PERSETUJUAN PEMBIMBING ARTIKEL PENGARUH LATIHAN ROM PASIF TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD. Prof. Dr. H. ALOE SABOE GORONTALO Oleh SRI ANGGRIANI DJAFAR 841410083
Telah diperiksa dan disetujui
PENGARUH LATIHAN ROM PASIF TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD. Prof. Dr. H. ALOE SABOE GORONTALO Sri Anggriani Djafar, Zuhriana K. Yusuf*, Rosmin Ilham**. Jurusan Ilmu Keperawatan, Program Studi S1 Ilmu Keperawatan FIKK Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected] ABSTRAK Sri Anggriani Djafar. 2014. Pengaruh Latihan ROM Pasif terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Stroke Non-Hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes dan DR. Hj. Rosmin Ilham, S.Kep, Ns, MM. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul secara mendadak disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah diotak yang dapat menyebabkan berbagai defisit neurologik diantaranya adalah defisit motorik berupa hemiparesis/penurunan kekuatan otot. Penanganan hemiparesis untuk meningkatkan fungsi motorik yaitu dengan latihan ROM. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo. Penelitian ini merupakan penelitian experiment dengan desain penelitian praeksperimen dengan rancangan one group pretest-postest. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien stroke non-hemoragik yang dirawat di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo dengan jumlah sampel 16 responden yang dipilih dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh nilai Z hitung kekuatan otot lengan sebesar 3,624 (>1,960) dan kekuatan otot kaki sebesar 3,630 (>1,960). Hasil penelitian menunjukkan kekuatan otot lengan dan kaki meningkat (p value=0,000 < α (0,05)) secara signifikan setelah dilakukan latihan ROM. Hal ini berarti latihan ROM berpengaruh terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik. Penelitian ini merekomendasikan perlunya latihan ROM sebagai salah satu intervensi perawat dalam asuhan keperawatan pada pasien stroke sehingga dapat mempercepat pemulihan kekuatan otot pasien. Kata kunci: Stroke non-hemoragik, Kekuatan Otot, Latihan ROM1
1
SRI ANGGRIANI DJAFAR, 841410083, JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FIKK UNG, dr. ZUHRIANA K. YUSUF, M.Kes, DR. H. ROSMIN ILHAM, S.Kep, Ns, MM.
Seiring dengan kemajuan iptek maka akan mempengaruhi gaya hidup dan menimbulkan berbagai penyakit pada usia produktif. Penyakit stroke semakin menggejala pada kaum di usia produktif. Akibat pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Kolesterol dapat menyumbat pembuluh darah yang pada akhirnya menyebabkan tekanan darah meninggi dan terjadi pecah pembuluh darah yang disebut stroke (Dourman, 2013). Menurut WHO (organisasi kesehatan dunia) stroke merupakan pembunuh nomor 3 setelah penyakit jantung dan kanker. Sebanyak 75% pasien stroke di Amerika menderita kelumpuhan dan kehilangan pekerjaan. Di Eropa ditemukan sekitar 650.000 kasus baru stroke setiap tahunnya. Di Inggris stroke menduduki urutan ke-3 sebagai pembunuh setelah penyakit jantung dan kanker (Waluyo, 2009: 10). Sementara data di Indonesia mortalitas stroke dari survei rumah tangga adalah 37,3 per 100.000 penduduk (Dourman, 2013). Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu diotak, sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat- zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif singkat (Dourman, 2013). Data yang dirilis oleh Yayasan Stroke Indonesia sungguh membuat kita khawatir. Dinyatakan bahwa kasus stroke di Indonesia menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah tahun 2000 kasus stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, beberapa penelitian di sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan stroke berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak dibawa ke dokter/rumah sakit tidak diketahui jumlahnya. Diperkirakan sebanyak 28,5 % penderita stroke meninggal dunia selebihnya menderita lumpuh sebagian atau total. Hanya 15% yang dapat sembuh total. Sejumlah 15% meninggal secara langsung atau dalam perawatan di rumah sakit, sedangkan yang bertahan hidup umumnya tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari maupun mencari nafkah (Waluyo, 2009). Di Provinsi Gorontalo, kasus stroke pada tahun 2012 tercatat berjumlah 336 orang, jumlah kematian tercatat sebanyak 115 orang (Dikes Provinsi Gorontalo, 2013). Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe berdasarkan data dari medical record jumlah penderita stroke 3 tahun terakhir (2010, 2011, 2012) sebanyak 1.402 orang. Data dari catatan medical record didapatkan jumlah pasien stroke yang dirawat pada tahun 2010 sebanyak 325 orang terdiri dari stroke non hemoragik sebanyak 143 orang dan stroke hemoragik sebanyak 182 orang, tahun 2011 pasien stroke yang dirawat sebanyak 507 orang terdiri dari stroke non hemoragik sebanyak 242 orang dan stroke hemoragik sebanyak 265 orang , tahun 2012 pasien stroke yang dirawat sebanyak 570 orang terdiri dari stroke non hemoragik 353 orang dan stroke hemoragik sebanyak 217 orang (Medikal Record, 2013). Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke. Stroke umumnya ditandai dengan cacat pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia), jika dampaknya tidak terlalu parah hanya menyebababkan anggota tubuh tersebut
menjadi tidak bertenaga atau dalam bahasa medis disebut hemiparesis. Kelumpuhan dapat terjadi diberbagai bagian tubuh, mulai dari wajah, tangan, kaki, lidah, dan tenggorokan (Lingga, 2013). Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh menyebabkan pasien malas menggerakkan tubuhnya yang sehat sehingga persendian akhirnya menjadi kaku. Malas bergerak bukan saja menyulitkan proses pemulihan anggota gerak namun juga menyebabkan sisi tubuh yang normal akhirnya ikut cacat. Untuk mencegah hal tersebut, pasien perlu melakukan latihan fisik secara rutin (Lingga, 2013). Menurut Perry & Potter, 2006 dalam Cahyati 2011, latihan fisik tersebut salah satunya mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion (ROM) atau biasa dikenal dengan rentang gerak adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif (Anonimity, 2010 dalam Koniyo, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada Januari 2014 di ruangan G2 RSUD. Prof. Dr. H Aloe Saboe dengan cara wawancara baik dengan penderita maupun keluarga, didapatkan bahwa mayoritas bahkan hampir semua pasien stroke non hemoragik mengalami kelemahan pada otot. Dari 12 pasien stroke yang peneliti temui 10 pasien stroke mengeluh mengalami kelemahan otot. Sehingga pasien diberikan terapi latihan ROM pasif maupun aktif setiap hari baik oleh perawat maupun oleh ahli fisioterapi. Di Rumah Sakit, melakukan terapi latihan ROM pada penderita stroke merupakan tugas yang penting bagi perawat, mengingat perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama dengan penderita. Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe ruangan G2, tindakan latihan ROM sudah dilakukan oleh perawat. Berdasarkan wawancara dengan salah satu perawat di ruangan G2, bahwa perawat di ruangan G2 hanya memberikan latihan ROM aktif pada pasien stroke sedangkan latihan ROM pasif pada pasien stroke dilakukan oleh ahli fisioterapi. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Stroke Non Hemoragik di Ruangan G2 RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo”. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain penelitian praeksperimen dengan rancangan one group pretest-postest. Dalam rancangan ini, kelompok sampel hanya terdiri dalam satu kelompok perlakuan yang kemudian diberikan pretest menggunakan lembar observasi kekuatan otot dan setelah perlakuan (dilakukan latihan ROM 1x sehari setiap pagi selama 10 hari) dilakukan posttest dengan lembar observasi yang sama. Melalui desain penelitian ini akan dilihat apakah ada pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien stroke non hemoragik yang dirawat di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilaksanakan dengan metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh
peneliti. Berdasarkan hasil penelitian di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo selama 4 minggu masa penelitian didapatkan pasien stroke pada penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi yang dijadikan sebagai sampel yaitu sebanyak 16 orang. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi tentang kekuatan otot lengan dan kaki sebelum dan sesudah dilakukan laihan ROM. Analisa bivariat digunakan untuk melihat pengaruh antara variabel independen (latihan ROM) dan variabel dependen (kekuatan otot pada penderita stroke non hemoragik). Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji non parametrik Wilcoxon Signed Rank Test dengan derajat kepercayaan 95% α = 0,05 bermakna apabila p ≤ 0,05. Penggolongan data menggunakan computer dengan program SPSS. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1. Hasil identifikasi kekuatan otot sebelum dilakukan latihan ROM Tabel 1 Distribusi frekuensi kekuatan otot lengan berdasarkan skala kekuatan otot sebelum dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, Februari 2014 (N=16) No Skala 1 0 2 1 3 2 4 3 5 4 6 5 Total Sumber: Data Primer
Frekuensi 6 6 4 0 0 0 16
Presentase (%) 37,5 37,5 25 0 0 0 100
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan kekuatan otot lengan sebelum dilakukan latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa dari 16 responden pada penelitian ini, sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot 0, yaitu sebanyak 6 responden (37,5%), dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 2 yaitu sebanyak 4 responden (25%). Tabel 2 Distribusi frekuensi kekuatan otot kaki berdasarkan skala kekuatan otot sebelum dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, Februari 2014 (N=16) No Skala 1 0 2 1 3 2 4 3 5 4 6 5 Total Sumber: Data Primer
Frekuensi 3 9 4 0 0 0 16
Presentase (%) 18,75 56,25 25 0 0 0 100
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan kekuatan otot kaki sebelum dilakukan latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa dari 16 responden pada penelitian ini, sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot 1, yaitu sebanyak 9 responden (56,25%), dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 0 yaitu sebanyak 3 responden (18,75%). 2. Hasil identifikasi kekuatan otot sesudah dilakukan latihan ROM Tabel 3 Distribusi frekuensi kekuatan otot lengan berdasarkan skala kekuatan otot sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, Februari 2014 (N=16) No Skala 1 0 2 1 3 2 4 3 5 4 6 5 Total Sumber: Data Primer
Frekuensi 0 4 5 3 4 0 16
Presentase (%) 0 25 31,25 18,75 25 0 100
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan kekuatan otot lengan sesudah dilakukan latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa dari 16 responden pada penelitian ini, sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot 2, yaitu sebanyak 5 responden (31,25%), dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 3 yaitu sebanyak 3 responden (18,75%). Tabel 4 Distribusi frekuensi kekuatan otot kaki berdasarkan skala kekuatan otot sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, Februari 2014 (N=16) No 1 2 3 4 5 6
Skala 0 1 2 3 4 5 Total
Frekuensi 0 0 7 5 4 0 16
Presentase (%) 0 0 43,75 31,25 25 0 100
Sumber: Data Primer Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan kekuatan otot kaki sesudah dilakukan latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan bahwa dari 16 responden pada penelitian ini, sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot 2, yaitu sebanyak 7 responden (43,75%), dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 4 yaitu sebanyak 4 responden (25%).
3. Perbedaan kekuatan otot pasien stroke non hemoragik sebelum dan setelah dilakukan latihan ROM Tabel 5 Perbandingan skala kekuatan otot lengan pasien stroke non hemoragik sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, Februari 2014 (N=16) Perlakuan Skala kekuatan otot 0-5 (Latihan 0 1 ROM) Sebelum 6 6 Setelah 0 4 Sumber: Data Primer
2
3
4
5
4 5
0 3
0 4
0 0
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan perbandingan skala kekuatan otot lengan sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan adanya peningkatan skala kekuatan otot lengan pada pasien stroke non hemoragik. Sebelum dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot lengan yaitu 0, 1, dan 2, setelah dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot meningkat menjadi 1, 2, 3, dan 4. Tabel 6 Perbandingan skala kekuatan otot kaki pasien stroke non hemoragik sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, Februari 2014 (N=16) Perlakuan Skala kekuatan otot 0-5 (Latihan 0 1 ROM) Sebelum 3 9 Setelah 0 0 Sumber: Data Primer
2
3
4
5
4 7
0 5
0 4
0 0
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan perbandingan skala kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM. Dari tabel tersebut didapatkan adanya peningkatan skala kekuatan otot kaki pada pasien stroke non hemoragik. Sebelum dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot yaitu 0, 1, dan 2, setelah dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot meningkat menjadi 2, 3, dan 4. 2. Analisis Bivariat Tabel 7 Distribusi Hasil Uji Wilcoxon Matched Paired Test Pengaruh Latihan ROM Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, Februari 2014 (N=16) Variabel Kekuatan otot lengan Sebelum latihan ROMSesudah latihan ROM Kekuatan otot kaki Sebelum latihan ROMSesudah latihan ROM Sumber: Data primer
Mean Rank
Sum of Rank
Zhitung
p value
8,50
136,00
3,624
0,000
8,50
136,00
3,630
0,000
Tabel 7 menunjukkan hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test. Tabel tersebut menyajikan informasi Z hitung dan nilai signifikansi. Berdasarkan hasil pada tabel diatas nilai Z hitung pada kekuatan otot lengan sebesar 3,624 dan kekuatan otot kaki sebesar 3,630 sedangkan Z tabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,960. Nilai signifikan sebesar 0,000 sedangkan taraf signifikansi 5% sebesar 0,05. Dari pengujian tersebut didapatkan nilai Z hitung > Z tabel (3,624 > 1,960) dan (3,630 > 1,960), dan nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikan 5% (0,05) yakni p value < α (0,05) (0,000 < 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif pemberian latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo. PEMBAHASAN 1. Analisis identifikasi kekuatan otot sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pada pasien stroke non hemoragik Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat pretest, semua pasien stroke non hemoragik sejumlah 16 orang (100%) yang dijadikan responden sesuai kriteria mengalami penurunan kekuatan otot/mengalami kelemahan otot (hemiparase). Hal ini sesuai dengan konsep yang ada yang menyatakan bahwa pasien stroke dapat mengalami hemiparase, yang salah satunya ditandai oleh menurunnya kemampuan motorik pasien stroke yang dapat diidentifikasi dari menurunnya kekuatan otot pasien. Menurut Guyton & Hall (2008), pada penderita stroke menyebabkan gangguan aktifitas, salah satunya diakibatkan oleh menurunnya kekuatan otot ekstremitas sebagai akibat dari adanya lesi di korteks motorik. Hal ini juga didukung oleh Junaidi (2006) bahwa serangan stroke dapat menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan pada salah satu atau bahkan kedua sisi bagian tubuh pasien. Kelemahan ini bisa menimbulkan kesulitan saat berjalan dan beraktivitas. Hal ini mengharuskan pasien immobilisasi. Padahal dengan imobilisasi tersebut, pasien akan kehilangan kekuatan otot. Hal ini juga didukung oleh Rydwik (2005) dalam Fatkhurohmman (2011) bahwa ditemukan 70-80% pasien yang terkena serangan stroke mengalami hemiparesis. Unsur patofisiologis yang utama pada stroke adalah terdapatnya defisit motorik berupa hemiparase atau hemiplegia yang dapat mengakibatkan kondisi imobilitas. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan pada otot ekstremitas secara umum, penurunan fleksibilitas dan kekakuan sendi yang dapat mengakibatkan kontraktur sehingga pada akhirnya pasien akan mengalami keterbatasan/disability terutama dalam melakukan activities of daily living (ADL) (Lewis 2007 dalam Cahyati 2011). 2. Analisis identifikasi kekuatan otot setelah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pada pasien stroke non hemoragik Dari hasil penelitian setelah dilakukan latihan ROM, didapatkan sebagian besar responden dengan skala kekuatan otot lengan dan kaki 2, dan sebagian kecil
skala kekuatan otot lengan 3 dan skala kekuatan otot kaki 4. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kekuatan otot yang terjadi belum optimal, hasil demikian bisa disebabkan oleh karena kurangnya intensitas latihan dan juga waktu yang dibutuhkan lebih lama. Latihan ROM yang dilakukan peneliti merupakan latihan yang singkat untuk proses rehabilitasi. Waktu pelaksanaan hanya 10 hari yang dilakukan 1 kali setiap pagi, yang diharapkan dapat melihat efektivitas latihan dan peningkatan kekuatan otot, karena memang secara teori tidak disebutkan secara spesifik mengenai dosis dan intensitas latihan ROM. Asumsi dilakukan latihan ROM selama 10 hari yang dilakukan 1 kali setiap pagi mengikuti latihan ROM yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu Puspitawati (2010). Penelitianpenelitian sebelumnya tentang latihan ROM dilakukan dengan frekuensi dan intensitas yang bervariasi, semuanya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan motorik setelah dilakukan latihan ROM. Pada penelitian terdahulu, beberapa peneliti seperti Astrid (2008), Utomo (2008), Puspitawati (2010), dan Yulinda (2009) juga melakukan latihan ROM pada pasien stroke dengan perbedaan intensitas maupun lama waktu yang digunakan. Akan tetapi jika dilihat dari intensitasnya dalam melakukan latihan ROM semuanya menunjukkan intensitas yang lebih banyak dari yang dilakukan oleh peneliti. Hal tersebut menyebabkan hasil latihan belum cukup efektif untuk meningkatkan kekuatan otot. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti dalam melakukan latihan ROM yaitu dengan intensitas 2-5 kali setiap hari. Latihan atau aktifitas fisik yang sesuai untuk pasien stroke non hemoragik yaitu dengan latihan range of motion. Latihan tersebut apabila dilakukan secara berkala dan berkesinambungan, dapat mempercepat stimulus meningkatnya fleksibilitas sendi dan bahkan derajat kekuatan otot pada penderita stroke dan menunjukkan fungsi motor unit gerak kembali optimal (Irfan, 2010 dalam Ariyanti, 2013). Hal ini juga didukung oleh Hasymi (2013) yang mengatakan bahwa latihan ROM yang dilakukan sedini mungkin dan dilakukan dengan benar dan secara terus menerus akan memberikan dampak pada fleksibilitas sendi, kekuatan otot dan kemampuan fungsional pasien. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astrid et al (2008) dalam Purwanti (2013) bahwa sesudah pasien mendapatkan latihan ROM 4 kali sehari selama 7 hari, terdapat manfaat untuk pasien yaitu adanya peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional pada pasien stroke. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa baik itu latihan ROM yang dilakukan 4 kali sehari maupun latihan ROM yang diberikan hanya 1 kali sehari sama-sama berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan fungsional. 3. Analisis pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan adanya perbedaan skala kekuatan otot lengan dan kaki sebelum dan sesudah latihan ROM pada pasien stroke non hemoragik. Sebelum dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot lengan yaitu 0, 1, dan 2, setelah dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot lengan meningkat menjadi 1, 2, 3, dan 4. Sebelum dilakukan latihan
ROM skala kekuatan otot kaki yaitu 0, 1, dan 2, setelah dilakukan latihan ROM skala kekuatan otot kaki meningkat menjadi 2, 3, dan 4. Hasil analisa data yang dilakukan dengan uji Wilcoxon Matched Paired Test didapatkan nilai Z hitung > Z tabel (3,624 > 1,960) dan (3,630 > 1,960). Nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikan 5% (0,05) (0,000 < 0,05) sehingga keputusan yang diambil adalah terima Ha yang berarti bahwa kekuatan otot pada saat sebelum dilakukan latihan ROM dan sesudah dilakukan latihan ROM adalah berbeda. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang positif pemberian latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik. Secara konsep, mekanisme kontraksi dapat meningkatkan otot polos pada ekstremitas. Latihan ROM dapat menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan aktivasi dari kimiawi, neuromuskuler dan muskuler. Otot polos pada ekstremitas mengandung filamen aktin dan myosin yang mempunyai sifat kimiawi dan berinteraksi antara satu dan lainnya. Proses interaksi diaktifkan oleh ion kasium, dan adeno triphospat (ATP), selanjutnya dipecah menjadi adeno difosfat (ADP) untuk memberikan energi bagi kontraksi otot ekstremitas. Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada serat syaraf otot ekstremitas terutama syaraf parasimpatis yang merangsang untuk produksi asetilcholin sehingga mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui muskulus terutama otot polos ekstremitas akan meningkatkan metabolisme pada metakondria untuk menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot polos ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos ekstremitas (Guyton, 2007 dalam Mawarti, 2012). Terjadinya peningkatan kekuatan otot dapat mengaktifkan gerakan volunter, dimana gerakan volunter terjadi adanya transfer impuls elektrik dari girus presentalis ke korda spinalis melalui neurotransmiter yang mencapai ke otot dan menstimulasi otot sehingga menyebabkan pergerakan. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan dari kerusakan girus presentalis akibat iskemik otak (Perry & Potter, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mawarti & Farid (2012) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparase. Dalam hasil penelitian ini terdapat beberapa responden yang mengalami peningkatan kekuatan otot sedikit lebih cepat, hal ini dikarenakan responden tersebut juga melakukan latihan ROM diluar jadwal latihan yang diberikan oleh peneliti dengan dibantu oleh keluarga untuk menggerakkan sendi lengan dan kaki responden. Responden yang hanya melakukan latihan ROM 1 kali sehari selama 10 hari yang diberikan oleh peneliti memiliki peningkatan kekuatan otot lebih lambat. Seperti yang dikemukakan Stanley & Beare (2006) dengan pemeliharaan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi, latihan ROM bisa meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi karena dari 10 sampai 15% kekuatan otot dapat hilang setiap minggu jika otot beristirahat sepenuhnya, dan sebanyak 5,5% dapat hilang setiap hari pada kondisi istirahat dan imobilitas sepenuhnya. Selain itu Asmadi (2008) mengungkapkan bahwa latihan ROM mempunyai tujuan antara lain memperthankan atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi kardiorespirasi, menjaga fleksibilitas dari
masing-masing persendian, mencegah kontraktur/kekakuan pada persendian. Dengan latihan range of motion (ROM) secara teratur dan lebih sering dengan langkah-langkah yang benar yaitu dengan menggerakkan sendi-sendi dan juga otot, maka kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik akan meningkat secara optimal. Oleh karena itu pada pasien stroke non hemoragik akan lebih baik agar melakukan latihan ROM dengan teratur karena telah terbukti bahwa latihan ROM dengan teratur mampu meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik. SIMPULAN 1. Sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM), dari 16 responden sebagian besar 6 responden (37,5%) dengan kekuatan otot lengan pada skala 0, dan sebagian kecil 4 responden (25%) dengan kekuatan otot lengan pada skala 2. Sebagian besar 9 responden (56,25%) dengan kekuatan otot kaki pada skala 1, dan sebagian kecil 3 responden (18,75%) dengan kekuatan otot kaki pada skala 0. 2. Sesudah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM), dari 16 responden sebagian besar 5 responden (31,25%) dengan kekuatan otot lengan pada skala 2, dan sebagian kecil 3 responden (18,75%) dengan kekuatan otot lengan pada skala 3. Sebagian besar 7 responden (43,75%) dengan kekuatan otot kaki pada skala 2, dan sebagian kecil 4 responden (25%) dengan kekuatan otot kaki pada skala 4. 3. Kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM berdasarkan hasil penelitian mengalami perbedaan dan peningkatan yang signifikan. Analisis uji Wilcoxon Signed Rank Test menunjukan adanya pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo, dengan hasil nilai Z hitung > Z tabel (3,624 > 1,960) dan (3,630 > 1,960) dan nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikan 5% yakni p value < α (0,05) (0,000 < 0,05) Sehingga dapat dinyatakan ada pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo artinya Ha diterima dan Ho ditolak. SARAN 1. Untuk Intitusi Pelayanan Keperawatan Latihan Range Of Motion (ROM) untuk meningkatkan kekuatan otot telah banyak diteliti, sehingga latihan ROM perlu dilakukan oleh perawat secara terprogram di setiap institusi pelayanan keperawatan terutama diruang perawatan pasien stroke sehingga dapat mempercepat pemulihan kekuatan otot pasien. 2. Untuk Institusi Pendidikan Keperawatan Latihan ROM perlu dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan keperawatan sebagai bagian dari topik rehabilitasi pada pasien stroke dan diberikan kepada mahasiswa mencakup teori dan praktek di laboratorium keperawatan.
3. Untuk penelitian lebih lanjut a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal dan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di lingkup keperawatan, baik di isntitusi pendidikan maupun pelayanan dengan jumlah sampel yang lebih banyak. b. Kepada peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan untuk terapi latihan ROM agar dikaji lebih lanjut dengan model analisis ROM aktif dan Pasif, dengan frekuensi yang lebih sering dan waktu yang lebih lama dalam melakukan latihan ROM sehingga dapat diketahui peningkatan kekuatan otot yang lebih baik dan efektif. DAFTAR PUSTAKA Ariyanti, D, Ismonah, & Hendrajaya. 2013. Jurnal: Efektivitas Active Asistive Range Of Motion Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non Hemoragik. Asmadi. 2008. Teknik Procedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Cahyati, Yanti. 2011. Tesis: Perbandingan Latihan ROM Unilateral dan Latihan ROM Bilateral Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Stroke Iskemik Di RSUD Kota Tasikmalaya dan RSUD Kab.Ciamis. Dikes Provinsi Gorontalo. 2013. Data Pasien Stroke. Gorontalo. Dourman, Karel. 2013. Wasapada Stroke Usia Muda. Jakarta: Cerdas Sehat. Fatkhurrohman, Mohammad. 2011. Tesis: Pengaruh Latihan Motor Imagery Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparesis Di Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi. Guyton, & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hasymi, Yusran. 2013. Pengaruh Latihan ROM Terhadap Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi, dan Kemampuan Funsional Pasien Stroke Di RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu. Jones, Janice, & Fix, Brenda. 2009. Perawatan Kritis. Jakarta: Erlangga. Koniyo, M.A. 2011. Jurnal: Efektifitas ROM Pasif Dalam Mengatasi Konstipasi Pada Pasien Stroke Diruang Neuro Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSU DR. M.M Dunda Kabupaten Gorontalo. Lingga, Lanny. 2013. All About Stroke. Jakarta: Elex Media Komputindo. Lumbantobing. 2003. Neurologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Luklukaningsih, Zuyina. 2009. Sinopsis Fisioterapi Untuk Terapi Latihan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Mahendra, & Rachmawaty, Evi. 2005. Atasi Stroke Dengan Tanaman Obat. Depok: Swadaya. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mardjono, Mahar. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Mawarti, Herin & Farid. 2012. Jurnal: Pengaruh Latihan ROM Pasif Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparase. Medikal Record. 2013. Data Pasien Stroke. Gorontalo: RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Gangguan
Sistem
Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawaan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Price, Sylvia A, & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Purwanti, R, & Purwaningsih, W. 2013. Jurnal: Pengaruh Latihan ROM aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur Humerus di RSUD. Dr. Moewardi. Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Smeltzer, Suzanne C, & Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Soeharto, Iman. 2002. Serangan Jantung dan Stroke. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa KeperawatanI. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Tjokronegoro A, & Utama H. 2002. Updates In Neuroemergencies. Jakarta: FKUI.
Ulliya, Sarah, Soempeno, Bambang, & Kushartanti, Wara. 2007. Jurnal: Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lansia Di Panti Werda Wening Wardoyo Ungaran. Waluyo, Srikandi. 2009. 100 Question & Answers Stroke. Jakarta: Elex Media Komputindo. Wiarto, Giri. 2013. Anatomi & Fisiologi Sistem Gerak Manusia. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Widyawati, I.Y. 2010. Tesis: Pengaruh Latihan Rentang Gerak Sendi Bawah Secara Aktif (Active Lower Range Of Motion Exercise) Terhadap Tanda dan Gejala Neuropati Diabetikum Pada Penderita DM Tipe II Di Persadia Unit RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya. Wildani, Muhammad, Rosdiana, Ika, & Wirastuti, Ken. 2009. Jurnal : Pengaruh Fisioterapi Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Penderita Stroke Non Hemoragik.