42
POLA KOMUNIKASI PESANTREN SALAFIYAH AL-MUNAWAR BANI AMIN Pola Komunikasi Internal Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin “Wiss, aje campur-campur jeung pemerentah, ngurus bocah wae, semampue dewek.” Kata-kata itu masih terngiang di telinga Kyai Wawang, ketika dipesankan sang guru kepadanya lima belas tahun lalu saat pertamakali mulai mendirikan Pesantren Salafiyah. Sejak saat itu hingga kini, Pesantren salafiyah yang dikelolanya dibiayai sendiri, tanpa bantuan dana pemerintah, hal ini dikarenakan, menurut Kyai Wawang: Bantuan pendanaan dari pemerintah selalu bermasalah. Ada saja pemotongan ini dan itu. Pesantrennya pernah ditawarkan bantuan dana hibah oleh seseorang dengan pembagian 60% untuk pihak lain, sementara untuk pesantren hanya 40% namun tetap membuat laporan pertanggungjawaban 100%. Tawaran ini membuatnya gundah, karena ia merasa “sebuah pembangunan akan berhasil jika yang membangunya baik, jembatan bisa baik kalau orang yang membangun jembatannya baik, gedung, jalan bisa baik kalau yang membangunnya baik. Jika akhlaknya baik maka secara otomatis pemerintahan akan dicontoh oleh masyarakatnya. Sekarang, ini banyak pelaksana pembangunan dan pemangku jabatan yang tidak amanah, oleh karenanya ia ragu pembangunan di Banten akan berhasil menciptakan masyarakat yang sejahterah dan berahlak mulia. Pesan yang sama dari gurunya, ia sampaikan juga kepada para Ustadz yang mengajar di lingkungan Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani AMin. Kepada para santri, Kyai mengamanatkan agar mengutamakan mengaji di dari kegiatan lainnya di luar Pesantren. Kyai ingin semua orang yang terlibat dalam proses pembelajaran di Pesantren Salafiyah tidak bergeser dari tujuan Ibadah dalam rangka mencapai kualitas iman dan tidakwa. Ibadah sebagai tujuan pembelajaran memiliki sanad yang jelas dari sejak agama ini telah disempurnakan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, ujar Kyai Wawang. “Allah SWT menurunkan Al-Quran kepada Jibril lalu kepada Muhammmad SAW, kemudian Nabi mencontohkan perilakunya kepada para sahabat dan seterusnya, itulah yang mesti dijaga. Karena saat ini tidak ada lembaga yang sanggup, mampu dan sabar menjaga itu. Pesantren Salafiyah telah membuktikan diri menjaga ajaran Ahli Sunnah Wal’Jamaah sejak Banten dikenal sebagai pusat kebudayaan Islam. Jadi menurut Kyai Wawang, kontribusi Pesantren Salafiyah dapat dilihat dan dirasakan dari upaya menjaga karakter masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal di Banten yang notabene berisikan nilai-nilai islam. Prestasi lain dari Pesantren Ssalafiyah yang membuahkan kebanggaan adalah berbagai penghargaan ditingkat internasional, seperti qori, tahfidz, lomba baca kitab kuning. Sayangnya perhatian pemerintah Provinsi Banten, sangat minim, berbeda dengan prestasi di bidang olah raga misalnya, dihargai hingga puluhan juta rupiah.
43
Adapun pesan dari ajaran Ahli Sunnah Wal’Jamaah adalah pesan agar tetap melksanakan Sunnah Sejak masa hidup Rasul yang diteruskan oleh para Sahabat Nabi (Khulafaa Urrosyidin), sampai kepada kurun Al-quran Al-Mufadhdhalah (kurun-kurun yang mendapatkan keutamaan) yang disebut Ash-Shalih menjadi AsSalafiyahu Ash-Shalih, yakni Kyai Salafiyah (dikenal Al-Khalaf), diteruskan oleh Kyai Khalafiyah, selanjutnya Imam Madzab, lalu diikuti oleh Tabi’in (yang mengikuti para sahabat), kemudian Tabiat-Tabi’in (yang mengikuti para pengikut Nabi setelah para sahabat Nabi meninggal), hingga kepada Wali Songo di Pulau Jawa, Alim Ulama hingga kini ke kaum Salafiyah di Pesantren Salafiyah (mengikuti ajaran Nabi beserta pengikutnya) tujuan hidup ini Cuma satu, menghadap sang Khalik dan mendapat ridho NYA. Hal inilah yang kami ajarkan kepada santri, hanya ibadah, ibadah dan ibadah. Mungkin hal inilah yang membuat Pesantren Salafiyah lebih pasif dalam hal interaksi menyikapi persoalan populer dan kontemporer dalam pembelajarannya. Ketersambungan pesan dengan berbagai pemaknaannya sesuai dengan perkembangan zaman, dalam kurun rentang komunikasi yang panjang menjadi karakteristik dasar komunikasi Pesantren Salafiyah. Dimana selanjutnya untuk menjaga pesan-pesan tersebut terjaga maknanya, maka Pesantren Salafiyah lebih memilih komunikasi interpersonal, secara tatap muka, kendati teknologi informasi berkembang secara pesat.
ALLAH SWT
Malaikat JIbril
Al-Quran Ulama Salafiyah
Ulama Khalafiyah
Nabi Muhamamad SAW
Khulaffa Urrasyidin
Al-Quran dan Sunnah Tabiat Tabiat’Tabi’in
Ta bi’in
Para Sahabat Nabi
Imam Madhzab
Wali Songo
Pesantren Salafiyah
Gambar 6.1. Sumber Pesan Dalam Pola Komunikasi Pesantren Salafiyah Sumber: Kyai Wawang Munawar Halili
44
Dari sumber pesan dalam pola komunikasi Pesantren Salafiyah secara umum yang didapat dari Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 6.1. Kajian Pentad Analysis Sumber Pesan Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Teori Kajian Scene Latar belakang sumber pesan ini bersumber dan memiliki keajegan situasi kepercayaan yang tinggi dan kukuh bahwa apa yang diajarkan di Pesantren Salafiyah adalah segenap ilmu dan contoh perilaku dari orang-orang sholeh terdahulu yang bersumber pada Nabi Mumhammad SAW yang diperoleh dari Malaikat JIbril dari ALLAH SWT. Agent Pelaku dan Motivator utama untuk menjaga sumber pesan ini adalah Kyai Wawang, pimpinan Pesantren Al-Munawar Bani Amin Act Seperti yang sudah disinggung bahwa act bersumber pada karakter dan pemikiran maka tindakan Kyai dan semua elemen pesantren memiliki karakter dan pemikiran yang berupaya memenuhi kriteria dan pemikiran orang sholeh terdahulu Agency Instrumen yang digunakan adalah Pesantren Salafiyah Purpose Tujuannya adalah mencapai tingkat kesholehan yang paling tinggi dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara Pada moment tertentu, seperti hari kelahiran mau kematian guru-guru di pesantren Al-Munawar Bani Amin diadakan tahlilan atau hadorotan untuk para guru dan guru dari Kyai Wawang hingga ke sanad (sumbernya yang terakhir) dengan membacakan semua nama dan silsilahnya. Hal ini disampaikan kepada para santri dalam pola komunikasi internal di Pesantren Salafiyah agar para santri merasakan dan memperhatikan kehati-hatian para gurunya dalam memberikan ilmunya, bersumber dari sejarah dan pewarisan yang jelas dan terang. Peringatan ini menjadi penting sebagai penanaman perilaku teladan secara personal dalam pertemuan yang bersifat tatap muka. Pola komunikasi internal Pesantren Salafiyah dapat digambarkan sebagai berikut:
45
Guru Kyai Kyai
Ustadz
Keluarga Kyai
Santri
Keluarga Ustadz
Keluarga Santri
Lingkungan Masyarakat Terdekat Keluarga Ustadz
Lingkungan Terdekat Masyarakat Keluarga Santri
Gambar 6.2. Pola Komunikasi Internal Pesantren Salafiyah Dari pola komunikasi internal Pesantren Salafiyah Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 6.2. Kajian Pentad Analysis Pola Komunikasi Internal Pesantren Salafiyah AlMunawar Bani Amin Teori Kajian Scene Latar belakang kajian adalah seluruh aktifitas yang meliputi interaksi dan komunikasi internal Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin, terutama Kyai dan keluarganya terhadap guru beliau, santri dan keluarganya beserta Ustadz serta keluarganya, termasuk komunikasi santri dan Ustadz di dalamnya dan lingkungan masyarakat terdekat (tetangga masing-masing) Agent Tokoh terpenting dalam memberikan motivasi dan sebagai pelaku yang memberi segenap struktur, status dan atribut komunikasi internal adalah Kyai Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin, kedua adalah guru dari Kyai Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Act Motivasi dan pemikiran dari tindakan komunikasi yang dilakukan adalah membangun kedekatan, hubungan kekeluargaan, kontrol atas tata nilai keagamaan yang diproyeksikan sebagai contoh dalam masyarakat Agency Instrumen personal dari masing-masing elemen penting yang ada di pesantren, seperti santri, Ustadz sebagai simbol pesantren Purpose Menciptakan kesepahaman keagamaan dalam hubungan kekeluargaan
46
Kyai menjadi sentral dalam aspek komunikasi pada pengelolaan Pesantren Salafiyah dilingkungannya. Dalam kehidupan tradisional Pesantren Salafiyah, komunikasi interpersonal lebih membudaya melalui komunikasi tatap muka yang dianggap sebagai bagian dari salah satu ibadah sunnah yang termotivasi dari orangorang sholeh terdahulu. Kendati Kyai, Ustadz dan sebagian dari santri menggunakan perangkat komunikasi seperti Smart Phone, mengakses internet, namun kecanggihan perangkat ini lebih bersifat teknis. Tidak dimanfaatkan pada suatu kepentingan komunikasi kelompok dan kebutuhan lain yang bersifat pragmatis. Komunikasi tatap muka lebih diutamakan disetiap kebutuhan pembahasan suatu masalah dan dalam rangka menjalin silaturahmi. Komunikasi tatap muka dalam Pesantren Salafiyah bertujuan saling memberikan keteladanan dan rasa kepedulian yang tinggi dalam setiap kesempatan pertemuan secara verbal mau non verbal. Komunikasi tatap muka dijaga secara baik dan berkesinambungan, dimulai dari lingkungan internal melalui interaksi dan komunikasi yang mengedepankan sistem muzakaroh atau tukar pendapat yang artinya bertatap muka secara langsung. Hal ini dapat digambarkan dalam suatu skema pola komunikasi inti atau internal pesantren Al-Munawar bani Amin yang berjalan setiap hari melalui tatap muka, seperti yang sudah digambarkan. Pola Komunikasi Eksternal Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Ketika Banten hendak menjadi provinsi tersendiri, Kyai Wawang berharap kelak otonomi yang berlaku di Banten dapat pula mengangkat kepentingan Pesantren Salafiyah dalam pembangunan. Berharap, pemerintah dan ulama dapat berjalan bersama untuk membangun masyarakatnya. Setidaknya suara Pesantren Salafiyah didengar, karakter religiusitasnya mewarnai derap pembangunan yang akan dilakukan. Harapan ini sebenarnya tidak berlebihan mengingat akar budaya Salafiyah berpeluang besar menjadi muatan lokal dalam dunia pendidikan di Banten, disamping dapat menjadi rujukan atas pembangunan mentalitas dalam suatu kebersamaan antara Umaroh (pemerintah) dan Ulama (Kyai). Ternyata harapan itu jauh dari kenyataan. Setelah Banten berdiri sebagai provinsi ke-30 berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2000 dari sebelumnya sebagai keresidenan Provinsi Jawa Barat, sampai saat ini tidak ada perubahan, Pesantren Salafiyah tetap tidak terperhatikan. Padahal keberadaan Banten dulu, kini dan dimasa mendatang tidak bisa dipisahkan dari budaya Islam yang lahir sejak abad ke 14 (1330M) yang mencapai puncak keemasaannya sebagai pusat kerajaan dan kajian Islam (dimana Pesantren Salafiyah menjadi trend pendidikan yang paling maju dan diminati saat itu) pada abad 16-17 dibawah kekuasaan Sultan Maulana Hasanudin dan Sultan Ageng Tirtayasa. Selain itu Banten juga dikenal sebagai pusat perdagangan nusantara, tempat persinggahan para pedagang dari berbagai belahan dunia, sekaligus menjadi pusat pertukaran dan persentuhan kebudayaan (Guillot, Claude, 2008). Banten kini tengah gegap gempita dalam laju pembangunan. Hampir setiap saat denyut perekonomiannya berdetak. Mall-mall besar berdiri dimana-mana dan ramai dikunjungi masyarakat. Komplek perumahan dan pertokoan bermunculan di setiap sudut wilayah. Tingkat masyarakat urban terus bertambah seiring dengan
47
bertambahnya tingkat kemacetan lalu lintas yang terjadi di Ibu Kota Provinsi yang tidak pernah terjadi setahun lalu. Sektor usaha tumbuh dan berkembang sejalan dengan pusat pemerintahan yang terus berbenah membangun sarana dan prasarananya. Media lokal terus bermunculan dan tumbuh, baik cetak mau elektronik bagai jamur di musim hujan. Pemilukada Kabupaten/Kota silih berganti, spandukspanduk berisikan tawaran perubahan dan peningkatan kemakmuran Banten dengan kata serta slogan yang heroik dan bombastis menghias setiap jalan di Banten. Ditambah maraknya anak anak jalanan dan pengemis yang juga makin banyak memenuhi jalan-jalan utama. Tidak kalah kerasnya adalah suara cemas yang terus menggemakan protes atas korupsi, merosotnya etika dan moralitas elit politik dan rusaknya infrastruktur publik. Namun disisi lain, riuh rendah pertumbuhan pembangunan di Banten belum bisa menarik pembangunan pendidikan pada level yang diharapkan dan bersandar pada nilai-nilai yang diinginkan. Pembangunan pendidikan formal di Banten masih menyimpan banyak masalah. Sementara pemberdayaan Pesantren Salafiyah sebagai lembaga non formal yang telah teruji memberikan karakter yang kuat pada pendidikan karakter, ahlak mulia, budi pekerti dan kearifan lokal tidak tersentuh. Tabel 6.3 Data Anak Sekolah di Provinsi Banten No
Uraian
Penduduk Usia 7 - 12 Tahun 2 Penduduk Usia 13 - 15 Tahun 3 Penduduk Usia 16 - 18 Tahun Jumlah
Jumlah Penduduk
Sedang Bersekolah
Yg Blm Sekolah
Tdk Sekolah Lagi
Jml Sekolah
1
1,295,495
1,226,223
37,312
28,711
4,779
629,828
508,619
5,746
109,149
1,150
604,812
281,505
5,710
312,409
894
2,530,135
2,016,347
48,768
450,269
6,823
Sumber : Dindik Banten 2013 Tabel data anak sekolah tersebut menunjukkan jumlah penduduk usia 16-18 tahun tidak bersekolah sekitar 50% (penduduk tidak bersekolah lagi ditambah belum bersekolah berjumlah 318.119 dari jumlah penduduk 604.812). Menurut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Drs. Hudaya M, M.Pd: Kemungkinan hal ini terjadi bukan karena faktor kemiskinan mau budaya tetapi bisa jadi turunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga sekolah formal yang hingga kini belum mampu memberikan pendidikan karakter peserta didiknya secara baik, meliputi ahlak mulia, budi pekerti, kepribadian dan budaya. Dan Banten masih termasuk provinsi yang dianggap memiliki angka tingkat patisipasi sekolah yang masih rendah, angka wajib sekolah yang mestinya 9 tahun masih berkisar di 8,41 tahun.
48
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Hudaya M, selajutnya berpendapat bahwa pendidikan karakter di Banten telah terlupakan. Sekolah formal yang ada sangat sekuler termasuk penyelenggaraan pendidikan keagamaan yang hanya berorientasi pada penyerahan pengetahuannya saja namun tidak mampu memaknai nilai-nilai di dalamnya serta aplikasinya. Hudaya mengatakan: “Ada yang terlupakan dalam penddikan formal di Banten, yakni sekulernya penyelenggaraan pendidikan yang ada termasuk pendidikan keagamaan. Oleh karena itu mesti ada model kurikulum yang dapat memasukan pendidikan karakter masuk kedalam kurikulum, dan persoalan terberatnya adalah bagaiamana pengintegrasiannya. Ini yang jadi masalah. Celah indikasi kegagalan dalam pendidikan karakter ini sebenarnya bisa memanfaatkan pendidikan karakter yang sudah mapan dan teruji pada Pesantren Salafiyah. Persoalannya adalah bagaimana mengintegrasikannya. Termasuk menjadikan Pesantren Salafiyah sebagai alternatif pendidikan bagi anak-anak usia sekolah di Banten yang belum masuk pada sekolah formal. Dalam suatu pembangun, pendidikan karakter akan menempati posisi sentral dalam pencapaian pembangunan. Proses pendidikan karakter akan menempatkan manusia sebagai titik awal yang bertugas menghasilkan sumber daya manusia berkulitas. Karenanya hasil pendidikan akan sangat menunjang pembangunan. Keberhasilan Pembangunan dan pendidikan di Banten tentu saja tidak bisa dilepaskan dari bagaimana nilai-nilai yang ditetapkan dalam visi pembangunannya dapat menjembatani kebutuhan masa kini dan cita-cita dimasa mendatang pada suatu pencapaian tujuan pembangunan berdasarkan karakteristik dan kekhasan manusia di dalamnya. Konteks pembangunan yang berjalan dimana Pesantren Salafiyah termarjinalkan, maka pola komunikasi eksternal yang terbangun adalah sebagai berikut: Masyarakat
Masyarakat
Nahdatul Ulama
Majlis Pesantren Salafiyah
Masyarakat
Keluarga Kyai
Ustadz
Masyarakat
Guru Kyai
Kyai
Santri
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Tokoh Masyarakat
Masyarakat
Gambar 6.3 Pola Komunikasi Eksternal Pesantren Salafiyah
49
Dari pola komunikasi eksternal Pesantren Salafiyah Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 6.4. Kajian Pentad Analysis Pola Komunikasi Eksternal Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Teori Kajian Scene Komunikasi Pesantren Salafiyah, terutama Kyai dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan sosial dan keagamaan atau masyarakat diluar pesantren baik melalui interaksi langsung Kyai mau melalui peran dan fungsi simbol pesantren lainnya, seperti Ustadz, santri, guru Kyai dan keluarga masing-masing Agent Motivator komunikasi terhadap kebutuhan eksternal pesantren adalah Kyai Wawang dalam kerangka membangun hubungan silaturahmi syiar agama Act Karakter dan pemikiran yang menyertai dalam latar belakang komunikasi eksternal adalah motivasi melakukan syiar agama Agency Instrumen yang digunakan adalah organisasi sosial keagamaan, seperti Nahdatul Ulama, Majelis Pesantren Salafiyah, berbagai Majelis Taklim dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat secara luas di luar Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Purpose Membangun nilai-nilai keSalafiyahan, yakni keikhlasan dan kesholehan dalam pribadi dan masyarakat Peran Kyai sangat sentral dalam komunikasi eksternal di masyarakat. Kyai menjadi panutan dan tauladan elemen penting pesantren, yakni keluarga Kyai, Ustadz dan Santri yang akan dilihat dan menjadi contoh juga kepada masyarakat yang mengitari mereka pada setiap aspek nilai dan kebutuhan serta perilaku mereka. Keterlibatan Kyai pada organisasi terbatas pada organisasi sosial keagamaan yang berimplikasi kepada masyarakat juga. Masyarakat memegang peranan yang cukup penting dalam konteks komunikasi eksternal pesantren, semua saluran komunikasi interpersonal elemen dasar Pesantren Salafiyah pada akhirnya menjadi suatu komunikasi yang melibatkan masyarakat. Peran sentral komunikasi Kyai dengan pihak pemerintah lebih dekat secara personal dari pada hubunga formal di tatanan pemerintahan ditingkat lingkungan dimana pesantrean Al-Munawar Bani Amin berada. Secara struktural komunikasi organisasi yang terjalin juga lebih dekat pada tatanan pemerintahan desa. Sementara untuk tatanan di luar itu atau yang lebih tinggi nyaris tanpa komunikasi, kecuali sekedar mendapatkan informasi dari pihak-pihak tertentu di dalam lingkungan pemerintahan setempat.
50
Pola Komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Dalam Pembangunan Budaya dan nilai-nilai Islam yang tumbuh sejak masa keemasan Banten pada masa lalu telah diletakkan sebagai landasan pembangunan pada masa kini serta citacita pembangunan pada masa mendatang, yakni dituangkan kedalam visi pembangunan provinsi Banten, menjadikan rakyat Banten sejahtera berlandaskan Iman Dan Taqwa. Iman dan taqwa adalah identifikasi dan personifikasi bagi setiap muslim yang taat dan takut kepada ALLAH SWT untuk berbuat dosa, karenanya manusia yang beriman dan bertidakwa selalu menjaga tabiatnya agar sesuai dengan perintah agama. Iman berasal dari kata amana, yang artinya percaya. Sedangkan taqwa, berasal dari tidako yang berarti tidakut. kata-kata Iman tersebar di setiap surat yang jumlahnya sekitar enam ratusan dalam Al-Quran. Kata-kata taqwa berjumlah ribuan. Implementasi dari visi ini mengarahkan pembangunan di Banten agar reriman dan bertaqwa di dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan membina masyarakatnya dalam rangka menjamin perkembangan dan kemajuan dimasa yang akan datang dalam pemanfaatan potensi daerah pada platform otonomi daerah. Visi menjadi penting bagi landasan pembangunan suatu Negara, bukan sekedar landasan formal dan normatif belaka. Karena visi merupakan keyakinan atas apa yang akan dimiliki suatu bangsa di masa mendatang dan menjadi inspirasi terhadap pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan. Dalam prakteknya, Pesantren Salafiyah adalah lembaga satu-satunya yang secara filosofis, konsepsi dan keseharian mempraktekkan kesholehan pribadi mau kelompok untuk menjadi manusia-manusia yang beriman dan bertidakwa kepada Tuhan YME. Dalam konteks ini maka dapat digambarkan pola komunikasi pembangunan Pesantren Salafyah dah pemerintah sebagai berikut: Pencantuman legal & formal Ponpes Salafiyah
Kesamaan Visi:
Iman dan Tidakwa
Pemprov Banten
Penerapan Iman dan Tidakwa
Masyarakat
Pembangunan di Banten
Masyarakat
Nilai-nilai yang merugikan
Gambar 6.5 Pola Komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Dalam Pembangunan Pembangunan
51
Dari pola komunikasi pembangunan Pesantren Salafiyah Salafiyah AlMunawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 6.5. Teori Scene
Agent Act
Agency Purpose
Kajian Pentad Analysis Pola Komunikasi Pesantren Salafiyah AlMunawar Bani Amin Dalam Pembangunan Kajian Sebagai lembaga yang konsisten pada upaya menciptakan insan yang bertakwa kepada Allah SWT, pesanten Salafiyah Al Munawar Bani Amin, menempatkan visi, misi dan tujuannya pada pembelajaran menerapkan visi, misi dan tujaun tersebut. Hal ini pula yang dicantumkan dalam visi pembangunan provinsi Banten. Kesamaan ini menuntut implementasi dari upaya menciptakan kehidupan takwa dalam pembangunan. Sayangnya dalam tingkat implementasi terdapat perbedaan mendasar dari apa yang dilakukan Pesantren Salafiyah dengan pemerintah Provinsi Banten sehingga tercipta pembiasan nilai tersebut yang terasakan dalam masyarakat mau komunikasi yang terjadi antara pemerintah dengan peran dan fungsi pesantren. Sumber karakteristik dan pemikiran dari Iman dan Takwa ini adalah pemerintah provinsi Banten dan Pesantren Salafiyah Motivasi utamanya adalah kemampuan menciptakan kesederhanaan, kesamaan antara perkataan dan perbuatan pemimpin masyarakat baik pemimpin formal mau informal Instrumen yang digunakan adalah perilaku Kyai yang dapat menjadi contoh bagi masyarakat Menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
Visi, misi dan tujuan pembangunan tidak boleh dipandang sebagai kebutuhan tata ideal serta formalistik pemerintahan saja. Sebagai contoh, AS bisa sehebat dan semaju sekarang tidak bisa lepas dari visi yang ditetapkan pada tahun 1831 di abad 18, yakni American exceptionalism. Diperkenalkan oleh Alexis de Tocqueville pada permulaan abad ke-19 pada saat AS masih sangat miskin, negaranya kacau balau karena perpecahan, dan jauh dari memiliki pengaruh global. American exceptionalism memuat suatu pandangan bahwa AS berbeda dari negara-negara mana di dunia ini dan memiliki peran unik di dunia untuk menyebarkan pengaruh dan ideologinya sehingga dunia bisa menjadi lebih beradab berkatnya. Visi ini sangat powerful hingga setiap pemimpin-pemimpin AS mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dipengaruhi oleh visi ini. Karena itu AS sangat bangga dengan demokrasi yang dikembangkannya dan mengkampanyekan bahwa apabila suatu negara ingin beradab, maka harus mengadopsi demokrasi. Dengan visi tersebut Amerika mendirikan institusi Bretton Woods seperti World Bank dan International Monetary Fund (IMF) untuk memastikan tata ekonomi global di bawah pengaruhnya. Dan itulah juga mengapa AS gemar memberikan bantuan-bantuan kemanusiaan kepada negaranegara miskin di dunia karena ia merasa memiliki tanggung jawab sentral untuk
52
membuat dunia yang lebih baik. Dengan kata lain, prestasi-prestasi kehebatan AS saat ini sangat erat kaitannya dengan visi AS untuk tidak hanya sekedar menjadi negara maju, tetapi juga menjadi pemimpin dunia. Begitu pula dengan China. Visi yang dibangun Negara ini mempercayai bahwa China adalah Zhongguo. Zhongua mengatakan bahwa China adalah pusat dunia, pusat peradaban sedangkan bangsa-bangsa lain di dunia sifatnya adalah periphery (pinggiran). Visi inilah yang membakar masyarakat China untuk memperjuangkan ambisi mereka memajukan China dan menjadikan China kembali memimpin dunia. Visi ini bisa menjelaskan berbagai prestasi luar biasa China saat ini. Saat ini China, diprediksi akan menjadi pemimpin alternatif dunia pada Abad-21. Kekuatan ekonomi China saat ini hanya tertinggal dari AS dan pada pertengahan Adab-21, China akan menggantikan posisi AS sebagai negara terkaya di dunia. Ketika krisis menghantam perekonomian Barat beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi China tetap pesat. China sangat berpengaruh di dalam badan atau organisasi regional-global seperti Dewan Keamanan PBB, G20, BRICS, AFTA, ASEAN+3 dsb. Dan China saat ini mulai melebarkan pengaruh di Afrika dan Amerika Selatan melalui investasi dan bantuan-bantuan finansial (http://forumforindonesia.org, May 22, 2013). Visi yang ingin dicapai dalam pembangunan di Banten, menaungi misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Banten tahun 2014 (RKPD Banten 2014) agar beriman dan bertaqwa di dalam: 1. Melakukan revitalisasi dan refungsionalisasi lembaga-lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan menuju tata pemerintahan yang bersih, transparan dan profesional yang berorientasi pada pelayanan publik 2. Meningkatkan peran aktif dan menggalang semangat kebersamaan, solidaritas dan kemitraan seluruh komponen pelaku pembangunan 3. Memperkuat struktur ekonomi masyarakat melalui pengembangan usaha agrobisnis dan memperluas kesempatan kerja 4. Meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat Banten 5. Menjadikan masyarakat Banten yang bersandar pada moralitas agama dalam kerangka negara Kesatuan Republik Indonesia 6. Mengembangkan dan menata ulang hubungan antar industri dengan orientasi pada penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi, penggunaan bahan baku lokal unggulan dan penciptaan peluang usaha 7. Merevitalisasi kawasan dan antar kawasan dengan dukungan infrastruktur yang memadai melalui pengembangan ’Tiga Pintu Keluar Masuk Wilayah Banten. Keseluruhan misi pembangunan di Banten secara eksplisit diikat pada satu landasan nilai keagamaan (point lima: bersandar pada moralitas agama). Visi dan misi pembanguan di Banten adalah nilai-nilai yang dipercaya dan diyakini dapat menjadi modal sosial, yakni trust, idiologi dan religi. Visi pembangunan di Banten tidak terimplementasikan dengan baik, semua nilai yang ada berjalan pada tataran formalistik, sementara pergerusan budaya terus terjadi tanpa bisa terantisipasi.
53
Pola Komunikasi Kelompok Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Bagaimana peran masyarakat dapat ditingkatkan dalam suatu pembangunan? Jawaban dari pertanyaan ini akan ditentukan dari modal sosial yang dimiliki. Modal sosial merupakan sumberdaya sosial, komponen utama untuk menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, kepercayaan dan tujuan bersama. Modal sosial adalah civil community untuk menciptakan peran partisipatif, cirinya adalah kerelaan individu mengutamakan keputusan bersama, menumbuhkan kinerja yang mengandung nilai sosial. Fukuyama (1995) menyatakan modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan (trust) dalam sebuah komunitas. Eva Cox (1995) menyatakan modal sosial adalah rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma dan kepercayaan sosial yang efisien dan efektif. Modal sosial akan tumbuh dan berkembang kalau digunakan bersama dan akan mengalami keahan kalau tidak dilembagakan secara bersama, oleh karena itu, pewarisan nilai modal sosial dilakukan melalui proses adaptasi, pembelajaran, serta pengalaman dalam praktek nyata. Fukuyama (1999) juga menyatakan bahwa modal sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal sosial merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi, Berbagai permasalahan dan penyimpangan yang terjadi di berbagai negara determinan utamanya adalah kerdilnya modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Modal sosial ditransmisikan melalui mekanisme - mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah (Fukuyama, 2000). Modal sosial dibutuhkan untuk menciptakan jenis komunitas moral yang tidak bisa diperoleh seperti dalam kasus bentuk- bentuk human capital. Akuisisi modal sosial memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas dan dalam konteksnya sekaligus mengadopsi kebajikan-kebajikan seperti kesetiaan, kejujuran, dan dependability. Modal sosial lebih didasarkan pada kebajikan- kebajikan sosial umum. Penjelasan Fukuyama memberikan arti bahwa modal sosial yang terkandung di dalam visi dan misi pembangunan Banten dapat dianggap sebagai karakter pelaku pembangunan dan masyarakat di dalamnya. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu (N.K. Singh dan Mr. A.R. Agwan, 2000). Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah aplikasi visi pada keberadaan dan peruntukkan seluruh program dalam pembangunan yang bersumber dari pengalaman sejarah dan kebutuhan masa kini serta depan berdasarkan visi yang telah ditetapkan (Rhonda Byrne, 2007) pelaksanaan pembangunan yang dijalankan ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola
54
berpikir yang bisa mempengaruhi perilaku. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum universal atau nilai-nilai dasar yang dianutnya, maka perilaku dalam pembangunan membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu, program harus mendapatkan perhatian serius sebagai aplikasi dari nilai-nilai luhur yang dianutnya. Pendidikan berkarakter dalam sejarah panjang Banten hingga kini dimiliki oleh Pesantren Salafiyah. Mengimplementasikan nilai keikhlasan, keteladanan pemimpin, kemandirian dan ketaqwaan kepada Tuhan dalam membangun masyarakat. Dalam konteks masa depan, pembinaan masyarakat pada satu kebutuhan moralitas keagamaan juga masih menjadi kompetensi Pesantren Salafiyah. Namun entah mengapa keberadaan Pesantren Salafiyah terpinggirkan ditengah keinginan pemerintah provinsi Banten berusaha meletakkan karakter manusia yang beriman dan bertaqwa. Apalagi dalam tujuan pembangunan Banten yang tertuang dalam RKPD Banten tahun 2014, yakni mendorong terwujudnya masyarakat Banten yang religius dan berakhlak baik dengan landasan iman dan taqwa, serta mempunyai rasa toleransi yang tinggi terhadap sesama warga atau masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan dengan bingkai rasa kesatuan dan persatuan nasional. Pesantren Salafiyah bukan sekedar kumpulan orang-orang, tetapi sebuah kelompok. Hare (1962) memberikan suatu definisi yang lebih bersifat operasional tentang kelompok, yakni merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri atas sejumlah individu yang memyai hubungan saling tergantung sesuai dengan status dan peranannya. Secara tertulis atau tidak tertulis ada norma yang mengatur tingkah laku anggotanya. Menurut Hare, sifat yang membedakan kelompok dengan sekedar kumpulan orang-orang adalah : (1) anggota kelompok mengadakan interaksi satu sama lainnya, (2) mempunyai tujuan yang memberi arah gerak kelompok mau gerak anggota kelompok, (3) membentuk norma yang mengatur ikatan dan aktifitas anggota, serta (4) mengembangkan peranan dan jaringan ikatan perorangan di dalam kelompok. Menurut Devito (1998), kelompok kecil (small group) adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu di antara mereka. Kelompok kecil menurut Hare (1962) memyai anggota 2 - 20 orang. Kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak juga masih dapat dikategorikan sebagai kelompok kecil, asalkan interaksi tatap muka sering terjadi di antara para anggota kelompok. Komunikasi dalam kelompok ialah komunikasi antara seorang dengan orang-orang lain dalam kelompok, berhadapan satu dengan lainnya, sehingga memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi setiap orang untuk memberikan respon secara verbal. Sama seperti komunikasi secara umum, komunikasi dalam kelompok kecil juga ditujukan untuk tercapainya suatu kesamaan makna di antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Pola komunikasi kelompok Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin adalah sebagai berikut:
55
Ponpes Salafiyah
Kyai
Ponpes Salafiyah
Kyai
Forum Bathsul Masail
Kyai
Ponpes Salafiyah
Kyai
Ponpes Salafiyah
Majelis Taklim
Pengajian Rutin Masjid
Organisasi
Bapak bapak
Perkampungan
Perkumpulan
Ibu ibu
Komplek Perumahan
swasta
Remaja Putra
Perkantoran
Pemerintah
Remaja Putri
Gambar 6.6 Pola Komunikasi Kelompok Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin Dari pola komunikasi Kelompok Pesantren Salafiyah Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 6.6. Kajian Pentad Analysis Pola Komunikasi Kelompok Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Dalam Pembangunan Teori Kajian Scene Kebutuhan komunikasi yang dijalin secara kelompok terus dijaga oleh Pesantren Salafiyah – Pesantren Salafiyah di Banten melalui kelompok kajian bahasan hukum syar’i secara rutin melalui forum Bhatsul Masail yang isinya adalah pertemuan para Kyai Salafiyah dan segenap elemen Pesantren Salafiyah di dalamnya, forum ini menjadi dasar kajian bahasan syar’i bagi pertemuan atau kajian Pesantren Salafiyah, termasuk Al-Munawar Bani Amin kepada kelompok-kelompok sosial keagamaan lainnya, baik secara horizontal yakni kelompok-kelompok pengajian pemuda, masjid komplek, organisasi kepemuadaan mau secara fertikal yakni organisasi kepemerintahan secara rutin Agent Para Kyai pesantren Saafiyah, Ustadz mau santri yang dipercaya telah mampu mengajar di masyarakat Act Karakteristik dan pemikiran datin tindakan komunikasi ini adalah syiar agama dalam rangka membangun karakter dasar masyarakat yang Salafy Agency Instrumen yang digunakan adalah berbagai institusi, kelompok mau pertemuan pertemuan masyarakat Purpose Tujuannya adalah memberikan gambaran atau sosialisasi atas berbagai bahasan syar’i dari bahasan bhatsul masail
56
Pada pola komunikasi kelompok Pesantren Salafiyah, Kyai memiliki forum resmi yang rutin diselenggarakan bersama para Kyai lain dari pesanten Salafiyah yang ada di Banten. Forum itu dinamakan Bathsul Masail, suatu pertemuan yang membahas berbagai persoalan yang berkembang di masyarakat, berkaitan dengan upaya penegakan ketauhidan dan hukum Islam (syar’i) agar sesuai dengan tuntunan agama. Misalnya pembahasan penyembelihan sapi dengan cara ditembak agar dipingsankan lebih dahulu, berhaji dengan cara berhutang ke Bank dan masalahmasalah lainnya. Forum ini terus berkembang sejalan dengan pengelompokkan masyarakat yang berinteraksi dan berkomunikasi dengan masing-masing Pesantren Salafiyah mau sang Kyai dari Pesantren tersebut secara kelompok mulai dari kelompok pengajian hingga organisasi resmi, baik ditingkat pemerintahan mau swasta. Pola komunikasi kelompok Pesantren Salafiyah membentuk modal sosial dalam masyarakat, menjadi alternatif atas tipisnya modal sosial pada pembangunan di Banten. Lemahnya modal sosial pembangunan di Banten menyebabkan pudarnya karakter dan keringnya nilai-nilai dasar dari suatu pembangunan dan nilai-nilai dari tujuan pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Dalam konteks ini, salah satu wartawan senior dari Koran lokal yang berpengaruh di Banten (Radar Banten), Amrin mengatakan: Semua tidak meragukan potensi Banten. Namun pengelolaan pemerintahan dan pembangunan tidak dilakukan dengan kejujuran. Selalu ada indikasi praktek korupsi dan salah urus kepemerintahan. Oleh karena itu, kejujuran menjadi inti persoalan dari tidak terselesaikannnya dalam pembangunan karakter di Banten. Hal ini menyebabkan ketiadaan keteladan kepemimpinan publik yang seringkali berbeda antara ucapan dan perilaku, ketidakpercayaan kepada parpol dan elit-elit politik yang memimpin serta timbulnya pragmatism masyarakat akibat pola dan sikap transaksionalis pelaku pembangunan. Seperti di daerah lainnya, Banten mengalami krisis kepemimpinan yang akut, ketiadaan etika diantara elit politik dan pemerintahan, korupsi yang merajalela, pragmatisme dan transaksionalisme serta mentalitas simbiosisme yang meruntuhkan nilai-nilai dasar karakteristik pembangunan yang dicita-citakan, nilai-nilai islam yang diagungkan. Sebaliknya resistensi konflik di berbagai sendi kehidupan mendasar masyarakat begitu tinggi. Hal ini semakin terasakan di ranah politik. Keberadaan dinasti politik yang mengusung kekuasaan keluarga dalam demokrasi tidak pula memberi manfaat bagi upaya peletakan dasar tabiat perilaku pelaku pembangunan yang dapat dipercaya oleh masyarakat. Proses pilkada dipercaya menjadi tali simpul yang kuat atas jalinan temali korupsi yang kuat. Dimulai dengan keterpilihan pejabat publik yang tergadaikan oleh investasi kapitalisasi politik yang besar. Mulai dari “sewa perahu” untuk mendapatkan parpol pengusung calon pejabat publik, biaya pencitraan politik yang tinggi, membangun pengaruh di masyarakat melalui kekuatan materi dan praktek-praktek penggelembungan suara yang melibatkan sistem dan orang-orang yang berada di dalam sistem tersebut secara sistematis. Setidaknya
57
menjadi rahasia umum, pilkada dimana, termasuk di Banten, petahana menjadi aktor yang dapat memainkan secara leluasa anggaran Negara di daerah menjadi resources kampanyenya dan hegemoni atas perangkat pemerintahan untuk tetap memberi dukungan kepada dirinya. Pola Komunikasi Publik Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Sisi lain yang paling signifikan dan dikenal dari pesantren Saafiyah adalah lembaga dakwah. Melalui dakwah, Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin menyebarkan berbagai pesan pembangunan melalui gagasan, dan praktek ibadah yang ditiru, kemudian berfungsi menjadi transmisi komunikasi publik di sepanjang ikatan-ikatan pertemanan atau arus pengaruh (influence flow) dalam sebuah jaringan sosial, melalui ikatan-ikatan yang multy people atau multy network yang menghasilkan jaringan-jaringan sosial yang serupa. Dalam hal ini, pola komunikasi publik Pesantren Salafiyah adalah lingkungan jaringan-jaringan sosial yang serupa sebagai hasil dari proses "tranmisinya" Kyai Keluarga
Personal
Lingkungan terdekat
Ustadz Santri
Masyarakat
Gambar 6.7 Pola Komunikasi Publik Pesantren Salafiyah Al Munawar dan Proses Transmisinya
58
Berdasarkan pola komunikasi publik, Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 6.7 Kajian Pentad Analysis Pola Komunikasi Publik Pesantren Salafiyah AlMunawar Bani Amin Teori Kajian Scene Komunkasi yang dijalin oleh Kyai pimpinan Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin dilakukan melalui dua bentuk komunikasi, yakni Kyai sebagai personal yang melakukan pendekatan dan interaksi sebagai pimpinan informal masyarakat, alim ulama dan pimpinan Pesantren yang selanjutnya diejawantahkan atau ditiru oleh Ustadz dan para santri sebagai bentuk dari komunikasi tidak langsung dari Kyai. Bentuk yang kedua komunikasi Kyai melalui keluarga yang tertransmisikan melalui lingkungan terdekat keluarga Kyai dan kedua bentuk komunikasi inilah yang kemudian sampai menjadi satu pembelajaran bagi masyarakat luas Agent Kyai, Ustadz, Santri, Keluarga Kyai Act Karakteristik dan pemikiran utama dari komunikasi ini adalah menjaga kewibawaan kelembagaan pesantren dan personifikasi Kyai dan memelihara nilai-nilai luhur di dalamnya Agency Instrumennya adalah berbagai pranata sosial yang tercipta di dalam kelembagaan pesantren dan keluarga Kyai Purpose Membangun kepercayaan masyarakat atas nilai-nilai dasar Pesantren Salafiyah dan ketauladanan Pesantren Salafiyah Kesuksesan transmisi pesan Kyai Salafiyah, dimulai dari lingkungan yang paling dekat terlebih dahulu, seperti hubungan kekeluargaan dengan keluarga Ustadz dan santri yang kemudian menjadi suatu pesan yang ditaati dilingkungan yang lebih luas lagi yakni masyarakat disekitarannya. Termasuk transmisi pesan yang dimulai melalui keluarga menjadi makna yang tersampaikan secara baik dilingkungan terdekat dengan keluarga besar Kyai, kepada masyarakat melalui interaksi dengan tetangga tetangga terdekat. Transmisi pesan dalam pola komunikasi publik berisi pesan keagamaan lebih mendominasi (70%), terkait dengan tema penyelenggaraan acara keagamaan yang diadakan, seperti hukum keagamaan dan tuntutan keagamaan tentang pernikahan ketika berada dalam undangan hajatan pernikahan, berisi tuntunan anak sholeh jika berada dalam acara walimatul hajat. Sedangkan pesan pembangunan yang diberikan meliputi semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara meliputi politik, sosial, ekonomi, budaya yang intinya mengarah kepada suatu tuntutan untuk menyikapi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara secara jujur, takut untuk berbuat dosa dan membangun kesadaran berbicara benar walau itu menyakitkan.
59
Tabel 6.8 Isi Pesan Tausiyah Kyai Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin Jenis Pesan Volume Pesan Keagamaan 70% Pembangunan 30% Pesantren Salafiyah memyai kebebasan berkomunikasi sesuai dengan kebutuhan dan pengalamannya. Oleh karena itu, siapa memilih siapa atau siapa dipilih siapa merupakan hal yang penting. Muatan sosial yang mengalir ketika Kyai memilih hubungan sosial dengan seseorang dan tidak kepada yang lain secara sosial membentuk jaringan hubungan sosial yang berbeda. Selain Itu, dalam setiap hubungan sosial yang terbina belum tentu atau tidak selalu bersifat "timbal balik" (resiprokal). Pesantren Salafiyah tidak selalu menggunakan semua hubungan sosial yang dimilikinya dalam mencapai tujuan-tujuannya, tetapi disesuaikan dengan tujuantujuan yang ingin dicapainya atau konteks sosialnya sehingga dalam rangka pencapaian tujuan, biasanya selalu diikuti dengan konfigurasi jaringan hubungan sosial tertentu. Seperti halnya ketika berhubungan dengan media massa. Dalam konteks memahami hubungan sosial yang ada, keberadaan Pesantren Salafiyah juga berkepentingan terhadap pesan-pesan keagamaan yang mesti disampaikan secara luas kepada khalayak melalui media atau sebaliknya media membutuhkan keberadaan suatu permasalahan melalui persepsi dan intrepretasi kaum sarungan. Dalam pola ini Pesantren Salafiyah tidak berbicara atas nama pesantrennya kepada media atau menggunakan pesantrennya untuk kepentingan berstatement dalam media. Keterlibatan dalam media biasanya merupakan keterlibatan bersama dalam organisasi resmi seperti NU mau MPS (Majelis Pesantren Salafiyah) baru kemudian menjadi narasumber berita yang biasanya ditempatkan menjadi second opinion oleh media lokal. Kondisi ini terjadi dimungkinkan karena Pesantren Salafiyah berupaya menjadikan kontekstual pesantren hanya pada kepentingan ibadah. Menempatkan keberadaan organisasi bersama sebagai sarana untuk bersuara adalah suatu kebersatuan Kyai di dalamnya. Pola komunikasi publik yang Pesantren Salafiyah yang diperankan membentuk pola atau model jaringan komunikasi tertentu, dimana Kyai menjadi pemuka, yaitu orang yang mempengaruhi orang-orang lain secara teratur dengan pesan tertentu secara konsisten. Proses komunikasinya dua arah dan interaktif di antara partisipan yang terlibat. Berlo (1960) menganggap partisipan ini sebagai transciever, karena keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan. Jadi tidak hanya menjalankan satu fungsi sebagai penerima atau pengirim pesan belaka. Terciptanya kesamaan makna akan suatu informasi antara komunikator dan komunikan merupakan tujuan utama berkomunikasi. Hubungan interaktif antara komunikator dengan komunikan menggunakan saluran jaringan komunikasi, yaitu saluran untuk menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain.
60
Pola Komunikasi Massa Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Pola komunikasi massa Pesantren Salafiyah tercipta dengan masyarakat secara luas yang berkepentingan terhadap penataan mental spritualnya dalam kehidupannya. Jaringan komunikasi massanya menggambarkan "how say to whom" (siapa berbicara kepada siapa) dalam suatu sistem sosial. Jaringan komunikasi ini menggambarkan komunikasi interpersonal, dimana terdapat pemuka-pemuka opini dan pengikut yang saling memiliki hubungan komunikasi pada suatu topik tertentu, yang terjadi dalam suatu sistem sosial tertentu seperti sebuah desa, sebuah organisasi, atau sebuah perusahaan (Gonzales, 1993). Pola komunikasi massa Pesantren Salafiyah tercipta dengan masyarakat secara luas dalam kerangka mengkonstruksi hukum, nilai dan norma bersama, yang pada akhirnya mengikat satu sama lain. Konstruksi tersebut, secara tidak langsung mencerminkan kualitas hubungan sosial yang terbangun yang selanjutnya menentukan derajat solidaritas dalam saling keterhubungan tersebut. Konfigurasi hubungan sosial ini berasal dari pola pilihan hubungan interpersonal Kyai melalui pertemanan dan atau hubungan-hubungan sosial lainnya berbasis pada persepsi dan pengalaman pribadi masing-masing baik dalam skala kecil mau skala besar. Pengelompokan-pengelompokan komunikasi sosial yang ada di jaringan pesantren Salafiyah terbangun dari pilihan hubungan personal sederhana, terdiri atas hubungan antara dua orang dan hubungan antara tiga orang, berkembang menjadi seperangkat rangkaian hubungan sosial hingga menjadi sebuah jaringan sosial yang sangat besar dan sangat kompleks, yaitu masyarakat. Pola komunikasi massa Pesantren Salafiyah adalah bangunan kehidupan sosial yang besar dan kompleks, sering disebut sebagai konfigurasi hubungan sosial yang mengikat organisasi- organisasi sosial yang ada di masyarakat, di mana organisasi-organisasi sosial itu sendiri juga merupakan sebuah jaringan hubungan yang dibangun melalui interaksi dan hubungan sosial manusia yang satu dengan yang lain. Konfigurasi sosial membentuk sebuah masyarakat (sederhana atau bersahaja mau yang kompleks; pedesaan atau perkotaan) terdiri atas berbagai "satuan-satuan sosial" yang lebih kecil seperti keluarga, asosiasi-asosiasi atau organisasi sosial yang di dalamnya terdapat pula pengelompokan- pengelompokan sosial yang anggotaanggotanya intim satu sama lain yang terikat melalui pesan-pesan komunikasi yang konstan dan berkomitmen. Komunikasi massa Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin merupakan bentuk komitmen terhadap visi pembangunan kualitas takwa manusia, berbeda dengan penetapan prioritas pembangunan di Banten tidak mengaitkan sama sekali bagaimana pembangunan karakter sebagai basis modal sosial masyarakat bisa dikembangkan. Prioritas pembangunan Provinsi Banten 2014 justru memfokuskan pada tujuh bidang pertumbuhan fisik saja terdiri atas: pertama, pembangunan infrastruktur konektivitas dan daya dukung pusat-pusat pertumbuhan di Provinsi Banten. Kedua, revitalisasi investasi dalam upaya memperluas lapangan kerja baru, ketiga, pembentukan Bank Banten serta membentuk perusahaan penjamin kredit daerah. Keempat, optimalisasi peningkatan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM). Kelima, percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, pelestarian
61
lingkungan hidup dan mitigasi bencana. Keenam, reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan daerah. Ketujuh, menyukseskan Pemilu 2014 (Antara News: April 2013). Latar Pola Komunikasi Massa Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Komunikasi massa Pesantren Salafiyah lahir dari akibat prioritas pembangunan di Banten yang tidak menstimulir kebutuhan dan pendekatan pembentukan karakter pembangunannya. Tetapi lebih kepada pertumbuhan fisik semata. Pemantapan pembangunan infrastruktur konektivitas dan daya dukung pusatpusat pertumbuhan di Provinsi Banten, berkaitan dengan kebijakan pemerintah pusat karena Banten dijadikan salah satu daerah yang termasuk dalam masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor JawaSumatera. Bandara Banten Selatan, jalan tol akses Serang-Panimbang, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung termasuk pembangunan Waduk Karian menjadi target capaian MP3EI. Pada beberapa program yang diluncurkan pemerintah provinsi Banten, bisa dikatakan terpolitisasi. Nama-nama program yang digunakan diidentikan dengan pribadi Gubernur (Ratu Atut Chosiyah, SE), sehingga memberi kesan bahwa program tersebut adalah terpisah dari pemerintah dan seakan-akan dibiayai oleh pribadi Ggubernur. Kesan ini tentu saja membuka celah politisasi program pembangunan, yakni kemungkinan tidak akan tersentuhnya kelompok masyarakat yang secara politik tidak mendukung kekuasaan Gubernur atau kelompok masyarakat yang berbeda pandangan maupun kepentingan politiknya. Kemungkinan ini terbuka lebar mengingat bantuan dana hibah yang pernah diberikan kepada kelompok masyarakat yang masih memiliki kekerabatan atau kesamaan pandangan serta kepentingan politiknya. Adapun program-program pembangunan yang kemungkinan dipolitisasi adalah: Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu (Gerbang Ratu), berupa kegiatan bantuan keuangan dari Pemprov Banten pada kabupaten/kota untuk infrastruktur kecamatan yang diintegrasikan dengan program PNPM Mandiri. Anggaran yang dikeluarkan untuk program tersebut Rp154 miliar untuk 154 kecamatan. Gerakan Aksi Membangun Pertanian Rakyat Terpadu (Gempita Ratu), yang merupakan upaya Pemprov Banten untuk melaksanakan program pembangunan pedesaan yang didominasi pada sektor pertanian. Selain itu program Jaminan Sosial Rakyat Terpadu (Jamsosoratu) yang merupakan program jaminan bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan alokasi anggaran sekitar Rp4,6 miliar bagi sekitar 2000 rumah tangga sasaran. Orientasi pada pembangunan dan pertumbuhan secara fisik semakin terlihat dari orientasi pembangunan yang ingin diwujudkan sebagai salah satu kawasan andalan nasional di Indonesia di sektor industri dan pariwisata. Kedua sektor andalan tersebut tersebar di wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon. Di Kota Cilegon pula terdapat pabrik baja Krakatau Steel yang didirikan pada tahun 1966, sebagai bakal tumbuhnya
62
industri-industri baru, dan berkembangnya pelabuhan di Banten. Pertumbuhan industri tersebut, mendorong kemajuan wilayah dan perekonomian daerah, sehingga secara nasional Banten tergolong sebagai wilayah cepat tumbuh. Untuk memacu perkembangan wilayah dan megakselerasi tumbuhnya industri di Banten, telah diprogramkan beberapa pembangunan proyek strategis yang berskala nasional dan internasional, yaitu pembangunan Pelabuhan Internasional Bojonegara, pembangunan Jembatan Selat Sunda (Jawa-Sumatera), pengembangan Jaringan Jalan Cincin (ring road) pantai utara-selatan Baten, peningkatan jalan tol dan jalan kereta api (double track), perluasan bandara Soekarno-Hatta, pembangunan supply air baku waduk karian, peningkatan kapasitas power plant, jaringan kilang gas dan storage BBM, pengembangan kawasan ekonomi khusus dan cluster industri petro kimia. Dengan dikembangkannya infrastruktur pedukung wilayah yang memadai tersebut, menjadikan Banten ke depan sebagai wilayah tujuan utama investasi di Indonesia yang memiliki tingkat daya saing yang tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di Banten hampir tidak memberikan tempat bagi perkembangan pertumbuhan Pesantren Salafiyah, baik pada sisi perkembangan kekuatan potesinya maupun nilai-nilainya. Oleh karena itu, Pesantren Salafiyah berkembang secara terpisah dalam upaya membangun mentalitas masyarakat dengan segenap kegiatan yang tercipta melalui komunikasi massa, yakni syiar agama secara langsung oleh Kyai. Tabel 6.9 Intensitas Pola Komunikasi Massa Pesantren Salafiyah Al Munwar Bani Amin Dimensi Rata-rata kegiatan Total komunikasi massa yang dilakukan Kyai dan Ustadz/hari Kyai Ustadz Tempat 4 2 6 Massa (Orang) 300 150 450 Pola komunikasi massa Pesantren Salafiyah membentuk hubungan sosial sebagai modal sosial dari ikatan-ikatan sosial dan budaya. Kyai berperan mengembangkan sebuah sikap sosial dan pengaruh sosial, serta peluangnya. Kyai sebagai aktor dalam hal ini dilihat sebagai agent yang sangat aktif. Modal sosial dalam pola komunikasi massa Pesantren Salafiyah mencerminkan variasi kesuksesan fungsi dari ikatan sosial dalam kerangka difusi dan pengaruh sosial yang mencoba menjelaskan masalah homogenitas dalam sikap aktor, keyakinan, dan praktekprakteknya. Hubungan sosial selanjutnya menjadi modal struktural. Pada level aktor, modal sosial memusatkan perhatiannya pada manfaat bagi aktor baik dalam hal menduduki posisi sentral dalam jaringan atau memiliki sebuah ego-network dengan sebuah struktur tertentu. Aktor secara khas dilihat sebagai agent yang aktif dan rasional.
63
Selain itu, hubungan sosial juga sebagai akses sumberdaya. Kesuksesan Kyai adalah sebuah fungsi dari kualitas dan kuantitas sumberdaya yang dikontrol oleh alter-alter si aktor. Ikatan-ikatan yang dimiliki ego dengan para alternya adalah berupa pipa penyalur (conduits) melalui mana ego dapat mengakses sumberdaya itu. Jenis-jenis ikatan yang berbeda memiliki kapasitas-kapasitas yang berbeda untuk mengekstrak atau menyuling sumberdaya-sumberdaya. Sebagaimana halnya dengan modal struktural, para aktor secara khas, dilihat secara implisit sebagai agen yang aktif, rasional dan yang berpengaruh, membentuk ikatan-ikatan sosial untuk mencapai tujuan-tujuannya. Hubungan sosial yang yang terwujud di dalam komunikasi massa, Kyai berperan memenuhi kebutuhan atau persoalan yang dihadapi masyarakat dan aturan-hukumnorma yang berlaku, bisa diperoleh secara lebih tepat. Selanjutnya, dengan teridentifisikannya kebutuhan dan persoalan yang dihadapi masyarakat serta aturanhukum-normanya, Kyai Salafiyah dapat mengelolanya (memformulasikan) menjadi "bahan/materi" Tausyiah sehingga menjadi relatif lebih mudah diterima dan mendapat dukungan respon masyarakat secara baik. Hal ini didukung oleh sikap Kyai sendiri yang menselaraskan antara sikap dan perkataan, suatu sikap yang jarang ditemui di kepemimpinan pemerintahan. Jaringan-jaringan sosial yang terwujud dalam masyarakat oleh Pesantren Salafiyah digunakan sebagai saluran komunikasi untuk mensosialisasikan (mempengaruhi, menanamkan, merubah mindset ) isi pesan tausyiah yang ditawarkan menjadi kontrol, monitoring dan koordinasi terhadap fluktuasi sosial yang terjadi dalam masyarakat, seperti pemanfaatan jaringan komunikasi massa. Pola komunikasi pengumpulan massa dalam Pesantren Salafiyah biasanya terkait dengan mobilisasi acara-acara keagamaan, seperti istighotsah dalam rangka berdoa untuk keselamatan atas suatu persoalan atau peresmian acara tertentu, seperti istighotsah peresmian Majelis Pesantren Salafiyah yang dihadiri sekitar 6.000 orang, istighotsah pelantikan NU Kota Serang, dihadiri sekitar 3.500 orang. Acara Panjang Mulud yang setiap tahunnya dihadiri lebih dari 10.000 orang pada peringatan acara yang bersamaan namun terpisah di tempat masing-masing.
Gambar 6.10 Pengorganisasian Massa Istighotsah Nahdatul Ulama melalui Pesantren Salafiyah medio Oktober 2012 yang dihadiri lebih dari 6.000 orang
64
Gambar 6.11 Pengorganisasian Kyai se-Banten dan massa dalam istighotsah dan deklarasi Majelis Pesantren Salafiyah, Mei 2011, menghadirkan lebih dari 4.000 orang. Pola Komunikasi Organisasi Ponpes Salafyah Al Munawar Bani Amin Dalam pola komunikasi organisasi Pesantren Salafiyah semua terpusat pada Kyai sebagai sentral pemangku semua aspek kebijakan organisasi baik secara top down mau secara bottom up, seperti gambar berikut ini: Kyai
Ustadz
Santri
Masyarakat
Gambar 6.12 Pola Dasar Komunikasi Organisasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
65
Pada struktur komunikasi organisasi, aliran komunikasi yang terjadi melingkupi semua kebutuhan siapa berbicara kepada siapa akan sangat tergantung pada konteks persoalannya. Artinya tidak terjadi dikotomi antara Kyai sebagai sentral komunikasi dengan segenap komunikator lainnya dengan pola yang berbeda seperti gambar dibawah ini.
Ustadz
Kyai
Santri
Kyai
Ustadz
Santri
Gambar 6.13 Struktur Komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Kyai mengayomi setiap struktur komunikasi antara pola penyebaran informasi dua arah antara Ustadz dan santri mau kepada salah satu pihak saja. Termasuk struktur komunikasi dimana Kyai membawahi Ustadz maupun santri dalam hubungan semua informasi dapat di akses kesemua pihak. Dari struktur komunikasi Pesantren Salafiyah Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 6.10 Teori Scene
Agent Act
Agency Purpose
Kajian Pentad Analysis Pola Komunikasi dan Struktur Organisasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Kajian Pola komunikasi oragnisasi dan struktur di dalamnya baik yang berlangsung secara top down atau bottom up antara Kyai, Ustadz, Santri dan masyarakat mau sebaliknya, Kyai memegang peranan penting dalam struktur mau pola komunkasi tersebut. Kyai menjadi sentral dari komunikasi organisasi mau struktur komunikasi yang terjadi Kebijaksanaan dan kewibawaan Kyai menjadi karakter dan pemikiran utama dari arus pola komunikasi ditingkat organisasi mau struktur kmunikasinya Instrumen Kyai dan keluarga Kyai Keterbukaan informasi dalam etika dan tatanan komunikasi pesantren