KAJIAN POTENSI PENGELOLAAN JASA KELAUTAN DAN KEMARITIMAN BERDASARKAN SUBSTANSI HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Oleh:
MAHIFAL, SH, MH.
ABSTRAKSI Kajian Potensi Pengelolaan Jasa Kelautan dan Kemaritiman Berdasarkan Substansi Hukum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil ini bertujuan untuk melakukan telaah dan kajian komprehensif terhadap peraturan perundang-undangan dalam rangka pengoptimalan pengelolaan dan pemanfaatan jasa kelautan dan kemaritiman. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), maka terdapat beberapa kegiatan yang berpeluang untuk dikelola sebagai target-target penerimaan Negara bukan pajak. Beberapa kegiatan dimaksud diantaranya adalah : (i) Hak pengusahaan perairan pesisir (HP-3); (ii) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya; (iii) Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; (iv) Rehabilitasi wilayah pesisir dan pulaupulau kecil; (v) Reklamasi; (vi) Penelitian dan pengembangan; dan (vii) Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan. Kata kunci: UU PWP3K, PNBP, jasa kelautan
ABSTRACT The Objective goal of the Study on maritime and ocean potential management based on legal substantive of National Act of Republic Indonesia 27 Year 2007 about Coastal Zone and Small Island Management is integrative and comprehensive study to forwad maritime and ocean services management optimalization. The result of this study show that based on the National Act 27/2007 (NA CZSIM), there are several potential activities to forwad maritime and ocean services management optimalization, related with non tax of national income (NTNI), i.e: (i) the right of coastal waters utilization; (ii) small islands and surrounding waters area utilization; (iii) coastal zone and small island conservation; (iv) coastal zone and small islands rehabilitation; (v) Reclamation; (vi) research and development; and (vii) education, training and extension. Key words: National Act of CZSIM, NTNI, ocean services Paper of Mahifal, SH., MH. - 1
Electronic copy available at: http://ssrn.com/abstract=1702784
PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 dinyatakan bahwa potensi sumberdaya dan jasa kelautan diharapkan dapat menjadi salah satu pendukung utama perekonomian nasional.
Pada awal RPJM I (2005-2009), sampai tahun 2005 Sektor
Kelautan baru memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 20,92%, sehingga perlu upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya kelautan secara berkelanjutan. Upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya kelautan tidak dapat dilakukan secara tidak terkendali, karena kelautan itu sendiri merupakan suatu bidang ekonomi yang di dalamnya terdapat berbagai kewenangan terkait, baik dalam konteks kewenangan pengelolaan maupun pemanfaatan barang dan jasa terkait, seperti sektor perhubungan laut, pariwisata bahari, kehutanan, pertanian pesisir dan pulau kecil, pekerjaan umum, pemukiman dan lain sebagainya. Sehingga perlu diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi tumpang tindih pengelolaan dan pemanfaatannya. Azis et al (2010)
menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan
konsep pembangunan yang berwawasan jauh ke depan, mensejajarkan aspek ekonomi dengan sosial dan lingkungan dan mengutamakan kepentingan public.
Proses
pembangunan berkelanjutan dapat dilaksanakan sesuai dengan konsep dan porsi implementasinya secara menyeluruh.
Akan tetapi, pembangunan yang bertumpu pada
Paper of Mahifal, SH., MH. - 2
Electronic copy available at: http://ssrn.com/abstract=1702784
pertumbuhan produksi kendati terbukti mampu membuahkan perbaikan ekonomi, namun tidak sepenuhnya berhasil di bidang sosial dan lingkungan. Dalam konteks ini, makalah berjudul “Kajian Potensi Pengelolaan Jasa Kelautan dan Kemaritiman Berdasarkan Substansi Hukum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil” memang ditujukan untuk melakukan telaah dan kajian komprehensif terhadap peraturan perundang-undangan dalam rangka pengoptimalan pengelolaan dan pemanfaatan jasa kelautan dan kemaritiman. Pemilihan jasa kelautan1 dan kemaritiman lebih tepat untuk menggambarkan adanya peluang pengembangan dan pemberdayaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebagai sebuah penerimaan negara
2
yang dapat digunakan untuk kegiatan pembangunan
nasional, terutama kegiatan pembangunan di bidang kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Dalam penyajiannya, beberapa topik terkait yang akan disajikan dalam makalah ini diantaranya: (i) alur proses kajian substansi hukum, (ii) keragaan penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) Sektor Kelautan dan Perikanan, (iii) substansi hukum bagi pengelolaan dan pemanfaatan jasa kelautan dan kemaritiman, yaitu ditinjau dari jenis-jenis potensi jasa
1
Newcom et al (2005) membagi jasa lingkungan menjadi tujuh kategori jasa, yaitu (i) jasa yang menghasilkan barang, (ii) jasa filtrasi atau detoksifikasi, (iii) jasa pendaurulangan, (iv) jasa regulasi dan stabilisasi, (v) jasa penyediaan habitat, (vi) jasa regenerasi dan produksi, dan (vii) jasa informasi. Dalam konteks jasa kelautan, jasa-jasa yang dikelompokkan oleh Newcom tersebut sesungguhnya dimiliki secara lengkap oleh sumberdaya kelautan. 2
Pasal 1 angka 1 UU No. 41 Tahun 2009 tentang APBN 2009 mendefinisikan pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Paper of Mahifal, SH., MH. - 3
kelautan dan kemaritiman serta pengelolaannya berdasarkan UU No.27 Tahun 2007, dan (iv) rekomendasi tindak lanjut atas kajian dimaksud.
KERANGKA PENDEKATAN Kajian Potensi Pengelolaan Jasa Kelautan dan Kemaritiman Berdasarkan Substansi Hukum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini didesain dengan model pendekatan input-proses-output seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan Alir Proses Kajian Substansi Hukum Gambar 1 menunjukkan bahwa PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) merupakan salah satu penggerak kinerja pemerintah yang dapat digunakan membangun. Dalam konteks ini, maka pengetahuan tentang keragaan PNBP saat ini, khususnya di sektor kelautan dan perikanan, sangat penting untuk diketahui. Selain PNBP saat ini, maka terdapat peluang peningkatan PNBP melalui sektor jasa kelautan dan kemaritiman.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 4
Kajian hukum dalam konteks ini sangat diperlukan untuk melihat sejauh mana hukum terkait sektor kelautan dan perikanan yang dituangkan dalam UU No.27 Tahun 2007 mempunyai aturan dan peluang pengelolaan seperti yang diharapkan dalam kerangka peningkatan PNBP dari sektor jasa kelautan dan kemaritiman. Kajian hukum ini kemudian menjadi salah satu rekomendasi yang harus ditindaklanjuti agar sektor jasa kelautan dan kemaritiman benar-benar dapat menjadi salah satu motor penghasil PNBP bagi sektor kelautan dan perikanan secara keseluruhan.
PEMBAHASAN Keragaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kelautan dan Perikanan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) merupakan satu diantara beberapa komponen penerimaan yang dapat dijadikan sebagai sumber devisa pembangunan nasional. PNBP dalam UU No. 20 Tahun 1997 dapat dikelompokkan meliputi : a.
penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
b.
penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c.
penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
d.
penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
e.
penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;
f.
penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan
g.
penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 5
Pengelompokan PNBP ini kemudian ditetapkan dalam PP No. 22 Tahun 1997 yang telah diubah dengan PP No. 52 Tahun 1998 dengan menjabarkan jenis-jenis PNBP yang berlaku umum di semua Departemen dan Lembaga Non Departemen, sebagai berikut : a.
Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran pembangunan);
b.
Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan Negara;
c.
Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan Negara;
d.
Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro);
e.
Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan perbendaharaan);
f.
Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah; dan
g.
Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang. PNBP sektor kelautan dan perikanan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2008 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan, sampai dengan akhir tahun 2008 hanya mencapai Rp. 104,19 miliar atau 48,18 persen dari target sebesar Rp. 215,78 miliar. Sebetulnya kurangnya realisasi dari target tersebut hanya pada bidang perikanan tangkap, lainnya mengalami peningkatan. Karena porsi PNBP dari bidang tersebut sangat besar, yakni sekitar 95% dari total PNBP DKP. Apabila dilihat secara rinci PNBP menurut eselon I lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) adalah sebagai berikut: (1). Ditjen. Perikanan Tangkap ditarget sebesar Rp. 206,71 miliar dengan realisasi Rp. 85,16 miliar atau 41,20 persen; (2). Ditjen. Perikanan Budidaya targetnya sebesar Rp. 1,7 miliar dengan realisasi Rp. 4,8 miliar atau 283,89 persen; (3). Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) targetnya sebesar Rp. 1,0 Paper of Mahifal, SH., MH. - 6
miliar dengan realisasi Rp. 1,5 miliar atau 158,66 persen;( 4). Badan Pendidikan Sumber Daya Manusia-Kelautan dan Perikanan (BPSDM-KP) targetnya sebesar Rp. 959,2 juta dengan realisasi Rp. 2,2 miliar atau 262,82 persen; (5). Pusat Karantina Ikan (Puskari) target sebesar Rp. 5,43 miliar dengan realisasi Rp. 10,00 miliar atau 184,31 persen; dan (6). Ditjen. Pemasaran Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP) targetnya sebesar Rp. 61,82 juta dengan realisasi Rp. 307,64 juta atau 497,57 persen. Tabel 1 berikut menunjukkan target dan realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tahun 2008. Tabel 1. Target dan Realisasi PNBP DKP Tahun 2008 No Unit Kerja 1 Ditjen Perikanan Tangkap - SDA - Non SDA Total PNBP Tangkap 2 Ditjen Perikanan Budidaya 3 BRKP 4 BPSDM-KP 5 Puskari 6 P2HP Total
Target
Realisasi
%
200.000.000.000 6.717.453.112 206.717.453.112 1.708.497.072 1.004.300.000 859.237.540 5.430.437.807 61.829.200 215.781.754.731
77.404.162.800 7.764.174.389 85.168.337.189 4.850.328.916 1.593.599.910 2.258.228.925 10.009.005.463 307.642.881 104.187.143.284
38,70 115,58 41,20 283,89 158,68 262,82 184,31 497,57 48,28
Sumber: http://www.antara.co.id/view/?i=1235380612&c=PRW&s=.
Masih terbatasnya realisasi PNBP DKP tahun 2008, khususnya PNBP Sumber Daya Alam (SDA) yang targetnya sebesar Rp. 200 miliar dengan realisasi Rp. 77,40 miliar atau 38,70 persen berasal dari Pungutan Hasil Perikanan (PHP), Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP). dan Pungutan Perikanan Asing (PPA). Masih terbatasnya realisasi PNBP tersebut karena 4 (empat) faktor yaitu: Pertama, dampak penghapusan kapal-kapal asing yang beroperasi di Indonesia, berpengaruh terhadap penurunan realisasi PNBP di mana sekitar 75 persen PNBP SDA berasal dari kapal-kapal perikanan asing. Ketetapan ini adalah merupakan upaya DKP untuk menghambat illegal fishing dan memperkuat industri Paper of Mahifal, SH., MH. - 7
dan armada perikanan nasional, melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 25 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Dalam peraturan tersebut, perusahaan asing boleh memiliki ijin tangkap ikan hanya bila mendaratkan hasil tangkapnya ke dalam negeri, dan mendirikan unit pengolahan di Indonesia. Kedua, kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) serta kondisi cuaca yang buruk mengakibatkan banyak pengusaha kapal mengalihkan usahanya ke sektor lain sehingga tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar PHP; Ketiga, banyak kapal yang sudah tidak beroperasi lagi karena rusak, karam, dan sebagainya sehingga tidak melanjutkan izin usaha penangkapannya; dan Keempat, kurangnya kesadaran para pelaku usaha perikanan dalam pengurusan/memperpanjang ijin usaha perikanan. Melihat kinerja suatu sektor, sebaiknya tidak hanya dilihat dari besar atau kecilnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), karena dapat menjadi salah asumsi terhadap tujuan pembangunan atau malah bisa kontra produktif terhadap harapan yang ingin dicapai. Terdapat tiga pertimbangan yang harus difahami dalam melihat peran PNBP pada sektor kelautan dan perikanan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahaminya. Pertama, tidak semua sektor merupakan bidang yang menghasilkan benefit ekonomi secara langsung, seperti minyak atau jasa. Di negeri ini banyak contoh sektor yang bersifat memerlukan pengeluaran anggaran guna tujuan negara mensejahterakan rakyatnya. Misalnya sektor pengadaan infrastruktur, pemberdayaan daerah tertinggal, Departemen Sosial dan sebagainya. Dalam hal tertentu sektor kelautan dan perikanan dapat
Paper of Mahifal, SH., MH. - 8
dikategorikan pada bidang ini, mengingat kondisi nelayan dan masyarakat pesisir lainnya yang masih miskin. Kedua, terdapat sektor yang lebih memerlukan anggaran besar guna penyediaan sarana dan prasarana. Sektor kelautan dan perikanan yang "melayani" kebutuhan negara kepulauan, mengemban konsekuensi logis sebagai sektor yang banyak memerlukan pengeluaran dari pada menerima profit. Misalnya saja terhadap pulau kecil, atau pulau terluar. Paling tidak untuk sementara, sebelum daerah tersebut berkembang ekonominya. Ketiga, sektor kelautan dan perikanan yang menangani sumberdaya alam, perlu sangat hatihati agar tidak terjebak oleh target ekonomi jangka pendek, berakhir dengan kerusakan sumber daya alam yang kritis. Penerimaan di bidang kelautan dan perikanan secara nasional tidak hanya dapat dinilai dari PNBP saja, mengingat sumbangan sektor kelautan dan perikanan terhadap perekonomian daerah cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan ekonomi di sentrasentra kegiatan nelayan di pelabuhan perikanan dan pasar ikan, kegiatan perikanan di sentra-sentra budidaya, kegiatan pengolahan ikan serta penerimaan daerah melalui retribusi bidang kelautan dan perikanan sangat potensial, perizinan usaha/perdagangan perikanan, dan sertifikasi ekspor dan impor serta multiplier effect-nya yang perlu diperhitungkan. Selain itu, berkurangnya kontribusi PNBP dari sub sektor perikanan tangkap merupakan konsekuensi kebijakan Pemerintah melakukan pengendalian perikanan tangkap. Kini pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan perikanan budidaya yang dapat
Paper of Mahifal, SH., MH. - 9
dilihat meningkatnya secara signifikan produksi serta kontribusi perikanan budidaya terhadap PNBP.
Substansi Hukum bagi Pengelolaan dan Pemanfaatan Jasa Kelautan dan Kemaritiman Jenis-Jenis Potensi Jasa Kelautan dan Kemaritiman Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 1 butir (4) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumberdaya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir. Sesuai dengan isi dari Bab V UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K), maka terdapat beberapa kegiatan yang mempunyai berpeluang untuk dikelola sebagai target-target penerimaan Negara bukan pajak. Beberapa kegiatan dimaksud diantaranya adalah : a.
Hak pengusahaan perairan pesisir (HP-3) yang tertuang dalam Pasal 16 s/d Pasal 22.
b.
Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya yang tertuang dalam Pasal 23 s/d Pasal 27.
c.
Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tertuang dalam Pasal 28 s/d Pasal 31. Paper of Mahifal, SH., MH. - 10
d.
Rehabilitasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tertuang dalam Pasal 32 dan Pasal 33.
e.
Reklamasi (Pasal 34). Selain itu, terdapat juga beberapa kegiatan lain yang berpotensi mendatangkan
penerimaan bagi sektor kelautan dan perikanan, diantaranya adalah kegiatan : a.
Penelitian dan pengembangan
b.
Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan.
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) Pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam bentuk HP-3, yang meliputi pengusahaan atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut. HP3 diberikan dalam luasan dan waktu tertentu dan wajib mempertimbangkan kepentingan kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat adat, dan kepentingan nasional serta hak lintas damai bagi kapal asing. HP-3 dapat diberikan kepada (i) orang perseorangan warga negara Indonesia; (ii) badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau (iii) masyarakat adat. HP3 diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang tahap kesatu paling lama 20 (dua puluh) tahun, sedangkan perpanjangan tahap kedua harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. HP-3 dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan. Jaminan utang merupakan utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah Paper of Mahifal, SH., MH. - 11
tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan. Hak tanggungan yang melekat pada HP-3 merupakan hak jaminan yang dibebankan pada HP-3, berikut atau tidak berikut bendabenda lain yang merupakan satu kesatuan dengan HP-3, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan pada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain.
Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu
hubungan hukum atau satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum. HP-3 diberikan dalam bentuk sertifikat HP-3, dimana hak ini berakhir bilamana (i) jangka waktunya habis dan tidak diperpanjang lagi; (ii) ditelantarkan; atau (iii) dicabut untuk kepentingan umum.
Yang dimaksud ditelantarkan merupakan tindakan yang
dilakukan oleh pemegang HP-3 dengan tidak berbuat sesuatu terhadap perairan pesisir selama tiga tahun berturut-turut. Tata cara pemberian, pendaftaran, dan pencabutan HP-3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran HP-3 merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan, dan teratur yang meliputi pengukuran, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang perairan, termasuk pemberian sertifikat HP-3. Pemberian HP-3 wajib memenuhi persyaratan teknis, administratif, dan operasional. Persyaratan teknis diantaranya meliputi: (i) kesesuaian dengan rencana Zona dan/atau
Paper of Mahifal, SH., MH. - 12
rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (ii) hasil konsultasi publik sesuai dengan besaran dan volume pemanfaatannya; serta (iii) pertimbangan hasil pengujian dari berbagai alternatif usulan atau kegiatan yang berpotensi merusak Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Persyaratan administratif diantaranya meliputi: (i) penyediaan dokumen administratif; (ii) penyusunan rencana dan pelaksanaan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan daya dukung ekosistem; (iii) pembuatan sistem pengawasan dan pelaporan hasilnya kepada pemberi HP-3; serta (iv) dalam hal HP-3 berbatasan langsung dengan garis pantai, pemohon wajib memiliki hak atas tanah. Adapun persyaratan operasional mencakup kewajiban pemegang HP-3 untuk: (i) memberdayakan Masyarakat sekitar lokasi kegiatan; (ii) mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal; (iii) memperhatikan hak masyarakat untuk mendapatkan akses ke sempadan pantai dan muara sungai; serta (iv) melakukan rehabilitasi sumber daya yang mengalami kerusakan di lokasi HP-3. Permohonan ijin HP-3 dapat ditolak, dan penolakan atas permohonan HP-3 wajib disertai dengan salah satu alasan di bawah ini: (i) terdapat ancaman yang serius terhadap kelestarian Wilayah Pesisir; (ii) tidak didukung bukti ilmiah; atau (iii) kerusakan yang diperkirakan terjadi tidak dapat dipulihkan. HP-3 tidak dapat diberikan pada kawasan konservasi, suaka perikanan, alur pelayaran, kawasan pelabuhan, dan pantai umum. Suaka perikanan merupakan kawasan perairan tertentu baik air payau maupun air laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai
Paper of Mahifal, SH., MH. - 13
tempat berlindung atau berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. Alur pelayaran merupakan bagian dari perairan baik alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar, dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari. Kawasan pelabuhan meliputi daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan.
Pantai umum merupakan bagian dari kawasan
pemanfaatan umum yang telah dipergunakan masyarakat antara lain untuk kepentingan kegiatan sosial, budaya, rekreasi pariwisata, olah raga, dan ekonomi. Pemanfaatan Pulau–Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya. Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut: (i) konservasi; (ii) pendidikan dan pelatihan; (iii) penelitian dan pengembangan; (iv) budidaya laut; (v) pariwisata; (vi) usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari; (vii) pertanian organik; dan/atau (viii) peternakan. Kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya wajib: (i) memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan; (ii) memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat; serta (iii) menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya wajib mempunyai HP-3 yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Paper of Mahifal, SH., MH. - 14
Untuk pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya yang telah digunakan untuk kepentingan kehidupan Masyarakat, Pemerintah atau Pemerintah Daerah menerbitkan HP-3 setelah melakukan musyawarah dengan Masyarakat yang bersangkutan yang mekanisme musyawarahnya difasilitasi oleh Bupati/Walikota. Adapun pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya oleh Orang asing harus mendapat persetujuan Menteri. Pulau kecil, gosong, atol, dan gugusan karang yang ditetapkan sebagai titik pangkal pengukuran perairan Indonesia ditetapkan oleh Menteri sebagai kawasan yang dilindungi. Kawasan yang dilindungi merupakan kawasan yang harus tetap dipertahankan keberadaannya dari kerusakan lingkungan, baik yang diakibatkan oleh tindakan manusia maupun yang diakibatkan oleh alam untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya untuk tujuan observasi, penelitian, dan kompilasi data untuk pengembangan ilmu pengetahuan wajib melibatkan lembaga dan/atau instansi terkait dan/atau pakar setempat. Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil terluar dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dalam upaya menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konservasi Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diselenggarakan untuk (i) menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (ii) melindungi alur migrasi ikan dan
Paper of Mahifal, SH., MH. - 15
biota laut lain; (iii) melindungi habitat biota laut; dan (iv) melindungi situs budaya tradisional. Untuk kepentingan konservasi, sebagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Kawasan konservasi yang mempunyai ciri khas sebagai satu kesatuan Ekosistem diselenggarakan untuk melindungi: (i) sumber daya ikan; (ii) tempat persinggahan dan/atau alur migrasi biota laut lain; (iii) wilayah yang diatur oleh adat tertentu, seperti sasi, mane’e, panglima laot, awig-awig, dan/atau istilah lain adat tertentu; dan (iv) ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan. Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pengelolaan kawasan konservasi dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, maka Menteri menetapkan: (i) kategori kawasan konservasi; (ii) kawasan konservasi nasional; (iii) pola dan tata cara pengelolaan kawasan konservasi; dan (iv) hal lain yang dianggap penting dalam pencapaian tujuan tersebut. Pengusulan kawasan konservasi dapat dilakukan oleh perseorangan, kelompok masyarakat, dan/atau oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah berdasarkan ciri khas Kawasan yang ditunjang dengan data dan informasi ilmiah. Kawasan konservasi dibagi atas tiga zona, yaitu: (i) zona inti; (ii) zona pemanfaatan terbatas; dan (iii) zona lain sesuai dengan peruntukan kawasan. Perubahan status Zona inti untuk kegiatan eksploitasi yang dapat menimbulkan dampak besar dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 16
Pemerintah Daerah menetapkan batas Sempadan Pantai yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain.
Penetapan batas Sempadan Pantai mengikuti ketentuan: (i)
perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami; (ii) perlindungan pantai dari erosi atau abrasi; (iii) perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya; (iv) perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta; (v) pengaturan akses publik; serta (vi) pengaturan untuk saluran air dan limbah. Rehabilitasi Rehabilitasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wajib dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem dan/atau keanekaragaman hayati setempat. Rehabilitasi dilakukan dengan cara: (i) pengayaan sumber daya hayati; (ii) perbaikan habitat; (iii) perlindungan spesies biota laut agar tumbuh dan berkembang secara alami; dan (iv) ramah lingkungan. Rehabilitasi dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan/atau setiap Orang yang secara langsung atau tidak langsung memperoleh manfaat dari Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Reklamasi Reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Pelaksanaan Reklamasi wajib Paper of Mahifal, SH., MH. - 17
menjaga dan memperhatikan: (i) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat; (ii) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta (iii) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material. Penelitian dan Pengembangan Untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan implementasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan sumber daya manusia di bidang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.
Pemerintah
mengatur, mendorong, dan/atau menyelenggarakan penelitian dan pengembangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan dalam pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar lebih efektif, efisien, ekonomis, berdaya saing tinggi dan ramah lingkungan, serta menghargai kearifan tradisi atau budaya lokal. Penelitian dan pengembangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga penelitian dan pengembangan swasta, dan/atau perseorangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian bersifat terbuka untuk semua pihak, kecuali hasil penelitian tertentu yang oleh Pemerintah dinyatakan tidak untuk dipublikasikan.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 18
Setiap orang asing yang melakukan penelitian di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh orang asing dan/atau badan hukum asing harus mengikutsertakan peneliti Indonesia. Setiap orang asing yang melakukan penelitian di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil harus menyerahkan hasil penelitiannya kepada Pemerintah. Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Pemerintah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, baik di tingkat nasional, maupun di tingkat internasional.
Pengelolaan Jasa Kelautan dan Kemaritiman Kewenangan Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007, beberapa kewenangan terkait dengan hak pengusahaan perairan pesisir diantaranya diatur sebagai berikut : a.
Menteri berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir lintas provinsi dan Kawasan Strategis Nasional Tertentu.
b.
Gubernur berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan, dan Perairan Pesisir lintas kabupaten/kota. Paper of Mahifal, SH., MH. - 19
b.
Bupati/walikota berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir 1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan provinsi. Menteri berwenang menetapkan: (i) HP-3 di Kawasan Strategis Nasional Tertentu,
(ii) Ijin pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil yang menimbulkan dampak besar terhadap perubahan lingkungan, dan (iii) Perubahan status Zona inti pada Kawasan Konservasi Perairan nasional. Penetapan HP-3 dilakukan setelah memperhatikan pertimbangan DPR. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Untuk meningkatkan efektivitas Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah dapat melakukan pendampingan terhadap Pemerintah Daerah dalam merumuskan dan melaksanakan Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam upaya mendorong percepatan pelaksanaan otonomi daerah di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah dapat membentuk unit pelaksana teknis pengelola Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan kebutuhan. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu di bawah
koordinasi Menteri.
Jenis kegiatan yang
dikoordinasikan meliputi: a.
penilaian setiap usulan rencana kegiatan tiap-tiap sektor sesuai dengan perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu;
b.
perencanaan sektor, daerah, dan dunia usaha yang bersifat lintas provinsi dan Kawasan Strategis Nasional Tertentu;
c.
program akreditasi nasional;
d.
rekomendasi izin kegiatan sesuai dengan kewenangan tiap-tiap instansi Pemerintah; serta
Paper of Mahifal, SH., MH. - 20
e.
penyediaan data dan informasi bagi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang bersifat lintas provinsi dan Kawasan tertentu yang bertujuan strategis. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat provinsi
dilaksanakan secara terpadu yang dikoordinasikan oleh dinas yang membidangi Kelautan dan Perikanan. Jenis kegiatan yang dikoordinasikan meliputi: a.
penilaian setiap usulan rencana kegiatan tiap-tiap dinas otonom atau badan sesuai dengan perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu Provinsi;
b.
perencanaan tiap-tiap instansi daerah, antarkabupaten/kota, dan dunia usaha;
c.
program akreditasi skala provinsi;
d.
rekomendasi izin kegiatan sesuai dengan kewenangan instansi vertikal di daerah, dinas otonom, atau badan daerah;
e.
penyediaan data dan informasi bagi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di provinsi. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat kabupaten/kota
dilaksanakan secara terpadu yang dikoordinasi oleh dinas yang membidangi kelautan dan perikanan. Jenis kegiatan yang dikoordinasikan meliputi: a.
penilaian setiap usulan rencana kegiatan tiap-tiap pemangku kepentingan sesuai dengan perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu;
b.
perencanaan antarinstansi, dunia usaha, dan masyarakat;
c.
program akreditasi skala kabupaten/kota;
d.
rekomendasi izin kegiatan sesuai dengan kewenangan tiap-tiap dinas otonom atau badan daerah; serta
e.
penyediaan data dan informasi bagi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil skala kabupaten/kota.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 21
Hak, Kewajiban, dan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Masyarakat mempunyai hak untuk: a.
memperoleh akses terhadap perairan yang telah ditetapkan HP-3;
b.
memperoleh kompensasi karena hilangnya akses terhadap Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menjadi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan akibat pemberian HP-3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c.
melakukan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
d.
memperoleh manfaat atas pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
e.
memperoleh informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil;
f.
mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
g.
menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu;
h.
melaporkan kepada penegak hukum atas pencemaran dan/atau perusakan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merugikan kehidupannya;
i.
mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merugikan kehidupannya; serta
j.
memperoleh ganti kerugian. Masyarakat
dalam
Pengelolaan
Wilayah
Pesisir
dan
Pulau-Pulau
Kecil
berkewajiban: a.
memberikan informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil; Paper of Mahifal, SH., MH. - 22
b.
menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
c.
menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau perusakan lingkungan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
d.
memantau pelaksanaan rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan/atau
e.
melaksanakan program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang disepakati di tingkat desa. Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat,
Masyarakat Tradisional, dan Kearifan Lokal atas Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun. Pengakuan hak-hak Masyarakat Adat, Masyarakat Tradisional, dan Kearifan Lokal dijadikan acuan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berkelanjutan. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memberdayakan Masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Pemerintah wajib mendorong kegiatan usaha
Masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berdaya guna dan berhasil guna. Dalam upaya pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mewujudkan, menumbuhkan, dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam:
Paper of Mahifal, SH., MH. - 23
a.
pengambilan keputusan;
b.
pelaksanaan pengelolaan;
c.
kemitraan antara masyarakat, dunia usaha, dan Pemerintah/Pemerintah Daerah;
d.
pengembangan dan penerapan kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup;
e.
pengembangan dan penerapan upaya preventif dan proaktif untuk mencegah penurunan daya dukung dan daya tampung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
f.
pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan;
g.
penyediaan dan penyebarluasan informasi lingkungan; serta
h.
pemberian penghargaan kepada orang yang berjasa di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
PENUTUP Kesimpulan Makalah tentang kajian potensi pengelolaan jasa kelautan dan kemaritiman ini merupakan iteratif terhadap UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Hasil ini semoga dapat memberikan arahan tentang jenis-jenis potensi pengelolaan jasa kelautan dan kemaritiman yang dapat dikembangkan dan menjadi ranah atau kewenangan Departemen Kelautan dan Perikanan serta arahan strategi tindak lanjut yang harus dilakukan. Sesuai dengan isi dari Bab V UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K), maka terdapat beberapa kegiatan yang mempunyai berpeluang untuk dikelola sebagai target-target penerimaan Negara bukan pajak. Beberapa kegiatan dimaksud diantaranya adalah : a.
Hak pengusahaan perairan pesisir (HP-3) Paper of Mahifal, SH., MH. - 24
b.
Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya
c.
Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
d.
Rehabilitasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
e.
Reklamasi. Selain itu, terdapat juga beberapa kegiatan lain yang berpotensi mendatangkan
penerimaan bagi sektor kelautan dan perikanan, diantaranya adalah kegiatan : a.
Penelitian dan pengembangan
b.
Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan. Biar bagaimanapun, kajian kebijakan tentang potensi pengelolaan jasa kelautan dan
perikanan ini masih memerlukan tindak lanjut yang menyeluruh dan lebih akomodatif serta lebih berhati-hati agar tidak keluar dari ranah yang sebenarnya yang diamanatkan dalam UU Nomor 27 Tahun 2007. Semoga artikel ini dapat menjadi pegangan bersama dalam melihat peluang-peluang dan kebijakan yang perlu dilakukan demi sebesar-besarnya optimalisasi pemanfaatan jasa kelautan dan kemaritiman.
Saran Berdasarkan hasil kajian dan telaahan potensi dan peluang pengelolaan jasa kelautan dan kemaritiman ditinjau berdasarkan substansi UU No.27/2007 tentang PW3-K, maka beberapa rekomendasi terkait dengan arahan strategi ke depan dalam rangka peningkatan PNBP sektor kelautan adalah sebagai berikut : a.
Perlu dibentuk dengan segera kelompok kerja (Pokja) penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berbasis sektor jasa kelautan dan kemaritiman PNBP
b.
Melakukan berbagai macam diskusi terfokus untuk mempertajam isu dan implementasi PNBP Paper of Mahifal, SH., MH. - 25
c.
Perlu dilakukan kerjasama/koordinasi antar departemen
d.
Perlu melakukan survey potensi KP3K secara menyeluruh agar diperoleh status terkini yang lebih akurat dan up-to-date
e.
Perlu mengumpulkan data pendukung potensi PNBP KP3K
f.
Perlu dilakukan dan ditingkatkan kerjasama dengan Pemda Prov./Kab./Kota
g.
Perlu ditingkatkan kerjasama/masukan dengan lembaga swadaya
h.
Perlu dengan segera mere-schedule kegiatan/target sesuai dengan kebutuhan.
REFERENSI TERBATAS Annonymous. 2007. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikaan (DKP). __________. 2009. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2009. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. __________. 2007. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. __________. 1998. Pearaturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Jenis-Jenis PNBP yang berlaku umum di semua Departemen dan Lembaga Non Departemen. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. __________. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Azis, Iwan J., L.M. Napitupulu, A.A. Patunru dan B.P. Resosudarmo. 2010. Pembangunan Berkelanjutan: Peran dan Kontribusi Emil Salim. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), 553 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Naskah Akademis Kajian Potensi Kebijakan Pengelolaan Jasa Kelautan dan Kamaritiman. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan PT. Surveyor Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 25 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Paper of Mahifal, SH., MH. - 26
Newcom, J., A.Provins, H. Johns, E. Ozdemiroglu, J. Ghazoul, D. Burgess, dan K. Turner. 2005. The Economics, Social and Ecological Value of Ecosystem Services: a Literature Review. UK: Department for Environment, Food and Rural Affairs. www.antara.co.id/view/?i=1235380612&c=PRW&s=.
BIODATA Mahifal, SH., MH dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Mei 1975. Gelar Sarjana Hukum (SH) diperoleh dari Universitas Pakuan Bogor pada tahun 1998. Dan dari perguruan tinggi sama penulis memperoleh gelar Master Hukum (MH) pada tahun 2008. Saat ini, penulis aktif mengajar di Universitas Pakuan Bogor dan menjadi tenaga ahli di beberapa lembaga pemerintahan, baik pusat maupun daerah.
Paper of Mahifal, SH., MH. - 27