BAGIAN BAMBU SEBAGAI KOMPONEN STRUKTURAL DAN NON STRUKTURAL PADA BANGUNAN RUMAH Pendahuluan Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat (khususnya di Indonesia) mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan kayu untuk perumahan. Hal ini mengakibatkan penebangan kayu hutan yang berlebihan. Penebangan kayu hutan yang kurang terkendali dapat membahayakan kelestarian hutan. Sehubungan dengan itu, maka perlu dilakukan upaya untuk mencari bahan pengganti kayu sebagai bahan bangunan. Dengan memperhitungkan berbagai keunggulan dan kelemahannya, Bambu dapat dipertimbangkan sebagai bahan pengganti kayu sebagai bahan bangunan Dalam perkembangannya bambu telah dapat digunakan sebagai struktur pengganti kayu maupun baja, misalnya bambu sebagai rangka kuda-kuda dan jembatan rangka. Hal ini juga didukung oleh kekuatan bambu yang telah diawetkan, rangka atap dari bambu yang diawetkan secara tradisional , masih dapat bertahan pada umur lebih dari 20 tahun (Morisco, 1999). Sehubungan dengan sifat-sifat bahan maupun mekanisnya maka sangat memungkinkan apabila bambu dimanfaatkan sebagai struktur portal untuk rumah susun sederhana sehingga kekuatan dan perilaku sambungan bambu akibat beban siklik harus diperhatikan dengan baik. Bambu merupakan tanaman berumpun dan termasuk dalam famili gramineae dan terdapat hampir di seluruh dunia kecuali di Eropa. Jumlah yang ada di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara kira-kira 80% dari keseluruhan yang ada di dunia (Uchimura, 1980). Pada saat ini telah tercatat lebih dari 75 genera dan 1250 spesies bambu di dunia. Dari sekian banyak jenis bambu unggul di dunia, sekitar 59% terdapat di Indonesia.
Struktur Anatomi Bambu Struktur anatomi bambu berkaitan erat dengan sifat-sifat fisik dan mekaniknya. Menurut Liesse (1980), bambu memiliki cici-ciri pertumbuhan primer yang sangat cepat tanpa diikiti pertumbuhan sekunder, batangnya beruas-ruas, semua sel yang terdapat pada inter nodia mengarah pada sumbu aksial, sedang pada nodia mengarah pada sumbu transversal. Dalam intenodia tidak ada elemen-elemen radial, kulit bagian luar terdiri dari satu lapis sel epidermis, sedang kulit bagian dalam terbentuk dari sklerenkim. Struktur melintang ruas ditentukan oleh ikatan pembuluh. Pada bagian dalam ikatan pembuluh berukuran besar dan berjumlah sedikit, secara umum di dalam batang jumlah ikatan pembuluh menurun dari pangkal ke ujung dan kerapatannya meningkat.
Sifat Fisika Bambu Menurut Haygreen dan Bawyer (1980), sifat fisika dan mekanika kayu dipengaruhi oleh tiga hal yaitu : a. Volume rongga b. Struktur sel c. Kadar air
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
23
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
Selanjutnya Liesse (1980), menyatakan bahwa secara anatomi dan kimiawi bambu dan kayu hampir sama, oleh karena itu faktor-faktor kadar air dan berat jenis yang sangat berpengaruh pada kayu juga berpengaruh pada sifat-sifat bambu. Perubahan Dimensi Perubahan dimensi bambu tidak sama dari ketiga arah struktur radial, tangensial dan longitudinal, sehingga bambu bersifat anisotropis. Kedua jenis perubahan dimensi mempunyai arti yang sama penting, tetapi berdasarkan pengalaman praktis yang lebih sering menggunakan bambu dalam keadaan basah, maka pengerutan bambu menjadi perhatian yang lebih besar dibanding pengembangannya. Angka pengerutan total untuk bambu normal berkisar antara 4,5% sampai 14% dalam arah radial, 2,1% sampai 8,5% dalam arah tangensial dan 0,1% sampai 0,2% dalam arah longitudinal (Prawirohatmojo, 1988). Sifat Mekanik Bambu Sifat mekanik adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan bahan dan merupakan ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya. Sifat-sifat mekanik tersebut meliputi kekuatan lentur statis, kekuatan tarik, kekuatan geser dan sifat kekerasan. Sifat-sifat mekanik daripada bambu yang meliputi tegangan tarik, tekan, lentur dan modulus elastisitas seperti yang terdapat pada tabel berikut ini. Tabel sifat-sifat mekanik bambu Sifat-sifat Mekanik Uraian
Kekuatan yang ada (kg/cm²)
Digunakan pada perencanaan (kg/cm²)
Tagangan tarik
600-4.000
300
Tegangan tekan Tegangan lentur
250-600 700-3.000
80 60
100.000-300.000
300.000
Modulus elastisitas
Bambu sangat lemah diarah radial, sehingga pembebanan tegak lurus atas sumbu batang sedapat mungkin dihindarkan atau ditempatkan pada ruas batang. Bambu yang dipergunakan dalam konstruksi bangunan harus kering dan diawetkan dengan bahan pengawet. Oleh karena bambu mudah sekali diserang serangga, bubuk dan rayap. Morisco (1996), mengadakan pengujian kekuatan bermacam-macam bambu seperti yang ada pada tabel berikut ini, dimana terlihat bahwa kekuatan bambu dengan nodia lebih rendah daripada bambu tanpa nodia. Tabel kuat tarik bambu kering oven Kuat Tarik (kg/cm²) Jenis Bambu Tanpa Nodia Dengan Nodia Ori 2910 1280 Petung 1900 1160 Wulung 1660 1470 Tutul 2160 740
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
24
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
Keawetan bambu Pengawetan bambu dilakukan dengan cara perendaman dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan zat kimia yang dikenal dengan proses Boucherie yang dimodifikasi di India sekitar 40 tahun yang lalu.
Rumah bambu Rumah-rumah sederhana tempo dulu, pada dasarnya, menggunakan bahan-bahan alami yang mudah diperoleh di lingkungan sekitarnya seperti bambu, kayu, alang-alang, rumbia, dll. Seiring perkembangan teknologi, bahan-bahan alami tersebut kadang banyak ditinggalkan. Baik untuk bangunan dengan volume yang besar maupun kecil. Namun di dalam perjalanannya kemudian, manusia kini seperti menyadari kembali akan kerinduannya menghadirkan bahan alami bagi tempat tinggalnya, tempat usaha, maupun satu tempat lain di dalam mewadahi aktivitasnya sehari-hari. Beranjak dari sejumput kasus itulah, kiranya bisa diungkap sekilas, bagaimana kiatkiat merancang dan membangun suatu wadah aktivitas manusia ataupun tempat kediaman bagi setiap orang yang kerap dengan nuansa-nuansa alami, yang ingin bernostalgia dengan bahan natural. Atau untuk mereka yang rindu dengan salah satu bahan alami, seperti bambu. Bambu, tentunya diperuntukkan bagi gugus-gugus massa arsitektur yang dipergunakan bukan dalam jangka waktu panjang. Ini lantaran bambu memiliki tingkat waktu keawetan yang tak lama atau terbatas. Namun, bila citra alami lebih ditekankan, mengapa tak menggunakan bambu saja? Kini, sudah banyak tersedia bahan pengawet serta politur sebagai bahan pelapisnya. Sesungguhnya, cara-cara membangun dengan bahan bambu -- terutama bagi masyarakat pedesaan -- bukanlah merupakan hal baru, lantaran mereka umumnya sudah lama bersahabat dengan alam. Memang, ketika itu jagat teknologi mereka belum maju seperti sekarang. Hingga terkadang model, sistem, dan bentuknya, kerap kali belum terpaut dengan standar kesehatan dan estetikanya. Untuk itulah, bagaimana caranya, agar bangunan bambu yang didirikan itu nantinya bisa memenuhi persyaratan kenyamanan maupun kenikmatan. Bukankah pada dasarnya setiap insan secara naluriah cinta dan rindu dekat dengan alam? Masyrakat Bali yang dikenal memiliki tabiat harmoni, punya watak keseimbangan, keselarasan dan keserasian, kini memang tengah mulai memasuki era global. Segala pernakpernik fasilitas kehidupan di zaman ini dirajut secara mekanis, serba canggih dan diwujudkan atau dibentuk dengan bahan melalui proses kimiawi. Dengan bahan baku anorganik, semua jadi serba sintetis. Alhasil yang biasa terlihat, tak sedikit melahirkan aura arsitektural yang gersang, tanpa jiwa. Tidakkah ada hasrat untuk bergayut dengan nuansa alam? Satu misal, dengan menggunakan bahan dari bambu? Siapakah yang rindu pada penggunaannya di dalam arsitektur bungalow, restoran, atau rumah tinggal (semi) permanen?
Relatif Murah Bambu merupakan bahan bangunan biologik. Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif) menurut keperluan. Sebagai bahan bangunan biologik, bambu bisa didapatkan hampir di seluruh Nusantara, yang merupakan sebagai "bahan ramuan" yang penting sebagai pengganti kayu. Ia kadang bisa ditemukan di lereng seputar jurang, sungai atau di lingkungan "alam lindung" desa, yang tekun ditanam oleh penduduknya. Seperti dimaklumi, selain harganya relatif murah, bambu juga mudah diperoleh, jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain untuk kegunaan yang sama.
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
25
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
Tapi perlu disadari, memang konstruksi bambu ada juga mempunyai beberapa kelemahan, misalnya tak tahan terhadap gempuran rayap atau serangga, gampang dibelah, serta daya dukung yang kecil. Kendati begitu, ihwal tersebut dapat diatasi melalui proses pengawetan sebelum bambu tersebut dipakai. Selain itu mesti mengikuti persyaratan-persyaratan bambu yang harus dipenuhi sebelum digunakan sebagai bahan bangunan. Seperti apa yang dikemukakan oleh Heinz Frick dalam buku "Arsitektur dan Lingkungan" (1988), bambu harus tua, berwarna kuning jernih atau hijau tua dan berbintik putih pada pangkalnya, dan berserat padat dengan permukaan yang mengkilap. Di tempat buku tidak boleh pecah. Kemudian bambu yang telah direndam dalam air harus berwarna pucat -- tidak kuning, hijau, atau hitam -- dan punya bau asam yang khas. Jika dibelah, di bagian dalam ruas tak boleh terdapat rambut dalam, yang justru terdapat di dalam bambu yang belum direndam. Bila bambu itu dipergunakan untuk pelupuh dan barang anyaman seperti bilik, gedek, sesek dan lain-lain, harus sudah direndam dengan baik. Anyaman bambu itu, yang harus tahan lama, mesti terbuat dari bagian kulit. Nah, jenis bambu bagaimana yang bisa teruji tahan waktu? Menurut hasil penelitian para ahli disebutkan bahwa bambu yang tahan lama adalah seperti bambu besar (bambu betung dan bambu gombong), bambu sedang (bambu andong dan bambu temen atau awi surat), serta bambu kecil (bambu apus dan bambu tali atau awi tali).
Lebih Praktis Kendati pada prinsipnya sistem rangka yang digunakan serupa dengan sistem rangka kayu, pengerjaan bangunan konstruksi bambu sebenarnya lebih mudah dan praktis dibandingkan dengan konstruksi kayu. Ini dikarenakan, sambungan-sambungan yang diperlukan tak perlu sambungan khusus. Cukup hanya berupa ikatan dan pen yang terbuat dari bambu. Besaran ruang setiap unit gugus bangunan bambu umumnya tidak terlampau besar, berkisar pada ukuran 5 x 6 m, atau 30 m². Pondasi untuk ukuran denah seluas ini bisa berupa batu kali atau umpak. Jika pada pondasi umpak jarak antarpondasi harus lebih kecil, ini lantaran daya dukung bambu lebih kecil dari daya dukung kayu. Karenanya, lebih dianjurkan untuk menggunakan pondasi menerus yang konstruksi utamanya memakai bambu berukuran paling besar. Lantas, bagaimana kalau mewujudkanya dengan sistem rangka bambu? Atau kalau memungkinkan, sekalian dengan membuat sistem struktur rangka yang tahan gempa? Pada dasarnya, sistem rangka yang berlaku pada bambu sama dengan sistem rangka kayu. Agar lebih kokoh dan tahan gempa, rangka dindingnya perlu dilengkapi dengan batangbatang diagonal. Kemudian sloof pondasi (dari bambu) perlu diikat pada pondasi batu kali dengan jangkar-jangkar (dari batang bambu) dengan pen pada ujungnya, yang dipasang pada setiap jarak sekitar 1,20 m. Antara batang-batang rangka dinding perlu diadakan ikatan yang baik. Hubungan antara batang-batang rangka pemikul atap pun perlu diikat dengan sempurna, dengan catatan: segenap bambu yang digunakan sepatutnya diawetkan terlebih dulu, guna menghindari kerusakan oleh rayap. Begitu pula jumlah paku yang dipakai untuk mengikat disesuaikan dengan perhitungan kekuatan, dengan jumlah minimum 4 buah, serta panjang paku minimum 2,5 kali tebal kayu terkecil. Selain itu, untuk pengikatan pada bangunan rangka bambu dapat dipakai tali bambu atau tali ijuk. Membuat rumah bambu selain membangun suasana baru, kesan atau citra alam, pun bambu dikenal memiliki makna dan simbol-simbol nan luhur. Di Bali, bambu amat kerap dirajut untuk perlengkapan upacara dan upakara agama Hindu. Dibuat penjor, bale-bale untuk persiapan dan kelangsungan upacara ritual persembahyangan di pamerajan maupun di pura-pura, atau untuk upacara Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, dll. Maka, tak dapat dipungkiri kekayaan pelapisan makna yang dimiliki bambu. Ia sudah terlibat dekat
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
26
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
dengan kehidupan manusia sejak awal peradaban. Memberi kemudahan bagi manusia untuk membuat wadah aktivitasnya di kehidupan keseharian. Bambu, saksi bisu perjalanan zaman. Kehadiran pohon-pohon bambu di sekeliling alam merupakan sebagai suatu anugerah-Nya yang mesti disyukuri. Sebagai bahan bangunan biologik yang suntuk dengan simbol, ia juga sarat guna, citra dan makna. Kiranya, mungkin masih ada yang berkehendak menghadirkan suatu wadah kegiatan manusia bercita rasa bambu. Membangun arsitektur (rumah) bambu, bisa jadi, sebuah kerinduan.
B ambu sebagai komponen bangunan Pada bangunan perumahan, bambu dapat dipakai sebagai komponen struktural maupun non struktural. Adapun komponen bangunan perumahan yang dapat dibuat dari bambu antara lain adalah fondasi, lantai, dinding, pintu, jendela, rangka atap dan atap.
Gambar Bambu sebagai Komponen Struktural maupun Non Struktural pada Bangunan Rumah
A. Pondasi. Bambu yang bersentuhan dengan tanah, baik dipermukaan maupun yang ditanam dapat rusak dalam waktu enam bulan sampai dua tahun. Untuk memperoleh kekuatan yang memadai, sebaiknya digunakan bambu berukuran besar, tebal dan jarak antar nodia pendek. Jika ukuran besar tersebut tidak diperoleh, maka beberapa bambu dengan diamter kecil dapat diikat dengan tali sebagai satu kesatuan. Idealnya bambu yang dipakai untuk pemikul beban tidak bersentuhan dengan tanah dan diletakkan diatas umpak batu atau beton. Dalam hal ini harus dipilih bambu dengan ukuran terbesar dan yang kaku.
Gambar Pondasi Bambu Diatas Umpak Beton
B. Lantai Penggunaan lantai bambu pemasangannya dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah, terdiri atas dek dan rangka struktural yang dapat meningkatakan kenyamanan dan lebih sehat. Agar mudah dilakukan pemeriksaan secara rutin, maka ketinggian lantai dibuat minimal setengah meter dari permukaan tanah.
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
27
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
Gambar Dek dan Rangka Lantai Bambu
C. Dinding Aplikasi bambu yand sudah banyak dilakukan adalah sebagai dinding atau partisi. Komponen utama dinding bambu adalah tiang dan balok yang merupakan satu rangkaian struktural. Rangka struktural ini diperlukan untuk memikul berat sendiri, pengaruh angin, gempa, cuaca serta gaya-gaya tumbukan yang dapat ditimbulkan oleh penghuni. Untuk memperoleh rangka struktural yang efisien, peranan cara penyambungan batang-batang struktural sangat menentukan.
Gambar Kolom dan Dinding Bambu
D. Pintu dan Jendela Penggunaan pintu dan jendela dari bambu dapat dibuat dengan cara yang sangat sederhana baik menyangkut bentuk serta mekanisme kerjanya. Daun pintu dari bambu biasanya dibuat sebagai pintu sorong yang terdiri atas rangka bambu dengan pengisi anyaman bambu (gedeg).
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
28
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
Gambar Rangka dan Daun Pintu / Jendela Bambu
E. Rangka Atap Kuda-kuda dan struktur rangka atap dari bambu biasanya dibuat secara tradisional yang terdiri dari bubungan, gording dan balok kasau, menggunakan alat sambung tali ijuk dan pasak dengan kekuatan rendah. Untuk memperlebar atap maka diperlukan tambahan tiang di tengah. Apabila terjadi lendutan yang besar berarti sambungan yang digunakan kurang baik.
Gambar Kuda-kuda dan Rangka Atap Bambu
F. Atap Atap dari bambu dapat dibuat dengan dua lapis bambu stengah bulat. Lapis pertama bagian kulit luar berada di bawah, sedang lapis kedua kulit luar berada di atas. Menurut Siopongo et al (1987) panjang maksimum atap semacam ini adalah tiga meter.
Gambar Atap Bambu Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
29
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
Masyarakat pedesaan telah sering membuat susunan rangka atap bambu, seperti yang terlihat pada rumah-rumah tradisional. Biasanya, penutup atap dibuat dari rumbia, bisa juga kelaka (bambu yang sudah dibelah dan telah mengalami proses pengawetan). Sepantasnya memang jangan menggunakan penutup atap genteng, lantaran berat yang dibebankan kepada struktur rangka bambunya cukup besar. Jika pakai bahan lain dapat pula digunakan seng atau asbes gelombang yang sistem pemasangannya sama dengan pengerjaan susunan pada atap konstruksi kayu.
Nilai ekonomis bambu Dari segi ekonomis bambu sangat menguntungkan, permintaan bambu di Indonesia kini semakin meningkat. Kalau dulu orang memakai bambu karena kurang mampu, sekarang sedikit demi sedikit bambu telah bergeser menjadi barang seni yang dibeli karena keindahannya. Perlengkapan rumah seperti meja, kursi, tempat tidur, sekat dari bambu sudah masuk ke hotel-hotel berbintang dan bangunan-bangunan wisata. Lebih dari itu perabot rumah dari bambu juga mulai menjadi komoditi ekspor. Perajin bambu sudah mulai merasakan kesulitan dalam membeli bambu dengan umur yang cukup, karena budidaya bambu di Indonesia masih sangat langka. Budidaya ini hanya dijumpai di beberapa daerah, antara lain di Bengkulu dan Lampung. Dari segi ekonomis bambu sangat menguntungkan, permintaan bambu di Indonesia kini semakin meningkat. Kalau dulu orang memakai bambu karena kurang mampu, sekarang sedikit demi sedikit bambu telah bergeser menjadi barang seni yang dibeli karena keindahannya. Perlengkapan rumah seperti meja, kursi, tempat tidur, sekat dari bambu sudah masuk ke hotel-hotel berbintang dan bangunan-bangunan wisata. Lebih dari itu perabot rumah dari bambu juga mulai menjadi komoditi ekspor. Perajin bambu sudah mulai merasakan kesulitan dalam membeli bambu dengan umur yang cukup, karena budidaya bambu di Indonesia masih sangat langka. Budidaya ini hanya dijumpai di beberapa daerah, antara lain di Bengkulu dan Lampung. Berdasarkan uraian di atas serta mengingat keadaan di luar Jawa masih tersedia lahan cukup luas, maka budidaya bambu ini mempunyai peluang yang cukup baik. Apalagi kalau diingat bahwa budidaya itu tidak banyak menuntut tenaga berpendidikan tinggi. Oleh karena itu, penyuluhan terhadap petani perlu dilakukan untuk menginformasikan prospek budidaya bambu.
Perkembangan Sambungan Bambu Untuk mengatasi salah satu kendala dalam penggunaan struktur dari bambu, hal yang perlu dilakukan adalah dengan memperbaiki bentuk atau model daripada sambungan bambu yang sudah ada. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dari sambungan bambu yang pada akhirnya dapat pula meningkatkan kekuatan dari struktur bambu tersebut. Bentuk-bentuk sambungan yang dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
30
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
Gambar Sambungan Bambu Menggunakan Pasak dengan Pengikatnya
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
31
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
Gambar Sambungan Bambu dengan Menggunakan Plat Baja, Pengisi Kayu dan Beton
Beberapa Masalah dan Strategi dalam Bambu Banyak aspek yang dapat ditinjau dari bambu, salah satu dari sekian banyak aspek tersebut adalah aspek teknis dari penggunaan bambu sebagai komponen struktural dan non struktural. Dari aspek teknis tersebut bambu mempunyai kelemahan dalam kekuatan geser yang searah serat dan kuat tariknya yang tergantung dari posisi serat. Dengan keterbatasan tersebut, maka untuk memaksimalkan kemampuannya, bambu dapat digunakan sebagai : 1. Penopang pada sistem truss 2. Material laminasi atau sebagai material komposit dengan tambahan lem 3. Plybamboo atau ply-mat-bamboo Dengan penggunaan seperti diatas maka semakin banyak kemungkinan untuk menggunakan bambu sebagai komponen struktural, selain itu dengan sistem komposit dapat mengurangi kelemahan-kelemahan dari sifat teknis bambu.
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
32
TEKNOLOGI BAMBU Bambu Sebagai Komponen Struktural Dan Non Struktural Pada Bangunan Rumah
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1982, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI-1982), Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum, Bandung. Albert G.Spenser,, Geralda. Powel., Donald Hudson, 1982, Materiaks For Contructrion, Reston Publishing Company, Icn. Reston, Virginia. Friick,
H & Koesmartadi, Ch, 1999, Ilmu Bahan Bangunan pembuatan,penggunaan dan pembuangan, Kanisius, Yogyakarta.
Eksploitasi,
Jules J.A. Janssen, 1987, National Bamboo Project in Costa Rica from, till 1995. Makalah, 2005, Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia, UGM Morisco, 2004, Bambu Sebagai Bahan Bangunan Ramah Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil, UGM Yogyakarta, Sitjipto A. Hadikusumo, 2004, Pengawetan Bambu, Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. Somayaji, Shan, 1995, Civil Engineering Materials, A Paramount Communications Company, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. Wang Zheng Guo Wenjing, 1995, Current status and prospects of new house contruction material from bamboo. (Research Institute of Wood Industry, CAF, Beijing 100091)
Departemen Teknik Sipil Dahlan KosasIh
33