Nama Penulis tiap Artikel
KURIKULUM PONDOK PESANTREN HUMANISTIK Robingun Suyud El Syam Penulis adalah Dosen UNSIQ Jawa Tengah, Kepala Sekolah SMK Takhasus, Mahasiswa Program Doctor UIN Yogyakarta Abstrak Keberhasilan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kurikulum yang diberlakukan. Kurikulum merupakan penunjuk arah dalam setiap jenjang pendidikan, supaya apa yang menjadi cita-cita dapat tercapai. Sebagai sebuah Negara Indonesia tercataT telah memberlakukan kurikulum sedari zaman kemerdekaan sampai saat ini. Kurikulum hendaknya disusun dan dikembangkan dalam rangka mengangkat derajat manusia dengan menggali segenap potensi yang melekat pada dirinya (kurikulum humanistic). Kurikulum humanistic berpijak pada aliran empiric yang menjadi titik tolak lahirnya pendidikan humanis dan kurikulum humanistic, yang kemudian dikembangkan oleh ilmuan pendidikan humanis. Kurikulum humanistic mengacu konsep aliran pendidikan pribadi Jhon Dewey (Personalized Education), (Progressive Education) dan J.J. Rousseau (Romantic Education), yang mana aliran ini lebih memberikan tempat kepada siswa, artinya bahwa aliran ini beranggapan bahwa manusia adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, manusia adalah subjek sekaligus objek dalam pendidikan. Kurikulum yang bersifat religius ialah kurikulum yang berisikan materi pengajaran yang mengajarkan bagaimana kita bisa mengerti tentang ilmu agama dan bagaimana kita menerapkan ikhtisar-ikhtisar agama yang masing-masing kita anut di masyarakat. Tentunya agama merupakan dasar dari jiwa kerohanian masyarakat. Dengan mengerti tentang kehidupan beragama diharapkan siswa di sekolah lebih bisa menjaga diri dan selalu berpedoman kepada ajaran agama dalam melakukan kegiatan apapun di masyarakat. Kata Kunci: Kurikulum, Pondok Pesantren, Humanistik
A. Pendahuluan Para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikan Pondok Pesantren, hal ini mungkin disebabkan cara pandang mereka terhadap pondok pesantren. Namun demikian, pada dasarnya perbedaan mereka tidaklah terlalu esensi, bahkan antara pendapat yang satu dengan lainnya bisa saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Dalam bukunya berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Mastuhu berpendapat bahwa pesantren merupakan Lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami dan mengajarkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.1 Pengertian lain dikemukakan M. Dawam Raharjo, bahwa Pesantren adalah tempat dimana anak-anak muda dan dewasa belajar secara mendalam dan lebih lanjut Agama Islam yang diajarkan sistematis langsung dari bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama besar.2 Sedang Manfred Ziemek, mendefinisikan bahwa Pesantren secara etimologis asalnya dari pe-santri-an berarti tempat santri-santri
1
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hal. 55.
2
M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1974), hal. 2. Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 167
Robingun Tolong dituliskan SuyudJudul El Syam, Tiap Artikel…… Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
atau murid mendapatkan pelajaran dari pimpinan pesantren (kyai) dan para ulama atau ustadz. Pelajarannya mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islam.3 Dalam terminology Zamakhsyari Dhofier, pondok berasal dari perkataan arab “funduk” yang berarti hotel atau asrama sebagai tempat tinggal para santri. 4 Pondok pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang dikenal dengan sebutan kyai. Asrama atau pondok untuk para siswa berada pada lingkungan pesantren dimana kyai bertempat tinggal, dan juga menyediakan masjid sebagai sarana ibadah, ruang untuk belajar dan kegiatan- kegiatan keagamaan lainnya. Dengan mencermati beberapa definisi di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan non formal dimana para santri belajar di bawah bimbingan kyai dalam rangka untuk meningkatkan moral keagamaannya sebagai pedoman perilaku sehari-hari.Terdapat 3 (tiga) alasan utama, mengapa pondok pesantren menyediakan asrama bagi para santrinya, yaitu: 1. Kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam menarik santri-santri dari jauh, untuk mendapat ilmu dari kyai tersebut. Secara teratur dalam waktu yang relative lama para santri tersebut harus meninggalkan kampong halamannyadan menetap didekat kediaman kyai. 2. Hampir semua pesantren itu berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santri-santri, dengan demikian perlulah asrama khusus bagi para santri. 3. Adanya sikap timbal balik antara kyai dan santri, dimana para santri menganggap kyainya seolah-olah sebagai orangtuanya sendiri, sedangkan kyaimenganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang senantiasa harus dilindungi.5 Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai “training centre” yang otomatis menjadi pusat budaya Islam, yang disahkan atau dilembagakan oleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakat Islam sendiri yang secara de facto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah. Itulah sebabnya Nurcholish Madjid mengatakan bahwa dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous). Kehadiran pesantren pertama kali di Indonesia, tidak terdapat keterangan yang pasti. Menurut pendataan yang dilakukan oleh Kementerian Agama, pada tahun 1984-1985, sebagaimana dikutip oleh Hasbullah, diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 di Pamekasan Madura, dengan nama pesantren Jan Tampes II. Akan tetapi, hal ini juga diragukan karena tentunya ada pesantren Jan Tampes I yang lebih tua. Walaupun demikian, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang peran-sertanya tidak diragukan lagi terutama bagi perkembangan Islam di Indonesia. 3
Manfrek Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan sosial, (Jakarta: P3M, 1986), hal. 16.
4
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hal. 18.
5
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, hal. 46.
168 | ISSN: 2356-2447-XIII
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Nama PenulisHumanistik tiap Artikel
Dalam perkembangannya, pondok pesantren mengalami perubahan yang pesat, bahkan ada kecenderungan menunjukkan trend positif. Di sebagian pesantren telah mengembangkan kelembagaannya dengan membuka sistem madrasah, sekolah umum, dan di antaranya ada yang membuka semacam lembaga pendidikan kejuruan, seperti bidang pertanian, peternakan, teknik, dan sebagainya. Kontak antara pesantren dan madrasah ini, menurut Abdurrahman Mas’ud, baru terjadi secara intensif dan massif pada awal dekade 70-an. Sebelum itu, kedua lembaga ini cenderung berjalan sendiri-sendiri, baik karena latar-belakang pertumbuhannya yang berbeda maupun karena tantangan eksistensial yang dihadapi masing-masing lembaga yang tidak sama. B. Dinamika Kurikulum Pesantren Sebagaimana disinggung di depan bahwa kurikulum merupakan salah satu instrumen dari suatu lembaga pendidikan, termasuk pendidikan pesantren. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian kurikulum, terlebih dahulu disinggung definisi kurikulum. Menurut Iskandar Wiryokusumo, kurikulum adalah “Program pendidikan yang disediakan sekolah untuk siswa”. Sementara S. Nasution mengatakan, kurikulum adalah Suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung-jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya”. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa kurikulum pada dasarnya merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan untuk mewujudkan lembaga pendidikan yang diidamkan. Pesantren dalam kelembagaannya, mulai mengembangkan diri dengan jenis dan corak pendidikannya yang bermacammacam. Pesantren besar, pesantren Tebuireng di Jombang, misalnya, di dalamnya telah berkembang madrasah, sekolah umum, sampai perguruan tinggi yang dalam proses pencapaian tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi, pesantren yang mengikuti pola salafi (tradisional), mungkin kurikulum belum dirumuskan secara baik. Kurikulum pesantren “salaf” yang statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal lebih fokus mempelajari kitab-kitab klasik yang meliputi: Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, Tasawwuf, Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghah dan Tajwid), Mantiq dan Akhlaq. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok, yaitu : 1) nahwu dan sharaf, 2) fiqh, 3) ushul fiqh, 4) hadits, 5) tafsir, 6) tauhid, 7) tasawwuf dan etika, dan 8) cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. 6 Ciri khas lain dari pesantren adalah pembelajaran kitab-kitab Islam klasik atau yang sering kita dengar dengan sebutan Kitab Kuning. Maksud kegiatan pengajian kitab ini terutama untuk mendalami ajaran agama Islam dari sumber aslinya, yaitu kitab-kitab yang dikarang oleh ulama-ulama pada abad pertengahan, sehingga terpelihara kelestarian pendidikan keagamaan untuk melahirkan calon-calon ulama selanjutnya.7 Pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi, ada tingkat awal, menengah, dan tingkat lanjutan.
6
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi. hal. 50.
7
Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, 2003, hal. 29. Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 169
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
Karakteristik kurikulum yang ada di pondok pesantren modern, mulai diadaptasikan dengan kurikulum pendidikan Islam yang disponsori oleh Kementerian Agama melalui sekolah formal. Kurikulum khusus pesantren dialokasikan dalam muatan lokal atau diterapkan melalui kebijaksanaan sendiri. Gambaran kurikulum lainnya adalah pada pembagian waktu belajar, yaitu mereka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang ada di perguruan tinggi (sekolah) pada waktu-waktu kuliah. Waktu selebihnya dengan jam pelajaran yang padat dari pagi sampai malam untuk mengkaji ilmu Islam khas pesantren. Fenomena pesantren sekarang yang mengadopsi pengetahuan umum untuk para santrinya, tetapi masih tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik merupakan upaya untuk meneruskan tujuan utama lembaga pendidikan tersebut, yaitu pendidikan calon ulama yang setia kepada paham Islam tradisional. Kurikulum pendidikan pesantren modern merupakan perpaduan antara pesantren salaf dan sekolah (perguruan tinggi), diharapkan akan mampu memunculkan output pesantren berkualitas yang tercermin dalam sikap aspiratif, progresif dan tidak “ortodoks” sehingga santri bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat karena mereka bukan golongan eksklusif dan memiliki kemampuan yang siap pakai. Dengan adanya tuntutan perubahan modernisasi lembaga pendidikan, terutama sekali pada pesantren yang selama ini sangat akrab dengan pendekatan tradisional, dituntut untuk terus merubah wajah, dari lembaga yang hanya mengandalkan metode klasik menuju didaktik modern. Kondisi ini harus dihadapi pesantren, dan hal ini jelas menimbulkan kondisi yang dilematis bagi pesantren. Jika ia tetap mempertahankan tradisinya, maka pesantren akan makin ditinggalkan sebagai lembaga pendidikan. Untuk menjemput perubahan ini, pesantren mau tidak mau harus melakukan langkah inovatifkreatif, agar tetap eksis dan tidak terpuruk. Konsekuensi yang mesti dilakukan ialah pesantren harus merubah paradigma pendidikannya agar tidak ditinggal oleh masyarakat modern, yaitu dari klasik menjadi lebih ilmiah, logik dan modern. Dan mengubah wajah pesantren lebih inklusif yaitu tuntutan membuka diri dan jaringan kepada siapapun, atau lembaga manapun. Sebab visi ini cukup bermanfaat bagi pesantren, terutama untuk investasi jangka panjang.8 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pesantren semakin adaptif terhadap kemajuan zaman sehingga peluang pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam akan menciptakan manusia seutuhnya akan semakin terbuka. Selain itu pesantren juga berperan untuk membentuk masyarakat madani yang bercirikan masyarakat religius, demokratis, egalitarian, toleran, berkeadilan serta berilmu. Untuk mewujudkan hal di atas, maka pendidikan yang sudah berjalan sekian abad sudah pasti harus ditinjau kembali dengan tujuan mengadakan penyesuaian dengan tuntutan baru atau perkembangan budaya bangsa. Hal ini muncul menjelang lahirnya orde baru, yaitu pada saat partai politik Islam Masyumi tidak aktif, merupakan suatu periode bermucnulnya perguruan tinggi Islam yang baru seperti Universitas Muhammadiyah, Universitas Islam Bandung (UNISBA),
8
Rofiq. A., Pemberdayaan Pesantren, (Yogyakarta: LKiS,2005), hal. 2.
170 | ISSN: 2356-2447-XIII
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Nama PenulisHumanistik tiap Artikel
Universitas Ibnu Khaldun, dan sebagainya. Disamping universitas Islam yang sudah ada seperti Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta dan Jakarta. 9 Seiring dengan tuntutan zaman, pondok pesantren saat ini telah mengalami perkembangannya. Santri tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu akhirat semata, akan tetapi mereka sudah diberi pelajaran umum dan berbagai ketrampilan praktis yang sekarang sudah mulai dikenal di masyarakat sebagai pondok pesantren modern, seperti pondok modern Ar-Risalah di Ponorogo, Pondok Pesantren Darussalam Gontor Putri di Ngawi, Pondok Modern Daar al-Ma`rifat di kediri dan masih banyak lagi pondok pesantren modern yang mulai menyebar ke seluruh Nusantara. Lebih lanjut di era global dan cyberspace yang banyak berpijak pada aspek-aspek rasional, menuntut lembaga pendidikan pesantren untuk menjalankan fungsi socialeducational-nya. secara relevan pola pergaulan dan interaksi sosial yang terjalin dalam dunia pesantren sedikit banyak mulai mengalami transformasi cultural yang menuju pada terciptanya kesadaran rasional yang lebih tinggi. Hal ini akan sesuai dengan keadaan saat ini sekaligus menghapus image masyarakat luas bahwa dunia pesantren terlalu feodalistik atau otoriter. C. Implementasi Inovasi Kurikulum dalam Pendidikan Pesantren Sebagai lembaga pendidikan yang memroses santri menjadi manusia yang bermanfaat dalam kehidupan duniawi dan ukhrawinya, maka pesantren dalam konteks pencapaian tujuan pendidikannya tidak bisa dipisahkan dengan kurikulum yang didesainnya. Oleh karena itu, bukan sesuatu yang naif bila dipandang perlu adanya evaluasi kurikulum pesantren sekaligus upaya mengembangkannya. Berbicara tentang pengembangan kurikulum, dalam konteks tulisan ini lebih menekankan pada model pengembangannya yang setidaknya dapat diklasifikasi menjadi empat aspek, yaitu tujuan pendidikan, bahan pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian.
1. Tujuan pendidikan pesantren Dalam hal ini, Nurcholish Madjid mensinyalir bahwa tujuan pendidikan pesantren pada umumnya diserahkan kepada proses improvisasi menurut perkembangan pesantren yang dipilih sendiri oleh Kyai10 atau bersama-sama pembantunya secara intuitif. Tujuan umum pesantren adalah untuk mendidik dan meningkatkan ketaqwaan dan keimanan seseorang sehingga dapat mencapai Insan Kamil. Hal ini akan lebih laras apabila aspek humanistik berusaha memberikan pengalaman yang memuaskan secara pribadi bagi setiap santri,11 dan aspek teknologi yang memanfaatkan proses teknologi untuk menghasilkan calon ulama yang kaffah dapat direalisasikan sebagai tambahan tujuan pendidikan
9
Jusuf Amir Faesal, Orientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insan Press, 1995), hal. 151.
10
Kyai dalam pondok pesantren ialah seseorang yang mempunyai keunggulan dalam ilmu pengetahuan dan kepribadiannya yang dapat dipercaya dan patut diteladani. Kyai juga pendiri atau penyebab berdirinya pondok pesantren. Kyai bahkan merupakan pemilik atau pewakaf pondok pesantren itu sendiri, dan tidak jarang ia mengorbankan segala yang ada padanya secara keseluruhan, yang tidak terbatas pada ilmu, tenaga dan waktu, tetapi rumah tempat kediaman dan material. M. Dawam Raharjo, hal 92. 11 Baca Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, hal. 50. Dalam pengertian umum, santri adalah mereka yang mempelajari agama Islam, baik yang pergi ke tempat jauh maupun dekat untuk mengamalkan ilmunya dan hendak menyebarluaskan.
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 171
Robingun Suyud El Tiap Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik Tolong dituliskan Judul Artikel……
pesantren. Hal ini selaras dengan firman Allah didalam Al-Qur’an yang memberikan perhatian seimbang antara kepentingan duniawi dan ukhrawi : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. 28:77).
Selain itu pondok pesantren mengajarkan kepada santrinya agar gemar bekerja keras dalam menuntut ilmu hingga mencapai kemajuan dan kemahiran sesuai dengan konsepsi Al-Qur’an: Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. 12 Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan13 yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. 13:11).
Dalam konteks ini, Abdurrahman saleh, juga mengungkapakan bahwa pendidikan pondok pesantren memilki tujuan khusus, diantaranya : a. Mendidik siswa/santri untuk menjadi orang muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan dan sehat ahir batin. b. Mendidik siswa/santri untuk menjadi manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh swasta dan mengamalkan syari’ah secara utuh dan dinamis. c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia muslim pembangun dan bertanggung-jawab kepada pembangunan bangsa dan Negara. d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keuarga) dan regional (pedesaan atau masyarakat lingkungan). e. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sector pembangunan, khususnya pembangunan mental spiritual.
12 Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah. 13
Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran
mereka. 172 | ISSN: 2356-2447-XIII
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Nama PenulisHumanistik tiap Artikel
f.
Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dalam usaha pembangunan masyarakat bangsanya. 14
2. Bahan Pembelajaran Untuk dapat mewujudkan dan mencapai tujuan tersebut, maka hendaknya pondok pesantren dapat mengembangkan kegiatan- kegiatannya sebagai berikut :
a. Pendidikan dan Pengajaran Agama Islam Pendidikan dan Pengajaran agama Islam adalah kegiatan pokok yang penyelengaraannya diserahkan kepada kebijakan kyai sebagai pengasuh pondok pesantren. Sistem pendekatan yang dipergunakan biasanya dalam bentuk sorogan, bandongan, wetonan, dan bentuk-bentuk lainnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendalami ajaran agama dari sumber aslinya melalui kitab- kitab agama untuk melahirkan calon-calon ulama. b.
Pendidikan Kesenian Pendidikan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan apresiasi santri terhadap macam- macam bentuk kesenian yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Selama ini dikalangan pondok pesantren sudah berkembang seni barzanji, rebana, gambus, pencak silat, dan lain-lain. Santri diharapkan memiliki orientasi yang lebih luas didaam kesenian, yakni tidak saja terbatas kepada kesenian padang pasir, akan tetapi juga kepada kesenian yang bersifat nasional, dan universal, namun tetap dalam koridor ajaran Islam. Dalam hubungan ini, diharapkan dari pondok pesantren akan lahir sajak-sajak, karya-karya tulis, seni drama dan pentas teater Islami. c.
Pendidikan olah raga dan kesenian Pendidikan ini besar sekali manfaatnya dalam usaha menjaga kesehatan para santri. Dalam hubungan ini perlu dibangun sistem sanitasi pondok pesantren yang memenuhi sarat kesehatan. Selain itu, dengan terjaganya kesehatan jasmani dan lingkungan, diharapkan akan terwujud pula kesehatan rohaniah dan keluasan pandangan. d.
Pendidikan Ketrampilan Pendidikan ketrampilan dan kejuruan perlu lebih dikembangkan di lingkungan pondok pesantren, sebagai bekal para santri untuk menjadi manusia yang mendiri, memiliki jiwa berwiraswasta dan menunjang pembangunan masyarakat dilingkungannya. Pendidikan ini juga diperlukan sebagai upaya untuk mewujudkan terciptanya keseimbangan perkembangan otak, hati, dan ketrampilan tangan, yang sering di sebut integral pada diri anak mengenai perkembangan 3-H, yaitu; Head, Heart dan Hand.15 Meskipun sekarang kebanyakan pesantren telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum sebagai satu bagian penting dalam pendidikan pesantren, barangkali yang mendesak saat ini, sesuai dengan gencarnya pengembangan sumber daya manusia (SDM) adalah mengembangkan spesialisasi pesantren dengan disiplin ilmu pengetahuan lain yang bersifat praktis yang melalui jalur aplikasi teknologi sehingga kurikulumnya 14
Abdurrahman Shaleh,et.al. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam,1985), hal. 66-67. 15
Departemen Agama RI, Standarisasi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Bimbaga Islam,1985),
hal. 3 Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 173
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
tidak terlalu bersifat akademik. Tidak mengurangi sifat ilmiah bila dikutip sinyalemen AzZarnuji yang mengatakan bahwa sebaik-baik ilmu adalah ‘ilmu hal (ilmu ketrampilan) yaitu ilmu yang seketika atau yang akan pasti digunakan dan diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh.16 Dengan demikian, pesantren sebagai basis kekuatan Islam diharapkan memiliki relevansi dengan tuntutan dunia modern, baik untuk masa kini maupun masa mendatang. 3.
Proses Pembelajaran
Secara umum pesantren memiliki dua pola pendidikan, yaitu formal dan tradisional. Pola formal yaitu pola pendidikan yang mengembangkan metode belajar mengajar modern secara klasikal atau terukur, dengan tetap memasukkan muatan-muatan pesantren, tanpa mengesampingkan materi umum. Sedangkan pola non formal (tradisional) yaitu pola yang dikembangkan menggunakan cara tradisional seperti pengajian dengan metode sorogan dan bandongan.17 Metode wetonan adalah metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kyai yang menerangkan pelajaran sedara kuliah. Santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Metode sorogan adalah sebuah metode dimana santri menghadap pada guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kyai membacakan pelajaran berbahasa arab itu dari kalimat demi kalimat kemudian menterjemahkannya dan menerangkan maksudnya. Santri menyimak dan mengesahkan (jawa: ngesahi), dengan memberi catatan pada kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyai.18 Kedua model ini Kyai aktif dan santri pasif. Secara teknis model sorogan bersifat individual, yaitu santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari, sedangkan model bandongan (weton) lebih bersifat pengajaran klasikal, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai menerangkan pelajaran secara kuliah dengan terjadual. Meskipun sorogan dan bandongan ini dianggap statis, tetapi bukan berarti tidak menerima inovasi. Malah menurut Suyoto, metode ini sebenarnya konsekuensi dari layanan yang ingin diberikan kepada santri. Berbagai usaha dewasa ini dalam berinovasi dilakukan justru mengarah kepada layanan secara indivual kepada anak didik. Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta kecakapan seseorang. Dalam pada itu, Mastuhu memandang bahwa sorogan adalah metode mengajar secara indivividual langsung dan intensif. Dari segi ilmu pendidikan metode ini adalah metode yang modern karena antara Kyai dan santri saling mengenal secara erat, dan guru menguasai benar materi yang seharusnya diajarkan. Murid juga belajar dan membuat persiapan sebelumnya. Guru telah mengetahui materi apa yang cocok bagi murid dan metode khusus apa yang harus digunakan menghadapinya. Di sisi lain, metode sorogan juga dilakukan secara bebas (tidak ada paksaan), dan bebas dari hambatan formalitas.
16
Syaikh az-Zarnuji, Ta’limu al-Muta’lim (Surabaya: Maktabah al-Hidayah, 1997), hal. 4.
17
Syaikh az-Zarnuji, Ta’limu al-Muta’lim , hal. 21.
18
Departemen Agama RI, Standarisasi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Bimbaga Islam,1985),
hal. 13. 174 | ISSN: 2356-2447-XIII
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Nama PenulisHumanistik tiap Artikel
Ciri khas lain dari pesantren adalah pembelajaran kitab-kitab Islam klasik atau yang sering kita dengar dengan sebutan Kitab Kuning. Maksud kegiatan pengajian kitab ini terutama untuk mendalami ajaran agama Islam dari sumber aslinya, yaitu kitab-kitab yang dikarang oleh ulama-ulama pada abad pertengahan, sehingga terpelihara kelestarian pendidikan keagamaan untuk melahirkan calon-calon ulama selanjutnya.19 Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok, yaitu: 1) nahwu dan sharaf, 2) fiqh, 3) ushul fiqh, 4) hadits, 5) tafsir, 6) tauhid, 7) tasawwuf dan etika, dan 8) cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. 20 4.
Penilaian
Pada umumnya pesantren yang belum mencangkok sistem pendidikan modern belum mengenal sistem penilaian (evaluasi). Kenaikan tingkat cukup ditandai dengan bergantinya kitab yang dipelajari. Santri sendiri yang mengukur dan menilai, apakah ia cukup menguasai bahan yang lalu dan mampu mengikuti pengajian kitab berikutnya. Masa belajar tidak ditentukan sehingga memberikan kelonggaran pada santri untuk meninggalkan pesantren setelah merasa puas terhadap ilmu yang telah diperolehnya dan merasa siap terjun di masyarakat; dan kalau santri belum puas, tidak salah baginya untuk pindah pesantren lain dalam rangka mendalami ilmunya. Tentu saja perlu menentukan kriteria penilaian, penyusunan program penilaian, pengumpulan data nilai, menentukan penilaian ke dalam kurikulum. Hal ini perlu waktu yang cukup lama, mengingat banyak faktor, terutama tenaga ahli teknik evaluasi maupun hambatan dari lingkungan masyarakat pesantren itu sendiri. Lepas dari pro dan kontra, pengembangan sistem penilaian tidak harus mengikuti model penilaian pendidikan umum, melainkan dikembangkan sistem penilaian yang komprehensif sesuai dengan tenaga pendidikan yang ada di pesantren. Oleh karena itu, ijasah sebagai pengakuan bahwa santri telah menguasai mata pelajaran/kitab perlu diberikan, meskipun itu bukan maksud utama bagi santri dan bagi lembaga pesantren. D. Dasar dan Nilai-nilai Humanisme Kurikulum Pesantren Pondok pesantren merupakan tonggak pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai humanisme religious sesuai dengan konsepsi yang dasarnya tersirat pada firman Allah dalam surat at-Taubah: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. at-Taubah:122)
19 Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, 2003, hal. 29. 20
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, hal. 50. Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 175
Tolong dituliskan Tiap Artikel…… Robingun SuyudJudul El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Adapun nilai-nilai humanisme yang ditanamkan dipondok pesantren adalah meneladani sifat-sifat rasul yakni : 1.
Shidiq (Jujur)
Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Az Zumar: 33).
Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami , (QS. Al-Haaqqah: 44).
2.
Amanah
3.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Anfaal : 27). Tabligh
4.
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.21 Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maaidah : 67). Fathonah
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.22 (QS 48: 27). 21
Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.
22
Selang beberapa lama sebelum terjadi perdamaian Hudaibiyah Nabi Muhammad s.a.w. bermimpi bahwa beliau bersama Para sahabatnya memasuki kota Mekah dan Masjidil Haram dalam Keadaan sebahagian mereka bercukur rambut dan sebahagian lagi bergunting. Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi nanti. kemudian berita ini tersiar di kalangan kaum muslim, orang-orang munafik, orang-orang Yahudi dan Nasrani. setelah terjadi perdamaian Hudaibiyah dan kaum muslimin waktu itu tidak sampai memasuki Mekah Maka orang-orang munafik memperolok-olokkan Nabi dan menyatakan bahwa mimpi Nabi yang dikatakan beliau pasti akan terjadi itu adalah bohong belaka. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi itu pasti akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang. dan sebelum itu dalam waktu yang dekat Nabi akan menaklukkan kota Khaibar. andaikata pada tahun terjadinya perdamaian Hudaibiyah itu kaum Muslim memasuki kota Mekah, Maka dikhawatirkan keselamatan orang-orang yang Menyembunyikan imannya yang berada dalam kota Mekah waktu itu. 176 | ISSN: 2356-2447-XIII
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Nama Penulis tiap Artikel
5.
Khuluqul qur’an (berakhlak qur’an) Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Al-Qalam: 4).
E. Kesimpulan Kurikulum yang humanis dan religius memang masih sulit ditemukan di sekolah umum pada umumnya. Pesantren, sebagai tempat menuntut ilmu humanistik dan religius telah berperan penting dalam memasyarakatkan santri-santrinya. Dengan demikian, pesantren mempunyai potensi besar untuk menjadi lembaga pendidikan ideal yang dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat Indonesia. Agar potensi tersebut benar-benar teraktualisasi menjadi kekuatan nyata, maka pesantren harus berbenah diri dalam melaksanakan fungsi kependidikannya, terutama dalam hal yang berkaitan dengan pengembangan/inovasi kurikulum pendidikan pesantren. Salah satu model pengembangan kurikulum pesantren yang dapat dipertimbangkan implementasinya adalah bertumpu pada tujuan, pengembangan bahan pelajaran, peningkatan proses pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian yang komprehensif. Adapun model pembelajaran dengan metode sorogan dan bandongan sebagai tradisi akademik di pesantren masih tetap relevan, namun perlu dikembangkan menjadi model sorogan dan bandongan yang dialogis. Di samping itu, perlu pengembangan bahan pembelajaran tertentu, terutama yang menonjolkan penalaran dan pemikiran filosofis. Bagaimanapun juga, keberhasilan upayaupaya pengembangan pesantren, sangat tergantung kepada pesantren yang bersangkutan karena pengasuh dan para ustadz di pesantren itu sendiri yang seharusnya memiliki posisi sentral untuk menggerakkan roda dan dinamika pesantrennya.
Daftar Pustaka A. Hamid, Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan : Monografi, LEKNAS LIPI, Jakarta, 1976 A. Mangunhardjana, Isme-Isme dalam Etika dari A sampai Z (Yogyakarta: Kanisius, 1997) Achmadi, Reformasi Pendidikan Agama Islam dalam Era Reformasi (Telaah filsafat pendidikan dalam Pendidikan Islam) : Demokratisasi dan Masyarakat Madani, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000 Ahmed, Akbar S. Islam in The of Postmodernity, an Article in Islam, Globalization, and Postmodernity, London : Routledge, 1994 Ainain., Ali Khalil Abu. Falsafah al-Tarbiyah fi Al-Qur’an al-Karim. Makkah: Dar alFikr al-‘Arabiy, 1985 Ali, A. Mukti. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Jakarta : Rajawali Perss, 1981 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tujuan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdispliner cet. ke-3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) Asrohah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta : Logos, 1999 Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 177
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
Assegaf, Abd. Rahman. Studi Islam Kontekstual; Elaborasi Paradigma Baru Islam Kaffah, cet. ke-1 Yogyakarta: Gema Media, 2005 Azra, Azyumardi. Esei-esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam, cet. I. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1998 Baso, Ahmad. Pesantren Studies, (Jakarta: Pustaka Afied, 2012) Carrel, Alexis, Man the Unknown, terj. Kania Roesli, dkk, Bandung: Rosda Karya, 1987 Depag, Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam , Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2009 Departemen Agama RI, Standarisasi Pengajaran Agama Islam, Jakarta:Dirjen Bimbaga Islam,1985 Djohar, Pendidikan Strategi Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan , Yogyakarta: LESFI, 2003 Haedari, Amin. Masa Depan Pesantren : dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, Jakarta : IRD Press, 2004 Hanbal, Ahmad bin. Musnad Ahmad bin Hanbal, Mesir: Muassasah Qurthubah, t.t.. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999 Khalil Jum’ah, Ahmad, Al-Qur’ā n wa Aṣ ḥ abu Rasulillah, terj. Subhan Nurdin, Jakarta: Gema Insani, 1999 Koesoema, Doni A. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern , Jakarta: Grafindo, 2007 Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2003 Maksum, Ali. Luluk Tunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Post-Modern : Mencari Visi Baru atas Realitas Baru Pendidikan Kita . Yogyakarta : IRCiSoD, 2004 Mas’ud, Abdurrahman., Menuju Paradigma Islam Humanis (Yogyakarta: Gema Media, 2002) Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994 Mukti, Abdul. Pembaharuan Lembaga Pendidikan di Mesir; studi tentang SekolahSekolah Modern Muhammad Ali Pasha, Bandung : Cita Pustaka Media Perintis, 2008) Nata, Abuddin., Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) Raharjo, M. Dawam. Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES, 1974. Rofiq. A., Pemberdayaan Pesantren, Yogyakarta: LKiS,2005 Saefuddin, A.M. Desekularisasi Pemikiran : Landasan Islamisasi, Bandung : Mizan, 1991 Shaleh, Abdurrahman et.al.Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Dirjen Bimbaga Islam,1985) Tilaar, H.A.R. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21, Magelang : Tera Indonesia, 1998 Wahid, Abddurrahman. Pondok Pesantren Masa Depan, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999 178 | ISSN: 2356-2447-XIII
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum PondokNama Pesantren Humanistik Penulis tiap Artikel
Wahid, Abdurohman., Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta : LKIS, 2001 Wahid, Abdurrahman., Mengurai Hubungan Agama dan Negara, Jakarta: PT. Grasindo, 1999 Zarnuji, Ta’limu al-Muta’lim , Surabaya: Maktabah al-Hidayah, 1997
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 179