LOGIKA & ARGUMENTASI HUKUM Oleh : H. Moestopo, SE, SH, MH Teori Argumentasi Mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu argumentasi secara cepat. Teori Argumentasi mengembangkan criteria yang dijadikan dasar untuk sesuatu argumentasi yang jelas dan rasional. Tradisi lama dalam argumentasi hukum adalah “Pendekatan Formal Logis” dengan mengembangkan tiga model logika yaitu : 1) Logika Silogistik 2) Logika Proposisi 3) Logika Predikat Beberapa kesalahpahaman tentang peran logika : Keberatan terhadap penggunaan logika silogistik (Sylogistische Logica) karena pendekatan tradisional dalam argumentasi hukum yang mengandalkan Silogisme. Peran dalam pengambilan keputusan hakim & pertimbangan-pertimbangan yang melandasii keputusan. Alur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan Logika tidak berkaitan dengan aspek subtansi dalam argumentasi hukum. Tidak adanya criteria formal yang jelas hakekat rasionalitas nilai dalam hukum PENGERTIAN “LOGIKA” Adalah suatu metode atau tehknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran. Oleh karena itu untuk memahami logika harus mempunyai pengertian yang jelas mengenai penalaran Penalaran Adalah Satu Bentuk Pemikiran. BENTUK-BENTUK PEMIKIRAN YANG LAIN : o o o
Pengertian atau konsep (Conceptus, Concept) Proposisi atau pernyataan (Propositio, Statement) Penalaran (Ratio Cinium, Reasoning)
RUMUS : Tidak ada Proposisi tanpa Pengertian (Konsep), dan tidak ada penalaran tanpa proposisi. Untuk memahami penalaran, maka ke-tiga bentuk pemikiran tersebut harus dipahami ber-sama2 BEBERAPA MODEL KESESATAN. Jika orang mengemukakan sebuah penalaran yang sehat dan ia sendiri tidak melihat kesesatannya Penalaran tersebut disebut Paralogis. Jika penalaran sesat itu dengan sengaja digunakan untuk menyesatkan orang lain, maka disebut Sofisme Penalaran dapat sesat karena bentuknya tidak sahih (Tidak Valid), terjadi karena pelanggaran kaidah-kaidah logika.
1
Karena tidak ada hubungan logis antara premis dan konklusi, Kesesatan ini dinamakan Kesesatan Relevansi mengenai materi penalaran. MODEL KESESATAN HUKUM 1. Argumentasi Ignorantium Kesesatan ini bisa terjadi apabila orang mengargumentasikan suatu proposisi sebagai benar karena tidak terbukti salah atau suatu proposisi salah karena tidak terbukti benar. ( Contoh : Di Jawa Tidak ada Masjidil Qarom / Tidak ada machluk Halus). 2. Argumentum Ad Verecundiam Menolak atau menerima Argumentasi bukan karena nilai penalarannya, tetapi karena orang yang mengemukakan adalah orang yang Berwibawa, Berkuasa, Ahli, dapat dipercaya. 3. Argumentum Ad Hominem Menerima atau menolak suatu Argumentasi atau usul bukan karena penalaran, tetapi karena alasan yang berhubungan dengan kepentingann atau keadaan orang ( Contoh : Orang menolak Land Reform karena pembagian tanah sebagai tuntutan komunis. Jadi usul Land Reform perbuatan orang komunis. Dan perbuatan orang komunis itu jahat). 4. Argumentum Ad Misericordiam Suatu Argumentasi yang bertujuan untuk menimbulkan belas kasihan. Biasanya untuk usaha agar perbuatan dimaafkan. (Contoh : Terdakwa dalam Sidang berargumentasi tentang kondisi anak dan istri ) 5. Argumentum Ad Baculum Menerima atau menolak argumentasi hanya karena suatu ancaman (Misal : Kalau tidak mengiyahkan akan dipukul) 6. Argumentum Ad Populum Untuk membakar semangat suatu massa atau orang banyak, pembuktian secara logis tidak dipentingkan. Yang diutamakan dapat menggugah perasaan massa atau pendengar, membangkitkan semangat atau membakar emosi pendengar agar menerima konklusi tertentu. (Misal : Kampanye Politik, Pidato, Propaganda, Demo dll) 7. Kesesatan Non Causa Pro Causa Apabila menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal sebenarnya bukan sebab, atau bukan sebab yang lengkap ( Misal : Orang dibacok mati, Tapii matinya bukan sebab dibacok) 8. Kesesatan Ignoratio Elenchi Terjadi apabila konklusi yang diturunkan dari premis tidak relevan dengan premis itu. (Contoh : Pembunuhan sebagai perbuatan yang keji, Jhony tidak mungkin melakukan itu). 9. Kesesatan Petitio Principil Terjadi apabila konklusi yang diturunkan berbeda dengan premis. (Contoh : SKEP KAPOLRI melarang penangguhan penahanan kasus narkoba, tetapi kasat serse menanguhkan atas dasar SK KAPOLRI tsb.) Kesesatan karena komposisi atau divisi terjadi apabila menyimpulkan individu-individu dalam kelompok kolektif. (Contoh : Individu polisi berbuat jahat, semua anggota polisi jahat) ARGUMENTASI YURIDIS MERUPAKAN SATU MODEL ARGUMENTASI KHUSUS DASARNYA : 1. Tidak ada Hakim ataupun pengacara yang mulai berargumentasi dari suatu keadaan hampa, akan tetapi selalu dimulai dari hukum positif. Orang dapat bernalar dari ketentuan hukum positif, dari asas-asas yang terdapat dalam hukum positif untuk mengambil keputusankeputusan baru.
2
2. Dalam berargumentasi hukum atau penalaran hukum berkaitan dengan kerangka procedural, yang di dalamnya berlangsung argumentasi rasional dan diskusi rasional. ADA 3 LAPISAN ARGUMENTASI HUKUM YANG RASIONAL MENURUT : E.T. FETERIS et AI Lapisan Logika (Logische Niveau) Lapisan Dialektik (Dialectische Niveau) Lapisan Prosedural (ProsedurelemNiveau) Lapisan Dialektik dan Lapisan Procedural menentukan Kualitas Argumentasi. Lapisan Logika : Lapisan ini untuk struktur intern dari suatu Argumentasi. Lapisan ini merupakan bagian dari Logika Tradisional. Isu yang muncul disini : Berkaitan dengan Premis-Premis yang digunakan dalam menarik kesimpulan. Suatu kesimpulan ( Misal : Deduksi, Analogi) Lapisan Dialektik : Lapisan ini membandingkan Argumentasi baik pro maupun kontra. Disini ada dua pihak yang berdialog atau berdebat. Lapisan Prosedural : (Struktur, Acara Penyelesaian Sengketa). Prosedur tidak hanya mengatur perdebatan, tetapi perdebatan itupun menentukan prosedur. Suatu aturan dialog harus berdasarkan pada aturan main yang sudah ditetapkan dengan syaratsyarat prosedur yang rasional dan syarat penyelesaian sengketa yang jelas. Dengan demikian adanya saling keterkaitan antara Lapisan Dialektika & Lapisan Prosedural. PENGERTIAN “LEGAL REASONING” LEGAL REONING DIGUNAKAN DALAM 2 ARTI : 1. Dalam Arti Luas 2. Dalam Arti Sempit Legal Reasoning Dalam Arti Luas Berkaitan dengan proses psikologi yang dilakukan hakim untuk sampai pada keputusan atas kasus yang dihadapinya. (Studi Legal Reasoning Dalam Arti Luas menyangkut aspek psikologi dan biograph!) Legal Reasoning Dalam Arti Sempit, Berkaitan dengan argumentasi yang melandasi satu keputusan. (Studi ini menyangkut Kajian Logika suatu keputusan). Dengan demikian berkaitan dengan :
Jenis-jenis Argumentasi Hubungan antara Reason (Pertimbangan, Alasan) dan Keputusan ; serta Ketetapan alas an atau pertimbangan yang mendukung keputusan
TYPE ARGUMENTASI ADA 2 CARA : 1. Dari Bentuk dan Struktur 2. Dari Jenis-jenis alasan yang digunakan untuk mendukung konklusi Dua bentuk tersebut dapat ditelusuri kembali pada pola logika Aristoteles.
3
BENTUK-BENTUK LOGIKA DALAM ARGUMENTASI DIBEDAKAN ATAS : a) Argumentasi Deduksi b) Argumentasi Non-Deduksi ; c) Beberapa Karakteristik Logic yang berkaitan dengan bentuk-bentuk tersebut. ALASAN STUDI “TEORI ARGUMENTASI YURIDIS” (LEGAL REASONING)
Adanya kecendrungan berfikir positivistic (Legalistik) dalam praktek hukum. Penyelesaian masalah hukum secara yuridis. Berarti menerapkan hukum positif terhadap masalah (Kasus) Menerapkan aturan hukum positif hanya dapat dilakukan secara konstektual menginterpretasikan aturan hukum Tujuan interpretasi antara lain : Untuk menemukan kaidah hukum yang tercantum di dalam aturan hukum. Dalam rangka tujuan kemasyarakatan dari pembentukan aturan hukum (Teleologikal) dengan langkah : a. Mengkaitkan asas-asas hukum yang melandasi b. Menggunakan berbagai metode intepretasi (Grametikal, Historikal, Sistematikal, Sosiologikal).
DASAR-DASAR DALAM ARGUMENTASI HUKUM Teori Argumentasi dewasa ini dapat ditelusuri kembali dari masa Aristoteles Aristoteles Studi Logika dengan sistematis, yang intinya konsistensi (Logical Sequence), yaitu konsistensi dalam premis-premis sampai dengan kesimpulan (Konklusi) Berpijak Logika, Aristoteles mengembangkan dasar-dasar dialektika sebagai ajaran berdebat dari dialektika menuju ke retorika, yakni Tehnik untuk meyakinkan RASIONALITAS & ARGUMENTASI. Tidak setiap argumentasi itu rasional. Pertanyannya : Apakah Rasionalitas itu?, Jawabnya sederhana : Tanpa Argumentasi tidak ada Rasionalitas (PW. Brouwer) PENDEKATAN FUNGSIONAL ARGUMENTASI ADA DUA : 1. Dialog. Dan 2. Diskusi ARGUMENTASI RASIONAL TERUTAMA BERKAITAN DENGAN BENTUK ARGUMENTASI (De Vorm Van De Argumentastie). Contoh : Bentuk Argumentasi deduksi (Dari Umum Ke Khusus) SUBTANSI ATAU ISI ARGUMENTASI (De Inhoud Van De Argumentatie) Contoh : Larangan Argumentum Ad Hominem (Satu argumentasi menolak suatu argumentasi karena alasan bahwa yang bersangkutan bukan orang Indonesia. PROSEDUR ATAU HUKUM ACARA Contoh : Beban pembuktian Pasal 1385 BW beban pembuktian penggugat & pasal 107 UU No. 5 tahun 1986 Hakim menentukan beban pembuktian. Kaitan hal tersebut dalam perdata gugatan dapat ditolak karena penggugat tidak dapat menunjukan dalil, tetapi alasan itu tidak bisa digunakan hakim untuk mengadili sengketa TUN karena hakim bias membebankan pada tergugat.
4
Dalam teori hukum, Logika Hukum bertitik tolak dari Logika Diduksi. Dengan titi tolak Logika Tradisional, maka model argumentasi yang lazim adalah argumentasi Deduksi. ARGUMENTASI DEDUKSI : Yaitu penerapan suatu aturan hukum pada suatu kasus artinya berangkat dari sesuatu yang (Aturan Hukum) ke yang khusus (Suatu Kasus Tertentu) NORMA : Pencuri Harus Dihukum FAKTA : Kadir adalah Pencuri Jenis Argumentasi ini Populer dalam Civi Law System yang disebut Rule Based Reasening (Argumentation Based On Rules) Didalam Common Law System dikenal Model Argumentasi tyang tidak bisa dikualifikasikan sebagai Argumentasi “DEDUKSI” Karena Argumentasi beranjak dari kasus tertentu. Model ini disebut Principle Based Reasoning (Argumentation Based On Precedent) (Analogical Reasoning). Analogi yang lazim dalam argumentasi deduksi adalah menggunakan Silogisme. Jika Semua Manusia akan Mati (Premis Mayor) Dan Brodin adalah Manusia (Premis Minor) Maka Brodin akan Mati (Konklusi) Contoh Hukum : Premis Mayor Premis Minor Konklusi
: Melampaui batas kecepatan adalah melanggar hukum : Brudin telah melampaui batas kecepatan : Brudin melanggar Hukum
Dalam memecahkan masalah hukum, peran sentral argumentasi harus memberi perhatian khusus pada prinsip-prinsip logika yang diterapkan dalam dunia hukum dan peradilan. Didalam menggunakan logika dibidang hukum, ditekankan selalu diingat 3 (tiga) perbedaan pokok berkaitan dengan : 1. Hakekat Hukum (The Nature Of Law) 2. Sumber-sumber Hukum (Resource Of Laws) 3. Jenis-jenis Hukum (The Kinds Of Laws) Hakekat Hukum Dalam suatu Negara atupun masyarakat terdapat aturan-aturan perilaku berupa hukum positif & Norma-norma Moral. Hal ini bisa terjadi ketidak sesuaian antara Norma Hukum Positif dengan Norma Moral. Dalam hal ini penerapan logika hanya dibatasi pada penegakan hukum positif sebagai aturan formal. SUMBER-SUMBER HUKUM Terdapat berbagai jenis sumber hukum baik produk legislative maupun yurisprudensi, dan patut diperhatikan mengenai hierarki sumber-sumber hukum. Dalam terjadi pertentangan menyangkut interpretasi atau penerapan, perlu dirumuskan asas-asas untuk memecahkan masalah tersebut antara lain :
5
Lex Specialis Derograt Legi Generali Lex Postiori Derograt Legi Priori Leg Superior Derograt Legi Emperiori. JENIS-JENIS HUKUM Hukum positif membedakan Hukum Publik dan Hukum Privat. Prinsip-prinsip Hukum Publik berbeda dengan Hukum Privat. Masing-masing memiliki karakter sendiri-sendiri dan asas-asas yang khusus missal : Dalam Hukum Administrasi ada asas-asas specialitas (Specialiteit Beginselen). Asas-asas umum Pemerintahan yang Baik (Algemene Beginselen Van Behorluk Bestuur) dll. Dalam Hukum Pidana ada Asas tidak ada perbuatan yang dapat dihukum tanpa ada undangundang yang mengatur (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Preavia Lege Poenali) dll. KONFLIK NORMA RECHTSVINDING Berkaitan dengan Norma yang terdapat dalam ketentuan undang-undang. RECHTSVINDING dibutuhkan karena : Konsep norma yang terbuka (Open Texture) Norma yang kabur (Vague Norm) Didalam menghadapi sauatu kasus hukum bisa terjadi 2 atau lebih Undang-undang, yang mengatur yang secara bersama-sama ditetapkan. Persoalan akan muncul apabila terdapat pertentangan antara norma hukum dari undang-undang tersebut. Maka perlu ditetapkan norma yang mana harus ditetapkan langkah yang ditempuh adalah penyelesaian Konflik Norma. PENYELESAIAN KONFLIK NORMA Ada 3 Tipe penyenyelesaian berkaitan dengan Asas Prefrensi Hukum, yang meliputi : Asas Lex Superior Asas Lex Specialis
Yaitu :
Asas Lex Posterior 1. 2. 3. 4.
Pengingkaran (Disavowal) Re-Interpretasi Pembatalan (Invalidation) Pemulihan (Remidy)
1. PENGINGKARAN (DISANOWAL) Langkah ini seringkali merupakan suatu paradox, dengan mempertahankan bahwa tidak ada konflik norma. Konflik ini terjadi berkenaan dengan Asas Lex Spicialis dalam konflik pragmatis ataupun dalam konflik Logika Diinterpretasi sebagai pragmatis Contoh :
6
Membedakan wilayah hukum antara Hukum Privat dan Hukum Publik, dengan berargumentasi bahwa dua bidang Hukum tersebut diterapkan secara terpisah, meskipun dirasakan kedua ketentuan tersebut terdapat konflik norma. 2. REINTERPRETASI Dalam kaitan penerapan 3 Asas Preferensi Hukum dibedakan : A. Reinterpretasi, yaitu dengan mengikuti Asas-asas Preferensi, Menginterpretasi kembali norma yang utama dengan cara yang lebih flexible. B. Menginterpretasi norma preferensi, kemudian menerapkan norma tersebut dengan mengesampingkan norma yang lain. 3. PEMBATALAN (INVALIDATION) Ada 2 Macam, yaitu : A. Abstrak Formal. B. Praktikal Pembatalan abstrak dan formal : Dilakukan oleh suatu lembaga khusus. Di Indonesia pembatalan PP ke bawah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Pembatalan prakltikal, yaitu tidak menerapkan norma tersebut dalam kasus konkrit. Note : Contoh : Kasus Tempo Hakim menyampingkan KEP.MEN, PEN KRN bertentangan dengan Undang-Undang. 4. PEMULIHAN (REMEDY) Mempertimbangkan pemulihan dapat membatalkan satu ketentuan. Misal : Dalam hal satu norma yang unggul dalam arti Overruled Norm. Berkaitan dengan aspek ekonomi maka sebagai ganti membatalkan norma yang kalah dengan cara memberikan kompensasi. PENALARAN INDUKSI DALAM HUKUM Penanganan perkara di Pengadilan selalu berawal dari langkah-langkah Induksi : Langkah-langkahnya : 1. Merumuskan Fakta. 2. Mencari Hubungan sebab akibat 3. Mereka-reka Probabilitas kemungkinan-kemungkinan Dengan langkah tersebut, hakim pengadilan pada tingkat pertama adalah Judex Pacti (Hakim menangani langsung perkaranya). HUBUNGAN KAUSAL Dalam hal ini hubungan kausal memainkan peranan penting dalam penanganan perkara. Hubungan kausal dalam hukum Tergantung dari jenis hukum atau macam-macam hukum. Misal : Hubungan kausal dalam hukum perdata belum tentu cocok untuk hukum pidana, atau hukum administrasi untuk sengketa TUN. MISAL : Hubungan kausal dalam hukum perdata belum tentu cocok untuk hukum pidana, atau hukum administrasi untuk sengketa TUN HUBUNGAN KAUSAL DALAM “HUKUM PIDANA”
7
DIPERLUKAN TERHADAP : Contoh : Kelakuan , Sebab
Delik Materriil Delik yang dikwalisir oleh akibanya Mati Akibat
Apakah perbuatan tertentu menimbulkan matinya seseorang. Memecahkan masalah ini dapat menggunakan teori hubungan kausal. TEORI HUBUNGAN KAUSAL DALAM PIDANA :
Teori Conditio Sinequa Non (Teori Ekuivalensi) Teori Adequat Teori yang menggeneralisir Teori Obyektif Teori Relevansi
Dari teori tersebut yurisprudensi berpegang pada :
Akibat Langsung Teori Adequat (Secara wajar dapat diduga menimbulkan akibatnya)
HUBUNGAN KAUSAL DALAM HUKUM PERDATA Contoh : Perbuatan melanggar hukum Kerugian Sebab Akibat TEORI HUBUNGAN KAUSAL DALAM HUKUM PERDATA
Teori Conditio Sinequa Non Teori Cause Promixa Teori Adequat
Hubungan kausal dalam hukum administrasi (Sengketa TUN) Contoh : Keputusan TUN Kerugian Sebab Akibat
Teori Hubungan Langsung
PROBABILITAS Merupakan Konsep sentral dalam penalaran Induktif. Probabilitas Tergantung dari standart pembuktian. Standart pembuktian didukung oleh alat bukti dan beban pembuktian DALAM HUKUM PERDATA : Kemungkinan dalil penggugat mengandung kebenaran tergantung dari apakah berdasarkan bukti-bukti yang ada. Dapat ditarik kesimpulan yang sifatnya “MORE PROBABLE” DALAM HUKUM PIDANA : seorang terdakwa dinyatakan bersalah hendaklah didasarkan atas keyakinan yang “BEYOND REASONABLE DOUBT”. Dalam kaitan demikian mudah dipahami Asas yang berlaku dalam hukum pidana adalah “IN DUBIO PRO REC” = Dalam hal keraguraguan hakim harus memutuskan sedemikian sehingga menguntungkan terdakwa. Dan mendekatkan pada Asas “RES JUDICATA PRO VERITATE HABITUR” = Apa yang diputus hakim dianggap benar
8
Ada bebarapa tahapan Argumentasi Dialektika dan Retorika : Konfrontasi (Confrontatie Fase) Pemaparan Fakta
Openins Fase (Fase Pembuktian) Paparan usaha memecahkan masalah berdasarkan ketentuan-ketentuan hkum yang ada.
Argumentatie Fase Mempertahankan Argumentasi Afsluiting Fase Mempertahankan Pendapat demi
Kepentingannya. RETORIKA :
Exordium Usaha menarik simpati Narratio Paparan kasus sebagai persiapan berargumentasi . Digressio Peralihan dari Narratio ke Argumentatio Argumentatio Berusaha untuk menyakinkan pendiriannya (Confirmatio) atau menolak Argumentasi lawan (Refutatio) Peroratio Kesimpulan atas dasar fakta
PENJELASAN : DIALEKTIKA : Langkah pertama diawali dengan paparan argumentasi yang saling berbeda. Dalam perkara perdata atau TUN dilakukan dengan membuat Matriks dalil-dalil penggugat dan dalil-dalil tergugat. Dalam perkara pidana disusun Matriks dalil penuntut dan dalil terdakwa atau penasehat hukumnya. Langkah selanjutnya, menyusun argumentasi untuk mematahkan dalil-dalil lawan berdasarkan argumentasi tersebut disusun LEGAL OPINION. RETORIKA : Diawali dengan usaha menarik simpati langkah selanjutnya argumentasi yang sampai pada LEGAL OPINION Contoh : Retorika Bill Clinton dalam Kasus Monica Lewinsky. Kata-kata Simpatik diucapkan Bill Clinton “SAYA TELAH BERDOSA KEPADA SELURUH BANGSA AMERIKA …..” LEGAL REASONING DALAM COMMON LAW SYSTEM Dalam Kepustakaan Hukum Anglosaxion ada 2 Type Legal Reasoning 1.
RAESONING BASED ON PRECEDENT ADA 3 LANGKAH : A. Identifikasi landasan yang tepat atau preseden B. Identifikasi kesamaan & Perbedaan yang didasarkan pada preseden dengan kasus-kasus yang dihadapi atau dengan menganalisis Fakta dibandingkan atau dipertentangkan dengan preseden. C. Menentukan kesamaan atau perbedaan factual kemudian memutuskan apakah mengikuti preseden atau tidak.
2. REASONING BASED ON RULES
9
Pola ini pada dasarnya adalah deduksi : Perbedaanya pada pola Pertama : A. Pengundangan suatu aturan lazimnya mendahului kasus. Titik tolaknya adalah Rules bukan Case B. Asas Supremasi Legislatif. Sehingga Hakim memainkan peran yang Sub-Ordinasi, Hakim tidak bisA merubah bahasa aturan. Note :
Reasoning Based On Presedent disebut juga Analogical Legal Reasoning. Perlu diingat : Analogi ini berbeda dengan analogi dalam Civil Law System The Universal Starting Ponit (Struktur Argumentasi Teoritik) Universal Mayor premis taken as know for purpose of argument.
Particular minor premis specitying the present instance Penjelasan : Diawali Premis Mayor. Premis Mayor diterapkan kasus tertentu ditarik kesimpulan. LANGKAH-LANGKAH PEMECAHAN MASLAH HUKUM DAN LEGAL OPINION Titik Tolak dalam langkah pemecahan hukum adalah : Logika Argumentasi Hukum Oleh karena itu perlu ditetapkan kembali. TIGA LAPISAN ARGUMENTASI HUKUM YANG RASIONAL ADALAH : 1) Lapisan Logika ( Struktur Intern Argumentasi ) 2) Lapisan Dialektika ( Perbandingan Pro-Kontra Argumentasi ) 3) Lapisan Prosedur ( Hukum Acara ) LAPISAN LOGIKA Lapisan ini masuk wilayah Logika Tradisional. Isu utama dalam lapisan ini : Adalah Apakah alur premis sampai kepada konklusi dari suatu argumentasi itu logis. Langkah Penalaran Deduksi, Analogi dan Induksi menjadi Folus Langkah Deduksi Maka pendekatannya adalah Undang-Undang (Statute Approach) Ini yang dilakukan dalam Civil Law System. Dalam menghadapi Fakta Hukum Ditelusuri Ketentuan Hukum yang Relevan. Dalam Ketentuan Hukum itu berada dalam Pasal yang berisi “Norma” “Norma” Dalam logika merupakan suatu “PROPOSISI” Menjelaskan norma diawali dengan pendekatan “KONSTEKTUAL”, karena norma sebagai suatu bentuk proposisi tersusun atas RANGKAIAN “KONSEP”. Dengan Demikian kesalahan konsep mengakibatkan Alur Nalar Sesat dan Kesimpulan yang Menyesatkan : Contoh : Konsep Penyalagunaan wewenang Orang yang tidak memahami Hukum Administrasi mungkin mengartikan penyalagunaan wewenang sama dengan “MENYALAHI PROSEDUR”. Kalau Konsep seperti ini dijadikan dasar, MAKA JELAS KESIMPULANNYA MENYESATKAN. DALIL LOGIKA MERUMUSKAN :
10
Ex Falzo Quoblibet Dari yang sesat kesimpulan seenaknya Ex Vero Nonnisi Verum Dari yang benar kesimpulan benar. LAPISAN DIALEKTIKA : Dengan dialektikan Suatau Argumentasi tidak monoton. Suatu Argumentasi diuji, terutama dengan Argumentasi Pro-Kontra. Menguji kekuatan Nalar Argumentasi. Kekuatan Nalar terletak dalam Kekuatan Logika. Dengan demikian dialektika dengan “LOGIKA” Contoh : Dalam Kasus T.U.N “PENGUMUMAN” Surat penolakan Program Pemerintah oleh B.I. Digugat (Yang digugat “PENGUMUMANNYA” Bukan Surat Penolakannya). ARGUMENTASI : Pendapat “A” : Pengumuman bukan KTUN tapi merupakan Futuristik bisa digugat. Pendapat “B” : Pengumuman tidak bisa digugat, Berdasarkan Pasal 1.3. Undang-Undang No. 5 tahun 1986 Jo Undang-Undang No 9 tahun 2004 sifatnya Bekend Making (Publikasi) Atas suatu KTUN. Pengumuman bukan KTUN Tidak Bisa digugat. PERNYATAAN YANG MUNCUL : Apakah Futuristik merupakan Hukum Positif, Apakah Hakim Menetukan Bredasarkan Ius Constituendum ataukah Berdasarkan Futuristik? Jawab : Pengumuman tidak bisa digugat (“B”). “Pendapat” : A “Tidak Logis” LAPISAN PROSEDUR Hukum Acara merupakan aturan main dalam proses Argumentasi dalam penanganan perkara dimuka pengadilan. Dengan demikian prosedur dialektik di pengadilan diatur oleh Hukum Acara. Contoh : Beban Pembuktian Siapa yang harus membuktikan Jawab Tergantung Ketentuan Hukum Acara. LANGKAH-LANGKAH ANALISIS HUKUM (PEMECAHAN MASALAH HUKUM) Fakta dapat berupa : a. Perbuatan. b. Peristiwa c. Keadaan Contoh : Pembunuhan Perbuatan Hukum Kelahiran Peristiwa Hukum Di Bawah Umur Keadaan Hukum 1. Pengumpulan Fakta didasarkan pada Alat Bukti
11
Misal : Langkah Seorang Lawyer : o
Seorang Lawyer berhadapan dengan Klien, harus mendengar paparan Klien menyangkut fakta hukum.
o
Sikap Lawyer menghadapi Klien adalah Skeptik dalam rangka mengorek kebenaran Fakta Hukum yang akan dipaparkan.
o
Dengan hati-hati Lawyer mengajukan pertanyaan untuk menguji sekaligus menggali fakta Hukum secara lengkap.
o
Untuk dapat mengajukan pertanyaan harus di dasarkan pada Ketentuan-Ketentuan dan AsasAsas Hukum yang Relevan.
o
Andaikata Fakta Hukum berkaitan dengan perbuatan melanggar hukum, dalam mengajukan pertanyaan beranjak dari Pasal 1365 BW.
2.
Klasifikasi Hakekat Permasalahan Hukum Pertama-tama Berkaitan dengan Pembagian Hukum Positip. Hukum Positip diklasifikasi Atas Hukum Publik dan Hukum Privat yang Masing-Masing terdiri berbagai disiplin : Misal : Hukum Publik Terdiri : A. B. C. C.
Hukum Pidana Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Hukum Lingkungan, dsb
Hukum Privat Terdiri : A. Hukum Dagang,…….B. Hukum Perdata Disiplin Fungsional : Karakter Campuran : Hukum Perburuhan. Hakekat Permasalahan Hukum dalam system peradilan Indonesia berkaitan dengan lingkungan peradilan yang dalam penanganan perkara berkaitan dengan kompetensi absoulut pengadilan. 3. Identifikasi dan Pemilihan Isu Hukum yang Relevan Isu Hukum berisi pertanyaan tentang Fakta dan Tentang Hukum. Pertanyaan tentang Fakta pada akhirnya menyimpulkan fakta yang sebenar-benarnya yang didukung oleh Alat-Alat Bukti. Isu Hukum dalam Civil Law System diawali dengan Statute Approach, Kemudian dipilah-pilah Elemen-elemen pokok. Contoh : Permasalahan Malpraktek Dokter Apakah merupakan Tindakan Wanprestasi?. Melanggar Hukum : Dalam menganalisa masalah tersebut. Pertama-tama harus merumuskan Isu Hukum yang berkaitan dengan Wanprestasi. Analisis Pada Dasarnya mengandung makna pemilahan dalam unsur-unsur yang lebih kecil. Dengan Konsep demikian, Analisis atas isu wanprestasi dilakukan dengan memilah-milah unsurunsur mutlak wanprestasi, yaitu : A. Adakah Hubungan Kontraktual dalam Hubungan Dokter dengan Pasien itu?
12
B. Adakah cacat prestasi dalam tindakan dokter terhadap pasien. UNTUK ISU PERBUATAN MELANGGAR HUKUM, DAPAT DIRUMUSKAN ISU SBB : A. Apakah tindakan Dokter merupakan suatu Perbuatan Hukum? B. Apakah tindakan Dokter merupakan Perbuatan Melanggar Hukum? C. Apakah Kerugian yang diderita Pasien? (Apakah kerugian itu adalah akibat langsung perbuatan dokter) Selanjutnya masing-masing isu tersebut dibahas dengan mendasarkan pada Fakta (Hubungan Dokter dan Pasien) dikaitkan dengan Hukum. Teori dan Asas Hukum yang berlaku Pembahasan secara cermat, Pada akhirnya ditarik simpulan (OPINI) terhadap isu. Mendasarkan simpulan (OPINI) atas Isu, ditarik simpulan atas pokok masalah yaitu : Ada tidaknya Wanprestasi dan/atau Perbuatan Melanggar Hukum dalam Hubungan Dokter dengan Pasien. 4. PENEMUAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN ISU HUKUM Dalam Pola Civil Law Hukum utamanya adalah “LEGISLASI”. Oleh karena itu langkah dasar Pola Nalar yang dikenal sebagai “Reasoning Based On Rules” Penelusuran Peraturan PerundangUndangan (Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004). Peraturan Perundang-Undangan adalah produk Hukum “TERTULIS” yang dibuat oleh LEMBAGA NEGARA ATAU PEJABAT YANG BERWENANG yang isinya MENGIKAT UMUM. Langkah diatas merupakan langkah pertama yang dikenal dengan “STATUTE APPROCH” Langkah Kedua mengidentifikasi Norma Rumusan Norma merupakan suatu Proposisi. Dengan demikian, sesuai dengan Hakekat Proposisi. Norma terdiri atas Rangkaian Konsep. Untuk memahami Norma harus diawali dengan Konsep ini yang dinamakan “Conseptual Approach”. (sebagai langkah ketiga) Contoh : Norma Pasal 1365 BW. Setiap Perbuatan Melanggar Hukum yang menimbulkan kerugian, mewajibkan yang menimbulkan kerugian itu untuk membayar ganti rugi. Dalam Norma tersebut Konsep-Konsep Utama yang harus dijelaskan : 1. Konsep Perbuatan Kalau konsep ini tidak dijelaskan akan menimbulkan kesulitan, Misalnya : Apakah kerugian yang ditimbulkan oleh Gempa Bumi dapat digugat berdasarkan ketentuan pasal 1365 BW. Pertanyaannya Hukum yang muncul adalah : Apakah Gempa Bumi termasuk konsep perbuatan?, Perbuatan siapa? Dan siapa yang bertanggung jawab? 2. Konsep Melanggar Hukum : Harus dimaknai dengan jelas unsure-unsur Melanggar Hukum. Dalam bidang Hukum Perdata orang berpaling pada Yurisprudensi. Didalam Yurisprudensi Melanggar Hukum terjadi dalam hal : Melanggar Hak Orang Lain : A. Bertentangan dengan Kewajiban Hukumnya B. Melanggar Kepatutan C. Melanggar Kesulitan 3. Konsep Kerugian :
13
Unsur-Unsur Kerugian Meliputi : A. Schade Kerusakan yang diderita B. Winst Keuntungan yang diharapkan C. Konsten Biaya yang dikeluarkan Dengan contoh diatas bahwa tidak cukup hanya dengan berdasarkan Norma Hukum yang tertulis langsung diterapkan pada Fakta Hukum. Karena rumusan norma sifatnya abstrak dan konsep pendukungnya merupakan konsep terbuka atau kansep yang kabur. Dengan Kondisi yang demikian, Langkah Ketiga adalah Rechtsvinding. Rechtsvinding dilakukan melalui 2 Tehnik : 1. Interpretasi. 2. Konstruksi Hukum yang Meliputi : o o o
Analogi (Konstruksi Hukum) Penghalusan atau Penyempitan Hukum Argumentum A Contario
Analogi (Konstruksi Hukum) : Penalaran Analogi dibutuhkan dalam menghadapi kekosongan hukum : Lapisan Pertama . . . . . . Asas Lapisan Kedua . . . . . . . . Aturan Hukum Lapisan Ketiga . . . . . . . . Fakta Contoh : Kasus Pengurusan Barang (Zaak Waarneming), Apakah Pengurus Barang mempunyai hak Retensi? Asas lain. Aturan Fakta
: Tidak seorangpun boleh menikmati suatu keadaan yang lebih baik atas beban orang : Pasal 1849 BW (Nederland) Mengatur Retensi Pemberian Kuasa. : Pengurusan Barang.
Pertanyaan Hukumnya : Apakah ketentuan tersebut dapat diterapkan dalam fakta hukum pengurusan barang. Dalam menjawab pertanyaan tersebut langkah yang harus dilakukan adalah Ratio Legis yang merupakan Asas yang mendasari ketentuan Pasal 1849 BW, Tidak seorangpun boleh menikmati suatu keadaan yang lebih baik atas beban orang lain. Berdasarkan Asas tersebut, Ketentuan Pasal 1849 BW dapat diterapkan dalam fakta hukum pengurusan barang. Pengurusan Barang – Analog – Dengan Pemberian Kuasa Penghalusan atau Penyempitan Hukum Asas : Setiap orang harus memiliki kedudukan yang sama dalam masyarakat Aturan Hukum : Undang-Undang Kemiskinan ( 83 Armenwet Nederland ) Fakta : Penerimaan Subsidi
Contoh :
14
Berdasarkan Armenwet, Setiap keluarga penerima subsidi diwajibkan mengembalikan subsidii yang diterima apabila mereka telah berhasil dalam kasus ini seorang anggota keluarga yaitu anak gadisnya ternyata berhasil. Pemerintah mewajibkan anak gadis tersebut mengembalikan subsidi yang telah diterima keluarganya. Anak tersebut menolak permintaan Pemerintah. Oleh Hakim di pertanyakan : Apakah setiap anggota keluarga bertanggung jawab atas pengembalian subsidi berdasarkan ketentuan Armenwet. Hakim berpendapat, bahwa konsep keluarga dalam Armenwet terlalu luas sehingga perlu diperhalus atau dipersempit. Dengan langkah ini konsep keluarga diperhalus atau dipersempit menjadi Kepala Keluarga. “ Inilah yang dimaksud Penghalusan Hukum atau Penyempitan Hukum” MENULIS LAGAL OPINION BENTUK SUSUNAN :
Summary Fakta Hukum Isu Hukum (Legal Issue) Analisis Isu Hukum Kesimpulan (Conclusion/Opinion)
1. Summary : Memuat : A. Rumusan Singkat Fakta Hukum B. Daftar Isu Hukum C. Summary Legal Opinion 2. Rumusan Fakta : Dirumuskan secara lengkap, tetapi tidak terlalu panjang yang penting intinya saja dijadikan landasan untuk merumuskan isu hukum 2.
Isu Hukum : Pendekatan Konseptual
3. Analisis Isu Hukum : A. Menelusuri Ketentuan Hukum B. Memberi Pendapat Ketentuan Hukum dikaitkan dengan Isu Hukum 4. Kesimpulan. LITERATUR (BUKU ACUAN) 1. 2. 3. 4. 5. 6. SH,MS. 7. 8. 9. 10. 11.
LEGAL REASONING AND LEGAL THEORY Oleh : Neil Maccormick INTRODUCTION TO THE PROBLEMS OF LEGAL THEORY Oleh : Hans Kelsen WAT IS RECHTSTEORIE Oleh : Jan Gijssels & Mark van Horcke INTRODUCTION TO LEGAL THEORY Oleh : Jhon D. Finch TEORI HUKUM Oleh : Prof.Dr. H.R. Otje Salman S,SH dan Anton F. Susanto ARGUMENTASI HUKUM Oleh : Prof. Dr. Philipus.M.Hadjon,SH dan Dr.Tatiek Sri Djamiati, STRUKTUR ILMU HUKUM Oleh : Paul Scholten, alih bahasa Arief Sidharta REFLEKSI TENTANG HUKUM Oleh : J.J.H. Bruggink alih bahasa Arief Sidharta REFLEKSI TENTANG STRUKTUR ILMU HUKUM Oleh : Arief Sidharta TEORI DAN FILSAFAT HUKUM Oleh : nW. Friedmann TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN HUKUM Oleh : Jhoni Ibrahim.
15