Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru
KETERLAMBATAN DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU Edy Sujoko 1, Elsa Pudji Setiawati2, Bony Wiem Lestari3 1
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung.2,3 Dosen Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung
Abstrak
Latar belakang: Keterlambatan diagnosis TB paru berisiko meningkatkan transmisi penularan infeksi, meningkatkan risiko kematian serta memperburuk keadaan ekonomi pasien maupun keluarga. Faktor risiko keterlambatan diagnosis adalah umur, tempat tinggal, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, akses dan konsultasi pertama kepada penyedia pelayanan kesehatan. Tujuan: Menggambarkan total waktu dan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterlambatan diagnosis TB paru. Metode: Kajian literatur. Syarat inklusi yang ditetapkan dalam kajian literatur ini adalah studi observasional, studi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, penderita TB paru baru BTA (+), pengobatan fase intensif dan memiliki waktu keterlambatan penegakan diagnosis. Hasil: Dari 30 artikel yang didapat hanya 7 artikel yang memenuhi syarat inklusi. Total median waktu keterlambatan diagnosis paling panjang di Ethiopia 90 hari (42114 hari) dan terpendek di Vietnam 28 hari (7-336 hari). Faktor risiko yang paling berpengaruh adalah usia 15 – 35 tahun dan yang tidak perpengaruh adalah pekerjaan. Kesimpulan: Faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap terjadinya keterlambatan diagnosis adalah umur dan yang tidak berpengaruh adalah pekerjaan.
Kata kunci: TB paru, keterlambatan diagnosis
1
2
Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru
Pendahuluan Keterlambatan penegakan diagnosis TB paru akan berisiko meningkatkan transmisi penularan infeksi yang luas dan berkepanjangan, meningkatkan risiko kematian serta berpotensi
memperburuk
keadaan
ekonomi
pasien
maupun
keluarga.1,2,3
keterlambatan penegakan diagnosis dipengaruhi oleh dua aspek utama yaitu aspek penderita dan sistem pelayanan kesehatan (yankes). Faktor risiko terjadinya keterlambatan penegakan diagnosis TB paru adalah umur4,5,6,7, tempat tinggal8,6,9, jenis kelamin8,5,6, tingkat pendidikan 6,8, status perkawinan5,6, akses7,10 dan konsultasi pertama kepada penyedia yankes6,7. Pada tahun 1993 saat WHO menyatakan kedaruratan global (global emergency) untuk kasus TB sehinggaWHO dan International Union Against TB and Lung Diseases (IUATLD) merekomendasikan strategi pengendalian TB paru kepada yang dikenal dengan strategi
Directly
Observed Treatment, Short course Chemotherapy (DOTS). Staregi DOTS dipakai di berbagai Negara seperti India, Cina, Afrika, negeria, Indonesia dan lain sebagainyatermasuk Amerika11. Di Indonesia strategi DOTS mulai dilaksanakan sejak tahun 1995 secara bertahap dipuskesmas-puskesmas. Pelaksanaan secara nasional dicapai tahun 2000 di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan terutama di puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian penyakit TB paru dengan strategi DOTS dinilai cukup efektif dan efisien pada pelayanan kesehatan dasar12. Hal ini dapat dilihat dari hasil capaian program secara nasional sejak tahun 1990-2009, yaitu angka kejadian semua kasus TB 343/100.000 (1990) turun menjadi 228/100.000 (2009), prevalence rate 443/100.00 (2009) turun menjadi 244/100.00 (2009), mortality rate tahun 1990 sebesar 92/100.000 turun menjadi 39/100.000 (2009), case detection rate (CDR) 20% (2000) naik menjadi 73,1% (2009) dan melebihi target Millennium Develpoment Goals (MDG’s) tahun 2010 yaitu 70% serta angka cure rate 87% (2000) naik menjadi 91,0% (2009) diatas target MDG’s yaitu 85%. Meskipun berbagai indikator program TB secara nasional telah tercapai, namun dalam Alamat korespondensi: EdySujoko (
[email protected]) Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Jl. Eijkman No.38 Bandung 40132.
Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru
3
penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan, pencapaian di tingkat propinsi belum merata. Sebanyak 28 propinsi capaian CDR dan cure rate masih dibawah target MDG’s, hanya 5 provinsi yang memenuhi target, yaitu: Jawa Barat, Sulawesi Utara, Maluku, DKI Jakarta dan Banten.12,13 Rendahnya cakupan penemuan kasus dan pengobatan TB paru di Indonesia mengindikasikan masih banyak penderita TB yang belum ditemukan sehingga terjadi keterlambatan dalam diagnosis, jika penderita TB dapat ditemukan secara dini dan diobati hingga sembuh maka angka penyakit TB paru akan dapat diturunkan dan ini merupakan salah satu cara untuk memutus matarantai penularan, sehingga penyakit TB paru tidak lagi menjadi masalah di Indonesia.12,13
Metode Strategi pencarian Strategi pencarian kajian literatur ini menggunakan artikel asli dari East African Medical Journal (Juni 2006 - Oktober 2011), BMC Public Health (May 2005 sampai Oktober 2007), BioMed Infectious Disease (Februari 2006 sampai 2011). Seleksi dan analisis Seleksi dan analisis dalam kajian literatur ini berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan, yaitu hasil penelitian selama 10 tahun terakhir, hanya studi observasional, sampel yang digunakan adalah penderita TB paru baru BTA (+) yang masih dalam pengobatan fase intensif dan menyajikan waktu keterlambatan penegakan diagnosis. Identifikasi pencarian dengan menggunakan judul dan abstrak untuk menyeleksi studi yang sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan. Tujuan utama dari kajian literatur ini untuk menggambarkan total waktu dan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterlambatan diagnosis dari penggunaan definisi yang berbeda, seperti awal gejala, waktu diagnosis dan konsultasi pertama kepenyedia layanan yankes yang tepat.
Alamat korespondensi: EdySujoko (
[email protected]) Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Jl. Eijkman No.38 Bandung 40132.
4
Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru
Hasil pencarian Dari 30 hasil studi yang didapat, hanya 7 yang memenuhi syarat inklusi yang ditetapkan dalam studi ini. Hasil analisis menunjukkan tedapat perbedaan yang mendasar dalam menentukan kriteria inklusi dan eksklusi dan dalam mendefinisikan awal gejala, waktu diagnosis dan konsultasi pertama kepenyedia layanan yankes yang tepat. Sebanyak 3 penelitian menggunakan batuk berdahak selama satu minggu sebagai awal gejala, 2 studi menggunakan batuk darah, 1 studi dimulai dengan penurunan berat badan dan 1 studi lagi menggunakan demam selama lima hari.
Tabel 1.1 Strategi dan Kata Kunci Pencarian Kata kunci
EFMJ
PH
BID
Diagnostic delay Tuberculosis Treatment seeking
Help seeking Diagnostic delay Tuberculosis Demografy diagnostic
Case finding Help seeking Tuberculosis Diagnostic delay
EFMJ (East A frican Medical Journal) PH (BMC Public Health) BID (BioMed Infectious Disease)
Perbedaan juga terlihat dalam menentukan waktu diagnosis, beberapa studi mendefinisikan mulai dari awal gejala sampai dengan penderita konsultasi pertama kali kepetugas kesehatan dengan waktu <30 hari, ada juga yang mendefinisikan dimulai dari awal gejala sampai dengan pasien datang kesarana kesehatan <60 hari. Beberapa penelitian mendefinisikan bahwa konsultasi pertama kepenyedia layanan yankes yang tepat adalah hanya kepada penyedia layanan kesehatan formal seperti RS, Puskesmas, klinik (dokter, bidan, perawat)4,5,6,8,,9,10 namun ada juga yang menggabungkan antara layanan formal dan non formal seperti pengobatan tradisional dan toko obat7. Kriteria inklusi untuk umur yang ditetapkan juga bervariasi, 3 penelitian menggunakan cut off point umur >15 tahun, 1 penelitian >16 tahun, 2 penelitian < 24 tahun dan 1 penelitian < 14 tahun. Alamat korespondensi: EdySujoko (
[email protected]) Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Jl. Eijkman No.38 Bandung 40132.
5
Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru
Tabel 1.2 Median waktu keterlambatan penderita TB paru dari 7 penelitian Negara
Tahun
Penulis Pertama
Ethiopia Norway Neval Kenya Vietnam Pakistan Ethiopia
2007 2006 2008 2008 2007 2011 2005
Tatek Wondimu Mohammed G F Rajendra B P.O Ayuo Nguyen T Muhammad A S Salomon Y
Keterlambatan Penderita
Keterlambatan Sistem Yankes
28 28 50 42 21 * 30
42 33 18 2 7 * 21
Total Keterlambatan 90 63 60 44 28 56 80
No. Ref [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
Waktu keterlambatan dalam satuan hari. * Proporsi demografi Keterlambatan penderita: Waktu mulai awal gejala sampai konsultasi pertama kepenyedia yankes Keterlambatan Sistem Yankes: Waktu kunjungan pertama kesarana yankes sampai ditegakkan diagnosis dengan tepat. Total keterlambatan: Waktu mulai gejala sampai ditegakkan diagnosis dengan tepat
Berdasarkan kajian literatur ini didapat beberapa faktor risiko baik yang ada hubungan maupun yang tidak ada hubungan terhadap keterlambatan diagnosis TB paru seperti tabel dibawah ini. Tabel 1.3 Faktor Risiko Keterlambatan Diagnosis Faktor Risiko
Ada hubungan
Tidak ada hubungan
Tinggal di pedesaan Wanita Pendidikan rendah BTA (-) Usia 15-35 tahun Kawin Rokok >5 batang/hari Alkoholik Pengetahuan rendah Jarak >10 km kesarana yankes Konsultasi pertama Riwayat kontak keluarga Batuk darah Mengobati sendiri/tradisional Pendapatan Pekerjaan
[1, 5, 6] [1, 3, 5 ] [ 1, 5 ] [ 2, 3 ] [ 2, 3, 5, 6, 7 ] [ 3, 4 ] [3] [3] [4] [ 4, 7 ] [ 5, 7 ] [6] [6] [7]
[4] [ 4,6,7 ] [ 3, 4 ] [6] [4] [7] [4] [4] [5]
[ 1, 7 ] [ 3, 6, 7 ]
Total median waktu keterlambatan paling panjang terjadi di Ethiopia yaitu 90 hari dengan rentang waktu 42-114 hari dan terpendek di Vietnam yaitu 28 hari dengan rentang waktu 2-336 hari. Bila dirata-ratakan total median keterlambatan dari 7 studi Alamat korespondensi: EdySujoko (
[email protected]) Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Jl. Eijkman No.38 Bandung 40132.
Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru
6
adalah 60 hari dan keterlambatan paling panjang adalah dari aspek penderita dengan rata-rata total keterlambatan 28,4 haridan 17,5 hari. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya keterlambatan diagnosis TB paru adalah usia produktif, penderita yang tinggal di pedesaan, jenis kelamin (wanita), tingkat pendidikan yang rendah, penderita yang telah berkeluarga, jarak tempat tinggal yang jauh dari sarana kesehatan dan konsultasi pertama kepada penyedia layanan kesehatan (tabel 1.3).
Kesimpulan Keterlambatan diagnosis TB paru dipengaruhi olehdua aspek utama yaitu aspek penderita dan aspek sistem yankes. Secara umum aspek penderita lebih berpotensi memperpanjang terjadinya keterlambatan diagnosis dibandingkan aspek sistem yankes. Adapun faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap terjadinya keterlambatan diagnosis umur dan yang tidak berpengaruha dalah pekerjaan.
Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4. 5. 6. 7.
Mfinanga SG, et al. The magnitude and factors associated with delays in management of smear positive tuberculosis in Dar es Salaam, Tanzania. BMC Health Serv Res. 2008;8:158. Faussett GP, et al. Why do patients with a cough delay seeking care at Lusaka urban health centres? A health systems research approach. Int J Tuberc Lung Dis. 2002;6:796–805 Ward HA, Marciniuk DD, Pahwa P, Hoeppnner VH Extent of pulmonary tuberculosis in patients diagnosed by active compared to passivecase finding. 2004, Int J Tuberc Lung Dis 8: 593–597. Mohammed G F et al, Patients and health care system delay in the start of tuberculosis treatment in norway. BMC infectious desease,2006, 6:33 RajendraBasnet, Sven, Enarson D, Pushpa M and Morkve O.Delay in the diagnosis of tuberculosis in Nepal, BMC Public Health.2009,9:236. Nguyen TH et al, Delay in the diagnosis and treatment of tuberculosis patients in Vietnam : a cross-sectional study. BMC public health 2007, 7:110. Salomon Y, Gunnar B and Getu A, Diagnostic and treatment delay among pulmonary tuberculosis patiens in Ethiopia : across secstional study.BMC,2005, 5:112
Alamat korespondensi: EdySujoko (
[email protected]) Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Jl. Eijkman No.38 Bandung 40132.
Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru
7
8. Tatek W, Kifle W M, Wondwossed K, Sofonias G, Delay in initiating tuberculosis treatment and factors associated among pulmonary tuberculosis patients in East Wollega, Western Ethiopia.Ethiop.J.Health Dev. 2007; 21 (2) 9. Muhammad A S et al, Delay diagnosis of tuberculosis in Rawalpindi, Pakistan, BMC Research Notes 2007, 4:165. 10. P.O. Ayuo, L.O. Diero, W.D. Owino-Ong’or and A.W. Mwangi,Causes of delay in diagnosis of pulmonary tuberculosisin patients attending a referral hospital inWestern Kenya East African Medical Journal Vol. 85 No. 6 June 2008 11. World Health Organization. An Expanded DOTS Framework for effective Tuberculosis Control.Geneva.World Health Organization, 2002 12. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta 2011 13. Kemenkes. Ditjen P2&P. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 20102014. Maret 2011
Alamat korespondensi: EdySujoko (
[email protected]) Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Jl. Eijkman No.38 Bandung 40132.