BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan.
Pada Gambar 1.1 terlihat bahwa pasca krisis global tahun 2009 pertumbuhan ekonomi dunia sempat pulih di tahun 2010 dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,1 persen. Pulihnya perekonomian dunia ternyata tidak bertahan lama, setelah tahun 2010, perekonomian melambat hingga pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi dunia hanya 2,5 persen. Banyak faktor yang menyebabkan perlambatan ekonomi dunia. Salah satu diantaranya adalah belum pulihnya perekonomian Amerika sejak krisis finansial global tahun 2008. Disisi lain China kini sedang menghadapi transformasi ekonomi. Negara-negara Eropa dan Jepang juga belum menunjukkan pertumbuhan yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi global. Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia, 1994-2014
Pertumbuhan Ekonomi Dunia, 1994-2014 (dalam persen) 6.0 4.0 2.0 2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
-2.0
1994
0.0
-4.0 GDP Growth
Sumber: UN data, World Development Indicator, diolah Gambar 1. 2. Pertumbuhan Ekspor Dunia, 1994-2014
1
15
Pertumbuhan Ekspor Dunia, 1994-2014 (dalam persen)
10 5 2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
-5
1994
0
-10 -15 Export Growth
Sumber: World Bank, World Development Indicator, diolah Perlambatan ekonomi global ini tercermin dalam pertumbuhan ekspor dunia yang juga mengalami perlambatan. Hal tersebut dapat dilihat dari tren pertumbuhan ekspor. Apabila dicermati lebih dekat tren pertumbuhan ekspor global ini memiliki garis tren yang hampir sama dengan garis tren pertumbuhan ekonomi global. Pada Gambar 1.2 terlihat bahwa pasca krisis keuangan 2009 ekspor global sempat tumbuh sebesar 13,4 persen di tahun 2010, namun setelah itu terus mengalami tren penurunan. Perlambatan paling parah pasca krisis terjadi di tahun 2012 dimana ekspor hanya tumbuh 3,2 persen, dan di tahun 2014 pertumbuhan ekspor tidak jauh berbeda dengan tahun 2012 yaitu sebesar 3,5 persen. Perlambatan ekonomi global ini ternyata juga diikuti oleh jatuhnya harga minyak. Jatuhnya harga minyak selama tahun 2015 telah dimulai sejak pertengahan tahun 2014. Bahkan tren penurunan harga minyak masih berlanjut di tahun 2016. Pada bulan Februari 2016 harga minyak mencapai 29,58 dollar per barel (Gambar 1.3). Dimana harga tersebut merupakan harga terendah sejak 12 tahun terakhir. Penurunan harga minyak ini bukan tanpa sebab. Penurunan harga minyak ini disebabkan oleh semakin meningkatnya produksi minyak domestik Amerika selama beberapa tahun terakhir yang membuat impor minyak Amerika
2
turun. Pemasok minyak Amerika seperti Arab Saudi, Nigeria, dan Algeria kemudian menjual minyaknya ke pasar Asia (Krauss, 2016). Gambar 1. 3. Harga Minyak Mentah Dunia
Harga Minyak Mentah Dunia 160 140 120 100 80 60
Oil Price
40 20 May-15
Apr-14
Feb-12
Mar-13
Jan-11
Dec-09
Oct-07
Nov-08
Sep-06
Aug-05
Jul-04
Jun-03
May-02
Apr-01
Feb-99
Mar-00
Jan-98
Dec-96
Nov-95
0
Sumber: Index mundi, World Bank, diolah Dalam tulisannya di surat kabar New York Times Krauss menambahkan, telah dicabutnya sanksi internasional Iran mengenai pengembangan senjata nuklir juga secara tidak langsung membuat produksi minyak Iran meningkat. Disisi lain negara-negara OPEC tidak mau menurunkan tingkat produksinya, ditambah dengan adanya peningkatan produksinya minyak negara-negara non-OPEC membuat penawaran minyak semakin membanjiri pasar. Dari sisi permintaan, negara-negara berkembang dan Eropa kini semakin mengembangkan teknologi transportasi hemat energi, seperti kendaraan dengan tenaga listrik, surya, dan semacamnya. Disisi lain sektor yang mengkonsumsi minyak tertinggi adalah sektor transportasi. Sebagai konsekuensinya harga minyak pun jatuh cukup dalam yaitu lebih dari 50 persen. Menurut Aye (2014), sejak tahun 1980an guncangan harga minyak memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Ketika terjadi peningkatan harga minyak, dampaknya akan negatif terhadap GDP khususnya bagi negara pengimpor minyak.
3
Barsky dan Kilian (2004), Edelstein dan Kilian (2007) menyatakan bahwa kejutan harga minyak dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian melalui “supply channel”. Adanya kejutan pada harga minyak akan meningkatkan biaya produksi yang kemudian diikuti dengan penurunan tingkat output. Gambar 1. 4. Persentase permintaan minyak dunia per sektor (tahun 2011)
2011
Transportation 59%
Resident/Commerci al/Agriculture 10% Electricity Generation 6% Industry 25%
Sumber: OECD/IEA Energy Balances of OECD/Non-OECD Countries, 2013; OPEC Secretariat calculations Pada Gambar 1.4 ditunjukkan permintaan minyak per sektor. Di tahun 2011, sektor transportasi masih memimpin pada permintaan minyak dunia dengan pangsa sebesar 59 persen. Sektor transportasi diprediksi akan tetap mendominasi permintaan minyak dunia mengingat banyaknya jumlah kendaraan seiring dengan meningkatnya jumlah populasi manusia. Ditempat kedua adalah sektor industri yaitu 25 persen dari permintaan minyak dunia. Sektor perumahan, bisnis, dan pertanian diurutan berikutnya dengan pangsa sebesar 10 persen. Sektor dengan pangsa terkecil adalah sektor pembangkit listrik dengan pangsa sebesar 4 persen dari total permintaan minyak dunia. Oleh karena itu penelitian ini berfokus pada sektor industri khususnya industri manufaktur, karena industri manufaktur di beberapa negara sering dikaitkan dengan konsumsi minyak yang tinggi. Terbukti dari Gambar 1.4 yang menunjukkan bahwa sektor industri menjadi sektor kedua dengan permintaan terbesar
4
terhadap minyak. Dalam beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Aye dan Fofana, sektor industri mengalami ketergantungan yang tinggi terhadap input energi. Pada umunya, harga minyak memiliki hubungan yang negatif terhadap akitivitas ekonomi (Elwood, 2001). Turunnya harga minyak diprediksi mampu meningkatkan produkivitas perekonomian melalui ekspor seiring dengan menurunnya biaya produksi. Dari tahun 1960 kebenaran mengenai teori tersebut sampai sekarang masih menjadi pro kontra dikalangan ekonom. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aye (2013), yang meneliti tentang industri manufaktur di Afrika Selatan, ditemukan hasil bahwa guncangan harga minyak memiliki dampak negatif terhadap produksi industri manufaktur di Afrika Selatan. Salah satu penyebabnya adalah Industri manufaktur yang sangat bergantung pada energi dan minyak sebagai faktor inputnya. Fofana et al. (2007) juga menganalisis perekonomian Afrika Selatan dan kemudian menemukan hasil bahwa peningkatan harga minyak memiliki dampak negatif terhadap kinerja perekonomian suatu negara salah satu dampaknya adalah kontraksi dalam ekspor. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Faria et.al (2008) yang dilakukan pada negara China. Faria et.al (2008) menemukan adanya hubungan yang positif antara harga minyak dengan ekspor manufaktur China. Peningkatan harga minyak dunia justru diikuti oleh ekspansi ekspor China. Hal tersebut terjadi kerena labor surplus yang dimiliki China. Jumlah tenaga kerja yang melimpah membuat industri dapat meningkatkan produktivitasnya tanpa menginflasi upah. Selain itu, Zhang and Li (2004) menunjukkan bahwa produk-produk dari industri labor intensive mendominasi ekspor China. Minyak bukanlah faktor input utama industri manufaktur di China, sehingga ketika terjadi kejutan pada harga minyak, ekspor China tidak terpengaruh signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Marianna Riggi dan Fabrizio Venditti (2015) juga menujukkan hasil yang serupa dengan Faria et.al (2008). Dengan meneliti area Eropa,
5
Marianna Riggi dan Fabrizio Venditti memperoleh hasil bahwa perubahan harga minyak memiliki dampak negatif terhadap ekspor ketika terjadi kejutan pada penawaran minyak, namun dampaknya semakin mendekati nol. Sedangkan ketika terjadi kejutan pada permintaan minyak hubungannya semakin positif terhadap ekspor. Penurunan harga minyak yang sedang terjadi sekarang ini tentunya akan menguntungkan bagi negara-negara pengimpor minyak. Dengan turunnya harga maka anggaran yang dibutuhkan untuk impor minyak semakin kecil, sehingga kelebihan dana tersebut dapat dialihkan ke sektor yang lebih membutuhkan. Disisi lain kondisi ini sangat merugikan. Negara dengan ekspor utamanya minyak akan sangat terkena dampaknya. Penurunan pendapatan dan bahkan dapat menyebabkan defisit neraca perdagangan. Selain itu turunnya harga minyak juga akan menurunkan tingkat investasi, konsumsi, serta meningkatkan tingkat pengangguran (Elwood, 2001). Namun, masih adanya pro kontra mengenai pengaruh harga minyak terhadap ekspor ini membuat topik ini menarik untuk dikaji. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut bagaimana hubungan antara harga minyak dan ekspor manufaktur di delapan negara dari tahun 19872014. Delapan negara sampel yang digunakan dalam penilitan ini adalah delapan negara yang termasuk dalam sepuluh negara eksportir terbesar di dunia berdasarkan Central Intelligence Agency (CIA), yaitu China, Amerika, Jerman, Jepang, Perancis, Belanda, Itali, Inggris. Negara-negara tersebut dipilih karena tingginya peranan ekspor mereka terhadap total ekspor dunia yang kemudian dapat merepresentasikan pertumbuhan ekonomi global mengingat bahwa tren perlambatan global yang serupa dengan tren pertumbuhan ekspor global. Periode 1987-2014 dipilih karena pada periode tersebut didalamnya terdapat beberapa titik waktu yang menunjukkan puncak-puncak harga minyak yang menarik untuk dilihat pengaruhnya terhadap kondisi perekonomian. Ekspor manufaktur yang dimaksud dalam penelitian ini
6
adalah ekspor dengan kode komoditas 5, 6, 7, dan 8 sesuai dengan definisi ekspor manufaktur yang dikeluarkan oleh World Trade Organization (WTO). Komoditas dengan kode 5, 6, 7, dan 8 dipilih karena komoditas dengan kode tersebut merupakan komoditas yang berasal dari proses manufaktur. 1.2.
Rumusan Masalah Minyak merupakan salah satu komoditas yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas
ekonomi. Naik turunnya harga minyak ini dapat memberikan dampak terhadap kinerja perekonomian. Pada dasarnya peningkatan harga minyak akan berdampak negatif terhadap aktivitas perekonomian. Adanya penurunan harga minyak dunia yang sedang terjadi sekarang ini diharapkan dapat menjadi stimulus bagi negara-negara untuk meningkatkan perumbuhan ekonomi. Peningkatan ekspor dari negara-negara eksportir terbesar di dunia tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong percepatan pertumbuhan ekonomi global. Disisi lain, beberapa penelitian menunjukkan bahwa harga minyak memiliki hubungan yang positif terhadap aktivitas perekonomian. Masih adanya perbedaan hasil antara para peneliti membuat fenomena ini menarik untuk diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana dampak harga minyak terhadap ekspor di delapan negara. 1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas pertanyaan penelitiannya adalah:
Bagaimana pengaruh harga minyak terhadap ekspor manufaktur di delapan negara?
1.4.
Tujuan Penelitian Penelitian yang akan dilakukan akan mengkaji tentang perubahan harga komoditas
minyak dan ekspor sektor manufaktur. Tujuan dilakukannya pengkajian tersebut adalah untuk:
7
Mengetahui dampak harga minyak terhadap ekspor manufaktur di delapan negara.
1.5.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah studi literatur di bidang perdagangan
minyak dan dampaknya terhadap ekspor suatu negara. Penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang peranan minyak dalam industri manufaktur. 1.6.
Sitematika Penelitian Sistematika penulisan penelitian ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu:
Bab 1 menjelaskan mengenai pendahuluan penelitian ini. Di dalam bab 1 ini dipaparkan mengenai latar belakang, dan apa yang menjadi fokus dalam penelitian ini.
Bab 2 menjelaskan mengenai tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka dibagi menjadi dua bagian utama yaitu, landasan teori dan studi literatur. Pada landasan teori dibahas mengenai teori perdagangan internasional dan fluktuasi ekonomi akibat harga minyak. Sedangkan studi literatur membahas tentang studi empiris yang berhubungan dengan topik terkait.
Bab 3 menjelaskan tentang metodologi penelitian. Metodologi penelitian memaparkan tentang sumber data, model, dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab 4 menjelaskan tentang hasil penelitian dan analisis hasil yang berupa hasil estimasi regresi dari model yang digunakan.
Bab 5 menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari hasil yang didapat pada penelitian ini.
8