11. PENDEKATAN MASALAH 2.1.
2.1.1.
Tinjauan Pustaka
Pertumbuhan dan nerubahan strukturaL Terdapat dua pandangan yang berbeda tentang
bagaimana
pertumbuhan
ekonomi
terjadi.
Pertama,
pandangan Neo Klasik yang mengemukakan bahwa peningkatan PDB
sebagai
pembentukan perubahan kondisi
akibat modal,
pengaruh
panjang
dari
perkembangan tenaga kerja
teknologi yang keseimbangan
keseimbangan
jangka
diasumsikan
persaingan.
masing-masing
faktor
imbalan
sejumlah
nilai
sektor
manapun
faktor-faktor
dan
terjadi dalam Dalam
keadaan
produksi
mendapat
produktivitas
marjinalnya
produksi
di
tersebut
digunakan, sehingga pergeseran permintaan dan perubahan alokasi sumber daya dari satu sektor k e sektor lainnya tidak
berar.ti. K e d u a ,
pandangan
mengemukakan bahwa pertumbuhan dari
perubahan
struktural
struktural
yang
ekonomi sebagai aspek
karena
adanya
pergeseran
permintaan yang mendorong terjadinya perubahan teknologi (Chenery, 1986) Perbedaan yang mendasar antara kedua pandangan tersebut terletak pada asumsi yang digunakan. Neo Klasik dengan asumsi bahwa sumber daya yang
efisien,
Pandangan
selalu terjadi alokasi
sehingga tidak mungkin
meningkatkan output dengan menggeser penggunaan faktor-
f a k t o r produksi Realokasi
dari
satu
terjadi hanya
sektor k e sektor
lainnya.
jika seluruh perekonomian
berkembang. Neo Klasik menjelaskan pertumbuhan ekonomi dengan pengamatan terhadap sumber-sumber pertumbuhan dari sisi penawaran
yaitu
pangsa
setiap
faktor produksi
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. 1956. )
,
Solow
(1957) dan
en is on
dalam
Abramovitz
(
(1962) merupakan pakar
ekonomi dari kalangan Neo Klasik yang melaksanakan penelitian tentang surnber-sumber
pertumbuhan
ekonomi
dari sisi penawaran. Pendekatan yang kedua sering disebut pendekatan
struktural dengan asumsi bahwa
sebagai
tidak semua
sumber daya telah dialokasikan secara optimal, akibatnya terdapat keragaman imbalan tenaga kerja dan modal dalam setiap pengqunaan yang berbeda, pergeseran
alokasi
sumber
sehingga akan terjadi
daya
yang
menimbulkan
peningkatan output. Perbedaan konsep pertumbuhan ekonomi antara kedua pendekatan
ini secara rinci disajikan pada
tabel lampiran 1. Asumsi pendekatan struktural lebih sesuai dengan keadaan negara berkembang, dimana sumber utama ketidak seimbangan yaitu adanya dualistis d i pasar tenaga kerja yang merupakan karakterisik negara berkembang. Dualistis terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tinggi untuk dapat diserap d i sektor yang produktivitasnya
tinggi.
Akibatnya
terjadi suplai tenaga kerja
terpusat d i sektor pertanian. yang kedua untuk
yang
elastis
Sumber ketidakseimbangan
ialah kegagalan mengalokasikan sumber daya
meningkatkan
ekspor
Keadaan ketidakseimbangan
atau
menggantikan
impor.
tersebut merupakan potensi
untuk mendorong pertumbuhan dengan mengurangi hambatan dan alokasi sumber daya ke sektor yang produktivitasnya tinggi. Fisher ekonomi
(1935) mengemukakan bahwa pertumbuhan
disertai dengan
pergeseran
permintaan
dari
sektor primer ke sektor sekunder dan akhirnya k e sektor tertier
yang
mengakibatkan
perubahan
dalam
struktur
produksi melalui pergeseran kesempatan kerja dan alokasi dana.
Selanjutnya Clark
bahwa
terdapat hubungan yang
struktur produksi menurut
sektor.
(1940,1951,1957) mengemukakan
dengan
erat
antara perubahan
struktur kesempatan kerja
Pergeseran struktur kesempatan kerja
dicapai dengan pertama peningkatan produktivitas tenaga kerja disetiap sektor dan kedua bergesernya tenaga kerja dari sektor dengan produktivitas lebih rendah ke sektor dengan produktivitas lebih tinggi. H a s i l penelitian Kuznet data
cross section maupun
(1957) yang menggunakan
time
series mengemukakan
terjadinya perubahan distribusi pendapatan dan angkatan k e r j a menurut
sektor.
Pertama-tama
ia mengelompokkan
negara menjadi tujuh kelompok menurut pendapatan per
kapita untuk melihat sektor A
perubahan
(pertanian, perikanan,
ditiga
kehutanan),
(manufaktur, pertambangan,
konstruksi)
(jasa).
hubungan
Kuznet menemukan
sektor
dan
yaitu
sektor M sektor
negatif
S
antara
pendapatan per kapita dengan pangsa terhadap pendapatan nasional disektor A, artinya peningkatan pendapatan per k a p i t a disertai penurunan pangsa terhadap pendapatan nasional disektor A,
hubungan
positif
disektor
M,
sedangkan disektor S tidak menunjukkan adanya hubungan yang sistimatis. Chenery dan Taylor
(1968) berusaha menjawab
pertanyaan apakah pola perubahan struktural sama untuk semua negara atau bervariasi menurut tipe negara. Sampel yang
digunakan
berjumlah
dalam
54 negara
penelitian
yang
dilakukannya
meliputi kurun waktu
1950
-
1963.
Sampel dikelompokkan menjadi tiga, pertama negara besar yaitu negara dengan jumlah penduduk paling
sedikit 15
juta j i w a , kedua negara kecil yang berorientasi pada sektor
primer,
sumber
daya
primer,
biasanya
negara
alam d a n melakukan
ketiga
negara kecil
kecil
yang
ekspor
yang
kaya
akan
barang-barang
berorientasi
pada
sektor industri dimana proporsi ekspor industri terhadap cukup
PDB
besar.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa
besar
kecilnya
negara
serta
kebijaksanaan
perdagangan yang dianut memberikan pengaruh yang nyata
terhadap
cepat
struktural.
atau
lambatnya
proses
perubahan
Pola pertumbuhan negara besar menunjukkan
bahwa pangsa sektor industri dalam PDB meningkat cepat dari 16 persen pada pendapatan per kapita $100 menjadi 32
persen pada
pendapatan
perkapita
$400,
kemudian
meningkat dengan kecepatan yang lambat menjadi 37 persen pada pendapatan per kapita $1000. Pangsa sektor primer dalam P D B terus menurun dan pada tingkat pendapatan per kapita
$280 baik pangsa
sektor primer maupun
adalah sama yaitu 27 persen.
industri
Beberapa negara menunjukkan
penyimpangan dari pola tersebut yaitu Nigeria dan Korea dimana pangsa sektor industri berada dibawah sedangkan Birma dan India diatas pola tersebut. Negara
kecil
yang
menganut
perdagangan terbuka dan berorientasi pola menyerupai negara
kebijaksanaan
berorientasi
pada
industri, memiliki
besar yang cenderung mengalami
proses industrialisasi yang dengan
kebijaksanaan
lebih cepat.
perdagangan
Negara
kecil
terbuka
sektor primer, memiliki
dan
posisi
k e u n t u n g a n komparatif y a n g baik dalam sektor primer, ternyata tidak mengalami
proses
struktural
secara
normal. Penelitian yang dilakukan oleh Chenery, Elkington dan Sims
(1970) menggunakan data sampel y a n g t e r d i r i
lebih dari 100 negara dengan tujuan mengidentifikasi dan mengkuantifikasi perubahan beberapa aspek dalam proses
pertumbuhan
ekonomi yang
mobilisasi
dan
perkiraan
alokasi.
meliputi
proses
Penelitian
18 indikator perubahan
akumulasi,
rnenghasilkan
pertumbuhan struktur
ekonomi y a n g dialami o l e h negara-negara
sampel dalam
proses pertumbuhan dalam rantai pendapatan
per kapita
dari $50 sampai $2000. Hasil penelitian mengungkapkan terjadinya penurunan pangsa sektor pertanian baik dalam PDB maupun kesempatan kerja
yang diimbangi
dengan
peningkatan yang pesat pangsa sektor industri, sedangkan pangsa besar.
sektor
jasa t i d a k menunjukkan
perubahan
Sebagian besar dari perubahan-perubahan
yang
tersebut
terjadi secara cepat dalam proses pertumbuhan dan ha1 ini
sesuai
berkembang.
dengan
pertumbuhan
di
negara
sedang
Indikator kuantitatif perubahan struktural
dalam proses pertumbuhan ekonomi disajikan dalam tabel lampiran
2.
Chenery d a n Syrquin (1975) melakukan penelitian terhadap
101 negara
memiliki penduduk jangka waktu
lebih dari s a t u juta jiwa meliputi
1950
mengidentifikasi
sebagai sampel yang masing-masing
-
21
1970.
Penelitiannya
indikator
perubahan
berhasil
struktural
melalui t i g a proses yang menyertai pertumbuhan yaitu proses akumulasi, proses alokasi, proses demografis dan distributif. Beberapa ha1 yang menarik dari hasil penelitian ini yaitu jika pendapatan per kapita mengalami peningkatan
dari $100 menjadi $1000 (dinyatakan dalam nilai $ tahun 1964), maka terjadi proses alokasi sebagai berikut 1,
Struktur
permintaan
domestik
mengalami
:
perubahan
berupa penurunan konsumsi rumah tangga dari 72 persen menjadi
61,7 persen d a n penurunan pangsa konsumsi
dari 39,2 persen menjadi 17,5 persen dari PDB. 2.
Terjadi pergeseran
struktur produksi dimana pangsa
sektor pertanian menurun dari 45,2 persen menjadi 13,8
persen
dari
PDB,
sedangkan
dari
pangsa
sektor
industri
meningkat
34.7persen
dari PDB dan pangsa sektor jasa meningkat
14,9
persen
menjadi
dari 33,8 persen menjadi 41,3 persen dari PDB. 3.
Struktur
perdagangan
e k s p o r barang
mengalami
perubahan,
industri d a n jasa meningkat masing-
masing dari 1,9 persen menjadi 9.7 3.1
persen menjadi 5,7 persen.
menurun
yaitu
dari
13,2
persen
persen d a n d a r i
Ekspor bahan mentah
menjadi
9 , 6 persen.
Peningkatan total ekspor memberi peluang
terhadap
peningkatan impor, sehingga impor meningkat dari 21,8 persen menjadi 26,7 persen. Disamping terdapat kesamaan dalam peningkatan pangsa
sektor industri, juga terdapat perbedaan yang
berarti dilihat dari sumber-sumber pertumbuhan menurut sektor
dari sisi permintaan. Chenery
(1979) melakukan
penelitian untuk memperkirakan pengaruh komponen sumber pertumbuhan
yaitu
permintaan
domestik,
perkembangan
ekspor,
substitusi
impor dan perubahan
teknologi
terhadap perubahan output menurut sektor dalam rentang pendapatan
per
kapita
$
200
sampai
$
400.
Hasil
penelitian menunjukkan pola rata-rata seperti berikut Tabel 1. Sumber-sumber Permintaan Domestik (DO)
Sektor
Primer (pertanian + pertambangan)
pertumbuhan menurut sektor
Peningkatan Ekspor (EE)
( a )
( % I
:
Subsitusi Impor
Perubahan Teknologi
(1s)
(10) ( % 1
( + )
60
Industri Ringan
Industr i Berat
26
51
16
8
Sumber : Chenery, 1979. Terlihat bahwa permintaan dalam negeri rnempunyai peranan yang berarti, ringan maupun ekspor.
baik disektor primer,
industri
industri berat, diikuti oleh perkembangan
Pengaruh
t e k n o l o g i disektor
substitusi primer
impor
adalah
dan
perubahan
negatif.
Pengaruh
substitusi impor maupun pesubahan teknologi disektor industri berat ringan.
lebih besar daripada disektor
industri
Selanjutnya Chenery mengemukakan bahwa sumber-
sumber pertumbuhan sektor di negara besar menunjukkan pengaruh substitusi impor dan perkembangan ekspor lebih
kecil jika dibandingkan dengan pola rata-rata. Permintaan dalam negeri menduduki bagian lebih dari 65 persen disetiap sektor. Perdagangan luar negeri tetap
memegang peranan penting dan perubahan komposisi ekspor memberikan
sumbangan yang cukup penting
pertumbuhan Substitusi
sektor
industri
terhadap
ringan maupun
berat.
impor memegang peranan penting dalam tahap
awal industrialisasi terutama disektor industri berat, tetapi peranannya menjadi kurang penting dalam tahapan ber ikutnya
.
P a d a t a h u n 1988 C h e n e r y d a n S y r q u i n k e m b a l i melakukan penelitian tentang pola pembangunan dengan menggunakan
sampel yang
sebelumnya yaitu waktu tahun 1950
lebih
sejumlah
-
besar
dari
108 neqara
penelitian
dengan
liputan
1983. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukannya pada tahun 1975, ruang lingkup penelitian 1988
lebih
dipusatkan
pada
aspek-aspek
alokasi
sumberdaya secara sektoral yaitu permintaan, perdagangan dan penggunaan faktor produksi. Penelitian ini bertujuan melengkapi pengukuran dimensi perubahan struktural yang lebih
cermat
dengan
memperkirakan
kembali
pola
pembangunan jangka panjang.
Hasil penelitian menyajikan
perubahan
rentang
struktur dalam
pendapatan
$
300
sampai $ 4,000 GNP per kapita dinilai dengan dolar tahun 1980, disimpulkan sebagai berikut : 1.
Dengan meningkatnya pendapatan,
proporsi konsumsi
s w a s t a menurun.
Keadaan
ini memberi peluang
bagi
peningkatan investasi d a n penurunan s u r p l u s impor. Konsumsi pangan menurun sekitar 20 persen sedangkan konsumsi barang lainnya meningkat. 2.
T e r jadi pergeseran
komposisi
p r i m e r k e barang manufaktur.
e k s p o r d a r i barang Impor barang primer
m a u p u n m a n u f a k t u r m e n g a l a m i peningkatan,
ha1
ini
terjadi karena proses industrialisasi memerlukan impor barang primer maupun manufaktur. negara
besar
terjadi
penurunan
Di negara-
impor
barang
manufaktur, h a 1 ini disebabkan karena meningkatnya substitusi impor dinegara-negara tersebut. 3.
Pangsa
sektor pertanian terhadap nilai tambah
mengalami penurunan
yang tajam,
sektor manufaktur
meningkat dua kali lipat dan sektor jasa meningkat sebesar 50 persen. Pada mulanya ahli-ahli ekonomi berpendapat bahwa terjadinya perubahan struktural d a n penurunan pangsa sektor
pertanian
perubahan
karena
komposisi
tiga
ha1
permintaan
yaitu yang
pertama, menyertai
peningkatan pendapatan seperti yang dikemukakan oleh Kuznet hukum
(1957, 1966). Penjelasan tersebut bersumber dari
Engel yang mengemukakan elastisitas pendapatan
t e r h a d a p permintaan pangan hampir selalu lebih kecil dari
s a t u dan
cenderung menurun
kapita meningkat.
jika pendapatan
per
Kedua, substitusi input maupun output
yang terjadi dalam proses pembangunan, sektor pertanian
disubstitusi
khususnya output
oleh output
sektor
manufaktur yang selanjutnya meningkatkan peranan sektor bukan pertanian. input
sektor
meningkat. kandang,
Output sektor manufaktur mensubstitusi pertanian
jika
pendapatan
semakin
Misalnya pupuk buatan mensubstitusi
traktor mensubstitusi
maupun hewan.
Ketiga,
t e n a g a kerja
pupuk
manusia
dengan semakin meluasnya pasar
akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan menimbulkan
perubahan
biaya produksi yang diakibatkan
perubahan skala usaha dan eksternalitas yang mendorong meningkatnya sektor manufaktur. 2.1.2.
Perubahan Struktur Sektor Pertanian Perubahan struktur sektor pertanian yaitu perubahan
pola t e n t a n g komposisi produksi, urutan produksi d a n perubahan sumber daya yang digunakan
(Hayami dan Rutan,
1971). Dalam peroses pertumbuhan ekonomi pangsa
pertanian baik dalam PDB maupun dalam secara relatif menurun pendapatan
per
kapita.
d i s e r t a i pertumbuhan
sektor
kesempatan kerja
sejalan dengan peningkatan P e r o s e s pertumbuhan
PDB
juga
sektor pertanian yang meningkat
d e n g a n cepat bersamaan bahkan mendahului pertumbuhan PDB
. Oleh karena sektor industri tidak menghasilkan
bahan makanan, maka perkembangan
sektor industri akan
disertai penurunan keuntungan,
jika tidak didukung oleh
perkembangan sektor pertanian.
Keadaan ini menunjukkan
ketergantungan pertanian. didukung
sektor
industri
terhadap
sektor
Sektor industri tidak dapat berkembang tanpa perkembangan
sektor
pertanian.
Dari
uraian
tersebut mudah dimengerti mengapa revolusi industri dan revolusi pertanian terjadi bersamaan dan mengapa negara dimana
sektor pertanian
mengalami
kemandegan,
sektor industripun tidak mengalami perkembangan
maka
(Lewis,
1954). Penelitian Bank Dunia menunjukkan hubungan antara pertumbuhan di
negara
tersebut. pertanian
sektor pertanian dengan pertumbuhan ekonomi sedang berkembang
yang
Diantara negara-negara dalam
PDB
mendukung
pendapat
dimana pangsa sektor
lebih besar dari
2 0 persen pada
t a h u n 1970, pertumbuhan sektor pertanian melampaui persen
per tahun di
17 negara dari
23
3
negara yang
mengalami pertumbuhan PDB lebih dari 5 persen pertahun. Dalam periode yang sama 11 dari 17 negara dengan tingkat pertumbuhan menunjukkan kurang. hanya negara
PDB d i b a w a h
3
persen,
tingkat pertumbuhan
sektor pertanian
1 persen atau bahkan
Pertumbuhan sektor pertanian dan pertumbuhan PDB
berbeda yang
sebesar 2 persen d i
mengalami
pertumbuhan
11 negara
yang
dari
moderat.
15 Ada
beberapa pengecualian yaitu tingkat pertumbuhan PDB yang cepat disertai tingkat pertumbuhan sektor pertanian yang
lambat terjadi di beberapa negara yang mengandalkan pada hasil produksi tambang khususnya minyak bumi dan mineral lainnya seperti Algeria,
Ecuador, Marocco dan Nigeria.
(Timmer, 1988). Adanya keserasian antara pertumbuhan
sektor
pertanian dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor
pertanian
mempunyai
keterkaitan
dengan
kebijaksanaan ekonomi secara keseluruhan, Pengembangan produksi
sektor pertanian melalui
menimbulkan
peningkatan
perubahan
permintaan
teknologi
terhadap hasil
produksi sektor lain, misalnya pupuk, jasa transportasi, j a s a k e u a n g a n d a n konstruksi.
Disamping
itu
sektor
pertanian merupakan pasar bagi barang-barang konsumsi. Sebetulnya pertumbuhan sektor pertanian yang cepat d a n menurunnya pangsa sektor pertanian dalam dalam
total tenaga
kerja,
bukan
pertentangan walaupun biasanya penafsiran
tentang peranan
PDB d a n
merupakan
suatu
menimbulkan k e s a l a h a n
sektor pertanian.
Pendapat
beberapa ahli ekonomi tahun 1950-an mengemukakan bahwa sektor
pertanian
harus
menjadi
sumber
dana
bagi
kepentingan sektor lain yang lebih dinamis. Strategi ini dapat berhasil jika sektor pertanian t e l a h t u m b u h dengan
cepat seperti halnya
di
negara-
negara Eropa Barat dan Jepang. Akan tetapi jika sektor pertanian
baru
dimulai
dengan menggunakan
teknologi
tradisional dan hasilnya hanya sekedar mencukupi hidup, maka " m e m e r a s m * sektor pertanian hanya akan menimbulkan kemandegan dan bukan pertumbuhan ekonomi seperti yang semula diharapkan. Oleh karena itu tingkat pertumbuhan sektor pertanian harus relatif cepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. pertumbuhan
ekonomi
struktural
yang
selalu disertai
berupa
menurunnya
Dilain pihak
oleh perubahan pangsa
sektor
pertanian baik dalam PDB maupun kesempatan kerja. T e r d a p a t d u a mekanisrne y a n g d a p a t m e n j e l a s k a n proses
perubahan
tersebut yaitu
pertumbuhan
sektor
pertanian yang menjurus kepada penurunan pangsa terhadap PDB. Pertama hukum Engel yang mengemukakan bahwa dalam sistim perekonomian tertutup dengan harga tetap, terjadi penurunan angkatan
pangsa
s e k t o r pertanian
kerja yang
t i d a k terpengaruh
pertumbuhan sektor tersebut. digerakkan pasar,
o l e h pola
maka
dengan
dalam
oleh
cepatnya
Oleh karena pertumbuhan
permintaan adanya
PDB maupun
dalam
perekonomian
elastisitas pendapatan
terhadap permintaan bahan makanan yang lebih kecil dari satu mengakibatkan pertumbuhan pendapatan yang diterima petani
akan
pertumbuhan
tumbuh
PDB.
lebih
lambat dibandingkan d e n g a n
Kedua,
ditinjau dari pertumbuhan
produktivitas sektor pertanian yang cepat dinyatakan dalam hasil produksi per kerja
disemua
negara
luas lahan maupun per tenaga maju
yang
ditimbulkan
oleh
perubahan
teknologi.
Perubahan teknologi disektor
pertanian menekan biaya produksi dan menggeser kurva penawaran kekanan, mengakibatkan penurunan harga.
Harga
yang rendah akan memperlemah pertumbuhan permintaan yang lambat sebagai akibat rendahnya elastisitas pendapatan terhadap
permintaan.
Jika kedua ha1
ini mengakibatkan
sumber daya
pertanian bergeser menuju sektor lain yang mempunyai t i n g k a t pertumbuhan yang
lebih cepat, maka akibatnya
pangsa sektor pertanian menurun.
Pergeseran sumber daya
a n t a r sektor dialami oleh semua negara yang
telah
berhasil mengalami perubahan struktural (Timmer, 1988). Peter Timmer selanjutnya mengemukakan
bahwa
perubahan struktural sektor pertanian terjadi paling s e d i k i t melalui
empat tahapan.
Proses dimulai d e n g a n
peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor bahan makanan yang mengakibatkan terjadinya surplus, tahapan ini dikenal sebagai "Mosher environment". dimana
surplus
mengembangkan
tersebut
sektor bukan
dapat
Kedua, tahapan
digunakan
untuk
pertanian dengan membentuk
keterkaitan pasar dengan industri, perubahan teknologi d a n rangsangan untuk membangun efisien,
mengembangkan
menggerakkan disebut
pasar
sumber daya
sektor pertanian y a n g faktor produksi
d i pedesaan,
"Johnston Me1 lor environment".
untuk
tahapan
ini
Tahapan ket iga
adalah mengintegrasikan sektor pertanian kedalam ekonomi
.
makro
Menurunnya
pengeluaran
untuk makanan bagi
masyarakat perkotaan, mendorong sektor pertanian menjadi lebih efisien, sehingga sumber daya dapat digeser dari sektor pertanian. pasar
Diperlukan adanya integrasi antara
input d a n pasar
pertanian
kedalam
output;
ekonomi
atau
makro
integrasi sektor
melalui
i n f r a s t r u k t u r d a n k e t e r k a i t a n pasar.
keterkaitan Tahapan
ini
dikenal sebagai mlSchultz-Ruttanenvironmentn. Tahapan keempat menunjukkan pertanian
dalam
peranan
industrialisasi, dengan
sektor
menurunnya
pangsa angkatan kerja disektor pertanian dan menurunnya proporsi pengeluaran untuk makanan bagi masyarakat kota. Pendapatan petani yang semakin menurun karena perubahan teknologi yang meningkat cepat dan harga bahan makanan ditingkat petani yang rendah, mengakibatkan bergesernya sumber
daya
pertanian.
dari Petani
pertaniannya,
sektor tidak
dilain
pertanian mau
keluar
meninggalkan
pihak masyarakat
sektor lahan
industri d i
perkotaan tidak mudah untuk menerima mereka. Tahapan ini dikenal sebagai '9D.G.Johnson environmentw. 2.1.3.
Keterkaitan antara Sektor Pertanian Denaan Sektor Bukan
Pertanian
Keterkaitan antara sektor pertanian dan bukan pertanian mengalami perubahan yang cukup berarti selama
proses pembangunan ekonomi berlangsung. pembangunan,
Pada tahap awal
sektor pertanian memegang peranan penting
sebagai penyedia kesempatan kerja yang mampu menampung setengah sampai tiga perempat seluruh angkatan kerja dan sebagai penyumbang PDB setengah atau lebih. Dalam proses pembangunan pangsa sektor pertanian terhadap PDB maupun angkatan kerja menurun, sedangkan pangsa sektor industri meningkat. Berbagai pembahasan tentang perubahan pangsa sektor pertanian
dalam
dilakukan;
antara
economv model.
proses
pembangunan
lain g r o w t h
telah
banyak
staae modex dan d u a l
Dalam pembahasan tersebut pada umumnya
memperlakukan kontribusi sektor pertanian secara satu arah
tanpa memperhatikan
keterkaitan
antara
sektor
pertanian dengan sektor lain. Hirschman,
(1958) berpendapat bahwa kendala dalam
ekonomi pembangunan adalah kurangnya kemampuan mengambil keputusan terutama dalam investasi. Strategi pembangunan yang diperlukan adalah strategi pembangunan yang tidak seimbang yang mendorong kemudahan pengambilan keputusan investasi.
Hirschman merumuskan model yang selanjutnya
d i k e n a l sebagai pengaruh keterkaitan k e d e p a n d a n k e belakang.
Keterkaitan
kedepan mendorong
keputusan
investasi dengan peningkatan kemudahan memperoleh output tertentu untuk digunakan dalam tahapan produksi
lebih
lanjut yaitu dengan penurunan biaya produksi di industri
hilir melalui external
&.
Keterkaitan kebelakang
merangsang permintaan pada tahapan a w a l dalam p r o s e s produksi,
mendorong keputusan investasi pada
industri
yang mensuplai input. Meningkatnya atau semakin eratnya keterkaitan
antar
mengakibatkan
sektor
peningkatan
atau
antar
industri
yang
berakibat
investasi
peningkatan permintaan terhadap input yang merupakan output dari suatu sektor atau industri tertentu. dikatakan
bahwa
peningkatan
keterkaitan
Dapat
antara
satu
sektor dengan sektor lain atau antara sektor pertanian dengan
sektor
lain mengakibatkan perluasan permintaan
domestik yang akhirnya meningkatkan pertumbuhan. Peranan sektor pertanian dan sektor lainnya dalam pembangunan
melalui
keterkaitan
antara kedua
tersebut dapat dianalisis sebagai berikut
sektor
: Pertama,
surplus sektor pertanian diinvestasikan k e sektor lain; yaitu dengan cara memindahkan modal d a n tenaga k e r j a dari
sektor pertanian k e
p a ja k
sektor pertanian
sektor lain dan pemungutan d a n perbaikan
nilai
tukar.
Kedua, menekankan pada hubungan fungsi produksi dan arus pemasaran yang menghubungkan sektor pertanian dan bukan pertanian (Jotopoulos dan Nugent, 1976). Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa pembangunan sektor pertanian meningkatkan permintaan terhadap input antara seperti pupuk, insektisida, traktor dan lain-lain yang dipasok oleh sektor bukan pertanian.
Disamping
itu
mengakibatkan peningkatan penawaran dihasilkan
o l e h sektor p e r t a n i a n
pertanian.
Kedua aspek
bahan mentah yang bagi
ini dikenal
s e k t o r bukan
sebagai pengaruh
keterkaitan antara industri yang mengarah kebelakang dan kedepan
.
Selain itu pembangunan sektor pertanian menyediakan kesempatan
kerja
pendapatan
disektor
permintaan sektor
yang
mengakibatkan
pertanian
terhadap barang
lain.
Tersedianya
yang
peningkatan meningkatkan
konsumsi y a n g
dihasilkan
barang-barang
tersebut
merupakan dorongan untuk meningkatkan produktivitas dan akhirnya
meningkatkan
Hubungan
ini dikenal
tabungan
di
sektor
sebagai pengaruh
pertanian.
keterkaitan
kesempatan kerja dan pembentukan pendapatan. Disamping keterkaitan yang mengarah k e belakang m a u p u n k e depan, terdapat keterkaitan t i d a k langsung atau
dikenal
sebagai keterkaitan
total.
Keterkaitan
langsung hanya mengukur putaran pertama dari interaksi kedepan atau kebelakang antar industri. Dalam kenyataan, peningkatan
output
sektor
j bukan
s a j a meningkatkan
output sektor i yang menghasilkan input bagi sektor j, tetapi juga meningkatkan menghasilkan penigkatan putaran
input u n t u k
output
output sektor
sektor-sektor
sektor
i.
lain yang
Dengan
demikian
lain d i d o r o n g
kedua, ketiga dan seterusnya.
oleh
Dapat dikatakan
bahwa keterkaitan total adalah pengaruh pengganda atau
multiwlier effect. Pada mulanya dikenal pengaruh pengganda yang dikemukakan
Keynes
yang
menyatakan
hubungan
antara
keseimbangan pendapatan dan investasi sebagai berikut
:
Pengaruh pengganda Keynes atau Keynesian multiplier
adalah
-
Yd
=
dI dimana
:
-
1
b
= M P C Jmarainal
b
p r o ~ e n s i t v +g
consume)
= perubahan pendapatan = perubahan investasi
d::
Dengan
1
demikian
dapat
diartikan
bahwa
pendapatan sama dengan hasil perkalian
perubahan
investasi dengan
pengaruh pengganda.
Keynesian multiplier dan multiplier pendapatan lain pada
umumya
merupakan
multiplier
permintaan
agregat
disebut juga sebagai induced multi~lier, yang menyangkut pengaruh pengeluaran yang terjadi melalui sektor rumah tangga. Dengan perkataan lain Keynesian multiplier hanya terbatas
pada
keterbatasan
induced
ini maka
multiwlier.
dipandang
Oleh
perlu
karena
menghitung
multiplier pendapatan agregat yang didalamnya termasuk dua k o m p o n e n yaitu induced & dan induced multiwlier effect.
I n i bisa
dihitung
dengan menggunakan
input-
output multiplier (Tambunan, 1989). Untuk mengatasi kelemahan Keynesian multiplier, maka dikemukakan konsep multiplier yang lain yaitu yang disebut
e x v o r t B a s e ~ u l t i ~ l i eart a u e c o n o m i c
base
~ u l t i v l i e y ,dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
dimana : d = marginal propensity t o spend f = marginal propensity t o import
Pendekatan e x ~ o r tbase p u l t i ~ l i e rmengikut sertakan ekspor d a n membedakan terhadap barang-barang
to
antara proPensitv
Gonsume
yang dihasilkan didalam
negeri
dan propensity to import. Selanjutnya Myzawa dalam Tambunan, membuktikan
bahwa
dengan
asumsi
1989 t e l a h
tertentu
assreaate
exvort base multivlier adalah identik dengan multiplier pendapatan yang diturunkan dari model I 2.1.4.
-
0.
Kebiiaksanaan Substitusi Imvor
P r e b i s c h dalam M e i e r
(1984) m e n g e m u k a k a n
teori
Center Periphery yang diawali dengan penjelasan tentang ketimpangan barang
antara
negara
penghasil
dan pengekspor
industri, selanjutnya disebut center dan negara
penghasil
dan
pengekspor
disebut periphery.
barang
primer
selanjutnya
Perubahan teknologi terjadi d i negara
center yang menghasilkan peningkatan produktivitas dan penurunan
biaya
produksi.
Perubahan
t e k n o l o g i serta
hasilnya t i d a k ditularkan k e periphery baik langsung maupun
tidak
langsung
yang
berupa
ekspor
barang
manufaktur dengan harga murah. H u b u n g a n periphery d e n g a n c e n t e r t e r b a t a s pada pemasok barang primer., besar
Tenaga kerja periphery
d e n g a n produktivitas
pembangunan
periphery
rendah,
tertumpu
sehingga pada
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
relatif masalah
bagaimana
Sementara itu
peningkatan ekspor periphery dibatasi oleh pertumbuhan permintaan lambat
center terhadap barang primer
karena
permintaan
terhadap
yang relatif
barang
primer
inelastis dan kebijaksanaan proteksi yang dilaksanakan center.
Dengan demikian
merupakan
pemecahan
mengembangkan pada
biaya
industrialisasi d i periphery
masalah
kesempatan
kerja.
industrialisasi d i periphery
produksi
yang
lebih t i n g g i
Untuk
dihadapkan
dibandingkan
center. Oleh karena itu mengembangkan industrialisasi di periphery diperlukan proteksi. Dikarenakan permintaan yang inelastis, pengembangan ekspor barang primer d i periphery menimbulkan penurunan harga.
Dengan
s u m b e r daya,
demikian
timbul rnasalah dalam
alokasi
apakah dialokasikan untuk meningkatkan
ekspor atau untuk memenuhi
konsumsi dalan negeri,
Keputusan tentang pilihan mana yang diambil ditentukan
oleh manfaat yang lebih tinggi.
Jika peningkatan ekspor
barang primer akan lebih menguntungkan karena kerugian ekspor yang diakibatkan oleh turunnya harga tidak lebih besar d a r i penurunan pendapatan
sebagai akibat biaya
tinggi dari industri dalam negeri,
maka pilihan jatuh
kepada ekspor. Dalam ha1 keduanya menunjukkan nilai yang sama, maka industrialisasi akan tetap merupakan pilihan, karena investasi akan mendorong meningkatkan kesempatan kerja yang produktip dan meningkatkan pembangunan. Dari uraian di depan dapat disimpulkan substitusi
impor yang
terseleksi merupakan mencapai
didorong
bahwa
oleh proteksi yang
jalan yang cukup baik Kebijaksanaan
apa yang diharapkan.
untuk yang
demikian akan membantu meluruskan kecenderungan terhadap kendala yang berasal dari luar negeri bagi pembangunan sebagai
akibat
pendapatan oleh
elastisitas
permintaan
terhadap
yang kurang elastis bagi impor barang primer
negara
center
dibandingkan
dengan
elastisitas
permintaan terhadap pendapatan yang lebih elastis bagi impor
barang
Kebijaksanaan
manufaktur substitusi
mengurangi kecenderungan
oleh
negara
impor
periphery.
dengan
proteksi
semakin lemahnya nilai
tukar
d e n g a n c a r a menghindari alokasi tambahan sumber daya yang
produktif
ke
ekspor
barang
primer
dan
mengalihkannya k e industri untuk memenuhi permintaan dalam negeri.
Industrialisasi mengakibatkan penerapan teknologi, meningkatkan
kesempatan
struktur produksi t e r h a d a p barang
kerja,
sebagai
mendorong
perubahan
jawaban dari permintaan
manufaktur
yang
elastis.
Di
negara
periphery proteksi diperlukan dengan tujuan mengurangi kesenjangan elastisitas permintaan antara negara center dan negara periphery. substitusi
impor merupakan
kebijaksanaan
pembangunan ekonomi yang diarahkan kepada dua sasaran, yaitu pertama belajar dan memperoleh manfaat dari negara maju dan kedua, melindungi
perekonomian dalam negeri.
D e n g a n demikian masyarakat membangun dengan cara d a n bentuk pembangunan yang diciptakan sendiri d a n dapat menumbuhkan perekonomian
sedemikian rupa sehingga dapat
sejajar dengan negara lain dalam percaturan perdagangan internasional (Bruton, 1989). Di dalam batasan tentang kebijaksanaan substitusi impor
tersebut
tersirat
bahwa
sasarannya
adalah
membangun unit-unit produksi yang mempunyai keuntungan komparatif,
dan dikelola
secara efisien
dan
mengacu kepada harga d i pasar internasional.
selalu
Unit-unit
produksi yang dimaksud adalah industri dewasa. Industri dewasa berasal dari industri muda y a n g merupakan
kegiatan
perekonomian.
industri pada
Biaya membangun
tahap awal dalam
industri muda di negara
sedang berkembang sering kali relatif mahal dibandingkan
d i negara maju untuk industri yang sama. memilih
industri yang
layak untuk
Dalam rangka
dikembangkan
dan
menentukan kebijaksanaan yang cocok untuk mengembangkan industri tersebut,
maka
diperlukan beberapa
informasi
antara lain : besar perbedaan biaya mendirikan industri muda di negara berkembang dengan di negara maju,
lama
waktu proses penurunan biaya produksi sehingga sampai pada tingkat lebih murah dibandingkan dengan negara maju dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses industri m u d a menjadi
industri dewasa yang m a m p u bersaing
di
pasar internasional. Pada gambar 2,
OA
menunjukkan biaya produksi per
u n i t pada tahap produksi industri muda, unit barang
O F biaya
per
impor. ABC merupakan kurva biaya produksi
yang menurun dengan meningkatnya produkstivitas industri muda.
FG
merupakan
biaya p e r unit barang
impor.
FAB
merupakan biaya total industri muda atau besarnya proteksi yang diberikan agar biaya produksi di dalam negeri sama dengan biaya barang
impor,
CBG merupakan
manfaat
total, karena berkembangnya industri muda menjadi indust r i dewasa.
OT
merupakan
jangka waktu
industri muda
mulai dari saat didirikan sampai mampu bersaing di pasar internasional,
Nilai
T Gambar
output kumulatif atau waktu.
2 : Biaya, Manfaat dan
Jangka
Waktu
Industri Muda Agar
industri muda
mampu
bersaing di
pasar
internasional atau konsumen dalam negeri tidak berkurang kesejahteraannya karena mengkonsumsi produk dalam negeri yang
lebih rnahal, maka kepada industri muda diberikan
proteksi dengan biaya sebesar FAB. Masalah yang mendasar dalam proses perkembangan dari
industri muda
menjadi
industri dewasa adalah
akurnulasi kemampuan teknologi yang membentuk muda mampu dan bertahan dalam persaingan
industri
internasional.
Akumulasi kemampuan teknologi mengakibatkan
peningkatan
produktivitas. Seperti telah diungkapkan d i d e p a n kebijaksanaan substitusi impor berkaitan erat dengan proteksi. Gagasan proteksi bertujuan untuk menempatkan
suatu negara dalam
perekonomian dunia,
agar dapat membangun
y a n g fleksibel dan kuat. substitusi
Ruang
perekonomian
lingkup kebijaksanaan
impor adalah memilih proteksi
yang sesuai,
sedemikian rupa sehingga proteksi memberikan terhadap pertumbuhan
pengaruh
industri muda pada khususnya d a n
seluruh perekonomian pada umumnya. L i t t l e dalaa Hasibuan
(1985) mengemukakan
bahwa
banyak diantara negera sedang berkembang menggantungkan harapan terhadap kebijaksanaan sedangkan
dipihak
lain
kurang
substitusi
impor,
diperhitungkan
adanya
berbagai kecenderungan yang tidak diharapkan terjadi. Harapan terhadap kebijaksanaan industrialisasi substitusi impor antara lain adalah ; pertama, sumbersumber ekonomi relatif cukup tersedia d i dalam negeri s e p e r t i bahan permintaan
baku
d a n tenaga kerja.
barang-barang
industri
Kedua,
dari
respons
negara
maju
rendah. Ketiga, mengurangi akibat-akibat ketidakstabilan pasar
internasional
terhadap pasar
di
dalam
negeri.
Keempat, untuk mendorong industri d i dalam negeri supaya lebih berkembang. Kelima, adanya potensi permintaan d i dalam negeri yang memadai.
Keenam, dengan perkembangan
industri d i dalam negeri, maka kesempatan kerja terbuka semakin
luas.
Ketujuh,
kemungkinan untuk meningkatkan
nilai tambah yang lebih tinggi. Kedelapan, devisa dapat dihemat atau paling kepada hal-ha1
tidak dalam t u j u a n penggunaannya
lain yang lebih produktif.
Kesembilan,
kemungkinan Kesepuluh,
pengalihan
teknologi akan
l e b i h cepat.
oleh karena strategi tersebut akan diikuti
dengan proteksi yang relatif tinggi, sedangkan potensi permintaan di dalam negeri cukup luas, maka menarik bagi investasi luar maupun dalam negeri. Agar harapan-harapan asumsi
harus
kebijaksanaan
tersebut terlaksana, beberapa
dipenuhi, investasi,
yaitu
yang
teknologi,
menyangkut
kesempatan
kerja,
kebijaksanaan impor dan proteksi, kebijaksanaan harga, perlindungan
konsumen,
nilai
tukar
rupiah
v a l u t a asing dan peningkatan daya saing. tersebut kurang memadai,
maka berbagai
terhadap
J i k a asumsi
kelemahan akan
terjadi. Sesuai dengan pendapat Hasibuan
(1985), dapat
dikemukakan beberapa kelemahan kebijaksanaan impor
jika
Kelemahan
substitusi
asumsi y a n g diperlukan k u r a n g memadai.
utamanya
adalah
ekonomi biaya
t i n g g i yang
disebabkan oleh; pertama, kualitas bahan baku dan tenaga kerja
yang rendah memerlukan
meningkatkan diseconomies.
mutunya, Kedua,
biaya
sehingga
pertumbuhan
tambahan untuk
timbul
external
nilai tambah, terutama
industri yang menghasilkan barang konsumsi tidak tahan lama r e l a t i f cepat, t e t a p i jika penyesuaian proteksi kurang jenuh
fleksibel dilakukan, maka d a n menimbulkan
ekonomi
industri
biaya
nilai t a m b a h yang diciptakan beberapa
ini cepat
tinggi,
Ketiga,
industri
lebih
rendah
daripada
internasional.
industri
Hal
yang
ini disebabkan
sama
di
industri
pasar
d i dalam
negeri berproduksi d i bawah kapasitas,
sementara i jin
kapasitas yang diperoleh terlalu tinggi.
Ijin kapasitas
yang tinggi
digunakan sebagai rintangan masuk
(barrier
t o entry) yang akhirnya menimbulkan monopoli dan ekonomi biaya
tinggi.
kebijaksanaan
Disamping
itu,
industrialisasi
substitusi impor mengabaikan
dengan
keuntungan
komparatif. Ekonomi biaya tinggi menimbulkan dampak menurunkan k e s e j a h t e r a a n k o n s u m e n d i dalam ketidakmampuan Kelemahan
bersaing
kedua,
di
pengaruh
internasional masih
tetap
negeri,
pasar
dan dampak
internasional.
ketidakpastian
ada,
yaitu
pasar
ketergantungan
terhadap sebagian besar bahan baku, bahan setengah jadi, modal, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu penghematan devisa ketiga,
perluasan
belum
tentu terjadi.
kesempatan kerja
Kelemahan
t e r g a n t u n g pada
arahan teknologi yang diterapkan, apakah padat modal atau padat karya. Kelemahan kebijaksanaan substitusi impor membawa dampak yang kurang menguntungkan
bagi sektor pertanian.
Pertama, oleh karena terjadi ekonomi biaya tinggi, maka sektor pertanian mambeli output sektor industri yang digunakan
sebagai input dengan harga relatif tinggi.
Kedua, karena sasaran kebijaksanaan
substitusi impor
adalah untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, maka hasil pertanian ditujukan kepada pasar dalam negeri.
Keadaan
ini mengakibatkan s u ~ ~ lhasil v pertanian meningkat yang menyebabkan harga menurun.
Disatu pihak sektor pertanian
membeli input dari sektor industri yang relatif mahal, d i p i h a k l a i n sektor pertanian
menjual
output
dengan
harga yang relatif murah, maka terjadi penurunan nilai tukar petani, akibatnya kesejahteraan petani menurun. Disamping itu, karena sektor pertanian diarahkan untuk memenuhi
permintaan
pasar dalam
negeri,
maka
sektor pertanian kehilangan kesempatan yang baik untuk mengekspor, misalnya pembatasan sawit,
k a y u gelondongan
dan
ekspor minyak kelapa
rotan.
Dengan
demikian
kebijaksanaan substitusi impor yang berlaku di Indonesia selama kurang
lebih
15
tahun memberi
pengaruh
yang
kurang menguntungkan bagi pertumbuhan sektor pertanian. Balassa
(1985) mengemukakan
berdasarkan argumentasi
bahwa
industri muda
walaupun
biaya proteksi
impor dalam jangka pendek dapat ditutup oleh keuntungan yang ditimbufkan oleh meningkatnya produktivitas dalam jangka panjang,
tetapi kenyataan menunjukkan terjadinya
penurunan pertumbuhan produktivitas dalam kebijaksanaan inward orientation yang berlanjut. Pendapat tersebut diperkuat oleh Ahluwalia
(1986)
yang mengemukakan bahwa pertumbuhan produktivitas faktor produksi t o t a l berubah menjadi negatif d i India y a n g
menerapkan kebijaksanaan inward orientation dalam jangka waktu yang cukup lama. Chenery (1986) mengemukakan hasil penelitiannya menunjukkan
terhadap 20 negarp
peningkatan
berkembang
yang
produktivitas faktor produksi
total lebih dari tiga persen d i negara yang menerapkan kebijaksanaan
orientasi
ekspor,
sementara
itu
peningkatan kurang dari satu persen bahkan negatif d i negara yang menerapkan kebijaksanaan inward orientation. Pandangan export pessimism melalui penganjurnya Prebisch harus
perdagangan penggerak
bahwa
industrialisasi impor,
karena
luar negeri tidak bisa diandalkan
sebagai
dimulai
adalah:
mengemukakan
(1959),
dengan
substitusi
pembangunan. Pertama,
Alasan
ekspor hasil
yang
dikemukakannya
i n d u s t r i t i d a k bisa
diharapkan t u m b u h dengan cepat, karena pasaran sudah dikuasai oleh negara-negara proteksi
negara-negara
negara-negara
maju.
maju
berkembang.
Kedua, kebijaksanaan
mempersulit
Ketiga,
ekspor
dari
ekspor bahan mentah
dihadapkan pada fluktuasi harga yang sering merugikan. Keempat, terms of trade bahan mentah cenderung merosot dalam jangka panjang. Pandangan export ~ e s s i m i s m yang merupakan landasan bagi kebijaksanaan substitusi impor
ini menyebar k e
hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia pada awal tahun 1970 an.
Disamping itu dengan latar belakang
jumlah penduduk yang besar dan penerimaan
devisa yang
cukup
besar
dari
ekspor
perkebunan merupakan dilaksanakannya
hasil
pertambangan
alasan yang
cukup kuat
kebijaksanaan substitusi
impor.
dan bagi
Suatu
& (1986). bahwa
pembenaran dikemukakan oleh Kubo
periode kebijaksanaan substitusi impor dan memperkuat keterkaitan input-output antar sektor diperlukan sebelum suatu perekonomian dapat bersaing dengan sukses d i pasar dunia dan beralih k e orientasi ekspor. Kebijaksanaan substitusi impor dilaksanakan rnelalui berbagai
tarif
impor,
rintangan n o n
pemerintah dan swasta untuk ekspor,
pengendalian harga
tarif, monopoli
beberapa komoditi, ekspor maupun
pajak
impor,
dan
kemudahan kredit. Disamping itu sejak tahun 1983 sangat dianjurkan penggunaan produksi dalam negeri. Kebiiaksanaan orientasi E k s ~ o r
2.1.5.
Manfaat dari perdagangan internasional dijelaskan dalam
teori
mahasiswanya
Hecksher-Ohlin.
Eli
Bertil Ohlin rnengemukakan
Hecksher bahwa
dan
terdapat
perbedaan yang sistematis tentang rasio faktor produksi di berbagai negara.
Suatu negara mempunyai tenaga kerja
yang relatif banyak dibandingkan lahan, sedangkan negara lainnya dengan keadaan yang sebaliknya. Dengan demikian suatu negara memiliki memproduksi negara lain.
suatu barang
keuntungan
komparatif
tertentu dibandingkan
dalam dengan
Alasan yang mendasar dari perdagangan internasional dikemukakan oleh kaum klasik, yaitu dengan sumber daya tertentu, perdagangan memaksimalkan kemungkinan konsumsi dalam s u a t u perekonomian dapat melampaui kemungkinan produksi
.
Gambar 3 : Manfaat Perdagangan Internasional PQ = kurva kemungkinan produksi
(kkP)
Gambar 3 menunjukkan tingkat konsumsi pada titik A' dan A"
berada di luar kemampuan produksi dalam negeri. Akan
tetapi jika terdapat kesempatan melakukan perdagangan internasional dengan r a s i o harga seperti ditunjukkan oleh kemiringan garis HI, konsumsi sepanjang garis H I dimungkinkan, jika produski dalam negeri berada pada t i t i k E.
Misalnya
mengkunsumsi
pada
t i t i k A,
dengan
mengekspor ED dan mengimpor DA. Jika
yang
diimpor
adalah
barang
modal
teknologi, maka kemampuan produski meningkat, kurva
PQ bergeser
dan
sehingga
k e kanan dan terjadi pertumbuhan
ekonomi.
Dalam ha1 ini yang penting
adalah bagaimana
produski dapat dilaksanakan pada titik sepanjang kurva kkP,
sehingga produksi dilakukan dengan
memiliki
keuntungan
komparatif
efisien
dan
dan
keuntungan
persaingan. Pengalaman t a h u n 1 9 7 0 a n d a n 1980 a n menunjukkan banyak
negara
meningkatkan tingkat
sedang
ekspor hasil
pertumbuhan
hampir semua negara Asia
berkembang
melakukan
yang
berhasil
industrinya d a n
mendorong
ekonominya. berkembang
penyesuaian
Dalam
tahun
termasuk negara-negara
struktural yaitu
melaksanakan deregulasi dalam berbagai hal. dipengaruhi
oleh pengalaman
negara industri baru NIB
1980 an
Jepang,
dengan
Keadaan ini
kemudian
empat
(Singapura, Hong Kong, Taiwan,
Korea Selatan) yang mengalami tingkat pertumbuhan persen
sehubungan dengan
berkembangnya
10
perdagangan
internasional. Keadaan perekonomian Indonesia dengan jatuhnya harga m i n y a k bumi d i pasar dunia mengakibatkan nilai ekspor menurun dan penerimaan negara menurun tajam. ini mengakibatkan
rendahnya tingkat pertumbuhan mulai
a w a l t a h u n 1980 an. negara-negara
Hal
Dengan latar belakang pengalaman
sedang berkembang, diperkuat oleh keadaan
penerimaan devisa yang berasal dari ekspor minyak bumi yang
semakin
melakukan
menurun,
outward-lookina
maka
sejak
1983
Indonesia
oolicv atau dikenal
sebagai
orientasi ekspor. Beberapa alasan dipilihnya kebijaksanaan orientasi ekspor
antara
: Pertama,
lain
d i l a n d a s i oleh persaingan
yang
perdagangan
bebas
sehat yang mengarah
kepada efisiensi. Kedua, ekspor akan memungkinkan adanya impor barang-barang modal, dengan demikian akan tercipta arus modal internasional. Ketiga, kegiatan ekspor impor merupakan
jaringan
untuk
pertukaran
gagasan,
keterampilan, teknologi, manajemen, dan kewirausahaan. Keempat,
kebijaksanaan
kesempatan
kerja
orientasi
lebih besar
ekspor
menciptakan
dibandingkan dengan
kebijaksanaan substitusi impor (Azis, 1989). 2.2
Hipotesis
Dari perumusan masalah, tujuan penelitian tinjauan pustaka yang mengemukakan teori yang dan
hasil-hasil
penelitian
terdahulu, maka
serta terkait
diajukan
beberapa hipotesis dalam penelitian sebagai berikut : 1.
Pertumbuhan
sektor
pertanian
disertai
dengan
perubahan struktur produksi yang relatif kecil. 2.a.
Sumbangan permintaan domestik menunjukkan bahwa bagi
semua
pertanian,
s u b sektor dalam konsumsi
swasta
lingkupan merupakan
sektor sumber
pertumbuhan yang paling besar, sedangkan investasi relatif kecil, baik dalam periode kebijaksanaan substitusi impor maupun orientsi ekspor.
b.
Sumbangan perdagangan bahwa
perkembangan
internasional menunjukkan ekspor
bagi
sub
sektor
perkebunan dan kehutanan relatif besar, sedangkan bagi sub sektor tanaman bahan makanan, peternakan d a n perikanan relatif kecil baik dalam periode kebijaksanaan ekspor. dalam
substitusi
impor maupun
orientasi
Substitusi impor bagi semua s u b s e k t o r lingkup
sumbangan
sektor
yang
kebijaksanaan
pertanian
relatif
besar
substitusi
menunjukkan
dalam
impor
periode
dibandingkan
orientasi ekspor. 3.
Sumbangan perubahan teknologi terhadap pertumbuhan semua
sub
sektor dalam
lingkup sektor pertanian
relatif kecil dan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dalam periode kebijaksanaan substitusi impor dibandingkan dengan orientasi ekspor. 4.a.
Keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lain lebih kuat dalam periode kebijaksanaan orientasi ekspor dibandingkan dengan periode kebijaksanaan substitusi impor.
b.
Dalam
periode
kebijaksanaan
substitusi
impor,
keterkaitan k e depan sub sektor pertanian kurang berperan dalam menentukan tingkat pertumbuhan sub sektor tersebut, oleh karena adanya ketergantungan kepada komponen impor dan kurang berberkembanganya industri hilir
.