MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEMANUSIAAN MELALUI FILANTROPI
Pidato Penganugerahan Gelar Doctor Honoris Causa pada Universitas Gadjah Mada
Disampaikan di Depan Rapat Terbuka Universitas Gadjah Mada pada Tangga122 Januari 2016 di Yogyakarta
Oleh: Dato' Sri Prof. Dr. Tahir, MBA.
1
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,
Yang terhormat, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada, Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Akademik Universitas Gadjah Mada, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Rektor dan Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada, Dekan dan para Wakil Dekan di lingkungan Universitas Gadjah Mada, Segenap Sivitas Akademika Universitas Gadjah Mada, Prof Dr. lng. Dr. Se. he mult. Baeharudin Jusuf Habibie, serta Para Tamu Undangan, Dosen, Mahasiswa, Para Sahabat dan Keluargayang saya eintai, Pertama-tama perkenankan saya menyampaikan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga hari ini kita semua dapat hadir dalam kesempatan yang amat patut disyukuri ini. Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih saya yang tak terhingga kepada Rektor yang telah memberikan saya kesempatan untuk dapat menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka penganugerahan gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) di bidang Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, dengan judul:
2
MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEMANUSIAAN MELALUI FILANTROPI Pemilihan
judul
ini
merupakan
hasil
dari
proses
akumulasi pengalaman kerja dan perjalanan hidup diri saya dalam upaya pengembangan dunia pelayanan kesehatan, kesehatan masyarakat, pendidikan dan kemanusiaan melalui filantropi. Adapun pidato ini akan saya sampaikan dengan sistematika sebagai berikut: tantangan pelayanan kesehatan, makna kemanusiaan dalam filantropi, dorongan kemanusiaan menjadi filantropis, pandangan mengenai lembaga penerima filantropi, dan strategi gerakan filantropi di Indonesia.
Hadirin yang dimuliakan, Tantangan
Pelayanan Kesehatan
Indonesia menghadapi tantangan pelayanan kesehatan yang serius, dengan beban penyakit yang tinggi serta jumlah penduduk yang besar. Penyakit tidak menular (misalnya penyakit jantung, kanker) semakin tinggi tingkat kesakitan dan kematiannya, sementara penyakit menular (seperti HIV /AIDS, Tuberkulosis, Malaria dan lainnya) masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks (Kemenkes, 2015). Saat ini infeksi HIV /AIDS telah menjadi epidemi global. Sampai dengan tahun 2014 tercatat sebanyak 36,9 juta orang dengan HIV/AIDS yang tersebar di hampir semua Negara, diantaranya 1,2 juta meninggal akibat AIDS. Di Indonesia hingga tahun 2013 tercatat memiliki 640.000 orang dengan HIV /AIDS,
3
namun baru sekitar 40% yang telah mendapatkan pengobatan. Lainnya belum memperoleh pengobatan karena biaya pengobatan yang tinggi ataupun berbagai alasan lainnya (UNAIDS, 2015). Malaria merupakan penyakit tropis yang banyak menyebabkan kesakitan dan kematian. Diperkirakan pada tahun 2014 terdapat lebih dari 3 juta penderita malaria di Indonesia yang membutuhkan biaya sekitar 500 miliar rupiah setiap tahun. Dana ini berasal dari dana pemerintah, Global Fund, dan WHO/UNICEF (WHOa, 2015). Sedangkan untuk Tuberkulosis, WHO mencatat bahwa dari 6 juta kasus TB baru pada tahun 2014, satu juta kasus baru berasal dari Indonesia, dengan 122.000 kematian. Indonesia, menganggarkan program TB nasional sebesar 1,8 triliun rupiah, namun hanya 34% yang terbiayai (13% berasal dari dana pemerintah dan 21% dari lembaga donor internasional) (WHOb, 2015). Meningkatnya angka harapan hidup berbanding lurus dengan peningkatan angka kejadian penyakit tidak menular. Di Indonesia, tingkat kematiannya pun cukup tinggi. Sebanyak 71% dari penderita meninggal dunia (1,1 juta orang). Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, pada tahun 2015 negara telah mengalokasikan dana sebesar 3,2 trilyun Rupiah dalam upaya pengembangan keluarga berencana melalui program-program yang menyasar pad a tiap generasi (WHOc, 2011). Indonesia juga menghadapi potensi kerugian total sebesar 4,47 triliun Rupiah dari 2012 sampai 2030 yang disebabkan oleh penyakit tidak menular (WHOd, 2014). Selain dari lembaga donor, pembiayaan untuk pemberantasan penyakit-penyakit tersebut di atas serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan memerlukan penggalian sumber-sumber dana kreatif, seperti melalui filantropi. Gerakan
4
filantropi merupakan salah satu sumber dana kreatif bagi penelitian dan pelayanan kesehatan di dunia. Gerakan ini semakin berkembang dan mempunyai dasar keilmuan yang kuat, termasuk adanya berbagai jurnal ilmiah mengenai filantropi, sepertiHealth Care Philanthropy Journal, Philanthropy Journal NC State University, dan lain sebagainya.
Hadirin yang saya hormati, Makna Kemanusiaan dalam Filantropi Istilah filantropi berasal dari Bahasa Yunani yang berarti mencintai sesama manusia. Merriam- Webster Dictionary mendefinisikan filantropi sebagai sebuah kegiatan berupa pemberian dana dan waktu dalam membantu kehidupan orang lain untuk menjadi lebih baik. Definisi yang lebih mendalam menjelaskan bahwa filantropi merupakan ide, kegiatan, atau aksi yang dilakukan atas dasar kemanusiaan dan melibatkan pengorbanan-pengorbanan, baik pengorbanan waktu, biaya, pengalaman, keterampilan, jaringan, untuk membuat dunia menjadi lebih baik (LAAF, 2014). Apabila kita cermati secara mendalam tentang kegiatan filantropi, maka akan kit a temukan dua karakteristik yang menonjol, yaitu: visi dan komitmen. Karakteristik pertama adalah visi, suatu karakter yang maknanya adalah "memandang pandangan jauh di depan" atau dalam bahasa Indonesia lebih mudah diartikan sebagai kata kerja yang berarti perbuatan "mengamanahkan sesuatu kebaikan di depan". Kita pantas bersukur karena telah banyak masyarakat kita yang bersifat amanah, namun demikian kita harus terus meningkatkan peran
5
masyarakat
untuk
"mengamanahkan"
perbuatan
kebaikan
ke
depan kepada sesama dan lingkungan, sebagai visi kehidupan. Karakteristik kedua adalah karakter komitmen. Karakter ini tidak dapat dipisahkan dari visi, sehingga seorang filantropi memiliki karakter "berjanji kepada diri sendiri, memandang ke masa depan untuk mengamanahkan hal-hal kebaikan" kepada siapapun termasuk pada lingkungan hidupnya. Dengan memaknai filantropi seperti tersebut di atas, maka kegiatan filantropi memiliki jangkauan yang melewati batas nilai-nilai primordial, kegiatan kedermawanan dan perbuatan kebajikan yang sifatnya sporadis terdorong oleh perasaan dan emosi semata. Kegiatan filantropi memerlukan kesadaran penuh bagi pelakunya untuk memikirkan konsepkonsep "going concern", suatu konsep yang amat dijunjung tinggi oleh Ilmu Akuntansi sebagai bahasa dunia us aha, yang bermakna bahwa kegiatan filantropi berbasis pad a konsep kelanggengan, dan menjunjung konsep kebaikan yang keberlanjutan. Dengan demikian maka kegiatan filantropi memerlukan kaedah-kaedah manajerial pada umumnya bahkan jauh dari pada itu yaitu terobosan-terobosan manajerial yang terkadang memerlukan pendekatan yang"out of the box". Dari kondisi kenyataan seperti ini maka kegiatan filantropi di masa yang akan datang dapat menjadi kajian alternatif bagi tata kelola pendanaan yang bersifat kreatif sebagai pendamping tata kelola pendanaan yang lazim (mainstream). Filantropi bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Kegiatan filantropi sudah dipraktekkan sejak ratusan tahun yang lalu, sebagai bagian dari tradisi masyarakat maupun bagian dari proses beragama. Filantropi di Indonesia bergerak dengan dasar yang sarna, yaitu untuk melaksanakan tanggung jawab sosial
6
sebagai bagian dari proses bermasyarakat (Bappenas, 2010).Di sektor RS Indonesia filantropi pernah menjadi tulang punggung pendirian dan pengembangan berbagai RS keagamaan pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 (Trisnantoro, 2004). Sebagai pendorong pemikiran ke arah pengembangan ilmu filantropi, diperlukan suatu kajian yang mendalami lebih jauh tentang faktor peran budaya dalam arti kata yang amat luas serta sebagai derivatif/turunan dari faktor peran keyakinan. Hadirin yang saya hormati, Mengapa Seseorang Terdorong Menjadi Filantropis? Perkenankan saya melakukan refleksi diri dan diijinkan untuk berasumsi bahwa pengalaman ini mungkin sangat jauh dari kaedah kesahihan menentukan kesimpulan, namun bagi pemikir yang meyakini Expert System maka refleksi diri ini semoga dapat memberikan jawaban atas banyak pertanyaan. Bagi saya melakukan perbuatan filantropi tidak sematamata kegiatan pend anaan saja, namun juga melibatkan rasa kemanusiaan yang diwujudkan dalam kegiatan manajerial lain seperti perencanaan yang matang, monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan. Semua ini saya lakukan sejalan dengan panggilan hati nurani. Filantropi tidak hanya passion saja, akan tetapi muncul dari suatu visi, yang kemudian berusaha saya pertanggungjawabkan untuk memegang amanah ini menjadi sebuah komitmen, hingga komitmen tersebut dapat terealisasi. Dengan demikian jelas bahwa filantropi bagi saya bukan gaya (be myselfJ, ataupun hobi, namun jauh dari pada itu.
7
Filantropi merupakan penterjemahan dari visi saya yang lalu menjadi komitmen untuk direalisasikan. Dari pengalaman empiris saya tersebut, banyak yang dapat dikaitkan dengan berbagai hal, seperti bahwa "memberi adalah memberi". Konsep sederhana ini bila dikaitkan dengan kebijakan umum, maka dapat berkaitan dengan kebijakan fiskal. Ada yang mempunyai motivasi "memberi" karena suatu obligasi yang insentifnya dapat memperoleh keringanan pajak. Secara pribadi saya tetap melakukan kegiatan filantropi bukan karena dorongan untuk memperoleh keringanan pajak penghasilan perusahaan semata. Hal ini membuat saya menjadi suka cita dalam melakukan filantropi karena saya melakukan dari sumber pendanaan setelah dipotong kewajiban membayar pajak bagi negara. Dengan demikian filantropi tetap akan berjalan tanpa harus menunggu suatu negara manapun melakukan kebijakan umum berupa pemberian insentif bagi pelaku filantropi. Selain itu filantropi merupakan kegiatan yang dengan penuh diharapkan untuk dilakukan secara terus menerus, sehingga menuju pada titik temu antara teori bisnis dan kebudayaan. Bauran antara bisnis dan budaya inilah yang akhirnya harus ditumbuhsuburkan sehingga kegiatan tetap dapat dilakukan tanpa menunggu "suasana hati (mood)". Perasaan yang ada adalah rasa tanggung jawab melakukan kegiatan kebaikan (do good things).
Bila ditengok
dari
cakupan
kegiatan
filantropi,
maka
terdapat bentangan kegiatan yang amat luas. Namun demikian terdapat kecenderungan kegiatan filantropi mengarah pada prioritasi hak-hak utama manusia (HAM) seperti upaya
8
kualitas kehidupan, meningkatkan meningkatkan kesejahteraan, dan pendidikan masyarakat.
kesehatan,
Terkait pada bidang kesehatan masyarakat, data dan £akta kegiatan £ilantropi sedang menunjukkan kecenderungan yang selalu meningkat. Secara lebih spesi£ik, kegiatan bidang kesehatan masyarakat dilakukan dalam upaya "pencegahan", sehingga dengan masifnya kegiatan £ilantropi di bidang ini patut mendapat apresiasi karena telah berhasil dengan baik. Seorang Filantropis dunia Mr. Bill Gates telah berkenan mengunjungi Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014. Beliau adalah salah satu pendiri Microsoft yang tersohor dan pernah meluangkan waktu lima jam di Universitas Gadjah Mada tercinta ini. Beliau adalah Chairman dari The Bill and Melinda Gates Foundation (BMGF) yang telah menyalurkan dana sekitar USD 30 Milyar atau sekitar IDR 400 Trilyun untuk kegiatan £ilantropi bidang kedokteran, kesehatan dan pendidikan masyarakat (Gates, 2012). Filantropi yang dilakukan oleh Gates ini merupakan sebuah nilai (value) keluarganya dengan ungkapan pemberian selama hidup (Gates Sr, Mackin, and Gates 2009) Kegiatan pencegahan yang dilakukan secara masif oleh BMGF tersebut relati£ sangat berhasil. Contohnya keberhasilan bidang pencegahan penyakit polio yang per hari ini tinggal menyisakan tiga negara di dunia yang masih terjangkit. Keberhasilan ini hampir luput dari apresiasi oleh siapapun, namun sekali lagi bahwa kegiatan £ilantropi sudah amat membudayakan diri untuk tidak menjadikan "apresiasi" sebagai motor penggerak utama. Bidang pendidikan sebagai bidang yang berkorelasi secara langsung dengan obyek kegiatan £ilantropi kesehatan, menjadi semakin berkembang dan semakin tumbuh. Banyak
9
fasilitas
yang
telah
dikembangkan
untuk
mendukung
pendidikan seperti peningkatan kemampuan bagi tenaga kesehatan, para dokter, perawat, peneliti dan bagi para pendukung lainya. Kegiatan filantropi dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan di suatu daerah melalui pengembangan berbagai aspek pendidikan dengan tujuan untuk mendidik tenaga kesehatan yang handal dan berkualitas (Henderson dan Hassmiller, 2007). Hal tumbuhnya kegiatan ini di sisi lain telah menjadi penyemangat pada filantropi untuk semakin menggiatkan kegiatannya. Informasi yang kami miliki menunjukkan bahwa beberapa pelaku kegiatan filantropi memiliki kegairahan yang tinggi sehingga banyak di antara mereka yang ingin mendirikan fasilitas pendidikan seperti Per guru an Tinggi. Niat perbuatan mulia ini perlu mendapat perhatian khusus oleh kita semua sebagai insan yang berada di masyarakat perguruan tinggi.Sebuah pertanyaan mendasar yang amat penting dari konsep filantropi yaitu konsep "going concern" yakni konsep keberlanjutan usaha bagi suatu kegiatan (Kieso et al., 2015). Kegiatan filantropi mirip dengan kegiatan melahirkan suatu usaha, sehingga mendirikan suatu usaha seperti fasilitas pendidikan setingkat perguruan tinggi harus dicermati secara sungguh-sungguh keberlanjutannya. Kita dapat saling belajar, bahwa 6rganisasi filantropi setingkat BMGF memaklumkan diri bahwa mereka belum atau tidak berambisi mendirikan suatu lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi. Hal ini karena dalam -rnengurus kegiatan pendidikan tinggi ada satu karakter utama sebagai faktor kunci sukses, yaitu "learning curve and knowledge acquisition" yang sangat tidak mudah diperoleh hanya berdasarkan kemauan dan
10
ketersediaan dananya saja. Kegiatan filantropi yang dilakukan oleh BMGF justru untuk rnernperkuat lernbaga pendidikan yang sudah ada. Hal ini rnenunjukkan jejak strategi jitu yang pantas untuk kita cerrnati bersarna bagi penerapan di Indonesia, yaitu berupa sikap kehati-hatian dalarn pendirian lernbaga-lernbaga pendidikan baru yang justru belurn terjarnin kesiapan surnber daya rnanusianya. Ketika lernbaga pendidikan telah rnenjadi rnitra kerja utarna kegiatan filantropi, rnaka penting rnenentukan kriteria dana apa yang layak dikerjasarnakan sebagai proses pewujudan filantropi. Pertanyaan ini sernakin relevan di berbagai ternpat, rnengingat persoalan asal-usul dana filantropi rnerupakan obyek kajian yang relavan dan sekaligus sangat sensitif. Perlu ditegaskan bahwa terkait dengan pendanaan ini, baik pelaku filantropi, pengelola dana atau penerirna dana harus sarna-sarna rnenyepakati bahwa hanya dana-dana yang legal, baik dan bersih saja yang harus dikelola. Bila sebaliknya, rnaka perbuatan yang baik narnun dilandasi dengan niat yang salah tersebut justru akan sangat bertentangan dengan sernangat filantropi (Endah, 2015).
Hadirin yang saya hormati, Pandangan
Mengenai
Lembaga-Lembaga
Penerima Filantropis
Kegiatan filantropi rnerupakan kegiatan yang rnernerlukan peran dua pihak, yaitu: pihak pernberi dan pihak penerirna. Ketika kegiatan filantropi hanya berfokus pad a peran dua pihak seperti tersebut, rnaka kegiatan filantropi ini terrnasuk kegiatan tahap awal. Pada level ini rnasih terlalu tegas perbedaan
11
antara pihak pemberi dan pihak penerima sehingga kegiatan ini menjauh dari kaedah utama filantropi yaitu melakukan kebaikan bersama bagi pemenuhan kebutuhan pokok manusia dan lingkungannya. Tingkat kegiatan filantropi seperti ini telah mengakibatkan banyak konsekuensi, seperti sikap ketertutupan beberapa pihak yang dapat berperan sebagai penerima. Banyak ditemukan beberapa perguruan tinggi yang menutup diri sebagai . calon pihak penerima. Saat ini perkembangan kegiatan filantropi yang bersifat sederhana seperti di atas, telah menjelma menjadi hubungan yang lebih dewasa dan elegan, yaitu ketika dua belah pihak bersama-sama melibatkan diri secara sejajar dalam pembicaraan mengenai perlunya pengembangan suatu ide-ide kebaikan. Pola interseksi peran sama penting semacam inilah yang harus ditumbuhkembangkan ke depan. Di sinilah peran UGM sebagai pencetus ide-ide yang cemerlang amat sangat pantas dihargai oleh siapapun termasuk oleh para pelaku filantropi. UGM telah melakukan perin tis an peran sebagai mitra filantropi. Fakultas Kedokteran UGM telah melahirkan ide-ide cemerlang untuk menatap keperluan penyiapan pendidikan hingga beberapa dekade ke depan. Fakultas Kedokteran UGM dengan seluruh komponen sivitas akademikanya berhak memperoleh penghargaan tinggi.
Hadirin yang sangat kami hormati, Sangat jelas bahwa Budaya Filantropi adalah bukan budaya minta-meminta, namun merupakan budaya yang visioner, budaya tranformasi ide-ide yang memiliki fokus untuk bersama-sama bekerja dengan ketulusan komitmen masing-
12
masing pemangku dan pelaku. Pad a hari ini UGM untuk kesekian kalinya berhasil memfasilitasi upaya kegiatan filantropi, dengan keyakinan penuh bahwa rintisan ini akan berkembang semakin pesat di kemudian hari. Semoga dalam perkembangan filantropi ke depan, kesan atas peran pemberi dan penerima akan semakin mengecil dan lebur menjadi satu dalam peran pengembangan ide cemerlang secara bersama-sama.
Hadirin yang berbahagia, Strategi Pengembangan
Gerakan Filantropis
di Indonesia
Pada abad ke 19, peran filantropi di Eropa amat menonjol, hal ini sejalan dengan derap perkembangan ekonomi disana. Kemudian pad a abad ke 20, Amerika mengambil alih peran kegiatan filantropi dari Eropa. Di sana berkembang pesat kegiatan filantropi yang bahkan dilakukan oleh mereka dengan kontribusi non materi sekalipun, seperti marak berkembangnya kegiatan volunterism atau sukarelawan. Pad a abad ke 211m, terdapat kecenderungan pertumbuhan filantropi di Asia. Masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Asia, sudah saatnya menyiapkan diri mengelola kegiatan filantropi dengan baik. Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, peran Indonesia sebagai penerima dana dan pengembang ide-ide masih rendah tingkatnya. Potensi kegiatan filantropi di bidang kedokteran, kesehatan, dan pendidikan apabila dapat dimanfaatkan dengan baik akan memberikan dampak yang signifikan terhadap upaya pengembangan pelayanan (Haderlein, 2006), riset, dan
13
pengetahuan (Raymond, 2004). Namun realisasi kegiatan yang mendukungnya masih perlu lebih ditingkatkan. Rendahnya peran kegiatan filantropi di tiga sisi kegiatan ini banyak disebabkan karena berbagai faktor, seperti sulitnya bertemu antara pegiat filantropi dan lembaga yang memerlukan mitra filantropi, keterlibatan aspek politik, ketidakmampuan untuk menggambarkan rencana jangka panjang, dansebagainya (Kiessling, 2008). Hal ini perlu mendapat perhatian yang proporsional sehingga suatu saat kesulitan-kesulitan tersebut dapat diminimalkan dan membuat mereka mudah bermitra. Selain itu, terdapat isu terkait aturan perpajakan yang dalam penerapannya mengacu mutlak pada undang-undang sehingga apapun kegiatan yang dilakukan, tanpa kecuali kegiatan filantropi, maka bagi yang terkait harus mematuhi peraturan perpajakan. Di belahan negara lain, seperti di Amerika Serikat, mulai dilakukan pemilahan aturan secara rind dan ketat, namun bersemangat memberikan insentif bagi para pelaku kegiatan kebaikan filantropi (Randolph, 1994). Kedua belah pihak harus saling memahami peran dan fungsi dalam menggerakkan kegiatan filantropi. Kegiatan yang harus memiliki visi panjang, berkelanjutan, dan dikelola secara profesional. Para pihak yang terlibat harus menyiapkan diri bahwa pengelolaan kegiatan filantropi berbeda dengan semangat berderma yang spontan dan sporadis, namun harus memikirkan jangkauan berkelanjutan. Di mas a depan, filantropi layak berkembang menjadi budaya baru, yaitu budaya mengalihkan sumber daya atau aset dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu budaya yang memiliki kemiripan dengan tata kelola perusahaan ini harus memiliki beberapa kesiapan seperti tata kelola
14
perusahaan berorientasi komersial pada umumnya. Filantropi bukan semata-mata untuk melaksanakan kewajiban yang "taxdeduciable" (kegiatan yang biayanya dapat mengurangi beban pajak, seperti Corporate Social Responsibility). Ke depan, perlu dikembangkan berbagai kegiatan forum filantropi nasional, dimana Universitas Gadjah Mada diharapkan dapat memimpin. Forum tersebut dapat secara aktif membicarakan beberapa hal, seperti: (1) Riset mengenai filantropis, khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan masyarakat; (2) Pengembangan sistem kelembagaan dan manajemen, yayasan filantropi atau bentuk badan hukum lain yang dapat lebih meningkatkan kualitas pengelolaan filantropi seperti dicontohkan oleh rujukan internasional BMGF; dan (3) peraturan perundangan yang mendukung. Intinya diharapkan pula filantropi akan menjadi salahsatu kajian yang berkembang menjadi sebuah ilmu sendiri yang bermanfaat bagi pengembangan sektor kesehatan dan pendidikan. Sebagai penutup pidato ini, terdapat beberapa fokus filantropis saya untuk pendidikan tinggi kesehatan di Indonesia, yaitu: (1) Membantu meningkatkan riset untuk berbagai masalah kesehatan (2) Peningkatan insentif dan benefit untuk para Profesor; (3) Penguatan Perguruan tinggi terutama UGM menjadi perguruan tinggi yang berkegiatan secara internasional; dan (4) Meningkatkan kerjasama dengan perguruan tinggi yang lebih dulu maju seperti yang berada di berbagai belahan dunia.
Hadirin yang saya hormati, Perkenankanlah pada akhir pidato penganugerahan gelar Doktor Kehormatan ini saya menyampaikan penghargaan dan
15
ucapan terima kasih kepada Rektor UGM, atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk memperoleh gelar kehormatan di bidang Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat di Universitas Gadjah Mada, Ketua, Sekretaris serta para Anggota Senat Akademik Universitas Gadjah Mada yang telah menyetujui pengusulan Gelar Doktor Kehormatan ini. Pengusulan penganugerahan ini tentu tidak akan pemah terlaksana tanpa persetujuan dan perkenan dari Dekan dan Senat Fakultas Kedokteran UGM. Oleh karena itu saya ingin menghaturkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya. Perkenankan pula saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada Tim Promotor yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.KK(K) , Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.5c., Ph.D., Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.5c., Ph.D. dan Drs. M. Mukhtasyar Samsuddin, M.Hum, Ph.D (Arts) yang telah membimbing dan berdiskusi dengan kami sejak dari paparan kuliah umum, hingga penyusunan naskah orasi ini. Kepada para pejabat, mantan pejabat, sahabat, dan kerabat yang berkenan hadir pada acara ini, saya secara tulus mengucapkan terimakasih. Kepada keluarga saya, terutama istri saya Rosy Riady dan anakanak serta cucu-cucu, saya mengucapkan terimakasih atas pengertian dan dukungan selama ini.
16
Hanya Tuhan Yang Maha Esa semata yang dapat memberikan balasan atas kebaikan handai taulan semua. Semoga Tuhan meridhoi dan memberkati upaya baik kita ini. Amin.
Terimakasih dan selamat siang.
17
Daftar Pustaka
Bappenas. Filantropi Indonesia: Perkembangan Potensi dan Tantangannya.Ditpolkom Bappenas Republik Indonesia. Endah, A 2015.Living Sacrifice: Biografi Dato' Sri Prof Dr. Tahir. Gramedia Pustaka Utama. Gates, B. 2012. The Impatient Optimist: Bill Gates in His Own Words. Hardi Grant Books. New York. Gates Sr, B. Mackin, MA Gates, B. 2009. Showing Up for Life: Thoughts on the Gifts of a Lifetime. Crown Business. Haderlein, J. 2006. Unleashing The Untapped Potential o£ Hospital Philanthropy. Health Affairs Vol. 25 No.2: 541545. Henderson, T.M. and Hassmiller, S.B. 2007. Hospitals and Philanthropy as Partners in Funding Nursing Education.Nurs Econ 25(2):95-100,109. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Kieso, D.E., Weygandt, n., Warfield, T.D. 2015. Intermediate Accounting: IFRS Edition. 2ndEdition. Wiley. Kiessling, AA 2008. Philanthropy is Key to Rapid Li£e Science Innovation. The Journal of Biolaw & Business: Vol. 11 No.3. Laura Arrillaga-Andreessen Foundation. 2014. The De£inition o£ Philanthropy.http://laa£.org/wpcontent/uploads/2014/12/De£initions-o£-Philanthropy.pd£ Raymond, S.u. 2004. Philanthropy and Healthcare in Raymond, S.U. 2004. The Future of Philanthropy: Economics, Ethics, and Management. Page 155-183.Wiley.
18
Randolph, w.e. 1994. Dynamic Income, Progressive Taxes, and The Timing of Charitable Contributions. OTA Paper 69. Office of Tax Analysis USA. Trisnantoro L. 2004. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit. Gadjah Mada University Press. UNAIDS. 2015. Global AIDS Response Progress Reporting 2015. WHO Cataloguing-in-Publication Data. WHO(a). 2015. Global Malaria Report 2015. WHO Cataloguing-inPublication Data. WHO(b). 2015. Global Tuberculosis Report 2015. WHO Cataloguing-in-Publication Data. WHO(c). 2011. Family Planning: A Global Handbook for Providers. WHO Cataloguing-in-Publication Data. WHO(d). 2014. Global Status Report on Non-Communicable Diseases Report 2014. WHO Cataloguing-in-Publication Data.
19
Curriculum Vitae Nama Tempat/Tgl.Lahir Jenis Kelamin Kebangsaan Keluarga: Istri Anak
: Dato' Sri Prof. Dr. Tahir, MBA. : Surabaya, 26 Maret 1952 : Laki-laki : Indonesia : Rosy Riady 1. Jane Tahir 2. Grace Tahir 3. Victoria Tahir 4. Jonathan Tahir
Pendidikan Formal: 2008
Doctor Honoris Causa di Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya dengan disertasi "Model Pembiayaan UMKM Melalui Perbankan"
1987
Master in Business Administration Golden Gate University, San Fransisco, Amerika Serikat dengan predikat Summa Cum Laude Bachelor in Business, Nanyang University, Singapura SMA Petra Surabaya
1976 1971
20
Jabatan: • Chairman Mayapada Group • Penasihat Ahli Panglima TNI bidang Kesejahteraan
Prajurit
Aktivitas: 2015-sekarang 2014-2017 2011-2017
2014-2019 2012-2016 2013-2018 2012- 2016 2012-sekarang
2011- 2015 2011-sekarang
Ketua Dewan Pengawas Taman Margasatwa Ragunan Jakarta Board of Trustee di Lingnan College, Sun Yat Sen University, Guang Zhou Visiting Professor di Lingnan College, Sun Yat Sen University periode Oktober 2011September 2017 Wakil Ketua Umum bidang Investasi Kadin Indonesia Honorary President Singapore Table Tennis Association Pengawas Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila, Jakarta Wakil Ketua (Bidang Umum) Persatuan Judo Seluruh Indonesia Anggota Kehormatan Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dari POLRI (PEP ABRI) Anggota Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)
21
2011- sekarang 2010-2014 2010-2014 2009-sekarang 2007-2014 2002-sekarang 2002-2013 1999-2003
Ketua Umum Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT) Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia Presiden South East Asia Table Tennis Association Ketua Umum Perkumpulan Masyarakat Pengusaha Indonesia Tionghoa Board of Trustee, UC Berkeley Ambassador, University of Southern California Ketua Umum Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia Wakil Ketua Umum Persatuan Gulat Seluruh Indonesia
Penghargaan: 13 Agustus 2015
Tanda Kehormatan Bintang [asa Utama dari Presiden Ir. [oko Widodo
17 Agustus 2014
Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Menko Kesra H.R. Agung Laksono atas nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas darma bakti yang besar terhadap Negara dan Bangsa Indonesia Lifetime Achievement for Business Leadership & Financial Service 2013 dari World Chinese Economic Forum
3 Oktober 2013
22
13 Oktober 2012
Juli 2012
2011
Desember 2011 November 2011 Mei 2010 2010
2010 2009
Outstanding Nanyang Alumni Award dari Nanyang Technological University, Singapura Penghargaan "Chancellor Citation" dari Chancellor University of California, Berkeley Penghargaan atas kontribusi dalam bidang pendidikan dari Mr. Lee Kuan Yew, Perdana Menteri Singapura Entrepreneur of The Year 2011 dari Majalah All Asian Leader Entrepreneur of The Year 2011 dari Ernst & Young Gelar Dato' Sri dari Kesultanan Pahang, Malaysia Honorary Black Belt DAN VI dari Federasi Shotokan Karate-Do International DAN V (Black Belt) dari Persatuan Judo Seluruh Indonesia Penghargaan sebagai Pembina Olahraga Terbaik dari Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia