PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG KEREMAN TERHADAP INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA (Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)
SKRIPSI HERU NURFAIQ
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN HERU NURFAIQ. D34102046. Persepsi Peternak Sapi Potong Kereman terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka (Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing utama : Ir. H. Ismail Pulungan, MSc Pembimbing anggota : Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU Keberhasilan suatu inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka pada kelompok peternak sapi potong kereman Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati sangat ditentukan oleh persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka tersebut. Tujuan penelitian adalah : 1) Menggambarkan karakteristik peternak, 2) Mengetahui persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka, 3) Mengetahui dan mengkaji hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Penelitian berlangsung selama satu bulan mulai 27 Maret- 24 April 2006 di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Populasi penelitian adalah seluruh peternak sapi potong kereman yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka yang berada di wilayah tersebut. Penelitian dirancang sebagai survai yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian berbentuk studi kasus. Penelitian ini mengambil sampel seluruh peternak yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka (sensus). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Analisis data meliputi analisis deskriptif, rataan skoring, dan korelasi rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka dipersepsi peternak sebagai teknologi yang memiliki sifat memberikan keuntungan relatif, kesesuaian, kesederhanaan, dapat dicoba dan dapat diamati. 2) Kendala utama yang dihadapi peternak dalam mengaplikasikan teknologi adalah besarnya biaya produksi pengoperasian mesin silase. Hasil uji korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa motivasi mempunyai hubungan yang sangat nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai kesederhanaan, dan mempunyai hubungan yang nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai observability. Kata kunci : Karakteristik peternak, persepsi, inovasi, keuntungan relatif, kesesuaian, kesederhanaan, dapat dicoba dan dapat diamati.
ABSTRACT The Perception of Farmers Stabling Beef to The Silage Machine Technology Innovation of Tapioka Pile (The Innovation Case on The Group of Margo Lestari Breeder Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati) Nurfaiq H, I. Pulungan , D. Susanto The successful of the silage machine technology innovation of tapioca pile in the group of Margo Lestari Farmers Stabling Beef in Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso, kabupaten Pati is mainly determined by the farmers perception. The aims of the study are: 1) To describe the farmers characteristics, 2) To know the Farmers perception to the silage machine technology innovation of tapioca pile, 3) To know and studying the relation between the farmers characteristics and farmers perception to the silage machine technology innovation of tapioca pile. The study was carried out from March 27 - April 24 2006 in Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati, the population is the whole of farmers who join in silage machine technology innovation of tapioka pile activity. This study was planned as a descriptive survey with study design in the case study form. This study taking the sample of whole the farmers that join in the silage machine technology innovation of tapioca pile (cencus). The data that collected in this study is the primary and secondary data. The data were analyzed as the descriptive analysis, scoring average, and rank Spearman correlation. The results of study show that, 1) The farmers have perceptions that the silage machine technology innovation which give relative advantage, compatibility, simplicity, trialibility and observability, 2) The product cost is the main constrain program that the farmers faced to apply this technology. The rank Spearman correlation result, describe that the motivation has a real and positive relation and with the perception to the innovation about simplicity and observability. Key words: Farmers characteristics, perception, innovation, relative advantages, compatibility, simplicity, triability dan observability.
PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG KEREMAN TERHADAP INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA (Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)
HERU NURFAIQ D34102046
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG KEREMAN TERHADAP INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA (Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong Kereman Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati)
Oleh HERU NURFAIQ D34102046
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 7 Juli 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. H. Ismail Pulungan, MSc NIP.130 345 020
Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU NIP.140 020 648
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP.131 624 188
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Agustus 1982 di Pati Jawa Tengah. Penulis adalah anak ke-lima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Muallim dan Ibu Zubaedah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Dukuhseti 02 Dukuhseti Pati pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Madrasah Diniyah Madarijul Huda Kembang Dukuhseti Pati lulus pada tahun 1996.
Pendidikan
menengah pertama di selesaikan di Madrasah Tsanawiyah Madarijul Huda Kembang Dukuhseti Pati pada tahun 1999.
Alhamdulillah selama tiga tahun di sekolah
tersebut penulis selalu meraih peringkat pertama dan juga meraih juara umum untuk Nilai Ebtanas Murni (DANEM) dan nilai Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU N I Tayu dan lulus pada tahun 2002. Penulis diterima sebagai mahasiswa dengan minat studi Komunikasi dan Penyuluhan pada Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi Koperasi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, organisasi Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP) dan berbagai kegiatan dan kepanitiaan, diantaranya sebagai panitia lomba cepat tepat
Fakultas Peternakan IPB tingkat SMU se-
JABODETABEK, sebagai panitia studi banding mahasiswa Fakultas Peternakan UNIBRAW di IPB.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’aalamiin Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Penyusunan skripsi yang berjudul persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan karakteristik peternak,
mengetahui persepsi peternak
terhadap inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka,
mengetahui dan
mengkaji hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka. Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam menyusun program pengembangan inovasi peternakan agar dapat mudah diterima dan diterapkan, memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi peternak dalam menyikapi kegiatan inovasi, bahan rujukan bagi penelitian lebih lanjut atau penelitian lain yang sesuai dengan hasil penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Amin yaa robbal ’aalamiin.
Bogor, Juli 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .........................................................................................
i
ABSTRACT ............................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .................................................................................
v
KATA PENGANTAR .............................................................................
vi
DAFTAR ISI ............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
x
PENDAHULUAN.....................................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................. Perumusan Masalah ...................................................................... Tujuan ........................................................................................... Kegunaan Penelitian .....................................................................
1 3 3 3
KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
6
Karakteristik Inovasi ..................................................................... Kendala-kendala Petani Mengadopsi Inovasi ............................... Karakteristik Peternak ................................................................... Persepsi ......................................................................................... Hubungan Karakteristik Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase ..................................................................................
8 9 11 14
METODE PENELITIAN .........................................................................
21
Lokasi dan Waktu ......................................................................... Populasi dan Sampel ..................................................................... Desain Penelitian .......................................................................... Data dan Instrumentasi ................................................................. Pengumpulan Data dan Analisis Data........................................... Analisis Data ................................................................................. Definisi Istilah ...............................................................................
21 21 21 21 22 22 23
GAMBARAN UMUM LOKASI .............................................................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
25
Karakteristik Peternak ...................................................................
25
16
Persepsi Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka ........................................................................... Hubungan Antara Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka ...........................................................................
32
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
37
Kesimpulan ................................................................................... Saran .............................................................................................
37 38
UCAPAN TERIMAKASIH .....................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
40
LAMPIRAN ..............................................................................................
42
28
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Sebaran Peternak Menurut Karakteristik Peternak ……………...
25
2.
Rataan Skor Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka ....................................................
29
Hubungan Antara Karakteristik dengan Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka ........
33
3.
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Hubungan antara Karakteristik dan Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka......................................................................................... 5 2.
Proses Pembentukan Persepsi Berdasarkan Model Solomon ......
15
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Kuesioner Penelitian ....................................................................
45
2.
Informasi, Indikator dan Kuesioner ……………………………..
50
3.
Matrik Variabel, Nomor Kuesioner dan Nomor Halaman ………... 55
PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan pembangunan saat ini dititik beratkan pada pengembangan potensi daerah. Pemerintah pusat telah memberikan wewenang penuh kepada daerah untuk mengolah sumber daya yang ada untuk diolah sehingga dapat memajukan daerahnya. Salah satu arah pembangunan nasional adalah pemberdayaan masyarakat petani atau petani ternak (peternak) untuk ikut serta dalam mengembangkan pertanian nasional. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan membantu mengembangkan usaha peternakan rakyat melalui peningkatan produktivitas angkatan kerja pertanian serta optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam. Menghadapi berbagai tantangan tersebut, perlu dilakukan reorientasi paradigma pembangunan pertanian yang difokuskan pada pemberdayaan dan kemandirian petani melalui pembangunan agribisnis yang berdaya saing sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah. program pembangunan
agribisnis tersebut,
Dalam mengimbangi
maka program penelitian dan
pengembangan pertanian diarahkan untuk menghasilkan inovasi pertanian dalam upaya
menyelesaikan
masalah-masalah
petani
dan
pengguna
lainnya.
Pengembangan inovasi teknologi alat mesin pertanian merupakan salah satu unsur yang paling strategis dalam menghadapi berbagai permasalahan yang kian kompleks di masa mendatang. Semua upaya yang dilakukan untuk penemuan-penemuan inovasi tersebut diharapkan dapat mengubah dan memperbaharui kehidupan masyarakat agar lebih baik.
Agar penemuan tersebut dapat membawa perubahan, maka harus
disebarluaskan penggunaannya kepada masyarakat, untuk menyebarkan inovasi itu dengan cepat dan menjadi alternatif pilihan bagi peternak, inovasi tersebut harus dikomunikasikan dan disosialisasikan dengan tepat bagi penggunanya. Supaya dalam menyampaikan inovasi kepada khalayak dapat efektif, maka intensitas komunikasi hasil penelitian pertanian kepada khalayak sasaran perlu ditingkatkan, khususnya bagi petani melalui berbagai metoda dan pendekatan personal, kelompok dan massa, serta bertujuan untuk menumbuhkan motivasi, meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan teknis dalam menerapkan teknologi atau hasil penelitian yang disebarkan. Namun demikian keputusan petani
untuk mengadopsi suatu unsur inovasi yang ditawarkan, baik inovasi tersebut berupa teknologi maupun cara kerja baru, bergantung bagaimana persepsi petani terhadap sifat-sifat inovasi itu sendiri.
Pertimbangan-pertimbangan ekonomis, teknis dan
sosial juga mempengaruhi tingkat keputusan petani untuk tidak berani mengambil resiko kerugian, bila inovasi yang dicobanya tidak berfungsi seperti yang diharapkan (Gonzales, 1988). Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam kegiatan Proyek Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah mengembangkan inovasi dengan cara memberikan bantuan teknologi alat mesin silase kepada Kelompok Peternak Margo Lestari Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati.
Teknologi ini
merupakan teknologi yang dirancang untuk mengolah limbah onggok tapioka menjadi pakan ternak dalam bentuk silase. Bantuan alat mesin silase ini diawali dengan
adanya potensi pengembangan wilayah di daerah tersebut sebagai
pengembangan silase dari limbah onggok tapioka. Potensi yang akan dikembangkan di antaranya adalah adanya limbah onggok tapioka yang melimpah dan kurang termanfaatkan oleh masyarakat sekitar, melimpahnya onggok tapioka tersebut berasal dari 512 pabrik tapioka. Namun sangat disayangkan usaha untuk mengelola potensi daerah melalui kegiatan inovasi teknologi alat mesin silase, kurang mendapat sambutan yang antusias dari peternak. Indikasi ini terlihat karena sebagian besar peternak yang ikut dalam kegiatan inovasi alat mesin silase pada saat ini tidak menggunakan alat mesin silase tersebut.
Salah satu kendala yang menyebabkan kegiatan tersebut untuk
sementara waktu dihentikan diantaranya diduga berkaitan dengan adanya persepsi peternak tentang sifat-sifat inovasi teknologi alat mesin silase dan juga disebabkan oleh adanya anggapan bahwa inovasi yang diberikan tidak membawa perubahan yang berarti pada sasaran yang dituju, sehingga inovasi yang diberikan tidak mempunyai nilai yang lebih dalam masyarakat.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian yang dikaji dalam penelitian ini yaitu: 1.
Bagaimana karakteristik peternak?
2.
Bagaimana persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka?
3.
Bagaimana hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menggambarkan karakteristik peternak. 2. Mengetahui persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. 3. Mengetahui dan mengkaji hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan: 1. Untuk bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam menyusun program pengembangan inovasi peternakan agar dapat mudah diterima dan diterapkan. 2. Memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi peternak dalam menyikapi kegiatan inovasi. 3. Bahan rujukan bagi penelitian lebih lanjut atau penelitian lain yang sesuai dengan hasil penelitian.
KERANGKA PEMIKIRAN Persepsi terhadap teknologi alat mesin silase limbah onggok tapioka masingmasing individu berbeda-beda tergantung karakteristik peternak. Umur peternak merupakan faktor yang berhubungan langsung dengan persepsi, karena umur menggambarkan pengalaman seseorang sehingga ada keragaman dalam berfikir berdasarkan umur tersebut.
Hal ini sejalan dengan Powell (1963) dalam
Hermawanto (1993) bahwa persepsi seseorang tentang sesuatu ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Persepsi remaja akan berbeda dengan orang dewasa, sehingga ada kecenderungan antara umur dan persepsi. Pendidikan formal maupun non formal yang dimiliki seseorang akan membentuk persepsi orang tersebut terhadap inovasi.
Seseorang yang memiliki
pendidikan formal maupun non formal yang tinggi cenderung lebih cepat dalam menerima sesuatu gagasan baru, sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan antara pendidikan formal dan non formal dengan persepsi. Peternak yang telah berpengalaman cenderung akan memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi, sehingga lebih pandai dalam memilih cara-cara berusaha tani yang paling menguntungkan, pengalaman ini akan berhubungan dengan pembentukan persepsi. Kekosmopolitan merupakan kesediaan seseorang untuk berusaha mencari ide-ide baru di luar lingkungannya atau tingkat keterbukaan seseorang dalam menerima pengaruh dari luar, sehingga bisa dikatakan semakin kosmopolit seseorang cenderung berhubungan dalam membentuk persepsi. Tingkat pendapatan keluarga akan mempengaruhi status sosial petani. Tingkat pendapatan keluarga cenderung menentukan setiap pengambilan keputusan dalam pengelolaan usaha ternaknya, sehingga terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan persepsinya. Status dan luas lahan yang ada pada peternak berhubungan dengan pembentukan persepsi terhadap inovasi dikaitkan dengan sifat dari inovasi tersebut yang sederhana, efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Semakin kredibel sumber informasi yang digunakan, ada kecenderungan semakin sering sumber informasi tersebut dihubungi dan digunakan petani, hal ini akan berhubungan dalam membentuk persepsi.
Keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi teknologi alat mesin silase berkaitan dengan persepsi tertentu. Keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi teknologi alat mesin silase akan memberikan motivasi kepada peternak untuk meraih keberhasilan dalam usaha ternaknya yaitu dengan menggunakan teknologi alat mesin silase yang dianggap akan memberikan tambahan penghasilan. Dari penjelasan tersebut di atas dapat dirumuskan suatu hipotesis yaitu terdapat hubungan antara karakteristik dan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi alat mesin silase limbah tapioka. Penelitian mengenai Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka dalam Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.
Karakteristik Peternak
• • • • • • • • • • •
Umur Pendidikan formal Pendidikan non formal Pengalaman beternak Tingkat pendapatan keluarga
• • •
Kekosmopolitan Status lahan
•
Luas lahan Aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana
•
Persepsi Inovasi Keuntungan relatif Kesesuaian terhadap nilai-nilai kebutuhan Peternak Kesederhanaan untuk mudah dimengerti dan dipahami Kemungkinan untuk dapat dicoba Dapat diamati dan dirasakan
Keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi Motivasi
Gambar 1.
Hubungan antara Karakteristik dan Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Inovasi Gonzales, (1988) mengemukakan bahwa ketika suatu inovasi diperkenalkan kepada suatu komunitas pertanian, tidak setiap orang akan mengadopsi inovasi tersebut. Dikatakan lebih lanjut bahwa setelah mempelajari penggunaan pupuk organik, sejumlah kecil petani akan mempelajari atitud yang layak terhadap pemakaian pupuk itu. Beberapa petani kemudian mencobanya pada suatu petak, kemudian membandingkannya dengan pupuk lain. Jika pupuk tersebut terbukti lebih baik, maka petani akan mengadopsinya. Suatu inovasi akan diterima atau ditolak tidak lepas dari pertimbanganpertimbangan apakah teknologi tersebut secara ekonomis menguntungkan atau tidak bagi pengembangan usaha tani yang dikelola. Pertimbangan-pertimbangan tersebut pada dasarnya tertumpu pada keadaan sumberdaya yang dimiliki oleh calon adopter. Oleh karena itu Soekartawi (1988) menegaskan bahwa dalam proses pengambilan keputusan adopsi inovasi selalu dipengaruhi oleh : (1) faktor sosial, (2) faktor budaya, (3) faktor personal dan (4) faktor situasional. Rogers (1962) mengatakan bahwa karakteristik personal meliputi : umur, pendidikan, pelaksanaan ukuran usahatani, pendapatan usahatani, keahlian dan kesiapan mental. Soekartawi (1988) mengatakan bahwa faktor-faktor situasional meliputi pendapatan usahatani, ukuran usahatani, status pemilikan tanah, prestise masyarakat, sumber-sumber informasi yang digunakan dan tingkat kehidupan.
Lebih jauh
dikatakan pula bahwa karakteristik personal meliputi umur, pendidikan, karakteristik psikologi. Kurnia (2000) menyatakan bahwa kecepatan adopsi inovasi ditentukan oleh : 1. Complexity. Semakin rumit suatu inovasi, maka akan semakin sulit petani menerimanya. 2. Divisibility. Petani hanya mengadopsi bagian-bagian tertentu saja dari inovasi terutama yang konsisten dengan farming objective mereka. 3. Congruence-incompatibility with farm and personal objective. Petani akan lebih cepat menerima inovasi apabila kompatibel dengan apa yang telah mereka ketahui dan kompatibel dengan personal objective.
4. Economics. Secara hipotesis, yang lebih menguntungkan akan diadopsi secara lebih cepat walaupun keuntungan ekonomi ini bukan segala-galanya. 5. Risk and
uncertainty. Resiko dan ketidakpastian akan menjadi perhatian
mereka, apalagi di dalam kondisi pemilikan dan penguasaan lahan sempit. 6. Conflicting informations. Di tengah-tengah masyarakat yang makin terbuka petani menerima informasi dari berbagai sumber. Sumber terdekat dan paling meyakinkan akan sangat membantu mereka di dalam pengambilan keputusan. 7. Implementation cost-capital outly and intellectual outly. Pertimbangan modal dan pengetahuan akan sangat penting bagi petani. 8. Flexibility. Fleksibilitas dalam memilih komoditas dan sebagainya juga menjadi pertimbangan petani. 9. Physical and social infrastructure. Ketersediaan infrastruktur pertanian akan pula mempengaruhi kecepatan petani dalam mengadopsi inovasi. Dengan melihat faktor-faktor tersebut di atas, secara hipotesis, inovasi yang sumbernya lebih dekat kepada petani atau peternak dan sesuai dengan kebutuhan petani atau peternak akan lebih cepat diterima oleh para petani atau peternak. Lionberger (1968) menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan kecepatan adopsi adalah : (1). Umur, (2). Tingkat pendidikan, (3). Tingkat pendapatan, (4). Ukuran luas lahan, dan (5). Sumber informasi yang digunakan. Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa peubah yang berhubungan positif dengan tingkat adopsi dipengaruhi oleh faktor: (1). Sosial ekonomi, (2). Personal dan (3). Komunikasi yang meliputi partisipasi sosial, kosmopolitan, hubungan dengan agen pembaharu, keterdedahan terhadap media massa dan aktifitas untuk mencari informasi serta tingkat kepemimpinan. Rogers (1969) mengatakan bahwa penghambat para petani untuk mengadopsi suatu unsur inovasi tertentu adalah kemampuan modal yang mereka miliki terbatas, terutama luas lahan yang mereka miliki, oleh sebab itu dalam adopsi inovasi pertanian faktor modal, faktor alam dan faktor tenaga kerja merupakan hal utama yang perlu diperhatikan (Vink, 1984). Selain faktor alam, modal dan tenaga kerja, aktivitas petani juga dipengaruhi oleh masukan dan keluaran pasar, kebijaksanaan pemerintah, kebudayaan, kepercayaan dan peraturan-peraturan, sehingga teknologi
baru yang sesuai dengan kondisi lahan, sosial ekonomi dan lingkungan akan dapat diadopsi, sedangkan bila tidak sesuai akan ditolak. Soekanto (1987) mengatakan bahwa faktor-faktor penyebab hambatan adopsi inovasi, yaitu : 1) Sistem nilai yang dianut, apabila hal yang baru bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku , maka daya serap praktis tertutup adanya. 2) Perangkat kaidah-kaidah masyarakat, artinya kalau hal baru diperlukan tidak serasi dengan kaidah-kaidah masyarakat yang berlaku, maka tidak ada daya serap masyarakat. 3) Pola interaksi yang berlaku, kalau interaksi yang ada tidak didukung hal-hal baru, maka daya serap tidak ada. 4) Taraf pendidikan formal dan informal tertentu, melatih manusia untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan sesamanya maupun dengan masyarakat secara menyeluruh. 5) Tradisi yang dipelihara secara turun temurun, adanya tradisi yang kuat tidak dengan sendirinya berarti tidak ada daya serap terhadap unsur-unsur yang datang dari luar, lazimnya daya penyerapan itu ada, apabila memperkuat dan mengembangkan tradisi yang ada. 6) Sikap tidak terbuka terhadap hal-hal yang baru. 7) Adanya anutan yang tidak mampu menyerasikan konservatisme dengan inovatisme. Keterlibatan banyak orang dalam proses adopsi inovasi yang juga mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi. Lionberger (1968) mengatakan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya.
Asumsi tersebut dibenarkan dengan hasil
penelitian di Amerika, yaitu “jika keputusan untuk mengadopsi pemberian fluorida pada air minum kota dibuat oleh pimpinan pusat pemerintah kota, tempo adopsi akan lebih cepat daripada jika keputusan itu dibuat secara kolektif melalui referendum”. Wahyuni (2002) menyebutkan bahwa ada lima ciri inovasi yang dapat digunakan sebagai indikator dalam mengukur persepsi antara lain :
1) Keuntungan relatif (relative advantages), adalah merupakan tingkatan di mana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan. 2) Kesesuaian (compatibility), adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada , pengalaman masa lalu dan kebutuhan adopter (penerima).
Oleh karena itu, inovasi yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri
sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel. 3) Kerumitan (complexity), adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Kesulitan untuk dimengerti dan digunakan, akan merupakan hambatan bagi proses kecepatan adopsi inovasi. 4) Kemungkinan untuk dicoba (triability), adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba dalam skala yang lebih kecil biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu. 5) Mudah diamati (observability), adalah suatu tingkat di mana hasil-hasil suatu inovasi dapat dengan mudah dilihat orang lain, sehingga akan mempercepat proses adopsinya. Jadi calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap-tahap percobaan, melainkan dapat terus ke tahap adopsi. Kendala-kendala Petani Mengadopsi Inovasi Kendala-kendala yang berhubungan dengan tingkat keputusan petani mengadopsi suatu inovasi, perlu melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan input dan output rumah tangga petani, serta lingkungan rumah tangga petani. Kendala-kendala input rumah tangga petani dapat dilihat antara lain : 1) Sumber-sumber lahan. Menurut
Soekartawi
(1988)
bahwa
petani
pemilik
lahan
lebih
luas
memungkinkan mereka melakukan usaha taninya lebih lanjut dan makin dibutuhkan.
Selanjutnya dikatakan bahwa pemilik tanah dengan status hak
pemilikan lebih inovatif dibandingkan dengan petani bukan pemilik. 2) Tenaga Kerja. Salah satu faktor yang menentukan petani mengadopsi teknologi adalah tersedianya tenaga kerja terampil, baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja yang disewa atau tenaga kerja lainnya.
Walaupun tenaga kerja yang
dibutuhkan itu tersedia, bila produktivitas kerjanya rendah tetap merupakan kendala bagi pengadopsi teknologi. Tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja yang disewa tidak dapat mempertahankan prestasi kerja sampai pada tingkat tertentu, maka tenaga kerja keluarga atau yang disewa tersebut akan mundur dan bisa lenyap (Vink, 1984). 3) Modal Salahsatu sifat inovasi adalah keuntungan relatif, yaitu secara ekonomis menguntungkan bila dilihat dari biaya yang dikeluarkan lebih rendah, pemakaian tenaga kerja dan waktu lebih hemat, resiko kegagalan dapat diperhitungkan, hasilnya segera terlihat (Rogers, 1983).
Kendala utama yang menyebabkan
petani tidak mengadopsi suatu inovasi, bila dilihat dari faktor modal adalah selain tidak tersedianya modal berupa sarana dan prasarana, juga tidak tersedianya modal berupa uang tunai. Modal uang merupakan faktor penting dalam usaha, untuk itu pada kelompok petani yang hidup dalam ikatan masyarakat yang tersentuh oleh ekonomi, uang ikut menentukan kehidupan individu. Semakin menonjol peran usaha perseorangan, uang semakin menjadi faktor yang sangat penting (Vink, 1984). Sarana dan prasarana adalah faktor penting dalam penggunaan alat mesin ini. Tidak tersedianya sarana dan prasarana di tempat, mengakibatkan tidak tertariknya petani untuk mengadopsinya. Keberadaan sarana produksi di tempat menentukan tingkat kecepatan adopsi inovasi, sehingga dapat dikemukakan bahwa kendala-kendala yang berhubungan dengan sarana dan prasarana adalah : (1) tersedia atau tidak tersedianya suku cadang alat tersebut di tempat, (2) tingkat kesesuaian lahan dan pengolahannya, (3) ada tidaknya dukungan pasar untuk pemasaran hasil. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kendala-kendala yang berhubungan dengan input rumah tangga petani yang mengakibatkan pula kemungkinan penolakan suatu inovasi adalah : (1) sempitnya lahan yang dimiliki, (2) tidak tersedianya tenaga kerja yang produktif dan terlatih, (3) kecilnya pemilikan modal, (4) tidak tersedianya sarana dan prasarana di tempat serta harganya relatif mahal.
Kendala-kendala yang berhubungan dengan output rumah tangga petani, perlu membandingkan nilai input rumah tangga petani dengan nilai output rumah tangga petani. Nilai output berhubungan langsung dengan produksi, sedangkan nilai input berhubungan dengan modal. Secara deskriptif dapat digambarkan bahwa penggunaan suatu teknologi oleh petani menentukan keputusannya untuk mengadopsi atau tidak, setelah petani tersebut membandingkan nilai input dan nilai output penggunaan teknologi tersebut. Menurut Surjanto, et al. (1991) yang termasuk faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar manusia, sedangkan kendala-kendala yang berhubungan dengan lingkungan di antaranya dapat dilihat dari faktor fisik dan biologis alam, sosial budaya dan politik atau kelembagaan. Kendala-kendala yang berhubungan dengan faktor fisik adalah terjadinya perubahan lingkungan berupa kerusakan tanah, polusi udara, rendahnya mutu dan kualitas lahan, dan sebagainya. Sedangkan kendala yang berhubungan dengan faktor sosial adalah bila teknologi tersebut dianggap bertentangan dan dapat mengubah adat istiadat sistem sosial masyarakat setempat, agama dan kepercayaan. Selanjutnya kendala-kendala yang berhubungan dengan politik dan kelembagaan, bisa terjadi dengan adanya kebijaksanaan pemerintah, turun naiknya harga yang diakibatkan oleh resesi ekonomi, tidak adanya bantuan luar negeri, atau bantuan pemerintah, tidak tersedianya bank atau KUD untuk memberikan kredit, penyediaan sarana angkutan, pemasaran dan sebagainya. Kendala-kendala yang menghambat petani mengadopsi suatu inovasi dapat disebabkan oleh rendahnya faktor input dan output rumah tangga petani, adanya perubahan alam atau lingkungan hidup di luar kekuasaan manusia, kuatnya nilainilai budaya dan sosial politik. Karakteristik Peternak Karakteristik individu adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang ditampilkan melalui pola pikir dan pola sikap terhadap lingkungannya. Karakteristik individu menurut Newcomb, Turner dan Converse dalam Rafinaldy (1992) meliputi : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, agama dan lain-lain.
Zahid (1997), menyebutkan bahwa karakteristik
individu atau personal faktor yang perlu diperhatikan adalah umur, tingkat pendidikan dan karakteristik psikologik. Termasuk karakteristik psikologik adalah rasionalitas, fleksibel mental, dogmatisme, orientasi terhadap usahatani dan kecenderungan atau kemudahan menerima informasi. Sukmana (2001), mengemukakan bahwa melalui pendekatan ciri-ciri pribadi atau karakteristik individu, orang berasumsi bahwa keberhasilan seorang pemimpin berhubungan erat dengan dimiliki atau tidaknya pribadi tertentu seperti intelegensi, sifat dominan dan sebagainya. Sari (1995) menyatakan bahwa, karakteristik individu akan dibawa ke dalam pekerjaan seorang individu sehingga menimbulkan berbagai macam maksud, tujuan, kepentingan, kebutuhan, kesukaan kesetiaan, kesusahan kegemaran, kecakapan, kemampuan dan lain-lain. Karakteristik anggota kelompok akan diteliti dalam hubungannya dengan faktor-faktor penghambat penyuluhan teknologi pakan silase pada kelompok peternak sapi potong akan dijabarkan dibawah ini. 1. Umur Umur dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam kehidupan sehingga terdapat keragaman sikap dan perilaku berdasarkan umur yang dimilikinya (Lumentha, 1997). 2. Pendidikan formal Pendidikan salah satu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan (Gonzales, 1988). Pendidikan formal seseorang yang semakin tinggi semakin cepat
menyesuaikan
diri
dengan
perkembangan
teknologi
dan
dapat
mempercepat cara berpikir seseorang (Lumentha, 1997). 3. Pendidikan non formal Pendidikan non formal dapat dilakukan sebagai usaha untuk menambah wawasan, pengalaman, keterampilan dan pengetahuan.
Pendidikan ini dapat
berupa seminar-seminar, kursus-kursus dan pelatihan-pelatihan. Pendidikan ini merupakan suatu proses pengembangan kepribadian seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan (Lumentha, 1997).
4. Pengalaman beternak Pengalaman merupakan pengetahuan yang sangat berarti dalam keberhasilan usaha yang dilakukan.
Semakin lama seseorang bekerja pada satu bidang
tertentu maka semakin berpengalaman orang tersebut dan semakin ahli orang tersebut bekerja dalam bidangnya. 5. Kosmopolitan Dikatakan Soekartawi (1988) bahwa petani yang berada pada pola hubungan yang kosmopolitan kebanyakan dari mereka lebih cepat melakukan adopsi dibandingkan dengan petani yang tidak berada dalam pola hubungan kosmopolitan. 6. Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan merupakan jumlah penghasilan bersih yang diterima peternak dari usaha peternakan ataupun dari usaha lain yang diperoleh setiap bulannya. 7. Status dan luas pemilikan lahan Status dan luas lahan menentukan petani untuk dapat mengambil keputusan secepatnya dalam upaya menerapkan suatu unsur inovasi. Menurut Soekartawi (1988) ukuran lahan usahatani berhubungan positif dengan adopsi. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan usahatani lebih lanjut. 8. Aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana peralatan Sarana dan prasarana peralatan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan usahatani.
Tidak tersedianya sarana produksi, mengakibatkan
keterlambatan dalam menanam, keterlambatan pemberantasan hama dan penyakit, keterlambatan penyiangan dan sebagainya.
Begitu juga mengenai
inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka, keberadaan sarana-sarana produksi di tempat menentukan tingkat kecepatan adopsi inovasi. 9. Kesempatan atau keterlibatan dalam kegiatan adopsi inovasi Semakin sering anggota terlibat dalam suatu kegiatan adopsi inovasi teknologi maka akan semakin paham dengan teknologi tersebut. Petak demonstrasi telah terbukti berguna untuk membantu mayakinkan petani akan manfaat bibit,
peralatan dan teknik-teknik baru pertanian di negeri-negeri yang sedang berkembang (Gonzales, 1988). 10. Motivasi Motivasi adalah faktor yang mendorong seseorang untuk berbuat atau bertindak dengan cara tertentu. Dorongan ini dapat berupa keinginan untuk melaksanakan inovasi teknologi alat mesin silase. Persepsi Persepsi
adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa dan hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2004).
Menurut Mulyana (2001) persepsi adalah proses yang
memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi. Reksowardoyo (1983) menyatakan bahwa faktor utama dalam persepsi adalah kemampuan seseorang mengambil sejumlah fakta dan informasi yang terbatas dan kemudian menyesuaikannya kepada suatu gambaran secara keseluruhan. Dua faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembentukan persepsi yaitu: (1) informasi yang sangat menunjang dimulainya persepsi dan (2) keadaan intern yang cenderung membantu interpretasi informasi baru yang lebih berarti terhadap kesan yang telah terbentuk. Dua faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi yaitu faktor struktural dan faktor fungsional. Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat rangsangan (stimuli) fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. Itu berarti secara struktural persepsi ditentukan oleh jenis dan bentuk rangsangan yang diterima. Sedangkan faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk ke dalam faktor pribadi, jadi yang menentukan persepsi secara fungsional ialah karakteristik orang yang memberi respon terhadap rangsangan tersebut (Rakhmat, 2004). Effendy (1993), menyatakan bahwa persepsi adalah penginderaan yang dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan kemampuan mempersepsi antara orang yang satu dengan yang lain, tidak akan sama meskipun mereka samasama dalam satu organisasi atau kelompok. Hal itu disebabkan persepsi tersebut dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi orang tersebut baik ia seorang komunikator atau komunikan. Persepsi terdiri dari tiga aktivitas yaitu pertama seleksi, yang
mencakup sensasi dan atensi, kedua organisasi, ketiga interpretasi, dimana organisasi melekat pada interpretasi sebagai meletakan suatu rangsangan bersama rangsangan lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna (Kenneth et al. dalam Mulyana, 2001). Proses terbentuknya persepsi tidak terlepas dari bantuan alat indera (sensai) sebagai penanggap yang cepat terhadap stimuli dasar seperti cahaya, warna dan suara. Sedangkan persepsi adalah proses bagaimana stimuli- stimuli itu diseleksi, di organisasikan dan diinterpretasikan (Solomon dalam Sutisna, 1999). Gambar 1 berikut menggambarkan bagaimana stimuli ditangkap melalui indra (sensai) dan kemudian diproses oleh penerima stimuli (persepsi). STIMULI • Penglihatan • Suara • Bau • Rasa • Tekstur
Gambar 2.
Indra Penerima (Sensasi)
Perhatian
Interpretasi (Pemberian Arti)
Tanggapan
Persepsi
Proses Pembentukan Persepsi Berdasarkan Model Solomon (Sutisna, 1999)
Schramm dalam Sastropoetro (1988) menegaskan bahwa taraf-taraf efek komunikasi yang terjadi dalam benak komunikan adalah timbulnya minat, timbulnya perhatian untuk mencari keterangan, timbulnya keinginan untuk memanfaatkan dan memilikinya, serta timbulnya pertimbangan-pertimbangan tentang manfaatnya. Pada prosesnya persepsi merupakan penerimaan informasi oleh seseorang mengenai sesuatu, sehingga ia mempersepsi obyek tersebut berdasarkan pengetahuan serta pengalaman yang ada dalam pikirannya. Mulyana (2001) mengatakan bahwa persepsi merupakan serangkaian tiga jenis proses yaitu : seleksi, organisasi dan interpretasi.
Ketiga proses tersebut
berlangsung nyaris serempak. Seleksi merupakan proses memusatkan perhatian terhadap beberapa dimensi yang relevan dari sejumlah rangsangan yang ada. Tidak semua rangsangan menarik perhatian seseorang, hanya sebagian kecil saja yang diubah menjadi kesadaran. Organisasi adalah kegiatan menyusun rangsangan ke dalam bentuk yang sederhana
dan terpadu, sedangkan interpretasi merupakan proses di mana seseorang membentuk penilaian-penilaian dan mengambil kesimpulan. Susanto (1977) menyatakan bahwa persepsi seseorang menentukan tingkat keputusan inovasi.
Lebih lanjut dikatakan Rakhmat (2004), bahwa persepsi
seseorang dipengaruhi oleh faktor struktural dan fungsional.
Secara struktural
fungsional ditentukan oleh karakteristik orang yang mempersepsi. David Krech dan Cruttchfield dalam Rakhmat (2004) mengatakan bahwa persepsi selain di tentukan oleh faktor personal juga faktor situasional. Hubungan Karakteristik Peternak dan Persepsi Peternak Terhadap Inovasi Teknologi Meskipun seseorang atau beberapa orang berada dalam tempat yang sama mengalami kejadian yang sama serta mengalami stimulan yang sama, kemungkinan terjadi penerimaan, penafsiran yang berbeda terhadap obyek atau peristiwa yang mereka alami.
Persepsi seperti juga sensasi yang dikatakan Rakhmat (2004)
ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor-faktor personal yang secara langsung mempengaruhi kecermatan persepsi adalah : (1) pengalaman, yang tidak selalu diperoleh lewat belajar formal, (2) motivasi, (3) kepribadian. Sejalan dengan pandangan di atas Tubbs dan Moss (1966) mengatakan bahwa perangkat psikologis mempengaruhi persepsi antar personal. Cara penafsiran mengungkapkan suatu keinginan dari masa lalu. Hal ini sejalan dengan pendapat De vito (1997) yang mengemukakan bahwa karakteristik seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Lionberger dan Gwin (1982) mengatakan bahwa karakteristik personal dapat mempengaruhi penerimaan individu terhadap perubahan atas unsur seperti pendidikan, tempat tinggal, kedudukan orang tua, kemampuan mengelola, kesehatan, umur dan sikap. Soekartawi (1988) menjabarkan bahwa alasan petani mengadopsi inovasi disebabkan oleh faktor situasi yaitu situasi di mana mereka mendapatkan dirinya sendiri dalam proses divusi inovasi, yang termasuk faktor ini di antaranya pendapatan usahatani, ukuran usahatani, status pemilikan tanah, prestise masyarakat, sumber-sumber informasi yang digunakan dan tingkat kehidupan.
Hubungan karakteristik petani dengan persepsinya terhadap inovasi teknologi telah banyak diteliti beberapa hasil penelitian dan pendapat para ahli diuraikan di bawah ini: (1)
Umur Umur berhubungan dengan cepat tidaknya adopsi teknologi oleh petani, hal ini sesuai dengan yang dikatakan Soekartawi (1988) bahwa petani yang lebih tua tampaknya cenderung kurang melakukan divusi inovasi pertanian dibandingkan dengan mereka yang umurnya relatif muda.
(2)
Pendidikan Tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan tingkat penilaian dan keputusan adopsi inovasi, seperti yang dikatakan oleh Rogers (1983) bahwa orang-orang yang mengadopsi inovasi lebih awal dalam proses difusi, cenderung lebih berpendidikan. Hal yang sama dikatakan Soekartawi (1988) bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih cepat melaksanakan adopsi.
(3)
Pengalaman Bertani Faktor pengalaman mempunyai hubungan positif dengan kecepatan adopsi inovasi. Menurut Soekartawi (1988) petani yang berpengalaman lebih cepat mengadopsi teknologi dibandingkan dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman.
(4)
Kosmopolitan Dikatakan Soekartawi (1988) bahwa petani yang berada pada pola hubungan yang kosmopolitan kebanyakan dari mereka lebih cepat melakukan adopsi dibandingkan dengan petani yang tidak berada dalam pola hubungan kosmopolitan.
(5)
Pendapatan Menurut Soekartawi (1988) bahwa petani yang berpenghasilan rendah lambat untuk melakukan divusi inovasi, sebaliknya petani yang berpenghasilan tinggi mampu untuk melakukan percobaan-percobaan dan perubahan.
(6)
Status dan Luas Pemilikan Lahan Status dan luas lahan menentukan petani untuk dapat mengambil keputusan secepatnya dalam upaya menerapkan suatu unsur inovasi.
Menurut
Soekartawi (1988) ukuran lahan usahatani berhubungan positif dengan adopsi. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan usahatani lebih lanjut. (7)
Aksesibilitas terhadap Sarana dan Prasarana Peralatan Sarana produksi adalah faktor penting dalam peningkatan usahatani. Tidak tersedianya sarana produksi di tempat, mengakibatkan keterlambatan dalam menanam, keterlambatan pemberantasan hama dan penyakit, keterlambatan penyiangan dan sebagainya. Begitu juga mengenai adopsi inovasi teknologi mesin silase, keberadaan sarana-sarana produksi di tempat menentukan tingkat kecepatan adopsi inovasi.
(8)
Kesempatan atau Keterlibatan dalam Kegiatan Inovasi Semakin sering anggota terlibat dalam suatu kegiatan adopsi inovasi teknologi maka akan semakin paham dengan teknologi tersebut. Hal ini sejalan dengan
mengemukakan bahwa petak demonstrasi telah terbukti
berguna untuk membantu mayakinkan petani akan manfaat bibit, peralatan dan teknik-teknik baru pertanian di negeri-negeri yang sedang berkembang (Gonzales, 1988). (9)
Motivasi Motivasi adalah faktor yang mendorong seseorang untuk berbuat atau bertindak dengan cara tertentu (Soekartawi, 1988) . Dorongan ini dapat berupa keinginan untuk melaksakan inovasi teknologi alat mesin silase. Semakin tinggi motivasi seseorang dalam mengadopsi inovasi maka semakin besar pula tingkat kecepatan adopsi inovasi itu sendiri
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
dilaksanakan
di
Desa Sidomukti
Kecamatan
Margoyoso
Kabupaten Pati, pada anggota kelompok peternak sapi potong kereman Margo Lestari dan peternak sapi potong kereman bukan anggota kelompok. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut digalakkan program pengembangan peternakan melalui inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Waktu penelitian selama sebulan yaitu 27 Maret-24 April 2006. Populasi Dan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh peternak sapi potong kereman yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka yang berada di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati yaitu sebanyak 32 orang peternak sapi potong kereman. Penelitian ini mengambil sampel seluruh peternak sapi potong kereman yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka (sensus). Desain Penelitian Penelitian dirancang sebagai survai yang bersifat deskriptif pada peternak sapi potong kereman di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Desain penelitian ini berbentuk studi kasus. Peubah yang diteliti terdiri dari peubah bebas dan peubah terikat. Peubah bebas adalah karakteristik anggota kelompok peternak sapi potong kereman Margo Lestari dan bukan anggota kelompok, sedangkan peubah terikatnya adalah persepsinya terhadap inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka. Data dan Instrumentasi Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara secara
langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan program kegiatan pengembangan silase terutama peternak sapi potong kereman dan pihak pemerintah. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data tentang keadaan umum desa yang
diteliti dari kantor desa setempat dan data yang dimiliki oleh kelompok peternak sapi potong kereman Margo Lestari. Instrumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama untuk melihat karakteristik responden, bagian kedua untuk melihat persepsi responden terhadap sifat-sifat inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan selama sebulan yaitu mulai 27 Maret-24 April 2006 di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati dengan cara kunjungan dan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner langsung dengan peternak responden dan dinas yang terkait dengan program pengembangan silase onggok tapioka. Pengumpulan data melibatkan instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati dan aparat desa setempat. Analisis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diolah dan dianalisis dengan prosedur sebagai berikut : 1) Analisis statistik deskriptif, yaitu untuk melihat keragaman karakteristik peternak yang meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman beternak, kekosmopolitan, tingkat pendapatan keluarga, status lahan, luas lahan, aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana peralatan, keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi, motivasi. 2) Analisis rataan skoring untuk melihat persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase. 3) Analisis statistik non-parametrik , yaitu untuk mengetahui nilai hubungan antara karakteristik peternak dan persepsi peternak dengan sifat-sifat inovasi, menggunakan program SPSS dengan Korelasi rank Spearman dengan rumus sebagai berikut :
n
6∑ di 2 rs = 1−
i =1 3
n −n
Keterangan : rs n d
= koefisien korelasi rank Spearman = banyak jenjang = selisih dua jenjang untuk indikator yang sama Definisi Istilah
Definisi operasional dan beberapa istilah yang yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik Peternak adalah beberapa ciri pribadi peternak yang meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman beternak, kekosmopolitan, tingkat pendapatan keluarga, status lahan, luas lahan, aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana, keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi, motivasi. •
Umur adalah usia jumlah tahun sejak responden dilahirkan sampai saat menjadi responden dalam penelitian. Dikategorikan dalam : umur muda, yaitu umur responden yang sama atau di bawah umur rata-rata dan umur tua yaitu umur responden di atas umur rata-rata.
•
Pendidikan Formal adalah lamanya responden duduk di bangku sekolah formal yang terakhir ditempuh responden. Dikategorikan : tidak tamat SD dan tamat SD yang didasarkan pada sebaran populasi.
•
Pendidikan Non Formal adalah kursus/pelatihan yang pernah diikuti responden. Dikategorikan tidak pernah mengikuti kursus dan pernah mengikutu kursus.
•
Pengalaman Beternak adalah lamanya (tahun) responden bekerja di bidang peternakan sampai saat wawancara. Dikategorikan dengan rendah yaitu pengalaman beternak sama atau kurang dari rata-rata dan tinggi yaitu pengalaman beternak di atas rata-rata, didasarkan pada sebaran populasi.
•
Tingkat Pendapatan Keluarga adalah jumlah penghasilan bersih yang diterima peternak dari usaha peternakan ataupun dari usaha lain yang diperoleh responden setiap bulannya. Dikategorikan : rendah, apabila penghasilan bersih responden yang nilainya di bawah atau sama dengan pendapatan rata-rata. Tinggi, apabila jumlah penghasilan bersih responden yang nilainya di atas pendapatan rata-rata.
•
Kekosmopolitan adalah kemampuan dan keterbukaan responden dalam menerima dan mencari informasi atau ide-ide baru yang berhubungan dengan berbagai sumber informasi tentang mesin silase di luar sistem sosialnya, yang dinyatakan dalam frekuensi (satuan kali dalam satu bulan). Dikategorikan dengan skor rendah dan tinggi.
•
Status Lahan adalah status pemilikan lahan garapan yang digunakan untuk usahatani/ternaknya. Dikategorikan pemilik dan penyewa didasarkan pada sebaran populasi sampel.
•
Luas Lahan adalah hamparan lahan yang digarap responden yang dinyatakan dalam hektar yang didasarkan pada sebaran populasi, dikategorikan : lahan sempit dan lahan luas.
•
Aksesibilitas terhadap Sarana dan Prasarana Peralatan, adalah tersedianya suku cadang dan bengkel teknologi alat mesin tersebut dilokasi. Dikategorikan tersedia dan tidak tersedia, didasarkan pada sebaran populasi.
•
Keterlibatan dalam Kegiatan Inovasi adalah frekuensi menghadiri kegiatan inovasi teknologi mesin silase yang dilaksanakan. Dikategorikan dengan rendah yaitu kehadiran dalam kegiatan inovasi mesin silase sama atau kurang dari rata-rata dan tinggi yaitu kehadiran dalam kegiatan inovasi mesin silase di atas rata-rata, didasarkan pada sebaran populasi.
•
Motivasi adalah faktor yang mendorong seseorang untuk melaksakan inovasi teknologi mesin silase. Dikategorikan rendah apabila responden tidak melaksanakan inovasi yang ada dan tinggi apabila responden melaksanakan inovasi yang diberikan.
2. Persepsi terhadap Inovasi Teknologi Alat Mesin Silase Onggok Tapioka adalah penilaian dan pernyataan responden tentang inovasi teknologi alat mesin silase limbah onggok tapioka, yang meliputi : keuntungan relatif (relatif advantage), kesesuaian terhadap nilai-nilai kebutuhan peternak (compatibility), kesederhanaan untuk mudah dimengerti dan dipahami (simplicity), kemungkinan untuk dicoba (triability), dan mudah diamati atau dirasakan (observability). •
Keuntungan Relatif (relative advantages), adalah tingkatan dimana suatu ide baru dapat dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan.
•
Kesesuaian terhadap Nilai-nilai Kebutuhan Petani (compatibility), adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan adopter (penerima). Ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel.
•
Kesederhanaan untuk Mudah Dimengerti dan Dipahami (simplicity), adalah tingkat di mana suatu inovasi dianggap mudah untuk dimengerti dan digunakan.
•
Kemungkinan untuk Dapat Dicoba (triability), adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil, hal ini akan memperkecil resiko bagi adopter, karena inovasi yang tidak dapat dicoba mengakibatkan terhambatnya proses adopsi inovasi.
•
Dapat Diamati/Dirasakan (observability), adalah tingkat dimana hasilhasil inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hal ini memungkinkan percepatan adopsi inovasi, karena calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap percobaan, melainkan dapat terus ke tahap adopsi.
GAMBARAN UMUM LOKASI
Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam kegiatan Proyek Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah mengembangkan inovasi dengan cara memberikan bantuan teknologi mesin silase kepada Kelompok Peternak Margo Lestari Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Teknologi mesin silase onggok tapioka adalah suatu teknologi yang dirancang untuk mengatasi penanganan limbah onggok tapioka pada industri pabrik tapioka di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati.
Melimpahnya limbah onggok tapioka
disebabkan di kawasan ini terdapat 512 pabrik tapioka. Adapun tujuan dari bantuan ini adalah untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah onggok tapioka yang melimpah dan juga untuk menciptakan nilai tambah limbah onggok tapioka menjadi pakan ternak khususnya pakan silase. Keuntungan lainnya dari pemanfaatan limbah onggok tapioka menjadi pakan silase adalah harganya murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia serta mempunyai kandungan karbohidrat tinggi sebagai sumber energi.
Dengan demikian, diharapkan para
peternak didaerah tersebut mempunyai tambahan diversifikasi pakan yang potensial untuk dikembangkan. Karena selain untuk kebutuhan pakan ternak mereka sendiri, peternak juga dapat menjual pakan silase ke peternak lain dan industri peternakan di luar kawasan tersebut, sehingga diharapkan akan meningkatkan pendapatan para peternak. Adapun jenis-jenis teknologi alat mesin silase tersebut adalah : 1. Mesin diesel Mesin diesel merupakan alat yang dipakai sebagai tenaga penggerak pada mesin perajang (chopper), mesin penepung, mesin pembuat pelet. 2. Mesin perajang (chopper) Mesin
perajang merupakan alat yang digunakan dalam proses penyusunan
ransum yang menggunakan onggok terfermentasi dengan tujuan untuk memotong-motong rumput menjadi ukuran yang lebih kecil dan seragam, sehingga memudahkan proses pengadukan dan penyajiannya.
3. Mesin pencampur Mesin pencampur merupakan alat yang digunakan sebagai pencampur antara hijauan dengan onggok yang menyebabkan campuran lebih homogen sehingga nilai nutrisi pada pakan akan menjadi lebih merata. 4. Mesin penepung Mesin penepung merupakan alat yang digunakan untuk memperkecil ukuran bahan yang akan dicampur. Hal ini diperlukan selain mempermudah proses pencampuran juga meningkatkan kualitas hasil pencampuran yang lebih homogen. Selain itu ukuran yang lebih kecil (tepung), juga akan memudahkan ternak dalam mencerna pakan yang diberikan. 5. Mesin pembuat pelet Mesin pembuat pelet merupakan alat pencetak yang digunakan untuk pembuatan pelet. Pembuatan pelet selain bertujuan untuk mempermudah penyimpanan dan transportasi juga memudahkan ternak untuk mengkonsumsi pakan tersebut. 6. Mesin fermentasi (fermentator) Mesin fermentasi merupakan tempat menyimpan bahan yang akan difermentasi dengan tujuan dapat mempertahankan keadaan lingkungan (kelembaban, suhu, pencahayaan dan lain-lain) sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. 7. Mesin pengering Mesin pengering merupakan alat yang digunakan untuk menghilangkan air yang terkandung dalam bahan sampai tingkat tertentu. 8. Mesin pengepres (hand press) Mesin pengepres merupakan alat yang digunakan untuk menurunkan kadar air onggok yang mempengaruhi kelembaban. 9. Alat pemasakan (sterilisasi) Alat pemasakan merupakan alat yang digunakan untuk menguraikan struktur makro molekul dan menurunkan resiko kontaminan atau sebagai alat sterilisasi. Berbagai macam mesin silase tersebut digunakan secara bersama-sama secara berkala dengan bahan baku dan bahan bakar dari pihak peternak sapi kereman yang ikut dalam pembuatan pakan silase ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak
Karakteristik peternak yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1) umur, 2) pendidikan formal, 3) pendidikan non formal, 4) pengalaman beternak, 5) tingkat pendapatan keluarga, 6) kekosmopolitan, 7) status lahan, 8) luas lahan, 9) aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana, 10) keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi, 11) motivasi.
Sebaran peternak menurut karakteristik peternak dapat
disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sebaran peternak menurut karakteristik peternak No.
Karakteristik peternak
1.
Umur (tahun)
2.
Pendidikan formal
3.
Pendidikan non formal
4.
Pengalaman beternak
5.
Kekosmopolitan
6. 7. 8. 9. 10. 11.
Tingkat pendapatan keluarga Status lahan Luas lahan
Kategori
Respon den 19 13 4 28 12 20 16 16 18
Persen
Tinggi
14
44%
Rendah (Rp.117.000 - Rp.365.633)
18
56%
Tinggi (Rp.365.634 -Rp.1.012.000)
14
44%
Penyewa
9
28%
Pemilik
23
72%
Sempit (0.1-0.3 ha)
22
69%
Luas (0.4-1.5 ha)
10
31%
-
-
Muda ( 17-41 tahun) Tua (42-62 tahun) Tidak Sekolah-Tidak tamat SD Tamat SD-Tamat Perguruan Tinggi Tidak pernah Pernah Rendah (1-13 tahun) Tinggi (14-30 tahun) Rendah
59% 41% 12% 88% 38% 62% 50% 50% 56%
Aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana
Tidak tersedia Tersedia
32
100%
Keterlibatan dalam kegiatan inovasi
Rendah (1-6 kali)
12
38%
Tinggi (7-9 kali)
20
62%
Motivasi
Rendah
5
16%
Tinggi
27
84%
Keterangan : N = 32
Umur
Tabel 1 menunjukkan dari 32 peternak berkategori muda (59%) dengan ratarata 41 tahun dan (41%) berkategori tua. Secara umum Tabel 1 menunjukkan bahwa peternak sebagian besar termasuk ke dalam kelompok berusia muda. Mayoritas anggota kelompok peternak berusia antara 17-41 tahun dan sebagian kecil peternak berusia tua antara 42-62 tahun.
Semakin muda petani biasanya mempunyai
semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui.
Dengan demikian
mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun mereka sebenarnya masih belum berpengalaman dalam adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1988). Mengacu pada pendapat tersebut, peternak yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka mayoritas berusia muda sehingga dapat dikatakan berpotensi untuk menerima inovasi dengan cepat. Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan formal peternak umumnya tergolong rendah (88%) tamat SD, sisanya (12%) sangat rendah yaitu tidak tamat SD. Latar belakang pendidikan formal peternak yang relatif dapat baca tulis ini sangat potensial untuk dikembangkan dan dibina sumberdayanya lebih lanjut yang merupakan modal dan motivasi mereka untuk lebih terbuka terhadap adopsi inovasi. Pendidikan Non Formal
Sebagian besar peternak (62%) pernah mengikuti pendidikan non formal, sebagian kecil (38%) yang tidak pernah mengikuti pendidikan non-formal. Dengan demikian mayoritas peternak memiliki pengalaman mengikuti pendidikan nonformal untuk menunjang usahanya, sebagian besar pendidikan non-formal yang didapat adalah dengan mengikuti kegiatan kursus pembuatan pakan silase yang barubaru ini dilaksanakan, sehingga hal tersebut sangat menunjang kemampuan mereka dalam pembuatan pakan silase serta pengoperasian mesinnya. Pengalaman Beternak
Pengalaman beternak mempunyai nilai yang sama yaitu (50%) peternak masing-masing mempunyai pengalaman beternak rendah dan tinggi, dengan rata-rata pengalaman beternak 13 tahun, kisaran terendah satu tahun dan tertinggi 30 tahun.
Kekosmopolitan
Kekosmopolitan peternak rendah (56%), di mana rata-rata dua kali pergi ke kota dalam satu bulan. Rendahnya tingkat kekosmopolitan karena peternak merasa bahwa untuk memperoleh informasi secara teori cukup dengan tetangga, ketua kelompok ternak dan tokoh masyarakat, kecuali ada kegiatan seminar teknologi yang berhubungan dengan peternakan dan sejenisnya. Tingkat Pendapatan Keluarga
Tingkat pendapatan keluarga sebagian besar (56%) dengan rata-rata pendapatan keluarga Rp.365.633 kisaran terendah Rp.117.000 dan tertinggi Rp.1.012.000. Hasil tersebut memperlihatkan adanya variasi pendapatan keluarga. Variasi pendapatan keluarga tersebut menurut Hermawanto (1993) sangat tergantung oleh berbagai faktor antara lain : 1) faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapannya, yang mempunyai lahan lebih luas akan mampu memproduksi lebih besar dan penghasilannya juga relatif lebih tinggi, 2) status pemilikan
lahannya,
yang
mempunyai
status
pemilik
akan
lebih
besar
penghasilannya, 3) faktor yang berhubungan dengan jenis cabang usahatani atau usahaternak yang dikerjakan akan mempunyai penghasilan yang lebih besar, 4) macam pekerjaan tambahan yang diperoleh oleh peternak, faktor ini memberikan penghasilan yang besarnya bergantung pada besarnya skala usaha yang dijalankan. Status Lahan
Status lahan yang digarap sebagian besar (72%) adalah pemilik, sisanya sebanyak (28%) adalah lahan sewaan.
Faktor ini dapat menjadi salah satu
pendukung tambahan pendapatan mereka, karena yang mepunyai status pemilik lahan akan relatif lebih besar penghasilannya. Luas Lahan
Rata-rata luas lahan yang digarap untuk usahatani dan ternaknya 0.3 ha, dengan kisaran luas lahan paling sempit 0.1 ha dan terluas 1.5 ha. Pada umumnya peternak mempunyai luas lahan yang sempit (69%) dan selebihnya memiliki luas lahan yang luas (31%). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peternak yang menggarap lahan yang luas umumnya mempunyai status sosial ekonomi yang lebih
baik dan lebih banyak dapat memanfaatkan lahannya untuk usaha tani dan usaha ternaknya sehingga produksi yang dihasilkan lebih tinggi, lebih-lebih pada saat penelitian berlangsung banyak petani yang diuntungkan dengan peningkatan harga ubi kayu yang mencapai (400%) dari harga semula yang merupakan jenis tanaman yang ditanam sebagian besar peternak. Peternak yang mempunyai luas lahan yang sempit meskipun mampu menggarap lahannya secara efisien akan tetapi produksi yang dihasilkan akan relatif lebih rendah. Aksesibilitas terhadap Sarana dan Prasarana
Sebanyak (100%) peternak menyatakan bahwa sarana dan prasarana di lokasi penelitian tersedia yaitu berupa mesin silase. Hal ini dapat dimungkinkan karena mesin silase tersebut merupakan bantuan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang diperuntukkan untuk semua peternak yang ada di daerah tersebut dan dipakai sebagai mesin pembuat pakan silase dari bahan baku onggok tapioka. Keterlibatan dalam Kegiatan Inovasi
Keterlibatan dalam kegiatan inovasi tinggi (62%), selebihnya rendah (38%) dengan rata-rata 6 kali dalam satu tahun terakhir. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa umumnya peternak menghadiri kegiatan inovasi di bawah enam kali dalam satu tahun. Motivasi
Sebagian besar peternak (84%) memiliki motivasi tinggi untuk melaksanakan inovasi teknologi mesin silase, dan sisanya (16%) memiliki motivasi rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peternak mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengaplikasikan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Persepsi Peternak tehadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka
Persepsi peternak tehadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka dalam penelitian ini terdiri dari lima butir, yaitu : 1) persepsi peternak terhadap keuntungan relatif (manfaat ekonomis, manfaat/kelebihan teknis), 2) persepsi peternak terhadap kesesuaian (kondisi lingkungan, adat istiadat, kebutuhan), 3)
persepsi peternak terhadap kesederhanaan (pengoperasian, tenaga kerja terampil, sarana dan prasarana), 4) persepsi peternak terhadap dapat dicobanya suatu inovasi (dicoba dalam skala kecil), 5) persepsi peternak terhadap dapat diamatinya suatu inovasi (produksi (hasil), kualitas produksi (mutu) dan ongkos produksi). Persepsi peternak tehadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka dapat disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Rataan skor persepsi peternak tehadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka No. 1. 2.
3.
Variabel Keuntungan relatif Kesesuaian
Kesederhanaan
Dimensi variabel
Rataan skor
1.1 Manfaat ekonomis
2.00
1.2 Manfaat/kelebihan teknis
1.86
2.1 Kondisi lingkungan
2.84
2.2 Adat istiadat
2.05
2.3 Kebutuhan
2.11
3.1 Pengoperasian
2.45
3.2 Tenaga kerja terampil
2.94
3.3 Sarana dan prasarana
2.41
4.
Dapat dicoba
4.1 Dicoba dalam skala kecil
2.47
5.
Dapat diamati
5.1 Produksi
1.98
5.2 Kualitas produksi
2.78
5.3 Ongkos produksi
1.00
Keterangan : Kisaran skor yang digunakan adalah 1.1),1.2), 5.3) 1 = mahal, 2 = sama saja, 3 = murah 2.1),2.2), 2.3) 1 = kurang sesuai, 2 = cukup sesuai, 3 = sangat sesuai 3.1) 1 = sulit, 2 = sama saja, 3 = mudah 3.2) 1 = sangat perlu, 2 = cukup perlu, 3 = kurang perlu 3.3) 1 = kurang tersedia, 2 = cukup tersedia, 3 = sangat tersedia 4.1) 1 = tidak dapat dicoba, 2 = cukup dapat dicoba, 3 = dapat dicoba 5.1) 1 = kurang terlihat, 2 = cukup telihat, 3 = sangat terlihat 5.2) 1 = kurang baik, 2 = cukup baik, 3 = sangat baik
Persepsi Peternak terhadap Keuntungan Relatif
Keuntungan relatif suatu inovasi adalah tingkatan di mana suatu ide baru dapat dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya (caracara tradisional) dan secara ekonomis menguntungkan.
Keuntungan relatif
dibedakan menjadi dua macam, yaitu 1) manfaat ekonomis adalah keuntungan atau pendapatan yang diperoleh dengan adanya inovasi, 2) manfaat/kelebihan teknis adalah keuntungan dari segi biaya operasinal dan perawatan mesin. Suatu inovasi akan cepat diadopsi apabila inovasi tersebut memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan teknologi yang ada sebelumnya. Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor mengenai manfaat ekonomis adalah 2.00. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa peternak menyatakan bahwa dari manfaat ekonomis inovasi mesin silase dianggap mempunyai manfaat sama saja dibandingkan dengan cara tradisional. teknis adalah 1.86.
Rataan skor mengenai manfaat/kelebihan
Nilai tersebut menunjukkan sebagian peternak menganggap
bahwa inovasi mesin silase mempunyai manfaat/kelebihan teknis yang sama dibandingkan dengan cara tradisional. Persepsi Peternak terhadap Kesesuaian
Kesesuaian suatu inovasi adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan adopter (penerima).
Kesesuaian suatu inovasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu 1)
kondisi lingkungan adalah keadaan tempat tinggal peternak, 2) adat istiadat adalah tata cara, nilai budaya atau kebiasaan peternak, 3) kebutuhan adalah keinginan yang kompatibel dengan kondisi peternak. Ide yang tidak sesuai dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang sesuai. Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor untuk kesesuaian inovasi mesin silase terhadap kondisi lingkungan adalah 2.84. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan sangat sesuai untuk penerapan inovasi mesin silase. Sangat cocoknya kondisi lingkungan ini didukung oleh bahan baku utama pembuatan pakan silase yaitu limbah onggok tapioka yang melimpah di lokasi. Selain itu pengolahan limbah onggok tapioka tersebut juga dapat meningkatkan nilai tambah onggok tapioka menjadi pakan silase dan juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Rataan skor mengenai adat istiadat adalah 2.05. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi teknologi mesin silase adalah teknologi yang konsisten terhadap nilai budaya serta tidak bertentangan dengan adat kebiasaan masyarakat. Rataan skor mengenai kebutuhan adalah 2.11. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi teknologi mesin silase
cukup sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, mengingat semua peternak mempunyai mata pencaharian sebagai peternak, sehingga ketersediaan pakan di lokasi sangat dibutuhkan untuk produksi ternaknya. Persepsi Peternak terhadap Kesederhanaan
Kesederhanaan suatu inovasi adalah tingkat di mana suatu inovasi dianggap mudah untuk dimengerti dan digunakan. Kesederhanaan suatu inovasi dibedakan menjadi tiga macam , yaitu 1) pengoperasian adalah tata cara penggunaan mesin silase, 2) tenaga kerja terampil adalah orang yang mempunyai keahlian dalam menggunakan alat mesin silase, 3) sarana prasarana adalah alat-alat dan fasilitas penunjang mesin silase. Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor inovasi teknologi mesin silase terhadap pengoperasian adalah 2.45. Hal ini menunjukkan bahwa pengoperasian mesin silase cukup mudah untuk dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa teknologi mesin silase merupakan inovasi yang sederhana untuk dilakukan, pengoperasiannya tidak sulit, dengan didukung sarana prasarana di tempat. Rataan skor mengenai tenaga kerja terampil adalah 2.94.
Hal ini
menunjukkan bahwa di lokasi kurang perlu adanya tenaga kerja terampil karena sebagian besar peternak telah paham dan mengerti serta bisa mengaplikasikan inovasi teknologi mesin silase. Rataan skor mengenai sarana dan prasarana adalah 2.41. Hal ini menunjukkan sarana dan prasarana di lokasi cukup tersedia. Ketersediaan sarana ini karena mesin silase tersebut merupakan bantuan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang ditujukan untuk peternak yang ada dilokasi penelitian sehingga semua peternak bersama-sama memiliki alat mesin silase tersebut. Persepsi Peternak terhadap Dapat Dicobanya Inovasi
Dapat dicobanya suatu inovasi adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Hal ini akan memperkecil resiko bagi adopter, karena inovasi yang tidak dapat dicoba mengakibatkan terhambatnya proses adopsi inovasi. Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor inovasi teknologi mesin silase tentang dapat dicobanya inovasi dalam skala kecil adalah 2.47. Hal tersebut menunjukkan
bahwa teknologi mesin silase merupakan inovasi yang cukup dapat dicoba dalam skala kecil. Persepsi Peternak terhadap Dapat Diamatinya Suatu Inovasi
Dapat diamati suatu inovasi adalah tingkat di mana hasil-hasil inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Dapat diamatinya suatu inovasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu 1) produksi adalah hasil yang diperoleh dari mesin silase, 2) kualitas produksi adalah mutu yang dihasilkan dari produksi, 3) ongkos produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam menggunakan mesin silase. Hal ini memungkinkan percepatan adopsi inovasi, karena calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap percobaan, melainkan dapat terus ke tahap adopsi. Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor inovasi teknologi mesin silase tentang produksi adalah 1.98. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi (hasil) cukup terlihat, karena dalam satu musim panen ternak sapi yang mereka pelihara mengalami peningkatan bobot badan yang drastis setelah diberi ransum pakan silase onggok tapioka dibandingkan sebelum diberi pakan silase onggok tapioka. Rataan skor mengenai kualitas produksi (mutu) adalah 2.78. Hal ini menunjukkan bahwa pakan silase dari onggok tapioka mempunyai mutu yang sangat baik dibandingkan pemberian pakan secara tradisional. Rataan skor mengenai ongkos produksi adalah 1.00. Hal ini menunjukkan bahwa ongkos produksi yang digunakan dalam pembuatan pakan silase onggok tapioka tergolong mahal, mahalnya ongkos produksi disebabkan oleh tambahan bahan-bahan lain berupa tepung ikan dan bungkil-bungkilan yang notabene sangat jarang di lokasi, selain itu dalam produksi pakan silase onggok tapioka juga membutuhkan bahan bakar minyak tanah dan solar yang akhir-akhir ini harganya semakin meningkat. Hubungan Antara Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka
Hasil analisis uji rank Spearman antara karakteristik peternak dengan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi alat mesin silase onggok tapioka disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hubungan Antara Karakteristik dengan Persepsi Peternak terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka Koefisien Korelasi rank Spearman (rs) Karakteristik peternak
Persepsi terhadap Inovasi Teknologi Mesin Silase Onggok Tapioka Keuntungan relatif rs
Kesesuai an rs
Kesederha naan rs
Dapat dicoba rs
Dapat diamati rs
Umur
0.113
0.028
0.065
0.021
0.086
Pendidikan formal
-0.285
0.126
0.195
0.049
0.126
Pendidikan non formal
0.045
0.068
0.196
0.070
0.170
Pengalaman beternak
0.196
-0.171
-0.113
-0.014
0.000
Tingkat pendapatan keluarga
0.172
0.130
0.326
-0.083
-0.060
Kekosmopolitan
0.172
0.056
-0.069
-0.140
-0.211
Status lahan
0.201
-0.267
0.072
-0.139
-0.116
Luas lahan
-0.121
0.086
-0.061
0.089
-0.081
kegiatan inovasi
0.172
0.130
0.326
-0.083
-0.060
Motivasi
-0.030
0.048
0.451**
0.290
0.370*
Keterlibatan peternak dalam -
Keterangan : hasil analisis uji rank Spearman (rs) * = Berhubungan nyata pada taraf ∝ 0.05 ** =Berhubungan sangat nyata pada taraf ∝ 0.01
Umur
Hasil analisis korelasi rank Spearman pada Tabel 3 menunjukkan bahwa umur mempunyai hubungan yang tidak nyata dengan persepsi inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka, hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa sebagian besar peternak yang baik yang berumur tua maupun berumur muda cenderung memberikan persepsi yang positif terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka, karena ada kecenderungan mereka lebih antusias dengan sesuatu yang dianggap baru dan juga mempunyai kemauan untuk mendapatkan produksi yang lebih tinggi dan motivasi untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik. Pendidikan Formal Pendidikan formal mempunyai hubungan yang tidak nyata dengan persepsi terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka.
Hal ini berarti bahwa
terdapat hubungan tidak nyata dengan persepsi di antara peternak menurut pendidikan formal. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa sebagian besar
peternak baik yang mempunyai latar pendidikan tinggi atau rendah, persepsinya cenderung positif terhadap inovasi teknologi mesin silase. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal berkorelasi positif namun korelasinya rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan non formal mempunyai hubungan yang tidak nyata. Hal ini sesuai dengan pengamatan di lapangan bahwa sebagian besar peternak baik yang pernah mendapatkan pendidikan formal atau tidak semua cenderung memberikan persepsi yang positif terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Pengalaman Beternak Pengalaman beternak mempunyai hubungan namun tidak nyata dengan persepsi terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang nyata terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka di antara peternak yang mempunyai pengalaman beternak yang tinggi dan pengalaman beternak yang rendah. Tingkat Pendapatan Keluarga Tingkat pendapatan keluarga berkorelasi positif pada persepsi keuntungan relatif, kesesuaian, kesederhanaan dan berkorelasi negatif pada persepsi dapat dicoba dan dapat diamatinya suatu inovasi, namun nilai korelasinya rendah sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan keluarga mempunyai hubungan yang tidak nyata dengan persepsi terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Kekosmopolitan Kekosmopolitan berkorelasi positif pada persepsi keuntungan relatif, kesesuaian dan berkorelasi negatif pada persepsi kesederhanaan, dapat dicoba dan dapat diamatinya suatu inovasi, namun korelasinya rendah sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan keluarga mempunyai hubungan yang tidak nyata dengan persepsi inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Pada umumnya persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase tidak ditentukan rendah maupun tingginya tingkat kekosmopolitannya, hal ini antara lain disebabkan oleh
kecenderungan peternak yang pergi keluar desa atau wilayahnya tidak mencari informasi teknologi tentang mesin silase, melainkan ada kepentingan keluarga, membeli benih, membeli pupuk, membeli obat-obatan pertanian dan juga mencari pekerjaan sebagai buruh. Status Lahan Status lahan tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan persepsi terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan persepsi terhadap teknologi mesin silase onggok tapioka diantara peternak yang status lahannya penyewa atau pemilik. Luas Lahan Luas lahan berkorelasi positif pada persepsi kesesuaian, dapat dicoba dan berkorelasi negatif pada keuntungan relatif, kesederhanaan dan dapat diamatinya suatu inovasi, namun korelasinya rendah sehingga dapat dikatakan bahwa luas lahan mempunyai hubungan yang tidak nyata artinya ada hubungan yang tidak nyata diantara peternak yang memiliki luas lahan sempit maupun sebaliknya dengan persepsinya terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Hal ini diduga karena penguasaan lahan garapan yang tersebar merata dengan rata-rata luas lahan garapan 0.3 ha dan tertinggi 1.5 ha. Aksesibilitas Sarana dan Prasarana Aksesibilitas sarana dan prasarana tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan persepsi inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka, karena tersedianya sarana prasarana bagi semua peternak di lokasi, sehingga sarana dan prasarana tidak berpengaruh terhadap persepsi mengenai inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Keterlibatan Peternak dalam Kegiatan Inovasi Keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi teknologi masin silase onggok tapioka
berkorelasi
positif
pada
persepsi
keuntungan
relatif,
kesesuaian,
kesederhanaan dan berkorelasi negatif pada persepsi dapat dicoba dan dapat diamatinya suatu inovasi, namun korelasinya rendah sehingga dapat dikatakan bahwa
tingkat pendapatan keluarga mempunyai hubungan yang tidak nyata terhadap persepsi mengenai inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka. Motivasi Motivasi mempunyai hubungan yang sangat nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi teknologi mesin silase mengenai kesederhanaan, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi peternak dalam mengaplikasikan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka maka inovasi itu dianggap semakin mudah untuk dimengerti dan digunakan oleh peternak. Motivasi mempunyai hubungan yang nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi teknologi mesin silase mengenai dapat diamatinya suatu inovasi, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi peternak dalam mengaplikasikan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka, maka persepsi inovasi itu semakin mudah diamati dan dirasakan keuntungannya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Peternak sapi potong kereman yang ikut dalam kegiatan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka sebagian besar masih termasuk ke dalam kelompok berusia muda sebanyak (59%), peternak yang mempunyai tingkat pendidikan formal lulus SD sebanyak (88%), (62%) peternak pernah mendapatkan pendidikan non formal, (50%) peternak mempunyai pengalaman beternak di atas dan dibawah 13 tahun, tingkat kekosmopolitan peternak rendah (56%), di mana rata-rata dua kali ke kota dalam satu bulan. Pada tingkat pendapatan keluarga sebagian besar peternak berpenghasilan Rp.365.633/bulan
rendah
(56%)
kisaran
dengan
terendah
rata-rata
pendapatan
Rp.117.000/bulan
dan
keluarga tertinggi
Rp.1.012.000/bulan status lahan yang mereka garap sebagian besar (72%) adalah sebagai pemilik, rata-rata luas lahan yang mereka garap untuk usahatani dan ternaknya 0.3 ha, dengan kisaran luas lahan paling sempit 0.1 ha dan terluas 1.5 ha, (100%) peternak menyatakan bahwa sarana dan prasarana di lokasi penelitian tersedia yaitu berupa mesin silase, keterlibatan dalam kegiatan inovasi tinggi (62%), sebagian besar (87%) memiliki motivasi tinggi untuk melaksanakan inovasi teknologi mesin silase. Persepsi peternak terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka adalah positif, dan mempunyai kecenderungan mendukung sepenuhnya inovasi tersebut. Kendala utama yang dihadapi peternak dalam mengaplikasikan inovasi teknologi mesin silase adalah besarnya biaya produksi pengoperasian mesin silase. Hasil uji korelasi rank Spearman menunjukkan motivasi peternak mempunyai hubungan yang sangat nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai kesederhanaan, dan mempunyai hubungan yang nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai dapat diamatinya suatu inovasi. Karakteristik umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman beternak, tingkat pendapatan keluarga, kekosmopolitan, status lahan, luas lahan, aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana dan keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi secara keseluruhan mempunyai hubungan tidak nyata dengan persepsi terhadap inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka.
Saran
Dalam mencapai keberhasilan inovasi teknologi mesin silase onggok tapioka secara berkelanjutan, maka pihak-pihak yang terkait khususnya Departemen Perindustrian dan Perdagangan agar ikut berpartisipasi, yaitu dengan mengadakan pelatihan terutama perawatan dan pemeliharaan mesin yang digunakan secara murah.
UCAPAN TERIMAKASIH
Bismillaahirrohmaanirrohiim..... Alhamdulillaahirobbilaalamiin.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT, berkat hidayah dan ridho-Nya serta segala limpahan rahmat, nikmat dan kemudahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terimakasih yang sedalamnya kepada kedua orang tua penulis Abah H. Muallim yang memberi teladan dan Ibunda Zubaedah atas segala pengorbanan, doa dan kasih sayang tak terkira. Semoga Allah SWT selalu merahmati dan membalasnya dengan surga, amin.....Tak lupa kepada kakak-kakakku mbak Elvi, mas Udin, mas Ulin, mbak Yuni, mas Imron, mbak Hanik, mas Niam juga keponakanku tercinta Salma, Melka, Nazal yang telah memberikan bantuan motivasi, serta curahan kasih sayang dan doanya selama ini. Terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada Ir. H. Ismail Pulungan, MSc dan Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU selaku pembimbing atas arahan dan bimbingan serta saran dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr dan Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, MSc selaku anggota komisi penguji sidang. Terimakasih kepada semua dosen dan staf AJMP baik di Fakultas Peternakan maupun di departemen SEIP atas dukungan dan bantuannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih to sobat-sobatku: Wahyudi, April, Rony, Wini, Saeful, Leni, Fajar, Nuni, Roels, Putri, Dudi, Maya, Rasyid, Nisa, Syamsul,Endang, Martina, Acin, Tiyo, Tomy, Tiar, Desma, Ipul, Rusydi, Luky, Arif, Yanu, Ida, Fani, Nzi dan SEIPERS 38, 39, 40, 41 lainnya yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas persahabatan dan dukungannya selama ini. Terimakasih to sahabat-sahabat seatap di kost AL-AZHAR Camp 97: Nawir, Fery, Moci, Yoli, Mule, Bayu, Agung yang memberi warna dalam kehidupanku.Semoga hubungan kita terbina dengan baik dan tidak akan dilupakan untuk selamanya. Kepada pihak-pihak dan teman-teman yang telah berpartisipasi membantu dalam menyelesaikan skipsi ini, Jazakumullah Khoiron Katsiiron. Akhir kata hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan semoga Dia membalas segala kebaikan bagi semua pihak yang membantu studi penulis selama kuliah di IPB. Bogor, Juli 2006 Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Berlo, D. 1960. The Process of Communication. Holt, Reinhart and Wiston. New York. De vito, AJ. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Kuliah Dasar. Edisi Kelima. Professional Books. Effendy, O. U. 1993. Dinamika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. Gonzales, 1988. Difusi dan umpan balik dalam komunikasi massa dan pembangunan pedesaan di negara-negara dunia ketiga. Terjemahan: Amri Jahi. Gramedia. Jakarta Hermawanto, VR. 1993. Hubungan karakteristik petani yang menanam varietas padi unggul lokal dan persepsi mereka tentang varietas tersebut di Desa Gledek Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan di Desa Jambudipa Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kincaid, Lawrence D. dan Schramm, Wilbur. 1984. Asas-asas Komunikasi Antar Manusia. LP3ES. Jakarta. Kurnia, G. 2000. Keterkaitan penelitian dan penyuluhan dalam perspektif penyebaran inovasi pertanian. Disampaikan pada lokakarya nasional penyebaran inovasi pertanian era otonomi daerah. Bogor. Lionberger, H. F, 1968. Adoption of New Idea and Practice. State University Press, Iowa. Lionberger, H. F, dan Gwin, PH. 1982. Communication Strategy : A Guide for Agricultural change Agents. The Interstate Printers and Publisher, Donville. Illinois. Lumentha, L. 1997. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha ternak ayam buras di Kecamatan Cikeruk Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mulyana, B. 2001. Ilmu-Ilmu Komunikasi. Bandung.
Edisi Revisi. Remaja Rosdakarya.
Rafinaldy, N. H. 1992. Hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku komunikasi anggota kelompok simpan pinjam KUD dan pemanfaatan kredit pedesaan di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rakhmat, J. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung.
Edisi Revisi.
Remaja Rosdakarya.
Reksowardoyo. 1983. Hubungan beberapa karakteristik warga masyarakat Desa Sarampad, Kabupaten Cianjur dan Persepsi Mereka tentang Ternak Kelinci. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rogers, E. M. 1962. Characteristics of Agricultural Innovators and Other Adopter Categories dalam Studies of Innovations and of Communication to The Public. Institute for Communication Research. California. Rogers, E. M. 1969. Mass Media Exposure and Modernization Among Columbia Peasants. Holt, Rinehart and Winston. New York. Rogers, E. M. 1983. Diffusion of Innovasions, Third Edition The Free Press. New York. Sari, R. 1995. Hubungan karakteristik individu terhadap kepuasan kerja karyawan PT Lembu Perkasa. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sastropoetro, S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung. Siswanto, T. J. 2002. Hubungan Karakteristik Individu dan Jaringan Komunikasi Peternak Sapi Perah dengan Teknologi “Flushing”. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekanto, Soejono. 1987. Dinamika dan Perubahan Sosial. Gramedia. Jakarta. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia. Jakarta. Sukmana, R. 2001. Hubungan karakteristik individu dan gaya kepemimpinan terhadap perilaku komunikasi Kepala Desa di Kabupaten Bogor. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Surjanto, Agus, H. Lubis, dan T. Hadi. 1991. Psikologi Kepribadian. Binacipta. Jakarta. Susanto, Astrid, S. 1977. Komunikasi Kontemporer. Binacipta, Jakarta. Sutisna. 1999. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Remaja Rosdakarya. Bandung. Tubbs, S. L. dan Moss, S. Rosdakarya. Bandung.
1966.
Konteks-konteks Komunikasi.
Remaja
Vink, G. J. 1984. Dasar-dasar Usahatani. Yayasan Obor. Jakarta. Wahyuni, S. 2002. Hubungan karakteristik dan perilaku komunikasi petani dengan persepsinya terhadap inovasi teknologi alat mesin pertanian. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Zahid, A. 1997. Hubungan karakteristik peternak sapi perah dengan sikap dan perilaku aktual dalam pengelolaan limbah peternakan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN PERSEPSI PETERNAK TERHADAP INOVASI TEKNOLOGI MESIN SILASE ONGGOK TAPIOKA (Kasus Inovasi pada Kelompok Peternak Margo Lestari di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati) Responden
No Responden
:
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Alamat
: Desa
:
Kecamatan
:
Kabupaten
:
Pewawancara
Nama
:
Tanggal Wawancara
:
Tanda Tangan
:
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PANDUAN PENGISIAN KUESIONER
Daftar pertanyaan terdiri dari dua bagian, bagian pertama tentang karakteristik responden yang terdiri dari karakteristik individu dan karakteristik situasional, bagian kedua tentang persepsi inovasi alat mesin silase. Nomor responden diisi berdasarkan nomor urut responden yang diwawancarai. Alamat diisi dengan nama desa tempat tinggal responden yang diwawancarai. Daftar pertanyaan dapat dijawab dengan cara : 1. Mencantumkan tanda silang pada jawaban yang disediakan, kemudian memasukan angka jawaban tersebut ke dalam kotak yang disediakan. Contoh : Pendidikan formal yang bapak/ibu/Sdr capai ? 1. Tidak sekolah 5. Tidak tamat SD (kelas:......) 2. Tamat SD 6. Tidak tamat SLTP(kelas:..) 3. Tamat SLTP 7. Tidak tamat SLTA (kelas:....) 4. Tamat SLTA 8. Perguruan Tinggi 2. Mengisi jawaban pada kolom yang disediakan Contoh : Berapa usia bapak/ibu/Sdr sekarang ? : ...............tahun 3. Mencantumkan tanda silang salah satu angka jawaban dari pernyataanpernyataan yang diungkapkan Contoh : Teknologi alat mesin silase kurang cocok 1 2 3 dengan lingkungan tempat saya tinggal. I. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan pendapat anda, kemudian angka jawaban tersebut masukan pada kotak yang telah tersedia ! 1. Berapa usia Bapak/Ibu/Sdr sekarang? ............Tahun 2. Pendidikan formal yang bapak/ibu/Sdr capai? 5. Tidak tamat SD (kelas:......) 1. Tidak sekolah 2. Tamat SD 6. Tidak tamat SLTP(kelas:.....) 3. Tamat SLTP 7. Tidak tamat SLTA (kelas:.....) 4. Tamat SLTA 8. Perguruan Tinggi 3. Pernahkah Bapak/Ibu/Sdr mengikuti pelatihan/kursus peternakan atau lainnya? 1. Pernah
2. Tidak Pernah, langsung ke pertanyaan nomor 4
4. Bila pernah mengikuti pelatihan/kursus peternakan atau lainnya, sebutkan! No. Nama Pelatihan/kursus Tempat Jumlah hari 1. 2. 3.
5. Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Sdr bekerja sebagai peternak?..............tahun 6. Sebutkan hasil usaha tani/ternak yang Bapak/Ibu/Sdr garap dalam setahun ! Jenis usahatani Pertanian : • Padi • Jagung • Kacang tanah • Kedele • Ubi kayu • ............. Ternak : • Sapi • Kambing/domba • Unggas • ............. Lain-lain
Satuan
produksi Dijual
Dikonsu Nilai msi (Rp)
Kg Kg Kg Kg Kg
ST ST ST
7. Selain usahatani apakah Bapak/Ibu/Sdr mempunyai pekerjaan sampingan? 8. Kalau ya, sebutkan berapa penghasilan rata-rata per bulan? 1. ................................
Rp. ...............
2. ................................
Rp. ...............
3. ................................
Rp. ...............
Jumlah
Rp. ...............
9. Sebutkan pengeluaran yang Bapak/Ibu/Sdr perlukan untuk usaha tani/ternak yang dilaksanakan! Jenis pengeluaran Satuan Jumlah (Rp) 1. Pembelian bibit Kg 2. Pemeliharaan alat Bulan 3. Upah tenaga kerja Hari 4. Pajak Tahun 5. Lain-lain................ 10. Sebutkan pengeluaran rutin lainnya dalam satu bulan? Jenis pengeluaran Jumlah (Rp) a. Biaya untuk makan b. Biaya sekolah c. Transport d. Iuran listrik e. Lain-lain..................
11. Kalau Bapak/Ibu/Sdr memperoleh hal yang kurang paham mengenai alat mesin silase, kemana Bapak/Ibu/Sdr meminta pendapat/bantuan? 1. Tetangga 5. Anggota kelompok ternak 2. Peneliti 6. Ketua kelompok ternak 3. Tokoh masyarakat 7. Lainnya sebutkan :...... 4. Kepala desa 8. Tidak ada 12. Diantara orang yang Bapak/Ibu/Sdr hubungi tersebut, adakah pendapat yang cocok dengan pendirian Bapak/Ibu/Sdr? 1. Ada, yaitu : ................... Bila lebih dari satu, sebutkan menurut urutannya : ........................................... : .......................................... : .......................................... 2. Tidak ada, langsung ke pertanyaan no.17 13. Apabila Bapak/Ibu/Sdr cocok dengan pendapat orang tersebut, apa alasan Bapak/Ibu/Sdr? 1. Karena pengaruh adat istiadat Sebutkan, nama adat : ................................................. 2. Karena pengaruh jabatan di pemerintah desa Sebutkan, nama jabatannya : ...................................... 3. Karena memiliki pengetahuan yang lebih Sebutkan, bidang pengetahuannya : ............................ 4. Karena pengaruh lainnya : ........................................... 14. Kalau Bapak/Ibu/Sdr memperoleh hal yang kurang paham mengenai alat mesin silase, sumber informasi apa yang Bapak/Ibu/Sdr cari/gunakan? (jawaban dapat lebih dari satu, jumlah jawaban dimasukkan kedalam kotak yang tersedia) 1. Radio 4. Surat kabar 2. TV 5. Brosur/leaflet 3. Majalah pertanian 6. Lainnya, sebutkan : ............... 15. Diantara sumber informasi yang Bapak/Ibu/Sdr cari/gunakan tersebut, adakah sumber informasi yang cocok dengan pendirian Bapak/Ibu/Sdr? 1. Ada, apa jenisnya : ........................... Bila lebih dari satu sebutkan urutannya : ......................................................... : ........................................................... : ........................................................... 2. Tidak ada 16.Apabila Bapak/Ibu/Sdr tidak cocok dengan sumber informasi tersebut, apa alasannya? Sebutkan : ...............................................................................................................
17. Berapa luas lahan dan status kepemilikan lahan yang Bapak/Ibu/Sdr garap? Jenis lahan
Luas lahan (ha) dan status kepemilikan Hak milik
Sewa
Bagi hasil
Peternakan Tegalan Sawah 18. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr memperoleh alat mesin silese? 1. Menyewa 4. Membeli secara berkelompok 2. Membeli sendiri 5. Bantuan/hibah 3. Meminjam 6. Lainnya, sebutkan.......................................... 19. Bila alat mesin silase tersebut mengalami gangguan/rusak, apakah sarana (bengkel) dan prasarana (spare part) tersedia di lokasi? 1. Ya, langsung ke pertanyaan no.20 2. Tidak 20. Bila tidak, bagaimana memperolehnya?................................................................... 21. Bagaimana status kepemilikan alat mesin silase tersebut? 1. Milik sendiri 2. Secara berkelompok 3. Menyewa 22. Apakah jenis alat mesin tersebut sesuai dengan yang Bapak/Ibu/Sdr butuhkan? 1. Sesuai
2. Tidak sesuai
23. Dalam satu tahun terakhir ini berapa kali Bapak/ibu menghadiri kegiatan inovasi teknologi yang diadakan?...............kali 24. Apa yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan dalam mengikuti kegiatan inovasi tersebut?(Jawaban bisa lebih dari satu, jumlah jawaban dimasukkan kedalam kotak yang tersedia) 1. Melihat saja 2. Menyampaikan pertanyaan 3. Tidak melakukan apa-apa 25. Apa yang Bapak/Ibu/Sdr laksanakan setelah mengikuti kegiatan inovasi teknologi? (Jawaban bisa lebih dari satu, jumlah jawaban dimasukkan kedalam kotak yang tersedia) 1. Menyampaikan hasil pertemuan kepada orang lain 2. Melaksanakan anjuran 3. Tidak melakukan apa-apa 26. Apakah setelah mengetahui atau mendengar Bapak/Ibu/Sdr langsung menggunakan? 1. Ya, langsung ke pertanyaan no.27 2. Tidak 27. Kalau tidak mengapa : ............................................................................................ 28. Kalau ya, bulan/tahun berapa Bapak/Ibu/Sdr menggunakan? Bulan/tahun : ................./................... 29. Apakah Bapak/Ibu/Sdr sampai sekarang masih menggunakan? 1. ya 2. Tidak
30. Bila tidak, sejak kapan Bapak/ibu/Sdr sudah tidak menggunakannya lagi? Sejak bulan/tahun : ............................../............................................... Alasannya : ............................................................................. 31. Apakah yang mendorong (motivasi) Bapak/Ibu/Sdr mengikuti kegiatan inovasi teknologi alat mesin silase?........................................................... II. PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP INOVASI TEKNOLOGI ALAT MESIN SILASE
Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Sdr dimohon untuk memberikan tanggapan terhadap pernyataan dengan cara melingkari salahsatu angka jawaban pada kotak yang tersedia sesuai dengan tingkat pendapat Bapak/Ibu/Sdr. Pemberian nilai terhadap pernyataan dipilih salahsatu dari jawaban sebagai berikut : 1 = Tidak setuju 2 = Setuju 3 = Sangat setuju Contoh : Penggunaan alat mesin silase akan meningkatkan produksi 2 3 1 sekaligus pendapatan Apabila Bapak/Ibu/Sdr memilih pernyataan tersebut setuju, 2 maka yang dilingkari adalah 1. Keuntungan Relatif
1.1 Secara ekonomis pengolahan pakan dengan menggunakan teknologi alat mesin silase kurang menguntungkan dibanding dengan cara tradisional.
1
2
3
1.2 Hasil pengolahan pakan dengan cara menggunakan teknologi alat mesin silase dibandingkan dengan cara tradisional, keuntungannya cenderung sama.
1
2
3
1.3 Pengolahan pakan dengan menggunakan teknologi alat mesin silase tidak meningkatkan hasil (pendapatan).
1
2
3
1.4 Penggunaan teknologi alat mesin silase, selain harganya yang relatif mahal, juga memerlukan biaya operasional, hal ini akan berpengaruh terhadap keuntungan.
1
2
3
1.5 Teknologi alat mesin tersebut, memerlukan biaya perawatan maupun pemeliharaan sehingga keuntungannya hampir sama dengan manual.
1
2
3
2.1 Teknologi alat mesin silase kurang cocok dengan lingkungan tempat saya tinggal.
1
2
3
2.2 Anjuran penggunaan teknologi alat mesin pengolah pakan silase tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang ada.
1
2
3
2.3 Kalau mengolah pakan dengan teknologi alat mesin silase, maka saya harus mengubah kebiasaan yang saya ikuti.
1
2
3
2. Kompatibilitas (Kesesuaian dengan kebutuhan peternak)
2.4 Anjuran penggunaan teknologi alat mesin silase tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat/peternak.
1
2
3
1
2
3
1
2
3
3.2 Pengoperasian teknologi alat mesin silase tidak praktis karena 1 masih memerlukan biaya tambahan untuk pembelian bahan bakar
2
3
3.3 Pengolahan pakan ternak dengan menggunakan teknologi alat mesin silase sulit dilaksanakan karena tidak tersedianya tenaga terampil dilokasi/tempat.
1
2
3
3.4 Terbatasnya peralatan mesin silase dilokasi, menjadi alasan tidak menggunakan teknologi alat mesin silase.
1
2
3
3.5 Teknologi alat mesin silase tersebut secara teknis sulit diterapkan atau dipelajari.
1
2
3
4.1 Terbatasnya kesempatan untuk mencoba pada saat uji coba dilaksanakan akan mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi teknologi tersebut.
1
2
3
4.2 Resiko kerugian yang akan ditanggung apabila menggunakan teknologi alat mesin silase, hal ini akan mempengaruhi dalam menentukan keputusan/pilihan.
1
2
3
4.3 Terbatasnya waktu pelaksanaan ujicoba sehingga alat mesin silase tersebut kurang dapat dicobanya.
1
2
3
4.4 Terbatasnya peluang penggunaan alat mesin tersebut secara berkelompok, menyebabkabn peluang untuk mencoba juga terbatas.
1
2
3
5.1 Nilai tambah hasil pengolahan pakan ternak dengan menggunakan teknologi alat mesin silase tidak segera terlihat nyata.
1
2
3
5.2 Meskipun dengan menggunakan teknologi pakan silase keuntungan jadi meningkat akan tetapi pandapatan tidak terlihat nyata.
1
2
3
5.3 Kualitas/mutu hasil dengan menggunakan alat mesin silase dibandingkan dengan manual (tradisional).
1
2
3
5.4 Ongkos jasa pengolahan dengan menggunakan teknologi alat mesin silase lebih mahal dibandingkan dengan manual (tradisional).
1
2
3
2.5 Pengolahan pakan silase dengan menggunakan teknologi alat mesin tidak mudah diterapkan karena hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. 3. Simplisitas (Kesederhanaan inovasi)
3.1 Pengoperasian teknologi alat mesin silase lebih sulit dibandingkan dengan cara manual (tradisional).
4. Triabilitas (Dapat dicobanya suatu inovasi)
5. Observabilitas (Mudah diamati dan dirasakan)
Lampiran 2. Informasi, Indikator dan Kuesioner Informasi yang di butuhkan Karakteristik Peternak
Indikator
Kuesioner
1. Umur
Berapa usia Bapak/Ibu/Sdr sekarang?
2. Pendidikan formal
Pendidikan formal yang Bapak/Ibu/Sdr capai?
3. Pendidikan non formal
Pernahkah Bapak/Ibu/Sdr mengikuti pelatihan/kursus peternakan atau lainnya? Pernahkah Bapak/Ibu/Sdr mengikuti pelatihan/kursus peternakan atau lainnya? Bila pernah mengikuti pelatihan/kursus peternakan atau lainnya, sebutkan!
4. Pengalaman beternak
Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Sdr bekerja sebagai peternak?
5. Tingkat pendapatan
Sebutkan hasil usaha tani/ternak yang Bapak/Ibu/Sdr garap dalam setahun ! Selain usaha tani/ternak apakah Bapak/Ibu/Sdr mempunyai pekerjaan sampingan? Kalau ya, sebutkan berapa penghasilan ratarata per bulan? Sebutkan pengeluaran yang Bapak/Ibu/Sdr perlukan untuk usaha tani/ternak yang dilaksanakan! Sebutkan pengeluaran rutin lainnya dalam satu bulan?
6. Kekosmopolitan
Kalau Bapak/Ibu/Sdr memperoleh hal yang kurang paham mengenai alat mesin silase, kemana Bapak/Ibu/Sdr meminta pendapat/bantuan? Diantara orang yang Bapak/Ibu/Sdr hubungi tersebut, adakah pendapat yang cocok dengan pendirian Bapak/Ibu/Sdr? Apabila Bapak/Ibu/Sdr cocok dengan pendapat orang tersebut, apa alasan Bapak/Ibu/Sdr? Kalau Bapak/Ibu/Sdr memperoleh hal yang kurang paham mengenai alat mesin silase, sumber informasi apa yang Bapak/Ibu/Sdr cari/gunakan? Diantara sumber informasi yang Bapak/Ibu/Sdr cari/gunakan tersebut, adakah sumber informasi yang cocok dengan pendirian Bapak/Ibu? Apabila Bapak/Ibu/Sdr tidak cocok dengan sumber informasi tersebut, apa alasannya?
7. Status lahan
Berapa luas lahan dan status kepemilikan lahan yang Bapak/Ibu/Saudara garap?
8. Luas lahan
Berapa luas lahan dan status kepemilikan lahan yang Bapak/Ibu/Saudara garap?
9. Aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana
Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr memperoleh alat mesin silese? Bila alat mesin silase tersebut mengalami gangguan/rusak, apakah sarana (bengkel) dan prasarana (spare part) tersedia di lokasi? Bila tidak, bagaimana memperolehnya? Bagaimana status kepemilikan alat mesin silase tersebut? Apakah jenis alat mesin tersebut sesuai dengan yang Bapak/Ibu/Sdr butuhkan?
10. Keterlibatan dalam kegiatan inovasi
Dalam satu tahun terakhir ini berapa kali Bapak/ibu menghadiri kegiatan inovasi teknologi yang diadakan? Apa yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan dalam mengikuti kegiatan inovasi tersebut? Apa yang Bapak/Ibu/Sdr laksanakan setelah mengikuti kegiatan inovasi teknologi? Apakah setelah mengetahui atau mendengar Bapak/Ibu/Sdr langsung menggunakan? Kalau tidak mengapa? Kalau ya, bulan/tahun berapa Bapak/Ibu/Sdr menggunakan? Bulan/tahun? Apakah Bapak/Ibu/Sdr sampai sekarang masih menggunakan? Bila tidak, sejak kapan Bapak/ibu/Sdr sudah tidak menggunakannya lagi?
11. Motivasi
Persepsi inovasi
1.
Keuntungan relatif • Manfaat ekonomis
Apakah motivasi (yang mendorong) Bapak/Ibu/Sdr mengikuti kegiatan inovasi teknologi alat mesin silase?
Secara ekonomis pengolahan pakan dengan menggunakan teknologi alat mesin silase kurang menguntungkan dibanding dengan cara tradisional. 1 2 3 Tidak Setuju Sangat setuju Setuju Hasil pengolahan pakan dengan cara menggunakan teknologi alat mesin silase dibandingkan dengan cara tradisional,keuntungannya cenderung sama. 1 Tidak Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Pengolahan pakan dengan menggunakan teknologi alat mesin silase tidak meningkatkan hasil (pendapatan).
•
Manfaat/kelebihan teknis
1 2 3 Tidak Setuju Sangat setuju Setuju Penggunaan teknologi alat mesin silase, selain harganya yang relatif mahal, juga memerlukan biaya operasional, hal ini akan berpengaruh terhadap keuntungan. 1 2 3 Tidak Setuju Sangat setuju Setuju Teknologi alat mesin tersebut, memerlukan biaya perawatan maupun pemeliharaan sehingga keuntungannya hampir sama dengan manual. 1 Tidak Setuju
2. Kompatibilitas • Kondisi lingkungan
Adat istiadat
3 Sangat setuju
Teknologi alat mesin silase kurang cocok dengan lingkungan tempat saya tinggal. 1 Tidak Setuju
•
2 Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Anjuran penggunaan teknologi alat mesin pengolah pakan silase tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang ada. 1 2 3 Tidak Setuju Sangat setuju Setuju Kalau mengolah pakan dengan teknologi alat mesin silase,maka saya harus mengubah kebiasaan yang saya ikuti. 1 Tidak Setuju
•
Kebutuhan
2 Setuju
3 Sangat setuju
Anjuran penggunaan teknologi alat mesin silase tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat/peternak. 1 Tidak Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
3.
Simplisitas • Pengoperasian
Pengoperasian teknologi alat mesin silase lebih sulit dibandingkan dengan cara manual (tradisional).Pengoperasian teknologi alat mesin silase tidak praktis karena masih memerlukan biaya tambahan untuk pembelian bahan bakar. 1 2 3 Tidak Setuju Sangat setuju Setuju Pengoperasian teknologi alat mesin silase tidak praktis karenamasih memerlukan biaya tambahan untuk pembelian bahan bakar 1 Tidak Setuju
•
Tenaga kerja terampil
Sarana dan prasarana
3 Sangat setuju
Pengolahan pakan ternak dengan menggunakan teknologi alat mesin silase sulit dilaksanakan karena tidak tersedianya tenaga terampil dilokasi/tempat. 1 Tidak Setuju
•
2 Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Terbatasnya peralatan mesin silase dilokasi, menjadi alasan tidak menggunakan teknologi alat mesin silase. 1 Tidak Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Teknologi alat mesin silase tersebut secara teknis sulit diterapkan atau dipelajari. 1 Tidak Setuju 4. Trialibilitas • Dapat dicoba dalam skala kecil
2 Setuju
3 Sangat setuju
Terbatasnya kesempatan untuk mencoba pada saat uji coba dilaksanakan akan mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi teknologi tersebut. 1 Tidak Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Resiko kerugian yang akan ditanggung apabila menggunakan teknologi alat mesin silase, hal ini akan mempengaruhi dalam menentukan keputusan/pilihan. 1 Tidak Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Terbatasnya waktu pelaksanaan ujicoba sehingga alat mesin silase tersebut kurang dapat dicobanya. 1 Tidak Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Terbatasnya peluang penggunaan alat mesin tersebut secara berkelompok, menyebabkabn peluang untuk mencoba juga terbatas. 1 Tidak Setuju 5. Observabilitas • Produksi/hasil
2 Setuju
3 Sangat setuju
Nilai tambah hasil pengolahan pakan ternak dengan menggunakan teknologi alat mesin silase tidak segera terlihat nyata. 1 Tidak Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Meskipun dengan menggunakan teknologi pakan silase keuntungan jadi meningkat akan tetapi pandapatan tidak terlihat nyata. 1 Tidak Setuju •
Mutu/kualitas hasil
Ongkos produksi
3 Sangat setuju
Kualitas/mutu hasil dengan menggunakan alat mesin silase dibandingkan dengan manual (tradisional) tidak terlihat nyata. 1 Tidak Setuju
•
2 Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Ongkos jasa pengolahan dengan menggunakan teknologi alat mesin silase lebih mahal dibandingkan dengan manual (tradisional). 1 Tidak Setuju
2 Setuju
3 Sangat setuju
Lampiran 3. Matrik Variabel, Nomor Kuesioner dan Nomor Halaman Nama variabel Umur Pendidikan formal Pendidikan non formal Pengalaman beternak Tingkat pendapatan Kekosmopolitan Status lahan Luas lahan Aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana Keterlibatan peternak dalam kegiatan inovasi Motivasi Keuntungan Relatif Kompatibilitas Simplisitas Trialibilitas Observabilitas
Kuesioner 1 2 3, 4 5 6, 7 , 8, 9, 10 14, 15, 16 17 17 18, 19, 20, 21, 22
Halaman 31 31 31 32 32 32 33 33 34
23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30
34
31 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, 1.5 2.1, 2.2, 2.3, 2.4, 2.5 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5 4.1, 4.2, 4.3, 4.4 5.1, 5.2, 5.3, 5.4
35 35 35 36 36 36