PENGARUH PELATIHAN, IKLIM KERJA, DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PERUM PERUMNAS REGIONAL VII MAKASSAR ASRI NUR MUIN STIE-YPUP Makassar
ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprstasi terhadap kinerja karyawan serta untuk mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan pada Perum Perumnas Regional VII Makassar. Metode penelitian yaitu survei. Populasi penelitian adalah karyawan pada Perum Perumnas Regional VII Makassar, yakni sebanyak 127 orang, kemudian diambil sampel 95 orang dengan teknik simplerandom sampling, teknik pengumpulan data melalui angket, wawancara, dan dokumentasi sebagai penunjang. Teknik analisis data adalah regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial dan simultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor latihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi berpengaruh positif dan signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap kinerja karyawan Perum Perumnas Regional VII Makassar. Di antara ketiga faktor (pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi) yang dimasukkan sebagai variabel independen, pelatihan merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Perum Perumnas Regional VII Makassar. Kemampuan prediksi (R2) dari model yang digunakan adalah sebesar 0,909 (90,9%). Kata Kunci: Kinerja karyawan, pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam konteks perusahaan, ada dua kunci peningkatan kinerja karyawan, yaitu kapabilitas dan loyalitas. Kapabilitas atau kecakapan didukung oleh ilmu dan keterampilan, sedangkan loyalitas atau ketaatan didukung oleh motivasi dan integritas mereka pada institusi. Motivasi dipengaruhi oleh berbagai variabel, salah satunya adalah iklim kerja, seperti pelibatan staf/karyawan dalam penyusunan perencanaan dan proses pengambilan keputusan, terbukanya kesempatan yang sama bagi karyawan untuk mengikuti pelatihan dalam upaya peningkatan kualitas dan skill mereka, serta faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi motivasi mereka untuk meningkatkan kontribusinya pada institusi (Nicholls, 1993). Kinerja karyawan berhubungan dengan beberapa faktor, seperti pendidikan, pelatihan, pengalaman, iklim kerja, kompensasi, usaha, motivasi, berprestasi, kemampuan manajerial, dan lain-lain. Namun dalam penelitian ini, faktor latar pelatihan, iklim kerja dan motivasi berprestasi serta pengaruhnya terhadap kinerja karyawan menjadi fokus yang akan dikaji lebih jauh dengan mengambil kasus pada Perum Perumnas Regional VII Makassar.
2 Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek. Karena itu, karyawan yang telah memperoleh pelatihan yang cukup diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitas kerjanya. Hal ini selanjutnya akan berdampak pada pula pada peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan. Iklim kerja ditinjau dari sudut organisasi merupakan serangkaian keadaan lingkungan yang dirasakan secara langsung atau tidak oleh para karyawan. Lingkungan ini berkenaan dengan kondisi tempat/ruangan (jika di dalam ruangan) dan kelengkapan material/peralatan yang diperlukan untuk bekerja. Kondisi yang dimaksudkan antara lain berupa kebersihan, penerangan, ventilasi, warna dinding dan langit-langit, tata ruangan (terutama pengaturan meja, kursi kerja, dan lemari), tumpukan berkas, peralatan kerja yang cukup dan terpelihara, dan sebagainya. Kondisi kerja yang kondusif akan menimbulkan suasana kerja yang menyenangkan, sehingga karyawan dapat lebih produktif dalam bekerja yang berdampak pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Motivasi berprestasi (need for achievement) diyakini oleh McClelland Gibson, dkk 1989) sebagai salah satu dari kebutuhan dasar manusia/ karyawan. Achievement adalah keinginan untuk mencapai tujuan lebih baik daripada sebelumnya (pencapaian prestasi). Karyawan yang dalam hatinya ada perasaan menggebu-gebu untuk meraih prestasi terbaik, akan sangat bergairah dan termotivasi dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya. Sebaliknya, karyawan yang tidak ada niat yang kuat untuk meraih prestasi, akan ketinggalan jauh dibandingkan dengan karyawan yang termotivasi. Pihak manajemen dalam suatu organisasi sangat berkepentingan untuk terus berusaha menumbuhkan motivasi berprestasi dalam diri karyawan. Karena hal ini akan berdampak pada kinerja organisasi secara keseluruhan Perumusan Masalah Permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah ”Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi terhadap kinerja karyawan pada Perum Perumnas Regional VII Makassar.” Metodologi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staf/karyawan biasa Perum Perumnas Regional VII Makassar yang berjumlah 127 orang yang berstatus sebagai karyawan organik / tetap. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan random sampling dengan teknik exhaustive sampling yaitu penentuan sampel di mana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, sampai jumlah sampel dirasa cukup memenuhi/mewakili setiap unit bagian dalam kantor sebagai populasi, dalam ha ini diambil sampel sebanyak 95 orang responden. Menyesuaikan dengan tujuan penelitian, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis regresi linier berganda. Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan metode analisis uji regresi berganda,
3 persentase semua pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap nilai variabel terikat serta pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap nilai variabel terikat. Untuk menentukan ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan uji statistik koefisien regresi. Formula dari model regresi linear yang dipakai adalah : Y = b0 + b1X1+ b2X2 + b3 X3 + e Y = Kinerja karyawan X1 = Pelatihan X2 = Iklim kerja X3 = Motivasi berprestasi bo = Konstanta b1 – b3 = Koefisien regresi e = Standard error KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Kinerja Karyawan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Diknas, 1990:503), kinerja berarti (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperhatikan, dan (3) kemampuan kerja. Salim dalam The Contemporary English-Indonesia Dictionary mengatakan, istilah kinerja (performance) digunakan bila seorang menjalankan suatu tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada (Salim, 1996:631). Dalam kajian manajemen kinerja berarti hasil dari sukses kerja seseorang atau sekelompok untuk mencapai sasaran-sasaran yang relevan (Kast dan Rozenweing, 1995:25). Kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas, serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Gibson et.al., 1997:171). Kinerja karyawan adalah prestasi (hasil) kerja karyawan atau pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan (standar, target, atau kriteria) yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama (Soeprihanto, 2007:7) Timpe (1992:33) menyebutkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Kinerja individu akan baik jika dari faktor internal: memiliki kemampuan tinggi dan kerja keras, dan dari faktor eksternal: adanya pekerjaan mudah, nasib baik, bantuan dari rekan kerja, dan pimpinan yang baik. Jika tidak demikian halnya, maka kinerja individu adalah buruk. Pernyataan yang senada dikemukakan Griffin (1984:394-395), bahwa kinerja kerja ditentukan oleh tiga hal, yaitu kemampuan, keinginan, dan lingkungan. Untuk itu agar individu mempunyai kinerja yang baik, maka harus mengetahui bagaimana cara melakukannya dengan benar, mempunyai keinginan yang tinggi, dan lingkungan kerja yang mendukung.
4 Kinerja yang baik dipengaruhi oleh kemampuan (knowledge dan skill) dan motivasi (attitude dan situation) seseorang. Performance = Ability + Motivation Gordon (1993:141) menyatakan bahwa : “performance was a function of employee’s ability, acceptance of the goals, level of the goals and the interaction of the goal with their ability”. Dari definisi ini, mengungkapkan bahwa kinerja terdiri dari empat unsur, yaitu: kemampuan, penerimaan tujuan-tujuan, tingkatan tujuan-tujuan yang dicapai, dan interaksi antar tujuan dengan kemampuan para anggota organisasi. Masing-masing unsur tersebut turut berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan (Robbins, 1996:83). Kemampuan individu adalah suatu faktor yang merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan ini banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan. Bila kemampuan ini disertai dengan bakat seseorang akan dapat merupakan faktor yang menentukan prestasi seseorang. Pelatihan dapat mengembangkan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan. Kemampuan dapat dibedakan atas kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan mental, sedangkan kemampuan fisik (jasmani) untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, kekuatan, dan kecekatan. Pelatihan Pengertian dan konsep pelatihan dikemukakan oleh para ahli dalam berbagai macam pandangan yang pada dasarnya sama. Sikula (1981:227) mengemukakan bahwa “training is short-term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which nonorganizational learn technical knowledge and skills for a definite purpose”. Pelatihan adalah proses sistematis yang sengaja dilakukan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tertentu, dan mempengaruhi perilaku para anggota organisasi sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih tinggi bagi efektivitas organisasi (Gomes, 2000:93). Menurut Hamlik (2000:10), pelatihan adalah suatu proses yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi. Moekijat (1981:3) menyatakan bahwa pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang sengaja dilakukan untuk memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan kerja, sikap, dan perilaku karyawan sesuai dengan kebutuhan (kegiatan) organisasi guna meningkatkan kinerja atau produktivitas.
5 Pelatihan dimaksudkan pula untuk menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan baru sesuai dengan tuntutan perubahan. Di samping itu, juga untuk meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan secara profesional. Pelatihan dilakukan secara dinamis, dalam arti dengan melihat jauh ke depan bukan hanya untuk saat ini, yaitu hasil meningkat, kekeliruan dalam pekerjaan berkurang, tanggung jawab menjadi lebih baik, serta disiplin meningkat. Program pelatihan diarahkan untuk mempertahankan, memelihara, dan atau memperbaiki prestasi kerja saat ini (Stoner et.al., 1996:82). Dikatakan pula bahwa pegawai baru dengan motivasi tinggi akan dapat dengan mudah menyerap keterampilan dan tingkah laku yang diharapkan. Menurut Mangkunegara (2000:62) pelatihan bertujuan (1) meningkatkan keterampilan kerja agar peserta mampu mencapai kinerja secara maksimal, (2) meningkatkan pemahaman peserta terhadap etika kerja yang harus diterapkan sebagai karyawan. Iklim Kerja Gibson, dkk. (1997:367) menyatakan bahwa iklim kerja ditinjau dari sudut organisasi merupakan serangkaian keadaan lingkungan yang dirasakan secara langsung atau tidak oleh para karyawan. Dengan kata lain, iklim kerja diasumsikan sebagai kekuatan dalam mempengaruhi perilaku. Dalam hubungannya dengan produktivitas kerja, Iklim kerja terdiri dari dua dimensi (Nawawi dan Martini, 2000:105). Pertama, berupa dimensi lingkungan fisik yang bersifat nyata. Lingkungan ini berkenaan dengan kondisi tempat/ruangan (jika di dalam ruangan) dan kelengkapan material/peralatan yang diperlukan untuk bekerja. Kondisi yang dimaksudkan antara lain berupa kebersihan, penerangan, ventilasi, warna dinding dan langit-langit, tata ruangan (terutama pengaturan meja, kursi kerja, dan lemari), tumpukan berkas, peralatan kerja yang cukup dan terpelihara, dan sebagainya. Kondisi ruangan dan peralatan itu akan menimbulkan motivasi kerja yang positif dan moral kerja yang tinggi, sehingga tidak mudah menimbulkan kelelahan. Tidak mengganggu konsentrasi terhadap pekerjaan, tidak mengganggu dan merusak kesehatan mata, pendengaran, paru-paru, dan lain-lain. Sebaliknya motivasi kerja menjadi lemah dan moral kerja menurun, apabila ruangan kerja dan peralatan yang dipergunakan mudah menimbulkan kelelahan, lalu lintas dan suara di sekitarnya mengganggu pemusatan perhatian, berdebu sehingga merusak kesehatan, gelap dan pengap, udara terlalu panas karena ventilasi tidak ada atau kurang, kursi kerja terbuat dari kayu atau besi yang keras dan seterusnya. Untuk meningkatkan moral kerja yang berpengaruh langsung pada produktivitas, kondisi fisik lingkungan kerja perlu mendapat perhatian pimpinan. Warna dinding ruangan yang cerah dan lembut, penerangan cukup, pertukaran udara lancar dan lain-lain tampaknya seperti masalah kecil, akan tetapi dalam kenyataannya tidak dapat diabaikan. Di samping kondisi fisik lingkungan kerja, tidak kalah pentingnya kondisi non-fisik, terutama berupa suasana sosial atau pergaulan antar personil di lingkungan unit kerja masingmasing atau dalam keseluruhan organisasi kerja. Kondisi non fisik ini yang dimaksud adalah upaya pimpinan untuk menciptakan hubungan sosial yang bersifat manusiawi. Di dalam hubungan sosial seperti itu, setiap personil merasa diperlakukan sebagai subjek, bebas dari
6 tekanan, dihormati, dihargai, memperoleh kesempatan menyalurkan kreativitas, pendapat, inisiatif, dan saran, baik oleh pimpinan maupun oleh sesama teman sekerja. Dalam keadaan seperti itu moral kerja akan bertambah tinggi dan produktivitas kerja akan meningkat. Sebaliknya, jika kondisi non-fisik dalam bekerja berisi ketegangan, saling tidak mempercayai, diliputi rasa tertekan dan takut, maka moral kerja jadi rendah dan produktivitas kerja menurun. Setiap pimpinan harus berusaha agar kondisi kerja seperti itu tidak terdapat di lingkungan kerja atau di dalam organisasi kerja secara keseluruhan. Motivasi Berprestasi Berelson dan Steiner (dalam Siswanto, 1987) mendefinisikan motivasi sebagai “all those inner striving conditions variously described as wishes, desires, needs, drives, and the like”. Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan, dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Johnson (dalam Mangkunegara, 2000:102) mengemukakan “Achievement motives is impetus to do well relative to some standard of excellent” . Heckhausen seperti yang dikutip Widyastono (1999:45) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri seseorang sehingga ia selalu berusaha, berjuang untuk meningkatkan kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan standar keunggulan. Standar keunggulan ini mencakup tiga komponen, yaitu: (1) standar keunggulan dalam tugas; berhubungan dengan pencapaian tugas dengan sebaik-baiknya, (2) standar keunggulan diri; berhubungan dengan pencapaian prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi yang dicapai sebelumnya, (3) standar keunggulan orang lain; yang lebih ditujukan kepada keinginan seseorang untuk menjadi yang terdepan dalam berkompetisi. Sementara itu, pendapat McClelland di atas menjelaskan bahwa orang yang mempunyai motivasi tinggi berusaha keras untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam suatu kegiatan, karena kemampuan dan usaha yang tinggi dari orang tersebut. Seseorang akan merasa bangga dan bahagia atas keberhasilan yang telah diraihnya dalam bekerja. Perasaan senang dan bahagia ini akan menambah usaha atau dorongan untuk berprestasi lebih baik lagi. Orang yang mempunyai tipe demikian cenderung untuk bekerja lebih giat. Seandainya ia mengalami kegagalan, maka ia akan terus berusaha lebih giat untuk memperoleh keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan orang yang memiliki motivasi berprestasi rendah jika mengalami kegagalan akan berakibat kemampuannya cenderung menurun, sehingga suatu kegagalan adalah kegagalan untuk berikutnya. Orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi selalu optimis, bahwa kerja keras itu akan membawa keberhasilan, lebih suka pekerjaan yang sulit dan menantang, sedangkan sebaliknya orang yang mempunyai motivasi berprestasi rendah lebih suka pekerjaan yang tidak begitu sulit dan tidak menantang. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Hasil Untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan, digunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk membuktikan hipotesis
7 yang diajukan dengan menggunakan model analisis regresi linier berganda, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk menelaah pembuktian analisis kuantitatif. Pembuktian ini dimaksudkan untuk menguji variasi dari model regresi yang digunakan dalam menerangkan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dengan cara menguji kemaknaan dari koefisien regresinya. Hasil perhitungan dengan menggunakan model regresi penuh (Full Model Regression) diperoleh dengan nilai koefisien regresi pelatihan, iklim kerja dan motivasi berprestasi (variabel independen) yang mempengaruhi kinerja karyawan (variabel dependen) pada Perum Perumnas Regional VII Makassar, diringkas pada Tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Linier Berganda dengan Program SPSS 15.0 for Windows Variabel Pelatihan Iklim kerja Motivasi Berprestasi FHITUNG/Sig. FTABEL Mean Std. Err. of Est. Std. Deviation Konstanta R Square Adj.R Square N Sumber: Diolah
Koefisien Regresi 0,411 0,220 0,353
T-Hitung 11.289
T-
Sig.
Pengaruh
TABEL
1,960
0,000 Signifikan 5.161 1,960 0,000 Signifikan 1,960 7.244 0,000 Signifikan
303.943 2,43
Korelasi 0,858 0,792 0,841
Interpretasi Korelasi Sangat Kuat Kuat Sangat Kuat
0,000 Signifikan
4.5829 0.08316 0.27164 0.039 0.909 0.906 95
Hasil olah data dari descriptive statistics diperoleh rata-rata (mean) skor kinerja karyawan dengan jumlah data 95 sampel adalah sebesar 4,5829 satuan dengan standar deviasi 0,27164 satuan. Dengan melihat angka standard error of the estimate sebesar 0,08316, di mana angka tersebut jauh lebih kecil dari standar deviasi 0,27164. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan dalam bertindak sebagai prediktor kinerja karyawan pada Perum Perumnas Regional VII Makassar jauh lebih baik (meyakinkan) dari pada rata-rata (mean) dari produktivitas kerja itu sendiri. Dari output korelasi (correlation) terlihat hubungan yang signifikan terjadi pada semua unsur, yakni variabel pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi yang dimasukkan sebagai variabel independen (predictors) terhadap kinerja karyawan pada Perum Perumnas Makassar.
8 Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, terlihat korelasi yang sangat kuat terdapat pada variabel pelatihan dengan koefisien korelasi sebesar 0,858 dan variabel motivasi berprestasi dengan koefisien korelasi 0,841. Pada variabel pendidikan terdapat hubungan korelasi kuat dengan angka koefisien korelasi sebesar 0,792. Besarnya pengaruh variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (R2) atau R square sebesar 0,909 (90,9 persen). Dalam hal ini nilai Adjusted R square (R2) yang digunakan, karena variabel independen dalam penelitian lebih dari dua. Berdasarkan nilai koefisien determinasi Adjusted R square (R2) = 0,906, berarti 90,6 persen variasi produktivitas kerja karyawan pada Perum Perumnas Makassar dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen tersebut (pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi), sedangkan sisanya sebesar 9,4 persen (100 persen – 90,6 persen) merupakan pengaruh dari faktor lain di luar faktor yang diteliti. Dengan demikian dikatakan bahwa seluruh variabel bebas yakni pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap kinerja karyawan pada Perum Perumnas Makassar, sedangkan sisanya 9,4 persen merupakan pengaruh dari faktor lain di luar faktor yang diteliti. Berdasarkan hasil olah data komputer tersebut, diperoleh hasil persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 0,039 + 0,411 X1 + 0,220 X2 + 0,353 X3 1.
2.
3.
4.
Persamaan regresi linier di atas, dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Nilai konstanta sebesar 0,039 menunjukkan bahwa tanpa adanya faktor pelatihan (X1), iklim kerja (X2), dan motivasi berprestasi (X3), maka kinerja karyawan hanya akan lebih rendah sebesar nilai konstanta tersebut. Nilai koefisien X1 yang positif menunjukkan bahwa jika tingkat pelatihan karyawan meningkat, maka kinerja karyawan Perum Perumnas Makassar akan meningkat pula searah dengan peningkatan tingkat pelatihan seperti menambah jenis dan jumlah jam pelatihan akan mampu meningkatkan kinerja karyawan tersebut (terdapat pengaruh sebesar 0,411 satuan). Dengan kata lain, semakin besar tingkat pelatihan karyawan, maka semakin meningkat pula pertambahan kinerja karyawan tersebut (arah pengaruh positif), dengan anggapan bahwa faktor lain selain faktor pelatihan dalam keadaan konstan. Nilai koefisien X2 (iklim kerja) yang positif menunjukkan adanya pengaruh (sebesar 0,220 satuan) yang searah dengan kinerja karyawan Perum Perumnas Makassar. Jika iklim kerja semakin dibuat kondusif, nyaman dan menyenangkan, maka kinerja karyawan Perum Perumnas akan meningkat pula, dengan anggapan bahwa faktor lainnya selain faktor iklim kerja dalam keadaan konstan. Nilai koefisien X3 yang positif menunjukkan adanya pengaruh (sebesar 0,353 satuan) yang searah antara motivasi berprestasi dengan kinerja karyawan. Hal ini bermakna jika motivasi berprestasi karyawan semakin meningkat akan mampu meningkatkan kinerja karyawan tersebut, dengan anggapan bahwa faktor lainnya dalam keadaan konstan. Nilai koefisien regresi X1 (pelatihan) yang lebih besar dari nilai koefisien X2 (iklim kerja), dan koefisien X3 (motivasi berprestasi) dapat diinterpretasikan bahwa bagi karyawan Perum
9 Perumnas Makassar faktor pelatihan lebih besar pengaruhnya dalam meningkatkan kinerja karyawan jika dibandingkan dengan faktor iklim kerja dan motivasi berprestasi. Sementara angka koefisien X2 (iklim kerja) yang lebih kecil dari angka koefisien X3 (motivasi berprestasi) dapat memberikan indikasi bahwa bagi Perum Perumnas Makassar, faktor motivasi berprestasi mempunyai daya pembangkit peningkatan kinerja yang juga lebih besar jika dibandingkan dengan faktor iklim kerja. Dari persamaan regresi linier di atas, menggambarkan bahwa koefisien regresi pada variabel bebas yang menunjukkan angka positif, yang berarti bahwa seluruh variabel bebas (independent variable) yakni pelatihan (X1), iklim kerja (X2), dan motivasi berprestasi (X3) berpengaruh secara positif atau searah terhadap variabel terikat yaitu kinerja karyawan Perum Perumnas Regional VII Makassar (Y). Signifikan tidaknya pengaruh tersebut dapat dilihat dari hasil Uji – F (FHITUNG) serta tingkat probabilitas dengan tingkat kepercayaan 95 persen atau α = 0,05. Jika FHITUNG > FTABEL dan probabilitas < α 0,05 maka ada pengaruh, sehingga hipotesis nol (HO) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, selanjutnya, jika FHITUNG < FTABEL dan probabilitas > α 0,05 maka tidak ada pengaruh maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Uji signifikansi koefisien korelasi ganda tersebut secara khusus diperjelas dalam Tabel 2 berikut: Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji – F) dan Koefisien Korelasi Ganda Sampel Koefisien Koefisien F tabel Adjusted Observasi Korelasi Determinasi F hitung (5%) Sig. R Square 2 (N) (R) (R ) 95
0,954
0,909
0,906
303,943
2,43
0,000
Sumber: Diolah. Berdasarkan hasil uji signifikansi koefisien korelasi ganda seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 6 di atas, dapat dikatakan bahwa Ho ditolak, karena FHITUNG = 303,943 > FTABEL = 2,43 pada taraf kepercayaan 95 persen atau α = 0,05, atau dengan melihat nilai Signifikansi (Sig.) = 0,000 (perhitungan komputer memperlihatkan angka 1013E-085). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antara pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi secara bersama-sama (simultan) terhadap kinerja karyawan pada Perum Perumnas Regional VII Makassar. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap variabel tidak bebas dilakukan uji – t (t – student), dengan tingkat kepercayaan 95 persen atau α = 0,05. Jika t HITUNG > t TABEL dan probabilitas < α 0,05 maka ada pengaruh sehingga hipotesis nol (HO) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Selanjutnya jika t HITUNG < t TABEL probabilitas > α 0,05 maka tidak ada pengaruh, Sehingga hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis (Ha) ditolak.
10 Ringkasan hasil analisis signifikansi parsial atau uji – t di atas, diperlihatkan dalam Tabel 3 berikut: Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji – t) Variabel Pelatihan Iklim kerja Motivasi berprestasi Sumber: Diolah
Beta 0,411 0,220 0,353
t hitung 11,289 5,161 7.244
t tabel 1,96 1,96 1,96
Berdasarkan analisis dengan uji – t di atas, diperoleh nilai t HITUNG untuk variabel pelatihan sebesar 11,289 lebih besar dari nilai t TABEL pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk 94 sebesar 1,96. Oleh karena t HITUNG > t TABEL, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa tingkat pelatihan karyawan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan Perum Perumnas Makassar, dengan koefisien regresi sebesar 0,411. Hal ini berarti jika tingkat pelatihan karyawan meningkat memberikan pengaruh peningkatan kinerja sebesar 0,411 satuan. Nilai t HITUNG untuk variabel iklim kerja sebesar 5,161 lebih besar dari nilai t TABEL pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk 94 sebesar 1,96. Oleh karena t HITUNG > t TABEL, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa iklim kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan Perum Perumnas Makassar, dengan koefisien regresi sebesar 0,220. Hal ini berarti jika iklim kerja karyawan semakin kondusif, nyaman dan menyenangkan memberikan pengaruh peningkatan kinerja sebesar 0,220 satuan. Nilai t HITUNG untuk variabel motivasi berprestasi sebesar 7,244 lebih besar dari nilai t TABEL = 1,96 pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk 94. Oleh karena t HITUNG > t TABEL, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan Perum Perumnas Makassar, dengan koefisien regresi sebesar 0,353. Hal ini berarti jika motivasi berprestasi karyawan semakin meningkat atau kuat, maka akan mampu meningkatkan kinerja karyawan sebesar 0,353 satuan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Faktor pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi berpengaruh positif dan signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap kinerja karyawan. Hasil ini menunjukkan hipotesis yang diajukan dapat diterima.
2.
Di antara ketiga faktor (pelatihan, iklim kerja, dan motivasi berprestasi) yang dimasukkan sebagai variabel independen, ditemukan pelatihan merupakan faktor yang paling berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan pada Perum Perumnas Regional VII Makassar. DAFTAR PUSTAKA
11 Gibson, James L., et.al. 1997. Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur, Proses, Terjemahan: Djoerban Wahid, Erlangga, Jakarta. Gomes, F. Cardoso. 2000. Manajemen Sumber daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset. Gordon, Judith, R. 1993. A. Diagnostic Approach Organizational Behavior. Boston: Allyn and Bacon. Hamalik, Oemar. 2000. Pengembangan SDM Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan, Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Kast, Fremont E, & Rosenzweing. 1995. Organisasi dan Manajemen. Terjemahan: A. Hasymi Ali. Jakarta: Bina aksara. Mangkunegara, A.A. Anwar, Prabu.2000. Manajemen SDM Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Moekijat. 1981. Evaluasi latihan Bagi Pegawai Negeri. Bandung: Sinar Baru Nawawi, Hadari H. dan H.M. Martini, 1990. Administrasi Personel untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Jakarta: CV Haji Masagung. Nicholls, Margaret. 1993. Managing Staff Development, dalam Howard Green, The School Management Handbook. London: Kogan Page. Robbins P. Stephen. 1996. Organization Behaviour, Concepts, Controversies, Application. Seventh Edition. New York: Prentice Hall, Inc. Salim, Peter. 1996. The Contemporary English-Indonesia Dictionary. Jakarta: Modern English Press. Sikula, Andrew E. 1992. Personnel Administration And Human Resources Management, A Wiley Trans-Edition. Santa Barbara, John Wiley And Sons, Inc. Siswanto, Bedjo. 1997. Manajemen Tenaga Kerja. Bandung: Sinar Baru Soeprihanto, John. 2000. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. Yogyakarta: BPFE Stoner, JAF. Freeman, RE, Gilbert, D.R. 1996. Manajemen. Jilid II Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Prenhallindo Sugiyono, 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Timpe, Dale A. 1992. Performance. Alih Bahasa: Sofyan Cikmat. Jakarta: Elexmedia Komputindo. Widyastono, Herry. 1999. Kinerja Guru: Studi Korelasional Antara Bakat Stokastik, Krativitas, dan Motivasi Berprstasi dengan Kinerja Guru. Dinas Pendidikan dan kebudayaan.