KEMAMPUAN FERMENTASILactobacillus plantarum PADA TELUR INFERTIL DENGAN WAKTU INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh
AZMI MANGALISU I 111 11 053
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 i
KEMAMPUAN FERMENTASI Lactobacillus plantarum PADA TELUR INFERTIL DENGAN WAKTU INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh AZMI MANGALISU I 111 11 053
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Azmi Mangalisu
Nim
: I111 11 053
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar,
Maret 2015
Azmi Mangalisu
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
:Kemampuan Fermentasi Lactobacillus plantarumpadaTelur Infertil dengan Waktu InkubasiyangBerbeda
Nama
: Azmi Mangalisu
Nomor Induk Mahasiswa
: I 111 11 053
Fakultas
: Peternakan
Skripsi ini telah Diperiksa dan Disetujui oleh :
Tanggal Lulus :
Maret 2015
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan taufik-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsidengan judul Kemampuan Fermentasi Lactobacillus plantarum pada Telur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda. Penulis dengan rendah hati mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini utamanya: 1.
Ibu Dr. Nahariah, S.Pt, M.P.sebagai pembimbing utama dan Ibu Dr. Wahniyathi Hatta, S.Pt, M.Si.selaku pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan nasihat serta motivasi sejak awal penelitian sampaiselesainya penulisanskripsi ini.
2.
Bapak Dr. Ir. Wempi Pakiding, M.Sc.,Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt.,M.P., dan Ibu Endah Murpiningrum, S.Pt., M.P.,yang telah banyak memberikan saran kepada penulis.
3.
Ketua Program Studi Teknologi Hasil Ternak Bapak Dr. Muhammad Irfan Said S.Pt, M.P. dan Bapak Ketua Jurusan Produksi Ternak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt, Ph. D.
4.
Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Ibu Wakil Dekan I dan Ibu Wakil Dekan II serta Bapak Wakil Dekan III.
5.
Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama kuliah di Fakultas Peternakan dan Pegawai Fakultas Peternakan terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini. v
6.
Bapak Prof. Dr. Ir.Asmuddin Nasir, M.Sc., Bapak Dr. Ir. Suhendra Pantjawidjaya, M.Si. danBapak Dr. Ir. Budiman, M.P. selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan motivasikepadapenulis.
7.
Ibu Prof. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc.selaku Pembimbing Seminar Studi Pustaka dan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah membimbing penulis. Terima kasih kepada pegawai Teaching Industry Universitas Hasanuddin yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan PKL.
8.
Kedua orang tua, ayahanda Muh. Amin Syuaib, A.Ma.Pd. dan ibunda Nurlaela, S.Pd. atas segala doa, motivasi, pengetahuan dan dukungan serta kasih sayang yang tak terbatassehingga penulis selalu berusaha. Kepada kakak penulis Irma Suryani, S.Ft, Physio. yang selalu memberikan motivasi. Adik-adik penulis Yusril Yasmin dan Muh. Ayyub yang telah banyak memberikan semangat bagi penulis dalam menjalankan aktivitasnya.
9.
Teman satu tim penelitian Khaerunnisa, Evo Tenri Ubba, Kiki Rezki Muchlis, Rajma Fastawa dan Mustabsyirah Usman terima kasih atas kerja sama dan bantuannya selama penelitian.
10. Bapak Masnar (Keluarga Besar PT. Japfa Comfeed Tbk. Cabang Maros) dan Kakanda Trias Devianti A. Kusumayang telah banyak membantu dalam penyediaan alat dan bahan penelitian penulis. 11. Kakanda Syamsuddin, S.Pt., Kakanda Arham Janwar, S.Pt., Kakanda Muhammad Irfan, S.Pt., Kakanda Rajmi Farida, S.Pt., Kakanda Syachroni, S.Pt., Kakanda Andri Teguh Prabowo, Kakanda Haikal dan Kakanda Lukman Hakimyang telah banyak membantu dan memberikan pengetahuan selama penelitian. vi
12. Sahabatku Pondok Fiqhi IndahNur Amalia, Ayu Prasetya, Nurul Adha, danKhaerunnisayang ada setiap saat dan mendukung penulis serta berjuang bersama-sama dari awal sampai akhir perjuangan. 13. Teman kelas Peternakan B.Syahriana Sabil, Andi Husmaentin, Asrianti, Suarti, St. Nur Ramadhani, Evy Harjuna Saad, Yuliana Padli, A. Nurfaini, Harumi Bunga Kasih, St. Hardianti, Muhammad Rifki, A.Faisal, Arfian Yunanda, Eko Pramono, Indirwan, Utomo Putra Santoso, Gunawan Busman, Hamri, Yusri, A.Makkarakalangi, Erwin Eko, Lohesti Rahayu, M. Saldi, Anugrah, Fitrah Ardyaningsih, Silva Indah Sari, Arie Bilman S, Tri Sukma, Erik Sander, Irma Ramadhani dan Yosua, terima kasih telah menjadi teman yang baik dari awal kuliah hingga saat ini. 14. Rekan-rekan Solandeven 2011 terima kasih telah banyak memberikan persahabatan diantara perbedaan kita. 15. HIMATEHATE_UH terima kasih atas segala bantuan, pengertian dan kekeluargaan selama ini. Kepada sahabat Aprisal Nur, Nurul Ilmi Harun, Andi Muhammad Fuad, Alifran Esarianto, Muh. Qurnaldy Hakim, Sri Hastuti Ningsih, Abi Rangga Kanino, Nur Ahmad, Andi Pancawati, Sitti Masita, Handayani, Sitti Sarah, Fitria Ningsih, Ahmad Yasir,Nur Aryati, Budi Utomo, terima kasihatas kepercayaan dan kerja samanya selama ini. Terima kasih pula kepada Yusrawati, Kartina, Nurhamdayani,Iwan Herdiyadi, Nur Ichwan, Sari, Agus, Asmiar, Indah, Appeyani, A. Dharmawan.
vii
16. Terima kasih rekan-rekan Asisten Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, Statistika, Ilmu Ternak Perah dan Manajemen Ternak Perah atas bantuan, pengalaman dan ilmu yang diberikan selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan. 17. SEMA FAPET-UH atas segala pengalaman dan ilmu yang telah diajarkan kepada
penulis.
Terima
kasih
pula
kepadaHIMAPROTEK-UH,
HUMANIKA-UH dan HIMSENA-UH. 18. Kepada Rumput 07, Bakteri 08, Merpati 09, Lion 10, Matador 10, Situasi 10, Flock Mentality 012, Larfa 013 dan Ant’ 014. 19. Teman-teman seperjuangan Korps Pecinta Ternak (KOPTER) dan Ikatan Keluarga Mahasiswa Sinjai (IKMS) yang selalu memberikan dorongan dan rasa kekeluargaan kepada penulis. 20. Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 87 khususnya Kecamatan Amali, Kabupaten Bone. Kepada teman posko Desa Benteng TellueRaodatul Sumira, Kak Musyahida, Dania Barqil, Afif Fikri Aras dan Samuel Saraterima kasih atas kebersamaan yang telah kalian ciptakan serta dukungan dan motivasi kepada penulis. 21. Kepada sahabatCOSMIC khususnyaMeutia Mutmainnah, Rezki Inayah Rasmi, Abd. Wahid Hasdarterima kasih telah menjadi sahabat dan pendengar yang baik bagi penulis. 22. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasihtelah membantu dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis.
viii
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu diharapkan saran untuk perbaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi saya sendiri. Aamiin. Makassar,
Maret 2015
Azmi Mangalisu
ix
ABSTRAK
AZMI MANGALISU (I111 11 053). Kemampuan Fermentasi Lactobacillus plantarum pada Telur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda. Dibimbing oleh NAHARIAH dan WAHNIYATHI HATTA.
Penggunaan telur infertil dapat diimbangi peningkatan kualitas produk sehingga dapat menjadi komoditi yang berdaya saing tinggi dengan cara fermentasi. Hasil fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional yang baik untuk kesehatan, memudahkan penyerapan, memperpanjang masa simpan produk. Tujuan penelitian ini adalahmengetahui kemampuan fermentasi Lactobacillus plantarumpada telur infertil dengan waktu inkubasi yang berbeda. Telur Infertil dipecahkan kemudian disterilisasi selama 15 menit dan dilakukan fermentasi selama 0, 2 dan 4 hari. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah jumlah L. plantarum, nilai pH, kandungan asam laktat dan kadar air. Analisis data penelitian adalah analisis ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah L. plantarum(log 10 CFU/ml) meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu inkubasi (hari) 0, 2 dan 4 yaitu sebesar 8,37; 9,31; 9,73. Nilai pH menurun pada waktu inkubasi (hari) 0, 2 dan 4 masing – masing 7,05; 5,67; 5,36. Nilai kandungan asam laktat selama inkubasi 0 hari sebesar 0,62%; inkubasi 2 hari sebesar 1,28%; inkubasi 4 hari sebesar 2,15%. Nilai kadar air selama inkubasi 0 hari sebesar 71,3%; inkubasi 2 hari sebesar 73,21%; inkubasi 4 hari sebesar 74,94%. Penelitian ini disimpulkan bahwa adanya kemampuan fermentasiL. plantarum pada telur infertil dengan indikator ada peningkatan jumlah bakteri L. plantarum, kandungan asam laktat dan kadar air, namun terjadi penurunan nilai pH selama peningkatan waktu inkubasi, dan optimal pada waktu inkubasi 4 hari. Kata Kunci: Telur Infertil, Lactobacillus plantarum,Waktu Inkubasi.
x
ABSTRACT
AZMI MANGALISU (I111 11 053). Fermentation Ability of Lactobacillus plantarum on the Infertile Eggs at Different Incubation Time. Guided byNAHARIAHas main supervisorand WAHNIYATHI HATTAas Cosupervisor.
The use of infertile eggs can offset the increase in the quality of product so that can be a highly competitive commodity by fermentation. The result of fermentation can be used as functional food ingredients that are good for healthy, facilitate absorption, extend the shelf life of the product. The purpose of this research was to determine the fermentation ability of Lactobacillus plantarum on the infertile eggs at different incubation time. Infertile eggs solved than sterilized for 15 minutes and they are fermented for 0, 2, and 4 days. Parameters measured in this research was the total L. plantarum, pH value, lactic acid content and moisture content. Analysis of the research data is completely randomized design analysis of variance (CRD). The results showed that total L. plantarum (Log10 CFU/ml) increases with the incubation time (days) 0, 2 and 4 in the amount of 8,37; 9,31; 9,73. pH value decreased in the incubation time (days) 0, 2 and 4 they were 7,05; 5,67; 5,36. Value content of lactid acid during fermentation 0 day was 0,62%; fermentation 2 days was 1,28%; fermentation 4 days was 2,15%. Value content of moisture during fermentation 0 day was 71,3%; fermentation 2 days was 73,21%; fermentation 4 days was 74,94%. This research concluded that fermentation ability ofL. plantarumon the infertile eggswith indicators in the increase total L. plantarum, lactid acid content and moisture content, but a decrease in the value of pH during increase ofincubation time and optimum at 4 days incubation.
Key Words : Infertile Eggs, Lactobacillus plantarum, Incubation Time.
xi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xiv
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Telur .......................................................................... Gambaran Umum Telur Infertil .............................................................. Gambaran Umum Bakteri Lactobacillus plantarum ............................... Penggunaan Lactobacillus plantarum pada Produk – Produk Pangan ..
3 6 8 9
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat .................................................................................. Materi Penelitian ..................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................... Analisis Data ...........................................................................................
12 12 12 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah L. plantarumpada Telur Infertil Fermentasi ............................... Nilai pH ................................................................................................... Kandungan Asam Laktat ......................................................................... Kadar Air ................................................................................................
17 19 21 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. Saran........................................................................................................
26 26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
27
LAMPIRAN ...................................................................................................
31
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
38 xii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Komposisi Telur Ayam Tiap 100 Gram ..............................................
4
2. Persyaratan Mutu Mikrobiologis ..........................................................
6
3. Jumlah L. plantarum, pH, Nilai Kandungan Asam Laktat, dan Kadar AirTelur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda. ...........
17
xiii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Potongan Melintang Telur ....................................................................
4
2. Lactobacillus plantarum.......................................................................
8
3. Diagram Alir Penelitian........................................................................
15
4. Hubungan Peningkatan Asam Laktat terhadap Penurunan nilai pH ....
20
5. Hubungan Peningkatan L. plantarum terhadap Peningkatan Kandungan Asam Laktat ......................................................................
22
6. Hubungan Peningkatan L. plantarum terhadap Peningkatan Kadar Air .........................................................................................................
23
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Jumlah Lactobacillus planarum Pada Telur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda ..................
31
2. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Nilai pHpada Telur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda .................................................
32
3. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Kandungan AsamLaktat pada Telur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda ...........................
33
4. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Kadar Airpada Telur Infertil dengan Waktu Inkubasiyang Berbeda ..................................................
34
5. Dokumentasi Penelitian ........................................................................
35
xv
PENDAHULUAN Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Telur banyak diminati karena telur adalah sumber protein hewani yang murah dan mudah didapatkan oleh semua kalangan masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur juga memiliki asam amino yang seimbang, lemak esensial, beberapa mineral dan vitamin. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk pauk maupun bahan dasar dalam pengolahan pangan lanjutan, namun di industri penetasan terdapat telur yang tidak dapat menetas yang disebut telur infertil. Telur infertil adalah hasil candling pada proses penetasan menggunakan mesin tetas. Telur infertil tidak dapat menetas karena dalam proses produksinya telur tersebut tidak terbuahi. Pemanfaatan telur infertil memiliki keterbatasan penggunaan sebagai bahan dalam pengolahan pangan lanjutan seperti pembuatan sponge cake, kue kering, mayonnaise, ice cream karena komponen putih telur dan kuning telur menyatu, namun pada pengolahan pangan lainnya yang tidak memerlukan pemisahan komponen telur (putih telur dan kuning telur), telur tersebut layak digunakan. Penggunaan telur infertil dapat diimbangi peningkatan kualitas produk sehingga dapat menjadi komoditi yang berdaya saing tinggi dengan cara fermentasi. Hasil fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional yang baik untuk kesehatan, memudahkan penyerapan, memperpanjang masa simpan produk. Teknologi fermentasi merupakan salah satu metode untuk pengembangan produk (Nahariah et al., 2013). Teknologi fermentasi pada bahan pangan dengan menggunakan mikroba telah banyak dilakukan seperti bakteri jenis Lactobacillus. Pemanfaatan bakteri 1
jenis Lactobacillus antara lain L. helvaticus, L. bulgaricus, L. plantarum maupun kombinasi dari berbagai jenis Lactobacillus telah banyak dilakukan pada produk pangan (Nahariah et al., 2013). Belum banyak penelitian fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum untuk meningkatkan nilai manfaat telur infertil. Fermentasi memiliki peranan penting dalam pemanfaatan telur infertil sebagai produk fermentasi, namun perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan fermentasi Lactobacillus plantarum pada telur infertil
berdasarkan waktu
inkubasi. Berdasarkan kajian di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengevaluasi kemampuan fermentasi Lactobacillus plantarum pada telur infertil dengan waktu inkubasi yang berbeda. Tujuan
penelitian
ini
adalah
mengetahui
kemampuan
fermentasi
Lactobacillus plantarum pada telur infertil dengan waktu inkubasi yang berbeda. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi ilmiah baik bagi mahasiswa, dosen, masyarakat, dan industri penetasan dalam memanfaatkan telur infertil sebagai media fermentasi L. plantarum dengan waktu inkubasi yang berbeda.
2
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Telur Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat karena telur merupakan bahan pangan yang mengandung zat–zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna (Sudaryani, 2003). Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat dan bergizi tinggi. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya (Asih, 2010). Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2–0,4 mm yang berkapur dan berpori– pori. Bagian sebelah dalam kulit telur, ditutupi oleh dua lapisan yang menempel satu dengan yang lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang tumpul membentuk kantung udara. Putih telur atau albumen merupakan bagian telur yang berbentuk seperti gel, mengandung air dan terdiri atas empat fraksi yang berbeda–beda kekentalannya. Bagian putih telur yang terletak dekat kuning telur lebih kental dan membentuk lapisan yang disebut kalaza (kalazaferous). Kalaza ini berbentuk tali yang bergulung dan yang satu menjulur ke arah ujung tumpul, dan yang lain ke arah ujung lancip dari telur. Kalaza ini dapat mempertahankan kuning telur pada telur segar berada di tengah–tengah telur (Winarno, 2002). Telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang, putih telur atau albumin, dan kuning telur. Bagian - bagian telur secara rinci disajikan pada Gambar 1.
3
Gambar 1. Potongan melintang telur (Suprapti, 2002). Keterangan gambar : 1. Kulit luar (shell) dengan lapisan tipis di bagian luar (mucus). 2. Selaput tipis yang menempel pada shell selaput tipis lain yang melekat pada putih telur (membrane). 3. Lapisan putih telur (egg white) pada 2 tempat, dekat dengan kulit (3a) dan yang dekat dengan kuning telur (3b) kondisinya lebih encer. 4. Lapisan putih telur kental (diapit 2 lapisan putih telur encer). 5. Kuning telur (yolk). 6. Titik benih (lembaga) atau germ spot. 7. Tali pengikat kulit telur (chalazeae). 8. Rongga udara (air space). 9. Lapisan luar kuning telur (vitellin). Telur mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.
Komposisi telur ayam ras disajikan pada
Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Telur Ayam Tiap 100 Gram Putih Telur Kuning Telur Komponen Air (%) 88,57 Protein (%) 10,30 Lemak (g) 0,03 Karbohidrat (g) 0,65 Abu (g) 0,55 Sumber: Winarno (2002)
48,50 16,15 34,65 0,60 1,10
Telur utuh 73,70 13,00 11,50 0,65 0,90 4
Di Indonesia kebanyakan telur diperdagangkan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Kesulitan dalam pengolahan telur diantaranya karena sifat – sifatnya, antara lain (Hadiwiyoto, 1983) : a. Kulit telur sangat mudah pecah, retak, dan tidak dapat menahan tekanan mekanis yang besar, sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar pada suatu wadah. b. Telur tidak mempunyai bentuk ukuran yang sama besar, sehingga bentuk elipnya memberikan masalah untuk penanganan secara mekanis dalam suatu sistem yang kontinyu. c. Kelembaban udara relatif dan suhu dapat mempengaruhi mutunya terutama kuning telur dan putih telurnya yang menyebabkan perubahan– perubahan secara kimiawi dan bakteriologis. d. Mutu isi yang baik, namun kenampakan luar berpengaruh dalam penjualan telur, terutama mempengaruhi harga. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas telur ayam, diantaranya perbedaan kelas, strain, famili, kandungan zat gizi pakan, penyakit, umur dan suhu lingkungan (Sudaryani, 2003).
Telur dapat mengalami kerusakan, baik
kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam. Telur harus mendapatkan cara pengawetan dan penyimpanan yang baik agar kualitas telur tetap terjaga (Haryoto, 1993; Jawet et al., 1996).
Jumlah mikroba dalam telur makin
meningkat sejalan dengan lamanya penyimpanan. Mikroba ini akan mendegradasi atau menghancurkan senyawa–senyawa yang ada di dalam telur menjadi senyawa 5
berbau khas yang mencirikan kerusakan telur (Winarno, 2002). Persyaratan mutu mikrobiologis telur disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Persyaratan Mutu Mikrobiologis Telur No. Jenis Cemaran Mikroba Satuan 1.
Total Plate Count CFU/g (TPC) 2. Coliform CFU/g 3. Escherichia coli MPN/g 4. Salmonella sp Per 25 gr Sumber : BSN (2008).
Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) 1 x 105 1 x 102 5 x 101 Negatif
Cara mempertahankan mutu telur yaitu dengan mencegah penguapan air dan terlepasnya gas – gas lain dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menutup pori – pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan (Winarno, 2002). Gambaran Umum Telur Infertil Telur infertil merupakan telur hasil seleksi (candling) dari perusahaan penetasan (hatchery) yang tidak bisa ditetaskan karena dalam proses produksinya telur tersebut tidak terbuahi. Telur infertil biasanya telah diseleksi dan dipisahkan dari mesin penetas pada hari ke-10 penetasan. Secara fisik kualitas telur ini sudah turun karena komponen putih telur (albumen) dan kuning telur (yolk) sudah menyatu namun masih layak untuk dikonsumsi. Telur infertil biasanya dijual ke konsumen dengan harga sangat rendah dibanding dengan telur segar (Ningrum et al., 2013). Telur infertil yang diperoleh dari proses candling pada saat penetasan telur menggunakan mesin tetas jumlahnya dapat mencapai 26,7% dari total telur yang 6
masuk ke dalam mesin tetas. Apabila kapasitas mesin tetas yang digunakan mencapai ribuan, maka telur infertil yang diperoleh juga akan banyak (Almunifah, 2013). Telur infertil (telur tidak dibuahi) yang berpeluang cukup besar sebagai telur konsumsi, pada beberapa penetasan di Kalimantan Selatan berkisar antara 7,7526,02% (Wasito dan Rohaeni, 1994). Winarti dan Triyantini (2005) melaporkan bahwa telur infertil pada penetasan itik di kecamatan Kretek Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta sebesar 20%, dengan kapasitas 6.500–7000 butir/periode penetasan, maka setiap periode penetasan (28 hari) dihasilkan sekitar 1.300–1.400 butir telur infertil. Seleksi telur infertil pada penetasan biasanya dilakukan pada hari ke-2 penetasan atau pada hari ke-5, tergantung dari kebiasaan/pengetahuan penetas. Telur infertil pada penetasan dengan mesin tetas biasanya dimanfaatkan sebagai telur konsumsi namun belum diketahui mutunya. Proses penetasan menggunakan mesin tetas biasanya diperoleh telur ayam infertil pada saat candling.
Telur infertil dideteksi dengan cara diteropong
(candling) menggunakan cahaya. Telur infertil akan tampak terang saat candling. Telur yang nampak terang saat proses candling sebenarnya tidak hanya telur infertil saja tetapi juga telur yang embrionya mengalami mati dini, namun pada proses candling semua telur tampak terang disebut sebagai telur infertil karena penampakannya sama (Nuryati et al., 2002). Telur infertil hasil candling pada proses penetasan menggunakan mesin tetas tergolong telur yang sudah tidak segar lagi karena sudah mengalami pengeraman hingga berhari-hari dengan suhu 38oC. Faktor lingkungan atau kondisi pengeraman serta waktu pengeraman telur dapat mempengaruhi sifat 7
telur. Telur biasanya dimanfaatkan sebagai telur konsumsi dan sebagai bahan pada industri pengolahan pangan. Sebagai telur konsumsi, zat gizi di dalam telur tersebut perlu diperhatikan (Almunifah, 2013). Nuryati et al. (2002) menyatakan telur tampak terang pada saat candling disebabkan karena telur infertil atau embrio dalam telur mengalami mati dini. Telur infertil sendiri dapat disebabkan karena perbandingan antara pejantan dan induk kurang seimbang pada saat proses pembuahan, gizi pejantan dan induk ayam kurang sempurna (vitamin A dan E), umur pejantan dan induk yang terlalu tua atau muda, dan kurang aktif atau kualitas sperma kurang baik. Embrio di dalam telur mengalami mati dini disebabkan karena faktor penyimpanan telur tetas yang kurang baik dan penyimpanan terlalu lama, serta fumigasi terlalu lama atau dosis fumigan terlalu tinggi juga dapat menjadikan embrio telur mati dini. Gambaran Umum bakteri Lactobacillus plantarum
Bakteri L. plantarum adalah bakteri asam laktat yang termasuk dalam filum Firmicutes,
ordo
Lactobacillales,
famili
Lactobacillaceae,
dan
genus
Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan bentuk batang, umumnya dalam berbentuk rantai pendek (Pelczar dan Chan, 2008; Fardiaz, 1993; Tamine and Robinson, 1985; Buckle et al., 1987). Lacobacillus plantarum disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Lactobacillus plantarum (Anonim, 2009) 8
Lactobacillus plantarum bersifat Gram positif, non motil, dan berukuran 0,6-0,8 μm x 1,2-6,0 μm. Bakteri ini memiliki sifat antagonis terhadap mikroorganisme penyebab kerusakan makanan seperti Staphylococcus aureus, Salmonella, dan Gram negatif. Lacobacillus plantarum bersifat toleran terhadap garam, memproduksi asam dengan cepat dan memiliki pH ultimat 5,3 hingga 5,6 (Buckle et al., 1987). Lactobacillus plantarum dalam keadaan asam memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk (Delgado et al., 2001). Lactobacillus plantarum merupakan jenis bakteri yang bersifat proteolitik yang dapat mengurai senyawa protein menjadi senyawa yang lebih sederhana untuk
memperoleh
nutrisi
bagi
pertumbuhan
bakteri
(Rostini,
2007).
Lactobacillus plantarum yang merupakan bakteri asam laktat (BAL) juga menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antimikroba yang mampu menghambat bakteri Gram negatif (Indarwati et al., 2010; Jenie dan Rini, 1995). Pertumbuhan L. plantarum dapat menghambat kontaminasi dari mikrooganisme patogen dan penghasil racun karena kemampuannya menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH substrat, selain itu BAL dapat menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi sebagai antibakteri (Suriawiria, 1983). Penggunaan Lactobacillus plantarum pada Produk – Produk Pangan
Fermentasi adalah proses secara aerob maupun anaerob yang menghasilkan berbagai produk dengan melibatkan aktivitas mikroba terkontrol (Darwis dan Sukara, 1989). Proses fermentasi akan mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa oleh aktivitas kultur starter sehingga akan mengurangi gangguan pencernaan bila mengkonsumsinya (Afriani, 2010). 9
Penelitian yang dilakukan Sunarlim et al. (2007) mengenai fermentasi susu dengan bakteri L. plantarum menunjukkan bahwa kadar air pada fermentasi susu tersebut adalah 79,26 % dengan pH asam yaitu 4,55 dan total asam laktat sebesar 0,69 % sedangkan total BAL sebesar 6,39 CFU/ml. Penelitian Afriani (2010) menunjukkan bahwa fermentasi dadih susu kerbau dengan bakteri L. plantarum memiliki total asam laktat sebesar 0,51 % sedangkan total BAL sebanyak 1,19 x 1013 CFU/ml dengan pH asam yaitu 4,2. Penelitian
Indarwati
et
al. (2010) mengenai
penggunaan bakteri
L. plantarum pada tempe menunjukkan bahwa keberadaan bakteri asam laktat dapat menurunkan pH larutan sehingga dapat mengurangi kontaminasi. Penelitian ini menggunakan kombinasi konsentrasi penambahan bakteri L. plantarum dan waktu perendaman sehingga menghasilkan total bakteri asam laktat yang maksimum dan nilai minimum untuk E. coli. Hasil perlakuan terbaik yang didapatkan, yaitu konsentrasi penambahan bakteri L. plantarum sebesar 109 CFU/ml dan waktu perendaman selama 9 jam diperoleh produk akhir berupa tempe probiotik dengan total bakteri asam laktat sebesar 3,2 x 106 CFU/ml. Zubaidah dan Irawati (2010) melaporkan bahwa mocaf yang dihasilkan dari kultur campuran dan waktu inkubasi 48 jam mempunyai hasil lebih baik daripada kontrol (tepung ubi kayu tanpa fermentasi). Hasil fermentasi mocaf dengan menggunakan
L.
plantarum
yaitu
nilai
viskositas
meningkat
dengan
meningkatnya waktu inkubasi dan jenis kultur. Semakin bertambahnya waktu maka meningkat pula aktivitas enzim dalam mendegradasi pati, sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan, akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori. Keadaan ini menyebabkan penguapan air selama proses 10
pengeringan semakin mudah, dengan demikian kadar air tepung mocaf semakin menurun dalam jangka waktu pengeringan yang sama. Lama fermentasi 18, 24, dan 30 jam pada putih telur ayam ras dapat meningkatkan jumlah populasi bakteri
L. plantarum (Log10 CFU/ml) yaitu
masing-masing 5,88; 6,04; 6,13, menurunkan nilai pH sebesar 7,69 pada waktu fermentasi 18 jam, 6,43 selama fermentasi 24 jam dan 6,35 pada lama fermentasi 30 jam dan meningkatkan total asam titrasi (%) selama proses fermentasi 18, 24, dan 30 jam masing-masing sebesar 0,08; 0,17; 0,17 (Nahariah et al., 2013).
11
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – Januari 2015, bertempat di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Daging dan Telur Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung sampel, tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, micropipet, tip, spoit, timbangan analitik, gelas ukur, inkubator, biuret, spatula, autoclave, colony counter, vortex, pH meter, magnetic stirrer, PCR Hood, rak tabung, tube shaker. Bahan yang digunakan adalah telur ayam ras infertil masa pengeraman 18 hari yang diambil dari PT. Japfa Comfeed Tbk. Cabang Maros sebanyak 45 butir, kultur bakteri Lactobacillus plantarum FNCC 0027 koleksi Laboratorium Mikrobiologi Pusat studi Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Nutrient agar, MRS (Man Rogosa Sharpe) broth, aluminium foil, sari tomat, akuades, alkohol, NaCl 0,89%, NaOH 0,1 N, PP (fenolpthalein), larutan buffer pH 4 dan pH 7. Metode Penelitian A. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan.
12
Telur infertil yang digunakan sebanyak 45 butir. Tiap perlakuan memerlukan 5 butir telur. Perlakuan tersebut terdiri dari : F0 : Waktu inkubasi 0 hari. F2 : Waktu inkubasi 2 hari. F4 : Waktu inkubasi 4 hari. B. Prosedur Penelitian Propagasi kultur. Lactobacillus plantarum FNCC 0027 disimpan pada media De Man Ragosa Sharpe (MRS) agar. Perbanyakan kultur dengan melakukan pembuatan sub kultur. Pembuatan sub kultur dilakukan dengan memindahkan culture stock ke dalam media cair MRS broth yang telah ditambahkan ekstrak tomat 20% dan diinkubasi selama 24 jam (Pramono et al., 2003). Kultur yang telah disimpan pada media MRS broth diinokulasikan sebanyak 10% ke dalam putih telur yang mengandung 20% ekstrak tomat untuk menghasilkan kultur kerja (Nahariah et al., 2013). Preparasi Sampel. Sampel telur dipisahkan dari kulitnya kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel. Sampel sebanyak 100 ml dihomogenkan dan selanjutnya disterilisasi menggunakan ultraviolet dengan menempatkannya dalam PCR Hood selama 15 menit. Sampel yang telah steril ditambahkan kultur kerja sebanyak 10 ml dan selanjutnya dihomogenkan dengan tube shaker, sampel selanjutnya diinkubasi sesuai perlakuan penelitian.
13
C. Parameter yang Diukur Perhitungan Jumlah L. plantarum (Nahariah et al., 2013). Pengujian jumlah L. plantarum dilakukan dengan metode cawan tuang. Sampel telur sebanyak 1 ml yang akan diuji diencerkan dalam larutan 9 ml NaCl 0,86% dan dihomogenkan menggunakan vortex. Pengenceran dilakukan dari 10-1 sampai 10-8. Selanjutmya, setiap pengenceran dipupuk pada cawan petri yang berisi medium Nutrient agar dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Cawan yang memberikan hitungan koloni 30 – 300 dipakai sebagai perhitungan koloni. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Pengukuran pH (Apriyantono et al., 1989). pH meter dinyalakan dan dinetralkan selama 15 - 30 menit dan distandarisasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Elektroda pH meter kemudian dibilas dengan akuades lalu dikeringkan dengan kertas tissu. Sampel dapat diukur setelah pH meter dikalibrasi. pH meter dicelup pada sampel lalu dibiarkan sampai angka pH meter stabil. Nilai tertera pada layar monitor pH meter. Setelah dilakukan pengukuran, pH meter kemudian dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissu. Pengujian Kandungan Asam Laktat (metode titrasi). Keasaman dapat dianalisis dengan metode titrasi dengan cara 10 ml suspensi ditambah tiga tetes fenolpthalein, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N (AOAC, 2005). Rumus yang digunakan adalah: ml NaOH x N NaOH x 0,09 % asam laktat =
x 100 % Berat sampel
14
Analisa Kadar Air (AOAC, 2003). Kadar air ditentukan dengan mengeringkan sampel sebanyak 20 ml ke dalam oven pada suhu 1020C kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan selama 24 jam. Kadar air dihitung dengan rumus: W1 – W2 % Kadar air =
x 100 % W1
Keterangan
:
W1 : Berat awal sampel W2 : Berat setelah kering
Diagram alir penelitian fermentasi telur infertil menggunakan bakteri L. plantarum dengan waktu inkubasi yang berbeda disajikan pada Gambar 3. Telur infertil masa pengeraman 18 hari Inokulasi L. plantarum ke media cair MRS broth + 20% ekstrak tomat dan diinkubasi selama 24 jam
Memasukkan dalam botol sampel
Mensterilisasi dengan ultraviolet di dalam PCR Hood selama 15 menit
Inokulasi kultur L. plantarum 10% ke putih telur ayam ras + 20% ekstrak tomat dan diinkubasi selama 24 jam
Inokulasi kultur kerja L. plantarum (106) Sesuai waktu inkubasi
Parameter Uji Kandungan Asam Laktat
Perhitungan jumlah L. plantarum Uji pH
Uji Kadar Air
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian. 15
Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan Analisis Ragam berdasarkan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991) dengan tiga
perlakuan dan tiga kali ulangan. Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + εij i = 1, 2, 3, …i = perlakuan j = 1, 2, 3…j = ulangan Keterangan : Yij = variabel respon pengamatan µ = nilai rata – rata hasil pengamatan τi = pengaruh waktu inkubasi telur infertil ke-i εij = Pengaruh galat percobaan dari waktu inkubasi telur infertil ke-i dan ulangan ke-j Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Least Significant different (LSD) (Gaspersz, 1991).
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi kemampuan fermentasi bakteri L. plantarum pada telur infertil melalui perhitungan jumlah bakteri yang dapat tumbuh dan hasil metabolismenya antara lain pengukuran pH, kadar air, dan kandungan asam laktat yang terbentuk selama proses fermentasi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah L. plantarum, pH, Nilai Kandungan Asam Laktat, dan Kadar Air Telur Infertil pada Waktu inkubasi yang Berbeda. Waktu Jumlah L. Kandungan inkubasi plantarum pH Asam Laktat Kadar Air (%) (Hari) (Log10 CFU/ml) (%) a a 0 8,37 ± 0,09 7,05 ± 0,11 0,62 ± 0,11a 71,3 ± 0,36a b b b 2 9,31 ± 0,08 5,67 ± 0,44 1,28 ± 0,41 73,21 ± 1,26b 4 9,73 ± 0,07c 5,36 ± 0,11c 2,15 ± 0,27c 74,94 ± 0,57c Rata - rata 9,14 ± 0,69 6,03 ± 0,89 1.35 ± 0,77 73,15 ± 1,82 Keterangan: abc superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01).
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah L. plantarum selama proses fermentasi yang diikuti oleh penurunan nilai pH dan peningkatan kandungan asam laktat dan kadar air. Kecepatan pertumbuhan dan viabilitas bakteri L. plantarum ditentukan oleh kesesuaian dan kandungan nutrisi yang terdapat pada media fermentasi. Jumlah Lactobacillus plantarum pada Telur Infertil Fermentasi Tabel 3 menunjukkan bahwa waktu inkubasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah L. plantarum pada telur infertil sebagai media pertumbuhannya. Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa jumlah L. plantarum berbeda sangat nyata (P<0,01) pada setiap perlakuan waktu inkubasi. Jumlah L. plantarum (log10 CFU/ml) pada telur infertil berbeda sangat nyata meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu inkubasi (hari) 0, 2 dan 4 yaitu 17
sebesar 8,37; 9,31; 9,73. Perbedaan jumlah L. plantarum ditentukan oleh waktu inkubasi. Semakin meningkat waktu inkubasi maka jumlah L. plantarum juga semakin meningkat. Waktu inkubasi 4 hari lebih tinggi dari waktu inkubasi lainnya karena L. plantarum membutuhkan adaptasi yang lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Nahariah et al. (2015), kemampuan bakteri L. plantarum pada telur menunjukkan aktivitas rendah dibandingkan pada produk pangan lainnya, hal ini disebabkan oleh kemampuan L. plantarum mengurai senyawa yang ada pada telur lebih kompleks dan membutuhkan waktu adaptasi yang lebih lama. Promono et al. (2003), kecepatan pertumbuhan didasarkan adanya sumber energi dan nutrisi, serta kondisi lingkungan yang cocok. L. plantarum lebih cepat tumbuh pada media dengan jumlah oksigen yang lebih rendah (Rahman et al.,1992). Beberapa penelitian menunjukkan waktu inkubasi berpengaruh terhadap populasi L. plantarum antara lain bakteri L. plantarum pada dadih susu sapi meningkatkan jumlah L. plantarum (Log10 CFU/ml) dari 6,39 pada fermentasi 0 hari menjadi 7,18 pada fermentasi 7 hari (Syahrir, 2002). Afriani et al. (2011) melaporkan bahwa pada dadih susu sapi yang difermentasi L. plantarum terdapat peningkatan jumlah L. plantarum dari 9,7 x 109 menjadi 0,33 x 1011 selama 48 jam. Nahariah et al. (2013) melakukan penelitian mengenai kemampuan tumbuh L. plantarum pada putih telur ayam ras dengan waktu inkubasi yang berbeda menunjukkan bahwa jumlah L. plantarum (Log10 CFU/ml) pada putih telur terhadap waktu inkubasi 18 jam, 24 jam dan 30 jam fermentasi berturut-turut sebesar 5,884; 6,035; 6,131. Peningkatan jumlah L. plantarum pada fermentasi telur infertil diduga telur infertil memiliki nutrisi seperti karbohidrat dan protein. Winarno (2002), telur 18
mengandung protein 13% dan karbohidrat 0,65%. Bakteri L. plantarum merupakan jenis bakteri yang bersifat proteolitik yang dapat mengubah senyawa protein menjadi senyawa yang lebih sederhana. Senyawa tersebut menghasilkan energi yang dibutuhkan bakteri untuk hidup. Lingkungan yang sesuai termasuk tersedianya nutrisi yang cukup akan meningkatkan produktivitas bakteri selama waktu fermentasi tertentu (Nahariah et al., 2015). Pertumbuhan bakteri pada suatu medium diduga berhubungan erat dengan kemampuan bakteri tersebut dalam memetabolisme nutrisi yang ada terutama kemampuan memecah protein. Selama pertumbuhannya, bakteri asam laktat memecah protein menjadi asam amino dan peptida yang digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan dan perbanyakan sel (Nisa et al., 2008). Nilai pH Tabel 3 menunjukkan peningkatan waktu inkubasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH. Nilai pH menurun seiring dengan peningkatan waktu inkubasi. Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa nilai pH berbeda sangat nyata (P<0,01) pada setiap perlakuan waktu inkubasi. Penurunan tersebut diduga karena terjadi metabolisme L. plantarum dalam menghasilkan asam laktat. Perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada telur infertil sebagai media pertumbuhan L. plantarum menunjukkan penurunan pH berbeda sangat nyata pada waktu inkubasi (hari) 0, 2 dan 4 masing – masing 7,05; 5,67; 5,36. Aktivitas fermentasi dapat menurunkan pH produk juga terjadi pada penelitian Nahariah et al. (2013) mengenai fermentasi putih telur ayam ras selama 18 jam, 24 jam dan 30 jam yang masing-masing sebesar 7,689; 6,434; 6,353. Beberapa penelitian sebelumnya pada produk pangan lainnya antara lain Zubaidah et al. (2010) 19
tentang fermentasi bekatul dan susu skim, rerata nilai pH pada media fermentasi bekatul dan susu skim jam ke- 0 berkisar 6,40-6,43, dan pada jam ke- 12 mengalami penurunan menjadi berkisar 3,93-5,30. Nisa et al. (2008), fermentasi susu kedelai mengalami penurunan nilai pH dari 6,60 menjadi 4,65 setelah dilakukan fermentasi. Nilai pH telur infertil menurun selama fermentasi. Hal ini terjadi karena peningkatan waktu inkubasi juga meningkatkan jumlah dan metabolisme bakteri yang menghasilkan asam laktat sehingga nilai pH menurun. Peningkatan asam laktat terhadap penurunan nilai pH disajikan pada Gambar 4. Nahariah et al. (2013), penurunan pH disebabkan oleh adanya aktivitas fermentasi yang mengubah karbohidrat atau gula dalam bahan makanan menjadi asam dan air serta produk – produk akhir lainnya.
Gambar 4. Hubungan Peningkatan Asam Laktat terhadap Penurunan Nilai pH. Selama proses fermentasi terjadi penurunan derajat keasaman akibat metabolisme mikroba pada media fermentasi, diantaranya asam laktat yang menyebabkan terjadinya penurunan pH. Nisa et al., (2008), asam laktat sebagai produk
utama
fermentasi
mudah
terdisosiasi
menghasilkan
H+
dan 20
CH3CHOHCOO-. Adanya ion H+ semakin mempengaruhi nilai pH, semakin banyak asam laktat yang dihasilkan maka konsentrasi ion H+ semakin meningkat dan terukur dipengukuran pH. Akumulasi asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dapat menurunkan pH media fermentasi. Nilai pH yang terhitung merupakan konsentrasi H+ yang terbebaskan selama proses fermentasi. Kandungan Asam Laktat Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada telur infertil berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan asam laktat. Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa persentase kandungan asam laktat berbeda sangat nyata (P<0,01) meningkat pada setiap perlakuan waktu inkubasi. Peningkatan kandungan asam laktat setelah fermentasi diduga karena hasil metabolisme bakteri L. plantarum. Peningkatan waktu inkubasi juga meningkatan jumlah L. plantarum yang menghasilkan asam lebih tinggi sebagai hasil fermentasi. Perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada telur infertil sebagai media pertumbuhan L. plantarum menghasilkan peningkatan nilai kadar total asam. Nilai kandungan asam laktat selama waktu inkubasi 0 hari sebesar 0,62%; waktu inkubasi 2 hari sebesar 1,28%; waktu inkubasi 4 hari sebesar 2,15%. Produksi asam laktat selama waktu inkubasi mengalami peningkatan karena adanya peningkatan jumlah bakteri pada peningkatan waktu inkubasi yang dapat mengurai senyawa karbohidrat dan protein dalam bahan pangan. Peningkatan jumlah L. plantarum pada telur infertil menghasilkan kandungan asam laktatyang tinggi disajikan pada Gambar 5. Fermentasi secara umum pada bahan pangan memecah karbohidrat sedangkan fermentasi pada telur secara umum dapat 21
memecah protein yang tinggi menjadi asam laktat tergantung jenis bakteri yang digunakan (Nahariah et al., 2015).
Gambar 5. Hubungan Peningkatan Jumlah L. plantarum Terhadap Peningkatan Kandungan Asam Laktat Penelitian yang dilakukan Nahariah et al. (2013) pada putih telur ayam ras menunjukkan peningkatan kandungan asam laktat (%) yang berbeda selama proses fermentasi optimal pada waktu inkubasi 30 jam yaitu sebesar 0,171. Fermentasi pada telur infertil menghasilkan asam laktat yang tinggi daripada putih telur yang difermentasi.
Hal ini terjadi karena jumlah L. plantarum yang
dihasilkan juga rendah diduga adanya nutrisi yang lebih banyak pada telur infertil yang dibutuhkan L. plantarum untuk hidup. Nahariah et al. (2013), perbedaan persentase total asam setiap bahan pangan ditentukan oleh kemampuan mikroba mengurai komponen penyusun bahan pangan tersebut. Pemanfaatan bakteri L. plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% (Afriani et al., 2011). Penelitian sebelumnya pada bahan pangan lainnya oleh Zubaidah et al. (2010) tentang fermentasi bekatul dan susu skim, rerata total asam pada media 22
fermentasi bekatul dan susu skim jam ke- 0 berkisar 0,2340-0,2516% dan pada jam ke-12 mengalami peningkatan menjadi berkisar 0,4065-1,053%. Afriani et al. (2011) melakukan penelitian mengenai fermentasi dadih susu sapi selama 48 jam menghasilkan kandungan asam laktat sebanyak 0,88%. Waktu inkubasi 0 hari, 7 hari, 14 hari menghasilkan kandungan asam laktat masing – masing 0,69%; 1,325; 1,42% (Syahrir, 2002). Kadar Air Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada telur infertil berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air. Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa persentase kadar air berbeda sangat nyata meningkat (P<0,01) sejalan dengan meningkatnya waktu inkubasi. Peningkatan kadar air setelah fermentasi diduga karena hasil metabolisme bakteri
L. plantarum
termasuk air meningkat sejalan dengan meningkatnya waktu inkubasi. Peningkatan jumlah L. plantarum yang menaikkan kadar air telur infertil fermentasi disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan Peningkatan Jumlah L. plantarum terhadap Peningkatan Kadar Air
23
Perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada telur infertil sebagai media pertumbuhan L. plantarum menghasilkan nilai kadar air selama waktu inkubasi 0 hari sebesar 71,3% berbeda nyata meningkat pada waktu inkubasi 2 dan 4 hari, waktu inkubasi 2 hari sebesar 73,21% berbeda nyata pada waktu inkubasi 0 dan 4 hari, waktu inkubasi 4 hari sebesar 74,94% berbeda nyata pada waktu inkubasi 0 dan 2 hari. Hal ini menunjukkan semakin lama waktu inkubasi maka semakin banyak jumlah air yang dihasilkan. Kadar air merupakan hasil metabolisme yang dihasilkan dari proses fermentasi, semakin banyak L. plantarum yang tumbuh maka hasil metabolismenya juga semakin tinggi (Syahrir, 2002). Beberapa penelitian mengenai fermentasi dengan L. plantarum yang dilakukan oleh Afriani et al. (2011) tentang dadih susu sapi yang menghasilkan kadar air sebanyak 73,02% selama fermentasi 48 jam. Penggunaan
bakteri L. plantarum pada
fermentasi bekasam ikan bandeng menghasilkan kadar air 73,01% setelah 5 hari mengalami fermentasi (Zummah dan Wikandari, 2013). Tingginya kadar air diduga adanya aktivitas metabolisme L. plantarum. Waktu inkubasi akan menghasilkan aktivitas amilolitik bakteri asam laktat karena adanya peningkatan jumlah bakteri L. plantarum. Aktivitas amilolitik akan mampu menghidrolisis protein sederhana, dengan adanya hidrolisis protein maka akan dihasilkan glukosa dan gula – gula lain yang lebih banyak, selanjutnya glukosa dan gula tersebut akan diubah menjadi piruvat dengan membebaskan molekul air, sehingga kadar air juga lebih banyak (Zummah dan Wikandari, 2013). Waktu inkubasi menyebabkan semakin meningkatnya kadar air yang terdapat pada telur infertil. Adanya pengaruh metabolisme dari mikroba akan 24
diikuti oleh produk sampingan, salah satunya berupa H2O yang mengakibatkan nilai kadar air meningkat. Semakin lama waktu inkubasi, semakin banyak bakteri membutuhkan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya yang mana protein, lemak, karbohidrat dan komponen lainnya menjadi senyawa yang lebih sederhana, kemudian diserap ke dalam sel sehingga bakteri dapat untuk tumbuh dan berkembang (Melia et al., 2009)
25
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya kemampuan fermentasi L. plantarum pada telur infertil dengan indikator ada peningkatan jumlah bakteri L. plantarum, kandungan asam laktat dan kadar air, namun terjadi penurunan nilai pH selama peningkatan waktu inkubasi, dan optimal pada waktu inkubasi 4 hari. Saran Penggunaan telur infertil sebagai media pertumbuhan bakteri L. plantarum pada waktu inkubasi 4 hari.
26
DAFTAR PUSTAKA Afriani. 2010. Pengaruh penggunaan starter bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum terhadap total bakteri asam laktat, kadar asam dan nilai pH dadih susu sapi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 8(6) : 279-285. Afriani, Suryono, dan H. Lukman. 2011. Karakteristik dadih susu sapi hasil fermentasi beberapa starter bakteri asam laktat yang diisolasi dari dadih asal Kabupaten Kerinci. Agrinak. 1(1) : 36 – 42. Almunifah, M. 2013. Sifat Fungsional Telur Ayam Infertil dari Proses Pengeraman Menggunakan Mesin Tetas dan Aplikasinya pada Pembuatan Produk Sponge Cake. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Anonim. 2009. Lactobacillus plantarum. http:// microbewiki. kenyon.edu/ index. php/lactobacillus_plantarum_and_its_biological_implications.html. Diakses pada tanggal 24 November 2014. AOAC. 2003. Official Methods of Analysis. 17th Ed (2 revision) AOAC Internasional. Gaitherburg, MD. USA. AOAC. 2005. Official Methods of Analysis, 18 edition. Association of Official Analytical Chemists. Washinton. Apriyantono, A., S. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sendarwati dan S. Budiyanto. 1989. Analisa Pangan, Petunjuk Laboratorium, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Asih, N. H. F. 2010. Kualitas Sensoris dan Antioksidan Telur Asin dengan Penggunaan Campuran KCl dan Ekstrak Daun Jati. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 3926:2008 tentang Telur Ayam Konsumsi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton.1987. Ilmu Pangan. Universitas Press. Jakarta. Darwis, A. A. dan E. Sukara. 1989. Teknologi Mikrobial. Pusat antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Delgado, A., D. Brito, P. Fevereiro, C. Peres, and J.F. Marques. 2001. Antimicrobial activity of L. plantarum, isolated from a traditional lactic acid fermentation of table olives. INRA, EDP Science. 81 (1): 203-215. Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Garfindo Pesada. Jakarta. Gaspersz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Arminco. Bandung. 27
Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Hasil – Hasil Olahan : Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Liberty. Yogyakarta. Haryoto. 1993. Pengawetan Telur Segar. Penebar Swadaya. Jakarta. Indarwati, A. R., S. Kumalaningsih, dan Wignyanto. 2010. Penambahan Konsentrasi Bakteri Lactobacillus plantarum dan Waktu Perendaman pada Proses Pembuatan Tempe Probiotik. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang Jawet, Melnick, dan Adelberg’s. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medica. Jakarta Jenie, S. L. dan S. E. Rini. 1995. Aktivitas antimikroba dari beberapa spesies lactobacillus terhadap mikroba patogen dan perusak makanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 7(2) : 46-51. Melia, S., I. Juliyarsi, dan Africon. 2009. Teknologi Pengawetan Telur Ayam Ras dalam Larutan Gelatin dari Limbah Kulit Sapi. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Nahariah, A. M. Legowo, E. Abustam, A. Hintono, Y. B. Pramono, dan F. N. Yuliati. 2013. Kemampuan tumbuh bakteri Lactobacillus plantarum pada putih telur ayam ras dengan lama fermentasi yang berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan. 3(1) : 33-39. Nahariah, A. M. Legowo, E. Abustam, A. Hintono. 2015. Angiotensin IConverting Enzyme Inhibitor Activity on Egg Albumen Fermentation. Asian Australas. J. Anim. Sci. 28(5-6) : http://dx.doi.org/10.5713/ ajas.14.0419 Ningrum, E. M., M. I. Said, dan M. Hatta. 2013. Pengaruh Penggunaan Daging Buah Semu Jambu Mete dan Telur Infertil sebagai Bahan Dasar Pembuatan Abon Telur. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar. Nisa, F. C., J. Kusnadi, dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan deteksi subletal bakteri probiotik pada susu kedelai fermentasi instan metode pengeringan beku (kajian jenis isolate dan konsentrasi sukrosa sebagai krioprotektan). Jurnal Teknologi Pertanian. 9(1) : 40 – 51. Nuryati, L. K. Sutarto, dan S. P. Hardjosworo,. 2002. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. Pelczar, M. J. dan E.C.S. Chan. 2008, Dasar-Dasar Mikrobiologi 2, UI Press. Jakarta. Pramono, Y. B., E. Harmayani, dan T. Utami. 2003. Kinetika pertumbuhan Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus sp pada media MRS cair. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14(1) : 46-50.
28
Rahman, A., S. Fardiaz, W.P. Rahayu, Suliantari dan C.C. Nurwitri. 1992. Bahan Pengajaran: Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rostini, I. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap Masa Simpan Filet Nila Merah pada Suhu Rendah. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. Sunarlim, R., H. Setiyanto, dan M. Poeloengan. 2007. Pengaruh kombinasi starter bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus plantarum terhadap sifat mutu susu fermentasi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Besar Pertanian Veteriner. Bogor. 270-278 Suprapti, L.M, 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin Tepung Telur dan Telur Beku, Kanisius, Yogyakarta. Suriawiria, U. 1983. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung. Syahrir, I.H. 2002. Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Dadih Susu Sapi dengan Kombinasi Starter Lactobacillus plantarum, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus termophillus. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tamine, A. Y. and Robinson, 1985. Yogurt: Science and Technology. Pergamon Press Ltd: Cambridge, England. Wasito dan E. S. Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. Kanisius. Yogyakarta. Winarno, F. G. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. MBrio Press. Bogor. Winarti, E. dan Triyantini. 2005. Peluang telur infertil pada usaha penetasan telur itik sebagai telur konsumsi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. 768-771 Zubaidah, Elok dan M. Irawati. 2010. Pengaruh Penambahan Kultur (Aspergillus niger, Lactobacillus plantarum) dan Lama Fermentasi terhadap Karakteristik Mocaf. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Zubaidah, E, N. Aldina, dan F.C. Nisa. 2010. Studi aktivitas antioksidan bekatul dan susu skim terfermentasi bakteri asam laktat probiotik (Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus casei). Jurnal Teknologi Pertanian 11 (1) : 11 – 17.
29
Zummah, A. dan P. R. Wikandari. 2013. Pengaruh waktu fermentasi dan penambahan kultur starter bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum B1765 terhadap mutu bekasam ikan bandeng (Chanos chanos). UNESA J of Chemistry. 2(3) : 14 – 24.
30
Lampiran 1. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Jumlah Lactobacillus plantarum pada Telur Infertil dengan Waktu inkubasi yang berbeda. ANOVA Dependent Variable: Jumlah L. plantarum (Log10 cfu/ml) Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
2.917a
2
1.459
212.497
.000
751.582
1
751.582
1.095E5
.000
2.917
2
1.459
212.497
.000
Error
.041
6
.007
Total
754.541
9
2.959
8
Corrected Model Intercept Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .981)
LSD Dependent Variable: Jumlah L. plantarum (Log10 cfu/ml)
Mean (I) (J) Difference Perlakuan Perlakuan (I-J) LSD F0
F2
F4
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
F2
-.93833* .067649
.000
-1.10386
-.77280
F4
-1.36267* .067649
.000
-1.52820
-1.19714
F0
.93833* .067649
.000
.77280
1.10386
F4
-.42433* .067649
.001
-.58986
-.25880
F0
1.36267* .067649
.000
1.19714
1.52820
F2
.42433* .067649
.001
.25880
.58986
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .007. *. The mean difference is significant at the .05 level.
31
Lampiran 2. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Nilai pH pada Telur Infertil dengan Waktu inkubasi yang berbeda. ANOVA Dependent Variable: pH Source
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
Sig.
Corrected Model 4.857a
2
2.428
282.360
.000
Intercept
326.886
1
326.886
3.801E4
.000
Perlakuan
4.857
2
2.428
282.360
.000
Error
.052
6
.009
Total
331.795
9
Corrected Total
4.908
8
a. R Squared = .989 (Adjusted R Squared = .986)
LSD Dependent Variable: pH
Mean (I) (J) Difference Std. Perlakuan Perlakuan (I-J) Error LSD F0
F2
F4
95% Interval
Confidence
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
F2
1.3800*
.07572 .000
1.1947
1.5653
F4
1.6900*
.07572 .000
1.5047
1.8753
F0
-1.3800*
.07572 .000
-1.5653
-1.1947
F4
.3100*
.07572 .006
.1247
.4953
F0
-1.6900*
.07572 .000
-1.8753
-1.5047
F2
-.3100*
.07572 .006
-.4953
-.1247
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .009. *. The mean difference is significant at the .05 level.
32
Lampiran 3. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Kandungan asam laktat pada Telur Infertil dengan Waktu inkubasi yang berbeda. ANOVA Dependent Variable: Kandungan Asam Laktat (%) Source
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
Sig.
Corrected Model 3.547a
2
1.773
21.522
.002
Intercept
16.475
1
16.475
199.957
.000
Perlakuan
3.547
2
1.773
21.522
.002
Error
.494
6
.082
Total
20.516
9
Corrected Total
4.041
8
a. R Squared = .878 (Adjusted R Squared = .837)
LSD Dependent Variable: Kandungan Asam Laktat (%)
Mean (I) (J) Difference Std. Perlakuan Perlakuan (I-J) Error LSD F0
F2
F4
Sig.
95% Interval
Confidence
Lower Bound
Upper Bound
F2
-.66300*
.234371 .030
-1.23649
-.08951
F4
-1.53300*
.234371 .001
-2.10649
-.95951
F0
.66300*
.234371 .030
.08951
1.23649
F4
-.87000*
.234371 .010
-1.44349
-.29651
F0
1.53300*
.234371 .001
.95951
2.10649
F2
.87000*
.234371 .010
.29651
1.44349
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .082. *. The mean difference is significant at the .05 level.
33
Lampiran 4. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Kadar Air pada Telur Infertil dengan Waktu inkubasi yang berbeda. ANOVA Dependent Variable: Kadar Air Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
19.872a
2
9.936
14.718
.005
48157.571
1
48157.571
7.133E4
.000
19.872
2
9.936
14.718
.005
Error
4.051
6
.675
Total
48181.494
9
23.923
8
Corrected Model Intercept perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = .831 (Adjusted R Squared = .774)
LSD Dependent Variable:Kadar Air
Mean (I) (J) Difference perlakuan perlakuan (I-J) LSD F0
F2
F4
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
F2
-1.90900* .670878
.029
-3.55058
-.26742
F4
-3.63833* .670878
.002
-5.27991
-1.99675
F0
1.90900* .670878
.029
.26742
3.55058
F4
-1.72933* .670878
.042
-3.37091
-.08775
F0
3.63833* .670878
.002
1.99675
5.27991
F2
1.72933* .670878
.042
.08775
3.37091
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .675. *. The mean difference is significant at the .05 level.
34
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Telur Infertil Pengeraman 18 Hari
Memecahkan Telur
Sterilisasi Sampel Menggunakan PCR Hood
Memasukkan Cairan Telur ke dalam Botol Sampel
Inokulasi Kultur Kerja 35
Pengujian Jumlah L. plantarum
Pengukuran Nilai pH
Pengujian Kadar Total Asam 36
Pengujian Kadar Air
37
RIWAYAT HIDUP
Azmi Mangalisu, lahir pada tanggal 11 November 1993 di Barebbo Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara pasangan Muh. Amin Syuaib dan Nurlaela. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh Penulis adalah TK Perwanida III Bonto di Kecamatan Sinjai Utara Kab. Sinjai yang lulus pada tahun 1999 dan melanjutkan Sekolah Dasar Negeri 105 Bonto Kecamatan Sinjai Utara Kab. Sinjai dan lulus tahun 2005. Kemudian setelah lulus di SDN, Penulis melanjutkan di SMPN 3 Sinjai yang lulus pada tahun 2008, kemudian di SMAN 1 Sinjai, lulus pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur Pedoman Prestasi Belajar (JPPB) di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Saat ini Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Teknologi
Hasil
Ternak Universitas Hasanuddin
(HIMATEHATE_UH), Korps Pecinta Ternak (KOPTER), Ikatan Keluarga Mahasiswa Sinjai (IKMS) dan sebagai asisten mata kuliah Statistika, praktek lapang Ilmu Ternak Perah, praktikum Manajemen Ternak Perah dan praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak (TPHT) di Fakultas Peternakan.
38