JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009
POLA SITOKIN TH1 DAN TH2 PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU
Sri Andarini Indreswari *) *) Staf pengajar Fakultas Kesehatan UDINUS
ABSTRACT Background: Pulmonary Tuberculosis remains a major public health problem, the incidence of disease in Indonesia was ranked third in the world. Mycobacterium tuberculosis infection will tend to activate the point of Th1 than Th2. But the way tuberculosis disease, Th1 and Th2 phenotype are able to move (switch) depending on various conditions. Phenotype activation of Th1 will produce a particular cytokine production patterns include IFN-g, while Th2 produce cytokines including IL-4. IFN-g production from Th2 will suppress IL-4 production from Th2 and vice versa. Therefore, the appearance pattern of production and the dominance of each cytokine are important as a parameter to observe the way infectious diseases, such as tuberculosis. Research examines production of IFN-g and IL-4 in the culture supernatant of Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMC) at the time will start providing treatment with DOTS strategy. Method: The design method is a descriptive observational research on 31 patients who had pulmonary tuberculosis will get treatment DOTS strategy. Production of IFN-g and IL-4 in PBMC cultures supernatant examined by ELISA technique. Result: The mean production of IFN-g in the culture stimulated PBMC with 0.5 µg/ml was 22.51 ± 26.17 for pg/ml, with stimulation of PPD 5 µg/ml was 24.70 ± 26.15 pg/ml. Stimulation of PHA 50 µg/ml was 152.92 ± 54.55 pg/ml, without stimulation was 3.15 ± 6.19 pg/ml. Production of IL-4 was only detectable by PHA stimulation of 15.78±18.70 pg/ml. Key words: Tuberculosis, Interferon -g, Interleukin- 4 (IL-4)
PENDAHULUAN Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit yang sangat penting karena merupakan penyebab kematian nomor 1 dari golongan penyakit infeksi. Meskipun telah dilakukan upaya peningkatan pencegahan dan pengobatan, tuberkulosis masih menjadi masalah utama di seluruh dunia, khususnya di negara sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 2 milyar penduduk dunia telah
terinfeksi kuman mikobakterium tuberkulosis. Kurang lebih terdapat 8-12 juta kasus baru dan sekitar 2- 3 juta manusia meninggal karena tuberkulosis setiap tahunnya. Angka kesakitan di seluruh dunia diperkirakan mencapai 16 sampai 20 juta, 40% nya terdapat di Asia Tenggara. Menurut laporan WHO, estimasi mortalitas tuberkulosis sebesar 170.000 setiap tahunnya. Di Indonesia belum terdapat gambaran
1
Pola Sitokin Th1 dan Th2... - Sri Andarini I. secara pasti angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh tuberkulosis. Tuberkulosis dipandang sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan golongan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan penyebab utama dari penyakit infeksi, hal ini sesuai dengan data dari hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 1995) yang dilakukan di Indonesia. Prevalensi adalah 120 (19992002), 115(2003-2004), 107 per 100.000 penduduk (2005). Insidens penderita baru dengan kriteria BTA + adalah 2,7 per 100.000 penduduk. Laporan WHO menyebutkan sesuai prevalensi tersebut Indonesia merupakan negara dengan urutan ketiga di dunia setelah China dan India, dan merupakan salah satu dari lima negara di dunia dengan akses penduduk untuk memperoleh pengobatan terendah. Estimasi kasus baru di China, India dan Indonesia masing-masing 1.848.000,1.414.000 dan 591.000 pada tahun 1998. Walaupun program pemberantasan tuberkulosis telah dilaksanakan sejak awal Pelita I (tahun 1969), tetapi belum memberikan hasil yang bermakna. Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 69 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun 2000 dengan perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28%. Penelitian terdahulu di 4 propinsi (Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra Selatan dan Sulawesi Tengah) tingkat kesembuhan belum mencapai target yaitu di Kabupaten 60,0%, di Kotamadya 50,2%, sehingga dapat dikatakan tingkat kesembuhan belum mencapai tingkat yang diharapkan. Terdapat banyak faktor yang berhu-
2
bungan dengan kesembuhan penderita, penelitian terdahulu di Yogyakarta menyebutkan rendahnya produksi IFN-d (pola Th1) pada penderita tuberkulosis aktif sebelum pengobatan kemoterapi apabila dibandingkan dengan individu sehat dan penderita penyakit paru non tuberkulosis, akan tetapi tidak terdapat perbedaan pada produksi IL-13 (pola Th2). Penelitian bertujuan menjelaskan bagaimana pola produksi sitokin Th1 dan Th2 (IFN-d dan IL-4) pada penderita tuberkulosis paru sebelum mendapatkan pengobatan dengan strategi DOTS. Limfosit T hanya dapat mengenali antigen asing apabila molekul tersebut diekspresikan bersama molekul MHC. Penyajian antigen oleh MHC kelas I atau kelas II menentukan jenis limfosit yang bereaksi. Antigen peptida dipresentasikan bersama molekul MHC kelas I kepada sel T CD8z , sedangkan MHC kelas II kepada sel T CD4z . Sel Th CD4z yang telah mengenal peptida tersebut akan diaktifkan menuju jalur yang berbeda berdasarkan konsep proliferasi Th1 dan Th2. Jenis penyakit karena infeksi mikroorganisme tertentu mempengaruhi fenotip respon tertentu pula. Infeksi dengan mikobakterium tuberkulosis cenderung mengaktifkan jalur Th1 dari pada Th2. Namun dalam perjalanan penyakit TBC fenotipe Th1 dan Th2 dapat saling bergeser (switching) tergantung dari berbagai kondisi, misalnya keparahan penyakit, pengaruh pengobatan dan sebagainya. Aktivasi fenotipe Th1 menghasilkan pola produksi sitokin antara lain IFN-d, sedangkan fenotipe Th2 menghasilkan sitokin antara lain IL-4. Secara teori produksi IFN-d dari Th1 akan menekan produksi IL-4 dari Th2 dan sebaliknya. Oleh karena itu pemunculan produksi serta dominasi masing-masing sitokin penting sebagai parameter untuk mengamati perjalanan penyakit infeksi, dalam hal ini khususnya TBC paru. Penelitian hanya mengamati kapasitas produksi IFN-d dan IL-4 di dalam kultur supernatan PBMC pada awal
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 pengobatan, pada waktu penderita akan memulai pengobatannya dengan strategi DOTS. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengamati bagaimana produksi kedua sitokin tersebut pasca 2 bulan atau 6 bulan pengobatan. METODA Subyek penelitian adalah penderita baru TBC paru dengan pemeriksaan BTA (+) berobat jalan, pada awal pengobatan dengan
strategi DOTS. Penelitian dilaksanakan di BP4 (Balai Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Paru) Semarang, Puskesmas Banget Ayu, Mangkang Wetan, Lebdosari, Krobokan, Bandarharjo, Candi Lama, Ngesrep, Ngaliyan, Tambak Aji, Tlogosari Kulon, dan Karang Doro, di Semarang. Penemuan kasus baru terbanyak didapatkan di BP4, beberapa penderita melanjutkan pengobatannya di Puskesmas dengan alasan dekat dengan tempat tinggalnya.
Tabel 1. Distribusi sampel menurut kelompok umur ( N = 31) Umur (tahun)
Responden (%)
18-23 24-29 30-35 36-41 42-47 48-53 54-58
6 (19,3 ) 7 ( 23,3) 4 (12,9 ) 4 (12,9 ) 4 (12.9 ) 0 6 (19,3 )
Jumlah
31 (100 )
(X ± 1SD)= 35,77± 12,49 tahun
Tabel. 2. Distribusi sampel menurut jenis kelamin Jenis kelamin
Responden (%)
Laki-laki Perempuan
18 (58,1) 13 (41,9)
Jumlah
31 (100)
Tabel 3. Distribusi sampel menurut BMI ( N=31 ) BMI (kg/m²)
Responden (%)
Sangat kurus ( < 17,0) Kurus (17,0 – 18,4) Normal (18,5 – 25) Gemuk (> 25,1)
9 (29,03 ) 11 (35,48 ) 11 (35,48) 0
Jumlah
31 (100)
(X ± 1SD) = 18,01 ± 2,04
3
Pola Sitokin Th1 dan Th2... - Sri Andarini I. Rancangan penelitian adalah deskriptif observasional. Dilakukan pemeriksaan sitokin (IFN-d dan IL-4) pada 31 penderita tuberkulosis paru dengan pengobatan strategi DOTS (pada awal dimulainya pemberian pengobatan). Pemeriksaan sitokin dengan teknik ELISA setelah dilakukan kultur limfosit dan stimulasi dengan PPD 0,5 ug/mL, PPD 5 ug/mL, PHA 50 ug/mL, dan tanpa stimulasi. Teknik Elisa yang dilakukan dimulai dari pengambilan darah vena yang diambil dari vena mediana cubiti, kemudian dimasukkan ke dalam tabung vacuette heparin sebanyak 5 cc. PBMC yang merupakan hasil dari isolasi limfosit diperoleh dari pengenceran darah heparin (2000u heparin/100 mL) dengan larutan Hank’ BSS, kemudian ditambah larutan ficolhypaque. Kemudian jumlah sel di dalam bilik dihitung, dengan rumus jumlah leukosit per mL = n x 20 x 5 x 10³. Resuspensi pelet dalam 1 mL larutan RPMI + 10% FBS (Fetal Bovine Serum). Larutan RPMI terdiri dari 500 mL medium RPMI 1640 1x, 10 ml larutan penisilin
Tabel 4.
+ streptomisin, 5000 Iu penisilin/mL, 5000 ug streptomisin/mL, dan 7,5 mL larutan glutamine 200 na M (23-29 mg/mL). Transformasi limfosit dilakukan dengan mempersiapkan suspensi limfosit 2 x 10v sel/ mL, mitogen PHA 1/100 (5 mg/mL = stok) = 50 ug/mL, Antigen PPD 0,5 ug/mL, antigen PPD 5 ug/mL. Di dalam tiap sumur diisikan 100 uL (2x10u ) suspensi sel. Kemudian dimasukkan ke dalam inkubator 37º C dengan CO2 5%. Untuk mitogen dieramkan selama 2 hari, sedangkan untuk antigen dieramkan selama 5 hari. Supernatan dikumpulkan, dilakukan pengenceran 2x di dalam tabung Eppendorf, kemudian dimasukkan ke dalam almari pendingin –20º C sampai dipergunakan. Kemudian dilakukan pengukuran produksi IFN-ddan IL-4. Kadar absorbansi IFN-d dan IL-4 pada supernatan dihitung dengan mempergunakan ELISA kit, dimana kit yang dipergunakan adalah Pelikine Compact Human IL-4 ELISA Kit (Sanquin), Cat. Product No. M 1914, serta Pelikine Compact Human IFN-y ELISA Kit (
Rata-rata produksi IFN-” Mean ±1SD pg/mL
Responden
Sampel (31)
PPD 0,5 ug/mL
PPD 5 ug/mL
PHA 50 ug/mL
Kontrol
22,51 ±26,17
24,70 ± 26,15
152,92 ± 54,55
3,15 ± 6,19
Tabel 5. Rata-rata produksi IL-4 Mean ±1SD pg/mL, Responden
Sampel (31)
PPD 0,5 ug/mL
PPD 5 ug/mL
PHA 50 ug/mL
Kontrol
TD
TD
15,78 ± 18,79
TD
TD: tidak dapat diukur ( produksi tidak terdeteksi)
4
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 Sanquin), Cat. Product No. M 1933. Sampel dan standar dimasukkan ke dalam immunoplates/well (sumur) yang telah dberi pre-coated dengan anti IFN-d dan anti IL-4 mAb(monoclonal antibody). Kemudian dilakukan pencucian tiga kali dengan Elisa Washer. Pengukuran dapat dilakukan setelah ditambahkan streptavidine-poly-HRP conyugate ke dalam semua sumur. Setelah itu dilakukan pencucian sebanyak 4 kali, kemudian reaksi diberhentikan dengan memberikan stop-solution ke dalam semua sumur. Akan terjadi perubahan warna yang stabil maksimal dalam waktu 30 menit. Plate dapat dibaca pada Elisa reader 450 nm. Konsentrasi/produksi IFN-d dan IL-4 dihitung dengan program excell pada komputer dengan membuat suatu grafik linear untuk masingmasing plate. Hasil yang diperoleh dikalikan 2x oleh karena telah dilakukan pengenceran. IFNd standar telah dikalibrasi oleh WHO (IFN-d 88/606 National Institute for Biological Standards and Controls, Potters Bar, Hertfordshire, UK (WHO unit = 53 pg IFN-d). IL-4 standar telah dikalibrasi oleh WHO (IL-4 88/656 National Institute for Biological Standards and Controls, Potters Bar, Hertfordshire, UK (WHO unit = 100 pg IL-4). Pemeriksaan BTA dengan pengecatan Ziehl Neelsen . HASIL PENELITIAN Jumlah subyek penelitian yang dianalisis adalah 31 sampel. Rata-rata Laju Enap Darah (LED) 1 jam sebesar 100 ± 27,17 sedangkan LED 2 jam sebesar 114 ± 22,28. Rata-rata kadar hemoglobin (Hb) adalah sebesar 11,41 ± 12,49 gr%. Sampel penelitan rata-rata berumur 35,77 ± 12,49 tahun, dengan umur termuda 18 tahun dan tertua 58 tahun (Tabel 1). Penderita laki-laki (58,1%) lebih banyak dibandingkan dengan penderita perempuan (41,9%) (Tabel 2). BMI penderita dengan katagori kurus sekali
(< 17 kg/m²) dan kurus (17-18,4 kg/m²) sebesar 64,52%. Penderita dengan BMI normal (18,5- 25,0 kg/m²) sebesar 35,48% .Ratarata BMI sebesar 18,01 ± 2,04 (Tabel 3). Rerata produksi sitokin IFN-d dan IL-4 adalah: produksi IFN-d dengan stimulasi PPD 0,5 ug/mL sebesar 22,51 ± 26,17 pg/mL. Dengan stimulasi PPD 5 ug/mL sebesar 24,70 ± 26,15 pg/mL. Dengan stimulasi PHA 50ug/mL 152,92 ± 54,55 pg/mL. Tanpa stimulasi 3,15 ± 6,19 pg/mL . Sedangkan produksi IL-4 dengan stimulasi PPD 0,5 dan dengan stimulasi PPD 5 ug/mL tidak terdeteksi. Dengan stimulasi PHA 50 ug/mL 15,78 ± 18,70 pg/mL. Tanpa stimulasi tidak terdeteksi. (Tabel 4 dan Tabel 5) PEMBAHASAN Dari penelitian ini didapatkan proporsi indeks masa tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) penderita dengan katagori kurus dan kurus sekali sebesar 64,52%. Rata-rata BMI 18,01 ±2,04 kg/m². Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu di Jakarta yang menyebutkan BMI penderita TBC (18,1±3,1 kg/m²), 20% lebih rendah dibandingkan dengan subyek sehat. Peneliti lain menyebutkan hasil penelitian di Jakarta ( daerah perkotaan) bahwa BMI penderita TBC subnormal, pada umumnya mempunyai status nutrisi yang kurang, hidup dalam perumahan padat, serta mempunyai perilaku kesehatan yang kurang baik. Penderita dengan jenis kelamin laki- laki (58,1%) ditemukan lebih banyak daripada penderita dengan jenis kelamin perempuan (41,9%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyebutkan gena kromosom x sebagai gena pembawa kerentanan terhadap tuberkulosis paru.y Usia rata-rata penderita 35,30 ±11,64 tahun, hal ini mengindikasikan bahwa penyakit ini terdapat rata-rata terdapat pada usia muda, dimana hal ini sangat merugikan apabila dilihat dari aspek produktivitas kerja yang pada akhirnya akan
5
Pola Sitokin Th1 dan Th2... - Sri Andarini I. berdampak pada suatu keadaan sosial ekonomi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan terhadap produksi IFN-d oleh karena IFN-d dapat mewakili sitokin yang berfungsi sebagai aktivator terhadap makrofag yang berperan sebagai efektor reaksi imun seluler (CMI), khususnya Th1 terhadap infeksi mikobakterium tuberkulosis yang bersifat intraseluler. Pada seluruh sampel ditemukan rerata kapasitas produksi IFN-d di dalam supernatan kultur PBMC tanpa stimulasi yang tetap rendah (3,15 ± 6,19 pg/ml), hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan produksi IFN-d rendah sebelum pengobatan dan tetap rendah pasca 12 bulan pengobatan. Penelitian di Yogyakarta (Indonesia) menyebutkan produksi IFN-d pada PBMC penderita tuberkulosis paru aktif lebih rendah dibandingkan dengan kontrol sehat dan penderita penyakit paru non TBC. Penderita dengan penyakit lebih ringan mempunyai produksi IFN–d lebih tinggi dibandingkan dengan penderita dengan penyakit sedang atau berat. Setelah terapi dengan strategi DOTS produksi IFN-d menjadi normal sejalan dengan perkembangan penyakit. Respon imun seluler khususnya terhadap mikroorganisme intraseluler dapat berlangsung melalui beberapa mekanisme yaitu (a) melalui sel T CD8z setelah bereaksi dengan MHC kelas I, dapat melisiskan sel yang terinfeksi.(b) Melalui sel NK yang tanpa mengenal antigen yang bersangkutan dan tanpa melalui MHC dapat melisiskan sel yang terinfeksi. (c) Melalui ADCC yang memerlukan antibodi sebagai opsonin. Tetapi unsur utama respon imun seluler adalah sel T yang diaktifkan oleh APC. Sel T CD4z maupun sel T CD8z memberikan respon terhadap antigen mikroba yang dipersentasikan sebagai peptide bersama MHC kelas I dan MHC kelas II. Kekebalan terhadap tuberkulosis tergantung pada CMI dimana makrofag dan
6
limfosit merupakan faktor utama. Limfosit T diketahui sebagai faktor yang menginduksi terjadinya aktifasi makrofag. Aktifasi makrofag terjadi melalui sitokin khususnya IFN-d. Peran IFN-d sudah jelas dan banyak diteliti hubungannya dengan penyakit tuberkulosis, tetapi peran sel Th2 khususnya sekresi IL-4 pada infeksi mikobakterium tuberkulosis masih belum jelas. Sifatnya yang bersifat antagonis dengan IFN-d, dilaporkan mempunyai efek proteksi terhadap tuberkulosis murin. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Prof. DR. Dr. Suharyo Hadisaputro, Sp.PD. (KPTI) dan Prof. Dr. Marsetyawan HNES., M.Sc., Ph.D. yang telah berkenan memberikan bimbingan sehingga penelitian ini dapat dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA World Health Organization (WHO). 2000. Global tuberculosis control. WHO Report 2000, WHO. Geneva. Kantor Wilayah Departemen Kesehatan/ Dinas Kesesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan. Semarang; 2000-6. Singh MM. Immunology of tuberculosis an update. New Delhi: Ind J Tub 1999; 46:167-9. Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. Gamma interferon- producing CD4z T lymphocytes in the lung correlate with resistance to infection with mycobacterium tuberculosis. American Society of Microbiology: Infection and Immunity 2001; 69(4): 2666-74.
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 Ribeiro-Rodrigues R, Resende Co T, Johnson JL, Ribeiro RR, Palaci M, Ricardo TS, Maciel EL, Pereira Lima FE, Dettoni V, Toossi Z, Boom WH, Dietze R, Ellner JJ, Hirsch CS. Sputum cytokine levels in patients with pulmonary tuberculosis as early markers of mycobacterial clearence. American Society of Microbiology: Clinical and diagnostic laboratory immunology 2002; 9: 818-23. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Depkes RI. Jakarta; 2002: cetakan ke 8. Karyadi E. Status mikronutrien penderita tuberkulosis paru. Gizi Medik Indonesia. Jakarta, 2002; 1:4. Karyadi E, West CE, Nelwan RHH, Dolmans WMV, Schultink JW, van der Meer JWM. Social aspect of patients with pulmonary tuberculosis in Indonesia. Southeast Asian J Trop Med Public Health: 2002; Vol. 33: 338-45 Bellamy R. Identifying genetic susceptibilility factors for tuberculosis in Africa: a combined approach using a candidate gene study and a genom-wide screen. Clinical Science, Great Britain 2000; 98: 24550 Brodsky FM, Phill D. Antigen presentation & histocompatibility complex. Dalam: a Lange medical book. Medical Immunology. The McGraw-Hill Companies. USA; 2001: 82-95
Susatyo MH. Sitokin. Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 2002. Hirsch CS, Toossi Z, Othleno C, Johnson JL, Scwander SK, Robertson S, Wallis RS, Edmunds K, Okwena A, Mugerwa R, Peters P, Ellner JJ. Depressed T- cell interferon-responses in pulmonary tuberculosis: analysis of underlying mechanism and modulation with therapy. The Journal of Infectious Disease: 1999; 180: 2069-73. Subronto YW, Sunardi T, Arend SM, Geluk A, de Broer T, van Meijgaarden K, Hisyam B, de Vries RRP, Ottenhoff THM. Type-1 and type-2 cytokine patterns in relations to clinical manifestations of patients with active tuberculosis in Indonesia. Royal Netherlands Academy of Arts and Sciences (KNAW). Thesis Uneversiteit Leiden 2002; 45-58. Kresno SB. Diagnosis dan prosedur laboratorium. Balai Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta; 2001: 83-95 Roitt I, Brostoff J, Male D. Immunology. Mosby-Year Book Europe Limited, 1993: 6.1-6.13 Sugawara S, Yamada H, Mizuno S, Iwakura Y. IL-4 required for defense against mycobacterium infection. The Research Institute Of Tuberculosis. Kiyose, Tokyo. Microbiol Immunol 2000; 44(2): 971-79
Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Cellular and molecular immunology. Philadelphia, W B Saunders Company. USA, 1997; 267-69,348.
7