BAB III PERUMUSAN MASALAH
3.1. Alasan Pemilihan Masalah Perubahan lingkungan bisnis telah menantang perusahaan-perusahaan untuk dapat bersaing dengan ketat. Perusahaan yang dapat menerapkan strategi bisnisnya dengan tepat dan dapat memanfaatkan peluang pasar akan dapat bertahan dan berkembang. Untuk mendukung pelaksanaan strategi bisnis, perusahaan memerlukan dukungan dari seluruh sumber daya yang dimiliki. Sumber daya yang paling penting yaitu sumber daya manusia yang terwujud dalam budaya perusahaan. Budaya perusahaan dapat memberikan perbedaan yang sangat besar sebagai dasar dari sebuah pencapaian dan merupakan nilai lebih perusahaan (Joel Shapiro, 2001). Berdasarkan tantangan bisnis dan juga adanya fenomena budaya yang berkembang sebagai penghambat tindakan, maka perusahaan perlu untuk meninjau kembali budaya yang ada
di
dalam perusahaan.
Budaya
perusahaan
dengan
sifat-sifat
kewirausahaan/
entrepreneurial yang kental telah berkurang seiring dengan berkembangnya perusahaan. Padahal budaya berbasis kewirausahaan sangat diperlukan untuk menangkap peluang-peluang yang ada dan menghadapi tantangan yang ada. Dalam penelitian ini BCA, dipilih sebagai target penelitian. BCA merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia yang dikenal dengan produk-produk perbankan yang kreatif dan inovatif. Informasi mengenai orientasi sifat kewirausahaan dalam BCA, akan dapat membantu perusahaan untuk dapat melihat sifat-sifat kewirausahaan apa yang perlu ditingkatkan agar kinerja perusahaan secara keseluruhan dapat menjadi lebih baik.
3.2. Posisi Permasalahan Fenomena budaya dapat dianggap sebagai jaringan kompleks dari mekanisme hasil pembelajaran masa lampau untuk menahan dan menjadi petunjuk dalam melakukan tindakan (Peter Senge, 1992). Fenomena ini perlu dicermati dengan baik, karena perlu diperhatikan bahwa budaya yang baik bukanlah budaya yang hanya menahan untuk melakukan aksi tetapi yang dihayati esensinya. Dengan penghayatan esensi budaya dapat berkembang mengikuti perkembangan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
15
BCA sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, menyadari bahwa budaya perusahaan merupakan nilai yang penting bagi kesuksesan perusahaan. Untuk menghadapi tantangan bisnis dan menangkap peluang yang ada, BCA telah menetapkan visi dan misi perusahaan yang disertai dengan panduan berupa tata nilai untuk membentuk budaya perusahaan. Implementasi dari hal ini merupakan kewajiban seluruh karyawan BCA. Untuk mendukung pelaksanaan budaya perusahaan tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai budaya perusahaan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi BCA untuk dapat melihat bagaimana orientasi budaya perusahaan, khususnya mengenai sifat-sifat kewirausahaan/ entrepreneur yang berkembang dalam perusahaan. Informasi ini dapat digunakan untuk melihat sisi/ dimensi yang perlu ditingkatkan untuk memperkecil kesenjangan antara budaya yang diharapkan terbentuk dan yang ada saat ini.
3.3. Tujuan Penelitian Saat ini banyak penelitian yang mengkhususkan diri dalam pemasaran, strategi perusahaan dan penilaian kinerja karyawan tetapi jarang penelitian yang menyentuh sisi budaya perusahaan. Atas dasar tersebut, maka penelitian ini bertujuan antara lain untuk: x
Melakukan identifikasi mengenai orientasi corporate entrepreneurship (budaya perusahaan berbasis kewirausahaan) di PT Bank Central Asia, Tbk. Orientasi kewirausahaan yang diteliti adalah: perusahaan secara umum, strategic planning, crossfunctionality, dukungan terhadap ide baru, intelijen pasar, keberanian mengambil resiko, kecepatan, fleksibilitas, fokus, berorientasi pada masa depan dan orientasi individu
x
Mengidentifikasi orientasi budaya dalam perusahaan untuk mengatasi kesenjangan antara budaya perusahaan yang ada sekarang dengan budaya perusahaan yang diharapkan.
3.4. Pembatasan Pembahasan Penelitian
mengenai
budaya
perusahaan
berbasis
kewirausahaan
(corporate
entrepreneurship) di PT Bank Central Asia, Tbk memerlukan pembatasan pembahasan agar lebih sistematis dan terarah. Pembatasan-pembatasan yang dilakukan adalah:
16
1. Penelitian dilakukan di PT. Bank Central Asia, Tbk, hanya dilakukan pada KCU di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan Kantor Pusat. 2. Penyebaran kuesioner hanya dilakukan pada jajaran manajerial. 3. Data yang digunakan di dalam penelitian ini diperoleh dari penyebaran kuesioner (Entrepreneurial Orientation Survey), beberapa data tambahan dari studi literatur, dan sumber data lain yang relevan dengan penelitian di PT. Bank Central Asia, Tbk. 4. Penelitian ini hanya terbatas sampai tahapan identifikasi dan usulan/saran perbaikan, tetapi tidak dilanjutkan ke tahapan perubahan dan implementasi.
3.5. Studi Pustaka 3.5.1. Tinjauan Umum Budaya Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Dari segi bahasa, kata perusahaan (corporate) dan kewirausahaan (entrepreneurship) sering dipandang sebagai sesuatu yang bertolak belakang. Perusahaan biasa diasosiasikan sebagai sesuatu yang besar, teratur, formal, kaku dan bertingkat, sedangkan kewirausahaan diasosiasikan sebagai kreatif, pencipta, kecil, cepat dan pemenang (Thornberry, 2006). Gifford Pinchot III (1985) memiliki cara pandang yang berbeda dari stereotype mengenai perusahaan dan kewirausahaan seperti yang disebutkan di atas. Pinchot melihat bahwa perusahaan dan kewirausahaan bukanlah suatu hal yang bertolak belakang. Ia melihat bahwa ada orang-orang yang berperilaku seperti wirausahawan di dalam perusahaan. Orangorang seperti inilah yang disebutnya dengan intrapreneur. Istilah intrapreneur ini diambil dari kata “intra-corporate” dan “entreprenueur”, yang berarti kewirausahaan di dalam perusahaan. Intrapreneur didefinisikan sebagai pemimpi yang mewujudkan impiannya. Mereka mengambil tanggung jawab untuk membuat inovasi di dalam perusahaan. Seorang intrapreneur dapat menjadi seorang pencipta atau inovator tapi pada dasarnya ia adalah seorang pemimpi yang menemukan cara bagaimana mengubah suatu ide menjadi kenyataan yang menguntungkan. Melihat dari pengertian di atas, terlihat bahwa intrapreneur atau orang-orang yang memiliki jiwa kewirausahaan adalah sangat diperlukan oleh perusahaan. Dengan jiwa kewirausahaan seorang karyawan akan berdedikasi untuk menghasilkan sesuatu yang baru untuk menambah nilai perusahaan. Cara menambah nilai bagi perusahaan dapat melalui 17
inovasi dalam pengembangan produk, perbaikan proses maupun cara pengerjaan agar lebih menguntungkan bagi perusahaan. Sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang intrapreneur disimpulkan oleh Thornberry (2006) menjadi beberapa dimensi kunci kewirausahaan yang disebutnya dengan “7Fs”, yaitu: x
Fast (cepat): yang dimaksud dengan cepat adalah dalam hal membuat keputusan, mengalokasikan sumber daya dan juga cepat dalam pendistribusian ke pasar.
x
Flexible (fleksibel): yaitu kemampuan untuk dapat memindahkan orang dan sumber daya untuk dengan cepat menangkap kesempatan yang diperlukan untuk sukses. Perusahaan besar biasanya telah mengkotak-kotakkan sumber daya terutama sumber daya manusia dalam sebuah batasan seperti departemen, divisi dan lainnya. Hal ini dapat menyulitkan ketika dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi dalam menangkap peluang.
x
Focused (fokus): walaupun banyak peluang yang dapat diambil oleh perusahaan, perusahaan tetap harus memiliki fokus yang jelas. Peluang yang diambil oleh perusahaan haruslah sesuai dengan kemampuan perusahaan untuk melakukannya dengan baik, sehingga perusahaan dapat lebih unggul dibandingkan pesaing.
x
Friendly (keramahan): keramahan sangat diperlukan untuk semua pihak, baik pihak eksternal maupun interrnal. Dengan keramahan, maka hubungan baik akan terjalin sehingga memudahkan kegiatan bisnis. Dengan dimulai dari keramahan secara internal antar pegawai, maka penanganan masalah perusahaan akan lebih baik. Penanganan masalah yang lebih baik secara internal ini tentunya akan berdampak pula pada keramahan untuk konsumen eksternal.
x
Frugal: yang dimaksud dengan menghindari penghamburan yaitu memanfaatkan uang secara bijaksana untuk mendukung strategi. Contoh dari pemanfaatan uang secara bijaksana adalah pemotongan uang untuk bisnis yang memiliki kesempatan pasar rendah dan melakukan investasi secara simultan untuk mendukung bisnis sedang berkembang.
x
Far reaching : perusahaan harus memiliki pandangan luas mengenai pasar dan distribusi. Perusahaan yang oportunis telah menyadari bahwa dunia yang global tidak lagi mengenal batas negara. Konsep untuk mendapatkan berbagai konsumen dan pasar harus dipahami sebagai suatu kebutuhan perusahaan.
x
Futuristic (berpandangan ke masa depan): perusahaan harus dapat mengantisipasi pasar dan konsumen di masa yang akan datang. Beberapa perusahaan bahkan telah dapat menghadirkan produk yang konsumennya sendiri belum tahu sebelumnya bahwa mereka 18
membutuhkan produk yang ditawarkan. Kemampuan seperti ini penting agar perusahaan dapat bersaing di masa yang akan datang. 3.5.2. Manfaat Mengidentifikasi Budaya Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Dalam perusahaan yang relatif kecil, sifat-sifat kewirausahaan didukung oleh manajemen sehingga seorang intrapreneur dapat menyumbangkan ide-ide yang dimilikinya dan direalisasikan untuk menambah nilai perusahaan. Berbeda dalam perusahaan besar, sifatsifat kewirausahaan ini seakan-akan mulai hilang secara perlahan. Dalam perusahaan besar sifat-sifat kewirausahaan seperti bergerak dengan cepat, fleksible dan tidak berbelit-belit dalam birokrasi semakin pudar. Akibatnya perusahaan menjadi seperti gajah besar yang sulit bergerak dalam kompetisi. Saat ini perusahaan-perusahaan besar sudah mulai memahami pentingnya jiwa kewirausahaan di dalam perusahaan (corporate entrepreneurship). Perusahaan besar juga ingin dapat memiliki sifat-sifat unggul yang dimiliki oleh wirausahawan. Untuk dapat meningkatkan jiwa wirausaha di dalam perusahaan langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan perusahaan dari sisi kewirausahaan (entrepreneurial). Selanjutnya identifikasi tersebut dapat diukur dengan membandingkan kondisi yang ada saat ini dengan kondisi yang diharapkan. Untuk dapat mengidentifikasi dan mengukur sisi kewirausahaan salah satu alat yang dapat digunakan adalah Entrepreneurship Orientation Survey (EOS) yang diciptakan oleh Thornberry. EOS mengadaptasi identifikasi dimensi kewirausahaan yang disebut dengan “7s” (Fast, Flexible, Focused, Friendly, Frugal, Far reaching dan Futuristic). Dalam EOS dimensi kunci kewirausahaan dibagi menjadi beberapa bagian, dimana perusahaan harus memiliki nilai tinggi untuk dapat dengan cepat menangkap peluang pasar, yaitu: 1. Umum 2. Rencana strategi 3. Cross functionality 4. Dukungan 5. Intelijen pasar 6. Risiko 7. Kecepatan 8. Fleksibilitas 9. Fokus 10. Masa depan 19
Hal lain yang dapat kita analisa dari hasil EOS adalah orientasi individu, karakter dan cara pandang pengisi kuesioner (bagian “tentang saya”) dan juga mengenai perusahaan. Keterangan ini dapat digunakan sebagai bahan pelengkap dalam melakukan analisa. Dari hasil survei melalui EOS ini perusahaan dapat melihat dimensi kunci kewirausahaan yang masih perlu ditingkatkan. Dengan memusatkan perhatian pada peningkatan sifat-sifat kewirausahaan ini, diharapkan kinerja perusahaan untuk menciptakan nilai tambah dapat meningkat melalui inovasi. 3.5.3. Riset Bisnis Dengan melakukan suatu riset bisnis kita dapat mengidentifikasi suatu masalah atau peluang sehingga dapat menjadi dasar dari pengingkatan kinerja perusahaan. Metode yang dapat digunakan dalam riset bisnis adalah: 1. Wawancara: Wawancara adalah pengumpulan informasi melalui komunikasi dengan seseorang. Kelebihan dari metode ini adalah informasi yang diperoleh lebih lengkap dan akurat. Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar. 2. Kuesioner: Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang ditujukan untuk mengumpulkan respon dari seseorang. Metode ini menyediakan beberapa pertanyaan untuk dijawab oleh responden untuk menyatakan pendapatnya terhadap sesuatu. Survei tertulis memiliki kelebihan diantaranya yaitu; pertanyaan dapat distandarkan dan pengisian dapat disesuaikan dengan waktu responden sehingga jawaban dapat lebih akurat karena diisi dengan dipikirkan terlebih dahulu. Kekurangannya adalah hanya memperoleh data yang terbatas sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. 3. Observasi: Observasi ilmiah (Wibisono, 2003) merupakan suatu proses pencatatan perilaku orang, objek dan kejadian-kejadian tanpa bertanya atau berkomunikasi dengan orang, objek atau kejadian tersebut. Kekurangan dari metode ini adalah pengamatan membutuhkan waktu yang relatif lama selain itu dapat terjadi bias karena subyektivitas dari pengamat. 3.5.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Sebuah penelitian perlu memperhatikan validitas dan reliabilitas dari penelitian yang dilakukannya. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat ketepatan suatu alat 20
ukur. Suatu alat ukur dapat dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang ingin diukur secara tepat. Pengujian validitas dapat digolongkan menjadi 3 jenis: 1. Content Validity Yang dimaksud dengan content validity adalah pengujian validitas secara logika. Suatu alat ukur dianggap memiliki content validity jika alat ukur tersebut memberikan gambaran yang memadai mengenai domain konseptual yang dirancang untuk alat ukur tersebut 2. Criterion Validity Terdapat dua jenis criterion validity yaitu concurrent validity dan predictive validity. Concurrent validity menujukan hubungan antara hasil pengukuran dengan keadaaan sekarang. Predictive validity yaitu hubungan antara hasil pengukuran suatu alat ukur yang mampu menunjukkan kondisi yang sekiranya dapat terjadi di masa yang akan datang. 3. Construct Validity Construct validity merupakan metode yang digunakan untuk melihat antara hasil pengukuran suatu alat ukur dengan konsep teoritis yang dimilikinya. Construct validity menyangkut masalah theoritical construct yang menjadi dasar dalam pengukuran alat ukur. Jika menggunakan construct validity hasil valid maka jika diuji validitas lainnya dapat disimpulkan bahwa alat tersebut valid. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1995). Reliabilitas dapat diuji melalui beberapa cara berikut: 1. Test –Retest Reliability Test –Retest Reliability dilakukan dengan cara mencobakan suatu instrumen beberapa kali kepada responden yang sama. 2. Paralel Form Dilakukan dengan cara membandingkan alat ukur yang dibuat dengan alat ukur sejenis yang sudah lama dan teruji reliabilitasnya. 3. Internal Consistency Pengujian reliabilitas dengan cara ini dilakukan dengan satu kali pengukuran, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi relialibilitas. Pengujian internal ini dapat dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut: 21
D
k .r 1 (k 1)r
Dimana:
Į = koefisien reliabilitas Cronbach’s Alpha k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel lain r = rata-rata korelasi antar variabel manifest
Dari masing-masing nilai koefisien Guilford (1973) melakukan klasifikasi sebagai berikut: Tabel 3.1. Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan Nilai Koefisien
Tingkat Korelasi
< 0.2
Tidak Ada
0.2 - < 0.4
Rendah
0.4 - < 0.7
Sedang
0.7 - < 0.9
Tinggi
0.9 - < 1
Tinggi Sekali
1
Sempurna
22