PERSEROAN TERBATAS (PT) - LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM)
SOLUSI PELESTARIAN DANA BERGULIR PNPM-MD
Latar Belakang Dalam upaya mendorong pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah kebawah dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diperlukan dukungan yang komprehensif dari lembaga keuangan. Selama ini UMKM terkendala akses pendanaan ke lembaga keuangan formal. Untuk mengatasi kendala LKM yang belum berbadan hukum dan memiliki izin usaha. Dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat atas operasionalisasi LKM, pada tanggal 8 Januari 2013 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (Undang-Undang LKM). 2. Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga Pinjaman Atau Imbal Hasil Pembiayaan Dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro. 3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) : a. POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perijinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro. b. Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro. c. Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro
Definisi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Kegiatan Usaha LKM Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dapat dilakukan secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.
Tujuan LKM 1. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat; 2. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan 3. Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah
Kewajiban Memperoleh Izin Usaha LKM Lembaga yang akan menjalankan usaha LKM setelah berlakunya Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh OJK. Dalam melakukan pembinaan LKM, OJK melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri. Pembinaan dan pengawasan LKM didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk. , wajib memperoleh izin usaha LKM. Lembaga Keuangan Mikro yang telah berdiri dan telah beroperasi sebelum berlakunya Undang-Undang LKM, serta belum mendapatkan izin usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib memperoleh izin usaha melalui pengukuhan sebagai LKM kepada OJK paling lambat tanggal 8 Januari 2016, antara lain:
Lanjutan...... •Bank Desa •Lumbung Desa •Bank Pasar •Bank Pegawai •Badan Kredit Desa (BKD) •Badan Kredit Kecamatan (BKK)
•Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) •Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK) •Bank Karya Produksi (BKPD) •Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP)
•Baitul Maal wa Tamwil (BMT) •Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM) •Dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu
3. Permohonan izin usaha baru atau pengukuhan sebagai LKM disampaikan kepada Kantor Regional/Kantor OJK/Direktorat LKM sesuai tempat kedudukan LKM.
Bentuk Badan Hukum 1. Koperasi; atau Perseroan Terbatas (sahamnya paling sedikit 60% dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan, sisa kepemilikan saham PT dapat dimiliki oleh WNI dan/atau koperasi dengan kepemilikan WNI paling banyak sebesar 20%).
Kepemilikan LKM LKM hanya dapat dimiliki oleh: 1. Warga Negara Indonesia; 2. Badan usaha milik desa/kelurahan; 3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau 4. Koperasi. LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing.
Luas Cakupan Wilayah Usaha dan Permodalan LKM 1. Luas Cakupan wilayah usaha suatu LKM berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota sesuai dengan skala usaha masing-masing LKM. 2. Skala usaha LKM sebagaimana dimaksud ditetapkan berdasarkan distribusi nasabah peminjam atau Pembiayaan sebagai berikut: a. LKM memiliki skala usaha desa/kelurahan apabila memberikan Pinjaman atau Pembiayaan kepada penduduk di 1 (satu) desa/kelurahan; b. LKM memiliki skala usaha kecamatan apabila memberikan Pinjaman atau Pembiayaan kepada penduduk di 2 (dua) desa/kelurahan atau lebih dalam 1 (satu) wilayah kecamatan yang sama; c. LKM memiliki skala usaha kabupaten/kota apabila memberikan Pinjaman atau Pembiayaan kepada penduduk di 2 (dua) kecamatan atau lebih dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota yang sama. 3. Modal LKM terdiri dari modal disetor untuk LKM yang berbadan hukum PT atau simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah untuk LKM yang berbadan hukum Koperasi dengan besaran: Wilayah usaha desa/kelurahan : Rp 50.000.000,Wilayah usaha kecamatan : Rp 100.000.000,Wilayah usaha kabupaten/kota : Rp 500.000.000,-
Transformasi LKM LKM wajib bertransformasi menjadi bank perkreditan rakyat atau bank pembiayaan rakyat syariah jika: 1. melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota tempat kedudukan LKM; atau 2. telah memiliki: a. ekuitas paling kurang 5 (lima) kali dari persyaratan modal disetor minimum bank perkreditan rakyat atau bank pembiayaan rakyat syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. jumlah dana pihak ketiga dalam bentuk Simpanan yang dihimpun dalam 1 (satu) tahun terakhir paling kurang 25 (dua puluh lima) kali dari persyaratan modal disetor minimum bank perkreditan rakyat atau bank pembiayaan rakyat syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan Keuangan LKM 1. LKM wajib menyampaikan laporan keuangan secara berkala setiap 4 (empat) bulan untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 April, 31 Agustus, dan 31 Desember kepada OJK.
2. laporan keuangan dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. 3. Ketentuan mengenai laporan keuangan LKM diatur dalam surat edaran OJK.
Larangan Bagi LKM 1. menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; 2. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing; 3. melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung; 4. bertindak sebagai penjamin; 5. memberi Pinjaman atau Pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama; 6. melakukan penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan di luar cakupan wilayah usaha; dan/atau 7. melakukan usaha di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan OJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro.
Pembinaan, Pengaturan, dan Pengawasan LKM 1. Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh OJK. 2. Dalam melakukan pembinaan LKM, OJK melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri. 3. Pembinaan dan pengawasan LKM didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk.
Kendala UPK 1. menurut UU No. 1 Tahun 2013 tentang LKM, disebutkan bahwa hanya badan hukum PT dan koperasi lah yang diberi kewenangan untuk menjalankan usaha LKM. Nah, UPK akan diposisikan sebagai apa nantinya. Apakah akan bermetamorfosis menjadi PT, atau kah koperasi.
2. ketika UPK memilih menjadi sebuah PT untuk melegalkan aktifitas ekonomi berupa pinjaman uang, siapakah para pemegang sahamnya?
3. ketika UPK disepakati oleh masyarakat menjadi sebuah koperasi, siapakah para anggota nya. Undang-Undang Perkoperasian mana kah yang akan dipakai; UU No. 25 Tahun 1992, atau UU No. 17 Tahun 2012 yang juga sedang di-judicial review oleh para pegiat koperasi. 4. tidak dimasukkannya UPK sebagai bentuk badan hukum yang sah seperti
termaktub dalam UU No. 1 Tahun 2013.
Rekomendasi Undang-undang LKM ini pada hakikatnya mempunyai semangat mulia yang mengakomodasi masyarakat lapisan bawah di berbagai pelosok Tanah Air. Namun secara substansi sebagaimana dipaparkan diatas masih nampak beberapa hal yang bersifat multitafsir, bahkan ada kecenderungan tumpang tindih. Pengecualian kepada LKM yang didirikan atas dasar kesepakatan adat seperti Lumbung Pitih Nagari dan lainnya untuk tidak tunduk kepada undang-undang LKM, memunculkan anggapan diskriminasi. Meskipun saat ini pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, hal ini belum dapat secara otomatis dipedomani untuk merubah pengelolaan kegiatan dana bergulir oleh UPK menjadi Lembaga Keuangan Mikro berbadan hukum Peseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Mengingat untuk mengimplementasikan Undang-Undang ini pemerintah masih harus mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan antara lain sumberdaya manusia Otoritas Jasa Keuangan selaku pembina dan pengawas LKM
Masa efektip pemberlakuan Undang-Undang ini selama dua tahun kedepan diharapkan mendorong pemangku kepentingan untuk mengadvokasi penyempurnaan peraturan perundangan LKM yang lebih akomodatif bagi masyarakat dan memperkuat esensi pemberdayaan masyarakat. Penguatan tersebut diharapkan akan dituangkan dalam peraturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah, Permendagri, serta peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang lebih selaras dengan ruh penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dilakukannya diskusi dan kajian, untuk menentukan pilihan-pilihan alternatif badan hukum LKM, sebagai antisipasi jika peraturan perundang-undangan sebagai turunan dari undang-undang LKM mempertegas bahwa pengelolaan kegiatan dana bergulir oleh UPK dikatagorikan sebagai kegiatan LKM yang harus berbadan hukum. Terkait dengan pilihan badan hukum maka semestinya pilihan untuk menjadi Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi diserahkan kepada masing-masing daerah dengan mempertimbangkan kondisi dan karakteristik wilayah masing-masing.
Menyangkut pola hubungan antar kelembagaan pendukung seperti diantaranya UPK dengan BKAD apabila kegiatan UPK menjadi LKM berbadan hukum tidak akan menjadi persoalan karena Keberadaan BKAD sebagai holding/induk bagi kelembagaan pendukung cukup dikuatkan dengan akta notaris saja. Sedangkan kelembagaan pendukung lain dapat memilih badan hukum lain yang sesuai, misalnya apabila di BKAD memiliki Unit Pelayanan Kegiatan Soosial maka unit ini bisa berbadan hukum yayasan.
ALTERNATIF 1. melakukan judicial review terhadap UU No. 1 Tahun 2013 agar lembaga UPK diakui menjadi sebuah badan hukum yang berwenang melakukan kegiatan seperti Lembaga Keuangan Mikro. Badan hukum UPK seperti yang sekarang, akan tetap menjadikan masyarakat RTM di desa sebagai mitra kerja, mereka tetap berhak menerima IPTW, dan alokasi Dana Bantuan RTM. 2. Pemerintah Daerah Prov atau Daerah menetapkan UPK Dana bergulir LKM yang didirikan atas dasar kesepakatan adat atau Hak Asal-Usul (PP 43, Pasal 37 ayat 1,2,3,4 dan Permendes 01 th 2015 Kewenangan berdasarkan hak asal-usul)
TERIMA KASIH
BKAD KEC KARANGSAMBUNG KEBUMEN