BAB IV PANDANGAN PIMPINAN PONDOK PESANTREN SALAFIYAH DI KALIMANTAN SELATAN TENTANG MODERNISASI KURIKULUM PONDOK PESANTREN SALAFIYAH
Untuk menggambarkan bagaimana pandangan Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah di Kalimantan Selatan terhadap modernisasi pondok pesantren dalam bidang kurikulum akan diuraikan pandangan terhadap perubahan bentuk kurikulum, integrasi mata pelajaran umum, pendidikan vokasional/keahlian dan kegiatan ekstra kurikuler ke dalam kurikulum pondok pesantren. A. Perubahan Bentuk Kurikulum Tradisional ke Kurikulum Modern
dari
Kurikulum
Salah satu hal yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan pada satu satuan pendidikan adalah kurikulum. Karena kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan untuk mencapai tujuan pendidikan. 1 Dengan demikian kurikulum di samping berisi aturan tentang isi/materi yang akan diajarkan juga mengatur tentang bagaimana cara mengajarkannya. Oleh karena itu sangat tepat bila dinyatakan kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan di sebuah satuan pendidikan. Untuk dapat dijadikan sebagai pedoman bagi seluruh stake holder pondok pesantren maka kurikulum harus dibukukan dalam bentuk dokumen. Berdasarkan hasil penelitian maka didapati dokumen tentang kurikulum yang dimiliki pondok pesantren yang diteliti, memiliki bentuk yang berbeda. Di Pondok Pesantren Ibnul 1Republik Indonesia, “Undang-Undang nomor RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat 19” , 2003 (Bandung: Citra Umbara, 2006) h.74.
115
116
Amin kurikulum hanya berupa kitab pegangan yang harus diajarkan dan waktu yang digunakan untuk menyelesaikan kitab yang bersangkutan. Adapun kitab pegangan dan waktu penyelesaian masing-masing kitab pada Pondok Pesantren Ibnul Amin sebagaimana terdapat dalam tabel di bawah ini. Tabel: 4.1. Nama Kitab dan Alokasi waktu masing-masing Kitab Pada Pondok Ibnul Amin tahun 2014 2 No
Nama Kitab
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Tashrifan Jurumiah Mutammimah I Mutammimah II Kailani I Kailani 2 Syarah Sittîn Fathul Majîd Kifayatul Awâm Hud Hudy Fathul Qarib I Fathul Mu’in
Alokasi Waktu 120 kali pertemuan ( 3 bulan) 120 kali pertemuan ( 3 bulan) 150 kali pertemuan ( 3 bulan) 120 kali pertemuan ( 2 bulan) 90 kali pertemuan ( 3 bulan) 90 kali pertemuan ( 3 bulan) 90 kali pertemuan ( 3 bulan) 90 kali pertemuan ( 3 bulan) 90 kali pertemuan ( 3 bulan) 90 kali pertemuan ( 3 bulan) 180 kali pertemuan ( 6 bulan) 180 kali pertemuan ( 6 bulan)
Kitab tersebut di atas wajib dihadiri oleh santri dan wajib mengikuti ujian akhir kitab. Di samping kitab tersebut masih banyak kitab lain yang sifatnya wajib dihadiri tetapi tidak diujikan dan ada juga kitab lainnya yang sifatnya mengikuti pembelajaran tidak wajib dan tidak diujikan. Adapun kitab yang tidak diujikan misalnya adalah Kitab Fathul Qarib juz II , Fathul Muin juz IV, dan Kitab Dasuki. Pada Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin kurikulum hanya berbentuk susunan mata pelajaran tiap-tiap kelas dengan kitab yang menjadi sumber bahan. Secara detail susunan mata 2Dokumen
Pondok Pesantren Ibnul Amin tahun 2014.
117
pelajaran dan kitab rujukan yang terdapat di Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin adalah: Tabel: 4.2. Nama Mata Pelajaran dan Kitab Rujukan pada Tingkat Tsanawiyah Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin 3 No
Mata Pelajaran
1.
Tauhid
2. 3.
Fiqh Hadits
4. 5.
8.
Tafsir Ushul Fiqh Ushul Hadis Ushul Tafsir Fara’id
9.
Nahu
6. 7.
10. Sharaf
Nama Kitab Kelas I
Kelas II
Kifâyatul ‘Awâm Fathul Qarîb Riyadhus Shâlihîn Jalâlain Mabâdî Awaliyah Dâlilu al Thâ libîn
Matan Jauharah Fathul Qarîb Riyadhus Shâlihin Jalâlain
Is’âfu al Hâid Is’âfu al Thâ libin -
11. Balaghah 12. Mantiq Syarah Sulamu al Munawaraq 13. Al ‘Arud 14. Lughatul Arabiah 3Dokumen
Qiraatul Rasyîdah I
Kelas III Hud Hudy Fathul Qarîb Riyadhus Shâlihin Jalâlain
Al Waraqâti
Assalam
Minhatul Mughîst Ilmu Ushûl Tafsîr Nafhatu al Ha-saniah
Tanwîru al Tulâbu al Qaulu al Munîr Dhalîl Khâ’id al Kawâkibu al Durriah
Asmawi Matan Al Maqsûd Syarah Sulamu al Munawaraq Qiraatul Rasyîdah II
al Kailani Qawâ’id Idhâhu al Mubham Mukhtasyar Asy Syâfi Qiraatul Rasyîdah III
Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin tahun 2014.
118
Sambungan Tabel: 4.2. No
Nama Kitab
Mata Pelajaran
15. Tajwid 16. Insya 17. Tarikh Islam 18. Akhlaq
Kelas I Hidâyatul Mustafîd Rafîqi Khalâshatu Nur al Yaqîn Ta’lîmu al Mutha’allim
Kelas II
Kelas III
-
-
Rafîqi
Rafîqi
Nûrul Yaqîn Nûrul Yaqîn Risâlatu al Nashi’uddînia Mu’âwanah h
Sedangkan kurikulum pada Pondok pesantren Yasin ada buku kurikulum yang berbentuk matrik yang kolom-kolomnya terdiri dari: nama mata pelajaran, kitab rujukan, pengarang dan alokasi waktu. Adapun gambaran lengkap contoh bentuk kurikulum yang disusun oleh Pondok pesantren Yasin dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel: 4.3. Kurikulum Tsanawiyah Tingkat Tsalitsah Pondok Pesantren Yasin 4 No 1
2
Kitab Rujukan/ Bahan Tahfiz dan Al Qur’an Qirâ’atul Surah Yâsîn Qur’ân dan Surah Asy Syajadah Tafsir Qur’an Surah Yâsîn sampai S. At Tahrim (Rujukan Kitab Jalalain) Mata Pelajaran
4Dokumen
Pengarang
Imam Jalaluddin al Mahalli dan Imam Jalaluddin Asy Syuyuti
Alokasi Waktu/ Minggu 6 kali
3 kali
Kurikulum Pondok Pesantren Yasin, Tahun 2012.
119
Sambungan Tabel: 4.3. No
Mata Pelajaran
3
Aqidah
4
Hadis
5
Fiqh
6
Tasawuf
7
Nahu
8
Sharaf
9
Lughat al Ara-biyah
Kitab Rujukan/ Pengarang Bahan Fath al Majîd Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al Bantini kitab Imam Yahya bin “Riyadhu Al Syaraf bin Hasan Shâlihîn” bin Husain AnNawawi Kitab Fath al Syekh Abi Qârib Abdul-lah Muhammad bin Qasim Asy Syafi’i Kitab Hidayah Syekh Abdush as Sâlikîn Sha-mad al Palimbani Kitab Syeikh Mutammimah Muhammad Bin ( Materi Ahmad Bin Abdil muqaddimah Bari Al-Ahdal sampai bab Zani wa Akhawâtiha) Kitab Kailani Syekh Abi al HaPasal Fi san ‘Ali bin Bayâni al Hisam al Kailani Mudhâ’afu sampai akhir kitab Qasasun Said Abul Hasan Nabiyina juz 4 ‘Ali Ahsan Annadwi
Alokasi Waktu/ Minggu 3 kali
3 kali
4 kali
2 kali
3 kali
3 kali
3 kali
120
Sambungan Tabel: 4.3. No 10
11 12 13 14
Kitab Rujukan/ Bahan Siratun Khalisah Naba wiyah Nurul Yaqîn Juz 3 Bahasa Indonesia Matematika Khat Insya Mata Pelajaran
Alokasi Waktu/ Minggu 2 kali
Pengarang Umar Abdul Jabbar
1 kali *) 1 kali *) 1 kali 1 kali
Ket.: *) Masih berupa rencana belum dilaksanakan 5 Walaupun terdapat perbedaan dalam bentuk format kurikulum, tetapi pada dasarnya bentuk-bentuk kurikulum di atas masuk dalam kategori pandangan yang menyatakan bahwa kurikulum hanya sejumlah mata pelajaran yang wajib diikuti oleh peserta didik. Oleh karena itu dapatlah dinyatakan bahwa desain kurikulum yang dipakai oleh Pondok Pesantren Salafiyah di Kalimantan Selatan menggunakan desain subject curriculum. Subject curriculum yaitu kurikulum yang terdiri dari mata pelajaran yang terpisah-pisah. Subject adalah himpunan pengalaman (pengetahuan) manusia yang disusun logis dan sistematis.6 5Hasil wawancara dengan Ahmad Thoha, Mudir Tsanawiyah Pondok Pesantren Yasin, tanggal 3 April 2016 dinyatakan bahwa: mulai disusun buku kurikulum tahun 2010 sampai tahun ajaran 2014-2015 kedua mata pelajaran itu belum bisa dilaksanakan karena pimpinan Pondok Pesantren Yasin belum mampu menulis silabus untuk kedua mata pelajaran tersebut. Sesuai dengan rencana awal bahwa bahan pelajaran dari kedua mata pelajaran tersebut berbeda ruang lingkup materinya dengan yang dipakai di sekolah/madrasah yang menggunakan kurikulum nasional RI. Hal ini karena jumlah alokasi waktu pada masing-masing jenjang di Pondok Pesantren Yasin berbeda dengan alokasi waktu yang ada di sekolah/madrasah. 6Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), h. 78.
121
Apabila ditinjau dari segi pendekatan dalam penyusunan kurikulum, maka penyusunan kurikulum dari ketiga Pondok Pesantren di atas menggunakan pendekatan yang berorientasi bahan pelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat M. Ahmad bahwa apabila dalam pengembangan kurikulum pertanyaan pertama yang muncul adalah bahan apa yang akan diajarkan kepada peserta didik, maka pendekatan seperti ini disebut pendekatan yang berorientasi pada bahan pelajaran. Pendekatan tersebut walaupun ada kelebihannya, tetapi mempunyai kelemahan yaitu tujuan pengajaran kurang jelas, sehingga sukar untuk dijadikan pedoman dalam menentukan metode maupun penilaian.7 Pada perkembangan modern, kurikulum pendidikan menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan, yang berarti bahwa langkah pertama dalam penyusunan kurikulum adalah menentukan apa tujuan pendidikan yang ingin dicapai, atau pengetahuan, keterampilan dan sikap apakah yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikan kurikulum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dirumuskan tujuan dan pengetahuan, serta keterampilan dan sikap secara jelas dan operasional. 8 Pendekatan yang berorientasi pada tujuan dalam pengembangan kurikulum memiliki banyak kelebihan. Adapun kelebihan yang dimaksud adalah: 1. Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum 2. Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 3. Tujuan yang jelas juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai. 4. Hasil penilaian yang terarah akan membantu penyusun kurikulum dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.9
7M.
Ahmad, Pengembangan ... h. 73. h. 74. 9Ibid. 8Ibid,
122
Oleh karena itu modernisasi dalam hal penyusunan kurikulum dalam konteks penelitian ini berarti merubah pengembangan kurikulum yang disusun dengan pendekatan bahan pelajaran menjadi pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan tujuan pelajaran. Terhadap kondisi ini maka pandangan pimpinan pondok pesantren yang diteliti secara esensinya tidak berbeda. Pimpinan Pondok Pesantren Yasin yang menyatakan bahwa pendekatan dalam menyusun kurikulum dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan itu bagus sekali, bahkan kalau komponen kurikulum itu dibuat terdiri dari tujuan, bahan pelajaran, metode dan media maka beliau setuju, tetapi kata beliau kami memiliki tenaga yang terbatas dan tidak ada tenaga ahli yang mampu mengerjakan hal tersebut. 10 Sementara menurut Pimpinan Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin: Modernisasi terhadap kurikulum pesantren itu bagus, supaya mengimbangi kemajuan zaman. Kurikulum itu penting supaya pendidikan yang diselenggarakan terarah pada tujuan. Yang namanya kurikulum semakin tahun selalu ada perubahan. Pondok pesantren boleh menambah pelajaran demi untuk kebaikan, tetapi tidak boleh mengurangi kurikulum yang sudah ada. Mempertahankan kurikulum pondok pesantren seperti yang ada sekarang dimaksudkan untuk menjaga keberkahan. Modern itu sangat wajar, tetapi harus sejalan dengan motto/semboyan pondok pesantren. Boleh mengikuti modernisasi untuk menambah khazanah duniawiyah. Dunia tidak bisa kita tinggalkan, karena itu modernisasi tidak bisa dihindari.11 Pendapat senada dikemukakan oleh Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin yang menyatakan bahwa modernisasi
10Hasil
wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014. 11Hasil
Wawancara dengan K H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al Mursyidul Amin, tanggal 11 April 2015.
123
kurikulum itu baik saja selama tidak mengurangi kitab yang diajarkan selama ini. 12 Berdasarkan pendapat di atas, maka merubah pendekatan yang digunakan dalam menyusun kurikulum tidak menjadi masalah bahkan menambah isi kurikulum pun boleh, asal tidak mengurangi materi kurikulum pondok pesantren yang ada sekarang. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin, Al Mursyidul Amin dan Yasin memandang bahwa modernisasi bidang kurikulum di Pondok Pesantren itu baik, dan setuju saja untuk diterapkan asal tidak mengurangi isi kurikulum pondok yang ada sekarang, dan tetap kurikulum disusun berdasarkan kitab yang dipakai selama ini. Di samping itu salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum pondok salafiyah adalah kitab tetap dipelajari secara utuh mulai halaman awal sampai halaman akhir kitab. Hal ini untuk menjaga keberkahan ilmu yang akan diperoleh. 13 Baik kurikulum yang digunakan pada pondok pesantren Ibnul Amin, Al Mursyidul Amin dan Yasin dapat saja dirubah sesuai dengan model kurikulum pada sekolah modern, yaitu kurikulum disusun dengan 5 unsur penting yaitu tujuan, materi pendidikan, organisasi dan strategi, sarana dan evaluasi. 14 Di antara komponen tersebut komponen tujuan amat penting. Karena tujuan akan menentukan komponen lainnya. Pada pondok pesantren tujuan yang harus dirumuskan oleh tim pengembang kurikulum terdiri dari tujuan pondok pesantren, tujuan tiap-tiap mata pelajaran dan tujuan pokok bahasan. Dengan jelasnya tujuan seperti di atas, maka memudahkan untuk menentukan berbagai komponen lainnya. Misalnya pokok-pokok materi pelajaran apa saja yang terdapat dalam rumusan tujuan pokok bahasan. Dari tujuan itu dapat pula 12Hasil
wawancara dengan K.H. Mukhtar, Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin tanggal 7 Maret 2015. 13Hasil wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014. 14Hendyat Soetopo dan Wasty Sumanto, Pembinaan .....h. 26-38.
124
dirumuskan strategi pembelajaran, metode, media, dan evaluasi pembelajaran. Dari tujuan itu pula dapat diketahui keluasan dan kedalaman materi yang harus disampaikan kepada peserta didik, sehingga dapat ditentukan berapa lama alokasi waktu yang diperlukan untuk mengajarkan materi yang bersangkutan. Akan tetapi menyusun kurikulum dengan pendekatan modern seperti tersebut di atas memerlukan keahlian. Oleh karena itu bila ingin melakukan perubahan sesuai dengan pendekatan modern dalam menyusun kurikulum pondok pesantren salafiyah harus mendatangkan tenaga ahli, atau ada uluran tangan dari pemerintah atau dari perguruan tinggi yang berkompeten. B. Integrasi Pengetahuan Umum ke dalam Kurikulum Pondok Pesantren Salah satu fungsi Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan adalah tempat untuk mentransfer ilmu pengetahuan, nilai dan sikap yang dimiliki atau yang diinginkan generasi tua kepada generasi muda. Oleh karena itu maka isi kurikulum pondok pesantren haruslah berisi ilmu pengetahuan, nilai dan sikap yang dimiliki atau yang diinginkan masyarakat pemakai lembaga pendidikan yang bersangkutan. Selama ini banyak ditemukan pada pondok pesantren salafiyah di Indonesia yang hanya mengajarkan materi pelajaran ke-Islaman yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Zamachsyari Dhofir menyatakan bahwa pada pondok pesantren diajarkan kitab-kitab klasik yang dapat digolongkan menjadi 8 penggolongan yaitu: 1). Nahwu, dan. Shâraf, 2). Fiqh, 3). Ushul fiqh, 4). Hadîs, 5). Tafsîr, 6).Tauhîd, 7).Tasawuf dan Etika, dan 8). Târikh serta Balâghah.15 Hal yang sama juga didapati pada Pondok Pesantren yang diteliti. Pada Pondok Pesantren Ibnul Amin, Mata Pelajaran yang diajarkan adalah Sharaf, Nahwu, Balaghah, Manthiq, Tauhid, Fiqh, Ushul Fiqh, Hadits, Tafsir, Akhlak/Tasawuf, Faraidh, Tarikh, Tajwid, dan Arudh yang sebagian besar 15Zamachsyari
Dhofir, Tradisi ... h.50.
125
bersumber dari kitab klasik. Sedangkan pada Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin mata pelajaran yang diajarkan adalah : 1. Untuk Madrasah tingkat Tajhiziyah terdiri dari Fiqh, Hadits, Tafsir, Nahwu, Lughatul Arabiah, Tajwid, Tarikh Islam dan Akhlaq. 2. Untuk Madrasah tingkat Tsanawiyah dengan mata pelajaran terdiri dari: Tauhid, Fiqh, Hadits, Tafsir, Ushul Fiqh, Ushul Hadis, Ushul Tafsir, Fara’id, Nahu, Sharaf, Balaghah, Mantiq, Al ‘Arud, Lughatul Arabiah, Tajwid, Insya, Tarikh Islam, Akhlaq. 3. Untuk Madrasah Tingkat Aliyah dengan mata pelajaran terdiri : Tauhid, Fiqh, Hadits, Tafsir, Ushul Fiqh, Ushul Hadis, Ushul Tafsir, Fara’id, Nahu, Sharaf, Balaghah, Mantiq, Al ‘Arud, Lughatul Arabiah, Tajwid, Insya, Tarikh Islam, Akhlaq.16 Adapun mata pelajaran yang diajarkan di Pondok Pesantren Yasin adalah: 1. Madrasah tingkat I’dadiyah terdiri dari: Tahfiz dan Qira’atul Qur’an, ‘Aqidah, Hadits, Fiqh, Akhlaq, Ilmu Tajwid, Sharaf, Lughat al Arabiyah, Siratun Nabawiyah, Bahasa Indonesia, Matematika, Jawi, dan Praktek Ibadah. 2. Madrasah tingkat Tsanawiyah terdiri dari: Tahfiz dan Qira’atul Qur’an, ‘Aqidah, Hadis, Fiqh, Akhlaq, Ilmu Tajwid, Nahu, Sharaf, Lughat al Arabiyah, Siratun Nabawiyah, Bahasa Indonesia, Matematika dan Jawi. 3. Madrasah tingkat Aliyah dengan mata pelajaran terdiri: Tahfiz dan Qira’atul Qur’an, Tafsir, ‘Aqidah, Hadis, Fiqh, Tashawuf, Nahu, Ushul Fiqh, Loghah al Arabiyah, Sirah an Nabawiyah, Balaghah, Fara’id, Tarikh, dan Insya 4. Tingkat Ma’had Aly dengan mata pelajaran terdiri dari: Tahfiz dan Qira’atul Qur’an, Tafsir, Hadis, Fiqh, Tasawuf, Lughah al Arabiyah, Sirah An Nabawiyah, Tarikh, Tarbiyah wa Da’wah.17 Data di atas memperlihatkan bahwa pada Pondok Pesantren Ibnul Amin dan Al Mursyidul Amin semua mata 16Dokumen 17Dokumen
Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin tahun 2015. Pondok Pesantren Yasin tahun 2015.
126
pelajaran yang diajarkan adalah mata pelajaran pendidikan Agama Islam, sedangkan pada Pondok Pesantren Yasin di samping mengajarkan mata pelajaran Agama Islam, juga memasukkan mata pelajaran umum dalam kurikulum (walaupun belum diaplikasikan). Dalam hal mengintegrasikan mata pelajaran umum ke dalam kurikulum pondok pesantren, berdasarkan hasil wawancara diperoleh data bahwa semua Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah di Kalimantan Selatan yang diteliti memandang perlunya pondok pesantren mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum pondok pesantren. Hanya saja dalam hal menempatkan ilmu pengetahuan umum dalam sistem kurikulum terdapat perbedaan pandangan. Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin dan Pimpinan Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin memasukkan ilmu pengetahuan umum dalam kegiatan yang terpisah dari pembelajaran ilmu agama, dan sifatnya bersifat sukarela. Adapun ilmu pengetahuan umum yang diajarkan berupa Paket Belajar B dan Paket Belajar C dengan kurikulum sesuai dengan yang digariskan Kantor Kementerian Pendidikan Nasional. 18 Kejar Paket B setara SMP dengan mata pelajaran: Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPS, dan IPA. Sedangkan Kejar Paket C setara SMA jurusan IPS dengan mata pelajaran terdiri: Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi dan Antropologi, dan Geografi. Kejar Paket C setara SMA jurusan IPA dengan mata pelajaran terdiri: Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Inggris, Biologi, Kimia, Bahasa dan Sastra Indonesia, Fisika, dan Matematika. Dalam mengintegrasikan mata pelajaran umum ke dalam kurikulum, Pimpinan Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin menyatakan: 18Hasil wawancara dengan K.H. Mukhtar, Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin tanggal 7 Maret 2015 dan Hasil wawancara dengan K H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al Mursyidul Amin, tanggal 11 April 2015.
127
Mata pelajaran umum sangat diperlukan dan berguna bagi santri setelah ia menamatkan pendidikan di Pondok Pesantren. Sebenarnya ilmu umum itu sebagian sudah ada dalam pelajaran di Pondok Pesantren. Misalnya matematika sudah ada dalam ilmu fara’id, yaitu ketika menghitung pembagian harta waris. Dalam perhitungan waris kita harus menguasai membagi atau mengali dalam angka pecahan. Santri harus dapat menghitung ½, ⅓, ¼, ⅛, dan lain-lain. Pelajaran geografi terutama menghitung terbit dan terbenamnya matahari atau bulan dipelajari dalam Ilmu Falaq, tetapi ilmu umum tersebut hanya sedikit. Walaupun demikian, Pondok Pesantren perlu juga mengajarkan mata pelajaran umum seperti yang diajarkan pemerintah sesuai dengan jenjangnya. Misalnya untuk paket B bagi anak tingkat Tsanawiyah, dan paket C maka santri setingkat Aliyah. Jadi ketika santri menamatkan Tsanawiyah ia juga memiliki ijazah sekolah setingkat SMP/MTs (paket B) dan ketika santri menamatkan Aliyah ia memiliki ijazah setingkat SMA/MA. Ilmu umum perlu di ajarkan untuk mencapai kesuksesan dunia. 19 Sedangkan menurut Pimpinan Pondok Yasin, ilmu pengetahuan umum menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pembelajaran ilmu agama dan wajib diajarkan kepada seluruh santri. Tentang masuknya pengetahuan umum ke dalam kurikulum pondok pesantren sebagai berikut: Pondok pesantren sangat bagus bila memasukkan ilmuilmu umum ke dalam bahan pelajaran di pondok pesantren. Akan tetapi masuknya mata pelajaran umum harus mengikuti marâtibu al ulûm (hirarki ilmu). Menurut pribahasa bila membuat makanan jenis sop agar rasanya enak maka harus cukup rempah-rempahnya, dan tidak boleh rempahnya terlalu banyak dan ada takaran tertentu yang harus diperhatikan. Pelajaran umum tidak lebih dari 15%. Ilmu umum yang perlu diajarkan adalah: Bahasa Indonesia, Matematika, Biologi (IPA), Geografi dan Ilmu Ekonomi. 19Hasil
wawancara dengan K H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al Mursyidul Amin, tanggal 11 April 2015.
128
Saya tidak sependapat pembagian ilmu ke dalam dua pembagian yaitu ilmu agama dan ilmu umum. Tetapi membagi ilmu itu ke dalam dua kategori yaitu ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Ilmu tentang masalah-masalah agama termasuk dalam kategori ilmu fardhu ‘ain dan ilmu selain ilmu agama termasuk kategori ilmu fardhu kifayah. Jadi Bahasa Indonesia, Matematika, Biologi (IPA), menjahit, bertani termasuk ilmu fardhu kifayah. Oleh karena itu bila kita mengikuti hirarki ilmu, maka ilmu yang fardhu ‘ain harus didahulukan dan lebih diutamakan. Adapun hirarki ilmu maka ilmu tauhid menempati hirarki yang pertama, sedangkan ilmu-ilmu umum menempati hirarki jauh di belakang bisa nomor 12. Jadi seperti itu mengajarkannya, yang utama harus didahulukan. Jangan mendahulukan yang mendapat urutan di belakang. Pembagian ilmu seperti itu sudah sejak zaman Imam al Ghazali. Bila ilmu itu dibagi menjadi ilmu agama dan ilmu umum, maka orang tidak akan mempelajari ilmu umum. Tapi bila ilmu umum itu masuk kategori fardhu kifayah, maka ummat Islam akan mempelajarinya karena belajar ilmu umum seperti matematika, biologi, Bahasa Indonesia, geografi dan lain-lain akan mendapat pahala. Akan tetapi tidak mesti semua orang mempelajarinya secara detail, paling kurang mempelajari dasardasarnya. Bahasa Inggris juga perlu dipelajari, karena seluruh dunia memakainya sebagai media untuk berkomunikasi. Ilmuilmu umum itu sebenarnya ilmu milik kita karena bagian dari kita. Kita tidak menolak ilmu yang disebut ilmu umum. Matematika itu penting, karena bila tidak dipelajari bagaimana kita membagi fara’id. Bahaya bila membagi ilmu ke dalam ilmu umum dan agama, maka orang hanya mempelajari ilmu agama saja.20 Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dinyatakan bahwa menurut Pimpinan Pondok Pesantren Yasin, ilmu pengetahuan umum haruslah menjadi bagian dari kurikulum pondok pesantren, tetapi kedudukannya di bawah ilmu agama dengan sifat kefardhuannya adalah fardhu kifayah dan porsinya 20Hasil
wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014.
129
hanya sebagian kecil saja dari seluruh alokasi waktu yang ada di dalam kurikulum pondok pesantren. Dengan demikian berdasarkan uraian di atas dapatlah dinyatakan walaupun Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah di Kalimantan Selatan yang diteliti memiliki pandangan yang sama tentang perlunya mengintegrasikan mata pelajaran umum ke dalam kurikulum pondok pesantren, akan tetapi dalam hal mata pelajaran yang dipilih terdapat perbedaan. Hal ini dapat kita pahami, karena selama ini pendapat para pemikir Islam tentang materi pendidikan umum yang menjadi materi pendidikan di lembaga pendidikan Islam terdapat perbedaan. Ibnu Khaldun dalam M. Arifin membagi ilmu pengetahuan yang harus dimasukkan dalam kurikulum pendidikan terdiri dari: a. Ilmu Lisan (bahasa) yang terdiri dari Ilmu Lughah, Nahwu, Saraf, Balâgah, Ma’ani, bayan, Adab (sastra) atau syairsyair. b. Ilmu naqly yaitu ilmu-ilmu yang dinukilkan dari kitab suci Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang terdiri: Ilmu Membaca Al Qur’an, Ilmu Tafsir, Sanad-sanad Hadist dan pentashehannya, serta istimbat tentang qânun-qânun fiqhyahnya. c. Ilmu Aqly yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia melalui daya kemampuan berfikirnya kepada filsafat dan semua jenis ilmu pengetahuan seperti logika, Ilmu Alam, Ilmu Ketuhanan, Ilmu Teknik, Ilmu Hitung, Ilmu Tentang Tingkah laku manusia, ilmu sihir, dan nujum (ilmu sihir dan nujum terlarang dijadikan mata pelajaran). 21 Ilmuan Islam lainnya yaitu Al Farabi mengklasifikasikan ilmu-ilmu yang bersumber dari Al Qur’an meliputi: a. Ilmu Bahasa b. Logika c. Sains Persiapan yang terdiri dari ilmu berhitung, Geometri, Optika, Sains tentang benda-benda samawi seperti astronomi, musik, ilmu pengukuran, Ilmu tentang pembuatan
21M.
Arifin, Ilmu ... h. 189.
130
instrumen-instrumen (yang dipakai dalam seni, sains, astronomi, dan sebagainya). d. Fisika dan Metafisika e. Ilmu kemasyarakatan terdiri dari yurisprudensi dan Ilmu retorika.22 Kemudian menurut Mohammad Fadhil Al-Djamaly dalam M. Arifin, menyatakan bahwa ilmu yang harus di ajarkan kepada peserta didik adalah semua ilmu yang bersumber dari Al Qur’an yang terdiri dari: ilmu agama, sejarah, ilmu falak, ilmu bumi, ilmu jiwa, ilmu kedokteran, ilmu pertanian, biologi, ilmu hitung, ilmu hukum dan perundang-undangan, ilmu kemasyarakatan (sosiologi), ilmu ekonomi, balaghah serta bahasa Arab, ilmu pembelaan negara dan ilmu yang dapat mengembangkan kehidupan umat manusia dan yang mempertinggi derajatnya. 23 Sedangkan menurut Al Gazali membagi ilmu kedalam 4 kategori yaitu: a. Ilmu yang fardhu ‘ain yaitu ilmu yang wajib atas semua muslim. Adapun ilmu yang masuk kategori ini adalah ilmu Al Qur’an dan Ilmu Agama seperti Fiqh, Hadits dan Tafsir. Ilmu Kalam dan Ilmu Tasawuf b. Ilmu yang fardu kifâyah yaitu Ilmu yang apabila ada satu orang saja yang menguasainya maka sudah gugur kewajibannya bagi seluruh muslim. Adapun termasuk dalam kategori ini adalah ilmu kedokteran, berhitung, pertanian, keprajuritan, dan politik. c. Ilmu yang mubah seperti ilmu syi’ir yang tidak porno, dan sejarah. d. Ilmu yang tercela seperti sihir, mantera-mantera.24 Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa materi pelajaran yang harus diajarkan di lembaga pendidikan Islam, tidak terkecuali di pondok pesantren sesungguhnya sangat banyak dan sangat luas dan sangat beragam. Akan tetapi bila kita perhatikan tujuan pendidikan 22Ibid,
h. 184. h. 186. 24Imam Al Ghazali, Ihyâ ... h. 14-17. 23Ibid,
131
pesantren secara umum adalah membimbing peserta didik (santri) untuk menjadi manusia yang memiliki kepribadian Islami, yang dengan bekal ilmu agamanya mereka sanggup menjadikan muballigh untuk menyebarkan ajaran Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. 25 Hal serupa juga terlihat pada rumusan tujuan pendidikan pada Pondok Pesantren Ibnul Amin, Al Mursyidul Amin, dan Pondok Pesantren Yasin. Misalnya tujuan pendidikan di Pondok Pesantren Ibnul Amin adalah terciptanya lulusan yang mempunyai kualitas tinggi, mampu menguasai ilmu-ilmu agama dan mampu berkiprah di masyarakat. 26 Sedangkan tujuan pendidikan di Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin adalah menyebarluaskan ajaran agama Islam, berusaha melaksanakan pengembangan melalui jalur keagamaan dan berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat/umat terhadap pendidikan keagamaan.27 Begitu pula tujuan pendidikan di Pondok Pesantren Yasin adalah membentuk generasi ulama Rabbani, intelektual muslim yang berakhlak mulia, dan karyawan muslim yang terampil. 28 Uraian di atas, menggambarkan bahwa tujuan pendidikan pondok pesantren adalah mencetak kader-kader ulama yang menguasai ilmu agama sehingga dapat menjadi pemimpin agama di masyarakat. Oleh karena itu sangat wajar bila materi kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren sebagian besar mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam. Berdasarkan tujuan pendidikan dan kurikulum Pondok Pesantren Salafiyah yang diteliti bila dihubungkan dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), maka jenjang kualifikasi kompetensi yang dimiliki oleh alumni adalah berada pada jenjang 2. Sebagai mana yang terdapat dalam Peraturan Presiden no 8 tahun 2012 tentang Kerangka
25A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam (Malang: Uin Press, 2008), h.243. 26Husnul Yaqin, Sistem ...... h.33. 27 Dokumen Ponpes Al Mursyidul Amin, Profil Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin, th. 2014. 28Dokumen Ponpes Yasin , Profil Pondok Pesantren Yasin, th. 2014.
132
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) bahwa Deskripsi Jenjang Kualifikasi 2 adalah: 1. Mampu melaksanakan tugas spesifik, dengan menggunakan alat, dan informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan, serta menunjukkan kinerja mutu yang terukur, di bawah pengawasan langsung atasannya. 2. Memiliki pengetahuan operasional dasar dan pengetahuan faktual bidang kerja yang spesifik, sehingga mampu memilih penyelesaian yang tersedia terhadap masalah yang lazim timbul. 3. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab membimbing orang lain. 29 Sebagaimana tujuan pondok pesantren seperti tersebut di atas, maka alumninya diharapkan mampu menjadi muballigh penyebar Islam/pemimpin kegiatan keagamaan di masyarakat. Dengan demikian alumninya mampu melaksanakan tugas yang spesifik seperti menjadi penceramah, menjadi imam shalat berjama’ah, menjadi khatib shalat Jum’at, memimpin upacara pemakaman jenazah dan lain-lain. Tentu saja semua pekerjaan terkait profesi tersebut harus menuruti prosedur kerja sesuai ketentuan agama Islam. Misalnya ketika menjadi khatib pada shalat Jum’at, di samping ia harus memiliki pengetahuan tentang syarat dan rukun khutbah, juga harus memiliki keterampilan bagaimana menjadi khatib shalat Jum’at. Ajaran agama Islam menetapkan bahwa mendalami ilmu agama tetap diperintahkan dalam kondisi apapun sekalipun dalam suasana perang, sebagaimana Firman Allah yang terdapat dalam Q.S. At Taubah/009: 122 sebagai berikut.
29Lampiran
Peraturan Presiden no 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
133
Dalam menafsirkan ayat di atas, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa: Ayat ini menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi orangorang mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas lainnya. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum, maka mengapa tidak pergi beberapa orang dari setiap golongan, yakni kelompok besar diantara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama... kita tidak dapat berkata bahwa karena ayat ini hanya menyatakan bahwa cukup thâ’ifah yang dapat berarti satu dua orang yang menuntut dan memperdalam ilmu, maka selebihnya harus menjadi anggota pasukan yang bertugas berperang. Memang boleh jadi kondisi ketika diturunkan ayat ini demikian itu halnya, tetapi ini tidak berarti bahwa setiap saat hingga kini harus demikian. Apalagi tujuan utama ayat ini menggambarkan bagaimana seharusnya tugas-tugas dibagi sehingga tidak semua mengerjakan satu jenis pekerjaan saja. 30 Berdasarkan pendapat di atas dapat dimaknai bahwa ummat Islam harus membagi tugas dalam menjalani kehidupan. Dalam suasana perang saja, masih harus ada sebagian ummat yang bertugas memperdalam ilmu agama. Apalagi dalam suasana damai, maka seluruh aspek kehidupan masyarakat harus ditangani oleh ummat Islam. Oleh karena itulah lembaga pendidikan Islam dituntut selain berfungsi sebagai pencetak kader-kader dakwah/pemimpin agama juga berfungsi mendidik dan melatih warga masyarakat untuk menjadi tenaga ahli dalam berbagai bidang kehidupan seperti bidang ekonomi, sosial, politik, keamanan dan pertahanan. Dengan kuatnya ekonomi, sosial, politik, keamanan dan pertahanan ummat Islam, maka tidak mudah ditekan atau didekti oleh negara-negara non muslim. Di samping itu kekuatan ekonomi ummat Islam
30M.
Quraish Shihab, Tafsir ... h. 749-750.
134
diperlukan untuk membiayai kegiatan dakwah Islam dan lembaga-lembaga keagamaan ummat Islam. Pondok pesantren salafiyah tidak hanya fokus pada pendidikan yang mencetak kader ulama, tetapi juga mencetak kader-kader profesional di berbagai bidang. Pondok Pesantren salafiyah terutama pada tingkat Aliyah membuka jurusan pendidikan umum seperti jurusan yang ada pada SMA yaitu jurusan IPA dan IPS dengan tetap mempertahankan mata pelajaran agama berbasis Kitab Kuning. Pondok Pesantren jangan sampai meniru secara persis sama dengan model pendidikan Barat karena walaupun pendidikan model Barat telah berhasil membawa kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan dunia modern sekarang ini, tetapi dampak kemajuan tersebut telah memunculkan problem dan krisis kehidupan ummat manusia yang multi dimensional dan multi komplek seperti krisis ekonomi, krisis ekologi, krisis kemanusiaan dan krisis moral. Krisis lainnya adalah manusia terlalu mementingkan materi dan duniawi, muncul sikap individualis, serakah bahkan tidak peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, pemilahan halal dan haram menjadi kabur, masyarakat cenderung mencari yang mudah walaupun belum tentu sesuai dengan agama.31 Krisis tersebut disebabkan karena pendidikan Barat berlandaskan empirisme, dan menghilangkan hal-hal yang bersifat naturalisme dan supra rasional.32 Menyelenggarakan pendidikan yang hanya didasarkan pada paradigma empirisme jelas tidak akan menghasilkan manusia yang sempurna (insan kamil), karena manusia adalah makhluk yang komplek. Ia bukan hanya makhluk jasmani, tetapi juga makhluk rohani. Ia bukan hanya makhluk individu, tetapi ia juga makhluk sosial dan makhluk bertuhan. Dalam 31Kamrani Buseri, Reinventing Pendidikan Islam, Menggagas Kembali Pendidikan Islam Yang Lebih Baik (Banjarmasin: Antasari Press, 2010), h. 74-77. 32Saifuddin Sabda, Paradigma Pendidikan Holistik Sebuah Solusi Atas Permasalahan Paradigma Pendidikan modern (Banjarmasin: IAIN Antasari, 2009), h. 12-13.
135
kehidupan beragama manusia tidak saja dituntut memiliki kemampuan untuk beraqidah yang benar, tetapi juga beribadah, dan bermuamalah yang benar. Pendidikan yang mengutamakan mengajarkan pengetahuan dan teknologi tanpa mengajarkan nilai-nilai spritual berarti akan melahirkan generasi yang hanya memikirkan dan mengelola dunia untuk kemakmuran hidup tetapi lupa pada agama dan nilai-nilai spritual. Sebaliknya pendidikan yang hanya mengajarkan materi keagamaan tanpa mengajarkan pengetahuan dan teknologi akan melahirkan generasi manusia yang taat beribadah tetapi miskin harta. Mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam “tradisional” hanya memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum muslimin dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern. 33 Alasan lain perlunya ummat Islam Indonesia meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang handal dalam berbagai bidang profesi kehidupan adalah untuk menghadapi era globalisasi. Dalam lingkup regional Asia Tenggara, sejak tahun 2015 sudah dicanangkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN. Indonesia dengan sembilan negara anggota ASEAN telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau ASEAN Economic Community. Komunitas ekonomi ASEAN pada tahun 2015 menetapkan ASEAN menjadi daerah perdagangan bebas barang dan jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan aliran modal yang lebih bebas. 34 Dengan pemberlakuan MEA, maka bangsa Indonesia harus mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki supaya kita dapat bersaing dengan negara-negara lain yang tergabung dalam MEA. Kalau bangsa Indonesia tidak siap, maka segala potensi yang kita miliki akan dikuasai oleh negara-negara lain. Pondok Pesantren Salafiyah di Kalimantan Selatan sebagai bagian dari sistem pendidikan di Indonesia perlu melakukan 33Azyumardi
Azra, Pendidikan ... h. 30. Wahyu Wulansari,https://www.scribd.com/doc/292737049 /Makalah-Masyarakat-Ekonomi-Asean-Sebagai-Peluang-PembangunanEkonomi-Indonesia, down load tgl 13 Juli 2016. 34Evi
136
modernisasi pendidikan sehingga dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing pada berbagai bidang kehidupan. Untuk itu perlu dipertimbangkan menerapkan konsep pendidikan holistik. Menurut Kamrani Buseri, pendidikan holistik adalah pendidikan yang sinergis antara pelajaran di sekolah dengan realitas di masyarakat.35 Secara historis paradigma pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru. Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik di antaranya: Jean Rousseau, Ralph Waldo Emerson, Henry Thoreau, Bronson Alcott, Johann Pestalozzi, F. Frobel dan Francisco Ferrer. Pemikiran dan gagasan dari perintis pendidikan holistik sempat tenggelam dengan terjadinya loncatan paradigma kultural pada tahun 1960-an. Memasuki tahun 1970-an mulai ada gerakan untuk menggali kembali gagasan dari kalangan penganut aliran holistik. Gerakan ini muncul sebagai akibat dari keprihatinan terhadap krisis ekologi, dampak nuklir, polusi kimia, dan radiasi, kehancuran keluarga, hilangnya masyarakat tradisional, hancurnya nilai-nilai tradisional serta institusinya. Kemajuan yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi pertama pendidikan Holistik Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas California pada bulan juli 1979, dengan menghadirkan The Mandala Society dan The National Center for the Exploration of Human Potential. Bila kita perhatikan uraian di atas, maka lahirnya paradigma pendidikan holistik adalah ketidakpuasan masyarakat dunia terhadap sistem pendidikan Barat yang menyelenggarakan pendidikan dengan paradigma empirisme, materialisme, sekuler, pragmatis dan hidonistis. Padahal manusia adalah makhluk yang sempurna yang memiliki potensi yang lengkap, serta utuh, yang memerlukan sentuhan pendidikan secara holistik. Manusia tidak akan berkembang dengan sempurna bila yang dibina hanya pada aspek-aspek tertentu, sebagaimana yang dialami pada sistem pendidikan masa sekarang.
35Kamrani
Buseri, Reinventin ... h. 60.
137
Oleh karena pendidikan adalah sebuah proses yang melibatkan berbagai sub sistem dalam pendidikan, maka untuk membangun sistem pendidikan yang holistik diperlukan seluruh sub sistem yang ada dalam pendidikan dirancang sedemikian rupa, sehingga antara satu komponen dengan komponen lainnya menghasilkan sebuah sistem pendidikan yang holistik. Salah satu komponen pokok dalam sistem pendidikan Islam adalah tujuan pendidikan. Dalam Islam tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup manusia sebagaimana yang dicantumkan dalam Q.S. Al Zariyat/051: 56. Kemudian dalam al Q.S. Al Baqarah/002: 30 Kedua ayat di atas menegaskan bahwa tujuan hidup sekaligus tugas manusia di dunia adalah untuk mengabdi dan untuk memakmurkan bumi. Oleh karena itu pendidikan harus ditujukan agar mengembangkan seluruh potensi diri manusia sehingga seimbang antara kemampuan mengabdi kepada Allah dan kemampuan memakmurkan bumi. Pendidikan yang mengutamakan mengajarkan pengetahuan dan teknologi tanpa mengajarkan nilai-nilai spritual berarti akan melahirkan generasi yang hanya memikirkan dan mengelola dunia untuk kemakmuran hidup tetapi lupa pada agama dan nilai-nilai spritual. Sebaliknya pendidikan yang hanya mengajarkan materi keagamaan tanpa mengajarkan pengetahuan dan teknologi akan melahirkan generasi manusia yang taat beribadah tetapi miskin. Demikian pula materi agama yang diajarkan harus utuh menyentuh seluruh aspek ajaran agama seperti aqidah, ibadah dan muamalah. Karena tugas manusia di bumi sebagai abdullah dan sebagai khalifatullah tidak akan terlaksana dengan baik bila salah satu aspek di atas diabaikan. Mengajarkan aqidah dan ibadah namun melupakan muamalah, maka akan lahir ummat yang hanya beraqidah yang benar dan pandai beribadah tetapi tidak mampu dalam bermuamalah sesuai syari’ah. Demikian pula mengajarkan ibadah dan muamalah dengan
138
mengenyampingkan aqidah akan melahirkan ummat yang sukses dalam muamalah dan ibadah tetapi rusak aqidahnya, sehingga amal ibadahnya menjadi tidak bernilai di sisi Allah. Unsur metode dan strategi juga penting dalam menunjang terselenggaranya pendidikan yang holistik. Dalam pendidikan holistik proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif. Oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, di antaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu; (4) pembelajaran yang bermakna; dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada. 36 Pendidikan holistik dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dengan beberapa cara, di antaranya dengan menerapkan integrated learning atau pembelajaran terintegrasi/terpadu, yaitu suatu pembelajaran yang memadukan berbagai materi dalam satu sajian pembelajaran. Inti pembelajaran ini adalah agar siswa memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi lainnya, antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Dari integrated learning inilah muncul istilah integrated curriculum (kurikulum terintegrasi/terpadu). Karakteristik kurikulum terintegrasi menurut Lake dalam Hidayat Syarifudin, antara lain: adanya keterkaitan antar mata pelajaran dengan tema sebagai pusat keterkaitan, menekankan pada aktivitas konkret atau nyata, memberikan peluang bagi siswa untuk bekerja dalam kelompok. Selain memberikan pengalaman untuk memandang sesuatu dalam perspektif keseluruhan, juga memberikan motivasi kepada siswa untuk bertanya dan mengetahui lebih lanjut mengenai materi yang dipelajarinya. Integrated curriculum atau sering dikenal dengan istilah interdisciplinary teaching, thematically teaching dan synergetic teaching 36https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/26/pendidikan-
holistik/download, 4 Agustus 2014.
139
memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melihat keterkaitan antar mata pelajaran dalam hubungan yang berarti dan kontekstual bagi kehidupan nyata. 37 Kurikulum terintegrasi dalam pendidikan holistik membuat siswa belajar sesuai dengan gambaran yang sesungguhnya, hal ini karena kurikulum terintegrasi mengajarkan keterkaitan akan segala sesuatu sehingga terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Kurikulum terintegrasi dapat memberikan peluang kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari berbagai sumber informasi berbeda mengenai suatu tema, serta dapat memecahkan masalah dengan memperhatikan faktor-faktor berbeda (ditinjau dari berbagai aspek). Selain itu dengan kurikulum terintegrasi, proses belajar menjadi relevan dan kontekstual sehingga berarti bagi siswa dan membuat siswa dapat berpartisipasi aktif sehingga seluruh dimensi manusia terlibat aktif (fisik, sosial, emosi, dan akademik). Komponen lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam sistem pendidikan adalah komponen evaluasi pendidikan. Salah satu kelemahan sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini adalah pelaksanaan evaluasi didominasi oleh penilaian terhadap aspek kognitif. Misalnya dalam ujian nasional yang menjadi objek evaluasi adalah beberapa mata pelajaran yang merupakan pendidikan kognitif (Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Matematika), di mana mereka wajib memenuhi standar tertentu untuk mendapatkan kelulusan. Akibatnya sekolah dan tenaga pendidik termasuk orang tua harus fokus pada penguasaan mata pelajaran tersebut, sehingga mata pelajaran dan aspek pendidikan lain misalnya mata pelajaran yang berisi nilai/afektif, menjadi terabaikan. Seharusnya untuk mendapatkan out put yang holistik, maka seluruh aspek kepribadian manusia harus dievaluasi sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara utuh.
37http://Hidayat
Syarifudinrif 26 blogspot.co.id/2009/02/aplikasipendidikan-holistik-dalam html, download, 5 Agustus 2015.
140
C. Integrasi Pendidikan Vokasional/Keahlian ke dalam Kurikulum Pondok Pesantren Pendidikan vokasional/keahlian adalah pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan keahlian, kemampuan, pemahaman, tingkah laku, kebiasaan kerja dan penghargaan yang diperlukan dalam dunia kerja. Bagaimanapun sebagai calon anggota masyarakat, maka santri perlu diberikan pendidikan vokasional untuk memberikan bekal keterampilan hidup setelah santri menamatkan pendidikan di pondok pesantren. Oleh karena itu pendidikan vokasional perlu dimasukkan dalam kurikulum pondok pesantren. Terhadap masalah tersebut, maka ketiga pimpinan pondok pesantren yang diteliti menyatakan setuju. Pendidikan vokasional/keahlian penting bagi santri untuk memberikan bekal bila ia terjun ke masyarakat.38 Pendidikan vokasional/ keahlian dilaksanakan agar santri setelah menamatkan pendidikan di pondok pesantren memiliki keterampilan hidup untuk membiayai hidupnya di masyarakat.39 Dengan pendidikan vokasional/keahlian, santri setelah menamatkan pendidikan di pondok pesantren dapat hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. 40 Sedangkan pendidikan vokasional yang perlu diajarkan terdapat perbedaan pandangan. Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Yasin, pendidikan vokasional yang perlu diajarkan adalah pertanian, pertukangan dan perdagangan. Tetapi yang diajarkan cukup azas-azasnya saja. Adapun menurut pimpinan Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin maka pendidikan vokasional yang perlu di ajarkan bertani dan berdagang. Sementara menurut pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin yang perlu diajarkan adalah pertanian. Perbedaan pandangan lainnya adalah dalam hal siapa saja santri yang menjadi objek 38Hasil wawancara dengan H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al Mursyidul Amin, tanggal 11 April 2015. 39Hasil wawancara dengan K.H. Mukhtar, Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin tanggal 7 Maret 2015. 40Hasil wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014.
141
pendidikan vokasional. Bagi pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin dan Al Mursyidul Amin santri yang dilatih adalah santri yang berminat, terutama yang berasal dari orang tuanya sebagai petani. Sedangkan bagi pimpinan Pondok Pesantren Yasin, pendidikan vokasional itu ditujukan kepada seluruh santri. Pendidikan vokasional yang dipilih oleh pondok pesantren bisa saja out of date pada saat santri memasuki pasar kerja. Oleh karena itu, hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum menurut Everard K.B adalah kebutuhan esensial masyarakat pada masa akan datang yaitu personal dan interpersonal skill, problem solving, kreativitas, berhitung dan prilaku fleksibel dan positif. Selain itu sangat penting kemampuan belajar pada saat kondisi yang tidak direncanakan. 41 D. Integrasi Kegiatan Ekstrakurikuler ke dalam Kurikulum Pondok Pesantren Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh guru dan siswa di luar jam, tetapi sesungguhnya masih dalam lingkup kurikulum yang direncanakan oleh lembaga pendidikan dalam rangka menunjang tujuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan untuk lebih mengaitkan pengetahuan yang diperoleh dalam program kurikuler dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan. Oleh karena itu kegiatan ekstrakurikuler dalam sistem pendidikan modern dipandang sangat perlu. Dalam hal kegiatan ekstrakurikuler maka semua pimpinan pondok pesantren salafiyah di Kalimantan Selatan yang diteliti menganggap sangat penting. Menurut pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren bertujuan memberikan bekal untuk santri terjun ke masyarakat setelah menamatkan pendidikan. Untuk itu kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan di Pondok pesantren Ibnul
41
Everard K.B,Et.all., Effective School Management (London: Sage Pub, 2004), h.17.
142
Amin adalah latihan pidato, pembacaan syair maulid (Maulid Al Habsyi, Berjanji dan Diba’i) dan latihan kepemimpinan. 42 Pendapat yang senada dengan pendapat di atas dikemukakan oleh pimpinan Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin bahwa kegiatan ekstrakurikuler berguna untuk menambah pengalaman santri yang nantinya menjadi bekal di masyarakat. Adapun bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan di Pondok Al Mursyidul Amin terdiri dari: 1. Latihan pidato, 2. Seni bela diri yaitu Karate dan Pencak Silat, 3. Qasidah yaitu Burdah dan Maulid Al Habsyi. 43 Sementara menurut pimpinan Pondok Pesantren Yasin kegiatan ekstra kurikuler penting untuk menunjang tujuan pendidikan di pondok pesantren, yaitu: Membentuk generasi ulama rabbani, intelektual muslim yang berakhlak mulia dan karyawan muslim yang terampil.44 Oleh karena itu kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Yasin adalah: 1. Latihan Berpidato (muhâdharah) yang dilaksanakan 2 kali dalam seminggu. 2. Latihan Nasyid. 3. Kegiatan Olah Raga/bela diri. 4. Belajar tambahan kitab yang sifatnya tidak diwajibkan. 45 Berdasarkan uraian di atas dapatlah dinyatakan bahwa pandangan Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah di Kalimantan terhadap modernisasi kurikulum di pondok pesantren penting dilakukan, seperti perubahan bentuk kurikulum tradisional ke kurikulum modern, integrasi mata pelajaran umum pada kurikulum, integrasi pendidikan vokasional, dan melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler, asalkan 42Hasil
wawancara dengan K.H. Mukhtar, Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin tanggal 26 Januari 2015. 43Hasil wawancara dengan K H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al Mursyidul Amin, tanggal 11 April 2015. 44Hasil wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014. 45Hasil wawancara dengan Ahmad Thoha, Mudir Aliyah Pondok Pesantren Yasin, pada tanggal 17 Mei 2014.
143
tidak mengurangi kurikulum pondok pesantren yang berlaku selama ini.