petelur dengan sistem free- range dapat dilakukan dengan segala macam pemeliharaan baik itu dengan adanya naungan maupun tidak memiliki naungan.
30
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Seri Beternak Mandiri. Cetakan Pertama. Penerbit Lembaga Satu Gunungbudi, bogor. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. Anderson, K. E. 2010. Range egg production: Is it better than in cage. Department of poultry science north Carolina state University. Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Kemajuan Mutakhir. Cetakan Pertama. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Anonim. 2014. Sistem Pemeliharaan Ayam Kampung. http;/www. Ternakayamkampung.com/2013/07/sistem–pemeliharaan-ayamkampung.html?m=1. Diakses pada tanggal 27 Desember 2014. Anonim.1994. National Research Council/Nutrient Requirements of Poultry. 9thed. National Academy Press, Washington, DC. Anonim.2005. Manual Manajemen Layer CP 909R. PT. Charoen Pokhphand Indonesia, Surabaya. Anonim.2010. Hy-Line Brown Intensive Sistems Performance Standars. http://www.hyline.com/redbook/performance. Diakses tanggal 27 Desember 2014. Blakely, J dan D.H Bade. 1991. Ilmu Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Boling, S. D. M.W. Douglas, M. L. Johnson, X. Wang, C. M. Parson, K. W. Koelkebeck, And R. A. Zimmermant. 2000. The effects of dietary available phosphorus levels and phytaseon performance of young and older laying hens. Poult. Sci. 79:224-230. Buettow R. V. F., R.C.Briz. G.A. Maria Levrino., 2009- Floor versus cage rearing: effects on production, egg quality and physical condition of laying hens housed in furnished cages, CIENCIA RURAL, 39 (5):1527-1532. Cahyono, B. 1995. Ayam Petelur (Gallus Sp). Penerbit Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
31
Card, L. E. and M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 11 Philadelphia.
Ed. Lea and Febiger,
Castellini, C., C. Mugnai. A. Dal Bosco. 2002. Effect of organic production system on broiler carcass and meat quality. Meat Science 60. 219-225. Czarick IIIM,. B.D. Fairchild. 2008. Poultry housing for hot climates. In: Daghir NJ, editor. Poult Prod hot Clim. Trowbridge (UK): Cromwell Press. p. 81-131. Darmawan dan Baharsyah. 1983. Dasar-dasar fisiologi tanaman. PT. Suryani Utama. Semarang. Esmail, S. H. M. 1996. Water the vital nutrient. Poult. Int Watt Publishing Co., Illinois. 58 p. Esonu, B.O., M.N. Opara.,I.C. Okoli.,H.O. Obikaonu., C. Udedibie. and O.O.M. Iheshiulor,. 2006. Physilogical Response Of Laying Birds To Neem (Azadirachta Indica) Leaf Meal-Based Diets: Body Weight Organ Characteristics and Haematology. Online Journal of Health and Allied Sciences 2: 4. Etches RJ, T.M John , and Verrinder Gibbins AM. 2008. Behavioural, physiological, neuroendocrine and molecular responses to heat stress. In: Daghir NJ, editor. Poult Prod hot Clim. p. 49-69. Fanatico A.C., P.B. Pillai, L.C. Cavitt, J.L. Emmert, J.F.Meullenet, and C.M. Owens. 2006. Evaluation of slower-growing genotypes grown with and without outdoor access: sensory attributes. Poultry Science 85. 337-343. Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung. Golden, J.B.,D.V. Arbona and K.E.Anderson. 2012. Acomparative examination of rearing parameters and layer production performance for brown egg-type pullets grown for either free-range or cage production . J. Appl. Poultry Science 4 (4):187-191. Gunawan dan D. T. H. Sihombing. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Wartazoa. 14(1):31-38. Hughes, B.O. 1984. The principles underlying choice feeding behavior in fowls-with special reference to production experiments. World’s Poultry Science Journal 40: 141-150. Iji, P. 2005. Feed intake. http:/www.poultryhub.org/index.php/feed intake. Diakses tanggal 15 juni 2015 pukul 10.00.
32
Imamuddin A., I. H. Djunaidi, dan O. Sjofjan. 2012. Pengaruh penambahan probiotik dalam air minum terhadap penampilan produksi dan kadar ekskreta ayam petelur. Fakultas peternakan universitas Brawijaya. Malang. Jacoeb NT & SD Wiryosuhanto. 1994. Prospek Budidaya Ternak Ayam, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Kartasudjana, R. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta. Keppler, C. and D. W. Folsch. 2000. Locomotive behaviour of hens and cocks (Gallus gallus f. dom)-Implication for housing systems. Archiv Fur Tierzucht-Archives of Anim. Breeding 43:184-188. Lomu, M.A., P.C. Glatz and Y.J. Ru , 2004. Metabolizable energy of crop contents in free-range hens. Int. J. Poultry. Science., 3: 728-732. Lomu, M.A., P.C. Glatz and Y.J. Ru, 2004. Metabolizable energy of crop contents in free-range hens. Int. J. Poultry. Science., 3:728-732. Marsden, A. and T. R. Morris, 1987. Quantitative review of the effects of environmental temperature on food intake, egg output and energy balance in laying pullets. Br. Poultry. Sci. 28:693-704 Marjenah. 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian terhadap Pertumbuhan dan Respon Morfologi Dua Jenis Semai Meranti. Jurnal Ilmiah Kehutanan ”Rimba Kalimantan” Vol. 6. Nomor. 2. Samarinda. Kalimantan Timur. McDowell, R. E. 1974. The Environment Versus Man and His Animals. In: H.H. Cole and M. Ronning (eds). Animal Agriculture. W. H. Freeman and Co. San Francisco. Mitchell, M.A. and P.J. Kettlewell. 1998. Physiological stress and welfare of broiler chickens in transit: solutions not problems. Poult. Sci. 77:1803– 1814. Morais, H, M. E. Medri, CJ. Marur, P. H. Caramari, A. M. de Arrura Riberio, and J. C. Gomes. 2004. Modification on leaf anatomy of Coffea Arabica caused by shade of Pigeom Pea ( Cajanus Cajan ). Brazilian Archives of Biology and Technology 47(6): 863-871. Morrison, F.B. 1967. Feed and Feeding. The Morrison Publishing Co. Clinton, Iowa, USA. Mowbray, R. M. and A. H. Sykes, 1971. Egg production in warm environmental temperatures. Br. Poult. Sci. 12: 25-29
33
Noor RR, dan Seminar KB. 2009. Rahasia dan hikmah pewarisan sifat (ilmu genetika dalam Al-Qur’an). Bogor (Indonesia): IPB Press. North and D.D Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. The Avi Book. Published By Van Nostrand Reinhald, New York. North, M. O., 1992. Commercial Chiken Production Manual. 5 Edition. The Avi Publishing Company., Inc. Westport. Connecticut. New York. North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Publishing by Chapman and Hall One. New York. Rahmadi, F. I. 2009. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan Dony Farm Kabupaten Magelang. Program Diploma III Agribisnis Peternakan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Rasyaf. M. 2009. Panduan Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta. Reddy, C. V. and Qudratullah, S. 2004. Strategic Feeding Supplementation throughLocally Available Resources. XX World Poultry Congress, FAO Corporate Document. Online in URL Address: [http://www.fao.org/docrep/004/ac150e/ac1. Santoso. U., 2012. Mari Menciptakan Ayam organic. http;//uripsantoso.Wordpress.com Diakses tanggal 22 Desember 2014. Sarwono, B. 1994. Pengawetan Telur dan Manfaatnya. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Scott, M. L., Nesheim, M., and Young, R. J. 1992. Nutrition of The Chiken. FifthEd. Scott, M. L. And Associates. Ithaca. New York. Soeharsono. 1976. Respon Ayam Broiler Terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan. Disertasi. Universitas Padjajaran, Bandung. Sosnowka-Czajka, E., I. Skomorucha, E. Herbut, R. Muchaka R. 2007. Effect of management systems and flock size on the behavior of broiler chickens. Annals of Animal Science 7(2). 329-335. Sundrum, A. 2005. Possibilities and limitation of protein supply in organic poultry and pig production. Organic Revision: Research to support revision of the EU regulation on organic agriculture. http://www.organic-revision.org/pub/Final_Report_FC Revision.pdf Accessed Jan 2009.
34
Suprijatna, E., U. Mahfudz, L. D., dan W. Sarengat. 2006. Performans produksi telur ayam arab akibat pemberian ransum berbeda taraf protein saat pertumbuhan. Seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro. Suprijatna, E., 2008. Ayam
Buras Krosing Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta
Tamzil MH, Noor RR, Hardjosworo PS, Manalu W, dan Sumantri C. 2013. Keragaman gen heat shock protein 70 ayam Kampung, ayam Arab dan ayam Ras. J Vet. 14:317-326. Tillman, D. A., H. Hartadi, S. Prawiro dan Lebdosoekodjo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Thomas D. V., V. Ravindran. 2005. Comparisson of layer performance in cage and barn systems. J. Anim. Vet. Adv.,4, 554-556. Hy line Brown. Wall H.,and Tauson R. 2002. Egg quality in furnished cages for laying hens effects of crack reduction measures and hybrid. Poultry. Science. 81:340 348.
Wood-Gush, D.G.M., 1971. The behavior of the domestic fowl. Heinemann Educational Books Ltd., London. Yani, A dan Purwanto, B.P. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi peranakan fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya (ULASAN). Media Peternakan. 29(1):3546.
35
Lampiran 1. Hasil analisis ragam terhadap produksi telur ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemeberian naungan alami yang berbeda.
Between-Subjects Factors N perlakuan N1
3
N2
3
N3
3
N4
3
Descriptive Statistics Dependent Variable:ha perlak uan
Std. Deviation
Mean
N1
91.3333
2.88675
3
N2
86.0000
7.00000
3
N3
87.3333
3.78594
3
N4
91.0000
2.64575
3
Total
88.9167
4.48144
12
N
36
Dependent Variable:ha Source Corrected Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
63.583a
3
94874.083
1
63.583
3
21.194
Error
157.333
8
19.667
Total
95095.000
12
220.917
11
Intercept Perlakuan
Corrected Total
21.194
F
Sig.
1.078
.412
94874.083 4.824E3
.000
1.078
.412
a. R Squared = .288 (Adjusted R Squared = .021)
37
Lampiran 2. Hasil analisis ragam terhadap massa telur ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemeberian naungan alami yang berbeda.
Between-Subjects Factors N perlakuan N1
3
N2
3
N3
3
N4
3
Descriptive Statistics Dependent Variable:VAR00002 perlak uan
Std. Deviation
Mean
N1
56.9907
1.74436
3
N2
55.0031
4.73040
3
N3
53.7752
1.67183
3
N4
55.3612
1.30662
3
Total
55.2826
2.62273
12
N
38
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:VAR00002 Source Corrected Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
15.823a
3
36673.935
1
Perlakuan
15.823
3
5.274
Error
59.843
8
7.480
Total
36749.601
12
75.666
11
Intercept
Corrected Total
5.274
F
Sig.
.705
.575
36673.935 4.903E3
.000
.705
.575
a. R Squared = .209 (Adjusted R Squared = -.087)
39
Lampiran 3. Hasil analisis ragam terhadap konsumsi pakan ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemeberian naungan alami yang berbeda.
Between-Subjects Factors N perlakuan N1
3
N2
3
N3
3
N4
3
Descriptive Statistics Dependent Variable:konsumsi_pakan perlak uan
Mean
Std. Deviation
N
N1
1.0092E2
.61978
3
N2
98.3600
1.94979
3
N3
1.0095E2
.87272
3
N4
1.0088E2
.74474
3
Total 1.0028E2
1.53022
12
40
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:konsumsi_pakan Source Corrected Model Intercept
Type III Sum of Squares 14.753a 120672.941
Df
Mean Square 3
4.918
Sig.
3.575
.066
1 120672.941 8.773E4
.000 .066
perlakuan
14.753
3
4.918
Error
11.004
8
1.376
Total
120698.698
12
25.757
11
Corrected Total
F
3.575
a. R Squared = .573 (Adjusted R Squared = .413)
41
Lampiran 4. Hasil analisis ragam terhadap konversi pakan (Feed Conversion Ratio=FCR) ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemeberian naungan alami yang berbeda.
Between-Subjects Factors N perlakuan N1
3
N2
3
N3
3
N4
3
Descriptive Statistics Dependent Variable:VAR00002 perlak uan
Mean
Std. Deviation
N
N1
1.7720
.05464
3
N2
1.7957
.13210
3
N3
1.8789
.07550
3
N4
1.8231
.05463
3
Total
1.8174
.08382
12
42
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:VAR00002 Source Corrected Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
.019a
3
39.636
1
perlakuan
.019
3
.006
Error
.058
8
.007
Total
39.713
12
.077
11
Intercept
Corrected Total
.006
F
Sig.
.872
.495
39.636 5.444E3
.000
.872
.495
a. R Squared = .246 (Adjusted R Squared = -.036)
43
Lampiran 5. Hasil analisis ragam terhadap konsumsi air minum ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem free range dengan waktu pemeberian naungan alami yang berbeda.
Between-Subjects Factors N perlakuan N1
3
N2
3
N3
3
N4
3
Descriptive Statistics Dependent Variable:VAR00002 perlak uan
Mean
Std. Deviation
N
N1
6.3283E2
75.17520
3
N2
9.1356E2
192.45239
3
N3
6.8030E2
56.12205
3
N4
5.7333E2
174.26761
3
Total 7.0001E2
178.90420
12
44
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:VAR00002 Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
199657.600a
3
3.493
.070
Intercept
5880098.000
1 5880098.000 308.634
.000
perlakuan
199657.600
3
66552.533
.070
Error
152416.241
8
19052.030
Total
6232171.841
12
352073.841
11
Corrected Total
66552.533
3.493
45
Multiple Comparisons Dependent Variable:VAR00002 (I) (J) Mean perlak perlak Difference (Iuan uan J) Std. Error LSD
N1
N2 N3 N4
N2
N1 N3 N4
N3
N1 N2 N4
N4
N1 N2 N3
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound
Upper Bound
-280.7333*
1.12700E 2
.037
-540.6206
-20.8460
-47.4767
1.12700E 2
.685
-307.3640
212.4106
59.4933
1.12700E 2
.612
-200.3940
319.3806
280.7333*
1.12700E 2
.037
20.8460
540.6206
233.2567
1.12700E 2
.072
-26.6306
493.1440
340.2267*
1.12700E 2
.017
80.3394
600.1140
47.4767
1.12700E 2
.685
-212.4106
307.3640
-233.2567
1.12700E 2
.072
-493.1440
26.6306
106.9700
1.12700E 2
.370
-152.9173
366.8573
-59.4933
1.12700E 2
.612
-319.3806
200.3940
-340.2267*
1.12700E 2
.017
-600.1140
-80.3394
-106.9700
1.12700E 2
.370
-366.8573
152.9173
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 19052.030. *. The mean difference is significant at the .05 level.
46
VAR00002 perlak uan
Subset N
1
2
Duncana N4
3 5.7333E2
N1
3 6.3283E2
N3
3 6.8030E2 6.8030E2
N2
3
Sig.
9.1356E2 .389
.072
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 19052.030. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
47
Lampiran 6. Data berat kering hijauan setelah 1 bulan pemeliharaan ayam Komponen Berat kering(g/400cm2) Lamina Stem N1 2.03 1.46 3.49 N2 3.44 2.66 6.09 N3 2.68 1.68 4.35 N4 0.42 0.42 0.83 Kontrol 2.76 1.94 4.69 Ket. *) Pengukuran dengan menggunakan quadran dengan ukuran 20 x 20 cm. Pengamatan dilakukan setelah perlakuan diterapkan selama 30 hari. Perlakuan
48
Lampiran 7. Data Temperatur Lingkungan Suhu Lingkungan No. Hari/Tanggal (oC) N1 N2 1 Kamis/26 Maret 2015 27 30 35 37 40 40 Rataan 34,00 35,67 2 Jumat/27 Maret 2015 27 29 34 32 41 42 Rataan 34,00 34,33 3 Sabtu/28 Maret 2015 24 29 39 36 41 43 Rataan 34,67 36,00 4 Minggu/29 Maret 2015 27 29 38 36 32 32 Rataan 32,33 32,33 5 Senin/30 Maret 2015 25 28 37 35 36 36 Rataan 33,58 34,33 6 Selasa/31 Maret 2015 25 27 35 35 24 25 Rataan 28,00 29,00 7 Rabu/1 April 2015 22 24 40 38 23 24 Rataan 28,33 28,67 8 Kamis/2 April 2015 26 24 30 36 24 25 Rataan 26,67 28,33 9 Jumat/3 April 2015 25 26 28 29 23 23 Rataan 25,33 26,00
Jam (Wita) N3 30 36 32 32,67 28 32 32 30,67 29 37 31 32,33 29 36 32 32,33 28 38 34 32,21 27 35 25 29,00 23 38 24 28,33 28 36 25 29,67 26 35 24 28,33
N4 27 29 30 28,67 27 27 30 28,00 24 35 29 29,33 27 30 28 28,33 27 30 30 28,65 25 28 23 25,33 23 24 23 23,33 24 26 22 24,00 23 25 21 23,00
9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00
49
10 Sabtu/4 April 2015
Rataan 11 Minggu/5 April 2015
Rataan 12 Senin/6 April 2015
Rataan 13 Selasa/7 April 2015
Rataan 14 Rabu/8 April 2015
Rataan 15 Kamis/9 April 2015
Rataan 16 Jumat/10 April 2015
Rataan 17 Sabtu/11 April 2015
Rataan 18 Minggu/12 April 2015
Rataan 19 Senin/13 April 2015
Rataan
22 32 25 26,33 27 35 26 29,33 27 32 28 29,00 25 35 35 31,67 26 38 32 32,00 27 35 33 31,67 27 38 25 30,00 21 35 30 28,67 27 31 22 26,67 25 30 39 31,33
22 31 27 26,67 29 36 27 30,67 28 35 29 30,67 25 36 36 32,33 28 40 33 33,67 28 38 34 33,33 28 40 25 31,00 28 39 38 35,00 30 32 24 28,67 26 32 40 32,67
23 30 27 26,67 35 38 26 33,00 27 31 27 28,33 25 30 27 27,33 32 35 31 32,67 28 34 32 31,33 29 39 24 30,67 31 33 28 30,67 30 32 24 28,67 26 29 28 27,67
22 27 25 24,67 27 30 25 27,33 25 28 26 26,33 23 26 25 24,67 26 29 28 27,67 27 29 30 28,67 27 29 22 26,00 22 28 27 25,67 27 26 20 24,33 23 24 25 24,00
9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00
50
20 Selasa/14 April 2015
Rataan 21 Rabu/15 April 2015
Rataan 22 Kamis/16 April 2015
Rataan 23 Jumat/17 April 2015
Rataan 24 Sabtu/18 April 2015
Rataan 25 Minggu/19 April 2015
Rataan 26 Senin/20 April 2015
Rataan 27 Selasa/21 April 2015
Rataan 28 Rabu/22 April 2015
Rataan 29 Kamis/23 April 2015
Rataan
27
28
28
25
9:00
39 44 36,67 29 38 45 37,33 29 33 30 30,67 26 31 30 29,00 26 38 36 33,33 26 36 37 33,00 21 38 29 29,33 27 41 33 33,67 28 40 30 32,67 27 31 30 29,33
40 45 37,67 35 39 32 35,33 29 33 31 31,00 26 32 30 29,33 31 38 36 35,00 29 38 38 35,00 24 39 29 30,67 29 39 33 33,67 30 41 32 34,33 33 39 34 35,33
39 32 33,00 42 35 32 36,33 30 33 30 31,00 25 30 29 28,00 30 35 35 33,33 28 38 32 32,67 23 35 29 29,00 29 37 31 32,33 30 35 31 32,00 33 37 34 34,67
28 29 27,33 30 30 30 30,00 26 29 26 27,00 24 25 25 24,67 26 30 28 28,00 25 31 28 28,00 22 28 22 24,00 27 31 28 28,67 28 30 28 28,67 28 30 29 29,00
12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00 9:00 12:00 15:00
51
30 Jumat/24 April 2015
Rataan
23 31 37 30,33
32 34 39 35,00
30 33 34 32,33
33 30 39 34,00
9:00 12:00 15:00
52
DOKUMENTASI PENELITIAN Pemeliharaan Free Range awal penelitian
Pemeliharaan Free range akhir penelitian
Pemberian pakan
Pengambilan Telur
53
Pemberian Pakan
Penimbangan Telur
54
RIWAYAT HIDUP Muh. Ridwan B, lahir pada tanggal 04 Februari 1993 di Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bahar. Dg. Taba dan Nurlia. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu Sekolah Dasar di SD. INP. Bangkala II Makassar lulus tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMP. NEG. 19 Makassar dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan sekolah di SMA. NEG. 13 Makassar dan lulus pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Selama kuliah penulis aktif di lembaga yaitu Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan periode 2013- 2014 dan menjabat wakil koordinator bidang keuangan dan Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (Himaprotek-UH) periode 2014-2015 dan menjabat Dewan Pertimbangan Organisasi, selain itu penulis juga aktif sebagai asisten di Laboratorium Fisiologi Ternak, Laboratorium Reproduksi Ternak dan Laboratorium Produksi Ternak Unggas.
55
56