PERSEPSI MASYARAKAT MEDAN HELVETIA TERHADAP SISTEM PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2013
SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NICO HANDANI SIAHAAN NIM : 090906070
DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK NICO HANDANI SIAHAAN (090906070) PERSEPSI MASYARAKAT MEDAN HELVETIA TERHADAP SISTEM PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2013. Rincian isi skripsi xvi, 71 halaman, 38 tabel, 21 buku dan 2 situs internet. (Kisaran buku dari tahun 1985-2010) ABSTRAK Pemilihan kepala daerah (pilkada) yang diatur oleh Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadikan pilkada masuk kepada tahapan rezim pemilu. Undang-undang mengamanatkan agar pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Kepala daerah itu merupakan walikota/bupati dan juga gubernur. Adanya wacana mengembalikan pemilihan pasangan gubernur-wakil gubernur kepada DPRD Provinsi menjadi ancaman atau kemunduran kepada masa lalu. Lalu, bagaimana persepsi masyarakat terhadap pilkada untuk tingkat gubernur. Masihkah ada kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemilihan langsung untuk mendapatkan pemimpin seperti yang mereka inginkan. Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia merupakan kelompok masyarakat yang heterogen, baik secara suku, agama, budaya dan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat Kecamatan Medan Helvetia terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013 yang lalu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dimana peneliti ingin menampilkan gambaran keseluruhan tentang persepsi masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Helvetia dengan jumlah responden 100 orang. Teknik penarikan sampelnya adalah simple random sampling. Teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan kuisioner dan observasi pada daerah penelitian. Lalu hasil kuisioner akan di ukur untuk mendapatkan gambaran persepsi, dimana semuanya disajikan dalam bentuk tabel dan dilakukan analisis kuantitatif dengan skala likert. Hasil analisa data menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi positif terhadap pilkada tahun 2013 sebanyak 71 responden (71%), persepsi netral 28 responden (28%) dan 1 responden (1%) memiliki persepsi negatif terhadap sistem pilkada langsung oleh rakyat. Berdasarkan hasil analisa, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat Kecamatan Medan Helvetia terhadap pilkada tahun 2013 adalah positif yang berarti masyarakat masih percaya bahwa sistem pilkada langsung masih dapat menghasilkan pemimpin yang seperti mereka inginkan. Kata Kunci : Persepsi, Masyarakat, Pemilihan Kepala Daerah
ii
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE Nico Handani Siahaan (090906070) MEDAN HELVETIA PUBLIC PERCEPTIONS OF LOCAL ELECTIONS SYSTEM IN 2013. Details of the contents of the thesis xvi, 71 page, table 38, 21 books and 2 Internet sites. (Range of year book 1985 to 2010) ABSTRACT Local elections (elections) are regulated by Law 32 of 2004 on Regional Government makes elections regime entered the stage of the election. Legislation mandates that couples regional head and deputy regional head directly elected by the people. The head of the area is the mayor / regent and governor. Discourse restore mate selection governor-lieutenant governor to be a threat or Provincial Parliament setback to the past. Then, how the public perception of the election for governor level. Shall there is public confidence in the electoral system directly to get the leaders as they wish. Community District Medan Helvetia is a heterogeneous group of people, whether ethnic, religious, cultural and others. This study aims to get a picture of Medan Helvetia district public perception of the system in 2013 local elections ago. This research is a descriptive study in which the researcher wants to show the whole picture of public perception. The research was conducted in the district of Medan Helvetia with the number of respondents 100 people. Sample withdrawal technique is simple random sampling. Techniques of data collection by distributing questionnaires and observations of the study area. Then the results of the questionnaire will be measured to get an idea of perception, where everything is presented in tables and quantitative analysis with Likert scale. Results of data analysis showed that the respondents had a positive perception of the elections in 2013 were 71 respondents (71%), perception of neutral 28 respondents (28%) and 1 respondent (1%) had a negative perception of the direct election system by the people. Based on the analysis, it can be concluded that the public perception of the electoral district of Medan Helvetia in 2013 is positive, which means people still believe that the direct election system can still produce leaders as they wish. Keywords: Perception, Society, Local Elections
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Pengesahan
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Dilaksanakan pada:
Hari Tanggal Pukul Tempat
: Senin : 9 September 2013 : 10.00 s.d 12.00 WIB : Ruang Sidang
Tim Penguji : Ketua
:
Drs. Anthonius P Sitepu, M.Si NIP. 1952 0701 1985 1110 01
Anggota I
)
(
)
(
)
:
Drs. Tonny P.Situmorang, M.Si NIP. 1962 1031 1987 0310 04
Anggota II
(
:
Indra Fauzan, S.H.I, M.Soc,SC NIP. 1981 0218 2008 1210 02
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Nama NIM Departemen Judul
: Nico Handani Siahaan : 090906070 : Ilmu Politik : Persepsi Masyarakat Medan Helvetia Terhadap Sistem Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2013
Menyetujui : Ketua Departemen Ilmu Politik,
Dra. T. Irmayani, M.Si NIP. 196806301994032001
Dosen Pembimbing,
Dosen Pembaca,
(Drs. Tonny P.Situmorang, M.Si) NIP. 196210311987031004
(Indra Fauzan, S.H.I, M.Soc, SC) NIP. 198102182008121002
Mengetahui: Dekan FISIP USU,
(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002
v
Skripsi Ini Saya Persembahkan Untuk Bapak dan Mama Serta Abang dan Kakak Tercinta
vi
KATA PENGANTAR
Skripsi ini berjudul “Persepsi Masyarakat Medan Helvetia Terhadap Sistem Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2013”. Skripsi ini mengambarkan tentang bagaimana persepsi masyarakat Kecamatan Medan Helvetia terhadap sistem pilkada secara langsung. Bagaimana masyarakat memiliki keyakinan bahwa pilkada langsung masih dapat menghasilkan pemimpin yang seperti mereka ingini. Dalam melakukan sebuah persepsi, pesepsi masyarakat disini bisa jadi positif, netral ataupun negatif karena persepsi adalah tentang bagaimana seorang individu melihat dan menilai sesuatu, pengambaran inilah yang kita sebut sebagai persepsi. Terimakasih berkat kasih karunia dari Tuhan Yesus Kristus, penulis masih diberikan kesempatan dan kesehatan untuk menyelesaikan studi ini berupa penulisan skripsi dari hasil penelitian yang dikerjakan. Doa dan pujian syukur kepada Nya lah yang dapat penulis panjatkan untuk kebaikan Nya dalam campur tangan di kehidupan penulis. Efesus 5:8 “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang,” ayat yang akan selalu menginspirasi dalam kehidupan saya. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Bapak Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bantuan berupa masukan dan kritikan yang membangun. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Indra Fauzan,S.H.I, M.Soc,Sc selaku dosen pambaca yang telah memberikan masukan dan konstruktif kepada penulis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Departemen Ilmu Politik, ibu Dra.T.Irmayani, M.Si yang selalu mengarahkan penulis pada saat menjalani masa kuliah. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ketua Tim Penguji Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua penulis Bapak Barmen Siahaan dan Mama Riorita Ompusunggu,SH yang telah membesarkan dan membimbing penulis hingga sekarang ini. Kepada Abang
vii
Benny M.Siahaan, kakak Micha Hedyna Siahaan,S.S dan abang Octo Fernando Siahaan yang selalu menjadi teman dialektika hidup penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada dr. Debora Juliana Kirsten Sitorus yang siap sedia mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini serta memberikan dukungan doa kepada penulis. Kepada kawan-kawan kelompok Praktek Kerja Lapangan (PKL) penulis, Dhea Raisa Darus, Putra Alam Rahmad, Asrul Azis Lubis, Leni Maya Sari, Indah Sartika dan Tri Mauliya Ningsih terimakasih buat kekompakkan selama PKL. Kepada Dewan Pimpinan Wilyah (DPW) Partai NasDem Sumatera Utara, Bapak H.M.Ali Umri, SH, M.Kn, Bapak H.Anhar Mobel, M.AP, Bapak Hasan Simatupang, Bapak H.OK Tun Hidayat, SE, Ibu Dra. Tetty Julianty,M.Si dan seluruh pengurus tempat penulis belajar politik praktis. Tidak lupa juga penulis menyampaikan terima kasih untuk salam perjuangan kepada rekan-rekan Front Mahasiswa Nasional (FMN) ranting USU tempat penulis belajar berorganisasi dan bekerja masa, Yossi Hagaita Tarigan (Sekjen), Dona Yosev Pardede (Propaganda), Kosner Sinaga, Irfan, Nico Demus, Kiki Julianty, Putri dan teman-teman FMN lainnya. Terimakasih kepada rekan-rekan seperjuangan di FISIP USU. Rekanrekan Ilmu Politik yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Rekan-rekan Administrasi Negara stambuk 08 (bang Bambang Hermanto, Ivri Golden Girsang dan kawan-kawan),09 (Nicholas Sitompul, Revelino, Fahmi Siregar, Waldi Aritonang dan kawan-kawan) dan 2010 (Martin Sitompul, Aggri Dwi dan kawankawan). Rekan-rekan Administrasi Bisnis stambuk 09 (Topan Mandala Putra, Fuji Andi, Abdul Rahman, Fahru, Yudhi, Rangga, Yudha Nugraha dan Wisnu Reyhan) dan 2010 (Frans Kristanto, Hafiza Adlina, Prayudha Panggabean, Teddy Salomo, Tengku Zaza, Dicky, Teddy dan kawan-kawan). Sahabat penulis Beatrix, Sina, Fitra dan Tassha serta rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan Community Minoes Plend (Bang Ricky, Bang Rico, Bang Samuel, Bang Yandri, Brando,
viii
Mea, Kak Fitri, Kak Juli dan Kak Amoy) dan adik-adik Bocah-Bocah Opung (Wiro, Ebta dan Harry), teman-teman seperkumpulan di Jus Kuphie Medan (Bang Danu, Theo, Rendy, Arie dan Slamat). Tidak lupa juga penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Camat Medan Helvetia beserta seluruh pegawai dan juga kepada seluruh masyarakat Kecamatan Medan Helvetia yang bersedia menjadi responden penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan yang telah diberikan dengan pahala yang berlipat ganda.
Medan, 27 Agustus 2013
Nico Handani Siahaan
ix
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ........................................................................................... i Abstrak.........................................................................................................
ii
Abstract .......................................................................................................
iii
Halaman Pengesahan .................................................................................
iv
Halaman Persetujuan ................................................................................
v
Lembar Persembahan ...............................................................................
vi
Kata Pengantar ..........................................................................................
vii
Daftar Isi .....................................................................................................
x
Daftar Tabel ...............................................................................................
xiii
Daftar Gambar ..........................................................................................
xvi
BAB I Pendahuluan A.
Latar Belakang ...............................................................................
1
B.
Rumusan Masalah ..........................................................................
9
C.
Tujuan Penelitian ...........................................................................
9
D.
Manfaat Penelitian .........................................................................
10
E.
Kerangka Teori ..............................................................................
10
E.1
Persepsi ..........................................................................................
11
E.2
Konsep Masyarakat ........................................................................
12
E.3
Persepsi Masyarakat .......................................................................
13
E.4
Pemilihan Umum di Indonesia .......................................................
14
E.5
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ...............................................
15
F.
Metodologi Penelitian ....................................................................
19
F.1
Metode Penelitian ..........................................................................
19
F.2
Jenis Penelitian ...............................................................................
20
F.3
Lokasi Penelitian ............................................................................
20
F.4
Populasi Dan Sampel .....................................................................
20
x
F.4.1
Populasi ..........................................................................................
20
F.4.2
Sampel ............................................................................................
21
F.5
Teknik Penarikan Sampling ...........................................................
24
F.6
Teknik Pengumpulan Data .............................................................
25
F.7
Teknik Analisis Data ......................................................................
26
G.
Sistematika Penulisan ....................................................................
26
BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian dan Hasil Pemilihan Gubernur Tahun 2013 di Kecamatan Medan Helvetia A.
Sejarah Singkat Kecamatan Medan Helvetia ................................
28
B.
Lokasi Geografis ...........................................................................
28
B.1
Luas Wilayah Kecamatan Medan Helvetia ...................................
29
C.
Jumlah Penduduk ...........................................................................
30
D.
Agama Yang Dianut Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia .....
32
E.
Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia .......
33
F.
Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia ..........
34
G.
Skema Pemerintahan Kecamatan Medan Helvetia ........................
35
H.
Hasil Pemilihan Gubernur Tahun 2013 Di Kecamatan Medan Helvetia ..........................................................................................
37
BAB III Penyajian dan Analisis Data A.
Penyajian Data ...............................................................................
38
A.1
Identitas Responden .......................................................................
38
B.
Persepsi Masyarakat Terhadap Pilkada Sumatera Utara 2013 .......
43
B.1
Pengetahuan Masyarakat Terhadap Pilkada Sumatera Utara 2013
44
B.2
Perasaan Masyarakat Terhadap Pilkada Sumatera Utara 2013 ......
51
B.3
Sikap Masyarakat Terhadap Pilkada Langsung .............................
58
C.
Analisis Data ..................................................................................
59
xi
BAB IV Penutup A.
Kesimpulan ....................................................................................
68
B.
Saran ..............................................................................................
69
Daftar Pustaka ...........................................................................................
70
Daftar Lampiran: Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Lampiran 2. Lembar Pengajuan Judul Skripsi Lampiran 3. Surat Kesediaan Dosen Pembimbing Lampiran 4. Surat Kesediaan Dosen Pembaca Lampiran 5.Berita Acara Seminar Proposal Lampiran 6. Surat Rekomendasi Penelitian Dari Balitbag Kota Medan Lampiran 7. Surat Keterangan Izin Penelitian Dari Kantor Kecamatan Medan Helvetia Lampiran 8. Rekapitulasi Jumlah Pemilih Terdaftar Pilkada Oleh Panitia Pemilihan Kecamatan Medan Helvetia Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Untuk Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kecamatan Medan Helvetia.
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Tabel 1.1
Judul Tabel Perkembangan Mekanisme Pemilihan Pada UndangUndang Pemerintahan Daerah di Indonesia ..................
Tabel 1.2
Hal
5
Pembagian Jumlah Responden Penelitian PerKelurahan di Kecamatan Medan Helvetia .....................
24
Tabel 1.3
Katagori Skor Jawaban Responden ...............................
25
Tabel 2.1
Luas Wilayah Dirinci Per-Kelurahan di Kecamatan Medan Helvetia .............................................................
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin PerKelurahan di Kecamatan Medan Helvetia .....................
Tabel 2.3
33
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Medan Helvetia ..........................................
Tabel 2.7
32
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Medan Helvetia ..........................................
Tabel 2.6
31
Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Medan Helvetia .............................................................
Tabel 2.5
30
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Helvetia ........................
Tabel 2.4
29
34
Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2013 ......................
37
Tabal 3.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...
38
Tabel 3.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ..................
39
Tabel 3.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Suku .................
40
Tabel 3.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Agama ..............
40
Tabel 3.5
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan .......
41
Tabel 3.6
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ..........
42
Tabel 3.7
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan .......
42
xiii
Tabel 3.8
Mengikuti Proses Pilkada Sumatera Utara 2013 ...........
Tabel 3.9
Nama Jabatan Untuk Kepala Daerah Tingkat Provinsi ..........................................................................
Tabel 3.10
49
Pendapat Responden Mengenai Defenisi Demokrasi .....................................................................
Tabel 3.16
48
Diusung Oleh Partai Politik Apa Pemenang Pilkada Sumatera Utara 2013 .....................................................
Tabel 3.15
47
Pasangan Pemenang Pilkada Sumatera Utara 2013 .....................................................................
Tabel 3.14
46
Calon Gubernur Sumatera Utara 2013 Dari Perseorangan (Independen) ...........................................
Tabel 3.13
45
Calon Gubernur Sumatera Utara 2013 Dari Partai Politik ............................................................................
Tabel 3.12
44
Jumlah Kontestan Pada Pilkada Sumatera Utara 2013 .....................................................................
Tabel 3.11
44
51
Penting Atau Tidak Jabatan Gubernur Terhadap Kesejahteraan ................................................................
52
Tabel 3.17
Figur Gubernur Sumatera Utara Yang Ideal .................
53
Tabel 3.18
Latar Belakang Profesi Calon Gubernur Yang Ideal .....................................................................
Tabel 3.19
Persepsi Terhadap Kepemimpinan Ideal Gubernur Sumatera Utara ..............................................................
Tabel 3.20
56
Kepuasan Terhadap Pemberian Hak Suara Pada Pilkada Sumatera Utara 2013 ........................................
Tabel 3.22
54
Anstusiasme Responden Pada Hari Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 .....................................
Tabel 3.21
53
56
Pendapat Mengenai Praktek Money Politic Pada Pilkada Gubernur ...........................................................
xiv
57
Tabel 3.23
Pengaruh Money Politic Terhadap Pilihan Responden .....................................................................
Tabel 3.24
Pilkada Langsung Menghasilkan Gubernur Yang Diinginkan .....................................................................
Tabel 3.25
58
58
Pilkada Langsung Gubernur Dikembalikan Kepada DPRD Provinsi ..............................................................
59
Tabel 3.26
Klasifikasi Jawaban Menurut Responden .....................
61
Tabel 3.27
Pengelompokkan Skor Berdasarkan Jumlah Skor ...................................................................
Tabel 3.28
63
Persepsi Responden Terhadap Sistem Pemilihan Kepala Daerah 2013 .....................................................
xv
66
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar
Judul Gambar
Hal
Gambar 2.1
Struktur Organisasi Kecamatan Medan Helvetia .........
36
Gambar 3.1
Perbandingan Jumlah Responden Yang Mengikuti Tahapan Pilkada Sumatera Utara 2013 Dengan Jawaban Yang Benar ....................................................
Gambar 3.2
50
Tingkat Interval Skor Terhadap Persepsi Responden ....................................................................
xvi
66
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pasca jatuhnya Orde Baru di Indonesia dan dimulainya masa Reformasi, Indonesia memasuki babak baru pada sistem pemilihan umum (untuk kemudian disebut pemilu), dimana pada jaman Orde Baru pemilu hanya merupakan sarana untuk memilih Anggota DPRD Tingkat II, Anggota DPRD Tingkat I dan juga Anggota DPR-RI. Setelah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengalami amandemen ke-2 pada 9 November 2001, konstitusi mengamanatkan agar Gubernur, Bupati dan Wali Kota dipilih secara demokratis. Hal ini tertuang dengan jelas dalam Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945. Untuk lebih lanjut kemudian diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Pemilu merupakan wujud proses demokrasi dalam sebuah negara demokratis, yang dimana setiap individu masyarakat memiliki hak untuk memilih calon ataupun partai politik sebagai representasi (perwakilan) di lembaga pemerintahan yang ada. Pemilihan Kepala Daerah (untuk kemudian disebut sebagai pilkada) langsung juga merupakan wujud sarana pembelajaran demokrasi untuk masyarakat. Dimana, melalui pilkada diharapkan dapat membentuk kesadaran segenap unsur masyarakat tentang pentingnya memilih pemimpin yang sesuai dengan hatinurani dan juga dapat mempercepat proses otonomi daerah yang merupakan cita-cita reformasi. Sukses atau tidaknya sebuah otonomi daerah juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik dan berkomitmennya pemimpin lokal yang dihasilkan melalui pemilukada maka diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat segera terwujud dengan memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat lokal.
1
Sebelum diatur oleh UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang setingkat dengannya. Setalah diatur dengan UU No.32 Tahun 2004 dan kemudian direvisi menjadi UU No.12 Tahun 2008 kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui sebuah mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung. Undang-Undang No.22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum pada Pasal 1 Ayat 4 dituliskan bahwa pilkada dimasukkan dalam bagian pemilihan umum, dan secara resmi disebut sebagai Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Pilkada. Berakhirnya rezim orde baru ternyata benar-benar membawa perubahan yang signifikan terhadap kehidupan berpolitik di Indonesia. Dimana salah satu tuntutan reformasi adalah perubahan pada sistem politik yang otoriter menuju sistem politik yang demokratis. Hal ini dapat dilihat pada sistem sentralistik pada masa orde lama, yang dimana semua urusan mengenai kekuasaan politik lokal daerah harus melalui persetujuan atau diatur oleh pusat. Waskito Utomo (ahli pemerintahan daerah dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta) mengatakan, formulasi dan penerapan otonomi-desentralisasi dilandasi oleh politik Orde Baru yang berorentasi pada 3 hal, yaitu: Pertama, bagaimana membangun legitimasi sebagai penguasa. Kedua, bagaimana membangun stabilitas demi pembangunan dan Ketiga, bagaimana membangun kekuasaan sebagai pemerintah pusat yang mempunyai kewenangan di daerah-daerah.1 Untuk kemudian di jaman reformasi tuntutan untuk diubahnya sistem sentralistik menjadi sistem desentralistik yang berarti daerah mengurus sendiri daerahnya dengan semangat otonomi daerah dan percepatan atau pemerataan pembangunan. Sejak berlakunya UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, sistem desentralistik diatur secara legal formal. Ini merupakan perubahan terhadap 1
Amiruddin & A.Zaini Bisri,Pilkada Langsung Problem & Prospek Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Hlm. 98
konsep pelaksanaan otonomi daerah, dimana di dalam undang-undang ini diatur mengenai pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung. Pilkada yang dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali memiliki tujuan untuk memilih pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh masyarakat. Pilkada dilaksanakan pertama kali di Indonesia pada Juni 2005. Pada awalnya proses pilkada membagi masyarakat pada posisi pro dan kontra. Masyarakat yang pro terhadap pilkada berpendapat bahwa dengan proses pemilihan langsung akan memperkecil kemungkinan penyimpangan nilai-nilai demokrasi yang dilakukan oleh oknum-oknum elit DPRD, seperti terjadinya politik uang (money politics), memperkecil intervensi partai politik yang ada di DPRD dan memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat untuk memilih pimpinan di daerahnya secara objektif. Sedangkan kelompok kontra beranggapan bahwa pilkada langsung merupakan ide dan keputusan prematur yang tidak relevan dengan peningkatan kualitas demokrasi karena kualitas demokrasi di daerah lebih ditentukan oleh faktor-faktor lain, misalkan kualitas DPRD dan kualitas pemilih jauh lebih berbeda dari apa yang kita harapkan. Jadi dengan kata lain kelompok kontra sangat menentang kehadiran pilkada langsung ini, karena bisa menimbulkan euphoria demokrasi di tingkat lokal.2 Ada juga yang berpendapat bahwa pilkada langsung ini dikatakan sebagai “lompatan demokrasi”. Artinya pilkada itu bersifat positif dan bisa juga bersifat negatif. Positif disini adalah pilkada langsung sebagai sarana demokrasi untuk memberikan kesempatan kepada rakyat sebagai infrastruktur politik untuk memilih kepala daerahnya secara langsung melalui mekanisme pemungutan suara. Hal ini bertujuan memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih sendiri Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mereka sukai, tanpa adanya paksaan dan intervensi dari pihak manapun. Dalam pengertian negatif sendiri, 2
Joko J. Prihatmoko. Pemilihan Kepala Daerah Langsung filosofi Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Hlm.10-11.
pilkada langsung sebagai “lompatan demokrasi” yang mencerminkan penafsiran sepihak atas manfaat dari proses pilkada. Artinya bahwa rakyat bebas untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat anarki, karena tidak adanya peraturanperaturan yang mengatur hal itu.3 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan kemudian direvisi, memiliki banyak kejanggalan pasal-pasal yang terdapat didalam UU No.32/2004, maka dimulailah babak baru dalam rentang sejarah dinamika lokalisme politik di Indonesia. Persoalan yang dalam kurun waktu satu atau dua dekade lalu seolah-olah hanya sebuah impian, saat ini telah menjadi kenyataan. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Ini menunjukkan keberhasilan dan kemajuan bagi sistem demokratisasi di Indonesia, dimana penempatan posisi dan kepentingan rakyat berada di atas segala-galanya dari berbagai kekuatan politik elit yang selama ini dinilai terlampau mendominasi dan bahkan terkesan menghegemoni.4 Politik, menurut ahli politik merupakan permainan kekuasaan dan karena para individu menerima keharusan untuk melakukan sosialisasi serta penanaman nilai-nilai guna menemukan ekspresi bagi pencapaian kekuasaan tersebut, maka segala upaya pun mereka lakukan untuk memindahkan penekanan dari para elit dan kelompok kepada individu.5 Perkembangan mekanisme pemilihan kepala daerah yang diatur dalam perundang-undangan memiliki fase-fase sesuai dengan kebutuhan pada saat itu. Ini dapat dilihat pada isi undang-undang mengenai pemerintahan daerah yang dahulu sampai sekarang di Indonesia. Mulai dari UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah pada Rezim Soeharto hingga UU No.2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada Rezim B.J Habibie, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dicalonkan dan dipilih oleh DPRD. Kemudian berubah 3
Amiruddin & A.Zaini Bisri,Pilkada Langsung Problem & Prospek Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Hlm.1-2. 4 Ibid. Hlm.1. 5 Ibid. Hlm.198.
setalah disahkannya UU No.32 Tahun 2004 yang kemudian direvisi menjadi UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dipilih oleh rakyat. Namun calon kepala daerah tidak hanya diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik saja, tetapi juga oleh perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan dan ketentuan UU.12 Tahun 2008. Fase-fase mekanisme sistem pemilihan kepala daerah bisa dilihat seperti: Tabel 1.1 Perkembangan Mekanisme Pemilihan Pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah di Indonesia No.UU -
No.5
Tentang
Pada Rezim
Pasal
Mekanisme Pemilihan
Pokok-Pokok
Soeharto
- Pasal 15 (1)
Dicalonkan dan dipilih
- Pasal 16 (1)
oleh DPRD
- Pasal 18 (1)
Dicalonkan dan dipilih
- Pasal 34 (1)
oleh DPRD
Tahun
Pemerintahan
1974
Daerah
-
No.2
Tahun
Pemerintahan
B.J Habibie
Daerah
1999 -
No.32
Tahun
Pemerintahan Daerah
Megawati
- Pasal 24 (5)
Soekarnoputri - Pasal 56 (2)
2004
- Dipilih secara langsung oleh Rakyat - Dicalonkan Oleh Parpol atau Gabungan Parpol
- No.12 Perubahan Kedua Tahun UU.No.32 Tahun 2008 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Susilo
- Pasal 24 (5)
Bambang
- Pasal 56 (2)
Yudhoyono
- Dipilih secara langsung oleh Rakyat - Dicalonkan oleh Parpol atau Gabungan Parpol atau Perseorangan
Sumber : Dikelolah oleh peneliti berdasarkan dari berbagai sumber UU mengenai pemerintahan daerah
Berubahnya sistem pemilihan kepala daerah juga membawa perubahan terhadap hubungan tata pemerintahan antara pusat dan daerah. Kewenangan yang selama ini dimiliki daerah berupa pendelegasian kekuasaan bersifat administratif dari pusat kepada daerah kini bertambah menjadi kewenangan politik. Pemerintahan daerah tidak lagi menjadi pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintahan pusat saja, tetapi telah menjadi pemimpin politik di daerah karena memiliki legitimasi dari rakyat. Hal ini sejalan dengan konsep desentralisasi yang merupakan perwujudan transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada pendelegasian otoritas pusat kepada daerah yang selama ini bersifat administratif. Pemilihan kepala daerah langsung menjadi sebuah isi sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal. Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam mengelola pilkada nantinya.6 Pilkada memiliki azas-azas yang sama dengan pemilihan umum (pemilu) yaitu azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dengan demikian pilkada dianggap telah memenuhi nilai-nilai demokrasi. pilkada tidak hanya berfungsi sebagai sarana mengganti, akan tetapi juga berfungsi sebagai sebuah wadah penyalur aspirasi dari rakyat. Rakyat diberikan kewenangan langsung untuk menilai kepala daerah apakah sesuai tindakannya dengan yang diharapkan atau tidak, jikalah kepala daerah tidak mendapatkan kepercayaan dari rakyat, maka rakyat dapat memberikan punishment dengan tidak memilih kembali pada pilkada berikutnya. Tahun 2008, pilkada telah dilakukan diberbagai daerah di Indonesia, namun pada tahap pelaksanaannya masing-masing daerah memiliki kegagalan ataupun keberhasilan. Menurut Amiruddin, pada bukunya Problem dan Prospek pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung menampilkan dua sisi, yaitu 6
Phenie Chalid (ed), Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Jakarta : Patnership Kemitraan, 2006. Hlm. 2.
sisi gelap dan sisi terang. Sisi gelap menunjukkan pilkada hanya sebagai ajang perebutan kekuasaan belaka, sedangkan sisi terangnya adalah memunculkan harapan bagi terciptanya kedaulatan rakyat.7 Pemerintah Indonesia melalui Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi telah melempar wacana untuk mengembalikan pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur kepada Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dengan alasan untuk untuk meminimalisir konflik pasca pilkada dan efesiensi anggaran.8 Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah pada Bab II mengenai pemilihan Gubernur pasal 2 tertulis “Gubernur dipilih oleh DPRD Provinsi secara demokratis berdasar asas bebas, rahasia, jujur, dan adil.” Tetapi, untuk pilkada pada Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 masih tetap mengunakan UU No.12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah sebagai dasar hukum, yang berarti masih mengunakan sistem pemilihan langsung oleh rakyat. Setelah diberlakukannya Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Sumatera Utara telah melaksanakan pemilihan Gubernur sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada tahun 2008 dan tahun 2013. Pilkada di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 diikuti oleh 5 (lima) pasangan calon. Dimana kelima pasangan calon kepala daerah ini semuanya diusung oleh partai politik ataupun gabungan partai politik peserta pemilu pada tahun 2009 lalu. Tidak adanya calon perseorangan pada pilkada dikarenakan sulitnya memenuhi syarat administratif yaitu dukungan dari masyarakat sebesar 3% dari jumlah penduduk Sumatera Utara yaitu 479.322 jiwa.9 Pilkada gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara berlangsung pada 7 Maret 2013. Yang dimana diikuti oleh 5 (lima) pasangan calon gubernur dan
7
Amiruddin, Pilkada Langsung : Problem dan Prospek, Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2006. Hlm. xi. 8 KPU Pusat Pastikan Pilgubsu 2013 Pakai UU Pemda, diakses dalam http://kpudsumutprov.go.id/berita-150-kpu-pusat-pastikan-pilgubsu-2013--pakai-uu-pemda.html, pada 20 Mei 2013 Pukul 11:32 WIB 9 Keputusan KPU Sumatera Utara No.4/Kpts/KPU-Prov-002/2012.
wakil gubernur yang semuanya diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu 2009, kelima pasangan calon tersebut adalah: 1. H. Gus Irawan Pasaribu, SE.Ak, MM - Ir. H. Soekirman (yang diusung oleh PAN, Gerindra, PBB, P.Buruh, PDK, Barnas, PIS, PKPB, PKP, PKB, PK, PKDI, PMB, P.Merdeka, PNBK, Pelopor, PPI, PPDI, PKBIB, PKNUI, PDP dan PBR) memperoleh suara 21,13% 2. Drs. Effendi MS Simbolon - Drs. H. Jumiran Abdi (yang diusung oleh PDIP, PPRN dan PDS) memperoleh suara 24,24% 3. Dr. H. Chairuman Harahap, SH, MH - H. Fadly Nurzal, S.Ag (yang diusung oleh P.Golkar, PPP, PPPI dan PRN) memperoleh suara 9,3% 4. Drs. H. Amri Tambunan - Dr. R. E. Ningolan, MM (yang diusung oleh Partai Demokrat) memperoleh suara 12,23% 5. H. Gatot Pujo Nugroho, ST - Ir. H. Tengku Erry Nuradi, M.Si (yang diusung oleh PKS, Hanura, PPD, Patriot dan PKNU) memperoleh suara 33%.10 Pada pilkada Sumatera Utara yang menjadi pemenang adalah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hanura, PPD, Partai Patriot dan PKNU, yaitu pasangan H.Gatot Pujo Nugroho, ST dan Ir.H.Tengku Erry Nuradi, M.Si. Dari hasil suara yang mampu diraih oleh pasangan GANTENG dalam pilkada Sumatera Utara terjadi satu putaran saja karena telah melewati 30% dari jumlah suara sah. Berdasarkan hasil pilkada Sumatera Utara 2013, tingginya angka masyarakat yang tidak menggunakan hak suaranya (golput) mencapai 5.309.442 (51,49%) dari jumlah calon pemilih yang terdaftar 10.310.872. Melihat fakta-fakta pada pilgubsu 2013, output yang diharapkan tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Sumatera Utara. Salah satu unsur output yang diharapkan adalah tingkat partisipasi politik 10
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatea Utara Periode 2013-2018, pada http://kpud-sumutprov.go.id/home, diakses pada 20 Mei 2013 pukul 13:17 WIB
yang tinggi oleh masyarakat, karena masyarakat diberikah hak untuk memilih langsung pemimpinnya sesuai dengan amanat UU No.12 Tahun 2008. Tidak hanya untuk hasil provinsi saja tingkat partisipasi politik yang rendah pada pilkada sumatera utara 2013, tetapi untuk tingkat kecamatan juga tergolong rendah. Seperti halnya yang terjadi pada Kecamatan Medan Helvetia yang terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan, dimana masyarakat kecamatan ini tergolong pada katagori karakteristik yang heterogen, baik dalam hal agama, pendidikan, pendapatan dan lainnya. Tingkat partisipasi di Kecamatan Medan Helvetia hanya mencapai 36,62% saja. Atau dengan kata lain, tingkat golput mencapai 63.37% dari daftar pemilih tetap. Melihat realita yang ada pada uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti persepsi masyarakat terhadap mekanisme pemilihan gubernur-wakil gubernur secara langsung. Dengan rendahnya partisipasi politik ditambah mahalnya dana pelaksanaan pilkada, perlu dikaji kembali kebijakan pemilihan gubernur secara langsung. Melalui penelitian ini kita dapat melihat bagaimana persepsi masyarakat Kecamatan Medan Helvetia terhadap sistem pemilihan kepala daerah secara langsung pada pilkada gubernur-wakil gubernur.
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan di kaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana Persepsi masyarakat Kecamatan Medan Helvetia terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013?”
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai sosok gubernur yang diinginkan oleh masyarakat Kecamatan Medan Helvetia.
2. Berikutnya menganalisis persepsi masyarakat Kecamatan Medan Helvetia terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013.
D. Manfaat Penelitian Sedangkan maanfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian di bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya mengenai studi terhadap pemilihan kepala daerah (pilkada) 2. Bagi Masyarakat, penelitian ini dapat digunakan sebagai literature daftar kepustakaan bagi yang tertarik untuk meneliti tentang masalah pemilihan kepala daerah (pilkada) 3. Bagi
penulis,
menambah
pengetahuan
dalam
hal
menganalisis
permasalahan yang ada pada masyarakat dan mengasah kemampuan untuk menciptakan karya tulis ilmiah yang baik khususnya dalam bidang Ilmu Politik.
E. Kerangka Teori Teori menurut Masri Singarimbun adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan merumuskan hubungan antar konsep.11 Sedangkan teori menurut FN Karlinger adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dan fenomena.12 Dalam penelitian ini penulis mengambil teori-teori yang berhubungan dengan persepsi, masyarakat dan pemilukada. 11 12
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1995,hal.37 Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta:Reineka Cipta,1997, hal. 20
E.1. Persepsi Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan seseorang memilih, mengorganisasikan dan manafsirkan rangsangan dari lingkungan. Menurut Sondang Siagian persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Beberapa teori mengenai persepsi oleh para ahli: 1. Sondang P Siagian menyatakan bahwa persepsi itu adalah apa yang ingin dilihat seseorang itu belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya.13 2. Thoha menyatakan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan maupun pendengaran.14 3. Somanto menyatakan bahwa persepsi merupakan bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Defenisi ini menekankan bahwa persepsi merupakan hasil yang ditangkap dari mengamati suatun objek apa yang dituju.15 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang antara lain16: 1. Psikologi Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi.
13
Sondang P.Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya,Jakarta:Bina Aksara,1989,hal.89. Miftah Toha, Perilaku Organisasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998. hal. 23 15 Musty Soemanto, Psikologi pendidikan,Jakarta:Rineka Cipta,1990,hal.23. 16 Ibid.hal.143-144. 14
2. Famili Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsipersepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya. 3. Kebudayaan Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.
E.2. Konsep Masyarakat Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan memiliki keinginan untuk dapat menyatu dengan sesamanya di alam sekitarnya. Pola interaksi sosial kemudian dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu kelompok masyarakat. Berikut adalah beberapa pengertian masyarakat menurut para ahli: 1. Selo Sumardjan Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. 2. Karl Marx Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antar kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi. 3. Paul B.Horton dan C.Hunt Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal disuatu wilayah, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.17 17
Prof. Drh.Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. Kebijakan Publik dan Kebijakan Kesehatan.
Masyarakat menurut Soerjono Soekanto harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Beranggotakan minimal dua orang 2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan 3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antara anggota masyarakat. 4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.
E.3. Persepsi Masyarakat Bila melihat defenisi persepsi dan masyarakat menurut para ahli, maka penulis mendefenisikan persepsi masyarakat sebagai proses dimana individuindividu yang tergabung dalam kelompok dan tinggal bersama dalam suatu wilayah tertentu memberikan tanggapan terhadap fenomena-fenomena sosial yang terjadi dan dianggap menarik dari tempat tinggal mereka. Robbins menyatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat, yaitu: 1. Pelaku persepsi Bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dan palaku persepsi individu. 2. Target atau objek Karakteristik-karakteristik
dan
target
yang
diamati
dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan kita mengelompokkan benda-benda berdekatan atau yang mirip.
3. Situasi Dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi sekitar kita.
E.4. Pemilihan Umum di Indonesia Pemilihan Umum di Indonesia pasca kemerdekaan pada tahun 1945 dapat dibagi dalam 3 (tiga) fase perkembangan, mulai dari Orde Lama, Orde Baru dan juga era reformasi. Dimana pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 10 (sepuluh) kali, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Tujuan dari pemilihan umum adalah untuk: a. Memungkinkan terjadinya peralihan kekuasaan secara aman dan tertib b. Dalam rangka melaksanakan hak-hak asasi warga negara c. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat d. Pemilu diselengarakan dengan tujuan memilih wakil rakyat dan wakil daerah. Amin Suprihatini (2008: 11-12) mengatakan bahwa pemilu diselengarakan dengan tujuan memilih Presiden/Wakil Presiden, Legislatif, Kepala daerah yang memperoleh dukungan dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintah negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Dimana tahapan pemilu meliputi pendaftaran peserta pemilu, penetapan, pemungutan suara dan terakhir penetapan hasil pemilu. Lembaga penyelengara pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Rezim pemilu yang dilaksanakan secara langsung tidak hanya memilih legislatif saja pada saat ini (DPR dan DPD) tetapi juga sudah memilih Presiden/Wakil Presiden secara langsung dari rakyat. Serta juga memilih kepala daerah/wakil kepala daerah baik di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota.
E.5. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 pasal 56 ayat 1 dijelaskan bahwa “kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.” Tujuan utama pilkada langsung adalah penguatan masyarakat dalam rangka peningkatan kapasitas demokrasi ditingkat lokal dan peningkatan harga diri masyarakat yang sekian lama sudah dimarginalkan18. Pilkada langsung dinilai sebagai perwujudan pengembalian “hak-hak dasar” masyarakat di daerah dengan memberi kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah sehingga meminimalisir kehidupan demokratis di tingkat lokal. Sehubungan dengan pengembalian hak-hak dasar tersebut, Joko. J Prihatmoko memiliki asumsi-asumsi positif. Adapun asumsi-asumsi tersebut mencakup: 1. Penarikan kedaulatan yang dititipkan DPRD Dengan pilkada langsung berarti kedaulatan rakyat yang selama ini dititipkan kepada anggota DPRD berada di tangan rakyat sendiri. Rakyat benar-benar
dapat
menunjukkan
kedaulatannya
dengan
memilih
pemimpinnya. Dalam sejarah demokrasi di Indonesia, kedaulatan itu hanya terwujud dalam pemilihan kepala desa. Sebagai konsekuensinya, para wakil rakyat di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tidak memiliki mandat untuk memilih kepala daerah. Sosok, kualitas dan kinerja pimpinan pemerintah daerah sangat tergantung pada rakyat sendiri ketika mengunakan hak pilih di tempat pemungutan suara (TPS). Secara teknis, jika sebelumnya DPRD memiliki fungsi memilih kepala daerah sekarang
18
Joko. J Prihatmoko.2005. Pemilihan kepala daerah langsung, filosofi, sitem dan problema penerapan di Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. viii.
fungsi tersebut dihapus. DPRD hasil pemilu 2004 hanya menjalankan fungsi legislasi, pembuatan perda, anggaran, dan pengawasan. 2. Sumber kekuasaan adalah rakyat. Filosofi sumber kekuasaan (the origin of power) kepala daerah adalah rakyat. Kehendak rakyat merupakan muara ari segala kiprah, cita-cita, perilaku, tindak tanduk dan kegiatan serta rencana-rencana kepala daerah. Sumber kekuasaan itulah yang membedakan apakah seseorang kepala daerah layak disebut pemimpin atau elit politik. Dengan pemilihan langsung, kepala daerah disebut pimpinan politik lokal. Istilah pimpinan atau kepemimpinan di dalamnya mengandung makna sebagai bagian integral dari rakyat itu sendiri. Sebaliknya, kepala daerah dipilih tidak secara langsung atau DPRD, kepala daerah adalah elit politik lokal. Artinya kepala daerah bukan bagian integral dari rakyat melainkan satu lapisan sosial lain diluar rakyat (bersama DPRD). 3. Rakyat adalah subjek demokrasi Rakyat adalah subjek demokrasi dalam artian sesungguh-sungguhnya, sebagai pimpinan politik. Dengan demikian rakyat tidak hanya didorong subjek demokrasi, rakyat memainkan peran dan posisi sebagai pelaku melalui saluran-saluran yang disediakan baik dalam proses pembuatan kebijakan publik maupun rekrut mendorong untuk memilih calon pemimpinnya akan tetapi juga memiliki hak untuk mencalonkan diri. Hak warga untuk dipilih dan memilih itu merupakan bagian terpenting dari prinsip demokrasi,yakni universal suffrage (hak pilih universal). Sebelumnya, ketika pilkada dilakukan dengan sistem perwakilan oleh DPRD, rakyat hanya dijadikan objek demokrasi. Mereka adalah penonton sebuah
drama
atau
bahkan
sandiwara
pilkada
provinsi
atau
kabupaten/kota. Eksistensi mereka sungguh naif, ada tidak menggenapkan dan tidak ada tidak mengganjilkan. Demikian halnya, ketika kepala daerah
dipilih atau ditunjuk oleh pemerintah pusat atau pejabat di Jakarta, tanpa memperdulikan aspirasi rakyat dan keinginan rakyat untuk menentukan pemimpinnya di daerah. 4. Demokrasi merupakan sistem politik terbaik dari yang ada. Demokrasi bukanlah sistem politik yang baik dan produktif dalam segala asfek namun sistem terbaik dari sistem-sistem yang ada. Demokrasi menjungjung tinggi kedaulatan rakyat, dan mendayagunakan dalam saluran-saluran yang tersedia. Yang perlu digaris bawahi demokrasi juga merupakan sistem yang relatif mahal dan mengandung proses. Istilah mahal dimaksudkan secara harfiah bahwa proses pilkada membutuhkan dana atau anggaran yang tidak kecil. Besarnya dana tersebut tidak hanya digunakan untuk pembiyaan proses penyelenggaraan namun juga yang harus dikeluarkan oleh calon atau partai untuk kepentingan kampanye dan kepentingan lain. Adapun istilah mengandung proses sejati merujuk pada kenyataan bahwa pengambilan keputusan demokratis, yakni pilkada secara langsung tidak hanya menyoal tentang substansi demokrasi, seperti keterbukaan (transparance), pertanggung jawaban (accountability), dan keterwakilan (representation), namun juga prosedur (procedure). Prosedur adalah mekanisme atau tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk mencapai substansi demokrasi. Dalam sistem pilkada yang menjunjung demokrasi, asfek substansi
tidak meninggalkan
dan
menanggalkan prosedur demokrasi. Mekanisme pilkada yang cukup banyak dan melelahkan itu biasa disebut dengan prosedur demokrasi19. Menurut Joko. J Prihatmoko ada Kelemahan dan kelebihan pilkada langsung, yaitu:20 a. Kelemahan pilkada langsung :
19 20
Ibid. Hlm. 21. Ibid. Hlm. 130.
1. Dana yang dibutuhkan besar. Dana atau anggaran yang dibutuhkan dalam pilkada langsung sangat besar, baik untuk kegiatan operasional, pembiyaan logistik maupun keamanan. Besarnya dana untuk pilkada langsung memberatkan pemerintah daerah, apalagi jika pilkada menggunakan sistem dua putaran, ditengah keharusan mengalokasikan dana untuk kebutuhan rutin pembelanjaan pegawai yang sangat tinggi. Dengan kata lain, penyelanggaraan pilkada bisa menyedot dana yang seharusnya dapat dinikmati rakyat secara langsung. 2. Membuka kemungkinan konflik elit dan massa Konflik terbuka akibat penyelenggaraan pilkada langsung bisa bersifat massa yang horizontal, yakni konflik antar massa pendukung. Potensi konflik semakin besar dalam masyarakat paternalistik dan primordial diamana pemimpin dapat memobilisasi pendukungnya. 3. Aktivitas rakyat terganggu Kesibukan warga menjalankan aktifitas sehari-hari dengan mudah bisa terganggu karena pelaksanaan pilkada langsung. Mereka tidak hanya dihadapkan dengan kesulitan menyiasati kampanye para calon, namun juga energi dan pikirannya tersedot oleh isu-isu dan manuver-manuver yang dilakukan para calon. b. Kelebihan pilkada langsung : 1. Kepala daerah terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang sangat kuat karena didukung oleh suara rakyat yang memberikan suara secara langsung. Legitimasi merupakan hal yang sangat diperlukan oleh suatu pemerintahan yang sedang mengalami krisis politik dan ekonomi. Krisis legitimasi yang telah menggerogoti kepemimpinan atau kepala daerah akan mengakibatkan ketidak stabilan politik dan ekonomi di daerah. 2. Kepala daerah terpilih tidak perlu terikat pada konsensi partai-partai atau fraksi-fraksi politik yang telah mencalonkannya. Artinya kepala daerah
terpilih berada diatas segala kepentingan dan dapat menjembatani berbagai kepentingan tersebut. Apabila kepala daerah terpilih tidak dapat mengatasi kepentingan-kepentingan partai politik, maka kebijakan yang diambil cenderung merupakan konfromi kepentingan partai-partai dan acap kali berseberangan dengan kepentingan rakyat. Kebutuhan pemerintahan daerah sekarang adalah kebijakan publik yang benar-benar berpihak pada rakyat. 3. Sistem pilkada langsung lebih akuntabel dibanding dengan sistem lain yang selama ini digunakan karena rakyat tidak harus menitipkan suaranya kepada
anggota
legislatif.
Rakyat
dapat
menentukan
pilihannya
berdasarkan kepentingan dan penilaian atas calon. Apabila kepala daerah terpilih tidak memenuhi harapan rakyat, maka dalam pemilihan berikutnya calon yang bersangkutan tidak akan dipilih kembali. Prinsip ini merupakan prinsip pengawasan serta akuntabilitas yang paling sederhana dan dapat dimengerti baik oleh rakyat maupun politisi. 4. Chek and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih seimbang. Kriteria calon kepala daerah dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya.
F. Metodologi Penelitian F.1 Metode Penelitian Dalam penyusunan penelitian ini penulis mengunakan metode deskriptif. Maksudnya adalah penulis ingin memecahkan suatu masalah yang diselidiki dengan mengambarkan atau menerangkan. Kemudian, analisa data dilakukan dengan mengumpulkan data hasil observasi penulis di lapangan untuk selanjutnya data disajikan dan dianalisis.
F.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dimana penulis berupaya menggambarkan persepsi masyarakat terhadap pemilihan kepala daerah secara langsung khususnya pada tingkatan provinsi. Dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif penulis yakin dapat mengamati secara langsung persepsi masyarakat untuk menjawab permasalahan dari penelitian ini.
F.3 Lokasi Penelitian Penulis memilih melakukan studi lapangan pada lokasi penelitian di Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Dimana Kecamatan Medan Helvetia terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan, yaitu Kelurahan Cinta Damai, Kelurahan Sei Sikambing CII, Kelurahan Dwi Kora, Kelurahan Helvetia Timur, Kelurahan Helvetia Tengah, Kelurahan Helvetia dan Kelurahan Tanjung Gusta.
F.4 Populasi dan Sampel F.4.1 Populasi Sugiyono (2005:90), mengatakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah sebanyak 143.258 jiwa21 dengan
21
Rekapitulasi Jumlah Pemilih Terdaftar Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Oleh Panitia Pemilihan Kecamatan Medan Helvetia Model A5-KWK.KPU
jumlah DPT Kecamatan Medan Helvetia berdasarkan jumlah DPT tiap-tiap kelurahannya adalah sebagai berikut: 1. Kelurahan Helvetia
= 15.530 jiwa
2. Kelurahan Helvetia Timur
= 22.171 jiwa
3. Kelurahan Helvetia Tengah
= 30.565 jiwa
4. Kelurahan Tanjung Gusta
= 23.125 jiwa
5. Kelurahan Cinta Damai
= 18.139 jiwa
6. Kelurahan Dwi Kora
= 20.502 jiwa
7. Kelurahan Sei Kambing C-II
= 13.226 jiwa
Total
= 143.258 jiwa
F.4.2 Sampel Menurut Sugiyono ( 2005 : 91), sampel n adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Dalam penelitian ini, penulis menentukan sampel dengan mengunakan rumus Taro Yamane22 dengan presisi 10%, yakni: n=
( ) ² + 1
Keterangan: n
: Jumlah Sampel
N
: Jumlah Populasi
d
: Presisi 10% dengan derajat kepercayaan 90%
Berdasarkan rumus diatas, maka dapat diketahui jumlah sampel dalam populasi pada penelitian ini adalah:
22
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Prenada Media, 2005. Hal 205
n=
( ) ² + 1
n=
143.258 143.258 (10%)² + 1
n=
143.258 143.258 (0,01) + 1
n=
143.258 1.433,58
n= 99,93 dibulatkan ke atas menjadi 100 sampel Dengan menggunakan rumus diatas, maka besaran sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 100 responden. Sampel dari penelitian ini adalah 100 orang dari warga masyarakat yang tinggal diseluruh kelurahan yang ada dalam wilayah Kecamatan Medan Helvetia. Untuk mendapatkan sampel dengan teknik Startified Proposional Sampling23 digunakan dengan rumus sebagai berikut: i=
N x N
Keterangan :
23
ni
= Ukuran sampel pada masing-masing kelurahan yang ke-i
Ni
= Ukuran masing-masing kelurahan yang ke-i
N
= Ukuran Populasi
n
= Ukuran Sampel
Bambang Prasetyo, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal.129.
1. Kelurahan Helvetia 15.530 x 100 = 10,84 (dibulatkan menjadi 11 responden) 143.258
2. Kelurahan Helvetia Timur 22.171 x 100 = 15,47 (dibulatkan menjadi 16 responden) 143.258
3. Kelurahan Helvetia Tengah 30.565 x 100 = 21,33 (dibulatkan menjadi 21 responden) 143.258
4. Kelurahan Tanjung Gusta 23.125 x 100 = 16,14 (dibulatkan menjadi 16 responden) 143.258
5. Kelurahan Cinta Damai 18.139 x 100 = 12,66 (dibulatkan menjadi 13 responden) 143.258
6. Kelurahan Dwi Kora 20.502 x 100 = 14,31 (dibulatkan menjadi 14 responden) 143.258
7. Kelurahan Sei Kambing C-II 13.226 x 100 = 9,23 (dibulatkan menjadi 9 responden) 143.258
Dengan melihat pembagian diatas ada 3 kelurahan yang jumlah respondennya dibulatkan keatas, yaitu Kelurahan Helvetia, Kelurahan Helvetia Timur dan Kelurahan Cinta Damai.
Tabel 1.2 Pembagian Jumlah Responden Penelitian Per-Kelurahan di Kecamatan Medan Helvetia Kelurahan
Hasil Rumus
Jumlah Responden
Helvetia
10,84
11
Helvetia Timur
15,47
16
Helvetia Tengah
21,33
21
Tanjung Gusta
16,14
16
Cinta Damai
12,66
13
Dwi Kora
14,31
14
Sei Kambing C-II
9,23
9
Jumlah
100
Sumber : Dikelolah dari data ukuran sampel
F.5 Teknik Penarikan Sampling Pada penggunaan penarikan sampel, penulis menggunnakan teknik acak sederhana (Simple Random Sampling). Teknik ini dapat dilakukan karena penelitian yang dilakukan cenderung deskriptif dan bersifat umum. Sehingga perbedaan karakter yang mencolok pada elemen atau unsur populasi seperti perbedaan umur, jenis kelamin, suku, agama, tingkat pendidikan dan jumlah pendapatan ataupun perbedaan lainnya dianggap tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penelitian ini, sehingga dapat diabaikan.
F.6 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: -
Quesioner Dengan menggunakan teknik ini, penulis melalui kuesioner dengan model pertanyaan tertutup yaitu quesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden dengan mudah dapat memilih salah satu jawaban dari beberapa alternative jawaban yang telah disediakan. Format jawaban dari quesioner disusun dengan mengunakan Skala Likert, ada lima alternative jawaban yang diberikan skor, yang digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 1.3 Katagori Skor Jawaban Responden No.
Klasifikasi Jawaban
Skor
1.
Jawaban A
5
2.
Jawaban B
4
3.
Jawaban C
3
4.
Jawaban D
2
5.
Jawaban E
1
Sumber : Sugiyono (2008:108) -
Observasi Dengan menggunakan teknik ini, penulis yakin akan mendapatkan data yang diinginkan di lapangan yaitu persepsi dari masyarakat mengenai pemilihan kepada daerah secara langsung. Karena dalam penelitian ini, penulis beranggapan perlu adanya data-data dan fakta dilapangan yang dapat membantu proses penelitian ini.
-
Studi Pustaka Teknik ini akan digunakan oleh penulis untuk menganalisis dan memperkuat argumen atau membantah fakta yang ada dilapangan.
Adapun bahan yang dijadikan sebagai sumber studi pustaka dalam penelitian ini adalah buku, jurnal, artikel-artikel, dokumen-dokumen dan juga sumber lainnya, dimana bahan-bahan tersebut memiliki hubungan dalam penelitian ini.
F.7 Teknik Analisis Data Analisa data dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang diperoleh pada hasil observasi dan kuesioner untuk selanjutnya menyajikan kembali data. Data-data yang diperoleh dari kuisioner kemudian dikumpulkan dan diklasifikasikan sesuai dengan kajian permasalahan. Setelah itu dilakukan analisis data-data tersebut dengan bantuan data-data sekunder, dan diuraikan dalam bentuk diagram sehingga bisa menghasilkan uraian yang terperinci. Terakhir adalah mencoba menarik kesimpulan dari data yang ada dengan bersandarkan pada studi pustaka.
G. Sistematika Penulisan Susunan sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan Bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II
: Deksripsi Lokasi Penelitian Dan Hasil Pemilihan Gubernur Di Kecamatan Medan Helvetia tahun 2013.
Bab III :
Penyajian Dan Analisis Data Dalam bab ini akan membahas mengenai data-data yang diperoleh oleh penulis dari lapangan (baik hasil observasi maupun hasil kuesioner) ataupun data dari studi pustaka. Untuk kemudian sumber-sumber itu dianalisis agar mendapatkan gambaran yang jelas mengenai persepsi masyarakat terhadap sistem pilkada tahun 2013.
Bab IV :
Penutup Bab ini akan berisikan mengenai kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN HASIL PEMILIHAN GUBERNUR TAHUN 2013 DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA
A. Sejarah Singkat Kecamatan Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Medan Sunggal. Sesuai dengan Surat
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sumatera Utara Nomor:138/402/k/1991 tanggal 05 Pebruari 1991 dan Keputusan Walikota Medan Kepala Daerah Tingkat II Medan Nomor: 138/595/SK/1991 tanggal 20 Maret 1991 mengubah namanya menjadi perwakilan Kecamatan Medan Helvetia. Serta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 50 tahun 1991 di Devenitifkan menjadi Kecamatan Medan Helvetia yang diresmikan pada tanggal 31 Oktober 1991. Camat pertama di Kecamatan Medan Helvetia dipimpin oleh Nurhana Siagian, BA. Kecamatan Medan Helvetia merupakan salah satu dari 21 (dua puluh satu) kecamatan yang ada di Kota Medan, Sumatera Utara. Dimana Kecamatan Medan Helvetia sendiri terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan, yaitu: Kelurahan Helvetia, Kelurahan Helvetia Timur, Kelurahan Helvetia Tengah, Kelurahan Tanjung Gusta, Kelurahan Cinta Damai, Kelurahan Dwi Kora dan Kelurahan Sei Kambing C-II.
B. Lokasi Geografis Kecamatan Medan Helvetia berbatasan langsung dengan Kecamatan Medan Petisah di sebelah timur, Kecamatan Medan Sunggal di sebelah selatan dan barat, serta Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara. Kecamatan Medan Helvetia memiliki luas wilayah mencapai 11,55 km2 yang merupakan pemukiman
padat penduduk. Jarak kantor kecamatan ke kantor Walikota Medan yaitu sekitar 8 km.
B.1 Luas Wilayah Kecamatan Medan Helvetia Dari 7 (tujuh) kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Helvetia, Kelurahan Tanjung Gusta memiliki luas wilayah terluas yaitu 2,2 km2 dan Kelurahan Sei Sikambing CII memiliki luas wilayah terkecil yakni 0,98 km2. Tabel 2.1 Luas Wilayah Dirinci Per Kelurahan Di Kecamatan Medan Helvetia No.
Kelurahan
Luas (Km2)
Presentase Terhadap Luas Kecamatan
1
Helvetia
1,25
10,82
2
Helvetia Timur
1,82
15,76
3
Helvetia Tengah
1,5
12,99
4
Tanjung Gusta
2,2
19,05
5
Cinta Damai
1,8
15,58
6
Dwi Kora
2
17,32
7
Sei Kambing C-II
0,98
8,48
Total
11,55
100
Sumber : Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka 2011
C. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Helvetia 188.208 jiwa24 yang terdiri dari laki-laki 94.487 dan perempuan 93.721. Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia merupakan kelompok masyarakat heterogen baik dari suku, agama, budaya dan lainnya. Klasifikasi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per-Kelurahan di Kecamatan Medan Helvetia No
Kelurahan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1.
Helvetia
10.349
10.546
20.895
2.
Helvetia Timur
15.272
14.962
30.234
3.
Helvetia Tengah
20.420
20.596
41.016
4.
Tanjung Gusta
14.030
13.624
27.654
5.
Cinta Damai
12.098
11.962
24.060
6.
Dwi Kora
13.534
13.484
27.018
7.
Sei Kambing C-II
8.784
8.547
17.331
Jumlah Total
94.487
93.721
188.208
Sumber : Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka 2011 Tabel diatas menunjukkan jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Medan Helvetia lebih besar dari pada jumlah penduduk perempuan. Dengan jumlah penduduk laki-laki terbanyak di Kelurahan Helvetia Tengah dan penduduk laki-laki paling sedikit di Kelurahan Sei Kambil C-II. Jumlah penduduk
24
Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka, Statistik Tahun 2011 dan Kependudukan.
perempuan yang lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki terdapat di 2 (dua) kelurahan yaitu Kelurahan Helvetia dan Kelurahan Helvetia Tengah. Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Helvetia dapat dibagi menjadi 5 kelompok usia, yaitu kelompok usia 0-4 tahun, 5-14 tahun, 15-44 tahun, 45-64 tahun dan ≥65 tahun. Berikutnya lebih lengkap dapat dilihat pada tabel klasifikasi jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia sebagai berikut: Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Helvetia Kelurahan
Jumlah
Kelompok Usia 00-04
05-14
Tahun
Tahun
763
3.150
12.186
3.673
1.123
20.895
Helvetia Timur
1.499
4.926
17.417
5.260
1.132
30.234
Helvetia Tengah
1.634
6.257
23.848
7.139
2.138
41.016
Tanjung Gusta
1.184
4.797
15.864
4.918
891
27.654
876
4.009
13.901
4.387
887
24.060
1.140
4.345
15.582
4.912
1.039
27.018
668
2.725
9.828
3.289
821
17.331
7.764
30.209
108.626
33.578
8.031
188.208
Helvetia
Cinta Damai Dwi Kora Sei Kambing C-II Jumlah Total
15-44 Tahun
45-64
≥65 Tahun
Tahun
Sumber : Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka 2011 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk dengan kelompok umur 15-44 tahun merupakan jumlah terbanyak yaitu 108.626 jiwa, dimana jenis kelamin laki-laki berjumlah 54.570 jiwa dan perempuan 54.056 jiwa. Kemudian diikuti dengan kelompok umur 45-64 tahun yaitu 33.578 jiwa. Sedangkan jumlah terkecil terdapat pada kelompok umur 0-4 tahun yaitu 7.764 jiwa.
Data diatas mengambarkan bahwa mayoritas tingkat umur masyarakat Kecamatan Medan Helvetia masuk dalam katagori produktif. Ini tergambar bahwa 108.626 jiwa berumur diantara 15-44 tahun yang dapat dikatakan masih muda. Pada kelompok umur inilah masyarakat dikatakan masih dapat beraktifitas dengan lancar dan baik. Kelompok umur dengan usia ≥65 tahun juga memiliki presentase lumayan banyak yaitu 4,26%.
D. Agama Yang Dianut Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Medan Helvetia Kelurahan
Jumlah
Agama Islam
Protestan
Katolik
Hindu
Budha
Kong Hu Chu
Helvetia
12.241
7.890
717
12
35
0
20.895
Helvetia Timur
21.339
7.110
712
55
1.018
0
30.234
Helvetia Tengah
23.611
15.521
1.606
40
238
0
41.016
Tanjung Gusta
19.820
7.057
676
54
47
0
27.654
Cinta Damai
10.785
9.944
1.356
106
1.869
0
24.060
Dwi Kora
20.958
4.344
803
48
865
0
27.018
Sei Kambing C-II
14.593
1.669
369
177
523
0
17.331
123.347
53.535
6.239
492
4.595
0
188.208
Jumlah Total
Sumber : Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka 2011 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat Kecamatan Medan Helvetia beragama Islam dengan presentase 65,54% dari jumlah seluruh jumlah penduduk Kecamatan Medan Helvetia. Dimana Kelurahan Helvetia Tengah merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk beragama Islam
paling banyak dan Kelurahan Cinta Damai dengan jumlah penduduk beragama Islam paling sedikit. Agama Kristen Protestan dengan presentase 28,44% dari seluruh jumlah penduduk di Kecamatan Medan Helvetia, Agama Kristen Katolik 3,31%, Agama Budha 2,44%, Agama Hindu 0,27% dan terakhir Agama Kong Hu Chu tidak ada dianut oleh masyarakat Kecamatan Medan Helvetia. Tabel menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Medan Helvetia sangat heterogen dalam hal keyakinan Agama. Walaupun demikian, tetap Agama Islam merupakan agama mayoritas masyarakat Kecamatan Medan Helvetia.
E. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Medan Helvetia Kelurahan
Jumlah
Tingkat Pendidikan Belum/Tidak
SD/
SMP/
SMA/
Diploma/
Sekolah
Sederajat
Sederajat
Sederajat
Sederajat
Helvetia
5.041
2.247
2.406
7.903
915
2.383
20.895
Helvetia Timur
7.720
4.230
3.828
10.589
952
2.915
30.234
Helvetia Tengah
9.592
4.299
4.594
16.215
1.779
4.537
41.016
Tanjung Gusta
7.732
4.244
4.058
8.860
768
1.992
27.654
Cinta Damai
6.390
2.907
3.215
8.554
816
2.178
24.060
Dwi Kora
7.289
4.266
4.024
8.972
622
1.845
27.018
Sei Kambing C-II
4.378
2.372
2.515
6.047
524
1.495
17.331
Jumlah Total
48.142
24.565
24.640
67.140
6.376
17.345
188.208
Sumber : Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka 2011
S1/S2/S3
Tabel diatas menampilkan bahwa masyarakat Kecamatan Medan Helvetia paling banyak berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat dengan presentase 35,67% dari jumlah penduduk Kecamatan Medan Helvetia. Dimana Kelurahan Helvetia Tengah paling banyak penduduk dengan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Penduduk dengan tingkat pendidikan Sarjana Strata 1 sampai dengan Strata 3 juga memiliki presentase yang cukup banyak, yaitu sekitar 9,21%. Tetapi tingkat pendidikan penduduk yang belum atau tidak sekolah juga sangat signifikan yaitu sekitar 25,58% dari jumlah penduduk. Namun yang perlu diketahui, nilai 48.142 merupakan gabungan dari penduduk tidak sekolah dan yang belum sekolah, dengan kata lain masyarakat katagori umur 0-6 tahun.
F. Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Medan Helvetia Kelurahan
Jumlah
Mata Pencaharian PNS
TNI/Polri
Peg.Swasta/ Wiraswasta
Pedagang/ Pertanian/ Nelayan/ Buruh
Guru/ Kesehatan
Lainnya
957
163
5.825
199
284
13.467
20.895
Helvetia Timur
1.117
662
7.998
179
352
19.926
30.234
Helvetia Tengah
1.921
957
10.718
434
634
26.352
41.016
Tanjung Gusta
1.054
169
7.345
228
240
18.618
27.654
Cinta Damai
678
487
6.661
254
268
15.712
24.060
Dwi Kora
720
156
7.106
312
259
18.465
27.018
Sei Kambing C-II
461
81
4.927
197
198
11.467
17.331
6.908
2.675
50.580
1.803
2235
124.007
188.208
Helvetia
Jumlah Total
Sumber : Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka 2011
Tampak pada tabel bahwa masyarakat Kecamatan Medan Helvetia memiliki pekerjaan yang heterogen. Pada mata pencaharian lain-lainnya mencapai 124.007 jiwa, yang berarti 65,89% bisa saja memiliki pekerjaan yang tidak termasuk pada katagori diatas ataupun tidak bekerja sama sekali. Data ini juga menampilkan banyaknya masyarakat Kecamatan Medan Helvetia dengan latar belakang sebagai pekerja pegawasi swasta ataupun berwiraswasta. Yang sangat menarik pada data ini adalah latar belakang pekerjaan masyarakat Kecamatan Medan Helvetia sebagai pedagang, bertani, nelayan dan buruh hanya sekitar 0,96%. Karena daerah Kecamatan Medan Helvetia merupakan wilayah pemukiman penduduk sehingga sedikit jumlah penduduk dengan latar belakang pekerjaan sebagai nelayan dan bertani. G. Skema Pemerintahan Kecamatan Medan Helvetia Berdasarkan surat Keputusan Walikota Medan Nomor 821.2/801.K Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pejabat Struktural Dilingkungan Pemerintah Kota Medan pertanggal 21 Juni 2012 mengangkat saudara Arrahmaan Pane, S.STP, M.AP yang dahulunya memiliki jabatan sebagai Sekretaris Camat Medan Selayang menjadi Camat Medan Helvetia.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Kecamatan Medan Helvetia CAMAT MEDAN HELVETIA ARRAHMAAN PANE, S.STP, M.AP
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KASI KESSOS
KASI PMK
ABDULLAH HARJA PURBA, S.STP, M.AP
UNTUNG S MANURUNG, S.Sos
KASI TRANTIB
ERWIN
SEKRETARIS CAMAT SUSI AGUSTINA, S.Sos
KASI PEM ERWIN SALEH, S.STP
KASI SUBAG UMUM MUHAMMAD
LUDFI,ST
KASI SUBAG
KASI SUBAG
PENRAM
KEUANGAN
NORA
M.RIDHO PURBA,SE
SONDANG,
SH
LURAH
LURAH
LURAH
LURAH
LURAH
LURAH
LURAH
HELVETIA
HELVETIA TENGAH
HELVETIA TIMUR
TANJUNG GUSTA
CINTA DAMAI
DWIKORA
SEI KAMBING C-II
IRFAN JAMAL ZABUA, SE
ANDRY
RISWAN
FEBRIANSYAH,
SIHOMBING
SARIPUDDIN, S.Sos
SSTP, MAP
Sumber : Kantor Kecamatan Medan Helvetia 2013
RANTO NAINGGOLAN
IRFAN ABDILLAH, SSTP
HALOMOAN PANGARIBUAN,
SE
H. Hasil Pemilihan Gubernur Tahun 2013 Di Kecamatan Medan Helvetia Pada 7 Maret 2013, seluruh masyarakat Sumatera Utara diberikan kesempatan untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur pada suatu tahapan pemilihan langsung. Sebagai bagian dari wilayah Sumatera Utara, masyarakat Kecamatan Medan Helvetia,Kota Medan juga malaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung pada 7 Maret 2013. Dimana jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kecamatan Medan Helvetia mencapai 143.258 jiwa dengan perincian jumlah pemilih laki-laki 70.900 dan jumlah pemilih perempuan 72.358 jiwa. Tabel 2.7 Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2013 Nama Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur
Perolehan Suara
Jumlah Akhir
Kel.
Kel.
Kel.
Kel.
Kel.
Kel.
Kel.
Cinta Damai
Dwi Kora
Helvetia
Helvetia
Helvetia Timur
SSC-II
Tanjung
896
1466
995
1.969
1.902
1.183
1.521
9.932
2.844
1.582
1.604
3.946
2.011
785
2.300
15.072
220
382
256
428
353
286
430
2.355
524
475
972
1.353
585
241
811
4.961
1.200
3.563
1.811
3.713
3.506
2.269
2.953
19.015
Tengah
Gusta
H. Gus Irawan Pasaribu, SE, Ak, MM Dan Ir.H. Soekirman Drs. Effendi MS Simbolon Dan Drs. H. Jumiran Abdi Dr. H. Chairuman Harahap, SH, MH Dan H. Fadly Nurzal, S.Ag Drs. H. Amri Tambunan Dan Dr. R.E Nainggolan, MM H. Gatot Pujo Nugroho, ST Dan Ir. H. Tengku Erry Nuradi,M.Si
Jumlah Perolehan Suara Sah Sumber : PPK Kecamatan Medan Helvetia Lamp.Model DA-1-KWK.KPU
51.335
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Penyajian Data Pada bab ini penulis akan menganalisis data yang telah diproleh melalui penyebaran kuisioner kepada 100 (seratus) responden yang tersebar di 7 (tujuh) kelurahan di Kecamatan Medan Helvetia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kecamatan Medan Helvetia yang terdaftar
pada Daftar
Pemilih Tetap (DPT) pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013. Data yang dianalisis adalah identitas respoden dan persepsi responden terhadap Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara 2013.
A.1 Identitas Responden Identitas responden yang akan disajikan dalam penelitian ini adalah identitas yang dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, usia, suku, agama, tingkat pendidikan, dan pendapatan. Responden yang terdapat pada penelitian ini adalah responden dari masyarakat Kecamatan Medan Helvetia yang berjumlah 100 orang.
Tabel 3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis Kelamin
Frekuensi
1.
Laki-Laki
50
2.
Perempuan
50
Jumlah Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013
100
Penelitian ini melihat jenis kelamin responden untuk dapat melihat persepsi yang ditimbulkan responden. Berdasarkan data diatas, maka responden berdasarkan jenis kelamin terbagi sama yaitu 50 orang responden dengan jenis kelamin laki-laki dan 50 responden dengan jenis kelamin perempuan. Peneliti beranggapan bahwa masing-masing responden laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik dalam mempersepsikan sistem Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara 2013. Jumlah pembagian responden laki-laki dan perempuan dapat dikatagorikan berimbang, sehingga responden penelitian ini dapat lebih mewakili persepsi masyarakat Kecamatan Medan Helvetia secara keseluruhan.
Tabel 3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia No.
Kelompok Usia
Frekuensi
1.
17 - 29
39
2.
30 – 39
24
3.
40 – 49
17
4.
50 – 59
16
5.
> 60
4
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Dilihat dari data diatas yang paling banyak adalah responden yang tergolong pada kelompok usia produktif, yaitu antara 17 sampai dengan 29 tahun dengan jumlah sebanyak 39 orang responden, sedangkan jumlah terkecil adalah responden dengan kelompok usia diatas 60 tahun yaitu berjumlah 4 orang. Dapat diartikan umumnya responden adalah para pemilih muda pada pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara 2013.
Tabel 3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku No.
Suku
Frekuensi
1.
Batak Toba
26
2.
Jawa
21
3.
Melayu
16
4.
Aceh
11
5.
Mandailing
10
6.
Minang
9
7.
Karo
7
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Dalam penelitian ini juga dilihat latar belakang suku responden, ternyata responden terdiri dari beberapa suku yang berbeda. Responden paling banyak berasal dari suku Batak Toba yaitu 26 orang, suku Jawa 21 orang, Melayu 16 orang, suku Aceh 11 orang, suku Mandailing 10 orang, selanjutnya suku Minang 9 orang dan suku Karo 7 orang. Kecamatan Medan Helvetia merupakan kecamatan dengan pemukiman padat penduduk, sehingga perpindahan penduduk dari Toba kedaerah ini sudah terjadi begitu lama yang dahulu dihuni oleh masyarakat suku Melayu. Tabel 3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama No.
Agama
Frekuensi
1.
Islam
66
2.
Protestan
29
3.
Katolik
5
4.
Hindu
-
5.
Budha
-
6.
Kong Hu Chu
-
Jumlah Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013
100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas agama yang dianut oleh responden adalah Agama Islam yaitu 66 orang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Medan Helvetia mayoritas beragama Islam. Walaupun mayoritas beragama Islam, masyarakat Kecamatan Medan Helvetia yang beragama Islam dapat dikatakan penganut pluralisme terhadap kehidupan agama yang lainnya.
Tabel 3.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
1.
SD
16
2.
SMP
15
3.
SMA
42
4.
Diploma
8
5.
S1
18
6.
S2
1
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Dalam penelitian ini penulis merasa perlu untuk melihat latar belakang pendidikan responden yang dijadikan sebagai sampel. Dari data diatas dapat dilihat bahwa responden dengan pendidikan Sekolah Menengah Atas atau setara berjumlah paling banyak yaitu 42 orang responden, selanjutnya Starata 1 sebanyak 18 orang, SD 16 orang, SMP 15 orang, Diploma 8 orang dan S2 1 orang. Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia sangat terbuka dengan perubahan dan kemajuan zaman, sehingga mayoritas masyarakat Kecamatan Medan Helvetia memandang penting untuk menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang pendidikan tinggi.
Tabel 3.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan No.
Pekerjaan
Frekuensi
1.
Wiraswasta
29
2.
Karyawan
22
3.
PNS
19
4.
Mahasiswa
17
5.
Lain-lain
13
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Dalam penelitian ini perlu juga dilihat identitas responden, ternyata pekerjaan responden terdiri dari beberapa latar belakang pekerjaan yang berbeda. Ada yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 29 orang, dimana mereka membuka usaha sendiri baik dalam bentuk berdagang dan lainnya. Responden yang bekerja sebagai karyawan swasta berjumlah 22 orang, Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 19 orang, Mahasiswa 17 orang dan lain-lain sebanyak 13 orang.
Tabel 3.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan No.
Pendapatan
Frekuensi
1.
< 1.000.000
27
2.
1.000.000-2.000.000
24
3.
2.000.000-3.000.000
31
4.
>3.000.000
18
Jumlah Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013
100
Dari tabel diatas diketahi bahwa responden memiliki pendapatan rata-rata Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 sebanyak 31 orang. Hal ini dikarenakan banyaknya responden yang berlatar belakang pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil dan juga sebagai wiraswasta. Pendapatan Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 sebanyak 24 responden ini juga didominasi oleh karyawan-karyawan perusahaan swasta. Pendapatan dibawah Rp.1.000.000 sebanyak 27 orang yang memiliki latar belakang profesi sebagai mahasiswa dan ibu rumah tangga. Pendapatan diatas >Rp.3.000.000 sebanyak 18 orang umumnya adalah karyawan BUMN dan juga wiraswasta yang berjualan barang dan jasa.
B. Persepsi Masyarakat Terhadap Pilkada Sumatera Utara 2013 Pada bagian ini akan disajikan hasil kuisioner dari 100 orang responden yang tersebar di 7 (tujuh) kelurahan di Kecamatan Medan Helvetia pada bagian pengetahuan responden terhadap pilkada Sumatera Utara 2013. Lalu berikutnya disajikan perasaan masyarakat atau juga harapan masyarakat terhadap pilkada Sumatera Utara 2013. Untuk kemudian dilihat sikap atau persepsi masyarakat terhadap sistem pemilihan kepala daerah Gubernur 2013. Pentingnya melihat pengetahuan responden terhadap beberapa poin pada pilkada merupakan sebuah indikator bahwa responden mengikuti dan paham akan permasalahan yang terjadi pada proses pilkada. Seperti poin nama jabatan kepala daerah untuk provinsi, jumlah kontestan pilkada Sumatera Utara 2013, partai politik pengusung pasangan calon kepala daerah Sumatera Utara 2013 dan juga siapa pemenang pilkada Sumatera Utara 2013. Ini merupakan pendeskripsian beberapa hal yang merupakan wujud pengetahuan singkat responden mengenai pilkada Sumatera Utara 2013 yang telah berlalu.
B.1 Pengetahuan Masyarakat Terhadap Pilkada Sumatera Utara 2013 Tabel 3.8 Mengikuti Proses Pilkada Sumatera Utara 2013 No.
Jawaban Responden
Frekuensi
1.
Mengikuti
76
2.
Tidak
24
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Pada pertanyaan V.7 mengenai apakah responden mengikuti tahapan atau proses pilkada Sumatera Utara 2013 yang lalu, dapat dilihat pada tabel bahwa 76 responden merasa mengikuti tahapan pilkada Sumatera Utara 2013 yang panjang. Lalu kemudian 24 responden menyatakan tidak mengikuti setiap tahapan yang ada pada pilkada Sumatera Utara 2013.
Tabel 3.9 Nama Jabatan Untuk Kepala Daerah Tingkat Provinsi No.
Jawaban Responden
Frekuensi
1.
Gubernur
92
2.
Walikota
-
3.
Bupati
3
4.
Tidak Tahu
2
5.
Tidak Menjawab
3
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Pertanyaan V.8 mengenai nama jabatan untuk kepala daerah pada tingkat provinsi. Seperti tertulis di Pasal 24 Ayat 2 pada UU No.32 tahun 2004 bahwa
kepala daerah untuk provinsi disebut sebagai Gubernur.25 Sehingga 92 responden menjawab dengan benar, lalu 2 responden menjawab tidak tahu dan 3 responden memilih tidak menjawab. Tetapi 3 responden menjawab bupati, yang merupakan jabatan untuk tingkat kabupaten.
Tabel 3.10 Jumlah Kontestan Pada Pilkada Sumatera Utara 2013 No.
Jawaban Responden
Frekuensi
1.
5
86
2.
4
-
3.
3
-
4.
2
1
5.
1
-
6.
Tidak tahu
13
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Jumlah kontestan pilkada Sumatera Utara 2013 berdasarkan Surat Keputusan KPU Provinsi Sumatera Utara Nomor 13/Kpts/KPU-Prov-002/2012 dan yang memenuhi syarat adalah 5 (lima) pasangan calon. Sehingga pada pertanyaan V.8 dapat dilihat bahwa 86 responden menjawab, akan tetapi 13 responden tidak tahu mengenai berapa jumlah kontestan pilkada Sumatera Utara 2013. Berikutnya ada 1 responden yang memberikan jawaban dalam katagori salah. Berdasarkan tabel 3.10 tampak bahwa mayoritas responden mengetahui dengan pasti jumlah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada pilkada
25
UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Sumatera Utara tahun 2013. Responden mengetahui dengan baik jumlah peserta pilkada Sumatera Utara 2013.
Tabel 3.11 Calon Gubernur Sumatera Utara 2013 Dari Partai Politik No.
Jawaban Responden
Frekuensi
1.
5
86
2.
4
-
3.
3
-
4.
2
1
5.
1
-
6.
Tidak tahu
13
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Berdasarkan amanat Undang-Undang No.12 Tahun 2008 Pasal 56 Ayat 2 bahwa pasangan calon kepala daerah diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan. Kemudian pasal 59 ayat 2 dijelaskan bahwa calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik ataupun gabungan partai politik harus memenuhi persyaratan 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.26 Sehingga calon gubernur Sumatera Utara tahun 2013 yang maju dari partai politik ataupun gabungan partai politik berjumah 5 pasangan calon.
26
UU No.12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah
Melihat tabel 3.11 tampak 86 responden menjawab dengan benar dan 13 responden menjawab tidak tahu. Tetapi ada 1 responden yang menjawab dalam katagori salah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden masih mengetahui jumlah pasangan calon yang diusung melalui partai politik ataupun gabungan partai politik.
Tabel 3.12 Calon Gubernur Sumatera Utara 2013 Dari Perseorangan (Independen) No.
Jawaban Responden
Frekuensi
1.
4
-
2.
3
-
3.
2
-
4.
1
6
5.
Tidak ada
54
6.
Tidak tahu
40
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Setelah direvisinya UU No.32 Tahun 2004 menjadi UU No.12 Tahun 2008, calon perseorangan atau independen dapat maju pada pilkada. Seperti juga di daerah lain, pada pilkada Sumatera Utara tahun 2013 dibuka juga pendaftaran untuk calon pasangan gubernur-wakil gubernur dari jalur non-partai atau independen. Pesyaratan yang ada pada UU No.12 Tahun 2008 Pasal 59 ayat 2A mengatur syarat untuk calon independen. Pada pilkada Sumatera Utara tahun 2013 tidak ada satupun calon gubernur-wakil gubernur yang maju dari jalur independen, hal ini dikarenakan syarat pendaftaran yang tergolong sangat berat dan ketidaktahuan bakal calon
dalam memenuhi persyaratan yang ada. Pada tabel 3.12 responden yang memilih jawaban tidak ada sebanyak 54 orang dan memilih tidak tahu sebanyak 40 orang. kemudian 6 responden memilih jawaban yang salah dengan memilih 1 calon maju dari jalur perseorangan. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan responden mengenai apa itu jalur independen. Dapat kita katakan bahwa jalur perseorangan atau independen tidak dikenal dengan baik oleh masyarakat Kecamatan Medan Helvetia.
Tabel 3.13 Pasangan Pemenang Pilkada Sumatera Utara 2013 No.
Jawaban Responden
Frekuensi
1.
Gus Irawan-Soekirman
1
2.
Effendi S-Jumiran Abdi
-
3.
Chairuman Hrp-Fadly Nurzal
-
4.
Amri Tambunan-R.E.Nainggolan
-
5.
Gatot Pujo Nugroho-T.Erry Nuradi
95
6.
Tidak Tahu
4
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Berdasarkan hasil rekapitulasi pada tingkat provinsi, KPUD Provinsi Sumatera Utara menyatakan pasangan Gatot Pujo Nugroho-T.Erry Nuradi menjadi pemenang pilkada Sumatera Utara 201327 dengan meraih 33% dari seluruh suara sah yang ada. Seperti halnya hasil di tingkat provinsi, di Kecamatan Medan Helvetia pasangan Gatot Pujo Nugroho-T.Erry Nuradi juga meraih kemanangan dengan 37,04% dari jumlah suara sah yang ada. Sehingga jawaban
27
Keputusan KPU Provinsi Sumatera Utara No.20/Kpts/KPU-Pro-002/2013
yang benar pada pertanyaan V.11 adalah pasangan Gatot Pujo Nugroho-T,Erry Nuradi. Jawaban yang benar dengan memilih Gatot Pujo Nugroho dan T.Erry Nuradi mencapai 95 responden dan 4 responden manjawab tidak tahu. Akan tetapi ada 1 responden yang menjawab pada katagori yang salah. Sehingga mayoritas responden mengetahui siapa pemenang pilkada Sumatera Utara 2013.
Tabel 3.14 Diusung Oleh Partai Politik Apa Pemenang Pilkada Sumatera Utara 2013 No.
Jawaban Responden
Frekuensi
1.
Partai Golkar dan PPP
-
2.
PDIP dan koalisi
1
3.
PKS dan koalisi
71
4.
Partai Gerindra dan koalisi
-
5.
Partai Demokrat
1
6.
Tidak Tahu
27
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Kemenangan yang diraih oleh pasangan Gatot Pujo Nugroho dan T.Erry Nuradi pada pilkada Sumatera Utara 2013 tidak terlepas dari gabungan partai politik yang mengusung pasangan calon ini. Pasangan calon ini maju dari jalur partai politik dengan diusung oleh koalisi partai politik seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nahura, Partai Persatuan Daerah, Partai Patriot dan PKNU. Sehingga jawaban yang benar pada pertanyaan V.12 adalah PKS dan koalisi.
Jawaban yang benar mencapai 71 responden dan 27 responden menjawab tidak tahu. Kemudian ada 2 responden menjawab pada katagori yang salah, dengan rincian 1 responden menjawab PDIP dan koalisi serta 1 responden menjawab Partai Demokrat. Ini dikarenakan responden lebih mengenal sosok Gatot Pujo Nugroho sebagai Plt.Gubernur Sumatera Utara dan T.Erry Nuradi sebagai Bupati Serdang Bedagai daripada koalisi partai politik pendukung pasangan ini. Sehingga hanya 71 responden yang menjawab dengan benar, padahal 76 responden menyatakan mengikuti tahapan pilkada yang ada. Gambar 3.1 Perbandingan Jumlah Responden Yang Mengikuti Tahapan Pilkada Sumatera Utara 2013 Dengan Jawaban Yang Benar Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Pilkada Sumatera Utara 2013 92 76
95 86 76
86 76
76
76
76 71
V.11
V.12
54
V.5
V.8
V.9 Mengikuti Pilkada
V.10
Jawaban yang benar
Sumber : Dikelolah oleh penulis Dari pertanyaan yang disajikan untuk dijawab oleh responden, 76 responden menyatakan mengikuti tahapan pilkada Sumatera Utara tahun 2013 yang lalu. Namun ada 2 pertanyaan yang tidak berbanding dengan pernyataan
responden yang mengikuti tahapan pilkada. Yaitu mengenai perseorangan atau calon independen serta partai pengusung pemenang pilkada sumatera utara 2013. Dari 76 responden yang menyatakan mengiukuti tahapan pilkada Sumatera Utara 2013, hanya 54 yang menjawab benar pada pertanyaan mengenai independen. Hal ini dapat dikatagorikan lumrah, karena begitu asingnya istilah perseorangan ataupun independen pada masyarakat Kecamatan Medan Helvetia. Serta tidak adanya calon gubernur dari jalur independen juga menjadi alasan ketidak tahuan masyarakat terhadap istilah independen. Pada pertanyaann V.12 juga hanya 71 responden yang menjawab dengan benar dari 76 yang menyatakan mengikuti tahapan pilkada Sumatera Utara tahun 2013. Hal ini juga dapat dikatagorikan lumrah, karena responden lebih mengenal tokoh pemenang pilkada Sumatera Utara daripada partai politik pengusungnya.
B.2 Perasaan Masyarakat Terhadap Pilkada Sumatera Utara 2013 Tabel 3.15 Pendapat Responden Mengenai Defenisi Demokrasi No.
Pendapat Responden
Frekuensi
1.
Berpartisipasi dalam pemilu
3
2.
Dari, oleh dan untuk rakyat
43
3.
Kebebasan berekspresi
30
4.
Hak Asasi Manusia
9
5.
Pancasila
4
6.
Bekerja sama (Gotong Royong)
1
7.
Tidak Tahu
5
8.
Lainnya
5
Jumlah Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013
100
Pada pertanyaan V.4 mengenai pendapat responden tentang apa defenisi demokrasi. Tabel diatas menunjukkan bahwa 43 responden mengangap bahwa defenisi demokrasi adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa responden mengangap bahwa demokrasi merupakan hak yang dimiliki oleh rakyat seutuhnya dan kekuasaan sesunguhnya ada pada rakyat. Defenisi demokrasi tidak hanya berpartisipasi dalam pemilu (3 responden) tetapi juga ada nilai legitimasi kekuasaan ditangan rakyat. Selanjutnya 30 responden mengangap bahwa defenisi demokrasi adalah kebebasan berekspresi, 9 responden mendefenisikan demokrasi sebagai Hak Asasi Manusia (HAM). Kemudian 4 responden memilih defenisi demokrasi adalah Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Satu respoden mengangap bahwa demokrasi adalah bekerja sama (gotong royong), namun ada juga 5 responden yang tidak tahu dan memiliki defenisi sendiri terhadap apa itu demokrasi.
Tabel 3.16 Penting Atau Tidak Jabatan Gubernur Terhadap Kesejahteraan No.
Pendapat Responden
Frekuensi
1.
Penting
85
2.
Tidak Penting
15
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Pada tabel 3.16 ditampilkan bahwa 85 responden mengangap bahwa jabatan Gubernur sangatlah penting untuk tingkat kesejahteraannya. Selanjutnya 15 responden menjawab sebaliknya yaitu mengangap bahwa jabatan gubernur tidaklah penting untuk kesejahteraan dirinya.
Tabel 3.17 Figur Gubernur Sumatera Utara Yang Ideal No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pendapat Responden Anti korupsi Disiplin Mengerti Keinginan Masyarakat Tegas Menyerap langsung aspirasi masyarakat Lainnya Jumlah
Frekuensi 28 19 17 16 14 6 100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Tabel 3.17 mengambarkan bahwa figur Gubernur Sumatera Utara yang ideal, 28 responden berpendapat bahwa Gubernur Sumatera Utara haruslah anti terhadap korupsi. Kemudian 19 responden menginginkan gubernur yang disiplin, 17 responden menginginkan gubernur yang mengerti keinginan rakyat. Ada juga 16 responden yang menginginkan sosok gubernur yang tegas dan 14 responden menginginkan gubernur yang mau menyerap langsung aspirasi masyarakat. Serta 6 responden memiliki jawaban lain terhadap figur gubernur yang mereka inginkan. Tabel 3.18 Latar Belakang Profesi Calon Gubernur Yang Ideal No.
Pendapat Responden
Frekuensi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
TNI / Polri Akademisi Bupati / Walikota Birokrat / PNS Politisi Partai Pengusaha Anggota DPR Petani / Nelayan Tokoh LSM Ulama Lainnya Jumlah
21 18 17 10 10 8 4 3 2 1 6 100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Sosok seorang gubernur yang diiinginkan oleh responden tergambar pada latar belakang profesi yang ideal untuk menjadi seorang gubernur. Bagaimana 21
responden menginginkan figur gubernur yang berprofesi sebagai TNI/Polri. Akademisi atau pengajar dipilih oleh 18 responden, kemudian 17 responden memilih bupati/walikota. Birokrat/PNS dan politisi partai masing-masing dipilih oleh 10 responden. Untuk kemudian ada 8 responden memilih profesi pengusaha, 4 responden mengangap bahwa anggota DPR sangat cocok menjadi gubernur. Ada juga 3 responden menginginkan gubernur dari kelas pekerja seperti petani/nelayan. Tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat dipilih oleh 2 responden dan juga 1 responden memilih ulama. Tetapi ada 6 responden yang memilih figur yang lainnya.
Tabel 3.19 Persepsi Terhadap Kepemimpinan Ideal Gubernur Sumatera Utara Tidak Menjawab
No.
Pernyataan
Penting
Cukup Penting
Tidak Penting
1.
Kemampuan Ekonomi (kekayaan calon gubernur )
41%
33%
19%
85%
12%
-
3%
2.
Berkualitas (berpengetahuan, pendidikan baik, kapabel, perencana program kerja,
7%
pengalaman, tahu masalah ) 3.
Kompeten (ambisi, mandiri,imajinatif, kapabel, rasional)
82%
13%
-
5%
4.
Integritas (tanggung jawab, jujur, tidak KKN, kredibel, bisa dipercaya)
85%
14%
1%
-
5.
Daya tarik fisik (gagah, rupawan, cantik)
10%
22%
62%
6%
6.
Kesamaan Parpol
10%
16%
66%
8%
7.
Kesamaan Organisasi
11%
14%
66%
9%
8.
Kesamaan Agama
25%
16%
52%
7%
9.
Kesamaan Suku
9%
18%
67%
6%
23%
21%
50%
6%
10. Menjadi ikon / trendsetter dimasyarakat Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013
Data diatas mengambarkan bahwa mayoritas responden menginginkan sosok gubernur sumatera utara yang berkualistas, berkompeten dan berintegritas. Bagaimana responden memiliki pemahaman bahwa sosok gubernur yang memimpin mereka haruslah memiliki kualistas (berpengetahuan, pendidikan baik, kapabel, perencana program kerja, pengalaman, tahu masalah) dimana 85% mengangap hal ini penting dimiliki oleh seorang gubernur dan 12 responden mengangap ini cukup penting. Seorang gubernur sumatera utara juga haruslah berkompeten (ambisi, mandiri, imajinatif, kapabel dan rasional) terhadap tanggung jawab yang akan dia laksanakan. Hal ini dirasa penting oleh 82% responden dan 13% responden mengangap ini cukup penting. Integritas (tanggung jawab, jujur, tidak KKN, kredibel, bisa dipercaya) menjadi hal yang sangat penting berikutnya, dimana 99% responden mengangap hal ini wajib dimiliki oleh seorang gubernur, dengan pembagian 85% mengangap hal ini penting dan 14% mengangap cukup penting. Hal yang penting berikutnya dimiliki oleh seorang gubernur adalah kemampuan ekonomi. Dimana 41% responden mengangap hal ini penting dan 33% merasa ini cukup penting. Seorang gubernur haruslah memiliki kemampuan ekonomi yang baik agar tidak memiliki niatan memperkaya diri sendiri dengan cara tidak halal.
Tokoh atau yang dianggap ikon bagi masyarakat juga harus dimiliki oleh seorang gubernur. Ini dilihat dari 44% responden mengangap hal ini penting. Walaupun dianggap sebagai pemilih yang modern, ternyata 25% menginginkan seorang gubernur haruslah memiliki keyakinan atau agama yang sama dengan dirinya. Dan juga 16% responden mengangap kesamaan agama cukup penting. Tabel 3.20 Antusiasme Responden Pada Hari Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 No.
Pendapat Responden
Frekuensi
1.
Ya
44
2.
Tidak
51
3.
Tidak Tahu
5
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Tabel 3.20 mengambarkan bagaimana tingkat antusiasme responden pada hari pemilihan gubernur Sumatera Utara 2013. Dimana tampak terlihat bahwa hanya 44 responden yang merasa antusias pada hari pemilihan. Lebih dari setengah sampel yaitu 51 responden menyatakan tidak antusias pada hari pemungutan suara. Untuk kemudian 5 responden menyatakan tidak tahu apakah mereka antusias atau tidak. Tabel 3.21 Kepuasan Terhadap Pemberian Hak Suara Pada Pilkada Sumatera Utara 2013 No.
Pendapat Responden
Frekuensi
1.
Sangat Puas
7
2.
Puas
47
3.
Tidak Puas
25
4.
Sangat Tidak Puas
8
5.
Tidak Tahu
13
Jumlah Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013
100
Tabel 3.21 memberikan gambaran kepada kita, walaupun mayoritas responden tidak antusias pada hari pemilihan, akan tetapi 54 responden menyatakan puas terhadap pemberian hak secara langsung memilih gubernurnya. Dengan rincian, 7 responden sangat puas dan 47 responden menyatakan puas. Tetapi, 38 responden masuk dalam katagori tidak puas, dengan rincian: 25 responden tidak puas dan 8 responden sangat tidak puas terhadap pemberian hak memilih gubernur secara langsung. Selanjutnya 13 responden memilih tidak tahu apakah mereka puas terhadap pemberian hak memilih langsung gubernurnya. Tabel 3.22 Pendapat Mengenai Praktek Money Politic Pada Pilkada Gubernur No.
Pendapat Responden
Frekuensi
1.
Sangat Setuju
2
2.
Setuju
4
3.
Tidak Setuju
43
4.
Sangat Tidak Setuju
46
5.
Tidak Tahu
5
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Banyaknya responden yang tidak antusias pada hari pemilihan dan ketidakpuasan terhadap hak memilih langsung. Akan tetapi, mayoritas responden tidak sepakat dengan praktek pemberian uang (money politic) pada pemilihan kepala daerah secara langsung. Tabel 3.22 mengambarkan 89 responden memilih tidak setuju dengan praktek pemberian uang ini, dengan rincian 43 responden tidak setuju dan 46 responden sangat tidak setuju. Enam responden memilih setuju terhadap pemberian uang di hari pemilihan dan 5 responden tidak tahu.
Tabel 3.23 Pengaruh Money Politic Terhadap Pilihan Responden No.
Pendapat Responden
Frekuensi
1.
Ya
11
2.
Tidak
72
3.
Tidak Tahu
17
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Dari 89 responden yang tidak sepakat terhadap money politic, ternyata hanya 72 responden yang menyatakan tidak akan terpengaruh pada money politic dalam menentukan pilihan kepala daerahnya. Dan yang akan terpengaruh pada pilihannya meningkat menjadi 11 responden dari 6 responden yang sepakat dengan praktek money politic dan selanjutnya 17 responden menyatakan tidak tahu apakah akan terpengaruh atau tidak.
B.3 Sikap Masyarakat Terhadap Pilkada Langsung Tabel 3.24 Pilkada Langsung Menghasilkan Gubernur Yang Diinginkan No.
Pendapat Responden
Frekuensi
1.
Ya
30
2.
Tidak
47
3.
Tidak Tahu
23
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Sikap responden terhadap pilkada langsung, ternyata tidak yakin pada pilkada langsung dapat menghasilkan gubernur seperti yang mereka inginkan.
Dimana 47 responden tidak yakin bahwa pilkada langsung dapat menghasilkan gubernur yang mereka inginkan. Kemudian 30 responden masih memiliki keyakinan bahwa pilkada langsung adalah sarana untuk menghasilkan gubernur yang mereka inginkan. Akan tetapi 23 responden menyatakan tidak tahu, apakah pilkada langsung bisa menghasilkan gubernur yang mereka inginkan.
Tabel 3.25 Pilkada Langsung Gubernur Dikembalikan Kepada DPRD Provinsi No.
Pendapat Responden
Frekuensi
1.
Ya
18
2.
Tidak
60
3.
Tidak Tahu
22
Jumlah
100
Sumber : Kuisioner Bulan Juli 2013 Banyaknya responden yang tidak yakin bahwa pilkada secara langsung dapat menghasilkan gubernur yang mereka inginkan, aakan tetapi mayoritas responden tidak sepakat jika pilkada tingkat gubernur dikembalikan kepada DPRD Provinsi. Hal ini dapat dilihat bahwa 60 responden menyatakan tidak sepakat bila gubernur dipilih kembali oleh DPRD dan 22 responden tidak tahu. Akan tetapi ada 18 responden yang menyatakan sepakat terhadap pilkada gubernur dikembalikan kepada DPRD Provinsi saja.
C. Analisis Data Pada tahapan analisis data akan dilakukan analisis terhadap jawaban 100 responden secara kuantitatif melalui pemberian skor dengan mengunakan skala Likert untuk mengetahui persepsi responden. Skala Likert dapat digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap sebuah fenomena sosial. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti akan mengunakan Skala Likert untuk menilai persepsi masyarakat terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013. Pemberian skor akan dilakukan dari persepsi yang positif, persepsi netral menuju persepsi yang negatif, yakni: 1. Pilihan a diberikan skor 5 2. Pilihan b diberikan skor 4 3. Pilihan c diberikan skor 3 4. Pilihan d diberikan skor 2 5. Pilihan e diberikan skor 1 Untuk mendapatkan hasil persepsi masyarakat terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013 dilakukan pemberian skor yang nantinya dari jawaban yang akan dianalisis akan diklasifikasikan apakah responden menghasilkan persepsi yang positif, persepsi netral, ataupun persepsi negatif terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013. Dalam menggunakan skala Likert, selain proses pemberian skor, penentuan interval kelas juga harus dilakukan seperti terlihat dalam uraian berikut: = Dimana :
i
= interval kelas
H
= nilai tertinggi
L
= nilai terendah
K
= banyak kelas
H−L K
Maka : =
H−L K
=
45 − 9 3
= 12 (interval yang digunakan adalah 12) Sehingga dapat ditentukan katagori persepsi masyarakat terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013 adalah positif, netral, atau negatif dengan batasan nilai yang diperoleh sebagai berikut: 45 sampai dengan 33
= Positif
32 sampai dengan 21
= Netral
20 sampai dengan 9
= Negatif
Dari
data
yang
diperoleh
pada
100
responden,
peneliti
akan
menguraikannya satu persatu jumlah skor yang telah ditotalkan sebelumnya secara manual agar memudahkan dalam pembahasan nantinya. Nantinya jawaban penelitian ini akan mengambarkan persepsi yang ditimbulkan oleh masyarakat setelah mengamati proses pemilihan kepala daerah tahun 2013. Karena persepsi sendiri berarti proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan maupun pendengaran. Tabel 3.26 Klasifikasi Jawaban Menurut Responden Nomor
Jumlah
Nomor
Jumlah
Nomor
Jumlah
Responden
Skor
Responden
Skor
Responden
Skor
1
37
35
36
69
32
2
37
36
41
70
35
3
35
37
42
71
37
4
38
38
29
72
39
5
40
39
26
73
21
6
39
40
35
74
32
7
40
41
38
75
32
8
42
42
35
76
31
9
45
43
35
77
36
10
42
44
39
78
44
11
42
45
39
79
45
12
17
46
38
80
42
13
21
47
38
81
37
14
25
48
40
82
33
15
27
49
34
83
35
16
38
50
24
84
36
17
37
51
40
85
37
18
24
52
41
86
34
19
29
53
32
87
41
20
40
54
39
88
40
21
39
55
39
89
35
22
41
56
39
90
36
23
37
57
36
91
41
24
37
58
36
92
32
25
31
59
26
93
30
26
41
60
29
94
26
27
23
61
36
95
28
28
38
62
32
96
34
29
40
63
39
97
34
30
35
64
32
98
30
31
37
65
42
99
30
32
36
66
32
100
30
33
45
67
36
34
35
68
36
Tabel diatas merupakan gambaran jumlah skor tiap responden. Skor diperoleh dari jawaban responden atas pertayaan-pertanyaan kuisioner yang diberikan. Dimana tiap jawaban telah terlebih dahulu diberikan nilai atau skor yaitu pilihan jawaban a adalah 5, b adalah 4, c adalah 3, d adalah 2 dan jawaban e adalah 1. Tabel 3.27 Pengelompokkan Skor Berdasarkan Jumlah Skor No.
Pengelompokkan
Skor
Jumlah Skor
1
45
45, 45, 45
3
2
44
44
1
3
43
-
-
4
42
42, 42, 42, 42, 42, 42
6
5
41
41, 41, 41, 41, 41, 41
6
6
40
40, 40, 40, 40, 40, 40, 40
7
7
39
39, 39, 39, 39, 39, 39, 39, 39, 39
9
8
38
38, 38, 38, 38, 38, 38
6
9
37
37, 37, 37, 37, 37, 37, 37, 37, 37
9
10
36
36, 36, 36, 36, 36, 36, 36, 36, 36, 36
10
11
35
35, 35, 35, 35, 35, 35, 35, 35, 35
9
12
34
34, 34, 34, 34
4
13
33
33
1
14
32
32, 32, 32, 32, 32, 32, 32, 32
8
15
31
31, 31
2
16
30
30, 30, 30, 30
4
17
29
29, 29, 29
3
18
28
28
1
19
27
27
1
20
26
26, 26, 26
3
21
25
25
1
22
24
24, 24
2
23
23
23
1
24
22
-
-
25
21
21, 21
2
26
20
-
-
27
19
-
-
28
18
-
-
29
17
17
1
30
16
-
-
31
15
-
-
32
14
-
-
33
13
-
-
34
12
-
-
35
11
-
-
36
10
-
-
37
9
-
-
Jumlah
100
Tabel diatas meruapakan gambaran terhadap pengelompokkan skor berdasarkan jumlah skor yang diperoleh dari jawaban masing-masing responden. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penelitian dalam melihat persepsi responden terhadap sistem pimilihan kepala daerah tahun 2013. Data tabel 3.27 kemudian dibuat dalam bentuk interval skor yang diperlukan untuk mengetahui bentuk persepsi dari responden dan jumlah responden yang memiliki persepsi pada katagori persepsi. Dimana, tingkat persepsinya ada tiga yaitu persepsi positif, netral dan juga negatif. Tingkat persepsi ini kemudian peneliti gambarkan sebagai persepsi masyarakat Kecamatan Medan Helvetia terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013, persepsi yang positif berarti masyarakat meyakini bahwa sistem pemilihan kepala daerah langsung mampu menghasilkan gubernur yang
diinginkan oleh masyarakat. Persepsi netral dapat diartikan bahwa sistem pemilihan kepala daerah langsung diyakini masih diperlukan namun belum berhasil menghasilkan gubernur yang diinginkan oleh rakyat. Sedangkan negatif dapat berarti bahwa sistem pemilihan kepala daerah langsung belum berhasil dan tidak mampu menghasilkan gubernur yang diinginkan oleh masyarakat.
Gambar 3.2 Tingkat Interval Skor Terhadap Persepsi Responden 45
33 32
Positif
21 20
Netral
9
Negatif
Ilustrasi gambar diatas memberikan pemahaman bahwa persepsi berada pada interval yang telah peneliti susun. Sehingga dari gambar diatas, dapat disederhanakan menjadi tabel dibawah ini: Tabel 3.28 Persepsi Responden Terhadap Sistem Pemilihan Kepala Daerah 2013 Interval Skor
Skor
Persepsi Responden
%
45-33
71
Positif
71%
32-21
28
Netral
28%
20-9
1
Negatif
1%
Jumlah
100
100%
Dari tabel 3.28 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki rentang skor antara 45-33 adalah responden yang memiliki persepsi positif terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013. Sehingga berdasarkan tabel diatas dapat
dikatakan bahwa 71 responden (71%) memiliki persepsi yang positif terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013. Responden yang memiliki persepsi positif terhadap sistem pemilihan kepala daerah secara langsung memandang bahwa sistem ini dapat mengasilkan pemimpin yang mereka ingini. Pemimpin yang berkualitas, berkompeten dan berintegritas. Umumnya responden menginginkan sistem ini menghasilkan pemimpin yang anti terhadap korupsi dan tahu masalah yang akan dihadapi oleh pemimpin di daerah tersebut. Sedangkan 28 responden (28%) lainya, memiliki persepsi netral terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013, dengan rentang skor antara 32-21. Responden menilai sistem pemilihan secara langsung masih diperlukan tetapi dianggap tidak akan berhasil menghasilkan pemimpin yang seperti mereka inginkan. Selanjutnya, 1 responden (1%) dengan rentang skor antara 20-9 menunjukkan bahwa responden ini memiliki ketidakpuasan terhadap sistem pemilihan kepala daerah secara langsung. Pilkada langsung dianggap belum berhasil dan tidak dapat menghasilkan gubernur yang seperti rakyat inginkan.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil analisa data, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat Kecamatan Medan Helvetia terhadap sistem pemilihan kepala daerah tahun 2013 dapat dikatakan sebagai berikut: 1. Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia menginginkan figur gubernur Sumatera Utara yang berintegritas, berkualitas dan berkompeten. Yang dimaksud dengan berintegritas adalah bertangung jawab, jujur, tidak melakukan praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) serta berkredibel dan bisa dipercaya. Figur gubernur yang berkualitas yaitu berpengetahuan, memiliki tingkat pendidikan yang baik, memiliki perencanaan
program
kerja,
berpengalaman
serta
mengetahui
permasalahan yang ada di Sumatera Utara. Selanjutnya, figur gubernur haruslah berkompeten yaitu memiliki ambisi untuk membangun, mandiri, imajinatif serta rasional dalam menentukan program-program kerja. 2. Masyarkat Kecamatan Medan Helvetia saat ini tidak percaya bahwa pilkada langsung dapat menghasilkan figur gubernur seperti yang mereka inginkan (berintegritas, berkualitas dan berkompeten). Namun, bukan berarti masyarakat Kecamatan Medan Helvetia sepakat bila pilkada untuk memilih
gubernur
dikembalikan
kewenangannya
kepada
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi. 3. Berdasarkan hasil analisis data yang dihitung secara skala Likert, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki persepsi positif terhadap pilkada gubernur tahun 2013 adalah 71 responden atau 71%. Sedangkan responden yang memiliki persepsi netral terhadap pilkada gubernur tahun 2013 berjumlah 28 responden atau 28% dan 1 responden atau 1%
memiliki persepsi negatif terhadap pilkada gubernur tahun 2013. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden mempersepsikan pilkada gubernur 2013 secara positif. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran penulis adalah sebagai berikut: 1. Disarankan kepada Partai Politik sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengisi jabatan politik seperti gubernur untuk menyaring tokoh ataupun kader seperti yang diinginkan oleh masyarakat. Yaitu figur gubernur yang berintegritas, berkualitas dan berkompeten. Sehingga masyarakat dapat memilih pemimpin yang baik diantara calon terbaik. 2. Disarankan kepada pemerintah untuk tidak mengubah mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat di tingkat gubernur kepada DPRD Provinsi. Walaupun dengan dalil menghemat biaya dan meminimalisir konflik yang terjadi pasca pilkada. Kualitas dari pilkada yang seharusnya ditingkatkan, bukan kembali kepada sistem yang lama dimana gubernur dipilih oleh DPRD Provinsi. Karena kita sudah memasuki babak demokrasi langsung, demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. 3. Disarankan kepada masyarakat untuk cerdas dan bijak dalam memilih pemimpin yang nantinya melayani mereka selama satu periode kedepan. Karena, pilihan masyarakat akan menetukan nasib daerah itu selama satu periode. Seperti halnya pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 yang lalu, saatnya masyarakat bijak untuk mengawal semua program-program kerja yang dulu dikampanyekan oleh gubernur terpilih untuk dilaksanakan dan bukan hanya menjadi hiporia sesaat saja.
Daftar Pustaka Amiruddin dan A.Zaini Bisri. 2005. Pilkada Langsung Problem & Prospek Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Amiruddin. 2006. Pilkada Langsung : Problem dan Prospek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan. 2011. Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka. Medan. Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Prenada Media. Chalid Phenie (ed). 2006. Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance. Jakarta: Patnership Kemitraan. J. Joko Prihatmoko. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung filosofi Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Prasetyo, Bambang. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Robbins, Stephen. 2001. Perilaku Organisasi. Jakarta : Prehalindo Siagian, P. Sondang. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Bina Aksara. Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. 1995, Metode Penelitian Survai, Jakarta : LP3ES. Sitepu, Antonius. 2006. Sistem Politik Indonesia, Medan: Pustaka Bangsa Press. Soemanto, Musty. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Reineka Cipta. Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suprihatini, Amin. 2008. Pemilu Dari Masa ke Masa. Klaten: Cempaka Putih. Toha, Miftah. 2002. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa Persada. Toha, Miftah. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widyasarana Usman, Prof. Husaini dan Purnomo Setiady. 2006. Pengantar Statistika. Yogyakarta: Bumi Aksara Wagito, Bimo. 1985. Psikologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Andi Ofset. Wirawan, Sarlito. 1991. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press.
Dokumen:
Keputusan KPU Sumatera Utara No.4/Kpts/KPU-Prov-002/2012.
Keputusan KPU Provinsi Sumatera Utara No.20/Kpts/KPU-Pro-002/2013
Rekapitulasi Jumlah Pemilih Terdaftar Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Oleh Panitia Pemilihan Kecamatan Medan Helvetia Model A5-KWK.KPU
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Website:
KPU Pusat Pastikan Pilgubsu 2013 Pakai UU Pemda, diakses dalam http://kpud-sumutprov.go.id/berita-150-kpu-pusat-pastikan-pilgubsu-2013-pakai-uu-pemda.html, pada 20 Mei 2013 Pukul 11:32 WIB
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatea Utara Periode 2013-2018, pada http://kpud-sumutprov.go.id/home, diakses pada 20 Mei 2013 pukul 13:17 WIB.