PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP MANFAAT KESEHATAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK MINUMAN FUNGSIONAL DARI EKSTRAK DAUN HANTAP (Sterculia oblongata R.Brown)
ANY TRI HENDARINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan dan Pengembangan Produk Minuman Fungsional dari Ekstrak Daun Hantap (Sterculia oblongata R.Brown) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2011
Any Tri Hendarini NIM I151070091
ABSTRACT ANY TRI HENDARINI. Perception of Community for Health Benefits and Development Product of Functional Drink from Ekstrak of Hantap Leaves (Sterculia oblongata R.Brown). AHMAD SULAEMAN and BUDI SETIAWAN. Indonesia is known by its diversity, especially ini herb-medicinal plants. The aims of this study was explore the health benefit and development of product of hantap leaves as functional drink by a community perception test. The study was conducted in April to December 2010. Study on product development was conducted at Laboratory of Food Processing, Laboratory of Organoleptic Test, and Laboratory of Food-Chemistry Analysis, Department of Community NutritionFaculty of Human Ecology, Bogor Agricultural University. Survey and perception test were conducted in sub district of Cicurug, Cidahu, and Parungkuda, district of Sukabumi. Respondent in this perception test study are 87 of men and women aged 20-60 years old and lived in resident of sub district of Cicurug, Cidahu, and Parungkuda, in district of Sukabumi,. This study comprised three steps. First, collecting perception of data about health benefit of hantap’s leaves in a community. Second, produce hantap leaves extract drink (HLED) and determine the best HLED. Then, conduct health benefit perception test to respondents during 7 days and 13 days. In the benefit perception test, uses coasi experimental design, HLED was tested to respondents with giving frequency one glass each day and two glasses each day. All treatment components were tested by analysis of variance(ANOVA) by confidence interval 95%, if the result is significant so continue to Duncan Multiple Range Test (DMRT). Third, to produce hantap leaves formula drink (HLFD) by determination the best formula based on acceptability analysis (organoleptic test). Next, analyze the best formula’s physic-chemistry and functional properties. Benefit of HLED consumption dominated by health related to digestive process. Respondent had positive emotional perception and health condition perception after consume HLED one glass each day and two glasses each day during 7 and 13 days respectively. There was significan difference (p<0.05) between 7th and 13th days towards respondents emotional perception and health condition perception who consumed HLED one glass each day but no significan difference on respondents who consumed two glasses each day. There was no significan difference between respondents who consumed one glass each day to two glasses each day towards respondents emotional perception after consume HLED during 7 and 13 days, respectively. There was not significan difference (p>0.05) between respondents who consume HLED one glass each day and two glasses each day towards health condition perception after consume 7 and 13 days. Functional drink has water content 80,8%, ash content 0,043%, soluble fiber content 4,5%, and insoluble fiber content 15,67%. It’s total food fiber content 20,17%. Antioxidant activity of hantap leaves formulation drink (HLFD) was 44,03% and chlorophyll content of HLFD was 0,46259 mg/L. Summaries of this study are health benefit optimally can take with consumed HLED one glass each day and comparation of acceptability HLED is more significan from acceptability of HLFD Keyword: Hantap Leaves, Perception Test, Functional Drink, Antioxidant, and Chlorophyll
RINGKASAN ANY TRI HENDARINI. Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan dan Pengembangan Produk Minuman Fungsional dari Ekstrak Daun Hantap (Sterculia oblongata R.Brown). AHMAD SULAEMAN dan BUDI SETIAWAN. Indonesia adalah negara terbesar kedua setelah Brazil dalam kekayaan keanekaragaman hayati atau merupakan negara terbesar pertama apabila biota laut diperhitungkan. Dari sekitar 30 ribu jenis tumbuhan yang ada di Indonesia tersebut, lebih dari 1000 jenis telah dimanfaatkan untuk pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat kaya akan bahan obat yang berasal dari alam (BPOM RI 2007). Esai Indonesia dalam bukunya Medical Herb Index in Indonesia mengungkapkan tidak kurang dari 7000 spesies tanaman dan tumbuhan yang memiliki khasiat obat (Kasahara 1995). Salah satu tanaman tersebut adalah Sterculia oblongata R.Brown atau dikenal sebagai Hantap. Kandungan gizi dan zat bioaktif yang berhubungan dengan khasiat daun hantap terhadap berbagai penyakit belum banyak diketahui sehingga perlu dilakukan kajian ilmiah secara mendalam untuk membuktikannya. Untuk tahap awal diperlukan uji persepsi terhadap manfaat kesehatan sehingga menunjang daya terima yang baik di masyarakat. Pembuatan minuman ekstrak daun hantap juga masih tradisional dan tidak praktis sehingga khasiat minuman ini akan lebih bermanfaat bila minuman ini dapat menjadi produk minuman fungsional sesuai preferensi masyarakat dan dikembangkan dalam skala industri. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui manfaat kesehatan minuman ekstrak daun hantap secara konvensional di masyarakat 2) Menghasilkan minuman ekstrak daun hantap terbaik berdasarkan analisis daya terima (Uji Organoleptik) dan mengetahui kandungan fisikokimia dan fitokimia 3) Mengetahui persepsi tentang manfaat kesehatan setelah mengkonsumsi minuman ekstrak daun hantap pada orang dewasa dengan periode tertentu 4) Menghasilkan minuman fungsional dari ekstrak daun hantap berdasarkan analisis daya terima (uji organoleptik) dan melakukan analisis fisikokimia dan fitokimia. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Desember 2010. Penelitian untuk pengembangan produk di Laboratorium Pengolahan Pangan, Lab. Pengujian Organoleptik, Lab. Analisis Kimia dan Makanan Departemen Gizi Masyarakat-FEMA dan Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Institut Pertanian Bogor. Penelitian survei dan uji persepsi dilaksanakan di Kecamatan Cicurug, Cidahu dan Parungkuda Kabupaten Sukabumi. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan pertimbangan (1) kemudahan untuk diakses (lokasi maupun perizinan), (2) ketersediaan daun hantap dan (3) kebiasaan masyarakat yang mengkonsumsi daun hantap. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan penelitian. Tahap pertama merupakan survei pendahuluan untuk mengetahui manfaat kesehatan daun hantap di masyarakat. Sampel dalam survei manfaat daun hantap adalah masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Cicurug, Parungkuda dan Cidahu di Kabupaten Sukabumi, 51 orang laki-laki maupun perempuan yang berusia 20 - 60 tahun dengan kriteria inklusi adalah pernah menggunakan daun hantap ketika sakit tertentu. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dengan menggunakan pengamatan langsung dan kuesioner. Jenis data yang dikumpulkan meliputi 1) karakteristik individu meliputi jenis kelamin, umur dan suku, 2) kebiasaan mengkonsumsi minuman hantap. Data penelitian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2003 for Windows dan SPSS 16.0 for Windows. Proses pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, entry
dan cleaning. Kemudian data diolah dan dianalisis lebih lanjut secara deskriptif dan analitik. Karakteristik responden dan kebiasaan mengkonsumsi MEDH dianalisis secara deskriptif. Pada tahap kedua penelitian ini adalah pembuatan minuman ekstrak daun hantap (MEDH) sekaligus menentukan MEDH terbaik dan uji persepsi terhadap manfaat kesehatan MEDH pada orang dewasa. Tahap uji persepsi ini menggunakan disain koasi eksperimental dan pada tahap ini MEDH diujikan kepada 87 orang dewasa (laki-laki dan perempuan) dengan frekuensi pemberian yaitu 1 gelas per hari dan 2 gelas perhari dan dilakukan uji persepsi 7 hari dan 13 hari setelah mengkonsumsi. Sampel dalam uji persepsi manfaat kesehatan ini adalah masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Cicurug, Parungkuda dan Cidahu di Kabupaten Sukabumi, laki-laki maupun perempuan yang berusia 20 60 tahun. kriteria inklusi sampel adalah 1) tidak alergi minuman, 2) bersedia mengkonsumsi minuman selama masa penelitian, 3) tidak puasa senin-kamis atau puasa sunnah lainnya selama masa penelitian, dan 4) bersedia berpartisipasi dalam kegiatan penelitian. Pada tahap uji persepsi, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari satu faktor perlakuan yaitu dua frekuensi pemberian minuman dengan dua taraf yaitu 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari. Semua komponen perlakuan diuji dengan analisis ragam (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95 %, kemudian bila ada pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT (Duncan Mutiple Range Test). Data yang dikumpulkan pada tahap ini adalah data primer. Data primer diperoleh dengan menggunakan pengamatan langsung dan kuesioner. Jenis data yang dikumpulkan meliputi 1) karakteristik individu meliputi jenis kelamin, umur dan suku, 2) kebiasaan mengkonsumsi minuman hantap. Data kedua yang dikumpulkan adalah persepsi terhadap MEDH setelah dikonsumsi selama 7 hari dan data akhir dikumpulkan setelah dikonsumsi selama 13 hari yang tercakup dalam 1 macam kuesioner yaitu persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan setelah mengkonsumsi MEDH. Data penelitian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2003 for Windows dan SPSS 16.0 for Windows. Proses pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, entry dan cleaning. Kemudian data diolah dan dianalisis lebih lanjut secara deskriptif dan analitik. Karakteristik organoleptik produk, karakteristik responden dan persepsi contoh terhadap manfaat kesehatan setelah mengkonsumsi produk MEDH dianalisis secara deskriptif. Tahap ketiga adalah pembuatan minuman fungsional daun hantap (MFDH) dengan menentukan formula MFDH terbaik berdasarkan analisis daya terima (uji organoleptik). Setelah itu dilakukan analisis fisikokimia (fisik dan Proksimat) dan fitokimia (aktivitas antioksidan dan analisis klorofil). Manfaat penggunaan dan manfaat yang mereka rasakan setelah mengkonsumsi MEDH didominasi oleh manfaat yang sangat terkait dengan proses pencernaan. Formula MEDH yang mendapatkan daya terima terbaik adalah formula dengan perbandingan daun hantap dan air 1 :15. Formula ini memiliki kadar air sebesar 71,08 %, kadar abu 4.33 %, aktivitas antioksidan 75,8264 persen (daun hantap adalah 14,0719 persen) dan kandungan klorofil adalah 1,9251 mg/L (daun hantapnya adalah 5,91838 mg/L). Responden memiliki persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan yang positif setelah mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari dan selama 7 hari dan 13 hari. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi 1 gelas per hari dengan 2 gelas per hari terhadap persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan setelah mengkonsumsi MEDH selama 7 hari dan 13 hari. Hal ini menunjukkan bahwa
frekuensi mengkonsumsi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada persepsi emosional responden dan persepsi kondisi kesehatan responden yang mengkonsumsi MEDH selama 7 hari dan 13 hari. Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan pada responden yang mengkonsumsi ekstrak daun hantap satu gelas sehari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama mengkonsumsi MEDH satu gelas per hari akan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatannya. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi emosional pada responden yang mengkonsumsi MEDH dua gelas sehari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama mengkonsumsi MEDH ekstrak daun hantap 2 gelas per hari tidak memberikan pengaruh apapun terhadap persepsi emosional responden. Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi manfaat kesehatan responden yang mengkonsumsi ekstrak daun hantap dua gelas sehari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama mengkonsumsi minuman ekstrak daun hantap 2 gelas per hari akan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap persepsi kondisi kesehatan responden. Formula MFDH terbaik adalah formula dengan perlakuan penambahan gula 15 % dan esen melon 0,4 %. Kandungan proksimat MFDH adalah kadar air sebesar 84,80 persen, kadar abu 4.33 persen , kadar serat pangan larut 4,5 % dan kadar serat pangan tidak larut adalah 15,67 %. Kadar serat pangan total adalah 20,17 % (penjumlahan kadar serat larut dan kadar serat tidak larut), Aktivitas antioksidan MFDH adalah 44,03 % dan Kandungan klorofil MFDH adalah 0,46259 mg/L. Kesimpulannya, manfaat kesehatan yang maksimal diperoleh melalui konsumsi MEDH minimal 1 gelas per hari. Perbandingan daya terima produk minuman formula ekstrak daun hantap (MFDH) cukup signifikan dibandingkan dengan daya terima produk minuman ekstrak daun hantap.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin dari IPB
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP MANFAAT KESEHATAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK MINUMAN FUNGSIONAL DARI EKSTRAK DAUN HANTAP (Sterculia oblongata R.Brown)
ANY TRI HENDARINI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Penelitian :
Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan dan Pengembangan Minuman Fungsional dari Ekstrak Daun Hantap (Sterculia oblongata R. Brown)
Nama
:
Any Tri Hendarini
NIM
:
I151070091
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman ,MS Ketua
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
drh. Rizal Damanik, MRepSc,Ph.D.
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : drh. Rizal Damanik, MRepSc,Ph.D.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul
“Persepsi
Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan dan Pengembangan Produk Minuman Fungsional dari Ekstrak Daun Hantap (Sterculia oblongata R. Brown)”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (S2) pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dari lubuk hati yang paling dalam penulis menghaturkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS,
dan Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku pembimbing yang disela-sela
kesibukannya
telah
memberikan
arahan,
bimbingan
serta
senantiasa
memberikan semangat kepada penulis untuk tetap istiqomah dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada: 1.
Prof.Dr. Ir.Hidayat Syarief, MS,
dan Dr. Ir. Evy Damayanthi. MS atas
rekomendasi yang telah diberikan sehingga penulis dapat diterima di Program Magister, Sekolah Pasca Sarjana IPB. 2.
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, para dosen dan seluruh staf yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama menempuh pendidikan sehingga semua dapat terlaksana dengan baik.
3.
Drh. Rizal Damanik MRepSc, PhD. selaku dosen penguji luar komisi atas beragam saran konstruktif dan perbaikan yang sangat bermanfaat bagi penyempurnaan tesis ini.
4.
Rekan – rekan khususnya Reisi Nurdiani, SP. Fitria Dwinanda, SP. dan Dudung Angkasa yang telah banyak memberikan kontribusi ilmu dan diskusi selama masa penelitian dilakukan.
5.
Teman-teman GMS 2007 Reisi Nurdiani, SP, Maya Kandiana, Apt. MSi. Nita Yuliarnis, SP. MSi., Khaerunisa, SP. Harfiati, STP. MSi., Rini Harianti SSi, MSi., Siti Nuryati, STP. MSi. Nur Afrinis, SSi. MSi., dr. Reni Zuraida, MSi, Yoyanda Bait, STP.MSi., dan Khaerunisa, SP untuk persahabatan indah yang tak akan lekang ditelan usia.
6.
Teman-teman GMS 2006 dan 2008 baik di program Magister maupun Doktoral atas semangat kebersamaan dan dukungannya terutama pada pelaksanaan kolokium, seminar hasil hingga sidang.
7.
Teman-teman di YASMINA: Iis Istiqomah, SP. MSi, Dewi Sartika, MSi, Tami Tanjung. Terima kasih atas kebersamaan dalam aktivitas kegiatan YASMINA yang memberi kontribusi besar bagi semangat dan proses penyelesaian Tesis ini.
8.
Teman-teman satu cita untuk menggapai ASA (Reni, Jannah, Ari, Nisa, Isti, Ais, Santi, Zaki dan yang lain) dan sahabat –sahabat tercinta dalam do’a yang tak pernah putus (Ice, Ida, Arum, Nia, Nani, Salimah, Tri, dan yang tak tersebutkan satu per satu) Ungkapan terima kasih penulis sampaikan secara tulus dan mendalam
khususnya kepada kedua orang tua yang selalu saya hormati dan banggakan Bapak H. Asmoeri HS dan Ibu Hj. Istichanah, Suami tercinta M. Rosyid Fauzi, SSi dan ananda tercinta yang kubanggakan “Farah Abqorunnisa’’, kakak2 dan adik2 tersayang serta seluruh keluarga besar atas segala dukungan doa dan kasih sayang yang telah tercurahkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2011 Any Tri Hendarini
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Jakarta tanggal 21 Mei 1972 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak H. Asmoeri HS dan Ibu Hj. Istichanah. Masa pendidikan dasar hingga menengah atas dilalui di kabupaten Malang. Pendidikan dasar diperoleh pada SD Muhammadiyah Tumpang Kabupaten Malang periode 19781984 dan dilanjutkan di SMPN 1 Tumpang Kabupaten Malang periode 19841987. Penulis menamatkan pendidikan menengah atasnya pada tahun 1990 dari SMUN 1 Tumpang Kabupaten Malang. Kemudian di tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian - Institut Pertanian Bogor melalui jalur tanpa tes (USMI) dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 1996 dengan judul skripsi Pengaruh Penyimpanan Ikan Pindang Kembung dan Layang terhadap Kandungan Asam Lemak Omega-3. Pada tahun 2007 penulis memperoleh kesempatan belajar program Magister (S2) di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat pada tahun 2007 dengan biaya pribadi. Setelah lulus S1 penulis sempat mengajar biologi di SMP Internat Al Kautsar Kabupaten Sukabumi pada Tahun 1999 hingga 2001. Pada Tahun 2010 penulis pernah menjadi fasilitator pada kegiatan Sosialisasi Diversifikasi Pangan kerjasama YASMINA (Yayasan Aspirasi Muslimah) Bogor dengan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
vi
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
5
Daun Hantap (Sterculia oblongata R. Brow) ........................................... Botani Daun Hantap .......................................................................... Kandungan Gizi dan Manfaat Kesehatan Daun Hantap ................... Penelitian Terkait dengan Daun Hantap ............................................ Manfaat Serat Pangan bagi Kesehatan ................................................ Manfaat Klorofil bagi Kesehatan .............................................................. Manfaat Antioksidan bagi Kesehatan………….. ...................................... Aspek Kesehatan Minuman Fungsional .................................................. Persepsi ................................................................................................. Penerimaan dan Preferensi Konsumen ............................................
5 5 6 7 8 9 10 11 12 13
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. Kerangka Pemikiran ................................................................................
15 15
METODE ..........................................................................................................
19
Waktu dan Tempat ................................................................................. Survei Manfaat Daun hantap .................................................................. Cara Penetapan Sampel ................................................................... Jenis dan Cara pengumpulan Data ................................................... Pengolahan dan Analisis Data........................................................... Formulasi dan Uji Persepsi Manfaat Kesehatan MEDH .......................... Formulasi MEDH ............................................................................... Uji Persepsi Manfaat Kesehatan MEDH ............................................ Cara Penetapan Sampel ................................................................... Rancangan Percobaan ...................................................................... Jenis dan Cara pengumpulan Data ................................................... Pengolahan dan Analisis Data........................................................... Formulasi Minuman Formula Daun Hantap ............................................ Definisi Operasional ................................................................................
19 19 19 20 20 20 20 22 22 23 24 24 25 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................
29
Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan Minuman Ekstrak Daun Hantap ..................................................................................... Karakteristik Responden.................................................................... Manfaat , Asal dan informasi Penggunaan Daun Hantap ................. Frekuensi Konsumsi, Cara Konsumsi dan Mengolah Daun Hantap .. Manfaat Konsumsi Daun Hantap ....................................................... Formulasi dan Uji Persepsi Minuman Ekstrak Daun Hantap .................. Formula Minuman Ekstrak Daun Hantap........................................... Karakteristik Organoleptik MEDH Terbaik ......................................... Kandungan Fisikokimia dan Fitokimia ............................................. Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan MEDH .................... Karakteristik Responden.................................................................... Persepsi Emosional .......................................................................... Persepsi Kondisi Kesehatan ............................................................. Formulasi Minuman Formula Daun Hantap ........................................... Minuman Formula Daun Hantap........................................................ Karakteristik Organoleptik MFDH terbaik ......................................... Kandungan Fisikokimia dan Fitokimia MFDH ....................................
29 29 30 31 32 33 33 34 36 38 38 39 45 51 51 53 56
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
61
LAMPIRAN .......................................................................................................
65
DAFTAR TABEL Halaman 1
Kandungan proksimat buah pohon hantap ..........................................
6
2
Persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku..................................................................................................
29
3
Persentase responden berdasarkan pemanfaatan daun hantap ............
30
4
Persentase responden berdasarkan asal dan informasi penggunaan daun hantap ............................................................................................
31
Persentase responden berdasarkan frekuensi konsumsi, cara konsumsi dan mengolah daun hantap ...................................................
31
6
Persentase responden berdasarkan manfaat konsumsi daun hantap ....
32
7
Hasil rangking hedonik ekstrak daun hantap ..........................................
33
8
Kandungan fisikokimia dan fitokimia MEDH ...........................................
37
9
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku .......
38
10
Persepsi emosional responden konsumsi MEDH selama 7 hari ...........
39
11
Persepsi emosional responden konsumsi MEDH selama 13 hari .........
42
12
Persepsi kondisi kesehatan konsumsi MEDH selama 7 hari ..................
45
13
Persepsi kondisi kesehatan konsumsi MEDH selama 7 hari ..................
49
14
Formulasi minuman fungsional daun hantap pertama ............................
52
15
Formulasi minuman fungsional daun hantap kedua ...............................
53
16
Kandungan fisikokimia dan fitokimia MFDH ............................................
57
5
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Tanaman Hantap (Sterculia Oblongata R. Brown) ....................................
5
2
Skema kerangka pemikiran .......................................................................
17
3
Prosedur pembuatan minuman ekstrak daun hantap...............................
21
4
Analisis minuman ekstrak daun hantap (MEDH) terbaik ...........................
21
5
Diagram uji persepsi terhadap manfaat kesehatan MEDH ......................
23
6
Formulasi minuman formula ekstrak daun hantap (MFDH) terbaik ...........
25
7
Analisis formula minuman fungsional ekstrak daun hantap terbaik ..........
26
8
Persentase contoh berdasarkan penilaian kesukaan dan mutu hedonik terhadap parameter warna MEDH.............................................................
34
Persentase contoh berdasarkan penilaian kesukaan dan mutu hedonik terhadap parameter aroma MEDH ..........................................................
34
10 Persentase contoh berdasarkan penilaian kesukaan dan mutu hedonik terhadap parameter rasa MEDH ...............................................................
35
11 Persentase contoh berdasarkan penilaian kesukaan dan mutu hedonik terhadap parameter kekentalan MEDH ....................................................
35
12 Persentase contoh berdasarkan penilaian keseluruhan MEDH ...............
36
13 Penilaian mutu hedonik terhadap parameter warna aroma, rasa dan kekentalan MEDH......................................................................................
36
14 Persentase contoh berdasarkan penilaian kesukaan dan mutu hedonik parameter warna MFDH ............................................................................
53
15 Persentase contoh berdasarkan penilaian kesukaan dan mutu hedonik parameter aroma MFDH............................................................................
54
16 Persentase contoh berdasarkan penilaian kesukaan dan mutu hedonik parameter rasa MFDH ...............................................................................
54
17 Persentase Contoh berdasarkan penilaian kesukaan dan mutu hedonik parameter Kekentalan MFDH ...................................................................
55
18 Persentase Contoh berdasarkan Penilaian keseluruhan MFDH ...............
55
19 Penilaian mutu hedonik terhadap parameter warna aroma, rasa dan kekentalan MFDH ......................................................................................
56
20 Perbandingan penilaian mutu hedonik MEDH dan MFDH ................
56
9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil identifikasi/ determinasi daun hantap .............................................
65
2
Variabel dan metode dalam penelitian ...................................................
66
3
Pernyataan kesediaan berpartisipasi dalam kegiatan survei ..................
67
4
Prosedur analisis.....................................................................................
68
5
Rekapitulasi data organoleptik-ekstrak daun hantap ..............................
73
6
Hasil sidik ragam respon terhadap persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan ...................................................................................
74
Hasil Uji pembedaan-t .............................................................................
75
7
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kesadaran
masyarakat
secara
umum
mengenai
arti
pentingnya
kesehatan bagi tubuh sudah semakin tinggi dengan meluasnya informasi kesehatan. Berhubungan dengan hal
tersebut, pemerintah meluncurkan
program Indonesia Sehat 2010. Kesehatan sangatlah erat kaitannya dengan konsumsi pangan sehari-hari, konsumsi pangan yang buruk akan memberikan efek negatif pada kesehatan seseorang. Istilah “Back to Nature” adalah kata yang semakin sering terdengar akhirakhir ini. Istilah tersebut menunjukkan kecenderungan masyarakat untuk kembali menggunakan bahan alami atau herbal, termasuk fungsinya dalam pengobatan. World Health Organization telah merekomendasikan penggunaan minuman atau obat herbal dalam pemeliharaan kesehatan, pencegahan, dan pengobatan penyakit terutama untuk penyakit kronis dan penyakit degeneratif. WHO juga mendukung upaya-upaya peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat-obatan modern karena memiliki efek samping yang relatif lebih rendah daripada obat modern (WHO 2003). Menurut data Secretariat Convention on Biological Diversity, pasar global obat bahan alam mencakup bahan baku pada tahun 2000 mencapai nilai US$ 43 milyar. Data akurat mengenai nilai pasar obat tradisional di Indonesia belum dimiliki, tetapi nilainya diperkirakan lebih dari US$ 1 milyar (Depkes RI 2007). Menurut WHO (2003), negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terapkan. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi penduduknya menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu seperti kanker, dan meluasnya akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. Sekitar 65% penduduk negara maju dan 80% penduduk negara berkembang telah menggunakan minuman atau obat herbal (WHO 2003). Seiring dengan hal tersebut, masyarakat menginginkan produk-produk pangan yang tidak hanya memiliki nilai gizi dan rasa yang enak tetapi juga memperhatikan keuntungannya dalam menjaga kesehatan tubuh. Produk
2
pangan seperti ini dinamakan pangan fungsional yaitu pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung didalamnya (Muchtadi 2001). Menurut Sampoerna dan Fardiaz (2001) pangan fungsional adalah makanan yang dikonsumsi layaknya makanan sehari-hari, mempunyai khasiat kesehatan tertentu berdasarkan pengetahuan, mempunyai karakteristik sebagai makanan yaitu karakteristik sensori, baik warna, tekstur dan cita rasanya, serta mengandung zat gizi disamping mempunyai fungsi fisiologis bagi tubuh. Indonesia adalah negara terbesar kedua setelah Brazil dalam kekayaan keanekaragaman hayati atau merupakan negara terbesar pertama apabila biota laut diperhitungkan. Dari sekitar 30 ribu jenis tumbuhan yang ada di Indonesia tersebut, lebih dari 1000 jenis telah dimanfaatkan untuk pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat kaya akan bahan obat yang berasal dari alam (BPOM RI 2007). Esai Indonesia dalam bukunya Medical Herb Index in Indonesia mengungkapkan tidak kurang dari 7000 spesies tanaman dan tumbuhan yang memiliki khasiat obat (Kasahara 1995). Salah satu tanaman tersebut adalah Sterculia oblongata R.Brown atau dikenal sebagai Hantap. Tanaman Hantap yang merupakan jenis tanaman tropis yang memiliki potensi untuk dikembangkan karena kondisi geografis Indonesia sangat baik bagi pertumbuhan tanaman Hantap sehingga mudah dibudidayakan. Sterculia oblongata R.Brown adalah salah satu spesies dari Sterculiaceae yang selama ini sering dipergunakan di masyarakat sebagai obat herbal untuk beberapa penyakit tertentu. Pengobatan dilakukan dengan membuat ekstrak daun Hantap secara tradisional dan tidak praktis yaitu dengan cara memotong, memeras, menyaring dan langsung minum. Kecamatan Cicurug, kecamatan Parungkuda dan kecamatan Cidahu terletak di kabupaten Sukabumi. Sebagian besar masyarakat yang tinggal adalah suku Sunda yang merupakan mayoritas suku yang ada di Jawa Barat. Daun hantap banyak ditemukan di sini dan masyarakat banyak yang menggunakan daun hantap untuk beberapa macam penyakit
seperti panas
dalam, sariawan, melancarkan BAB dan melancarkan persalinan. Penelitian pada daun hantap masih tergolong langka. Penelitian banyak dilakukan pada batang Hantap. Beberapa penggunaan Sterculia oblongata R.Brown yang diketahui adalah bagian bijinya dapat dimakan mentah dan memiliki flavor yang baik saat dipanggang. Hasil analisis proximat terhadap buah pohon ini menunjukkan kadar air 48%, abu 1.31%, serat kasar 41.72%, protein
3
kasar 5.61%, lemak kasar 50%, Kalsium 0.78%, Nitrogen 0.90%, Posfor 0.12%, Kalium 0.20%. Batangnya digunakan untuk bahan korek api dan sebagai tali karena kandungan serat yang baik. (J. Weidelt et al. 1976). Kandungan gizi dan zat bioaktif yang berhubungan dengan khasiat daun hantap terhadap berbagai penyakit belum banyak diketahui sehingga perlu dilakukan kajian ilmiah secara mendalam untuk membuktikannya. Untuk tahap awal diperlukan uji persepsi terhadap manfaat kesehatan sehingga menunjang daya terima yang baik di masyarakat. Pembuatan minuman ekstrak daun hantap juga masih tradisional dan tidak praktis sehingga khasiat minuman ini akan lebih bermanfaat bila minuman ini dapat menjadi produk minuman fungsional sesuai preferensi masyarakat dan dikembangkan dalam skala industri. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai persepsi masyarakat terhadap manfaat kesehatan dan upaya mengembangkan produk minuman fungsional dari ekstrak daun hantap. Tujuan Khusus 1.
Menjajaki manfaat kesehatan minuman ekstrak daun hantap secara konvensional di masyarakat.
2.
Menghasilkan minuman ekstrak daun hantap terbaik berdasarkan analisis daya terima (uji organoleptik) dan menguji kandungan fisikokimia dan fitokimia
3.
Menjajaki persepsi tentang manfaat kesehatan setelah mengkonsumsi minuman ekstrak
daun hantap pada orang dewasa selama periode
tertentu 4.
Menghasilkan minuman fungsional formula daun hantap yang terbaik berdasarkan analisis daya terima (uji organoleptik) dan menguji kandungan fisikokimia dan fitokimianya. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagaimana
hal-hal sebagai berikut: 1.
Memberikan bukti bahwa minuman ekstrak daun hantap ini dapat diterima dan memberi manfaat kesehatan di masyarakat.
4
2.
Memperkaya jenis minuman berbasis tanaman asli Indonesia yang memiliki manfaat kesehatan.
3.
Meningkatkan nilai ekonomis daun hantap sebagai bahan baku minuman fungsional dan membuka peluang usaha dalam bidang pangan yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat.
4.
Menjadi rujukan bagi penelitian lain karena sedikitnya literatur yang mengangkat manfaat daun hantap sebagai bahan baku minuman fungsional.
5
TINJAUAN PUSTAKA Daun Hantap (Sterculia oblongata R. Brown) Botani Daun Hantap Tanaman hantap termasuk kategori Sterculiaceae. Tanaman ini memiliki nama latin Sterculia oblongata R. Brown yaitu salah satu tanaman yang memiliki ukuran pohon yang sedang dengan tinggi mencapai 12 meter. Secara jelas bentuk tanaman Hantap (Sterculia oblongata R. Brown) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Tanaman Hantap (Sterculia oblongata R. Brown) Klasifikasi tanaman hantap (Sterculia oblongata R. Brown) adalah Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi
: Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbungai)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Malvales
Famili
: sterculiaceae
Genus
: Sterculia
Spesies
: Sterculia oblongata R. Brown
Sumber (www.plantamor.com)
6
Ada beberapa jenis Sterculiaceae ini diantaranya Sterculia javanica, Sterculia macrophyla dan Sterculia campanulata. Tanaman jenis Sterculia ini adalah pohon dengan tinggi berkisar 15 sampai 35 meter dan tumbuh di seluruh Jawa dan Sulawesi dengan ketinggian diatas 300 m permukaan laut.
Di
masyarakat Sunda sering juga disebut Binong, Hantap Badak, Hantap Beureum, Hantap Dapung atau Hantap Gede dan di Jawa disebut Kalong, Kalongan, Kebek, Ketok, Munung (Burkill 1966). Kandungan Gizi dan Manfaat Kesehatan Daun Hantap Hasil analisis proximat terhadap buah hantap menunjukkan bahwa kadar air 48 %, abu 1.31 %, serat kasar 41,72 %, protein kasar 5,61%, lemak kasar 50%, Kalsium 0,78%, Nitrogen 0,90%, Posfor 0,12%, Kalium 0,20% (Tabel 1). Tabel 1 Kandungan proksimat buah pohon hantap No Zat Gizi Kadar Air 1 Abu 2 Serat kasar 3 Protein kasar 4 Lemak kasar 5 Kalsium (mg) 6 Nitrogen (mg) 7 Phospor (mg) 8 Kalium 9
Komposisi (persen) 48 1,31 41,72 5,61 50 0,78 0,90 0,12 0,20
Sumber : J. Weidelt et al. 1976 Beberapa penggunaan Sterculia oblongata R.Brown yang diketahui adalah bijinya dapat dimakan mentah dan memiliki flavor yang baik saat dipanggang. Daun hantap banyak digunakan sebagai minuman kesehatan. Khasiatnya antara lain mengurangi rasa nyeri, peluruh air seni, peluruh dahak, obat batuk, peluruh keringat, dan pencahar. Batang hantap dapat digunakan untuk bahan korek api dan sebagai tali karena kandungan serat yang baik (J. Weidelt et al. 1976). Pohon yang dikenal dengan sebutan Malaboho ini tumbuh dengan lebat di hutan. Propagasi tanaman ini dilakukan dengan biji. Chairul (2003) menyatakan bahwa tanaman hantap memiliki nilai peroksida (POV) yang lebih rendah dari pada alfa-tokoferol (vitamin E). Nilai POV berkebalikan dengan aktivitas antioksidan sehingga aktivitas antioksidan tanaman hantap lebih besar daripada aktivitas alfa-tokoferol. Zat fitokimia lain yang diduga terkandung pada tanaman ini, terkait dengan khasiatnya ialah glikosida sebagai peluruh air seni dan espektoran (Sirait 2007), tanin, saponin
7
dan flavonoid yang memiliki potensi hipokolesterolamik (Sayar et al, 2005). Flavonoid juga memiliki aktivitas antiseptik (Harborne, 1987). Penelitian Terkait dengan Daun Hantap Sterculia adalah salah satu genus tanaman yang memiliki khasiat obat. Tanaman ini dikenal sebagai sumber polisakarida asam dengan viskositas yang tinggi dan memiliki karakteristik gel, seperti gum yang terdapat pada jenis Sterculia urens (karaya gum). Tanaman ini digunakan untuk perawatan banyak penyakit
seperti
membersihkan
dahak
(seperti
yang
dijelaskan
dalam
pengobatan cina), melegakan sakit tenggorokan sehingga suara dapat kembali lega, dan menenangkan perut (bowels) untuk mengurangi sembelit (Xiao 2002). Pangdahai (Sterculia) adalah obat tradisional Cina dan khusus biji Sterculia
lynocnophora
dalam
obat-obatan
Cina
(The
Pharmacopoeia
Commission of PRC 2000) ini dinyatakan sebagai pencegah sakit tenggorokan dan digunakan untuk perawatan, menghilangkan panas dalam dan konstipasi sejak ratusan tahun di Cina. Tanaman asli Sterculia lychnophora (Sterculiceae) terdistribusi di Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia dan sebagian Asia Timur serta sebagian di Cina. Khasiat tanaman ini terkait dengan kandungan zat fitokimianya yaitu senyawa polifenolik dan fenol. Senyawa ini terdapat di bagian kayu, kulit kayu, ranting, daun, akar, bunga, buah, pollen dan biji tanaman sterculia (Hudson, 1990). Senyawa polifenolik dan fenol memiliki aktivitas antioksidan. Menurut Srivastava, G.S et al. (1976) Sterculia memiliki dampak yang baik terhadap sembelit dan mengurangi waktu transit pada penyakit pembuluh darah. Jenis Sterculiaceae lain yang telah diketahui khasiatnya antara lain Sterculia ceramic (kalilan), Sterculia foetida L. (jangkang, repuh atau hantap anjing), Sterculia javanica R.Br (Pranajiwa manis), Sterculia macrophylla Vent. (jalatong atau hantap heulang), Sterculia sangirensis (kakat). Daun Sterculia ceramic berkhasiat untuk obat kehamilan, patah tulang, terkilir dan luka-luka. Daun muda Sterculia ceramic memiliki khasiat untuk obat demam dan cuci rambut, gelam kayunya untuk abortivum, buahnya digunakan untuk kencing nanah dan busung air dan biji digunakan untuk mengobati abortivum, batuk dan borok. Sterculia foetida L, bagian yang digunakan dan sudah diketahui khasiatnya adalah daun dan biji. Daunnya digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, peluruh air seni, peluruh dahak, obat batuk, peluruh keringat, dan pencahar, sedangkan bijinya yang mengandung zat minyak lemak digunakan sebagai
8
pengelat. Sterculia macrophylla Vent. (jalatong atau hantap heulang) belum diketahui bagian tanaman yang mana yang memiliki khasiat. Sterculia sangirensis (kakat) baru diketahui bagian akarnya dapat mengobati penyakit kelamin (Anonim 1994). Tanaman cincau hijau adalah tanaman yang mirip dengan daun hantap yang banyak ditemukan di Asis tenggara khususnya pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Ada dua jenis cincau hijau yang dikenal masyarakat Indonesia yaitu cincau hijau spesies Premna oblingifolia Merr dan Cyclea barbata L. Miers (Sunanto 1995). Daun cincau hijau ini mengandung karbohidrat, polifenol, saponin, flavonoida, dan lemak, Ca, P, vitamin A dan vitamin B (Heyne 1987). Keistimewaan dari cincau hijau ini adalah daunnya yang mudah menghasilkan gel, meskipun hanya diekstrak menggunakan air dingin. Cincau hijau ini dikonsumsi dalam bentuk es cincau yang berkhasiat sebagai obat penurun panas, penyakit demam, menyejukkan perut dan untuk menjaga gangguan pencernaan (Muslimah 2004). Daun cincau hijau (Premna oblongifolia Merr) memiliki kandungan klorofil tertinggi dibanding daun katuk (Saurpus androgynus Merr) daun murbei (Morus alba L) dan daun pegagan (Centella asiatica) (Kusharto dkk 2008). Sebagai sumber klorofil, daun cincau hijau mudah didapat karena tanaman ini mudah tumbuh di Indonesia. Disamping itu selain sebagai minuman segar, secara tradisional dan turun temurun daun cincau hijau sudah digunakan untuk pengobatan sakit lambung (gastritis), perut kembung, sembelit,darah tinggi dan dari hasil penelitian Fransiska dkk daun cincau hijau dan cincau perdu dapat menghambat pertumbuhan kanker (Rubi 2003). Manfaat Serat Pangan bagi Kesehatan Definisi terbaru serat pangan menurut The American Association of Cereal Chemist (2001) adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap cemaran dan absorbsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap pada usus besar.
Serat pangan tersebut
meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin, dan bagian
tanaman lainnya.
Menurut James dan Theander (1981), secara umum serat pangan didefinisikan sebagai kelompok polisakarida dan polimer-polimer yang tidak dapat dicerna oleh gastrointestinal bagian atas tubuh manusia. Serat pangan total (total dietary fiber, TDF) terdiri dari komponen serat pangan larut (soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut ( insoluble
9
dietary fiber, IDF). Serat pangan larut ini dapat berperan dalam pencegahan penyakit kanker usus besar, divertikulosis, konstipasi, dan haemorroid. Komponen serat pangan larut antara lain adalah gum, pektin sebagian kecil hemiselulosa dan oligosakarida. Serat pangan tidak larut merupakan kelompok terbesar dari serat pangan total dalam makanan, sedangkan serat pangan larut menempati sepertiganya. Komponen serat pangan tidak larut antara lain adalah selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, sejumlah kecil kutin, dan lilin tanaman, senyawa pektat yang tidak larut, serta resistant starch (Muchtadi 2000) Bagian yang dimakan pada tanaman, sebagai sumber serat, biasanya daun seperti pada sayur bayam, sayur daun singkong dan daun kol. Serat makanan mampu membantu menyehatkan pencernaan. Menurut Trustwell (1995) pektic, guar gum dan serat oat dapat menurunkan kolesterol tetapi pada tingkat sedang (moderat) saja. Selain dapat menunda rasa lapar dengan memberi rasa full (kenyang) di lambung, serat makanan dapat memperlancar buang air besar dan berpotensi sebagai prebiotik. Batang hantap terkenal sebagai penghasil gum. Batang hantap dari jenis Sterculia urens menghasilkan gum karaya. Gum karaya adalah polisakarida asam yang terdiri dari gula galaktosa, ramnosa, dan asam galakturonat. Biasanya gum karaya digunakan untuk pengembang, emulsifier, dan pencahar dalam makanan. Gum kecuali gum arab umumnya membentuk gel atau larutan
yang
kental
bila ditambahkan
air.
Molekul
gum
ada
yang
polisakarida berantai lurus dan ada yang bercabang. Polisakarida berantai lurus lebih banyak terdapat dan membentuk larutan yang lebih kental dibandingkan dengan molekul bercabang pada berat yang sama (Be Miller, 2006) Serat daun yang dimaksud adalah dietary fiber.
Daun tanaman ini
mengeluarkan lendir/gum yang dapat disebut juga hidrokoloid. Gum termasuk serat makanan larut yang memiliki efek faali berupa mempercepat pengosongan lambung (Waspadji, 1990). Manfaat Klorofil bagi Kesehatan Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan pada kebanyakan tumbuhan, alga, dan sianobakteria (cyanobacteria). Nama klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu chloros (hijau kekuningan) dan phyllon (daun) (Anonim 2008). Klorofil dapat memberikan warna pada bahan pangan, termasuk sayuran. Jenis dan kandungan klorofil dalam jaringan tanaman tergantung pada species.
10
Varietas, derajat kematangan, tempat tumbuh, dan lain-lain.
Klorofil dapat
ditemukan pada daun, dan permukaan batang, yaitu di dalam lapisan spongi di bawah kutikul (Alsuhendra 2004) Klorofil sangat peka terhadap cahaya. Sinar dalam ruangan yang lemah, jika mengenai klorofil kurang dari satu detik dapat mengakibatkan reaksi protopigmen. Pengerjaan klorofil dan penyimpanan klorofil harus dilakukan dalam ruang gelap atau ruang gelap dengan cahaya yang aman dan sejuk (Gross 1991). Pemanasan pun dapat merusak klorofil. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa klorofil mempunyai beberapa manfaat bagi kesehatan tubuh.
Dalam tubuh manusia, klorofil
berfungsi sebagai pembersih alamiah karena dapat mendorong terjadinya detoksifikasi. Klorofil juga dapat bermanfaat untuk menghilangkan masuk angin berat dalam lambung dan usus besar. Klorofil dapat merangsang sel-sel darah putih sehingga dapat memperkuat system kekebalan tubuh dalam melawan serangan mikroorganisme penyebab penyakit (Limantara 2004) Menurut Endo et al (1985) klorofil dapat berfungsi sebagai antioksidan. Manfaat klorofil dan turunannya bagi kesehatan antara lain: antioksidan (LanferMarquez et al 2005); antimutagenik, antikarsinogenik, menurunkan serum kolestrol
dan
trigliserida,
meringankan
konstipasi
kronis
(PDR
2001).
Prangdimurti (2007) dengan daun sujinya menunjukkan bahwa klorofil memiliki aktivitas antioksidan. Manfaat Antioksidan bagi Kesehatan Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat pada teh, buahbuahan, sayuran, anggur, bir dan kecap. Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2-. Dalam penelitian menunjukkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang diasosiasikan dengan radikal bebas. (Anonim, 2005). Antioksidan telah diakui memiliki peranan yang penting dalam kesehatan. Perannya tidak hanya terbatas sebagai penghambat reaktif oksigen species (ROS), radikal bebas dan peredam super oksida (SO), tetapi juga beberapa aktivitas biologi dan farmakologinya sebagai antibakteri, antiviral, dan efek antimutagenik serta menghambat beberapa enzim dan pengendali kelebihan konsentrasi asam urat (rematik/gout) dan penurunan aktivitas sel akibat iskemia dan mencegah terjadinya penyakit degenaratif (Bors, 1990; Salaris, 1991; Berghe, 1993 dalam Chairul 2003).
11
Aspek Kesehatan Minuman Fungsional Menurut BPOM (2001) Pangan fungsional dikonsumsi adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsifungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan citarasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain itu pangan fungsional ini tidak memberikan kontradiksi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Pangan fungsional lebih bersifat pencegahan terhadap penyakit. Pangan fungsional
adalah
pangan
yang
kandungan
komponen
aktifnya
dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya (Muchtadi 2001). Beberapa fungsi fisiologi yang diharapkan dari pangan fungsional antara lain adalah: (1) pencegahan dari timbulnya penyakit, (2) meningkatnya daya tahan tubuh, (3) regulasi kondisi ritme fisik tubuh, (4) memperlambat proses penuaan dan (5) menyehatkan (Astawan 2004). Pangan fungsional adalah makanan yang mempunyai khasiat kesehatan tertentu berdasarkan pengetahuan. Pangan fungsional mempunyai karakteristik sebagai makanan yaitu karakteristik sensori, baik warna, tekstur dan cita rasanya, serta mengandung zat gizi disamping mempunyai fungsi fisiologis bagi tubuh. Pangan fungsional dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan seharihari, berupa makanan dan minuman (Sampoerno & Fardiaz 2001). Golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu didalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan yaitu (1) serat pangan (dietary fiber), (2) oligosakarida, (3) gula alkohol, (4) asam lemak tidak jenuh jamak (Polyunsaturated fatty acids = PUFA), (5) peptida dan protein tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7) polifenol dan isoflavon, (8) kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10) phytosterol dan (11) vitamin dan mineral tertentu (BPOM 2001). Komponen aktif dalam bahan pangan yang memberikan efek fisiologis atau menimbulkan adanya sifat fungsional telah mendapat perhatian yang cukup besar. Komponen aktif dalam bahan pangan dikelompokkan menjadi dua bagian
12
besar yaitu komponen zat gizi dan non gizi. Komponen aktif yang termasuk dalam golongan zat gizi antara lain kalsium, carotenoid, asam folat, vitamin E dan iodium. Komponen aktif non zat gizi diantaranya yaitu grup senyawa flavonoid, komponen sulfur, senyawa polifenol, senyawa terpenoid, senyawa isoflavon, serat makanan, mikroba dan komponen hasil metabolit lainnya, oligosakarida, hidrokoloid dan lain sebagainya (Wijaya 1996). Persepsi Persepsi adalah proses dimana sensasi yang dirasakan oleh konsumen, dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan.
Tiga tahap dari persepsi adalah
pemaparan,
(Salminen
perhatian
dan
interpretasi
2004).
Kotler
(2000)
menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur
dan
menginterpretasikan
masukan-masukan
informasi
untuk
menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Tubbs dan Sylva (1996) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang aktif berupa kegiatan memperhatikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan seluruh stimuli secara efektif. Pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli. Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Persepsi adalah perhatian kepada pesan-pesan yang mengarah terhadap pemahaman dan ingatan (Rahardjo 2007). Alport (1973) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada. Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari :1) Pelaku persepsi
13
(perceiver) 2) Objek atau yang dipersepsikan 3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan Penerimaan dan Preferensi Konsumen Food preference didefinisikan sebagai derajat kesukaan terhadap makanan dimana preferensi ini berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Makanan merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karekteristik fisiko-kimia yang ditentukan oleh bahan baku, proses dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indra manusia sehingga membentuk preferensi (Cardello 1994). Preferensi yang dilakukan masyarakat terhadap suatu produk lebih dikenal dengan sebutan preferensi konsumen. Preferensi konsumen adalah derajat kesukaan atau tidak suka seseorang terhadap suatu produk (Sanjur 1982). Menurut Suhardjo (1989), prefensi konsumen dapat berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Penerimaan atau preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat sensori pada makanan seperti rasa, aroma, tekstur dan penampakan. Sifat-sifat sensori pada makanan akan diproses dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis, psikososial, pembelajaran dan daya ingat, ketahanan tubuh dan lain-lain (Cardello 1994). Perbedaaan psikologi diantara individu seperti kepribadian juga berpengaruh terhadap preferensi makanan, contohnya adalah mood dan slepness (Shepherd & Spark 1994). Olfactory
preference
didefinisikan
dengan
baik
sesuai
dengan
pertambahan usia. Preferensi dipengaruhi oleh umur, dimana preferensi anakanak akan sangat berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak lebih menyukai makanan yang kemanisannya tinggi daripada usia yang lain (Zandastra & Graff 1998). Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan disukai apabila belum pernah mencoba, tidak disukai setelah dicoba, membosankan dan terlalu biasa dikonsumsi akan menyebabkan alergi atau reaksi
fisiologis
yang
berhubungan
dengan
efek
penyakit
setelah
dipelajari
melalui
mengkonsumsinya (Lyman 1989). Kesukaan
pada
sifat-sifat
sensori
makanan
pengalaman. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh pada tingkah laku preferensi makanan (Stepherd & Spark 1994). Menurut Bergier (1987), latar belakang kultur dalam penerimaan makanan tidak dapat dirubah.
14
Adat istiadat dan norma-norma baru tidak dapat menggantikan yang lama, kecuali untuk orang yang berada pada tingkat atas dan sangat kaya. Penerimaan makanan oleh seseorang juga berbeda tergantung keadaan sosial dan asal masing-masing daerah. Biasanya makanan tradisional akan dipertahankan dan tidak pernah diganti oleh adanya perkembangan makanan baru. .
15
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Esai Indonesia dalam bukunya Medical Herb Index in Indonesia mengungkapkan tidak kurang dari 7000 spesies tanaman dan tumbuhan yang memiliki khasiat obat (Kasahara 1995). Salah satu tanaman tersebut adalah Sterculia oblongata R.Brown atau dikenal sebagai Hantap. Sterculia oblongata R.Brown adalah salah satu spesies dari Sterculiaceae yang selama ini sering dipergunakan di masyarakat sebagai obat herbal untuk beberapa penyakit tertentu. Pengobatan dilakukan dengan membuat sari daun Hantap secara tradisional dan tidak praktis yaitu dengan cara memotong, memeras , menyaring dan langsung minum. Kecamatan Cicurug, kecamatan Parungkuda dan kecamatan Cidahu terletak di Kabupaten Sukabumi. Sebagian besar masyarakat yang tinggal adalah Suku Sunda yang merupakan mayoritas suku yang ada di Jawa Barat. Daun hantap banyak ditemukan di sini dan masyarakat banyak yang menggunakan daun hantap untuk beberapa macam penyakit
seperti panas
dalam, sariawan, melancarkan BAB dan melancarkan persalinan Ada dua dasar pemikiran tentang kebiasaan makan yang terdapat dalam diri seseorang, yaitu (1) kebiasaan makan secara budaya dipandang sebagai peubah tak bebas (dependen variable) yang terbentuk pada diri seseorang karena ia pelajari (learned) dan (2) kebiasaan makan terdapat pada diri seseorang bukan karena proses pendidikan tertentu atau yang disengaja ia pelajari (unlearned), lebih bersifat inherited”(diturunkan dari orang tua dan nenek moyang) dan banyak ditemukan pada masyarakat yang terbelakang, terisolir, rendah pendidikannya, serta tidak mampu (Sanjur 1982). Setiap konsumen pasti memiliki preferensi. Preferensi ini dapat dirubah dan dipelajari sejak kecil. Menurut Nitisemita (1981) dan Rahardjo (2007) bahwa selera dan preferensi konsumen itu selalu berubah dan tidak terbatas baik waktu maupun ruang. Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Fisiologi, perasaan, dan sikap terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi food preference dapat dikelompokkan sebagai berikut (1) faktor intrinsik, yaitu
16
penampakan, aroma, temperatur, tekstur, kualitas, kuantitas dan cara penyajian makanan; (2) faktor eksentrik, yaitu lingkungan sosial, iklan produk dan waktu penyajian; (3) faktor biologis, fisik dan psikologi, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis; (4) faktor personal, yaitu tingkat pendugaan, pengaruh dari orang lain, prioritas, selera, mood dan emosi; (5) faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga makanan, status sosial dan keamanan; (6) faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi; dan (7) faktor kultur, agama dan daerah, yaitu asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi, serta letak daerah. Alport (1973) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi
oleh
pengalaman,
cakrawala,
dan
pengetahuan
individu.
Pengalaman dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada. Tubbs dan Sylva (1996) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang
aktif
berupa
kegiatan
memperhatikan,
mengorganisasikan,
dan
menafsirkan seluruh stimuli secara efektif. Pemilihan stimuli tersebut tergantung pada
minat,
motivasi,
keinginan
dan
harapan.
Kesalahan
dalam
mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli. Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Skema kerangka pemikiran ada pada Gambar 2.
17
Faktor Social Ekonomi
Faktor Ekstrinsik
Faktor Personal Faktor Karakteristik Individu Kultur, Agama dan daerah
Pengetahuan tentang MEDH
Kebiasaan Konsumsi MEDH
Preferensi terhadap MEDH
Konsumsi MEDH
Frekuensi Konsumsi MEDH
Faktor Intrinsik: Karakteristik Produk MEDH Persepsi Manfaat Kesehatan yg dirasakan Pengembangan produk MFDH
Persepsi Emosional
Persepsi Kondisi Kesehatan
Gambar 2 Skema Kerangka Pemikiran Keterangan: : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti MEDH : Minuman Ekstrak Daun Hantap MFDH : Minuman Formula Daun Hantap
18
19
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Desember 2010 yang mencakup kegiatan penyelesaian proposal, pengambilan data, analisis data dan penulisan laporan. Penelitian tahap pertama adalah dilakukan pada bulan April 2010. Tahap kedua dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2010. Penelitian tahap ketiga dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2010. Survey Manfaat daun hantap dan uji persepsi manfaat kesehatan minuman ekstrak daun hantap (MEDH) dilaksanakan di kecamatan Cicurug, kecamatan Cidahu dan kecamatan Parungkuda kabupaten Sukabumi dan pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan pertimbangan (1) kemudahan untuk diakses (lokasi maupun perizinan) (2) ketersediaan daun hantap dan (3) kebiasaan masyarakat yang mengkonsumsi daun hantap. Pembuatan formulasi minuman ekstrak daun hantap (MEDH) dan Minuman formula daun hantap (MFDH) dilaksanakan di
Laboratorium
Pengolahan Pangan, Laboratorium Pengujian Organoleptik, Laboratorium Analisis Kimia dan Makanan
Departemen Gizi Masyarakat-FEMA Institut
Pertanian Bogor. Survei Manfaat Daun Hantap Survei pendahuluan ini untuk mengetahui manfaat kesehatan daun hantap di masyarakat. Pada tahap ini dilakukan survei kepada masyarakat yang mengkonsumsi daun hantap sebagai minuman yang mempunyai manfaat kesehatan tertentu. Cara Penetapan Sampel Sampel dalam survei manfaat daun hantap dan uji persepsi ini adalah masyarakat yang tinggal di Kecamatan Cicurug, Kecamatan Parungkuda dan Kecamatan Cidahu di Kabupaten Sukabumi,
laki-laki dan perempuan yang
berusia 20 - 60 tahun. Kriteria inklusi untuk survei manfaat daun hantap adalah pernah menggunakan daun hantap ketika sakit tertentu. Pada tahap survei manfaat daun hantap diperoleh 51 contoh yang bersedia diwawancara. Setiap contoh diminta untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh enumerator/tenaga lapang dan jawaban dari pertanyaan tersebut ditulis dalam kuesioner.
20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang diperoleh dengan menggunakan
pengamatan
langsung
dan
kuesioner.
Jenis
data
yang
dikumpulkan meliputi 1) karakteristik individu meliputi jenis kelamin, umur, dan suku 2) kebiasaan mengkonsumsi minuman hantap. Pertanyaan-pertanyaan pada survey manfaat daun hantap ini berdasarkan kebutuhan informasi yang ingin diperoleh terkait kebiasaan mengkonsumsi daun hantap yang ditanyakan dengan metode wawancara. Pertanyaan yang diajukan dalam survei ini meliputi kebiasaan mengkonsumsi daun hantap, manfaat daun hantap, asal daun hantap, informasi penggunaan daun hantap, frekuensi konsumsi minuman daun hantap, cara mengkonsumsi, cara mengolah menjadi minuman daun hantap serta manfaat setelah mengkonsumsi. Pengolahan dan Analisis Data Data penelitian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2003 for Windows dan SPSS 16.0 for Windows. Proses pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, entry dan cleaning. Data selanjutnya diolah dan dianalisis lebih lanjut secara deskriptif dan analitik. Karakteristik responden dan persepsi contoh terhadap manfaat kesehatan setelah mengkonsumsi produk minuman ekstrak daun hantap dianalisis secara deskriptif. Formulasi dan Uji Persepsi Manfaat Kesehatan Minuman Ekstrak Daun Hantap (MEDH) Formulasi MEDH Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun hantap yang diperoleh dari tanaman milik masyarakat di sekitar 3 kecamatan (Cicurug, Parungkuda dan Cidahu) Kabupaten Sukabumi. Tanaman hantap ini sudah diidentifikasi di bagian Herbarium Botani-LIPI sebagai species Sterculia oblongata R. Brown (Lampiran 1). Bahan lain yang digunakan adalah air. Peralatan yang digunakan adalah timbangan, pisau, baskom, kain saring, neraca analitik, sarung tangan plastik, gelas ukur, dan kuesioner uji mutu hedonik. Minuman ekstrak daun hantap (selanjutnya disebut MEDH) dibuat dengan cara mencampurkan daun hantap dan air dengan perbandingan yang dicobakan adalah 1:5, 1:10, 1:15, dan 1:20 (gram daun hantap : ml air). Penentuan perbandingan tersebut berdasarkan pada konsentrasi yang digunakan dalam ekstrasi secara umum berkisar antara 1:5 sampai 1:20 (Yulianti, 2008). Pembuatan MEDH diusahakan mendekati pembuatan ekstrak secara tradisional
21
dan alami tanpa bahan kimia yaitu diremas. Setelah daun hantap ditimbang dan dicuci sampai bersih, kemudian dipotong-potong kecil untuk memudahkan proses selanjutnya, kemudian diremas dengan daya remas sedang (sebanyak 70 kali remas), diekstrak hingga ampas terlihat putih. Langkah selanjutnya disaring dan dilakukan analisis daya terima (uji organoleptik) untuk menentukan MEDH terbaik. Prosedur pembuatan MEDH dapat dilihat pada Gambar 3. .
Daun segar
Ditimbang, Dicuci, & dipotong2 kecil
Penambahan air secara bertahap dengan perbandinan 1:15
Di remas (sampai berwarna putih) dan disaring
Uji organoleptik
MEDH Ekstrak terbaik (E1)
Gambar 3 Prosedur pembuatan minuman ekstrak daun hantap (MEDH) Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan daya terima MEDH berdasarkan warna, aroma, rasa dan kekentalan. Panelis yang digunakan adalah panelis terbatas berjumlah 10 orang dan ekstrak dengan daya terima tertinggi dipilih menjadi MEDH yang terbaik. Proses berikutnya adalah melakukan analisis fisikokimia dan fitokimia. Diagram analisis MEDH terbaik (E1) disajikan pada Gambar 4.
Analisis daya terima MEDH terbaik (E1)
Analisis fisikokimia
Analisis fitokimia
Gambar 4 Analisis minuman ekstrak daun hantap (MEDH) terbaik
22
Uji Persepsi Manfaat Kesehatan MEDH Proses selanjutnya adalah uji persepsi manfaat kesehatan minuman ekstrak daun hantap dengan menggunakan disain koasi eksperimental. Tahap ini meliputi 1) Pembuatan Minuman ekstrak daun hantap (MEDH) berdasarkan formula MEDH terbaik 2) Pemberian MEDH dengan frekuensi pemberian yaitu 1 gelas per hari dan 2 gelas perhari 3) Uji persepsi terhadap manfaat kesehatan setelah mengkonsumsi MEDH selama 7 hari dan 13 hari. Cara Penetapan Sampel Sampel dalam survei manfaat daun hantap dan uji persepsi ini adalah masyarakat yang tinggal di Kecamatan Cicurug, Kecamatan Parungkuda dan Kecamatan Cidahu di Kabupaten Sukabumi,
laki-laki dan perempuan yang
berusia 20 - 60 tahun. Kriteria inklusi untuk uji persepsi adalah 1) tidak alergi MEDH 2) bersedia mengkonsumsi MEDH selama masa penelitian 3) tidak puasa senin-kamis atau puasa sunnah lainnya selama masa penelitian dan 4) bersedia berpartisipasi dalam kegiatan penelitian. Disamping itu terdapat beberapa kriteria ekslusi (kriteria yang tidak boleh dimiliki contoh) yaitu mengkonsumsi minuman lain secara teratur. Hal ini dikhawatirkan akan ada efek samping dari konsumsi produk-produk tersebut jika dihentikan konsumsinya walaupun sementara. Pada tahap uji persepsi, di tahap awal diperoleh 110 contoh yang bersedia diwawancara. Setiap contoh yang diwawancara diberi setengah gelas MEDH untuk dikonsumsi langsung dihadapan enumerator/tenaga lapang, hal ini untuk memastikan bahwa contoh bersedia mengkonsumsi MEDH ini. Dari tahap awal ini diperoleh 100 contoh yang memenuhi persyaratan dan hingga pada akhir penelitian terdapat sebanyak 87 orang dengan data yang lengkap untuk dijadikan contoh. Sejumlah contoh yang semula bersedia akan berpartisipasi penuh dalam penelitian, ternyata tidak bisa memenuhinya karena alasan keluar kota, tidak sanggup mengkonsumsi setiap hari karena sakit dan alasan yang lain. Contoh terpilih diberikan sosialisasi tentang penelitian dan diminta untuk tidak mengkonsumsi produk lain selama masa penelitian (13 hari) yang diharapkan bahwa kesan atau manfaat yang dirasakan memang hanya berasal dari MEDH tersebut. Selanjutnya dilakukan uji persepsi terhadap contoh tentang persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan MEDH. persepsi MEDH ditunjukkan pada Gambar 5.
Diagram uji
23
Laki-laki dan wanita usia dewasa di kecamatan Cicurug, Parungkuda dan Cidahu Kabupaten Sukabumi
Data contoh terpilih berdasarkan kriteria kriteria inklusi Informed consent
Pengisian kuesioner & Sosialisasi
Pemberian MEDH Durasi penelitian: 1-13 hari compliance
Pengukuran persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan (setelah 7 hari dan 13 hari) Gambar 5 Diagram uji persepsi terhadap manfaat kesehatan MEDH Sebanyak 87 orang contoh terpilih dibagi menjadi dua perlakuan, perlakuan A (1 gelas per hari) sebanyak 36 orang dan perlakuan B (2 gelas per hari) sebanyak 51 orang. Setiap contoh diminta untuk mengkonsumsi MEDH tersebut setiap hari selama 13 hari berturut-turut. MEDH didistribusikan setiap hari dengan 1 gelas per hari diberikan pada waktu pagi dan 2 gelas per hari diberikan pada waktu pagi dan sore. Untuk menjamin agar MEDH tidak diminum anggota keluarga lain, petugas lapang menunggu sampai diminum atau ada petugas yang mengontrol jika responden tidak ada dirumah. Pada pemberian MEDH hari ke-7 dan hari ke-13, responden diminta untuk mengisi kuesioner uji persesi emosional dan persepsi kondisi kesehatan terkait MEDH yang telah mereka konsumsi. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap uji Persepsi adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari satu faktor perlakuan yaitu frekuensi pemberian minuman dengan dua taraf yaitu 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari. Model linier untuk RAL dengan satu faktor adalah sebagai berikut :
Yij = µ + αi + εij
24
Keterangan : Yij
= peubah respon akibat perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j
µ
= nilai rata-rata umum
αi
= pengaruh frekuensi konsumsi pada taraf ke-i
εij
= galat unit percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i
= banyak taraf tingkat frekuensi konsumsi (i= 1 gelas/ hari, 2 gelas/ hari)
j
= banyak ulangan
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang diperoleh dengan menggunakan
pengamatan
langsung
dan
kuesioner.
Jenis
data
yang
dikumpulkan meliputi 1) karakteristik individu meliputi jenis kelamin, umur, dan suku 2) kebiasaan mengkonsumsi minuman hantap. Data kedua yang dikumpulkan adalah persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan terhadap MEDH yang telah dikonsumsi selama 7 hari dan 13 hari yang tercakup dalam 1 macam kuesioner yaitu persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan. Variabel dan metode yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 2. Pertanyaan-pertanyaan
uji
persepsi
menggunakan
acuan
study
Consumer Perception Survey of Activia (CPS Activia) yang telah dilakukan di Perancis dan Spanyol. Disadur ke dalam Bahasa Indonesia dan ditambah variable pertanyaan lain, sehingga menghasilkan pertanyaan-pertanyan tersebut yang peneliti tanyakan dengan metode wawancara. Pengolahan dan Analisis Data Data penelitian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2003 for Windows dan SPSS 16.0 for Windows. Proses pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, entry dan cleaning. Semua komponen perlakuan diuji dengan analisis ragam (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95 %, kemudian bila ada pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Rank Testl). Untuk melihat pengaruh lama pemberian MEDH ( 7 hari dan 13 hari) terhadap persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan Responden dilakukan Uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan Uji t. Data selanjutnya diolah dan dianalisis lebih lanjut secara deskriptif dan analitik. Karakteristik responden dan persepsi contoh terhadap manfaat
25
kesehatan setelah mengkonsumsi produk minuman ekstrak daun hantap dianalisis secara deskriptif. Formulasi Minuman Formula Daun Hantap (MFDH). Tahap ini adalah formulasi minuman formula daun hantap (MFDH) dengan pemberian perlakuan secara bertahap terhadap MEDH terbaik hasil dari proses sebelumnya. Bahan yang ditambahkan untuk pembuatan MFDH adalah sukrosa (gula pasir) dan essen melon. Tahap pertama, MEDH (F0) ditambah gula.
Hasil ekstrak+gula terbaik
(F1) berdasarkan daya terima tertinggi oleh panelis terbatas (penambahan gula 15 %) selanjutnya diproses masuk ke tahap II. Pada tahap II, ekstrak+gula terbaik diberi penambahan essens. Hasil ekstrak+gula+essen yang terbaik (F2) selanjutnya diproses masuk ke tahap III. Essen yang digunakan adalah essen melon dengan konsentrasi 0,4% dari berat ekstrak daun hantap yang didasarkan atas batas aman penggunaan essens yaitu sebesar 1% per berat bahan. Tahap III, hasil daya terima terbaik diperoleh ekstrak+gula+essen terbaik (F3). Prosedur formulasi MFDH sampai mendapatkan MFDH terbaik disajikan pada Gambar 6. MEDH terbaik
F0
original
+gula
F1
Ekstrak +gula terbaik
F2
+essens
F3
Ekstrak +gula+essens terbaik
Gambar 6 Formulasi minuman formula daun hantap (MFDH) terbaik
Hasil formula MFDH fitokimia (Gambar 7).
terbaik (F3)
kemudian dianalisis fisikokimia dan
Analisis fisikokiomia meliputi nilai pH, viskositas dan
analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar serat pangan yang terdiri dari kadar serat pangan tidak larut, serat pangan larut, dan
serat pangan total.
26
Analisis fitokimia yang dilakukan adalah analisis kandungan klorofil dan aktivitas antioksidan
(Prosedur
analisis
fisikokimia
dan
fitokimia
disajikan
pada
lampiran 4)
Analisis Daya Terima
MFDH (F3
Analisis Fisikokimia
Analisis fitokimia
Gambar 7 Analisis minuman formula daun hantap terbaik Data selanjutnya diolah dan dianalisis lebih lanjut secara deskriptif dan analitik.
Karakteristik responden dan persepsi contoh terhadap manfaat
kesehatan setelah mengkonsumsi produk minuman ekstrak daun hantap dianalisis secara deskriptif. Uji kesukaan (hedonik) dan uji pembedaan (mutu hedonik) terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan minuman fungsional daun hantap menggunakan uji hedonik dan dianalisis secara deskriptif Definisi Operasional Daun Hantap adalah daun dari tanaman hantap yang nama latinnya adalah sterculia oblongata R. Brown,
selama ini digunakan oleh masyarakat
untuk mengobati penyakit tertentu Faktor Ekstrinsik adalah lingkungan sosial, iklan produk dan waktu penyajian Faktor Intrinsik adalah penampakan, aroma, temperatur, tekstur, kualitas, kuantitas dan cara penyajian makanan Faktor Personal adalah tingkat pendugaan, pengaruh dari orang lain, prioritas, selera, mood dan emos Faktor Social Ekonomi adalah pendapatan keluarga, harga makanan, status sosial dan keamanan; Faktor Pendidikan adalah status pengetahuan individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi; Faktor Kultur, Agama dan Daerah adalah asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi, serta letak daerah
27
Frekuensi Konsumsi adalah berapa kali contoh mengkonsumsi minuman ekstrak daun hantap yang dikategorikan berdasarkan hari Konvensional adalah cara yang selama ini dilakukan di masyarakat Minuman Fungsional adalah minuman yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat kesehatan diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung didalamnya (Muchtadi 2001). Minuman Ekstrak Daun Hantap (MEDH) adalah minuman hasil ekstrak daun hantap setelah diremas dengan air Minuman Formula Daun Hantap (MFDH) adalah minuman ekstrak daun hantap dengan penambahan gula dan essen Manfaat Kesehatan adalah dampak positif bagi kesehatan yang dirasakan setelah mengkonsumsi minuman ekstrak daun hantap Panas Dalam adalah gejala dari suatu penyakit yang disebabkan oleh kondisi kelelahan, gangguan pencernaan, gangguan tenggorokan,
hingga
ketidakseimbangan hormon, bisa ditandai oleh rasa panas di dalam tubuh. Sariawan, bibir pecah-pecah, dan nyeri tenggorokan merupakan gejala khasnya Preferensi Makanan : derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Persepsi
Emosional
adalah
hasil
penilaian
terhadap
berbagai
atribut/karakteristik MEDH/MFDH yang didasarkan atas hasil pengalaman secara emosional Persepsi Kondisi Emosional adalah hasil penilaian terhadap berbagai atribut/karakteristik MEDH/MFDH yang didasarkan atas hasil pengalaman terhadap kondisi kesehatan
28
29
HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan Minuman Ekstrak Daun Hantap Karateristik Responden Pada penelitian tahap pertama ini, persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku disajikan pada Tabel 2. Persentase terbesar responden adalah laki-laki sebanyak 38 orang (75,5 %) dan perempuan sebanyak 13 orang (25,5 %). Responden yang berusia 18-39 tahun sebanyak 25 orang (49,0 %),
usia 40-60 tahun sebanyak 23 orang (45,1 %) dan 60
tahunan adalah 3 orang (5,88 %). Persentase terbesar responden terdiri dari suku Sunda 48 orang (94,1 %), suku Jawa 2 orang (3,9 %) dan suku Betawi 1 orang (2 %). Tabel 2 Persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku Karakteristik Responden (n=51) Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki Umur (Hurlock 1980) 18-39 tahun 40-60 tahun 60 Tahun Suku bangsa Sunda Jawa Betawi
Jumlah (n)
Persentase (%)
13 38
25.5 75.5
25 23 3
49.0 45.1 5.88
48 2 1
94.1 3.9 2.0
Data ini menunjukkan bahwa produk ini tidak diasosiasikan dengan jenis kelamin tertentu sehingga produk bisa dikonsumsi baik laki-laki maupun perempuan.
Pengguna daun hantap ini adalah usia dewasa madya karena
khasiat atau manfaat kesehatan yang mereka rasakan melalui kebiasaan yang mereka peroleh berdasarkan pengalaman dari orang tua mereka. Kesukaan pada sifat-sifat sensori makanan dipelajari melalui pengalaman. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh pada tingkah laku preferensi makanan (Stepherd & Spark 1994). Suku Sunda adalah suku asli masyarakat Sukabumi dan keberadaan daun hantap sebagai minuman yang berkhasiat telah lama dikenal oleh masyarakat Sukabumi. Suku Jawa dan suku betawi yang
30
mengenal daun hantap disebabkan karena mereka sudah lama tinggal di Sukabumi. Manfaat, Asal dan Informasi Penggunaan Daun Hantap Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa persentase pemanfaatan daun hantap yang terbesar adalah untuk panas dalam sebesar 76,5 %, sariawan dan melancarkan persalinan masing-masing
sebesar 27,5 %, melancarkan BAB
sebesar 17,6 %, batuk 15,7 %, menurunkan panas sebesar 9,8 %, perut kembung 5,9 %, sakit gigi 3,9 % dan radang tenggorokan dan keputihan masingmasing 3,9 %. Sebaran responden berdasarkan pemanfaatan daun hantap disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Persentase responden berdasarkan pemanfaatan daun hantap (jawaban bisa lebih dari 1) Khasiat Daun hantap (n=51) Jumlah (n) Persentase(%) Batuk 8 15,7 Keputihan 1 2,0 Melancarkan BAB 9 17,6 Melancarkan persalinan 14 27,5 Menurunkan panas 5 9,8 Panas dalam 39 76,5 Perut kembung 3 5,9 Radang tenggorokan 1 2,0 Sakit gigi 2 3,9 Sariawan 14 27,5
Hasil ini menunjukkan bahwa persentase terbesar khasiat atau manfaat minuman ekstrak daun hantap ini adalah yang terkait dengan proses pencernaan yaitu untuk panas dalam sebesar 76,5 %, sariawan sebesar 27,5 %, melancarkan BAB sebesar 17,6 %, perut kembung 5,9 %. Berdasarkan data dominan manfaat daun hantap yang terkait dengan proses pencernaan maka penelitian ini diarahkan untuk membuktikan
persepsi terhadap manfaat
kesehatan yang diperoleh terkait proses pencernaan. Persentase responden berdasarkan asal dan informasi penggunaan daun hantap disajikan pada Tabel 4 berikut ini. Berdasarkan data dalam Tabel 4 tersebut sebanyak 44 orang (86,3 %) responden memperoleh daun hantap dari tetangga dan hanya 7 orang (13,7 %) yang punya pohon sendiri. Persentase Informasi penggunaan daun hantap yang terbesar
diperoleh dari orang tua
mereka yaitu sebanyak 47 orang (92,2 % ) dan hanya 4 orang ( 7,8 %) yang mengetahui dari tetangga.
31
Tabel 4
Persentase responden berdasarkan asal dan informasi penggunaan daun hantap Asal dan Informasi (n=51) Jumlah (n) Persentase(%) Asal daun hantap Pohon sendiri 7 13,7 Pohon tetangga 44 86,3 Pengetahuan penggunaan daun hantap Orang tua/ nenek moyang 47 92,2 Tetangga 4 7,8 Hal ini menunjukkan bahwa pohon hantap sulit diperoleh karena tidak semua pengguna mempunyai pohon sendiri.
Tanaman
hantap juga sudah
langka dibudidayakan, sementara masyarakat masih membutuhkannya sebagai obat tradisional. Pengaruh informasi orang tua menjadi motivasi kuat untuk mengkonsumsi daun hantap. Menurut Bergier (1987) latar belakang kultur dalam penerimaan makanan tidak dapat dirubah. Adat istiadat dan norma-norma baru tidak dapat menggantikan yang lama, kecuali untuk orang yang berada pada tingkat atas dan sangat kaya. Penerimaan makanan oleh seseorang juga berbeda tergantung keadaan sosial dan asal masing-masing daerah. Frekuensi Konsumsi, Cara Konsumsi dan Cara Mengolah daun hantap. Persentase responden berdasarkan kebiasaan konsumsi daun hantap disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Persentase responden berdasarkan frekuensi konsumsi, cara Konsumsi dan mengolah daun Hantap Konsumsi Daun Hantap (n=51) Jumlah (n) Persentase(%) Frekuensi konsumsi 1 gelas per hari 21 41,2 2 gelas per hari 24 47,1 Lebih dari 2 gelas per hari 6 11,8 Cara konsumsi Langsung minum sampai habis 44 86,3 Diminum beberapa kali waktu 7 13,7 Cara mengolah Tidak Menjawab 1 2,0 Diremas dg air dingin 17 33,3 Diremas dg air hangat 17 33,3 Diremas dg air panas 16 31,4 Pada saat dibutuhkan sebanyak
24 orang (47,1 %) mengkonsumsi
sebanyak 2 gelas per hari, 21 orang (41,2 %) mengkonsumsi 1 gelas per hari dan 24 orang (11,8 %) mengkonsumsi lebih dari 2 gelas per hari. Untuk cara
32
mengkonsumsi dengan langsung minum sebanyak 44 orang (86,3 %) dan 7 orang (13,7 %) dengan diminum beberapa kali.
Sedangkan cara membuat
minuman daun hantap dengan diremas air dingin dan air hangat masing-masing sebesar 17 orang (33,4 %), diseduh dengan air panas sebesar 16 orang (31,4 %) dan tidak menjawab hanya 1 orang (2 %). Frekuensi konsumsi, cara mengkonsumsi dan cara mengolah MEDH menunjukkan bahwa faktor kebiasaan dan pengalaman dari orang tua masih sangat berpengaruh. Dasar pemikiran tentang kebiasaan makan yang terdapat dalam diri seseorang diantaranya bahwa kebiasaan makan terdapat pada diri seseorang bukan karena proses pendidikan tertentu atau yang disengaja ia pelajari (unlearned), tetapi lebih bersifat inherited (diturunkan dari orang tua dan nenek moyang) dan banyak ditemukan pada masyarakat yang terbelakang, terisolir, rendah pendidikannya, serta tidak mampu (Sanjur 1982). Hal ini menjadi dasar sehingga dalam uji persepsi digunakan frekuensi konsumsi 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari, cara mengkonsumsi dengan langsung minum dan diremas dengan air dingin. Manfaat konsumsi daun hantap. Persentase responden berdasarkan manfaat konsumsi daun hantap disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Persentase responden berdasarkan manfaat konsumsi daun hantap Manfaat Konsumsi Daun Hantap (n=51) Giginya sembuh Lancar BAB Melancarkan dahak Melancarkan dahak, panas turun Melancarkan dahak, tenggorokan sembuh Melancarkan persalinan, perut dingin Panas dalam sembuh Persalinan lancer Persalinan lancar, perut dingin Perut dingin Perut dingin, BAB lancer Perut dingin, persalinan lancer Perut enak Perut enak, lancar BAB Perut hangat Tidak menjawab
Jumlah (n)
Persentase(%)
1 2 1 1 1 1 5 2 1 13 5 1 4 1 2 10
2,0 3,9 2,0 2,0 2,0 2,0 9,8 3,9 2,0 25,5 9,8 2,0 7,8 2,0 3,9 19,6
33
Manfaat setelah mengkonsumsi daun hantap yang dirasakan oleh responden adalah yang mengatakan perut dingin sebanyak 13 orang (25,5 %), yang tidak menjawab sebanyak 10 orang (19,6 %), panas dalam sembuh dan perut dingin, BAB lancar masing-masing sebanyak 5 orang (9,8 %), perut enak sebanyak 4 orang (7,8 %), lancar BAB, perut hangat dan persainan lancar masing-masing sebanyak 2 orang (3,9 %), giginya sembuh, melancarkan dahak, melancarkan dahak, tenggorokan sembuh, melancarkan persalinan, perut dingin, perut dingin, persalinan lancar, perut enak, lancar BAB masing-masing sebanyak 1 orang (2 %). Manfaat yang dirasakan responden setelah menkonsumsi juga sangat terkait dengan pencernaan (perut dingin sebesar 25,5 %, panas dalam sembuh dan perut dingin, BAB lancar masing-masing sebesar 9,8 %, perut enak sebesar 7,8 %, lancar BAB, perut dingin, perut enak, lancar BAB masing-masing sebesar 2 %). Menurut Srivastava, G.S et al. (1976) Sterculia memiliki dampak yang baik terhadap sembelit. Daun tanaman hantap ini mengeluarkan lendir/gum yang dapat disebut juga hidrokoloid. Gum termasuk serat makanan larut yang memiliki efek faali berupa mempercepat pengosongan lambung (Waspadji, 1990). Dari data ini maka penelitian ini diarahkan untuk membuktikan uji persepsi terhadap manfaat kesehatan yang terkait dengan proses pencernaan.
Formulasi dan Uji Persepsi Minuman Ekstrak Daun Hantap Formulasi Minuman Ekstrak Daun Hantap Hasil uji organoleptik (lampiran 4) yang meliputi kesukaan (hedonik) dan pembedaan (mutu hedonik) formula MEDH kemudian dibuat rangking seperti Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, metode ekstraksi perbandingan 1:15 ( 1 gram daun hantap: 15 ml air) yang menempati urutan pertama. Perbandingan 1:15 ini memungkinkan formulasi menjadi lebih menguntungkan yaitu dengan jumlah daun yang sama ekstrak yang dihasilkan akan lebih banyak dibandingkan perbandingan 1:5 dan 1:10. Tabel 7. Hasil rangking hedonik ekstrak daun hantap Ekstraksi
Warna Aroma Rasa Kekentalan Seluruh
Total
Rangking
1:5
7
8
1
7
4
27
4
1 : 10
7
8
2
7
4
28
3
1 : 15
9
9
2
8
4
32
1
1 : 20
9
5
3
7
5
29
2
34
Karakteristik Organoleptik MEDH Terbaik Persentase terhadap mutu hedonik dan hedonik disajikan pada Gambar 8. Presentase terbesar contoh memberikan penilaian warna cerah sebesar 40 %, biasa 30 % dan tidak cerah 30 %. Persentase terbesar contoh memberikan penilaian kesukaan terhadap parameter warna adalah 60 %, biasa 30 % dan tidak suka 10 %. Menurut Hendry & Houghton (1996) warna minuman tidak hanya mempengaruhi persepsi terhadap aroma tetapi juga kemanisan dan kualitas minuman. Warna merupakan parameter tercepat untuk memberi kesan penilaian suatu produk.
G ambar 8 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik terhadap parameter warna MEDH Persentase terbesar contoh memberikan penilaian tidak beraroma sebesar 60 %, biasa 10 dan beraroma 30 % dan memberikan penilaian biasa terhadap aroma adalah 70 %, suka 20 % dan tidak suka 10 %. Penilaian mutu hedonik dan hedonik berdasarkan parameter aroma disajikan pada Gambar 9. Aroma menentukan penerimaan dari buah dan sayur (Salunthe, 1991). Aroma merupakan parameter yang dinilai dari indra penciuman. Parameter ini menempati urutan kedua setelah indra penglihatan pada saat memberikan penilaian terhadap produk. Thorner dan Henzberg (1978) mengatakan bahwa bau dan sensasi rasa memegang peranan penting dalam industri minuman.
aroma 100 50 0
60 10 Tidak beraroma
Biasa
30 Beraroma
Gambar 9 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik terhadap parameter aroma MEDH
35
Persentase terbesar contoh memberikan penilaian rasa tidak manis sebesar 80 % dan biasa
20 % dan memberikan penilaian ketidaksukaan
terhadap parameter rasa adalah 80 %, biasa 20 % dan suka 0 % (disajikan pada Gambar 10). Rasa merupakan parameter yang sangat subjektif dan sulit diukur. Penilaian rasa merupakan gabungan indra pengecap dan pembau (Parker,
2003).
Rasa
merupakan
parameter
yang
lebih
besar
dalam
mempengaruhi penerimaan produk terhadap parameter yang lain.
Gambar 10 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik terhadap parameter rasa MEDH Persentase terbesar contoh memberikan penilaian kental sebesar 60 % , biasa 10 %
dan tidak kental
30 % dan memberikan penilaian kesukaan
terhadap parameter kekentalan adalah 40 %, biasa 40 % dan tidak suka 20 % (disajikan pada Gambar 11).
Perubahan kekentalan bahan dapat mengubah
rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi cepat lambatnya rangsangan sel olfaktori dan air liur (Winarno, 2008).
Gambar 11 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik terhadap parameter kekentalan MEDH Persentase terbesar contoh memberikan penilaian biasa terhadap keseluruhan adalah 40 % dan tidak suka 60 % yang disajikan pada Gambar 12. .
36
keseluruhan 80
60
60
40
40 20
0
0 Tidak suka
Biasa
Suka
Gambar 12 Persentase contoh berdasarkan penilaian keseluruhan MEDH Sehingga secara umum
MEDH
terbaik dengan perbandingan daun
hantap : air adalah 1: 15 memiliki daya terima biasa dan cenderung tidak disukai.
Secara
mutu hedonik
menunjukkan bahwa hanya warna dan
kekentalan yang mendapatkan penerimaan baik. Hasil penilaian mutu hedonik dan hedonik secara keseluruhan MEDH (minuman ekstrak daun hantap) ini disajikan pada Gambar 13.
Warna 6 4 2 Kekentalan
Aroma
0
Rasa
Gambar 13 Penilaian mutu hedonik terhadap parameter warna, aroma, rasa dan kekantalan MEDH MEDH ini
selanjutnya dilakukan Analisis Fisikokimia (Fisik dan
Proksimat), Analisis kandungan Klorofil dan Aktivitas Antioksidan serta digunakan untuk uji persepsi terhadap manfaat kesehatan.
Kandungan Fisikokimia dan Fitokimia Berdasarkan data di Tabel 8 viskositas atau kekentalan rata-rata formula MEDH adalah 330 cP dan nilai sifat fisik ekstrak daun hantap berupa tingkat keasaman (pH) adalah
5,99.
Kandungan proksimat minuman daun hantap
terdiri dari kadar air sebesar 71,08 % dan kadar abu 4.33 %,
37
MEDH dinilai kental karena tanaman hantap mengandung hidrokoloid gum. Pada jenis Sterculia urens, yang terdapat di India gum karaya (gum yang mengeras seperti getah karet) merupakan hasil dari tanaman ini dan dijadikan sumber devisa negara.. Tetapi, pada tanaman hantap Sterculia oblongata R.Brown yang digunakan pada penelitian ini memiliki karakteristik gum yang berbeda karena tidak mengeras. Diduga sifat kekentalan yang dimiliki minuman ini berasal dari hidrokoloid tersebut. Selain memberikan sifat kental, hidrokoloid ini dapat berfungsi sebagai sumber serat larut. Tabel 8 Kandungan fisikokimia dan fitokimia MEDH Fisikokimia dan Fitokimia
Viskositas pH Kadar Air Kadar Abu Klorofil Daun Klorofil MEDH Antioksidan Daun Antioksidan MEDH
Jumlah
330 cP 5.99 71.08 % 4.33 % 5,92mg/L 1,93 mg/L 14.97 % 75,83 %
Kandungan klorofil MEDH adalah 1,93 mg/L, sedangkan kandungan klorofil daun hantap adalah 5,92 mg/L. Aktivitas antioksidan daun hantap adalah 14,07 persen dan Aktivitas antioksidan MEDH adalah 75,83 persen. Berdasarkan data tersebut maka MEDH berpotensi mengandung klorofil. Menurut Kumar et al (2008) dalam penelitiannya menyatakan aktivitas antioksidan sebesar 13 % termasuk aktivitas sedang. Penyataan ini sejalan dengan Chairul (2003) yang menyatakan tanaman hantap memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dari alfa-tokoferol. Dari hasil ini maka daun hantap dinyatakan memiliki potensi antioksidan yang baik. Aktivitas antioksidan berkisar antara 19,7 %-83,1 % sehingga dapat dinyatakan bahwa ekstraksi daun hantap berpotensi antioksidan. Potensi antioksidan diduga dari fitokimia daun berupa tanin, alkaloid, polifenol, fenol dan juga klorofil. Menurut Endo et al (1985) klorofil dapat berfungsi sebagai antioksidan. Menurut Prangdimurti (2007) dengan daun sujinya menunjukkan bahwa klorofil memiliki aktivitas antioksidan. Klorofil dan turunannya juga memiliki fungsi antimutagenik, antikarsiogenik, menurunkan serum kolesterol, menurunkan trigleserida, dan menurunkan sembelit (LecferMarquez, 2001; Anonim, 2001).
38
Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan MEDH Karakteristik responden. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku disajikan secara lengkap pada Tabel 9 berikut Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki Umur (Hurlock 1980) 18-39 tahun 40-60 tahun 60 Tahun Suku bangsa Sunda Jawa Lain-lain
Jumlah (n)
Prosentase(%)
33 54
37.9 62.1
65 20 2
74.7 23,0 2.3
72 12 3
82.8 13.8 3.4
Dari total responden sebanyak 87 orang, 33 orang (37,9 %)
adalah
perempuan dan 54 orang (62,1 %) adalah laki-laki. Berdasarkan usia, maka usia 18-39 tahun sebesar 65 orang (74,7 %), usia 40-60 tahun sebesar 20 orang ( 23,0 %), dan lebih dari 60 tahun 2 orang (2,3 %). Berdasarkan karakteristik suku, terdiri dari suku sunda sebesar 72 orang (82,8 %) , suku jawa sebesar 12 orang (13,8 %) dan suku lainnya 3 orang (3,4 %). Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi food preference diantaranya adalah faktor biologis, fisik dan psikologi, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis. MEDH biasa dikonsumsi oleh laki-laki dan perempuan berdasarkan manfaat kesehatannya yang tidak membedakan jenis kelamin. Faktor-faktor yang mempengaruhi food preference diantaranya adalah faktor umur (Stepherd & Spark 1994). Preferensi terhadap pangan bersifat elastis pada orang yang relatif muda, akan tetapi bersifat permanen bagi mereka yang sudah berumur dan akhirnya menjadi gaya hidup (Rahardjo 2007). Olfactory preference didefinisikan dengan baik sesuai dengan pertambahan usia (Zandastra & Graff 1998). 65 persen penduduk Jawa Barat (Sukabumi) adalah Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku Jawa dan suku lainnya bertambah seiring dengan urbanisasi masyarakat untuk bekerja dan mencari nafkah di
39
Sukabumi. Menurut Bergier (1987), latar belakang kultur dalam penerimaan makanan tidak dapat dirubah. Adat istiadat dan norma-norma baru tidak dapat menggantikan yang lama, kecuali untuk orang yang berada pada tingkat atas dan sangat kaya. Penerimaan makanan oleh seseorang juga berbeda tergantung keadaan sosial dan asal masing-masing daerah. Biasanya makanan tradisional akan dipertahankan dan tidak pernah diganti oleh adanya perkembangan makanan baru. Persepsi Emosional Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung kondisi responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari selama 7 hari. Responden menggambarkan persepsi emosional sebagaimana data yang disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Persepsi emosional responden setelah mengkonsumsi MEDH selama 7 hari Persepsi emosional setelah Hari ke-7 mengkonsumsi sangat Agak tidak sangat tidak Setuju setuju setuju setuju setuju 1 gelas per hari (prosentase) Perut terasa nyaman 0,0 25,7 0,0 20,0 54,3 Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan 0,0 14,3 0,0 31,4 54,3 Tidak mengalami gangguan pencernaan 0,0 17,1 0,0 34,3 48,6 Tubuh terasa ringan 0,0 22,9 5,7 37,1 34,3 Tubuh terasa rileks 0,0 25,7 5,7 54,3 14,3 Merasa bahagia terkait dengan pencernaan 0,0 22,9 0,0 31,4 45,7 2 gelas per hari (prosentase) Perut terasa nyaman 1,9 3,8 0,0 36,5 57,7 Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan 0,0 9,6 0,0 28,8 61,5 Tidak mengalami gangguan pencernaan 0,0 0,0 0,0 50,0 50,0 Tubuh terasa ringan 1,9 11,5 0,0 51,9 34,6 Tubuh terasa rileks 1,9 21,2 0,0 53,8 23,1 Merasa bahagia terkait dengan pencernaan 0,0 19,6 2,0 41,2 37,3 Setelah mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari selama 7 hari, persentase terbesar
responden memiliki persepsi emosional yang positif
dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika perut terasa nyaman (54,3 % dan 20 %), tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan
(54,3 % dan
40
31,4 %), tidak mengalami gangguan pencernaan (48,6 % dan 34,3 %), tubuh terasa ringan (34,3 % dan 37,1 %), tubuh terasa rileks (14,3 % dan 54,3 %) , merasa bahagia dengan pencernaan (45,7% dan 31,4% ). Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi negatif dengan tidak setuju jika tubuh terasa ringan (5,7 %) dan tubuh terasa rileks (5,7 %). Sisa responden menyatakan persepsi yang pertengahan dengan menyatakan agak setuju untuk semua parameter. Responden yang mengkonsumsi MEDH 2 gelas per hari selama 7 hari juga
memiliki persepsi emosional yang positif
dengan menyatakan sangat
setuju dan setuju jika perut terasa nyaman (57,7 % dan 36,5 %), tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan
(61,5 % dan 28,8 %), tidak mengalami
gangguan pencernaan (50,0 % dan 50,0 %), tubuh terasa ringan (34,6 % dan 51,9 %), tubuh terasa rileks (23,1% dan
53,8 % ), merasa bahagia dengan
pencernaan (37,3 % dan 41,2 %). Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi negatif dengan sangat tidak setuju jika perut terasa nyaman (1,9 %), tubuh terasa ringan (1,9 %) dan tubuh terasa rileks (1,9 %). Diantara responden ada yang menyatakan (2,0 %).
tidak setuju jika merasa bahagia terkait pencernaan
Sisa responden menyatakan persepsi
pertengahan dengan
menyatakan agak setuju untuk semua parameter. Persepsi adalah proses dimana sensasi yang dirasakan oleh konsumen, dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan.
Tiga tahap dari persepsi adalah
pemaparan, perhatian dan interpretasi (Salminen 2004). Tubbs dan Sylva (1996) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang aktif berupa kegiatan memperhatikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan seluruh stimuli secara efektif. Pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli. Persepsi emosional responden yang positif menunjukkan bahwa ada minat dan harapan yang positif terhadap daun hantap yang dipengaruhi oleh daya terima fisik terhadap produk serta aspek fisiologis yang mereka rasakan. Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi food preference diantaranya adalah faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma dan faktor biologis. Persepsi emosional yang positif juga dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala dan pengetahuan in disampaikan.
41
Responden yang memiliki persepsi emosional yang negatif, tubuh terasa ringan (5,7 %), tubuh terasa rileks (5,7 %) dan merasa bahagia terkait pencernaan (2 %) bisa disebabkan mereka belum merasakan seperti perasaan tersebut. Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari :1) Pelaku persepsi (perceiver) 2) Objek atau yang dipersepsikan 3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5), tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari
dengan
2
gelas
per
hari
terhadap
persepsi
emosional
setelah
mengkonsumsi MEDH selama 7 hari. Hal ini menunjukkan bahwa setelah mengkonsumsi MEDH selama 7 hari, konsumsi MEDH 2 gelas per hari tidak memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada persepsi emosional responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari. Minat dan keinginan responden sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat terakhir mengkonsumsi, perasaan bosan
menyebabkan persepsi emosional responden yang mengkonsumsi 2
gelas per hari tidak lebih baik daripada yang mengkonsumsi 1 gelas per hari. Pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan (Tubbs dan Sylva 1996). Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan disukai apabila belum pernah mencoba, tidak disukai setelah dicoba, dan membosankan (Lyman 1989). Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung kondisi responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari selama 13 hari, Setelah mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari selama 13 hari, prosentase terbesar
responden memiliki persepsi emosional yang positif
dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika perut terasa nyaman (57 % dan 28,6 %), Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan (54,3 % dan 28,6 %). Tidak mengalami gangguan pencernaan (45,7 % dan 28,6 %). Tubuh terasa ringan (51,4 % dan 22,9 %), Tubuh terasa rileks (60,0 % dan 20,0 %), Merasa bahagia dengan pencernaan (34,3 % dan 42,9 %). Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi negatif dengan tidak setuju jika tubuh terasa ringan (5,7 %). Sisa responden menyatakan persepsi yang pertengahan dengan
42
menyatakan agak setuju untuk semua parameter. Responden menggambarkan persepsi emosional sebagaimana data yang disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Persepsi emosional responden setelah mengkonsumsi MEDH selama 13 hari Persepsi emosional setelah Hari ke-13 mengkonsumsi sangat Agak tidak sangat tidak Setuju setuju setuju setuju setuju 1 gelas per hari (prosentase) Perut terasa nyaman 0,0 14,3 0,0 28,6 57,1 Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan 0,0 17,1 0,0 28,6 54,3 Tidak mengalami gangguan pencernaan 0,0 25,7 0,0 28,6 45,7 Tubuh terasa ringan 0,0 22,9 2,9 22,9 51,4 Tubuh terasa rileks 0,0 20,0 0,0 20,0 60,0 Merasa bahagia terkait dengan pencernaan 0,0 22,9 0,0 42,9 34,3 2 gelas per hari (prosentase) Perut terasa nyaman 0,0 19,2 0,0 26,9 53,8 Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan 1,9 3,8 0,0 38,5 55,8 Tidak mengalami gangguan pencernaan 0,0 11,5 5,8 40,4 42,3 Tubuh terasa ringan 0,0 0,0 1,9 46,2 51,9 Tubuh terasa rileks 0,0 7,8 0,0 51,0 41,2 Merasa bahagia terkait dengan pencernaan 0,0 15,4 0,0 53,8 30,8 Setelah mengkonsumsi MEDH prosentase terbesar
2 gelas per hari selama 13 hari,
memiliki persepsi emosional yang positif
dengan
menyatakan sangat setuju dan setuju jika perut terasa nyaman (53,8 % dan 26,9 %),
Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan
(55,8 % dan
38,6 %), Tidak mengalami gangguan pencernaan (42,3 % dan 40,4 %), Tubuh terasa ringan (51,9 % persen dan 46,2 %), Tubuh terasa rileks (41,2 % dan 51,0 %), Merasa bahagia dengan pencernaan (30,8 % dan 53,8 %). Diantara responden ada yang memiliki persepsi negatif dengan sangat tidak setuju jika tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan (1,9 %), tidak setuju jika tidak mengalami gangguan pencernaan (5,8 %) dan tubuh terasa ringan (1,9 %). Sisa responden menyatakan persepsi pertengahan dengan menyatakan agak setuju untuk semua parameter. Kotler
(2000)
menjelaskan
persepsi
sebagai
proses
bagaimana
seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Walgito (1993)
43
mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Persepsi emosional responden yang positif menunjukkan bahwa ada minat dan harapan yang positif terhadap daun hantap yang dipengaruhi oleh daya terima fisik terhadap produk serta aspek fisiologis yang mereka rasakan. Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi food preference diantaranya adalah faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma dan faktor biologis. Persepsi emosional yang positif juga dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala dan pengetahuan individu (Alport 1973). Pengalaman yang dirasakan oleh responden dan pengetahuan terhadap khasiat daun hantap akan memberikan arti terhadap persepsi yang disampaikan. Ketika ada responden yang memiliki persepsi emosional yang negatif tubuh terasa ringan (5,7% dan 1,9 %). dan tidak mengalami gangguan pencernaan (5,8 %) bisa disebabkan mereka belum merasakan seperti perasaan tersebut. Tubbs dan Sylva (1996) menyebutkan bahwa pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5), tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari
dengan
2
gelas
per
hari
terhadap
persepsi
emosional
setelah
mengkonsumsi MEDH selama 13 hari. Hal ini menunjukkan bahwa setelah mengkonsumsi MEDH selama 7 hari, konsumsi MEDH 2 gelas per hari tidak memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada persepsi emosional responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari. Minat dan keinginan responden sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat terakhir mengkonsumsi, perasaan bosan
menyebabkan persepsi emosional responden yang mengkonsumsi 2
gelas per hari tidak lebih baik daripada yang mengkonsumsi 1 gelas per hari. Minat dan keinginan responden sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat terakhir mengkonsumsi, perasaan bosan
yang menyebabkan persepsi
emosional responden yang mengkonsumsi 2 gelas per hari tidak lebih baik daripada yang mengkonsumsi 1 gelas per hari. Tubbs dan Sylva (1996) menyebutkan bahwa pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam
44
mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli. Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan disukai jika belum pernah mencoba, tidak disukai setelah dicoba, dan membosankan (Lyman 1989). Hasil uji beda t-independent test (Lampiran 6) menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi emosional pada responden yang mengkonsumsi MEDH satu gelas sehari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama mengkonsumsi MEDH satu gelas per hari akan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap persepsi emosional responden. Persepsi adalah proses dimana sensasi yang dirasakan oleh konsumen, dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan. Tiga tahap dari persepsi adalah pemaparan, perhatian dan interpretasi (Salminen 2004). Faktor persepsi sangat dipengaruhi oleh minat dan keinginan (Tubbs dan Sylva 1996) dan Kesukaan pada sifat-sifat sensori makanan dipelajari melalui pengalaman. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh pada tingkah laku preferensi makanan (Stepherd & Spark 1994). Pengetahuan yang mereka peroleh tentang manfaat daun hantap dan pengalaman yang mereka rasakan selama mengkonsumsi selama 13 hari memberikan pengaruh yang positif terhadap persepsi emosional responden. Hasil uji beda t-independent test menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi emosional pada responden yang mengkonsumsi MEDH dua gelas sehari (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama mengkonsumsi MEDH 2 gelas per hari tidak memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap persepsi emosional responden. Faktor persepsi sangat dipengaruhi oleh minat dan keinginan
(Tubbs dan Sylva 1996). Minat dan keinginan responden sangat
dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat terakhir mengkonsumsi dan perasaan bosan (Lyman 1989) yang menyebabkan persepsi emosional responden yang mengkonsumsi 2 gelas per hari selama 13 hari tidak lebih baik daripada selama 7 hari. Penerimaan atau preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat sensori pada makanan seperti rasa, aroma, tekstur dan penampakan (Cardello 1994). Daya terima formula MEDH pada rasa dan aroma yang relatif rendah sangat mempengaruhi persepsi emosional responden yang mengkonsumsi 2
45
gelas per hari selama 13 hari. Dijelaskan oleh Robbins (2003) ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari :1) Pelaku persepsi (perceiver) 2) Objek atau yang dipersepsikan 3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan Persepsi Kondisi Kesehatan Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung kondisi responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari selama 7 hari. Beragam manfaat yang dirasakan contoh disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Persepsi kondisi kesehatan responden setelah mengkonsumsi MEDH selama 7 hari Kondisi Kesehatan setelah Hari ke-7 mengkonsumsi sangat Agak tidak sangat Setuju tidak setuju setuju setuju setuju 1 gelas per hari (prosentase) Frekuensi buang air besar teratur setiap hari 0,0 45,7 2,9 22,9 28,6 Pengeluaran feses lancer 0,0 2,9 0,0 17,1 80,0 Pengeluaran fese teras tuntas dengan sekali ke toilet 0,0 5,7 0,0 28,6 65,7 Perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) 0,0 2,9 0,0 25,7 71,4 Tidak merasa perut kembung 0,0 8,6 2,9 45,7 42,9 Tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali 0,0 28,6 2,9 42,9 25,7 Tidak mengalami keluhan sakit maag 0,0 2,9 0,0 54,3 42,9 2 gelas per hari (prosentase) Frekuensi buang air besar teratur setiap hari 0,0 25,5 0,0 41,2 33,3 Pengeluaran feses lancer 0,0 9,6 0,0 28,8 61,5 Pengeluaran fese teras tuntas dengan sekali ke toilet 0,0 5,8 0,0 17,3 76,9 Perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) 0,0 7,7 0,0 36,5 55,8 Tidak merasa perut kembung 0,0 11,5 0,0 46,2 42,3 Tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali 0,0 21,2 1,9 57,7 19,2 Tidak mengalami keluhan sakit maag 0,0 13,5 1,9 32,7 51,9 Setelah mengkonsumsi MEDH
1 gelas per hari selama 7 hari,
prosentase terbesar responden memiliki persepsi kondisi kesehatan yang positif dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika frekuensi buang air besar teratur setiap hari (28,6 % dan 22,9 %), pengeluaran feses lancar
(80,0 % dan
46
17,1 %), pengeluaran feses terus tuntas dengan sekali ke toilet (65,7 % dan 28,6 %), perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) (71,4 % dan 25,7 %), tidak merasa perut kembung (42,9 % dan 45,7 %), tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali (25,7 % dan 42,9 %), tidak mengalami keluhan sakit maag (42,9 % dan 54,3 %).
Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi
negatif dengan menyatakan tidak setuju jika frekuensi buang air besar teratur setiap hari (2,9 %), tidak merasa perut kembung (2,9 %), tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali (2,9 %). Sisa responden menyatakan persepsi yang pertengahan dengan menyatakan agak setuju untuk semua parameter kecuali frekuensi buang air besar teratur setiap hari (45,7 %) yang cukup besar prosentasenya. Setelah mengkonsumsi MEDH
2 gelas per hari selama 7 hari,
prosentase terbesar responden memiliki persepsi kondisi kesehatan yang positif dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika frekuensi buang air besar teratur setiap hari (33,3 % dan 41,2 %), pengeluaran feses lancar
(61,5 % dan
28,8 %), pengeluaran feses terus tuntas dengan sekali ke toilet (76,9% dan 17,3 %), perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) (55,8 % dan 36,5%), tidak merasa perut kembung (42,3 % dan 46,2 %), tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali (19,2 % dan 57,7 %), tidak mengalami keluhan sakit maag (51,9 % dan 32,7 %).
Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi
kondisi kesehatan yang negatif dengan tidak setuju jika tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali (1,9 %), (1,9 %).
tidak mengalami keluhan sakit maag
Sisa responden menyatakan persepsi yang pertengahan dengan
menyatakan agak setuju untuk semua parameter terutama untuk frekuensi buang air besar teratur setiap hari (25,5 %). Manfaat adalah dampak positif yang diharapkan oleh konsumen setelah mengkonsumsi produk. Menurut Engel et al (1994), kebutuhan yang diaktifkan akhirnya diekspresikan menjadi perilaku pembelian dan konsumsi dalam bentuk dua jenis manfaat yang diharapkan, yaitu manfaat guna (utilitarian) dan manfaat hedonik (pengalaman). Persepsi kondisi kesehatan responden yang positif menunjukkan adanya manfaat guna dan manfaat pengalaman yang mereka peroleh setelah mengkonsumsi MEDH. Menurut Alport (1973) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya
47
stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Tanaman hantap ini mengeluarkan lendir/gum yang dapat disebut juga hidrokoloid. Gum termasuk serat makanan larut yang memiliki efek faali berupa mempercepat pengosongan lambung (Waspadji, 1990). Menurut Srivastava et al (1976) sterculia memiliki dampak yang baik terhadap sembelit dan mengurangi waktu transit pada penyakit diverticular. Pengetahuan responden terhadap khasiat daun hantap ini berpengaruh positif terhadap persepsi kondisi kesehatan responden. Kesatuan pengalaman dalam mengkonsumsi MEDH dan kondisi kesehatan yang mereka alami juga berpengaruh positif terhadap persepsi kondisi kesehatan responden. Ketika ada responden yang memiliki persepsi kondisi kesehatan yang negatif dengan frekuensi buang air besar teratur setiap hari (2,9 %), tidak merasa perut kembung (2,9 %), tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali (2,9 %)
bisa disebabkan mereka belum merasakan seperti perasaan yang
dimaksud. Tubbs dan Sylva (1996) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang aktif berupa kegiatan memperhatikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan seluruh stimuli secara efektif. Pemilihan stimuli tersebut tergantung pada
minat,
motivasi,
keinginan
dan
harapan.
Kesalahan
dalam
mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli. Menurut Robbins (2003) Faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi diantaranya adalah 1) Pelaku persepsi (perceiver) 2) Objek atau yang dipersepsikan 3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan. Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan disukai apabila belum pernah mencoba, tidak disukai setelah dicoba, membosankan dan terlalu biasa dikonsumsi akan menyebabkan alergi atau reaksi fisiologis yang berhubungan dengan efek penyakit setelah mengkonsumsinya (Lyman 1989). Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5), tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari
dan
2 gelas per hari terhadap persepsi kondisi kesehatan setelah
mengkonsumsi
7
hari
MEDH.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
setelah
mengkonsumsi MEDH selama 7 hari, konsumsi MEDH 2 gelas per hari tidak
48
memberikan pengaruh yang lebih baik pada persepsi
kondisi kesehatan
responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari. Minat dan keinginan responden
sangat
dipengaruhi
mengkonsumsi, perasaan bosan
oleh
kondisi
perasaan
saat
terakhir
menyebabkan persepsi kondisi kesehatan
responden yang mengkonsumsi 2 gelas per hari tidak lebih baik daripada yang mengkonsumsi 1 gelas per hari. Tubbs dan Sylva (1996) menyebutkan bahwa pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan disukai apabila belum pernah mencoba, tidak disukai setelah dicoba, membosankan (Lyman 1989). Menurut Robbins (2003) Faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi diantaranya adalah 1) Pelaku persepsi (perceiver) 2) Objek atau yang dipersepsikan 3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung kondisi responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari selama 13 hari. Beragam manfaat yang dirasakan contoh disajikan dalam Tabel 13. Setelah mengkonsumsi MEDH ekstrak daun hantap 1 gelas per hari selama 13 hari, prosentase terbesar responden memiliki persepsi kondisi kesehatan yang positif dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika frekuensi buang air besar teratur setiap hari (74,3 % dan 17,1 %), pengeluaran feses lancar (71,4 % dan 22,9 %), pengeluaran feses terus tuntas dengan sekali ke toilet (62,9% dan 25,7%),perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) (74,3 % dan 20,0 %), tidak merasa perut kembung (68,6 % dan 25,7 %), tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali (60,0 % dan 31,4 %) tidak mengalami keluhan sakit maag (62,9 % dan 25,7 %). Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi negatif dengan tidak setuju jika tidak mengalami keluhan sakit maag (2,9 %). Sisa responden menyatakan persepsi yang pertengahan dengan menyatakan agak setuju untuk semua parameter. Setelah responden mengkonsumsi minuman ekstrak daun hantap 2 gelas per hari selama 13 hari, prosentase terbesar responden memiliki
persepsi
manfaat kesehatan yang positif dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika frekuensi buang air besar teratur setiap hari (69,2 % dan 21,2 %), pengeluaran feses lancar
(67,3 % dan 30,8 %), pengeluaran feses terus tuntas
49
dengan sekali ke toilet (63,5 %
dan 13, 5 %), perut terasa “plong” setelah
buang air besar (BAB) (61,5 % dan 36,5 %), tidak merasa perut kembung (51,9 % dan 38,5 %), tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali (50,0 % dan
34,6 %) ,tidak mengalami keluhan sakit maag (55,8 % dan 28,8 %).
Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi negatif dengan tidak setuju jika pengeluaran feses terus tuntas dengan sekali ke toilet (1,9 %),
tidak
mengalami keluhan sakit maag (1,9 %). Sisa responden menyatakan persepsi yang pertengahan dengan menyatakan agak setuju untuk semua parameter. Tabel 13 Persepsi kondisi kesehatan setelah mengkonsumsi MEDH selama 13 hari 2 gelas per hari (prosentase) Kondisi Kesehatan setelah mengkonsumsi setelah 7 hari 1 gelas per hari (prosentase) Frekuensi buang air besar teratur setiap hari Pengeluaran feses lancer Pengeluaran fese teras tuntas dengan sekali ke toilet Perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) Tidak merasa perut kembung Tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali Tidak mengalami keluhan sakit maag 2 gelas per hari (prosentase) Frekuensi buang air besar teratur setiap hari Pengeluaran feses lancer Pengeluaran fese teras tuntas dengan sekali ke toilet Perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) Tidak merasa perut kembung Tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali Tidak mengalami keluhan sakit maag
sangat tidak setuju
Agak setuju
tidak setuju
setuju
sangat setuju
0,0 0,0
8,6 5,7
0,0 0,0
17,1 22,9
74,3 71,4
0,0
11,4
0,0
25,7
62,9
0,0 0,0
5,7 5,7
0,0 0,0
20,0 25,7
74,3 68,6
0,0
8,6
0,0
31,4
60,0
0,0
8,6
2,9
25,7
62,9
0,0 0,0
9,6 1,9
0,0 0,0
21,2 30,8
69,2 67,3
0,0
21,2
1,9
13,5
63,5
0,0 0,0
1,9 9,6
0,0 0,0
36,5 38,5
61,5 51,9
0,0
15,4
0,0
34,6
50,0
0,0
13,5
1,9
28,8
55,8
Persepsi kondisi kesehatan responden yang positif menunjukkan adanya manfaat guna dan manfaat pengalaman yang mereka peroleh setelah mengkonsumsi MEDH. Alport (1973) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya
50
tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Tanaman hantap ini mengeluarkan lendir/gum yang dapat disebut juga hidrokoloid. Gum termasuk serat makanan larut yang memiliki efek faali berupa mempercepat pengosongan lambung (Waspadji, 1990). Menurut Srivastava et al (1976) sterculia memiliki dampak yang baik terhadap sembelit dan mengurangi waktu transit pada penyakit diverticular. Pengetahuan responden terhadap khasiat daun hantap ini berpengaruh positif terhadap persepsi kondisi kesehatan responden. Kesatuan pengalaman dalam mengkonsumsi MEDH dan kondisi kesehatan yang mereka alami juga berpengaruh positif terhadap persepsi kondisi kesehatan responden. Ketika ada responden yang memiliki persepsi kondisi kesehatan yang negatif tidak mengalami keluhan sakit maag (2,9 %) dan pengeluaran feses terus tuntas dengan sekali ke toilet (1,9 %). bisa disebabkan mereka belum merasakan seperti perasaan yang dimaksud. Tubbs dan Sylva (1996) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang aktif berupa kegiatan memperhatikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan seluruh stimuli secara efektif. Pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5), tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dengan 2 gelas per hari terhadap kondisi kesehatan setelah mengkonsumsi 13 hari. Hal ini menunjukkan bahwa setelah mengkonsumsi MEDH selama 13 hari, konsumsi MEDH 2 gelas per hari tidak memberikan pengaruh yang lebih baik pada persepsi emosional responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari. Minat dan keinginan responden sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat terakhir mengkonsumsi, perasaan bosan menyebabkan persepsi emosional responden yang mengkonsumsi 2 gelas per hari tidak lebih baik daripada yang mengkonsumsi 1 gelas per hari. Tubbs dan Sylva (1996) menyebutkan bahwa pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli. Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak
51
akan disukai apabila belum pernah mencoba, tidak disukai setelah dicoba, dan membosankan (Lyman 1981) Hasil uji beda t-independent test (Lampiran 6) menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi manfaat kesehatan responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas sehari dan 2 gelas per hari. Hal ini menyatakan bahwa semakin lama mengkonsumsi MEDH satu gelas per hari ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap persepsi kondisi kesehatan responden. Persepsi adalah proses dimana sensasi yang dirasakan oleh konsumen, dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan.
Tiga tahap dari persepsi adalah
pemaparan, perhatian dan interpretasi (Salminen 2004). Penerimaan atau preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat sensori pada makanan seperti rasa, aroma, tekstur dan penampakan. Sifat-sifat sensori pada makanan akan diproses dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis, psikososial, pembelajaran dan daya ingat, ketahanan tubuh dan lain-lain (Cardello 1994). Kesukaan pada sifat-sifat sensori makanan dipelajari melalui pengalaman. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh pada tingkah laku preferensi makanan (Stepherd & Spark 1994). Penerimaan terhadap sifat sensori makanan yang dilatarbelakangi oleh pembelajaran
dan
pengalaman
sangat
mempengaruhi
persepsi
kondisi
kesehatan yang positif. Pengetahuan responden terhadap khasiat daun hantap dan Pengalaman yang dirasakan langsung responden dalam bentuk reaksi tubuh terkait proses pencernaan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap persepsi kondisi kesehatan setelah mengkonsumsi 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari. Formulasi Minuman Formula Daun Hantap Minuman Formula Daun Hantap Bahan yang ditambahkan untuk pembuatan minuman fungsional daun hantap(MFDH) adalah sukrosa (gula pasir) dan pasta melon. Sukrosa dipilih untuk menghindari pemanis buatan. Sukrosa merupakan pemanis yang paling banyak digunakan karena flavornya lebih dapat memberkan kenikmatan manis pada manusia sehingga dianggap sebagai pemanis baku (Winarno & Rahayu, 1994). Sukrosa juga dapat menurunkan aktivitas mikroorganisme sehingga suatu produk dapat lebih awet. Pasta melon dipilih untuk mengurangi aroma daun (langu) serta menyesuaikan antara warna minuman dengan aroma yang sesuai.
52
Pasta juga dapat memperbaiki warna minuman. Sitrat digunakan untuk menambah kesegaran produk. Sitrat juga dapat memberi vitamin C pada minuman sehingga menambah aktivitas antioksidan minuman. Formulasi minuman ekstrak daun hantap tahap pertama disajikan pada Tabel 14 berikut. Tabel 14 Formulasi minuman fungsional daun hantap pertama Formula AF1 AF2 AF3 AF4 AF5 AF6 AF7 AF8 AF9 AF10 AF11 AF12
Massa daun (gram)
Air (ml)
Pasta melon
Gula
Sitrat
40
600
1%
40
600
1%
40
600
1%
0.5%
40
600
1%
0.1%
40
600
1%
40
600
1%
0.5%
40
600
1%
0.1%
40
600
1%
40
600
1%
0.5%
40
600
1%
0.1%
40
600
1%
40
600
1%
0.1% 5%
10%
15%
20%
0.4%
0.4%
0.4%
0.4% 0.5%
Hasil uji organoleptik dari formula pada Tabel 14 di atas menunjukkan panelis menyukai formula AF8 dan dan AF11 yaitu formula dengan penambahan gula 15% dan 20% dan essens 0.4%. Tetapi, semua formula memiliki kekurangan berupa terjadinya perubahan warna minuman dari hijau menjadi coklat. Menurut Gross dalam Prangdimurti et al (2006) perubahan warna ini disebabkan karena klorofil mempunyai sifat yang labil terhadap asam. Ion Mg2+ dalam klorofil akan disubtitusi dengan ion H+ sehingga warna klorofil yang hijau menjadi cokelat (feofitin). Karena warna merupakan salah satu aspek penting dalam penilaian organoleptik yang juga dapat mempengaruhi rasa maka dilakukan formulasi baru tanpa sitrat. Formulasi baru juga menggunakan taraf penambahan gula 15% dan 20% serta mengganti pasta melon menjadi essens melon sehingga warna minuman merupakan warna asli ekstrak daun hantap. Penambahan essens melon dilakukan satu taraf yaitu 0,3%. Taraf penambahan essen ini mengacu pada penelitian Alfitra (2009) dan Yulianti (2008). Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan panelis terbatas berjumah 30 orang, formulasi MEDH terbaik tahap I dengan perlakuan penambahan gula 15% mendapatkan daya terima tertinggi. Dan berdasarkan uji organoleptik dg
53
panelis terbatas selanjutnya, formula tahap II dengan penambahan gula 15 % dan esen 0,4 % mendapatkan daya terima tertinggi. Formulasi baru tahap kedua disajikan pada Tabel 15 dibawah ini Tabel 15 Formulasi minuman fungsional daun hantap kedua Perlakuan
Kode SF1
Remas
SS2
Massa daun (gram) 40
600
40
600
Air (ml)
Essen melon (%) 0.3
Gula (%) 15
0.3
20
Sebanyak dua buah formulasi ini dibuat dengan perbandingan 1:15. Kemudian formula diujikan pada panelis sebanyak 30 orang dengan penilaian pada mutu hedonik dan hedonik. Dari kedua formula ini kemudian dipilih formula yang paling disukai panelis dari masing-masing cara ekstraksi berdasarkan (total modus) rangking kesukaan untuk dianalisis statistik, yaitu formula SF1 dan LF1. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan panelis terbatas,
formula MFDH
terbaik adalah Formula MEDH dengan penambahan gula 15 % dan Essen melon 0,4 %. Karakteristik Organoleptik MFDH Terbaik Penilaian mutu hedonik memberikan penilaian warna
cerah sebesar
73,3 %, biasa 20 % dan tidak cerah 6,7 %. Pada penilaian hedonik (kesukaan) terhadap warna 76,7 persen responden menyatakan suka, biasa 13,3 persen dan tidak suka 10 persen. Persentase contoh berdasarkan penilaian terhadap parameter warna MFDH disajikan dalam Gambar 14. Menurut Hendry & Houghton (1996) warna minuman tidak hanya mempengaruhi persepsi terhadap aroma tetapi juga kemanisan dan kualitas minuman. Warna merupakan parameter tercepat untuk memberi kesan penilaian suatu produk.
warna 100
warna 73.3
50 6.7
80
100 50
20
3.3
16.7
0
0 Tidak cerah
Biasa
cerah
Tidak suka
Biasa
Suka
Gambar 14 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik terhadap parameter warna MFDH
54
Persentase terbesar panelis memberika penilaian beraroma adalah 83,3 %, biasa 13,3 % dan tidak beraroma 3,3 %. Pada penilaian hedonik terhadap penilaian kesukaan terhadap aroma 80 %, biasa 16,7 % dan tidak suka 3,3 %. Persentase contoh berdasarkan penilaian terhadap parameter aroma MFDH disajikan dalam Gambar 15. Aroma menentukan penerimaan dari buah dan sayur (Salunthe, 1991). Aroma merupakan parameter yang dinilai dari indra penciuman. Aroma MFDH mendapatkan daya terima lebih tinggi.
Gambar 15 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik terhadap parameter aroma MFDH Persentase terbesar panelis memberikan penilaian manis adalah 43,3 %, biasa 40 % dan tidak manis 16,7 %. Pada penilaian terhadap rasa, prosentase terbesar panelis memberikan penilaian kesukaan terhadap rasa adalah 53,3 %, biasa 20 % dan tidak suka 26,7 %. Persentase contoh berdasarkan penilaian terhadap parameter rasa MFDH disajikan dalam Gambar 16.
rasa 53.3
60 40
26.7
20
20 0 Tidak suka
Biasa
Suka
Gambar 16 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik parameter rasa MFDH Rasa merupakan parameter yang sangat subjektif dan sulit diukur. Penilaian rasa merupakan gabungan indra pengecap dan pembau (Parker, 2003). Rasa merupakan parameter yang lebih besar dalam mempengaruhi penerimaan produk terhadap parameter yang lain. Daya terima rasa MFDH lebih rendah
55
dibandingkan MEDH yang menunjukkan penambahan gula belum optimal mempengaruhi penerimaan produk.
secara
Responden lebih suka produk
minuman dengan rasa tidak manis melon sangat mempengaruhi penerimaan responden terhadap warna.
kekentalan 60 40
46.7 30
23.3
20 0 Tidak suka
Biasa
Suka
Gambar 17 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonikn terhadap parameter kekentalan MFDH Persentase terbesar panelis memberikan penilaian kental untuk adalah 93,3 %, biasa 3,3 % dan tidak kental 3,3 %. Pada penilaian terhadap kekentalan, prosentase terbesar panelis memberikan penilaian kesukaan terhadap kekentalan adalah 46,7 %, biasa 23,3 % dan tidak suka 30 %. Persentase contoh berdasarkan penilaian terhadap parameter aroma MFDH disajikan dalam Gambar 17. Perubahan kekentalan bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi cepat lambatnya rangsangan sel olfaktori dan air liur (Winarno, 2008). Pada penilaian
kesukaan terhadap keseluruhan, persentase terbesar
contoh memberikan penilaian kesukaan terhadap keseluruhan adalah 56,7 %, biasa 20 % dan tidak suka 23,3 %. Persentase contoh berdasarkan penilaian terhadap keseluruhan MFDH hantap disajikan dalam Gambar 18.
keseluruhan 56.7
60 40
23.3
20
Tidak suka
Biasa
20 0 Suka
Gambar 18 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik terhadap keseluruhan MFDH
56
Secara mutu hedonik maka semua karakteristik, warna, aroma, rasa dan kekentalan mendapatkan daya penerimaan yang baik.
Hasil penilaian mutu
hedonik minuman formula daun hantap ini disajikan pada Gambar 19.
Kekentalan
Warna 8 6 4 2 0
Aroma
Rasa
Gambar 19 Penilaian mutu hedonik terhadap parameter warna,aroma, rasa dan kekentalan MFDH Perbandingan hasil penilaian mutu hedonik antara Minuman ekstrak daun hantap (MEDH) dan minuman Formula Daun hantap (MFDH) disajikan dalam gambar 20. Dalam gambar ini menunjukkan bahwa hasil penilaian mutu hedonik setelah adanya penambahan gula 15 % dan essen 0,4 % (MFDH) mendapatkan penerimaan yang jauh lebih baik dibandingkan minuman ekstrak daun hantap (MEDH).
Kekentalan
Warna 8 6 4 2 0
Aroma
minuman ekstrak daun hantap minuman formula daun hantap
Rasa
Gambar 20 Perbandingan penilaian mutu hedonik MEDH dan MFDH
Kandungan Fisikokimia dan Fitokimia MFDH Berdasarkan Tabel 16 viskositas atau kekentalan rata-rata formula MFDH adalah 300 cP dan sifat fisik minuman formula daun hantap berupa
tingkat
keasaman atau (pH) dengan nilai pH rata-rata formula MFDH terbaik adalah
57
6,26. Berdasarkan Kandungan proksimat MFDH adalah kadar air sebesar 84,80 %, kadar abu 4.33 % , kadar serat pangan larut 4,5 % dan kadar serat pangan tidak larut adalah 15,67 %. Tabel 16 Kandungan proksimat, klorofil dan antioksidan minuman fungsional daun hantap ( MFDH) Proksimat Kadar Air Kadar Abu Kadar Serat pangan - larut - tidak larut Klorofil Daun Klorofil MFDH Antioksidan Daun Antioksidan MFDH
% 84,80 0,043 4,5 15,67 5,92 mg/L 0,46 mg/L 14.97 44,03
MFDH ini terlihat kental. Hal ini dikarenakan tanaman hantap mengandung hidrokoloid gum. Diduga sifat kekentalan yang dimiliki minuman ini berasal dari hidrokoloid tersebut. Selain memberikan sifat kental, hidrokoloid ini dapat berfungsi sebagai sumber serat larut. Kadar air MFDH tergolong tinggi. Hal ini merujuk pada penelitian Alfitra (2009) yang menyatakan 82-89,6% tergolong tinggi. Tingginya kadar air dikarenakan sampel berasal dari bentuk cair. Tetapi, kadar abu kedua formula minuman jauh lebih kecil daripada kadar abu daun (4.33 %). Hal ini dapat disebabkan mineral terikat pada sel tanaman sehingga pada ekstraksi dengan menggunakan air sedikit saja yang terekstrak. Kadar serat pangan total adalah 20,17 % yang merupakan hasil penjumlahan kadar serat larut sebesar 4,5 % dan kadar serat tidak larut sebesar 15,67 %. Kadar serat lebih dari 20 % dapat dinyatakan sebagai sumber serat. Kadar serat yang tinggi ini dikarenakan bahan penelitian merupakan daun. Kandungan klorofil MFDH adalah 0,463 mg/L sedangkan kandungan klorofil daun hantap adalah 5,92 mg/L. Aktivitas antioksidan daun hantap adalah 14,0719 persen dan aktivitas antioksidan MFDH adalah 44,03 persen. Berdasarkan data tersebut maka kandungan klorofil MFDH hanya sekitar 7,8 persen jika dibandingkan kandungan klorofil daun hantap. Hal ini dapat disebabkan minimnya ekstraksi dengan metode remas dan tidak semua permukaan daun dapat diektrak kandungan klorofilnya. Selain fitokimia tanaman, klorofil juga dapat memberikan aktivitas antioksidan seperti dinyatakan pada penelitian Prangmudi (2007). Menurut Endo et al (1985) dalam kusharto (2008) klorofil dapat berfungsi sebagai antioksidan. Juga menurut Prangdimurti (2007)
58
dengan daun sujinya menunjukkan bahwa klorofil memiliki aktivitas antioksidan. Klorofil dan turunannya juga memiliki fungsi antimutagenik, antikarsiogenik, menurunkan serum kolesterol, menurunkan trigleserida, dan menurunkan sembelit (Lecfer-Marquez, 2001; Anonim, 2001). Menurut Kumar et al (2008) dalam penelitiannya menyatakan aktivitas antioksidan sebesar 13% termasuk aktivitas sedang. Penyataan ini sejalan dengan Chairul (2003) yang menyatakan tanaman hantap memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dari alfa-tokoferol. Berdasarkan hasil ini maka daun hantap memiliki potensi antioksidan yang baik Aktivitas antioksidan MFDH adalah 44,03 persen (Tabel 16). Aktivitas antioksidan berkisar antara 19,7%-83,1% sehingga dapat dinyatakan bahwa MFDH berpotensi antioksidan. Potensi antioksidan diduga dari fitokimia daun berupa tanin, alkaloid, polifenol, fenol dan juga klorofil. Menurut Endo et al (1985 dalam kusharto 2008) klorofil dapat berfungsi sebagai antioksidan. Juga menurut Prangmudi (2007) dengan daun sujinya menunjukkan bahwa klorofil memiliki aktivitas antioksidan. Klorofil dan turunannya juga memiliki fungsi antimutagenik, antikarsiogenik, menurunkan serum kolesterol, menurunkan trigleserida, dan menurunkan sembelit (Lecfer-Marquez, 2001; Anonim, 2001). Aktivitas antioksidan pada MFDH lebih kecil daripada minuman MEDH (75,8 %). Selain itu, aktivitas antioksidan pada MFDH lebih besar daripada aktivitas antioksidan pada daun hantap. Kedua hal ini dapat disebabkan karena perbedaan efisiensi ekstraksi dan karakteristik bahan uji. Menurut Prakash (2001) senyawa antioksidan dapat larut air, larut lemak, tidak larut keduanya, atau terikat pada dinding sel tanaman. Pada penelitian ini, diduga perbedaan aktivitas antioksidan pada daun, minuman ekstrak, dan minuman fungsional disebabkan perbedaan efisiensi ektraksi dan sifat senyawa antioksidan daun hantap yang terikat pada dinding sel. Kurangnya efisiensi ekstraksi dapat terjadi karena perbedaan jumlah sampel awal antara pengujian aktivitas antioksidan daun, minuman ekstrak dan minuman fungsional yang berturut-turut 4 helai daun, 14 gram dan 40 gram. Selain itu, perbedaan umur daun tanaman juga diduga berpengaruh pada kandungan antioksidan minuman ekstrak dan minuman fungsionalnya.
59
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa manfaat penggunaan dan manfaat yang mereka rasakan setelah menkonsumsi minuman ekstrak daun hantap didominasi oleh manfaat yang sangat terkait dengan proses pencernaan (panas dalam, sariawan, melancarkan BAB dan mengatasi perut kembung). Dengan demikian penelitian ini diarahkan untuk melakukan uji persepsi manfaat kesehatan minuman daun hantap yang terkait dengan proses pencernaan.
2.
Formula minuman ekstrak
daun hantap yang mendapatkan daya terima
terbaik adalah formula dengan perbandingan daun hantap dan air 1 :15. Formula ini memiliki kadar air sebesar 71,08 %, kadar abu 4.33 %, aktivitas antioksidan
75,8264 persen (daun hantap adalah 14,0719 persen)
dan
kandungan klorofil adalah 1,9251 mg/L (daun hantapnya adalah 5,91838 mg/L) 3.
Responden memiliki persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan yang positif setelah mengkonsumsi minuman ekstrak daun hantap 1 gelas per hari selama 7 hari dan 13 hari. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi 1 gelas per hari dengan 2 gelas per hari terhadap persepsi emosional dan persepsi kondisi kesehatan setelah mengkonsumsi MEDH selama 7 hari dan 13 hari dan
4.
Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi emosional pada responden yang mengkonsumsi ekstrak daun hantap satu gelas sehari. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi emosional pada responden yang mengkonsumsi MEDH dua gelas sehari. Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi kondisi kesehatan responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas sehari dan responden yang mengkonsumsi MEDH dua gelas sehari.
5.
Formula minuman fungsional terbaik dengan perlakuan penambahan gula 15 % dan essen melon 0,4 %.Formula ini mengandung kadar air sebesar 84,80 %, kadar abu 4.33 % , kadar serat pangan larut 4,5 % dan kadar serat pangan tidak larut adalah 15,67 %. Kadar serat pangan total adalah 20,17%, Aktivitas antioksidan dalah 44,03 % dan Kandungan klorofil adalah 0,46259 mg/L.
60
6.
Perbandingan daya terima produk minuman formula ekstrak daun hantap (MFDH) cukup signifikan dibandingkan dengan daya terima produk minuman ekstrak daun hantap (MEDH) SARAN
1.
Untuk mendapatkan manfaat kesehatan yang maksimal MEDH disarankan mengkonsumsi minimal 1 gelas secara rutin.
2.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk menggali lebih dalam manfaat kesehatan MEDH melalui uji klinik dan intervensi.
3.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk pengembangan jenis produk minuman daun hantap dengan pemanfaatan teknologi modern, dengan pengujian mutu simpan dan skala industry minuman fungsional dengan standar pembuatan minuman fungsional dengan daya terima baik di masyarakat
61
DAFTAR PUSTAKA Alfitra, P. 2009. Formulasi minuman suplemen daun torbangun (Coleus amboninious Low) untuk wanita yang menderita premenstrual syndrome (PMS).[Skripsi]. FEMA. IPB Alex S. Nitisemito, Marketing. Cetakan ketiga. Ghalia. Jakarta. 1081 Alsuhendra. 2004. Daya anti-aterosklerosis Zn-turunan klorofil dari daun singkong (Manihot esculenta Crantz) pada kelinci percobaan [disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. American Dietetic Association. 2001. Functional Foods Position of American Dietetic Association. J. Am. Diet. Assoc. 99 : 1278-1285 Anonim. 1994. Pelestarian pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika Indonesia. Kerjasama Jurusan Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) .hal. 276 [Anonim]. 2008. Cincau. http:/id.wikipedia.org/wiki/Cincau [17 Juli 2008] [Anonim]. 2010. www.plantamor.com [17 April 2010] Alport.G.W. Personality & Psychology Interpretation. Hanry Holt &Co. New York.1973. AOAC. 2001. Official Methods of Analysis of The Association of Afficial Analytical Chemistry. AOAC Int,. Washington D.C. Be MIller, James N. 2006. Gums and Hydrocolloids:Analytical Aspects. TRC Taylor & Francis. pg 209-210. Bergier, J. F. 1987. Food Aceptance and Cultural change Some Historical Experiences. Di dalam Solms, J., Booth, D.A. pangborn R.m. and O. Raunhardi. Food Acceptance and nutrition. Academic Press Inc., San Diego. BPOM. 2001. Bogor.
Lokakarya Kajian Penyusunan Standar Pangan Fungsional,
[Badan POM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2007. Acuan Sediaan Herbal. Volume III. Edisi I. Jakarta. Burkill, I.H. 1966. A Dictionary of The Economic Products of The Malay Peninsula. The Government of Malaysia and Singapore. Kuala Lumpur. Chairul. 2003. Laporan teknik 2003: Pengujian nilai peroksida (POV) dan sitotoksik ekstrak etanol beberapa tumbuhan obat dari taman nasional Lore Lindu (Sulawesi Tengah). Bidang Botani-Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Hal 283
62
Cardello, A.V. 1994. Consumer Expectation and and Their Role in Food Acceptance. Di dalam MacFie, H.J.H. and D.M.H. Thomson (eds.). Measurement of Food Preference. Pp 253-291. Blacckie academic and Profesional, Glasgow. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Jakarta. Elizabeth Hurlock. Sepanjang
(1980). Psikologi Perkembangan Suatu Rentang Kehidupan. Jakarta:
pendekatan Erlangga.
Endo YR, Wang JB, Zhu YR, Zhang BC, Wu Y, Zhang QN, Qian GS, Kuang SY, Gange SJ, Jacobson LP, Helzlsouer KJ, Balley GS, Groopman JD, Kensler JW. 2001. Chlorophyllin intervention reduces aflatoxin-DNA adducts in individuals at high risk for liver cancer. PNAS Vol. 98 No.25: 14601-14606. Endo, Y., R. Usuki, dan T. Kaneda. 1985. Antioxidant Effect of Chlorophyll and Pheophytin on the Autoxidantive Action of Chlorophyll. JAOCS. 62: 13871390 Engel JF, RD Blackwell, dan PW Miniard. 1994. Perilaku Konsumen Jilid I (6th ed.). (FX Budiyanto, penerjemah). Binarupa Alsara, Jakarta Gross, J. 1991. Pigments in Vegetable, Chlorophylls and Carotenoids. Van Nostrand Reinhold, New York. Harborne JB 1987. Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Penerbit ITB Bandung Hendry, GAT, JD Houghton. 1996. Natural Food Colorants. Glasgow, Blackie Academic,an imprint of Chapman & Hill. Hendry, GAT, JD Houghton. 1996. Natural Food Colorants. Glasgow, Blackie Academic,an imprint of Chapman & Hill. Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia Jilid III. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta. Hudson, B.J.F. 1990. Food Antioxidant, Elsevier Applied Science, London and New York, 171-192 Jaeger, S. R., Zainul A., Wakelling, I. N., halliday and J. H. Macfie. 1998. Consumer Preferences for Fresh and Aged Apples : A Cross-Cultural Comparison. Food Quality and Preference 9(5), pp 355-366 James, W.P.T. and O. Theander. 1981. The Analysis of Dietary Fiber in Food. Marcel Dekker Inc. New York. J. Weidelt et al. 1976. Manual of Reforestation and Erosion control for the Philippines. GTZ, Eschborn Kasahara S., Seizaburo H (Eds.) (1995), Medicinal Herb Index in Indonesia, PT. Eisai Indonesia, Jakarta
63
Kotler, Philip. 2000. Marketing Manajemen: Analysis, Planning, implementation, and Control 9th Edition, Prentice Hall International, Int, New Yersey Kumar, T. Sathish., Shanmugam, S., Palvannan, T., Kumar, V. M. Bharathi. 2008. Evaluation of Antioxidant Properties of Elaeocarpus ganitrus Roxb. Leaves. Iranian Journal of Pharmaceutical Research (2008), 7 (3): 211-215 Kusharto, C., Tanziha, I, Januati, M. 2008. Laporan hasil penelitian: Produk ekstrak klorofil dari berbagai daun tanaman untuk meningkatkan respon imun dan aplikasinya sebagai anti-aterosklerosis. LPPM IPB dan BPPT. Lanfer-Marquez UM, Barros RMC, Sinnecker P. 2005. Antioxidant activity of chlorophylls and their derivatives. Food Research International 38 : 885891. Elsevier Ltd. Brazil Lawless, H. T. and Heymann, H. 1999. Sensory Evaluation of Food. Aspen Pub, Inc. Gaithersburg Le Cerf, Irinei, & Muller. 1990. Solution properties of gum exudates from Sterculia urens (karaya gum). Carbohydrate Polymers, 23, 241–246. Limantara L. 2004. Menambang Klorofil , Si Emas Hijau. Dalam Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Matematika dalam Industri, Fakultas sains dan matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Lyman, B. 1989. a Psycology af Food More than a Matter of Taste Van non Steamend Rein-hold, New York. Mar’at, 1991. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. M. E. Thorner und R. J. Herzberg: Non-alcoholic Food Service Beverage Handbook. 2. Aufl. 343 Seiten, 109 Abb., 45 Tab. AVI Publishing Company, Inc., Westport 1978. Preis: 31 $ Muchtadi, D. 2000. Sayur-sayuran Sumber Serat dan Antioksidan. Mencegah Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi, D. 2001. Potensi Pangan Tradisional sebagai Pangan fungsional dan suplemen. Dalam L. Nuraida & R.D. Hariyadi (Eds), Proceeding Seminar Nasional Pangan Tradisional sebagai Basis Industri Pangan Fungsional dan suplemen (hlm 1-15). Pusat Kajian Makanan Tradisional. Institut Pertanian Bogor. Muslimah LT, 2004. Formula minuman fungsional dari serbuk cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.) dengan penambahan CMC atau gum arab, serta evaluasi mutunya selama penyimpanan [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Parker, R. 2003. Introduction to Food Stuff. New York: Delmor Prakash, Aruna. 2001. Take you into the heart of a giant resources; Antioxidant Activity. Medallion Laboratories Analytical Progress. Vol 19. Number 2
64
Prangdimurti, E., D. Muchtadi, M. Astawan dan F.R. Zakaria. 2005. The Effect Extraction Solutions and Incubation time on Chlorophyll Solubility and Antioxidant Capacity of Suji ( Pleomele angustifolia N.E. Brown) Leaf Eztracts. Pre Proceeding og 9th ASEAN Food Conference. Jakarta. 8-10 August. 2005 Prangdimurti E. 2007. Kapasitas antioksidan dan daya hipokolesterolomik ekstrak daun suji (Pleomele angustifolia N.E.Brown). [disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Rahardjo, RP. 2007. Persepsi Konsumsi dan Preferensi Minuman Berenergi (skripsi). Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas pertanian. IPB. Robbins, S.P. 2003. Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT INDEKS Kelompok Garmedia.
Rubi 2003. Cincau Hijau Tidak Hanya Mencegah Kanker Dan Darah Tinggi. Majalah Tanaman Obat HERBA. Edisi 11. Bulan Juni. Jakarta. Salminen, S., Wright, A. V., Ouwehand, A. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspectc. 3 th edition. Revised and Expanded. Marcel dekker, Inc., New York. Sampoerno & D. Fardiaz. 2001. Kebijakan dan Pengembangan Pangan Fungsional dan Suplemen di Indonesia. Dalam L. Nuraida & R.D. Hariyadi (Eds.), Proceeding Seminar Nasional Pangan Tradisional sebagai Basis Industri Pangan Fungsional dan Suplemen (hlm 1-15). Pusat Kajian Makanan Tradisional, Institut Pertanian Bogor. Sanjur, D., 1982. Social and Culture Perspective in Nutrition: Prentice Hall, new York. Salunthe D.K., Deshpande S.S., Foods of plant origin-production, technical and human nutrition, AVI Publications, New York, USA, 1991 Sayar, S., J.L. Jannink, and P.J. White. 2005. In Vitro Bile Acid Binding of Flour from Oat Lines Varying in Percentage and Molecular Weight Distribution of B-glucan. J. Agrie. Food Chem. 53: 8797-8803 Shepherd. R. Sparks.P. 1994. Modelling Food Choice in Measurement of Food Preferences, Macfil. HJH. Thomson. DMH (eds). Chapman & Hall: London 2002-2206 Silva D.A, et al. 2003. Effect of mono and divalent salts on gelation of native, Na and deacetylated Sterculia striata and Sterculia urens polysaccharide gels. Carbohydrate Polymers 54 (2003) 229–236
65
Sirait M 2007. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Penerbit ITB Bandung Stepherd, R. And P. Sparks. 1994. Modelling Food Choice. Di dalam Macfie, H.J. H. And D.M. H. Thomson (eds.). Measurement of Food Preference.pp 202-223. Blackie Academic and Profesional. Glasgow. Soekarto, S. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Pusat antar Universitas pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor Sunanto. 1995. Budidaya Cincau. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. The American Association of Cereal Chemist. 2001. The Definition of Dietary Fiber. The Cereal Federation. In: Handbook of Dietary Fiber in Human Nutrition. 3rd Edit. CRC Press, Boca Raton. The pharmacopoeia Commision of PRC. Pharmacopoeia of The People’s Republic of China. Beijing: Chemical Industry Press. 2000 Tubbs L. Stewart & Sylva Moss. 1996. Human Communication: Prinsip-prinsip Dasar. Remaja Rosdakarya. Bandung. Truswell, Stewart. 1995. ABC of Nutrition 3rd edition. BMJ Book Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset Winarno, FG., Rahayu, TS. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Winarno dan Kartawidjajaputra 2007. Pangan Fungsional Dan Minuman Energi. Cetakan 1. M-BRIO PRESS. Bogor. WHO, 2003, Traditional medicine, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/ fs134/en/, diakses Januari 2010. Xiao, P. (2002). Modern Chinese Materia Medica. Beijing, China: Chemical Industry Press Yulianti, Rika. 2008. Pembuatan minuman jeli daun kelor (Moringa oleifera lamk) sebagai sumber vitamin C dan betakaroten.[Skripsi] GMSK. IPB Zandstra, E. H. And C. De Graff. 1998. Sensory Perception and Pleasantness of Orange Beverages from Childhood to Old Age. Food Quality and Preference 9 (1/2), pp 5-12
66
Lampiran 1
67
Lampiran 2 Variabel & Metode dalam Penelitian No
1
Variabel Kelompok Karakteristik Responden
Variabel • • •
Jenis kelamin Umur Suku
•
Kebiasaan mengkonsumsi daun hantap Khasiat mengkonsumsi daun hantap Asal daun hantap Informasi penggunaan daun hantap Frekuensi konsumsi daun hantap Cara konsumsi daun hantap Cara mengolah minuman daun hantap Rasa setelah mengkonsumsi Perut terasa nyaman Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan Tidak mengalami gangguan pencernaan Tubuh terasa ringan Tubuh terasa rileks Merasa bahagia terkait dg pencernaan Frekuensi buang air besar teratur setiap hari Pengeluaran feses lancer Pengeluaran feses terasa tuntas dengan sekali ke toilet Perut terasa ”plong’ setelah BAB Tidak merasa perut kembung Tidak perlu mengejan dengan kuat berkali-kali Tidak mengalami keluhan sakit maag
•
2
Kebiasaan mengkonsumsi Daun hantap
• • • • • • • •
3
Persepsi emosional
• • • • • • •
4
Manfaat kesehatan
• • • •
Metode Pengukuran Wawancara menggunakan kuesioner
Wawancara menggunakan kuesiioner dan pengamatan langsung
Wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung
Wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung
68
Lampiran 3 Pernyataan kesediaan partisipasi didalam penelitian (informed concent) Kode
PERNYATAAN KESEDIAAN BERPARTISIPASI DALAM KEGIATAN SURVEY
Dengan ini saya menyatakan bahwa informasi yang saya berikan di atas adalah benar; dan saya bersedia berpartisipasi dalam survey ini dan memenuhi kesepakatan berikut: 1. Mengkonsumsi produk, selama masa penelitian (2 minggu) 2. Bersedia tidak mengkonsumsi berbagai produk susu fermentasi/probiotik dan suplemen serat seminggu sebelum survey dimulai 3. Bersedia mengkonsumsi produk yang diberikan 4. Bersedia diwawancara awal, setelah seminggu pemberian dan 2 minggu pemberian 5. Bersedia mengkonsumsi produk a. 1 gelas per hari b. 2 gelas per hari
Bogor, ....2010 Yang membuat pernyataan
(.......................................)
69
Lampiran 4 Prosedur Analisis
1.
Analisis Organoleptik (Soekarto 1982). Analisis ini merupakan analisis dengan menggunakan indera manusia. Manusia yang melakukan analisis disebut sebagai panelis.
Analisis
ini
terdiri dari dua cara, yaitu Uji penerimaan (Uji Kesukaan) dan uji pembedaan (Mutu Hedonik).
Panelis agak terlatih diminta untuk
memberikan penilaian terhadap produk berdasarkan skala hedonik 1 sampai 9. Tingkat penilaian meliputi: (1) amat sangat tidak suka, (2) sangat tidak suka, (3) tidak suka, (4) agak tidak suka, (5) biasa, dan (6) suka, (7) agak suka, (8) sangat suka dan (9) amat sangat suka. Panelis juga memberikan penilaian terhadap pembedaan produk dengan skala 1 sampai 9 pula. Pembedaan meliputi warna, aroma, rasa, dan kekentalan. Pengujian dilakukan dengan kuesioner.
2.
Analisis Fisikokimia Viskositas. Viskositas dapat diukur dengan alat Viskometer Rion. Alat dalam keadaan aktif. Masukan 60 gram sampel ditambah air panas 300 ml dalam gelas Viscometer. Masukkan gelas ke dalam alat. Rotor pengukur dikaitkan dengan lubang yang menghubungkan Rotor dengan alat. Lalu masukkan ke dalam gelas Viscometer untuk mengukur sampel. Nyalakan alat, jarum akan menunjukkan angka viskositas dalam satuan Poise. Nilai pH.
Setiap formula diukur nilai pHnya. Pengukuran nilai pH
sampel menggunakan alat pH meter Orion Benchtop model 410A. Sebelum pengukuran, pH meter ditandarisasi menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissyu. Elektroda dicelupkan pada larutan sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil lalu nilai pH sampel dicatat.
3.
Analisa Proksimat Kadar Air, metode oven (Apriyantono et al, 1989). Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, lalu timbang (untuk cawan alumunium didinginkan selama 10 menit, dan cawan porselein selama 20 menit). Kemudian sampel yang sudah dihomogenkan dengan cawan ditimbang sejumlah kurang lebih 5
70
gram dengan cepat. Angkat tutup cawan dan tempatkan cawan beserta isi dan tutupnya di dalam oven selama 6 jam. Hindarkan kontak antara cawan dengan dinding oven. Pindahkan cawan ke desikator untuk didingingkan, setelah dingin ditimbang kembali. Kemudian keringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat yang tetap.
Kadar Air (%) = W1 W2 W1 = kehilangan berat (gram) W2 = berat sampel (gram) Kadar Abu, metode oven (Apriyantono et al. 1989). Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian diletakkan dalam tanur pengabuan, baker sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai berat tetap. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400 C dan kedua pada suhu 550 C. Sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
Kadar Abu (%) = Berat abu (g) Berat sampel (gram) Kadar Serat Pangan (Enzimatis). Metode analisis yang digunakan adalah metode fraksinasi cepat-enzimatik yang dikembangkan oleh Asp. et al (1983). Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penentuan kadar serat pangan tidak larut dan serat pangan larut. Persiapan sampel. Sampel kering homogen diekstrasi lemaknya dengan
petroleum
Penghilangan
lemak
benzene dari
pada
sampel
suhu
kamar
bertujuan
selama
untuk
15
menit.
memaksimumkan
degradasi pati. Sejumlah 1 gram sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Tambahkan 25 ml buffer natrium fosfat, an dibuat menjadi suspensi. Penambahan buffer ditujukan untuk menstabilkan enzim termamil. Tambahkan 100 µl termamyl. Tutup labu dan inkubasi pada suhu 100 C selama 15 menit sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan ialah untuk memecahkan pati dengan menggelatinisasi lebih dahulu.
71
Angkat dan dinginkan labu. Tambahkan 20 ml air destilasi dan pHnya diatur hingga menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4M. Selanjutnya tambahkan 100
mg
pepsin.
Pengaturan
pH
hingga
1.5
dimaksudkan
untuk
mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum. Tutup dan inkubasi Erlenmeyer pada suhu 40 C dan digoyang dengan diagitasi selama 60 menit. Tambahkan 20 ml air destilat dan pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH untuk memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin. Tambahkan 100 mg pankreatin ke dalam larutan. Tutup labu dan inkubasi pada suhu 40 C dan digoyang dengan diagitasi selama 60 menit. Atur pH dengan HCl menjadi pH 4,5. Saring larutan dengan crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering (berat tepat diketahui). Cuci dengan 2x10ml air destilat. Setelah melakukan proses ini diperoleh residu dan filtrat. Residu digunakan untuk penentuan serat pangan tidak larut, sementara filtrat untuk penentua serat pangan larut. Penentuan
Serat
Pangan
Tidak
Larut
(Insoluble
Dietary
Fiber/IDF). Residu dicuci dengan 2x10 ml etanol 95% dan 2 x10 ml aseton. Keringkan pada suhu 105C sampai berat tetap (12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan pada desikator (D1).
Residu diabukan dalam tanur
500 C selama paling sedikit 5 jam, lalu dinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (I1). Penentuan Serat Pangan Larut (Soluble Dietary Fiber/SDF). Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml. Tambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60C) dan endapkan selama 1 jam. Saring larutan dengan crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering. Cuci dengan 2x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton. Endapan dikeringkan pada suhu 105 C (sekitar 12 jam) atau sampai beratnya tetap. Dinginkan dalam desikator dan timbang (D2).
Residu
diabukan dalam tanur 500 C selama paling sedikit 5 jam, lalu dinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (I2). Penentuan Serat Pangan Total (Total Dietary Fiber/TDF). Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan IDF dengan SDF. Blanko dalam penelitian ini diperoleh dengan cara yang sama tetapi tanpa sampel.
72
Rumus Perhitungan IDF dan SDF Nilai IDF (persen berat sampel kering) = D1-I1-B1 x 100%
W
Nilai SDF (persen berat sampel kering) = D2-I2-B2 x 100%
W
Nilai TDF= IDF+SDF Keterangan:
4.
W
= Berat sampel (gram)
D
= Berat setelah analisis dan dikeringkan (gram)
I
= Berat setelah diabukan (gram)
B
= Berat blanko bebas serat (gram)
Aktivitas Antioksidan (Acuna et al, 2002) Aktivitas antioksidan ditentukan dengan sebuah metode reduksi radikal
bebas
stabil
1,1-diphenyl-2-2picrylhydrazyl
(DPPH).
Bahan
antioksidan pada minuman akan bereaksi dengan DPPH, dan reduksi pereaksi dimonitor dengan mengukur penurunan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm. Hasilnya akan dinyatakan dalam bentuk IC50. IC50 ini menunjukkan
jumlah
minuman
(dalam
µl)
yang
dibutuhkan
untuk
menurunkan absorbansi larutan DPPH 50%. Nilai IC50 yang makin kecil menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi, sejalan dengan semakin sedikitnya minuman yang dibutuhkan untuk menurunkan hingga 50% absorbansi larutan DPPH.
5.
Analisa Klorofil (Yoshida et al, 1976) Pengukuran klorofil dilakukan dengan spektrofotometri. Semakin tinggi serapan, kadar klorofil makin tinggi. Sebanyak 2 gram larutan ekstrak ditambah dengan aseton 80% lalu dihomogenisasi. Saring filtrat dengan kertas Whatman 42 ke dalam labu takar 100 ml. Residu pun diekstrak kembali dengan aseton 80% kemudian filtratnya dimasukan ke dalam labu takar. Jadikan volume labu menjadi 100 ml dengan aseton 80%. Ambil 5 ml larutan lalu masukan ke dalam labu takar 50 ml. Tambahkan aseton 80%
73
hingga volume tepat 50 ml. Ukur pada panjang gelombang 663nm dan 645 nm. Kadar klorofil (Arnon, 1949) dihitung dengan rumus sebagai berikut: Klorofil-a (mg/l)
= 12,7 A663-2,69 A645
Klorofil-b (mg/l)
= 22,9 A645-4,68 A633
Klorofil total dihitung dengan cara menjumlahkan kadar klorofil-a dan klorofil b.
74
Lampiran 5 Rekapitulasi data organoleptik minuman ekstrak daun hantap No
W 1 7.75 2 7.25 3 6.75 4 6.625 5 6 6 6 7 5 8 4 9 4 10 3 Σ 56.37 x 5.63 modus 7 % suka 70
A 7 6.875 6 5.25 5 5 5 5 4 4 53.12 5.31 8 80
1:5 R 3 5 4.375 4 3.5 3.25 3 3 3 2 34.15 3.41 1 10
K 6.75 6.5 5.375 5.25 5 5 5 4 3.5 3.25 49.62 4.96 7 70
S W A 5.625 6.25 5.75 5.25 7 6.5 5 3 5 5 7.5 5.75 4 7.25 4.75 3.25 4.625 5 3.25 6.8125 7.125 3.25 3 4 3 5 5 3 7 7 40.62 57.43 55.87 4.06 5.74 5.58 4 7 8 40 70 80
1:10 R 2.25 3.5 3 5 3.25 2 5.875 3 4.5 4 36.37 3.63 2 20
K 5.5 7 5 7 5.25 5.375 3.625 5 4 4 51.75 5.17 7 70
S W A 2.25 5 4 2.75 5.5 5 5 5 5 7 7 5 4 7 5 3 6.5 5 5.5 7 5.25 5 5 5.25 3 4 6.25 2.75 6.25 6.75 40.25 58.25 52.5 4.02 5.82 5.25 4 9 9 40 90 90
1:15 R 2 3.75 3 3 2 2 5 3 5 3.25 32 3.2 2 20
K S W A 5.25 3.25 6 5.5 6.5 3.5 6 4.5 5 5 5 4 6 5 6 4.25 5 3 7.25 5.75 6 3 7 4 3.75 5 6.875 7.25 5 5 6 5 3 4 4 5 5.75 4 6 4 51.25 40.75 60.12 49.25 5.12 4.07 6.01 4.92 8 4 9 5 80 40 90 50
1:20 R 3.25 2.625 3 5.25 1.75 2 6.0625 4 5 3.5 36.43 3.64 3 30
K 5.75 6 4 6.25 5.5 6 4.125 6 4 6.25 53.87 5.38 7 70
S 2.75 3.75 5 6 2.75 5 5.875 6 4 3 44.12 4.41 5 50
75
Lampiran 6 Hasil sidik ragam respon terhadap persepsi emosional dan manfaat kesehatan Respon Persepsi emosional setelah 7 hari
Manfaat Kesehatan setelah 7 hari
Persepsi emosional setelah 13 hari
Manfaat Kesehatan setelah 13 hari
Sumber variasi Perlakuan Galat Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Jumlah kuadrat
df
Kuadrat F tengah hitung
10.027 1017.077 1027.103
1 85 86
10.027 0.838 0.363 11.966
2.869 1216.051 1218.92
1 85 86
2.869 0.201 0.655 14.306
2.555 646.963 649.517
1 85 86
2.555 7.611
12.027 1104.593 1116.621
1 85 86
12.027 0.926 0.339 12.995
Sig.
0.336 0.564
Lampiran 7 Hasil Uji Pembedaan-t 1. Hasil uji statistik perbandingan antara persepsi emosional hari ke-7 dan 13 pada responden yang mengkonsumsi minuman 1 gelas per hari. Paired Samples Statistics Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
3.589 2.807
.607 .474
Pair 1 Persepsi emosional 1 gelas, 7 hari 25.00 35 Persepsi emosional 1 gelas, 13 hari 26.66 35 Paired Samples Correlations Pair 1
Persepsi emosional 1 gelas; 7 hari &13 hari
N
Correlation
Sig.
35
.563
.000
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Std. Interval of the Std. Mean Error Difference Deviation Mean Lower Upper Pair 1 Persepsi emosional 1 gelas, -1.657 7 hari dan 13 hari
3.067
.518
-2.711
t
-.603
Sig. (2tailed)
df
-3.196 34
.003
Intepretasi: Hasil uji beda t-independent test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi emosional pada responden yang mengkonsumsi ekstrak daun hantap satu gelas sehari.
2. Uji perbandingan antara persepsi emosional hari ke-7 dan 13 pada responden yang mengkonsumsi minuman 2 gelas per hari. Paired Samples Statistics Mean Pair 1
Persepsi emosional 2 gelas, 7 hari 25.69 Persepsi emosional 2 gelas, 13 hari 26.31 Paired Samples Correlations N
Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
52 52
3.370 2.726
.467 .378
Correlation
Sig.
.525
.000
Persepsi emosional 2 gelas; 7 hari &13 hari 52 Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Std. Error Mean
Pair 1
Persepsi emosional 2 gelas, 7 hari dan 13 hari
-.615
Deviation
Mean
Lower
Upper
3.024
.419
-1.457
.226
t
df
-1.468 51
Sig. (2tailed) .148
Intepretasi : Hasil uji beda t-independent test menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi emosional pada responden yang mengkonsumsi ekstrak daun hantap dua gelas sehari.
77
3.
Uji perbandingan antara persepsi manfaat kesehatan hari ke-7 dan 13 pada responden yang mengkonsumsi minuman 1 gelas per hari. Paired Samples Statistics Mean
Pair 1
Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
4.154 3.465
.702 .586
Persepsi kesehatan 1 gelas, 7 hari 29.51 35 Persepsi kesehatan 1 gelas, 13 hari 32.14 35 Paired Samples Correlations Persepsi kesehatan 1 gelas; 7 hari &13 hari Paired Samples Test
N
Correlation
Sig.
35
.501
.002
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Std. Error Mean Deviation Mean Pair 1
Persepsi kesehatan 1 -2.629 gelas, 7 hari & 13 hari
Lower
3.851 .651
Upper
-3.951
t
Sig. (2df tailed)
-1.306 -4.038 34
.000
Intepretasi : Hasil uji beda t-independent test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi manfaat kesehatan responden yang mengkonsumsi ekstrak daun hantap satu gelas sehari. 4.
Uji perbandingan antara persepsi manfaat kesehatan hari ke-7 dan 13 pada responden yang mengkonsumsi minuman 2 gelas per hari. Paired Samples Statistics Mean
Pair 1
Pair 1
Persepsi kesehatan 2 gelas, 7 hari 29.88 Persepsi kesehatan 2 gelas, 13 hari 31.38 Paired Samples Correlations Persepsi kesehatan 2 gelas; 7 hari &13 hari Paired Samples Test
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
52 52
3.513 3.695
.487 .512
N
Correlation
Sig.
52
.330
.017
Paired Differences 95% Confidence Std. Interval of the Error Difference Std. Mea Mean Deviation Pair 1 Persepsi kesehatan 2 -1.500 gelas, 7 hari&13 hari
4.175
n
Lower
Upper
t
.579
-2.662
-.338
-2.591
Sig. (2df tailed) 5 1
.012
Intepretasi Hasil uji beda t-independent test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi manfaat kesehatan responden yang mengkonsumsi ekstrak daun hantap dua gelas sehari.
7
LAMPIRAN