3
TINJAUAN PUSTAKA Pondok Pesantren Pesantren adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang Al-Qur'an dan Sunnah Rasul dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Pelajar yang menuntut ilmu di pondok pesantren disebut sebagai santri dan tinggal disebuah asrama yang disediakan oleh pondok pesantren (Anonim 2010). Pesantren pada awalnya merupakan pusat pendididkan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Perkembangan pesantren saai ini semakin kuas, tidak hanya menjelaskan materi-materi keagamaannya saja tetapi mulai membangun kesadaran sosial. Kurikulum yang digunakan oleh pesantren tidak hanya kurikulum keagamaan saja tetapi telah menggunakan kurikulum tentang masalah sosial. Alasan ini yang menyebabkan
pesantren bukan sebuah lembaga
keagamaan tetapi menjadi lembaga sosial yang dapat merespon masalah sosial yang terdapat pada masyarakat (Anonim 2010). Pondok pesantren memiliki jenis atau tipe dari masing-masing pesantren sesuai dengan fungsinya dan kurikulum yang diajarkannya. Jenis-jenis pondok pesantren antara lain adalah pesantren salafi. Pesantren salafi adalah pesantren yang mengajarkan ilmu agama islam saja. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lainnya dengan balasan mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka.Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali.Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam.Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an (Anonim 2010). Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah
4
pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP disebut dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dikenal dengan nama Madrasah Aliyah. Pesantren dan madrasah memiliki perbedaan yaitu terletak pada sistemnya dimana pesantren memasukkan santrinya kedalam asrama sedangkan madrasah tidak (Anonim 2010). Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. federspiel- salaseorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh dan Palembang (Sumatra), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah meng hasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar (Anonim 2010). Remaja Istilah remaja adolescence berasal dari kata adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock 1994). Monks et al (1982) mengemukakan
suatu
analisa
yang
cermat
mengenai
semua
aspek
perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun dengan pembagiannya : (1) 12-15 tahun termasuk kedalam masa remaja awal, (2) 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan dan (3) 18-21 tahun termasuk kedalam kelompok remaja akhir. Menurut Riyadi (2001) masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan untuk menuju tahap kedewasaan. Remaja merupakan fase transisi sebelum seorang anak menjadi dewasa. Perubahan- perubahan hormon yang mempercepat pertumbuhan tinggi badan terjadi selama fase remaja. Beberapa para ahli banyak yang mengemukakan berbagai pendapat mengenai batasan usia remaja. Dari berbagai pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa secara teoritis dan empiris rentang usia remaja berada dalam usia 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22 tahun bagi pria. Jika dibedakan
5
berdasarkan remaja awal dan akhir maka kelompok remaja awal berada pada usia 12 atau 13 tahun hingga 17 atau 18 tahun, sedangkan yang termasuk kedal kategori remaja akhir berada pada rentang usia 17 atau 18 tahun hingga usia 21 atau 22 tahun (Panuju &Umami 1999). Menurut Husaini & Husaini (1989) pada masa remaja terjadi keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang karakteristiknya adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan fisik yang sangat cepat (adolescent growt spurt) 2. Pertumbuhan dan perkembangan pada remaja putrid terjadi lebih awal, yaitu pada usia 11-13 tahun, sehingga remaja putri terlihat lebih tinggi pada usia 13-14 tahun. 3. Pertumbuhan yang terjadi pada remaja putra dan remaja putri berbeda dalam besar dan susunan tubuh sehingga kebutuhan gizinya yang berbeda. 4. Pertumbuhan fisik dan pematangan fungsi-fungsi tubuh adalah proses akhir dari masa remaja. Keadaan ini menentukan keadaan pada waktu dewasa seperti bertambah pendek atau tinggi, lamban atau energik, ulet atau pasrah. 5. Terjadi perubahan hormon seks. Pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional dan perubahan social merupakan ciri yang spesifik pada usia remaja. Segala sesuatu cepat berubah dan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi, asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari amatlah penting. Tubuh yang mengalami pertumbuhan perlu mendapatkan asupan zat gizi dari makanan yang seimbang. Pertumbuhan yang cepat umumnya diiringi dengan petambahan aktifitas fisik sehingga kebutuhan zat-zat gizi bertambah. Mereka harus diyakinkan bahwa masukan zat gizi yang kurang akan berakibat pada kesehatan (Pudjiadi 1997). Aktivitas Fisik Salah satu pesan yang terdapat dalam pedoman umum gizi seimbang (PUGS) dalam pencapaian hidup sehat adalah melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur (Almatsier 2006). Hal demikian dianggap penting karena aktivitas fisik dapat membuat tubuh bugar dan akhirnya tubuh menjadi sehat. Aktivitas Fisik adalah gerak tubuh secara keseluruhan yang menggunakan otototot tubuh, sehingga meningkatkan pengeluaran energi secara maksimal (WHO 2000). Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari eneri expenditure, yaitu sekitar20-25% dari total energi expenditure. Akan tetapi seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi membuat masyarakat cendrung
6
mengikuti gaya hidup sedentary. Tidak hanya orang dewasa saja, namun anakanak juga cendrung malas berolahraga dan lebih senang menghabiskan waktu untuk menonton televisi dan bermain game dirumah. Hal ini juga dapat disebabkan karena kurangnya lahan untuk anak-anak bermain, sehingga membuat anak menghabiskan waktu bermainnya di depan layar dan kurang merangsang mereka untuk melakukan aktivitas fisik untuk bergerak, akibatnya dapat meningkatkan resiko kegemukan atau obesitas pada mereka karena kurangnya kalori yang dapat dibakar oleh tubuh. Menurut Sjostrom et al (2008) bahwa terdapat perbedaan antara aktivitas fisik dengan olahraga. Perbedaannya adalah aktivitas fisik merupakan bentuk dari perilaku yang menghasilkan energi expenditure karena pergerakan otot tubuh termasuk lengan dan kaki, sedangkan olahraga merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan dilakukan berulang berupa pergerakan tubuh untuk meningkatkan atau mencapai kebugaran. Terdapat banyak kentungan dan hubungan antara aktivitas fisik dengan kesehatan diantaranya adalah : 1. Aktivitas fisik membantu mempertahankan keseimbangan energi dan mencegah kejadiaan obesitas. 2. Latihan fisik yang teratur mengurangi resiko penyakit 3. Latihan fisik yang teratur atau dngan level yang tinggi pada kegiatan seharihari dapat mencegah beberapa tipe penyakit kanker. 4. Latihan fisik teratur juga dapat mencegah atau menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi Dengan demikian Sjostrom et al (2008) juga menyatakan bahwa masyarakat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik sekitar 30 menit setiap hari dengan bentuk aktivitas sedang. Rekomdasi ini juga diberikan kepada anakanak pada rentang usia 5-18 tahun dengan intensitas aktivitas yang sama. Hal demikian berarti anak usia sekolah hingga remaja dianjurkan untuk olahraga setiap hari dengan durasi waktu kurang lebih 30 menit. Menurut WHO aktivitas fisik siswa sekolah dibagi atas beberapa bagian yaitu : waktu tidur, waktu sekolah, waktu luang (disekolah dan luar sekolah), waktu mengerjakan tugas (pekerjaan rumah), waktu melakukan perjalanan kesekolah, dan waktu olahraga. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi
7
dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2006). Riyadi (2006) menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi tubuh yang telah dikeluarkan selama aktivitas sehari, maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan kebutuhan energi seseorang dengan asumsi aktivitas harian tersebut merupakan aktivitas normal sehari-hari untuk hidup sehat.Kegiatan fisik dan olahraga
secara
teratur
dan
cukup
takarannya,
dapat
membantu
mempertahankan derajat kesehatan yang optimal bagi yang bersangkutan. Kegiatan fisik dan olahraga yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi dapat mengakibatkan berat badan tidak normal, upayakan agar kegiatan fisik dan olahraga selalu seimbang dengan masukan energi yang diperoleh dari makanan sehari-hari (Depkes 1996). FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik dan angka metabolisme basal merupakan variabel utama dalam perhitungan pengeluaran energi. Pengeluaran energi dapat menjadi gambaran kebutuhan energi seseorang dapat hidup sejahtera dan berkualitas secara keseluruhan. Tingkat aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut FAO/WHO/UNU (2001) :
Keterangan : PAL PAR
: Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut : Tabel 1 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori
Nilai PAL
Ringan (sedentary lifestyle)
1,40-1,69
Sedang (active or moderately active lifestyle)
1,70-1,99
Berat (vigorous or vigorously active lifestyle)
2,00-2,40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Waktu Tidur dan Waktu Menonton Televisi WHO (1978) dalam Marbun (2002) menyatakan bahwa kira-kira sepertiga waktu dari 24 jam sehari digunakan seseorang untuk tidur. Salah satu penilaian
8
aktivitas fisik anak adalah waktu tidur. Waktu tidur untuk anak sekolah dapat dibagi dua yaitu waktu tidur siang dan tidur malam. Menonton televisi termasuk aktivitas waktu luang. Menurut Peggy L Pipes dalam Marbun (2002) beberapa faktor yang mengakibatkan status gizi lebih diantaranya adalah gaya hidup “sedentaris” yaitu gaya hidup santai dan meminimalkan aktivitas fisik seperti :waktu menonton televisi dan bermain komputer serta videogames, apabila diselingi dengan mengkonsumsi makanan ringan/snack sepanjang menonton televisi. Pengetahuan Gizi Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo 2007). Berdasarkan penelitian Rogers (1974) diacu dalam Notoatmodjo (2007) mengungkap bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat tahan lama. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan gizi adaah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal, selain itu juga dapatdiperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan atau gizi (Suharjo 1989). Konsumsi Pangan Pangan merpakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan oleh tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi. Kelebihan atau kekurangan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, aktivitas fisik (Almatsier 2006). Konsumsi pangan merupakan informasi tetang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Jenis dan jumlah pangan merupakan hal yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi.
9
Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Kusharto & Sa’adiyah 2008). Frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi yang baik memiliki frekuensi makan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan karena orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al 1998). Secara umum tujuan survai konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan tersebut. Berdasarkan jenis data terdapat dua jenis data yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya digunakan untuk mengetahui frekuensi makanan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habbits) serta cara-cara dalam memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran makanan (food list). Metode secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftarvlain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM) (Supariasa 2002). Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu metode penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi individu. Pada metode ini dicatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya recall 24 jam). Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT
10
(Ukuran Rumah Tangga), setelah itu baru dikonversikan dalam satuan berat (Kusharto & Sa’diyyah 2008). Tingkat Konsumsi Gizi Tingkat konsumsi makanan( untuk energy dan zat gizi) diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk populasi yang diteliti. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia yang digunakan secara nasional adalah hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998. Dasar menyajian Angka Kecukupan Gizi (AKG) didsarakan pada kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, aktivitas, kondisi khusus (hamil dan menyusui) (Supariasa 2002). Energi Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan yang menentukan nilai energinya. Keseimbangan energi dicapai apabila energi yang masuk kedalam tubuh melalui makanan
sama
dengan
energi
yang
dikeluarkan.
Kekurangan
energi
menyebabkan berat badan kurang dan berat badan seharusnya (ideal), sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga terjadi kegemukan. Satuan energy dinyatakan dalam unit panas atau kalori (Almatsier 2006). Menurut Budiyanto (2002) energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak. Sehingga manusia membutuhkan zat-zat makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya. Manusia yang kekurangan makanan akan lemah baik dengan daya kegiatan, pekerjaan fisisk, maupun daya ingat karena kekurangan zat-zat makanan yang dapat menghasilkan energy dalam tubuh. Protein Protein merupakan zat gizi penghasil energy yang tidak berperan sebagai sumber energy tetapi berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak. Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur. Protein adalh sumber asam amino
11
yang mengandung unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno 1997). Menurut Almatsier (2006) kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan transportasi zat-zat gizi, dalam keadaan berlebih protein akan mengalami deaminase. Nitrogen akan dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Kecukupan protein akan terpenuhi apabila kecukupan energy telah terpenuhi karena sebanyak apapun protein akan dibakar menjadi panas. Besi (Fe) Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini diperlukan dalam hemopobesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb). Berbagai jenis enzim memerlukan besi sebagai kofaktor dalam suatu reaksi. Pada wanita subur lebih banyak besi yang terbuang dari tubuh dengan adanya menstruasi sehingga kebutuhan akan besi pada wanita dewasa lebih tinggi dari pada laki-laki (Sediaoetama 2006). Vitamin A Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis wortel, tomat, jaung manis, papaya, nangka masak dan jeruk. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan tulang gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dalam bentuk tulang tidak normal. Defisiensi vitamin A menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Vitamin A juga berperan dalam pembentukan sl darah nerah, kemungkinan melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2006). Vitamin C Vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air yang dapat terserap sangat cepat dan masuk kedalam saluran darah yang kemudian diedarkan keseluruh tubuh. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dibuang melalui urin. Oleh karena itu bila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah yang besar sebagian akan dibuang keluar, terutama bila seseorang mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi,
12
sebaliknya bila keadaan gizi seseorang buruk maka sebagian besar jumlah vitamin C ditahan oleh jaringan tubuh (Winarno 1997). Menurut Winarno (1997) vitamin C memiliki banyak fungsi didalam tubuh yaitu sebagai koenzim atau kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang memiliki kemampuan reduksi yang kuat dan berfungsi sebagai antioksidan dalam reaksi hidroksilasi. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan luka sukar sembuh, terjadi anemia, jumlah seldarah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Menurut Riyadi (2006) kebutuhan vitamin C dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan keadaan fisiologis serta gaya hidup seperti merokok. Status Gizi Status gizi adalah ekspresi keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dengan penggunaan zat gizi tersebut (Supariasa 2002). Menurut Almatsier (2005) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makananan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi merupakan salah satu indikator status kesehatan seseorang (Jellife 1989). Status gizi sangat ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel agar tubuh dapat berkembang dan berfungsi dengan normal. Karena bergantung dari ketersediaan zat gizi, maka status gizi ditentukan oleh pemenuhan semua zat gizi yang diperlukan tubuh dari makanan dan berperannya faktor yan menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi tersebut. Sehubungan dengan status gizi seseorang, perlu diketahui beberapa hal antara lain nutrition, nutriture, dan nutritional status. Nutrition adalah suatu proses dimana organisme hidup karena penggunaan makanan yang diterima tubuhnya mlai dari pencernaan sampai energi dihasilkan. Nutriture menggambarkan adanya keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran gizi yang diterima tubuh sehingga menghasilkan nutritional status yang dapat diukur dengan variabel pertumbuhan tertentu (Supariasa 2002). Penilaian Status Gizi Terdapat dua jenis penilaian status gizi, langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung antara lain dengan antropometri, biokimia, biofisik, dan klinis. Penilaian status gizi secara tidak langsung antara lain survei konsumsi makanan, statistik vital, penilaian faktor ekologi (Supariasa 2002). Menurut Brown (2005) untuk melakukan penilaian status gizi tingkat individu
13
terdapat empat cara yaitu pengukuran klinis atau fisik, pengukuran konsumsi makanan, pengukuran antropometri dan pengukuran biokimia. Penilaian Status Gizi dengan Indeks Antropometri Pengukuran antropometri bersal dari bahasa latin anthropos yang berarti manusia (human being). Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengukuran terhadap tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan sesuai dengan usia. Pengukuran antropometri sering digunakan atau dilakukan dalam survai gizi. Pengukuran ststus gizi dengan antropometri yang dilakukan dengan cara mengukur tubuh manusia. Pengukuran antropometri merupakan penilaian yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi status gizi (Jellife 1989). Antropometri merupakan pengukuran atau penilaian status gizi secara langsung dan sederhana yang paling umum digunakan untuk menilai masalah KEP, kelebihan energi dan protein. Ada empat variabel yang biasa digunakan dalam pengukuran ini yaitu umur, berat badan, tinggi badan, dan jenis kelamin. Pemilihan metode yang akan digunakan sangat bergantung pada tahapan dan keadaan gizi balita. Tidak hanya keempat variabel diatas yang sering digunakan dalam pengukuran namun ada tiga variabel lainnya yang digunakan dalam pengukuran status gizi dengan antropometr yaitu lingkar kepala, lingkar lengan atas (LILA) dan lingkar dada. Pengukuran antropometri memiliki beberapa kelebihan antara lain prosedur pelaksanaannya yang sederhana, dapat dilakukan atau digunakan untuk jumlah sampel yang besar atau banyak, cukup dilakukan oleh tenaga yang terlatih, aman, peralatan murah dan mudah dibawa, metode tepat dan akurat, dapat menggambarkan status gizi dimasa lampau. Pengukuran status gizi dengan menggunakan indeks antropometri dapat diukur dengan : a.
Berat Badan menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah ukuran antropometri yang palig banyak digunakan,
karena parameter ini mudah mengalami kenaikan dan penurunan. Jadi dapat dikatakan bahwa berat badan sangat peka terhadap asupan makanan. Berat badan memberikan gambaran masa tubuh dan merupakan parameter antropometri yang sangat labil. Berat badan akan berkembang mengikuti pertambahan umur
dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan
antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin dalam keadaan normal. Hal ini berlaku sebaliknya dalam keadaan abnormal terdapat dua kemungkinan
14
perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal, karena karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Kelebihan indeks BB/U antara lain lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat digunakan untuk mendeteksi kegemukan (overweight) dan obesitas. Kelemahan indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang salah apabila terjadi edema atau asites. Selain itu di daerah terpencil atau pedesaan, umur sulit ditaksir dengan tepat karena pencatatan umur yang belum baik, sehingga memerlukan data umur yang akurat terutama untuk anak dibawah 5 tahun (Supariasa 2002). b. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Tinggi
badan
merupakan
antropometri
yang
menggambarkan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan akan bertambah seiring dengan pertumbuhan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, yaitu relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam jangka waktu yang singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam jangk waktu yang relatif lama. Beaton dan Bengoa (1973) dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa indeks TB/U memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. Kelebihan dari indeks TB/U adalah dapat digunakan untuk menilai status gizi masa lampau. Kelemahan indeks TB/U adalah tinggi badan tidak dapat dijadikan indikator perbaikan status gizi karena kenaikannya cendrung lama dan tidak terjadi penurunan, selain itu pengukuran tinggi badan sulit dilakukan. c. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear terhadap tinggi badan. Pertambahan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks TB/BB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi. Indeks BB/TB independent terhadap umur. Kelebihan dari indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data umur, dan bisa mendapatkan
proporsi
badan
(gemuk,
normal,
kurus),
sedangkan
kelemahannya adalah memerlukan dua macam alat ukur dan tidak
15
menggambarkan tinggi-pendek karena tidak menggunakan umur (Supariasa 2002). Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara yang lebih dianjurkan untuk menentukan status gizi kurus atau gemuk seseorang. IMT merupakan hasil pembagian berat badan (BB) dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi badan (TB2) dalam satuan meter. Indeks ini tidak memerlukan data usia sehingga merupakan indeks yang independent terhadap usia dan dapat digunakan untuk menyatakan status gizi saat ini. Indeks masa tubuh dapat dihitung dengan cara membagi bobot badab atau berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m) :
dengan BB adalah bobot badan atau berat badan (kg) dan TB adalah tinggi badan (m). Batas IMT orang dewasa berbeda dengan anak-anak. Pada anak-anak (IMT menuut usia) dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena pertumbuhan keduanya berbeda. IMT menurut usia dan jenis kelamin digunakan pada anakanak usia 2-20 tahun yang kemudian dimasukkan pada grafik. Keuntungan dalam menggunakan IMT menurut usia adalah: (i) dapat digunakan untuk remaja muda dalam mendeteksi terjadinya pubertas, (ii) dapat dibandingkan dengan baik terhadap hasil pemeriksaan laboratorium atau pengukuran lemak tubuh, (iii) IMT berhubungan dengan risiko kesehatan. Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-skor, persentil atau persen terhadap median. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel berikut.
16
Tabel 2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U Variabel -3 +2 Sumber : WHO 2007
Kategori kurus normal overweight obese
Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah salah satu metode untuk penentuan status gizi secara tidak langsung baik perorangan maupun kelompok. Tujuan survei konsumsi makanan secra umum adalah mengetahui kebiasaan makan, gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat-zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Berdasarkan jenis data yang diperoleh maka survei makanan dapat menghasilkan dua jenis data konsumsi yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif dapat digunakan untuk mengetahui frekuensi
makan,
frekuensi
konsumsi
menurut
bahan
makanan
serta
memperoleh kebiasaan makan serta cara mendapatkannya. Metode yang bersifat kuantitatif dapat digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung banyaknya konsumsi zat gizi melalui Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan. Metode pengukuran yang bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan, dietary history, telepon dan pendaftaran makanan (food list). Metode kuantitatif antara lain metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food recards), penimbangan makanan, food account, inventaris dan pencatatan (Supariasa 2002). Penilaian mengenai masukan makanan dan zat gizi sangat penting dalam penelitian gizi. Data mengenai kecukupan makanan menyediakan informasi jenisdan jumlah makanan dikonsumsi oleh individu yang dilakukan untuk mengetahui jumlah zat gizi yang dikonsumsi. Metode penilaian untuk individu yang umum dilakukan adalah :dietary recall, food frequency,dietary history, weihed food record (Gibson 2005) a.
Food Recall (recall 24 jam) Metode recall 24 jam dilakukan oleh seorang pewawancara yang
telah terlatih. Pada metode recall 24 jam seseorang diminta untuk menceritakan semua makanan dan minuman yang dikonsumsinya selama 24
17
jam sebelum dilakukan wawancara. Food recall dapat digunakan untuk menentukan rat-rata konsumsi zat gizi secara kuantitatf dan kualitatif dengan melakukan recall beberapa hari. Penilaian konsumsi zat gizi secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui ukuran atau porsi makan. Untu memudahkan mengingat ukuran atau porsi makanan biasanya digunakan alat bantu food modelatau contoh makanan dan alat ukuran rumah tangga. Jumlah makanan yang dikonsumsi diukur atau diperkirakan dengan ukuran rumah tangga yang kemudian dikonversi dengan ukuran berat. Metode ini memiliki kelebihan antara lain : a.
Menunjukkan konsumsi makanan yang aktual (dibandin dengan food frequency)
b.
Mengingat dalam waktu jangka yang pendek (24 jam yag lalu)
c.
Mampu memperkirakan asupan zat gizi dari kelompok
d.
Tidak mengubah kebiasaan makan
e.
Wawancara dapat dilakukan melalui telepon jika responden tidak dapat hadir Metode ini memiliki kelemahan antara lain :
a.
Mengandalkan ingatan responden yang mungkin kurang akurat
b.
Responden dapat menembah atau mengurangi informasi konsumsi makanan yang sebenarnya
c.
Estimasi konsumsi energi menjadi rendah karena minuman sering tidak diperhitungkan
Penilaian konsumsi makanan dengan metode recall 24 jam paling sesuai untuk menilai asupan makanan seseorang dengan jumlah yang besar. Terkadang dalam validasi penilaian konsumsi makanan dengan metode lain dilakukan dengan membandingkan hasil recall 24 jam (Gibson 2005). 1.
Food Record Pencatatan semua makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh individu
yang umumnya dilakukan dalam jangka waktu tiga hari hingga satu minggu. Metode ini memberikan informasi yang akurat karena tidak bersandar pada ingatan responden dimana masukan makanan dicatat pada saat makanan dikonsumsi. Meskipun demikian metode ini juga memiliki kelemahan yaitu terlalu membebani responden sehinga sering terjadi perubahan pola makan responden. Tidak hanya itu metode ini memeerlukan biaya penelitian yang mahal, responden tidak boleh buta huruf, serta diperlukan keseriusan
18
responden dalam mencatat atau menimbang konsumsi makanan (Gibson 2005,Wolper 1995). 2. Kuesioner Food Frequency Metode
ini
digunakan
untuk
mendapatkan
data
kualitatif
yang
memberikan informasi tentang pola makan. Daftar pertanyaan berisi tentang daftar makanan dan frekuensi makan dalam periode waktu tertentu seperti hari, minggu, bulan dan tahun. Kelebihan metode ini adalah murah, cepat, daftar pertanyaan dapat diisi sendiri oleh responden, sederhana, lebih representatif, untuk kebiasaan/ pola makan, dapat dipergunakan untuk populasi yang besar dan dapat dilakukan siapa saja tanpa pelatihan khusus. Metode ini juga memiliki kelemahan antara lain tidak ada ukuran porsi makan, tidak dapat menilai konsumsi zat gizi yang sebenarnya karena hanya memberikan informasi kualitatif dan tidak memberikan gambaran jumlah makanan. Bentuk kuesioner pada food frequency dapat dibagi menjadi 2 komponen yaitu daftar bahan makanan dan kategori frekuensi yang dimakan. Daftar kebutuhan bahan makanan disesuaikan dengan keadaan pada saat itu baik secara periodik maupun musim. Jenis informasi yang biasanya diperlukan terhadap konsumsi makanan tersebut adalah : a. Jenis makanan apa saja yang dimakan selama 24 jam terakhir b. Frekuensi makan dari sejumlah makanan yang dilihat dari sebuah daftar yang disiapkan secagai cross check dari recall 24 jam. c. Jenis makanan yang dikonsumsi selama tiga/tujuh hari berturut-turut (Gibson 2005) 3. Dietary History Metode ini mencatat semua yang dimakan dalam kurun waktu yang panjang. Kurun waktu yang digunakan bisa enam bulan hingga satu tahun. Metode ini memiliki sifat yang sensitif sehingga memerlukan petugas yang terlatih dan handal. Metode ini merupakan kombinasi dari recall 24 jam dan food frequency untuk mendapatkan informasi tentang konsumsi makanan, frekuensi makan dan pola makan. Kelemahan dari metode ini adalah terlalu membebani dan kurang sesuai untuk survey yang besar (Gibson 2005). Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Status gizi seseorang atau sekelompok orang tidak selalu sama dari masa ke masa karena merupakan interaksi dari berbagai faktor. Faktor yang
19
secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status kesehatan. Konsumsi pangan, salah satunya dipengaruhi oleh akses terhadap pangan lebih lanjut akses terhadap pangan ditentukan oleh tingkat pendapatan seseorang (Riyadi 2001). Oleh karena itu, konsumsi makanan Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi dan aman untuk dikonsumsi. Bila terjadi gangguan kesehatan, pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi ialah keadaan zat gizi di dalam pangan (Hermana 1993). Faktor-faktor yang berperan dalam menentukan status gizi ada dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berpengaruh dari luar diri seseorang, seperti daya beli keluarga yang meliputi pendapatan keluarga, harga bahan makanan, tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga, serta kebersihan lingkungan. Faktor internal merupakan faktor yang mejadi dasar pemenuhan kebutuhan gizi seseorang, diantaranya adalah nilai cerna makanan, status kesehatan dan status fisiologis (Aprijadi 1986). Beradasarkan bagan UNICEF (1988) mengenai faktor-faktor penyebab masalah kurang gizi yang telah disesuaikan terdapat beberapa faktor yaitu faktor penyebab langsung, faktor penyebab tidak langsung, masalah pokok yang berada dimasyarakat dan faktor mendasar. Faktor penyebab langsung adalah asupan makanan dan penyakit infeksi. Asupan makanan adalah makanan yang dikonsumsi harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang. Penyakit infeksi berkaitan dengan tingginya prevalensi dan kejadian penyakit infeksi terutama diare, ISPA, TBC, malaria, demam berdarah, dan HIV/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Faktor penyebab langsung tersebut dapat ditimbulkan oleh tiga faktor penyebab tidak langsung yaitu (i) ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, (ii) pola pengasuhan anak dan (iii) jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Faktor penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh pokok masalah yang berada di msyarakat, yaitu pendidikan, pelayanan kesehatan, informasi, pelayanan kesehatan, informasi, pelayanan keluarga berencana, serta kelembagaan sosial masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat khususnya
20
perempuan. Sebagai akar masalah adalah krisis ekonomi, politik, dan sosial (Bappenas 2007).