POLA BINDALMIN (PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN ADMINISTRASI PENGADILAN) oleh: Drs. H. Hamzani Hamali, S.H., M.H. BAGIAN I PROSEDUR ADMINISTRASI PENERIMAAN DAN PENYELESAIAN PERKARA TUJUAN HASIL BELAJAR 1. Peserta dapat memahami pengertian dan ruang lingkup pola‐pola pembinaan dan pengendalian administrasi perkara di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama; 2. Peserta dapat menyebutkan proses penyelenggaraan administrasi perkara di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama; 3. Peserta dapat menjelaskan bagaimana alur, prosedur dan mekanisme administrasi perkara sejak diterima sampai diarsipkan; 4. Peserta dapat melakukan penghitungan panjar biaya perkara yang harus dibayar oleh calon penggugat/pemohon, untuk tingkat pertama, banding, kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi; 5. Peserta dapat membuat dan mengisi buku‐buku keuangan perkara yang meliputi; buku jurnal keuangan perkara (gugatan/permohonan, banding, kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi), buku induk keuangan perkara dan buku induk keuangan eksekusi, buku bantu harian dan buku hak‐hak kepaniteraan. 6. Peserta dapat memahami fungsi‐fungsi registrasi dan administrasi perkara lainnya; 7. Peserta dapat mengisi buku‐buku register perkara yang meliputi register induk perkara gugatan, register induk perkara permohonan, register (banding, kasasi, peninjauan kembali) dan register eksekusi; 8. Peserta dapat meneliti kelengkapan berkas perkara dan melengkapi instrumen/formulir yang diperlukan untuk diproses lebih lanjut dalam persidangan. 9. Peserta dapat menggunakan dan mengisi instrumen‐instrumen yang diperlukan dalam proses penyelesaian administrasi perkara (Pgl, Pbt., RMt., AMP, dll.) 1
MATERI/BAHAN AJAR Pokok Bahasan Pokok bahasan materi ini berisi penjelasan berkaitan dengan pengertian dan ruang‐lingkup pola bindalmin, prosedur administrasi penerimaan perkara sampai penyelesaian perkara, berikut instrumen‐instrumen yang digunakan selama proses penyelesaian perkara berlangsung, serta latihan‐latihan praktek pengelolaan buku‐buku keuangan perkara dan register‐register perkara. 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Pola Bindalmin Pengertian “POLA BINDALMIN” merupakan singkatan dari “POLA PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN ADMINISTRASI PERKARA di Lingkungan Peradilan Agama” yang secara praktis memberikan panduan bagi petugas‐petugas di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, bagaimana cara dan apa yang harus dilakukan dalam menerima perkara yang diajukan di pengadilan, persiapan persidangan, pelaksanaan persidangan, minutasi berkas, pelaporan perkara, pengarsipan berkas, dan lain‐lain. 2. Ruang Lingkup Ketua Mahkamah Agung RI dengan suratnya Nomor: KMA/OOl/ SK/1991 Tanggal 24 Januari 1991 telah menetapkan pola‐pola pembinaan dan pengendalian administrasi perkara yang meliputi lima bidang dan dalam Buku II ada penambahan menjadi enam pola, yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Pola tentang prosedur penerimaan perkara. Pola tentang register perkara. Pola tentang keuangan perkara. Pola tentang administrasi persidangan Pola tentang laporan perkara Pola tentang kearsipan perkara.
Keenam pola ini merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan tidak boleh dipisahkan. Apabila pola‐pola ini tidak dilaksanakan secara utuh maka tertib administrasi yang diharapkan tidak akan 2
terlaksana dengan baik. Yang dimaksud administrasi adalah suatu proses penyelenggaraan oleh seorang administratur secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok yang telah ditetapkan semula. Searah dengan perkembangan, pola pembinaan dan pengendalian administrasi pengadilan tersebut telah dikembangkan yang dituangkan dalam Buku II, yang pemberlakuannya ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2006 Tanggal 4 April 2006 dan terus diadakan revisi, yang untuk terakhir kalinya dilakukan tahun 2010, dengan diterbitkannya “Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama” (Buku II) Edisi Revisi 2010. Sebagai pe1aksana tugas‐tugas administrasi pengadilan adalah Panitera, sebagaimana tersebut dalam pasal 26 Undang‐undang Nomor 7 Tahun 1989, Yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir dengan UU No. 50 Tahun 2009. Tentang Peradilan Agama, Panitera sebagai pelaksana kegiatan administrasi Pengadilan memiliki 3 (tiga) macam tugas : 1) Pelaksana Administrasi Perkara 2) Pendamping Hakim dalam persidangan 3) Pelaksana Putusan/Penetapan Pengadilan dan tugas‐tugas kejurusitaan lainnya. Bahasan tentang Pola Bindalmin ini, terbagai dua bagian, yaitu bagian pertama meliputi: pola penerimaan perkara, pola keuangan perkara, pola register perkara, administrasi persidangan, dan minutasi berkas perkara. Sedangkan bagian kedua meliputi pola laporan dan pola kearsipan perkara.
3
3. Pola Prosedur Penerimaan dan Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama. Pola Penerimaan Perkara Prosedur penerimaan perkara di Pengadilan Agama dilakukan dengan menggunakan sistem meja, yaitu; meja I, meja II dan meja III. Pengertian meja tersebut adalah merupakan kelompok pelaksana teknis yang harus dilalui oleh suatu perkara di Pengadilan Agama, mulai dari penerimaan sampai perkara tersebut di selesaikan. Pelaksanaan tugas meja I, Meja II dan Meja III dilakukan oleh Sub Kepaniteraan Gugatan dan Permohonan, di bawah koordinasi Panitera Muda Gugatan (untuk perkara gugatan) dan Panitera Muda Permohonan (untuk perkara permohonan/voluntaire) Alur proses penyelesaian administrasi perkara dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1
4
Alur proses penerimaan perkara dapat digambarkan sebagai berikut: AL UR PENERI MA AN BERK AS PE R KARA DAN P EM BAYA RAN PAN JA R BI AYA PERKA RA P e tu g a M s P et u g sa M
n e e r im a
e n g h i u l n g B ia y a
P e rk a ra d a n M K U S
B e r ak s P e rk a ra
e g e lu ra k a n n M
( d i b e ri n o m o r d a n t an g ag l ) N o mo r S K M U b u k n a n m o o r p e k r ra a
P e t u g a s M e l ak u k an R e ig st r as i P er k ar a
1
2
5
4
P e tu g a s M e m e ri k as S l ip e m b a y a ra n d a n M e m b e ir P T a n d a L u n a P s a d a S K U M
Bagan 2
Meja pertama Meja I bertugas: 1) Menerima gugatan, permohonan, perlawanan (Verzet), pernyataan banding, kasasi, permohonan peninjauan kembali, eksekusi, penjelasan dan penaksiran biaya perkara dan biaya eksekusi. 2) Menaksir biaya yang harus dibayar oleh calon penggugat/pemohon dan menuangkannya dalam surat kuasa untuk membayar (SKUM). Dalam perkara cerai talak, penaksiran biaya‐biaya diperhitungkan juga untuk keperluan pemanggilan sidang Ikrar Talak. Dalam menaksir jumlah panjar biaya perkara, berpedoman pada Surat Keputusan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan; 3) Setelah menaksir panjar biaya perkara, petugas Meja I membuat Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 4 (empat): a) Lembar pertama warna hijau untuk bank. b) Lembar kedua wana putih untuk Penggugat / Pemohon. c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir. d) Lembar keempat warna kuning untuk dimasukkan dalam berkas 4) Menyerahkan kembali surat gugatan/permohonan kepada calon penggugat/ pemohon dan SKUM, untuk kemudian penggugat/ pemohon membayar panjar biaya ke Bank yang ditunjuk sebesar yang telah ditetapkan dalam SKUM.. 5) Penerimaan perkara perlawanan (Verzet) hendaknya dibedakan antara perlawanan (Verzet) terhadap putusan Verstek dengan perlawanan pihak ketiga (Darden V erzet). 6) Penerimaan Verzet terhadap putusan Verstek tidak diberi nomar baru. Sedang perlawanan pihak ketiga (Darden Verzet) dicatat sebagai perkara baru dan mendapat nomor baru sebagai perkara gugatan. 7) Selain tugas‐tugas penerimaan perkara seperti tersebut di atas, meja pertama berkewajiban memberi penjelasan‐penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan. Dalam memberi penjelasan hendaknya dihindarkan dialog yang tidak
5
perlu dan untuk itu supaya diperhatikan surat Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Agama Nomor: MA/KumdiI/012/I/K/ 1994 Tanggal 11 lanuari 1994. Kasir Kasir merupakan bagian dari Meja I dan bertugas: 1) Menerima pembayaran uang panjar perkara sebagaimana tersebut dalam SKUM. (dalam hal ini menerima slip pembayaran panjar biaya melalui Bank 2) Membukukan penerimaan uang panjar biaya perkara/biaya eksekusi dalam buku jumal yang terdiri atas : 1. KI. PA l/p – untuk perkara permohonan. 2. KI. PA l/g – untuk perkara gugatan. 3. KI. PA 2 – untuk perkara banding. 4. KI. PA 3 – untuk perkara kasasi. 5. KI. PA 4 – untuk perkara peninjauan kembali. 6. KI. PA 5 – untuk permohonan eksekusi. 3) Menandatangani SKUM, memberi nomor (sesuai nomor halaman buku jurnal) dan tanggal serta membubuhkan cap LUNAS pada lembar SKUM 4) Memberi Nomor Perkara dan Tanggal Pendaftaran pada Surat Gugatan/Permohonan sesuai dengan Nomor Halaman Buku Jurnal 5) Pemegang Kas menyerahkan kembali surat gugatan / permohonan yang telah diberi nomor perkara berikut SKUM kepada Penggugat / Pemohon agar didaftarkan di Meja II. 6) Terhadap perkara Prodeo tetap dibuatkan SKUM sebesar Rp. 00,‐ dan SKUM tersebut didaftarkan pada pemegang Kas dan dicatat dalam buku Jurnal sebagaimana diuraikan di atas.; Meja Kedua 1) Menerima surat gugat/perlawanan dari calon penggugat/pelawan dalam rangkap sebanyak jumlah tergugat/terlawan ditambah 3 (tiga) rangkap. 2) Menerima surat permohonan dari calon pemohon sekurang‐ kurangnya sebanyak 4 (empat) rangkap. 3) Menerima tindasan pertama SKUM dari calon penggugat/pelawan/ pemohon.
6
4) Mendaftar/mencatat surat gugatan/permohonan dalam register yang bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan/ permohonan tersebut. 5) menyerahkan satu rangkap surat gugatan / permohonan yang telah terdaftar berikut SKUM rangkap pertama kepada Penggugat / Pemohon. 6) memasukkan surat gugatan / permohonan tersebut dalam map berkas perkara yang telah dilengkapi dengan formulir : PMH, Penunjukan Panitera Pengganti, Penunjukan Jurusita Pengganti, PHS dan Instrumen. 7) menyerahkan berkas kepada Panitera melalui Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah. 8) menyerahkan berkas perkara kepada Ketua Pengadilan Agama dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari sejak diterima, a. Selambat‐lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak perkara didaftarkan, Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara. b. Apabila Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah karena kesibukannya berhalangan untuk melakukan hal itu, maka ia dapat melimpahkan tugas tersebut untuk seluruhnya atau sebagainya kepada Wakil Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah c. Panitera menunjuk Panitera Pengganti untuk membantu Majelis Hakim dalam menangani perkara. d. Penunjukan Panitera Pengganti dibuat dalam bentuk “Surat Penunjukan” yang ditandatangani oleh Panitera. 9) Mencatat Penetapan Majelis Hakim dan Penunjukan Panitera dalam Buku Register Induk Perkara. 10) Menyerahkan berkas perkara yang telah dibuat PMH dan Penunjukan Panitera Pengganti‐nya kepada Majelis Hakim. 11) Mencatat segala kegiatan proses penyelesaikan perkara dalam Register Induk Perkara yang bersangkutan; 12) Untuk ketertiban dan kelancaran mutasi berkas perkara, perlu memaksimalkan penggunaan instrumen. Dalam proses
7
penanganan perkara digunakan beberapa instrumen, antara lain meliputi : a. Daftar Pembagian Perkara b. Penundaan Sidang c. Panggilan (Pgl) d. Sita e. Amar Putusan f. Redaksi / Materai g. Perincian biaya yang telah diputus h. Pemberitahuan Putusan Tingkat Pertama (PBT.A1, PBT.A2, PBT.A3) Prosedur Penerimaan Perkara Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali/ Eksekusi 1) Permohonan banding/kasasi/pk/eksekusi didaftarkan kepada petugas Meja I Pengadilan Agama atau Mahkamah Syarʹiyah. 2) Petugas Meja I menaksir besarnya panjar biaya banding/kasasi/ peninjauan kembali/eksekusi dan membuat SKUM dalam rangkap empat : a. b. c. d.
Lembar pertama warna hijau untuk bank. Lembar kedua warna putih untuk Pembanding. Lembar ketiga warna merah untuk Kasir Lembar keempat warna kuning untuk dilampirkan dalam berkas.
3) Petugas Meja I menyerahkan berkas permohonan banding/kasasi/peninjauan kembali/eksekusi yang dilengkapi dengan SKUM kepada pihak yang bersangkutan untuk membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada bank. 4) Pemegang Kas setelah menerima bukti pembayaran panjar biaya perkara banding/kasasi/peninjauan kembali/eksekusi harus menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM. 5) Pemegang Kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara banding/kasasi/peninjauan kembali/eksekusi yang tercantum pada
8
SKUM dalam Buku Jurnal Keuangan Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali/Eksekusi.
Perkara
6) Apabila panjar biaya perkara banding/kasasi/peninjauan kembali/eksekusi telah dibayar lunas, berkas diserahkan pada petugas Meja II, Panitera membuat akta pernyataan banding dan mencatat permohonan banding/kasasi/peninjauan kembali/eksekusi tersebut dalam Buku Register Induk Perkara Gugatan dan Buku Register Permohonan Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali/Eksekusi. 7) Setelah diregister, berkas diserahkan pada petugas Meja III untuk diproses lebih lanjut. 8) Dalam waktu satu bulan sejak permohonan banding diajukan, berkas perkara banding berupa Bundel A dan Bundel B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama 9) Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas permohonan kasasi berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung. 10) Apabila syarat formal permohonan kasasi tidak dipenuhi oleh Pemohon kasasi, maka berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung (Pasal 45A ayat (3) Undang‐undang Nomor 5 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang‐undang Nomor 3 Tahun 2009). 11) Selambat‐lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari, Panitera memberitahukan permohonan peninjauan kembali kepada para pihak lawan dengan memberikan salinan permohonan peninjauan kembali besarta alasan‐alasannya. 12) Selambat‐lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alasan peninjauan kembali diterima, jawaban atas alasan peninjauan kembali harus sudah diserahkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syarʹiyah untuk disampaikan kepada pihak lawan (Pasal 72 ayat (2) Undang‐undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang‐undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang‐undang Nomor 3 Tahun 2009) 13) Jawaban atas permohonan dan alasan peninjauan kembali yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syarʹiyah harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut. (Pasal 72 ayat (3) Undang‐ undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang‐undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang‐undang Nomor 3 Tahun 2009).
9
14) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima jawaban tersebut, berkas permohonan peninjauan kembali berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung. (Pasal 72 ayat (4) Undang‐ undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang‐undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang‐undang Nomor 3 Tahun 2009)
10
PENGELOLAAN KEUANGAN PERKARA Pengelolaan keuangan perkara diatur dalam Pola Keuangan Perkara dan yang bertanggung‐jawab adalah Panitera dan dalam pelaksanaannya ditunjuk petugas‐petugas yang terdiri dari; Kasir, Pemegang Buku Induk Keuangan Perkara dan Buku Keuangan lainnya. (Penunjukkan petugas disesuaikan dengan kebutuhan dan dituangkan dalam Surat Penunjukan)
Bagan 3 Kasir bertugas: 1) Menerima dan mengeluarkan biaya perkara sesuai dengan peruntukannya serta 2) Mencatatnya dalam Jurnal Keuangan Perkara dan Buku Bantu Harian serta ; 3) Mengeluarkan biaya pendaftaran bersamaan dengan tanggal penerimaan panjar biaya perkara dan mencatatnya dalam Buku HHK; 4) Mengeluarkan biaya proses bersamaan dengan tanggal pengeluaran biaya pendaftaran dan menyerahkannya pada Bendahara Pengelola Biaya Proses.
11
5) Mengeluarkan biaya Redaksi dan Meterai pada tanggal perkara diputus. Biaya Redaksi dicatat dalam Buku HHK. 6) Seminggu sekali menyetorkan uang HHK dan HHKL kepada Bendahara Penerima untuk disetorkan ke Kas Negara sebagai PNBP; Pemegang Buku Induk Keuangan Perkara bertugas: 1) Mencatat penerimaan dan pengeluaran biaya perkara dari Buku Bantu Harian ke dalam Buku Induk Keuangan Perkara. 2) Menutup Buku Induk Keuangan Perkara setiap akhir bulan. PENGELOLAAN BIAYA PROSES Biaya Proses dikelola secara tersendiri sebagaimana diatur dalam Perma No. 2 Tahun 2009 Tanggal 12 Agustus 2009 Tentang Biaya Proses. Sebagai berikut: 1) Pengelola Biaya Proses adalah Panitera; 2) Panitera menunjuk dan mengangkat petugas pembuat komitmen, bendahara dan staf pelaksana biaya proses; 3) Pengelolan Biaya Proses bertugas: a. Merencanakan penerimaan dan pengeluaran biaya proses ; b. Melakukan penerimaan dan pembayaran biaya proses ; c. Menyelenggarakan pembukuan biaya proses ; d. Menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan biaya proses 4) Bendahara Biaya Proses Menerima dan menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak (HHK/HHKL) kepada bendahara penerima Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Bendahara Penerima PNBP segera menyetorkannya ke Kas Negara.
12
POLA REGISTER PERKARA Register menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah “buku catatan atau terdaftar (nama dsb) yang disusun secara sistematik dan menurut abjad; daftar (buku dsb)” dan registrasi adalah pencatatan atau pendaftaran”. Dengan demikian Register Perkara adalah buku catatan tentang perkara yang disusun secara sistimatis. Fungsi‐fungsi Register Perkara adalah: • Uraian tentang keadaan perkara sejak didaftarkan sampai dengan diputus serta sampai putusan dilaksanakan. • Gambaran tentang kegiatan hakim dan panitera yang pada akhimya dapat diketahui data‐data pribadi yang jelas dan dapat dipergunakan sebagai penilaian da1am hal mutasi para hakim dan panitera. • Gambaran tentang formasi hakim dan panitera sehingga dapat diketahui kebutuhan tenaga hakim dan panitera yang harus dipenuhi pada setiap Pengadilan Agama. • Tehindarnya dari sikap keraguan terhadap data‐data dan pusat ingatan serta sumber informasi. • Monitoring hilangnya berkas perkara. Dengan demikian karena fungsi Register perkara bernilai yuridis dan pembuktian sebagai akta authentik, maka dalam pengisian register harus dilakukan dengan hati‐hati, benar dan seksama,tidak boleh ada coretan yang akan mengurangi nilai yuridisnya. ADMINISTRASI PERSIDANGAN Persiapan Persidangan 1) Majelis Hakim mencatat perkara yang diterimanya dalam court calender; 2) Ketua Majelis setelah mempelajari berkas dalam waktu selambat‐ lambatnya 7 (tujuh) hari kerja harus sudah menetapkan hari sidang. Pemeriksaan perkara cerai dilakukan selambat‐lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat gugatan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah. 3) Daftar perkara yang akan disidangkan harus sudah ditulis oleh Panitera Pengganti pada papan pengumuman Pengadilan Agama
13
atau Mahkamah Syar’iyah sebelum persidangan dimulai sesuai nomor urut perkara. 4) Atas perintah Ketua Majelis, Panitera Pengganti melaporkan hari sidang pertama kepada petugas Meja II dengan menggunakan lembar instrumen. 5) Petugas Meja II mencatat laporan Panitera Pengganti tersebut dalam Buku Register Perkara. 6) Ketua Majelis memerintahkan Jurusita/Jurusita Pengganti untuk memanggil para pihak, dengan menggunakan instrumen; 7) Jurusita/Jurusita Pengganti melakukan pemanggilan terhadap para pihak atau kuasanya; 8) Jurusita/Jurusita Pengganti sebelum melakukan pemanggilan, dengan menyerahkan intrumen Pgl., meminta biaya pemanggilan kepada Kasir dan pada hari itu juga Kasir mencatat pengeluaran tersebut ke dalam Buku Jurnal yang bersangkutan;
Bagan 4
14
Pelaksanaan Persidangan 1) Sebelum persidangan dimulai, Panitera Pengganti membuat jadwal persidangan dan menempelkannya di Papan Pengumuman Pengadilan; 2) Setiap persidangan dibuatkan berita acara persidangan dan harus selesai paling lambat sebelum hari persidangan berikutnya; 3) Setelah dilaksanakan persidangan, hari itu juga Penitera Pengganti melaporkan hasil persidangan, dengan menggunakan instrumen, kepada Meja II untuk dicatat dalam Buku Register; 4) Pada waktu diucapkan, putusan harus sudah jadi dan setelah itu langsung ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera Pengganti. 5) Pada salinan putusan halaman terakhir dibuat catatan berkenaan : • Adanya permohonan banding atau kasasi. Contoh : Dicatat disini : Tergugat telah mengajukan permohonan banding atas putusan tersebut tanggal ............... (ditandatangani Panitera). • Putusan telah BHT. Contoh : Dicatat disini : Putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal ............... (ditandatangani Panitera). 6) Jika Penggugat/Pemohon atau Tergugat/Termohon tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan, maka Majelis memerintahkan Jurusita/Jurusita Pengganti untuk memberitahukan isi putusan kepada para pihak yang tidak hadir. (dengan menggunakan intrumen PBT.) 7) Jurusita/Jurusita Pengganti sebelum melakukan pemberitahuan, terlebih daahulu meminta biaya kepada Kasir dengan menyerahkan intrumen.
15
Bagan 5
Bagan 6 Minutasi Berkas Perkara 1) Minutasi berkas perkara harus selesai selambat‐lambatnya 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan. 2) Majelis Hakim bertanggung jawab atas penyelesaian minutasi berkas perkara yang pelaksanaannya dibantu oleh Panitera Pengganti. 3) Berkas disusun secara berangsur dan kronologis.
16
4) Berkas perkara yang telah diminutasi, diserahkan ke Meja III UNTUK dicatat dan diberi tanggal (tanggal minutasi adalah tanggal diterimanya berkas oleh Meja III). 5) Berkas tersebut diparaf oleh Ketua Majelis. Penyampaian Salinan Putusan dan Akta Cerai 1) Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak selambat‐lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan diucapkankan (Dalam arti pengadilan sudah harus siap untuk menyerahkan produk pengadilan (Salinan Putusan/ Penetapan, Akta Cerai, dll.) 2) Panitera menyampaikan salinan putusan selambat‐lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah putusan BHT kepada pegawai pencatat nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman dan tempat perkawinan Penggugat / Pemohon dan Tergugat / Termohon Administrasi Pelaksanaan Putusan Izin Ikrar Talak 1) Minutasi berkas adalah sampai putusan izin diputuskan, berkas diserahkan pada Meja III. 2) Meja III mencatat dalam Buku Kendali Khusus untuk itu. 3) Setelah putusan izin berkekuatan hukum tetap (BHT), dibuat PMH baru untuk pelaksanaan sidang ikrar talak. 4) Majelis Hakim menetapkah hari sidang (PHS). 5) Apabila Pemohon tidak hadir pada persidangan tersebut, maka dibuat BAP dan berkas diserahkan kembali pada Meja III. 6) Apabila pemohon hendak meneruskan untuk menjatuhkan/mengikrarkan talak, maka pemohon mengajukan permohonan untuk mengikrarkan talak; 7) Meja I menaksir panjar biaya untuk pemanggilan para pihak dan dituangkan dalam SKUM.
17
8) Setelah membayar melalui Bank, Kasir mencatat biaya tersebut sebagai tambahan panjar pada Jurnal Keuangan Perkara yang bersangkutan; 9) Setelah dibuat PMH, Meja II mencatat dalam Register yang bersangkutan dan menyerahkan pada majelis hakim yang ditunjuk. 10) Apabila dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal PHS ikrar pertama, Pemohon tidak melanjutkan perkaranya, maka Ketua membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa: “Kekuatan hukum putusan izin gugur sejak tanggal .......”.
18
BAGIAN II POLA LAPORAN DAN KEARSIPAN PERKARA TUJUAN HASIL BELAJAR 1. Peserta dapat memahami pentingnya laporan dan arsip perkara dalam sistem manajemen peradilan; 2. Peserta dapat memahami siapa yang bertanggung jawab dalam pengelolaan laporan dan kearsipan perkara 3. Peserta dapat menyebutkan dan memahami fungsi‐fungsi laporan dalam rangka pembinaan dan pengawasan jalannya peradilan; 4. Peserta dapat menjelaskan bagaimana alur, prosedur dan mekanisme pembuatan dan penyampaian laporan; 5. Peserta dapat menjelaskan jenis‐jenis laporan serta kegunaannya;. 6. Peserta dapat memahami fungsi‐fungsi dan pentingnya arsip perkara; 7. Peserta dapat membedakan mana arsip berjalan dan mana arsip perkara serta bagaimana cara pengelolannya; 8. Peserta dapat memahami bagaimana menganani penghapusan arsip berkas perkara dan arsip berkas perkara yang hilang. MATERI/BAHAN AJAR Pokok Bahasan Pokok bahasan materi ini berisi penjelasan berkaitan dengan fungsi laporan dan kearsipan perkara dalam sistem manajemen peradilan, prosedur pembuatan dan pengiriman laporan, jenis‐jenis dan kegunaan laporan, mekanisme pengiriman laporan, pentingnya penataan arsip berkas perkara, cara penataan dan pengelolaan arsip berkas perkara sampai pada tata cara penghapusan arsip berkas perkara dan penanganan arsip yang hilang. A. Pola Laporan Salah satu fungsi manajemen adalah pengawasan, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sutu sistem manajemen. Untuk itulah Undang‐Undang Nomor 14 Tahun 1985, yang telah diubah dengan
19
Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung, Pasal 32 menegaskan: 1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman. 2) Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya. 3) Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal‐hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua Lingkungan Peradilan. Demikian pula Undang‐undang No.7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama Pasal 53 menyatakan: 1) Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya. 2) Selain tugas sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan Tinggi Agama di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat Pengadilan Agama dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya. 3) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Ketua Pengadilan dapat memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan, yang dipandang perlu. Tata cara pengawasan dapat dilaksanakan dengan cara memeriksa pekerjaan dan meneliti proses kerja, meneliti dan menilai hasil kerja, inspeksi rutin dan inspeksi mendadak, dan juga dengan meneliti laporan‐laporan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pola Bindalmin. Untuk itulah laporan merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem penyelenggaraan peradilan. Dalam kaitan ini, fungsi‐fungsi laporan pada Pengadilan Agama antara lain:
20
1. Sebagai alat pantau segala tingkah laku dan perbuatan hakim dan pejabat kepaniteraan oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai kawal depan Mahkamah Agung; 2. Sebagai bahan untuk meneliti kebenaran dari evaluasi yang dibutuhkan oleh PA dan PTA sebagaimana yang ditentukan dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung No. KMA/009/SK/III/1988. 3. Sebagai bahan dan dasar bagi Mahkamah Agung untuk mengevaluasi hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama dan sebagai bahan dan dasar bagi Pengadilan Tinggi Agama untuk mengevaluasi hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pengadilan Agama; 4. Sebagai bahan untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai, sehingga pengambilan keputusan dalam rangka pembinaan lebih lanjut dapat dilasanakan sesuai dengan rencana. JENIS‐JENIS LAPORAN Pada Pengadilan Agama: 1. Laporan Keadaan Perkara (LI‐PA1) 2. Laporan Perkara yang dimohonkan Banding (LI‐PA2) 3. Laporan perkara yang dimohonkan Kasasi (LI‐PA3) 4. Laporan perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali (LI‐PA4). 5. Laporan perkara yang dimohonkan Eksekusi (LI‐PA5). 6. Laporan Kegiatan Hakim (LI‐PA6). 7. Laporan Keuangan Perkara (LI‐PA7). 8. Laporan Jenis Perkara (LI‐PA8). 9. Laporan Hasil Mediasi (LI‐PA9). 10. Laporan Penggunaan Formulir Akta Cerai (LI‐PA10) 11. Laporan Pertanggungjawaban Uang Iwadh (LI‐PA11). 12. Laporan sebab‐sebab terjadinya perceraian (LI‐PA12). 13. Laporan Tahunan (LI‐PA13).
21
Selain jenis laporan tersebut, Pengadilan Agama diminta untuk menyampaikan laporan kepada Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama mengenai: 1. Perkara Prodeo dan Sidang Keliling; 2. Perkara yang telah diminutasi 3. Biaya Perkara (PNBP) yang diterima dan disetor ke Kas Negara. LI‐PA1 sampai LI‐PA5 merupakan laporan tentang keadaan perkara tingkat pertama, banding, kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi. Laporan ini berisi tentang keadaan perkara sejak diterima sampai diputus dan menggambarkan proses penanganan perkara tersebut oleh pengadilan. LI‐PA7, yaitu Laporan Keuangan Perkara merupakan laporan yang bersifat evaluasi, sehingga dari laporan‐laporan tersebut dapat dipantau tentang tingkah laku para pejabat kehakiman secara keseluruhan, baik hakim maupun pejabat kepaniteraan, yang berhubungan dengan penyelenggaran jalannya peradilan. LI‐PA8 merupakan laporan yang semata‐mata bersifat data tentang jumlah dan jenis perkara, jumlah perkara yang diputus dan sisa perkara yang belum diputus pada setiap akhir bulan. Dari data‐data tersebut dapat ditentukan klas pengadilan, penyusunan anggaran, jumlah kebutuhan dan kwalitas hakim. Pada Pengadilan Tinggi Agama 1. Laporan Keadaan Perkara (LII‐PA1). 2. Laporan Kegiatan Hakim (LII‐PA2). 3. Laporan Keuangan Perkara (LII‐PA3). PENGIRIMAN LAPORAN Pada Pengadilan Agama 1. Asli laporan dikirim kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syarʹiyah Aceh, sedangkan lembar kedua dikirimkan kepada Mahkamah Agung cq. Direktur Jendral Badan Peradilan Agama.
22
2. Laporan Keadaan Perkara, Laporan Keuangan Perkara, dan Laporan Jenis Perkara dibuat setiap akhir bulan dan harus diterima oleh Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syarʹiyah Aceh selambat‐lambatnya tanggal 10 dan Mahkamah Agung selambat‐lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. 3. Laporan Perkara yang dimohonkan banding, Laporan Perkara yang dimohonkan Kasasi, Laporan Perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali dan Laporan Perkara yang dimohonkan Eksekusi, dibuat setiap 4 (empat) bulan, yaitu pada akhir bulan April, Agustus, dan Desember. 4. Laporan Kegiatan Hakim dibuat setiap 6 bulan, yaitu pada akhir bulan Juni dan Desember. Pada Pengadilan Tinggi Agama • Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah Syarʹiyah Aceh membuat laporan tentang keadaan perkara dan keuangan perkara setiap bulan, serta laporan kegiatan Hakim setiap 6 (enam) bulan. • Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah Syarʹiyah Aceh membuat evaluasi atas laporan bulanan keadaan perkara yang berasal dari seluruh Pengadilan Agama atau Mahkamah Syarʹiyah di wilayah hukumnya untuk disampaikan kepada Mahkamah Agung. • Setiap akhir tahun Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah Syarʹiyah Aceh membuat rekapitulasi atas laporan dari seluruh Pengadilan Agama atau Mahkamah Syarʹiyah di wilayah hukumnya, tentang keadaan perkara banding, kasasi, peninjauan kembali, dan jenis perkara serta mengirimkan kepada Mahkamah Agung.
23
B. Pola Kearsipan Pasal 1 Undang‐undang No.7 Tahun 1971 Tentang Ketentuan‐ Ketentuan Pokok Kearsipan, menyatakan: “yang dimaksud dengan arsip adalah sebagai berikut : a. Naskah‐naskah yang dibuat dan diterima oleh lembaga‐1embaga negara dan badan badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan. b. Naskah‐nasakah yang dibuat dan diterima oleh Badan‐badan swasta dan/atau perorangan dalam bentuk corak apapun baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan”. Pasal 383 HIR mengemukakan bahwa segala keputusan‐keputusan selalu harus tinggal tersimpan dalam persimpanan surat (arsip) di Pengadilan, dan tidak dapat dipindahkan kecuali dalam hal‐hal dan menurut cara yang teratur dalam Undang‐undang. dan Pasal 101 Undang‐undang No.7 Tahun 1989, Yang telah diubah dengan Undang‐undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir dengan Undang‐undang No. 50 Tahun 2009. Tentang Peradilan Agama, mengemukakan sebagai berikut : 1) Panitera bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara, dokumen, buku daftar, akta, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat‐surat berharga, barang bukti dan surat‐surat lain yang disimpan di kepaniteraan. 2) Semua daftar, catatan, risalah, berita acara, serta berkas perkara tidak boleh dibawa keluar dari ruang kepaniteraan kecuali atas izin ketua Pengadilan berdasarkan ketentuan undang‐undang. Sedangkan sebagai pelaksana yang bertanggung‐jawab atas pengelolaan arsip berkas perkara, KMA/004/II/1992 Pasal 6,9,12,15 dan 21 menyatakan bahwa sub kepaniteraan hukum mempunyai tugas yaitu: 1) Mengumpulkan, Mengolah dan Mengkaji data: 2) Menyajikan statistik perkara: 3) Menyusun laporan perkara dan 4) Menyimpan arsip berkas perkara Arsip wajib ditata dan dipelihara dengan baik, sebab arsip memiliki nilai yang sangat strategis antara lain:
24
1. Administratif, (administrasi dan Dokumentasi) 2. Legal, (hukum) 3. Fiskal, (Keuangan) 4. Researcht (Penelitian) dan 5. Educational (Pendidikan). Fungsi arsip dapat dipergunakan, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksana an penyelenggaraan administrasi negara ataupun penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya, dipergunakan secara langsung atau tidak langsung. Penggolongan Arsip Berkas Perkara, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA/OO1/SK/I/1991, Tanggal 24 Januari 1991, jenis penataan arsip berkas perkara dapat digolongkan pada jenis Subjectifical Filling dan sekaligus berdasarkan numeric filling yaitu berdasarkan nomor perkara, dimana penyusunan arsip berkas perkara digolong‐ golongkan pada jenis perkara yaitu perkara gugatan, perkara permohonan dan berkas permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa. Sedangkan jenis arsip berkas perkara, dibagi menjadi dua: 1. Arsip Berkas perkara berjalan, yaitu berkas berkara yang sudah putus tapi belum berkekuatan hukum tetap (BHT) atau masih dalam proses penyelesaian (Perkara Cerai Talak dan Eksekusi) 2. Arsip Berkas perkara, yaitu berkas perkara yang telah tuntas penyelesaiannya. Penataan Arsip Berkas Perkara Tahap Pertama Penanganan arsip berkas perkara pada tahap pertama ini dilakukan oleh Meja III pada Sub Kepaniteraan Gugatan/Permohonan, dilakukan dengan cara: 1. Memisahkan berkas perkara yang masih berjalan dengan arsip berkas perkara; 2. Berkas perkara yang masih berjalan, tetap dikelola oleh Meja III pada Sub Kepaniteraan Gugatan/Permohonan dengan cara :
25
1) Berkas disimpan dalam Box atau Sampul dan ditempatkan di atas rak atau lemari dengan berurut, vertikal atau horizontal. 2) Tiap Box atau Sampul diberi label ; a. Nomor Urut Box/Sampul; b. Tahun Perkara; c. Jenis perkara (Gugatan/ Permohonan /pembagian harta diluar sengketa); d. Nomor urut perkara; e. Tingkat penyelesaian; 3. Meja III menyerahkan berkas perkara yang telah tuntas penyelesaiannya kepada Panitera Muda Hukum untuk dikelola lebih lanjut. Tahap Kedua Penataan arsip berkas perkara pada tahap kedua, dilakukan oleh Sub Kepaniteraan Hukum, dengan cara sebagai berikut: 1. Membuat daftar isi dalam kertas tersendiri yang ditempatkan di dalam sisi kiri box; 2. Dilanjutkan dengan memisah‐misahkan berkas tersebut menurut klasifikasi perkaranya; • Tiap klasifikasi atau box tersendiri; • Bila sedikit dapat disatukan dalam satu box dan antara klasifikasi yang satu dengan lainnya dibuat penyekat yang menonjol ke atas dan bertuliskan keterangan klasifikasi dan susunannya menurut nomor urut klasifikasi dari kiri ke kanan. 3. Box ditempatkan di Rak atau Lemari dan diusahakan ditempatkan dalam ruangan khusus untuk menjamin keamanannya. (dilengkapi dengan denah ruangan khusus tersebut). 4. Setiap Rak Lemari dibuat Daftar isi Rak (DIR) atau Daftar isi Lemari (DIL); 5. Arsip yang telah tertata rapi tersebut dapat digunakan oleh Masyarakat yang memerlukan. Untuk itu harus disediakan tempat khusus untuk membaca dan diawasi dalam pelaksanaannya. Tahap Ketiga Tahap ini merupakan tahap penghapusan arsip yang sudah sampai masanya untuk dihapus. Untuk tahap ini dilakukan sebagai berikut : 1. Memisahkan berkas perkara yang sudah sampai masanya untuk dihapus;
26
2. Berkas disortir untuk memisahkan berkas perkara yang mempunyai nilai sejarah, yaitu : 1) berkas perkara yang putusannya/vonisnya masih tulis tangan; 2) dalam bahasa Belanda; 3) dalam bahasa daerah atau menggunakan huruf daerah asli. 4) berkas yang mengadili suatu perkara khusus dan mempunyai dampak dampak luas, baik segi daerah maupun nasional. 3. Arsip berkas perkara yang mempunyai nilai sejarah, penataannya dapat dilakukan dengan cara : 1) Tetap disimpan dalam box/sampul khusus untuk itu dan ditempatkan dalam lemari/ rak; 2) Dibundel tersendiri secara baik dan rapi. 4. Dibentuk panitia penghapusan dan dalam pelaksanaannya dibuat Berita Acara Penghapusan. 5. Terhadap berkas perkara yang dihapus, sebaiknya putusan tidak ikut dihapus, tetapi dibundel menjadi suatu buku dan tetap disimpan. Arsip Yang Hilang Penanganan arsip yang hilang (putusan/ penetapan) pengadilan, berdasarkan Undang‐undang No. 22 Tahun 1952. Peraturan Untuk Menghadapi Kemungkinan Hilangnya Surat Keputusan Dan Surat‐Surat Pemeriksaan Pengadilan Pasal (1) dan (2), diatur sebagai berikut : 1. Apabila masih ditemukan salinan/turunan putusan/penetapannya, maka salinan sah tersebut disimpan sebagai surat keputusan Asli: 2. Apabila di Pengadilan tidak ditemukan turunannya, maka diminta kepada pihakpihak yang memiliki salinan putusan/penetapan tersebut untuk diserahkan kepada Pengadilan dengan suatu surat perintah dari pengadilan.∙ 3. Yang bersangkutan dapat diberi turunan sah dari turunan sah tersebut: 4. Apabila ia menolak untuk menyerahkan salinan sah tersebut pada pengadilan. maka ia dapat dijatuhi pidana maksimal penjara 4 bulan 2 minggu, dan perbuatan/tindakan tersebut merupakan Tindak Kejahatan; 5. Apabila salinan resmi tidak ditemukan lagi, maka dibuat salinan/ turunan diktum/ amar putusan/penetapan yang ada pada Berita Acara Persidangan; 6. Apabila Berita Acara Persidangan pun tidak ditemukan, maka dicari dari Register perkara dan dibuatkan turunan diktum putusan/penetapan yang ada pada Register tersebut. 27
7. Kehilangan tersebut harus dinyatakan dalam suatu keterangan yang sudah dibuat oleh Seorang Hakim dan Panitera Pengadilan yang menjatuhkan putusan tersebut atas sumpah jabatannya. Lamanya Penyimpaanan Arsip Berkas Perkara Berdasarkan Undang‐undang No. 22/1952 Pasal 1 ayat (1), Arsip Berkas perkara harus disimpan selama 30 tahun.
28
AKTIVITAS Kegiatan BINTEK disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah disebutkan sebelumnya. Rincian kegiatan‐kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ceramah oleh pemberi materi yang akan memberikan gambaran umum ruang lingkup, alur, prosedur, dan mekanisme administrasi perkara, pelaporan perkara dan kearsipan perkara pada peradilan agama. 2. Latihan menghitung biaya perkara dan presentasi oleh peserta (akan dipilih beberapa kelompok), diikuti dengan pembahasan oleh pemberi materi. 3. Latihan pengisian buku jurnal, buku bantu, dan buku induk keuangan, serta presentasi oleh peserta (akan dipilih beberapa kelompok), diikuti dengan pembahasan oleh pemberi materi. 4. Latihan pengisian register dan pemeriksaan kelengkapan berkas perkara dan presentasi oleh peserta (akan dipilih beberapa kelompok apabila memungkinkan), diikuti dengan pembahasan oleh pemberi materi, termasuk untuk upaya hukum.
AGENDA PELATIHAN Total waktu untuk pokok bahasan ini adalah 8 JPL (360 menit) dengan perkiraan agenda sebagai berikut: 1. PAPARAN OLEH NARASEMBER Berkaitan dengan pengertian dan ruang‐lingkup pola bindalmin, prosedur administrasi penerimaan perkara sampai penyelesaian perkara, berikut instrumen‐instrumen yang digunakan selama proses penyelesaian perkara berlangsung, pelaporan dan kearsipan perkara. (4 JPL) 180 menit 2. LATIHAN PENGISIAN BUKU ADMINISTRASI KEUANGAN Pengelolaan biaya perkara, biaya proses suatu perkara, dan buku‐ buku/jurnal untuk pengadministrasian biaya tersebut (2 JPL) 90 menit 3. LATlHAN PENDAFTARAN DAN PEMERIKSAAN BERKAS Register perkara dan formulir‐formulir terkait (1 JPL) 45 menit 4. LATIHAN PENGHITUNGAN BIAYA PERKARA UPAYA HUKUM 5. LATIHAN PENDAFTARAN DAN PEMERIKSAAN BERKAS (UPAYA HUKUM) Register banding, kasasi, PK, berkas dan formulir‐formulir terkait, (1 JPL) 45 menit 6. LATIHAN PEMBUATAN LAPORAN ========
29
(1 JPL) 45 menit