PEMBENTUKAN TEORI H. MOESTOPO, SE, SH, MH
Tataran pertama Wilayah Karya Ajaran (rechtsleer)
1. Dogmatik Hukum (Rechtsdogmatiek) Contoh : “Desentralisasi” Desentralisasi adalah lebih dari sekedar sebuah pengertian; dibelakangnya tersembunyi sebuah teori, antara lain tentang :
Keadaan-keadaan yang didalamnya desentralisasi dapat diterapkan secara berhasil guna dari pada dekonnsetrasi, federasi maupun sentralisasi.
Berbagai cara menekankan otonomi dari lembaga maupun kedudukan subordinatifnya pada suatu kekuasaan yang lebih tinggi.
Penyusunan dari badan-badan kebijaksanaan (beleidsorganen)
Dalam hal ini orang berbicara tentang “teori desentralisasi”. Demikian juga orang membangun teori dari “Organisasi” berdasar pada bahan-bahan terberi yang tersedia seperti: teori tanggung gugat, teori tentang badan hukum, teori tentang subyek hukum dan teori tentang kaidah hukum. Semua itu memberi dukungan. Pertanyaan-pertanyaan dalam Teori Hukum : 1.
Ihwal darimana obyek hukum?
2.
Ihwal mengapa obyek hukum?
3.
Ihwal kemana obyek hukum menyibukkan diri?
Pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab dengan bahan-bahan terberi yang dapat ditemukan dalam hukum positif seperti pada tataran Ajaran Hukum atau Dogmatik Hukum. Perbedaan antara Praktisi dan Teoritis
Praktisi : Kurang waktu dan sarana, sehingga hanya secara insidentil mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Teoritis Mengemban tugas untuk menangani pertanyaan-pertanyaan tersebut secara sadar sistematis.
Perbedaan lain dalam argumentasi membuat jawaban-jawaban menjadi umum.
PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
Misal : Hakim membuat putusan melalui interpretasi. Pertanyaannya :
Pada batas-batas apa kebebasan interpretasi mereka?, secara luas atau sempit, berdasarkan metode-metode apa dalam menginterpretasi, apakah grametikal, sistematikal, historical atau teleological?. Jawaban-jawaban agar berguna harus disistematisasi mensituasikan diri tataran Deskripsi.
Bahan-bahan yang tersistematisasi ini serta merta memunculkan pertanyaan berikut : Mengapa mereka menetapkan batas-batasnya dan mengapa menginterpretasi secara luas, dan mengapa menggunakan metode ?. Jawaban tersebut bersifat menjelaskan mensituasikan diri pada tataran Eksplikatif.
Akhirnya orang tidak sekedar ingin pengetahuan tentang vonis-vonis hakim, sehingga timbul pertanyaan. Apa yang seharusnya yang menjadi batas-batas kebebasan interpretasi, apa yang dari pertanyaan itu bersifat mengharuskan (Normatif) mensituasikan pada tataran preskriptif.
Pertanyaan-pertanyaan bahan hukum tersebut (vonis, UU, PP dll) merupakan imbrio atau titik tolak suatu penelitian teoritikal Teori Hukum, karena pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab berdasarkan hukum positif. Permasalahan “Interpretasi” berurusan dengan Ilmu Bahasa, Grametika, Logika, Filsafat Hukum, Filsafat Negara sebagai pola pikir dan pola hidup dalam masyarakat dengan pensituasian historikal, baik dari teks UU, maupun fakta-fakta yang harus dinilai dengan syarat hasil guna atau pertanggungjawabankebijakan hakim, memungkinkan putusan hakim akan menentukan perilaku orang banyak. Penggunaan nilai-nilai dan pemahaman dari luar tersebut untuk mengatur masalah-masalah yuridikal, ini sebagai cirikas, bahwa Hukum sebagai ilmu suigeneris. Dengan demikian Teori Hukum sangat dekat dengan Praktisi. TINGKATAN ILMU HUKUM Ilmu Hukum = Yurisprudence (inggris) = Jurisprudenze (jerman) dan # dengan Jurisprudensi (Yurisprudentie). ILMU HUKUM semua hal yang berurusan dengan kegiatan mempelajari hukum. YURISPRUDENSI atau YURISPRUDENCE (Prancis) sinonim putusan hakim (peradilan) Dengan demikian PENGETAHUAN HUKUM (rechtskemis) harus dipisahkan dengan ILMU HUKUM (rechtswetenschap).
PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
Pengetahuan Hukum (rechtskemis) menunjuk pada tataran minimum dari hal mengetahui yang berkenaan dengannya bagi pemakai hukum dan penerap hukum (rechtstoepasser) dalam, luas dan holistiknya. Ilmu Hukum mengarah pada suatu penjelasan yang sistematis dan bertanggungjawab, antara lain: bahan-bahan yuridikal, struktur-struktur kekuasaan, kaidah-kaidah dll. Pengumpulan yang dilakukan seluas mungkin dan diuraikan (unsure-unsurnya) TATARAN ILMU HUKUM
Tataran Deskriptif mengumpulkan dan memberikan gambaran secara sistematis.
Tataran Eksplikatif menjelaskan mengapa bahan-bahan hukum dikumpulkan dan dengan hubungan-hubungannya.
Tataran Preskriptif
atau Normatif usulan-usulan untuk perbaikan dan pembaharuan.
Memberikan jawaban atas pertanyaan bagaimana seharusnya, atau bagaimana ihwalnya untuk lebih baik. Pembedaan Ilmu Hukum : 1.
Dogmatik Hukum
2.
Teori Hukum
3.
Filsafat Hukum
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU SUI GENERIS
Artinya : Ilmu Hukum merupakan Ilmu Jenis sendiri.
Mengapa? : Karena Ilmu Hukum dengan kualitas ilmiah sulit untuk dikelompokkan dalam salah satu cabang pohon ilmu. Apakah masuk IPS, ataukah masuk Humanoria, Jawaban pasti tidak akan final.
Untuk mengetahui sifat khas dari ilmu hukum yang menggambarkan sebagai ilmu sui generis dapat ditelaa dari :
1.
KARAKTER NORMATIF ILMU HUKUM Ilmu Hukum memiliki karakter yang khas Normatif. Akibatnya bagi kalangan yang tidak memahami kepribadian ilmu hukum mulai meragukan hakekat keilmuan hukum. Keraguan ini disebabkan karena dengan sifat yang normative ilmu hukum bukanlah ilmu empiris. Disisi lain yuris di Indonesia yang ingin mengangkat derajat keilmuan hukum berusaha mengempiriskan ilmu hukum melalui kajian-kajian sosiologik. Langkah yang dilakukan: Melalui penerapan metode-metode penelitian social dalam kajian normative. PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
Hal ini merupakan salah satu sebab terjadinya berbagai kericuan dalam usaha pengembangan ilmu hukum, sehingga sebagian yuris kehilangan kepribadiannya dampaknya : Pembangunan Hukum melalui Pembentukan Hukum tidak ditangani secara Profesional. Metode Ilmu Sosial dapat digunakan dalam penelitian dasar yang memandang hukum sebagai fenomena social. Usaha-usaha untuk mengempiriskan kajian hukum, antara lain : Dengan merumuskan format-format penelitian hukum yang dilatarbelakangi oleh metode penelitian ilmu social yang notabene penelitian empiris. Kejanggalan yang ditemukan antara lain : Memaksakan format penelitian ilmu social dalam penelitian Hukum Normatif, seperti :
Rumusan masalah dalam kalimat Tanya, dengan kata-kata bagaimana, seberapa jauh, dll, dipaksakan dalam rumusan masalah penelitian hukum normative.
Sumber data, Tehnik pengumpulan data dan analisis data sebagai istilah dalam penelitian normative, sedangkan data bermakna empiris. Penelitian normative tidak mengumpulkan data.
Memasukkan populasi dan sampling. Peneliti Hukum Normatif tidak boleh membatasi kajiannya pada satu Undang-Undang. Ia harus melihat keterikatan Undang-Undang yang satu dengan yang lain. Dengan demikian populasi & sanpling tidak dikenal dalam penelitian hukum normative.
Benarkan Penelitian Hukum Noprmatif adalah Penelitian Hukum Kualitatif ? Perbedaan antara Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Adalah sifat data yang mengandung konsekuensi pada analisis. Sedangkan Penelitian Hukum Normatif tidak mengenal data, sehingga Penelitian Kualitatif & Kuantitatif adalah merupakan Penelitian Empiris. Dengan demikian Penelitian Hukum Normatif bukalah Penelitian Kualitatif.
Letak kesalah pahaman dalam Penelitihan Hukum : Penelitian Hukum Normatif tidak menggunakan analisis kuantitatif (Statistik), serta merta dikualifikasikan sebagai Peneltian Kualitatif. Sehingga Penelitian Hukum Normatif kurang dianggap ilmiah, karena :
1. Tidak kuantitatif. 2. Tidak menggunakan statistic Penelitian Hukum Normatif semestinya tidak diidentifikasikan dengan Penelitian Kualitatif.
BEBERAPA KEKABURAN PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
Penelitian Hukum tidak beranjak dari Hakekat Keilmuan Hukum, bahwa Hukum adalah norma.
Penelitian Hukum beranjak dari sudut pandang Ilmu Sosial Yaitu bagaimana suatu metode penelitian dapat digunakan dalam penelitian hukum. Dampaknya menyulitkan dan dapat mengaburkan Ilmu Hukum sendiri.
Di dalam menetapkan metode penelitian hukum dalam pengkajian ilmu hukum, seharusnya beranjak dari hakekat keilmuan hukum, yakni Normatif, bukan dari sudut pandang ilmu social, sehingga ilmu hukum tetap Sebagai Ilmu Normatif yang khas dan mandiri.
PENDEKATAN UNTUK MENJELASKAN HAKEKAT KEILMUAN HUKUM : Ada 2 Pendekatan : 1.
Pendekatan dari sudut Falsafah Ilmu
2.
Pendekatan dari sudut pandang Teori Hukum 1.
PENDEKATAN SUDUT FALASAFAH ILMU ; Falsafah Ilmu membedakan ilmu dari dua sudut pandang : a. Pandangan Positivistik Ilmu Empiris b. Pandangan Normatif Ilmu Normatif Sehingga Ilmu Hukum memiliki dua sisi : Sisi 1 : Ilmu Hukum dengan karakter aslinya sebagai ilmu normative. Sisi 2 : Ilmu Hukum memiliki segi-seghi empiris. Sisi empiris inilah yang menjadikan kajian ilmu empiris, seperti : Sociological Yurisprudence & Socio Legel Yurisprudence. Dengan demikian dari sudut pandang ini, ilmu hukum dibedakan atas Ilmu Hukum Normatif dan Ilmu Hukum Empiris. Ilmu Hukum Normatif metode kajiannya Khas, sedangkan Ilmu Hukum Empiris dapat dikaji melalui Penelitian Kualitatif ataupun Kuantitatif, tergantung sifat datanya.
2.
SUDUT PANDANG TEORI HUKUM : Ilmu Hukum dibagi atas 3 Lapisan Yaitu : 1.
Dogamtik Hukum
2.
Teori Hukum (dalam arti sempit)
3.
Filsafat Hukum
PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
Ketiga lapisan tersebut dan juga praktek hukum masing-masing mempunyai karakter yang khas yang dengan sendirinya memiliki metode yang khas pula. Dengan demikian dapat ditetapkan metode yang paling tepat dalam pengkajian ilmu hukum. Sikap yang diambil :
Janganlah
mengempiriskan
segi-segi
normative
ilmu
hukum,
&
jangan
menormatifkan segi-segi ilmu hukum empiris dalam penelitian hukum.
Dalam kajian normatif sebaiknya berpegang pada tradisi keilmuan hukum itu sendiri, sedangkan dalam kajian ilmu hukum empiris sebaiknya digunakan metode-metode penelitian empiris yang sesuai (kualitatif atau kuantitatif).
2. TERMINOLOGI ILMU HUKUM
Rechtswetenschap (Belanda)
Rechtstheorie (Belanda)
Jurisprudence (Inggris)
Legal Science (Inggris)
Jurisprudent (Jerman)
Istilah Ilmu Hukum di Indonesia disejajarkan dengan Istilah dalam Bahasa Belanda : Rechtswetenschap dan Rechtstheorie, sedangkan dalam kepustakaan Bahasa Inggris dikenal dengan Istilah Jurisprudence dan Legal Scienc 1.
RECHTSWETENSCHAP : Rechtswetenchap (dalam arti sempit) artinya dogmatic hukum atau ajaran hukum
(De
Rechtsleer) yang tugasnya : Diskripsi Hukum Positif, Sistematisasi HukumPositif, dan dalam hal tertentu Ekplanasi. Dogmatik Hukum : Tidak Bebas Nilai tetapi Syarat Nilai Rechtswetenschap (dalam arti luas) meliputi : Dogmatik Hukum, Teori Hukum dalam arti sempit, dan Filsafat Hukum. 2.
RECHTSTHEORI : Rechtstheori (dalam arti sempit) adalah lapisan Ilmu Hukum yang berada diantara dogmatic hukum dan filsafat hukum, dalam arti ini merupakan eksplanasi hukum (EenVerklarende Wetenschap Van Het Recht) Teori Hukum merupakan Ilmu yang bersifat Interdisipliner dalam arti luas “Rechtstheori” digunakan dalam arti yang sama dengan Rechtswetenschap. Jurisprudence, Legal Sciensce & Legal Philosophy (Inggris) sama dengan Istilah di Belanda
Lord Lloyd O Hamstead & M.D.A Freeman PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
Dalam bukunya : “Introduction Of Yurisprudence”
“Jurisprudence Innolves The Study Of General Theoritical Questions About The Nature Of Laws And Legal Systems, About The Relationship Of Law To Justice And Morality And Abaout The Social Nature Of Law”
“Science, However, Is Concerned With Empirically Observable Facts And Evebts”
H.P.H. Visser Thooft Sudut pandang Filsafat Ilmu Hukum Menggunakan istilah Rechtwetenschap : Merumuskan semua disiplin yang obyeknya Hukum adalah Ilmu Hukum. Atas Dasar itu dikatakan “Rechts Is Mede Wetenschap” 3.
JENIS ILMU HUKUM Beda dari segi obyek : ILMU HUKUM NORMATIF & ILMU HUKUM EMPIRIS TAHAP STUDI ILMU HUKUM EMPIRIS MELIPUTI : 1.
REALIS : Factual Patterns Of Behavior. FOKUS STUDI : PERILAKU :
Misal
Perilaku
Hakim
dalam
memutus
perkara“Perkosaan” ada 2 perilaku Hakim : Hakim Pria & Hakim Wanita (Gender) 2.
SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE : LAW IN ACTION >< LAW IN THE BOOKS Aliran ini memfokuskan diri pada problem kesenjangan (GAP), yaitu kesenjangan antara Law In Books & Law In Action. Tingkatan pada kajian ini hanya memaparkan kesenjangan (Discribed), akan tetapi tidak menjelaskan mengapa terjadi kesenjangan (Explained).
3.
SOCIO-LEGAL STUDIES Aliran ini melihat hubungan timbale balik antara Hukum & Masyarakat . Disatu sisi
: Pengaruh Hukum Terhadap Masyarakat
Disisi lain
: Pengaruh Masyarakat terhadap Hukum.
PERBEDAAN ILMU HUKUM NORMATIF DAN ILMU HUKUM EMPIRIS Menurut : D.H.M. Meuwissen.
Ilmu Hukum Empiris : Secara tegas membedakan fakta dan norma
Ilmu Hukum Empiris : Gejala Hukum harus murni empiris, yaitu fakta social
Bagi Ilmu Hukum Empiris, Metode yang digunakan adalah Metode Ilmu Empiris
Bagi Ilmu Hukum Empiris merupan Ilmu bebas nilai.
PERBEDAAN ILMU HUKUM EMPIRIS & ILMU HUKUM NORMATIF MEURUT : J.J. BRUGGINK PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
POSITIVISTIK ILMU HUKUM
NORMATIF
EMPIRIS
ILMU
HUKUM NORMATIF
HUBUNGAN DASAR
SUBYEK-OBYEK
SUBYEK-SUBYEK
SIKAP ILMUWAN
PENONTON (TOESHOUVER) PARTISIPAN (DOELSEMEN)
TOERI KEBENARAN
KORESPONDENSI
PRAGMATIK
PROPOSISI
HANYA INFORMATIF / EMPIRIS
NORMATIF & EVALUATIF
METODE
HANYA METODE YG BISA JUGA METODE LAIN DI AMATI PANCA INDRA
MORAL
NON KOGNITIF
KOGNITIF
HUBUNGAN ANTAR MORAL DAN HUKUM
PEMISAHAN TEGAS
TIDAK ADA PEMISAHAN
ILMU
HANYA SOSIOLOGI HUKUM & TEORI HUKUM EMPIRIS
HANYA HUKUM DALAM ARTI LUAS
BEBERAPA PERBEDAAN MENDASAR ILMU HUKUM EMPIRIS & ILMU HUKUM NORMATIF HUBUNGAN DASAR SIKAP ILMUWAN :
Ilmu Hukum Empiris : Sebagai penonton yang mengamati gejala-gejala obyeknya yang dapat ditangkap oleh panca indera.
Ilmu Hukum Normatif : Yuris secara aktif menganalisis norma sehingga peranan subyek sangat menonjol.
TEORI KEBENARAN
Ilmu Hukum Empiris : Adalah kebenaran korespondensi, artinya sesuatu benar karena didukung oleh fakta (Corespond To Reality).
Ilmu Hukum Normatif : Adalah dengan dasar kebenaran pragmatic yang pada dasarnya Konsensus Sejawat sekeahlian.
Di Belanda hal-hal yang merupakan Konsensus
Sejawat Sekeahlian dikenal sebagai
Heersendeleer (Ajaran yang berpengaruh ).
4.
LAPISAN ILMU HUKUM Secara kronologis perkembangan Ilmu Hukum : PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
Di Awali oleh Filsafat Hukum
Di Susul Dogmatik Hukum (Ilmu Hukum Positif)
PERBEDAAN FILSAFAT HUKUM & DOGAMTIK HUKUM : Filsafat Hukum : Sangat Spekulatif Hukum Positif
: Sangat Teknis
Sehingga dibutuhkan disiplin tengah yang menjebatani Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum Positif. Disiplin tengah tersebut mula-mula BERBENTUK “Ajaran Hukum Umum” (Algemene Rechtsleer) yang berisi cirri-ciri umum. Seperti Asas-Asas Hukum dari berbagai system Hukum. Algemene Rechtsleer berkembang menjadi Teori Hukum yang memiliki ciri-ciri sama dan permasalahan yang sama dari berbagai ssistem hukum.
LAPISAN ILMU HUKUM FILSAFAT HUKUM
TEORI HUKUM
DOGMATIK HUKUM
PRAKTEK HUKUM
Dogmatik Hukum
Teori Hukum
Filsafat Hukum
Praktek Hukum
Pembentukan Hukum
Praktek Hukum Penerapan Hukum
Permasalahan mengenai dalam Penerapan Hukum @ Interpretasi Hukum @ Kekosongan Hukum (Leemten In Het Recht) @ Antinomi PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
@ Norma yang kabur (Vage Onrmen) Hubungan Antara Filsafat Hukum, Teori Hukum dan Dogmatik Hukum
FILSAFAT HUKUM
Meta Teori
Meta Teori
TEORI HUKUM
DOGMATIK HUKUM Teori
Teori
Teori
HUKUM POSITIF Hubungan Filsafat Hukum, Teori Hukum dan Dogmatik Hukum Menunjukkan : Hukum Positif di dukung oleh : Ilmu Hukum Positif (Dogmatik Hukum) Teori Hukum Filsafat Hukum Tiap Lapisan Ilmu Hukum memiliki Karakteristik Khusus Mengenai :
Konsep
Eksplanasi
Sifat atau Hakikat Keilmuannya
HUBUNGAN KE-TIGA DISIPLIN ILMU HUKUM
PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1
LAPISAN ILMU HUKUM Filsafat Hukum Teori Hukum Dogmatik Hukum
KONSEP
EKPLANASI
SIFAT
Grondbergrippen (Pengertian Dasar)
Relatif
Spekulatif
Algemene Begrippen (Pengertian Umum)
Analistis
Normatif Empiris
Technischjuridisch Begrippen (Pengertian Tehnis Hukum)
Teknis Yuridis
Normatif
KONKLUSI
Dogmatik Hukum (Ilmu Hukum Positif) Adalah Ilmu Hukum Praktis.
Fungsi Ilmu Hukum Praktis Adalah Problim Solving
Dengan demikian, Dogmatik Hukum sebagai Ilmu Hukum Praktis tujuannya adalah Legal Problem Solving untuk tujuan tersebut dibutuhkan “ARS”
ARS yang dibutuhkan para yuris untuk menyusun Legal Opinion sebagai Output dari langkah bagi Legal Problem Solving ARS yang dimaksud adalah : Legal Resoaning atau Legal Argumentation yang hakekatnya adalah Giving Reasoning.
PIMPINAN DAERAH SERIKAT PEKERJA KIMIA, SENERGI DAN PERTAMBANGAN - SPSI PROVINSI JAWA TIMUR
1