PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA TAHUN 2013 (Suatu Studi di Desa Bulong Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Oleh : ANDRE ROBINSON 090813126
Abstrak Masyarakat Desa Bunong Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sangat antusias sehingga memberikan respon positif berupa tingginya partisipasi politik masyarakat dalam pelaksanaan pilkada yang ditandai dengan penggunaan hak suara oleh seluruh pemilih, ada yang terdaftar sebagai anggota partai politik bahkan memegang jabatan di partai politik, dan sebagian besar masyarakat desa ikut dalam kampanyekampanye politik yang diadakan oleh masing-maisng pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partisipasi politik secara umum merupakan kegiatan warga negara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warga negara, bukan politikus ataupun pegawai negeri dan bersifat sukarela. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini sedang berjalan menuju demokrasi yang dewasa, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tampak terlihat jelas. Partisipasi masyarakat dalam politik menunjukkan bahwa demokrasi semakin tampak di Indonesia sebab partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk nyata dari proses demokratisasi.
Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh Negara, yang tercantum
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi Tahun 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang” dan diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh Negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dll. 1
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, rakyat berharap dapat mengetahui dan memahami isi yang terkandung dalam UU tersebut sehingga dapat lebih meningkatkan pengetahuan serta wawasan politik atau yang lazimnya disebut pendidikan politik terutama lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah. Pemilihan kepala daerah di masyarakat disebut dengan Pilkada/Pemilukada meskipun pada hakekatnya pilkada adalah bagian dari Pemilu di Indonesia. Pemilu diperuntukkan untuk peralihan kekuasaan secara damai. Dalam pemilu rakyat memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen dan memilih pemimpin di semua tingkatan tatanan politik, mulai dari pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah (Gubernur dan/atau Bupati/Walikota) hingga pemilihan kepala desa. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah. Sehingga peneliti hendak melakukan penelitian dengan judul “Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2013 (Suatu Sudi di Desa Bunong Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara)”.
B. umusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah yang hendak diteliti adalah “Bagaimana partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara tahun 2013 di Desa Bunong Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara?” C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di Desa Bunong Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara akademik, hasil penelitian ini kiranya dapat menjadi salah satu kontribusi terhadap ilmu-ilmu politik. 2. Secara praktek, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti berikutnya yang tertarik mengkaji lebih jauh tentang partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, serta menjadi referensi bagi para pelaku politik dalam memperbaharui
2
pola berpolitik khususnya dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah.
TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Partisipasi Politik Secara etimologi (dalam Khairudin, 1992: 142) kata partisipasi berasal dari bahasa Latin “participation” dan kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “pars” yang berarti bagian dan “capere” yang berarti mengambil. Jadi participation artinya adalah mengambil bagian. Maka partispasi berarti mengambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses. Sementara dalam bahasa Inggris (dalam Efriza, 2012: 51) kata “part” yang berarti bagian, jika dikembangkan menjadi kata kerja maka kata ini akan menjadi “to participate” atau “to participation” yang bermakna turut ambil bagian atau mengambil peranan. Jadi, partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu Negara. Syafiie (1993: 132) berpendapat bahwa partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut unutk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama. Sedangkan partisipasi didefinisikan sebagai kegiatan warga Negara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Sementara menurut Rahardiansyah (dalam Elfriza, 2012: 151) partisipasi secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal itu mengacu pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan para pemimpin. Huntington dan Nelson (dalam Budiardjo, 2009: 368) mendefinisikan partisipasi politik sebagai kegiaran warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisisr atau spontan, mantap atau sporadic, secara damai atau dengan kekerasa, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif. Selanjutnya menurut Huntingtong dan Nelson (1994: 16-17) bentuk-bentuk partisipasi politik meliputi lima bentuk, yaitu : (1). Kegiatan pemilihan; (2). Lobbying; (3). Kegiatan organisasi; (4). Mencari koneksi (connecting); (5). Tindak kekerasan (violence). Berdasarkan berbagai definisi mengenai partisipasi politik yang telah diuraikan tersebut,maka dapat dipahami bahwa partisipasi politik adalah tindkaan seseorang atau 3
sekelompok orang dalam kegiatan pembuatan, penetapan dan pelaksanaan keputusan dan/atau dalam mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk terlibat langsung dalam pemberian suara, kampanye, menjadi pendukung partai politik, dan sebagainya. A. Konsep Masyarakat Ilmu sosial mempelajari manusia sebagai anggota suatu kelompok. Selanjutnya kelompok timbul karena dua sifat manusia yang saling bertentangan yaitu bekerjasama atau bersaingsatu sama lain. Menurut Soekanto (1998: 28) Masyarakat merupakan suatu sistem kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerjasama antar berbagai kelompok dan golongan, pengawasan tingkah laku kebebasan manusia. Masyarakat dalam pengertian Ensiklopedi Nasional Indoneia dikemukakan bahwa masyarakat sebagai kelompok manusia yang anggotanya satu sama lain berhubungan erat dan memiliki hubungan timbale balik. Dalam interaksi tersebut terdapat nilai-nilai sosial tertentu, yang menjadi pedoman untuk bertingkah laku bagi anggota masyarakat sehingga anggota masyarakat biasanya memiliki suatu kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan tertentu. McIver (dalam Budiardjo, 2008: 46) mendefinisikan masyarakat adalah suatu sistem hubungan-hubungan yng ditata (society maens a system of ordered relations). Biasanya anggota msyarakat menghuni suatu wilayah geografis yang mempunyai kebudayaan-kebudayaan yang kira-kira sama. Dalam masyarakat seperti ini, anggota masyarakat dapat berinteraksi satu sama lain karena faktor budaya dan faktor agama, dan/atau etnis. Lasswell (1972: 202) merinci 8 nilai masyarakat yang ditemukan dalam kehidupan berkelompok dan hubungannya dengan manusia lain, yaitu : (1). Kekuasaan; (2). kekayaan; (3).
Penghormatan;
(4).
Kesehatan;
(5).
Kejujuran;
(6).
Keterampilan;
(7).
Penddikan/penerangan; (8). Kasih saying. Maka dapat dibuat suatu makna bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu, yang memiliki perilaku, kebiasaan, adat-istiadat, kebuadayan tertentu dan memiliki hukum yang mengatur dan mengarahkan tingkah laku individu dalam kelompok tersebut. B. Konsep Pemilihan Kepala Daerah Budiardjo (2009: 461) mengatakan bahwa dikebanyakan Negara demokratis, pemilihan umum dianggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang dilaksanakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan 4
berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. Pendapat tersebut diperjelas oleh Liddle (dalam Elfirza, 2012: 358) bahwa dalam sistem pemerintahan demokratis, pemilu sering dianggap sebagai penghubung antara prinsip kedaulatan rakyat praktik pemerintah oleh sejumlah elit politik. Setiap warga Negara yang telah dianggap dewasa dan memenuhi pesyaratan menurut undang-undang dapat memilih wakil-wakilmereka di parlemen, termasuk para pimpinan pemerintah. Kepastian bahwa hasil pemilihan tersebut mencerminkan kehendak rakyat diberikan oleh seperangkat jaminan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemilu. Di Indonesia, pemilhan umum disingkat dengan pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun 1945. Ketentuan ini juga berlaku dalam pilkada. Penyelenggara pilkada adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu yang ada di daerah sebagai satu kesatuan fungsi penyelengara pemilu kapala daerah (gubernur, bupati/walikota) secara langsung. Penyelenggara pilkada tetap berpedoman pada asas : mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas seperti halnya pelaksanaan pemilu. Menurut
Gaffar,
2012:
85)
pilkada
memiliki
tiga
fungsi
penting
dlam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu : 1. Memilih
kepala
daerah
sesuai
dengan
kehendak
bersama
masyarakat
di
daerahsehingga ia diharapkan dapat memahami dan mewujudkak kehendak masyarakat di daerha. 2. Melalui pilkada diharapkan pilihan masyarakat di daerah didasarkan pada visi, misi, program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. 3. Pilkada merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana evaluasi dan kontrol publik secara politik terhadap seorang kepala daerah dan kekuatan politik yang menopang. Selanjutnya Gaffar (2012: 86) menyatakan bahwa melalui polkada, masyarakat di daerah dapat memutuskan apakaha akan memperpanjang atau menghentikan mandate seorang kepala daerah, juga apakah organisasi politk penopang masih dapat dipercaya atau
5
tidak. Oleh karena itu, sebagai bagian dari pemilu, pilkada harus dilaksanakans ecara demokratissehingga betul-betul dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Taun 2005 tentang, Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bahwa yang dimaksud dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Berdasarkan berbagai pendapat para ali tersebut, maka dapat dipahami bahwa pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan suatu momentum penting dalam kehidupan berdemokrasi di daerah dimana seluruh rakyat diberikan posisi, peran dan peluang yang besar untuk menentukan pilihan sesuai hati nuraninya dalam rangka penentuan pemimpin daerahnya (gubernur dan/atau bupati/walikota) yang diselenggarakan oleh KPUD berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dan tentunya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Desa Bunong Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang hasil penelitiannya akan disajikan secara deskriptif mengenai partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di Desa Bunong Kecamatan Bintauan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. C. Informan Penelitian Informan penelitian ini ada 10 orang dengan yang terdiri dari : Kepala Desa 1 orang dan masyarakat 9 orang. Para informan tersebut dapat dikatakan sebagai informan kunci (key informan). C. Sumber dan Jenis Data 1. Daa Primer, merupakan data dan informasi yang diperoleh melalui informan kunci dan informan – informan lain yang mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi.. 2. Data Sekunder, merupakan data dan informasi yang diperoleh atau dikumpulkan olehpeneliti dari sumber-sumber yang telah ada. 3. .E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 6
Dalam penelitian ini, peneliti menjadi instrument utama dalam proses pengumpulan data. Sedangkan teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data ada tiga yaitu : (1). Wawancara, (2). Pengamatan (Observasi); (3). Studi Dokumen dilakukan F. Teknik Analisis Data Secara rinci ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam proses analisis data, yaitu sebagai berikut : 1.
Reduksi data. Jika data atau informasi dilaporkan sangat banyak maka perlu direduksi. Kegiatan mereduksi data harus ada fokus dan dapat memberi kode pada aspek – aspek tertentu.
2.
Display data. Tujuan display data adalah untuk menghindari kerumitan data yang tertumpuk banyak.
3.
Mengambil kesimpulan dan verifikasi. Pada awalnya peneliti mencoba mengambil kesimpulan sementara, kabur, dan diragukan. Selanjutnya dengan bertambahnya data maka menjadi lebih jelas sehingga menjamin veliditas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rangkuman Hasil Wawancara Sesuai dengan paparan hasil wawancara yang telah disajikan maka dapat dirangkum bahwa tingkat partisipasi masyarakat Desa BUnong Kecamatan BIntauna dalam pilkada Kabupaten Bolaang Mongondow Utara tahun 2013 sudah baik karena sebagian besar ikut melibatkan diri dalam pelaksanaan pilkada seperti keterlibatan sebagai anggota maupun memegang tugas tertentu di partai politik yang menjadi peserta pilkada, ikut serta dalam setiap pelaksanaan kampanye, maupun menggunakan hak suara yakni mencoblos dan mengawasi pelaksanaan penghitungan suara. Antusiasme masyarakat desa yang tinggi tersebut merupakan efek dari Figur yang hadir mencalonkan diri mereka, beserta program program yang diajukan dalam kampanye dinilai beragam oleh masyarakat desa, ada yang menilai positif adapula yang menilai negative. Disamping itu masih juga terjadi sistem sogok menyogok yang dilakukn oleh para tim sukses dari masing-masing pasangan calon sehingg ikut mempengruhi perolehan suara nantinya. Ada yang member dalam bentuk uang tuni, adapula dalam bentuk barang seperti kebutuhan sembako, peralatan melaut bahkan baju kostum sepak bola. B. Pembahasan
7
Berdasarkan uraian hasil wawancara yang telah dipaparkan, maka pada bagian ini akan dibahas mengenai bagaimana partisipasi politik masyarakat Desa Bunong Kecamatan Bintauna Kabupaen Bolaang Mongondow. Adapun yang harus diperjelas disini bahwa partisipasi politik yang dimaksud adalah partisipasi dalam bentuk kegiatan pemilihan pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Bolaang Mongondow. Partisipasi dalam bentuk kegiatan pemilihan yaitu suatu kegiatan yang mencakup suara atau juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil proses pemilihan. Di Indonesia sendiri, sistem yang digunakan untuk menentukan pemimpin Negara maupun daerah baik itu daerah Provinsi, maupun daerah Kabupaten/Kota adalah sistem pemilihan umum (Pemilu) yang lazimnya dikenal dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pasangan calon bisa diusungkan oleh partai politik maupun bukan dari partai politik yang lazimnya disebut pencalonan secara independen. Tetapi sejauh ini, pencalonan diri melalui partai politik dipandang lebih efektif dibandingkan pencalonan secara independen karena sudah jelas jumlah pendukungnya yakni para anggota partai. Pada uraian hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, terlihat bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat Desa Bunong Kecamatan Bintauna dalam pilkada Bolmut sangat tinggi karena diketahui bahwa seluruh pemilih tetap yakni 811 orang menggunakan hak pilihnya masing-masing dengan baik dan benar, meskipun pilihan dari masing-masing sudah pasti berbeda-beda. Selain ikut menggunakan hak suaranya, sebagian besar masyarakat ikut terlibat langsung dalam kampanye yang telah dijadwalkan, ada yang terdaftar sebagai anggota biasa dari partai politik, dan adapula yang terdaftar sebagai pengurus partai politik. Tingginya partisipasi politik masyarakat desa tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kesadaran masyarakat sudah makin meningkat yakni kesadaran yang meliputi pengetahuan, pemahaman, sikap dan pola perilaku/tindakan mereka sebagai warga negara diberikan hak dan kewajiban politik oleh undang-undang untuk ikut menyuarakan keinginan, kemauan, dan aspirasinya dalam mempengaruhi penentuan siapa yang akan memegang tampuk kepemimpinan daerah dan tentunya akan bermuara pada perjuangan menyejahterakan rakyat lewat proses kegiatan pilkada yang dilaksanakan. Selanjutnya, alasan yang akan ikut menentukan tingkat partisipasi politik masyarakat adalah bagaiana penilaian dari tiap-tiap individu pemilih. Di dalam rangka menggunakan hak 8
pilihnya tersebut sudah pasti masing-masing pemilih mempunyai pilihan yang berbeda satu sama lainnya. Perbedaan pilihan dari masing-masing pemilih jelas dipengaruhi oleh penilaian mereka terhadap figur-figur yang hadir sebagai pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ada. Sehingga cerminan figur dan karakteristik kepribadian dari masingmasing calon dianggap sebagai suatu hal penting yang akan ikut menentukan jumlah suara yang nantinya dapat diperoleh. Sebab tidak mungkin masyarakat akan memilih calon yang jelas-jelan menurut penilaian mereka berkepribadian buruk. Namun disamping itu, penilaian masyarakat terhadap visi misi yang kemudian diwujudkan melalui program-program yang ditawarkan oleh masing-masing pasangan calon akan ikut menentukan perolehan suara. Sebab saat ini masyarakat lebih banyak memihak kepada calon pemimpin yang pro rakyat atau yang lebih memprioritaskan kepentingan masyarakat umum. Menyangkut penilaian dari masing-masing individu pemilih, memang sebagian besar masyarakat Desa Bunong hanya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA), namun itu bukan berarti mereka bodoh atau cara berpikirnya belum mampu menilai figur dari masing-masing pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ada sebab kemampuan berpikir seseorang tidak hanya dapat diukur dari tingkat pendidikannya. Di zaman sekarang ini, cara pandang masyarakat sudah lebih baik karena berbagai pengalaman yang mereka alami, rasakan dari setiap pemilihan umum yang selama ini dilaksanakan. Pengalaman tersebut yang membuat mereka lebih matang dalam menilai setiap pasangan calon dan menentukan pilihannya pada saat pencoblosan. Mengenai penilaian masyarakat terhadap figur yang hadir sebagai calon pemimpin daerah tersebut, perlu diingat bahwa penilaian masyarakat tersebut juga menyangkut penilaian terhadap penyelenggaraan pemerintahan selama ini yang menurut mereka sudah baik sehingga itu yang mendorongnya ikut berpartisipasi dalam pilkada Bolmut dengan tujuan untuk mendapat sosok pemimpin yang akan membawa harapan-harapan dan aspirasinya kearah yang lebih baik lagi dari yang telah ada sekarang. Atau dapat dikatakan bahwa tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyelnggaraan pemerintahan selama ini ikut mendorong masyarakat desa untuk ikut menggunakan hak pilihnya. Terlepas dari hal-hal tersebut diatas, yang umunya terjadi ada pula kelompokkelompok masyarakat yang mengaku bahwa mereka menjadi pendukung salah satu pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan alasan-alasan yang sangat subjektif diantaranya karena adanya hubungan darah dan/atau hugungan kekerabatan dengan pasangan calon tersebut, dan berhutang budi. Alasan tersebut dianggap kurang sportif ketika pada 9
kenyataannya pasangan calon yang didukung tmemiliki visi misi dan rencana program yang kurang bagus dalam memajukan daerah. Meskipun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa adanya hubungan atau ikatan emosional juga memberikan pengaruh terhadap partisipasi politik dari masyarakat. Selain itu, dalam mencapai peroleh suara yang diinginkan agar menjadi pemenang pilkada,
masing-masing
pasangan
calon
melaksanakan
kampanye-kampanye
yang
pelaksanaannya telah dijadwalkan ooleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di dalam kampanye tersebut, masing-masing pasangan calon menyampaikan program-programnya kepada peserta kampanye dan berupayan meyakinkan para pemilih lewat tawaran programnya, adapula pasangan calon yang membagi-bagikan stiker selama kampanye berlangsung. Namun, dalam kampanye tersebut, keempat pasangan calon melakukan tindakantindakan yang tidak sportif yakni sering kali menyuarakan atau mengumumkan kekurangan dan/atau kesalahan pasangan calon lain nbahkan partai politik lain yang menjadi saaingannya, dan melempari pendukung partai lain. Tindakan tersebut dinilai kurang etis dan memberikan kesan anarkis, karena sebagai Negara yang majemuk, sagat perlu menghargai perbedaan yang muncul namun tidak melupakan persatuan dan kesatuan. Sebagai efeknya, hingga sekarang masinh ada kelompok masyarakat yang masih berselisih paham karena perbedaan pilihan di pilkada Bolmut lalu. Selain kampanye yang digunakan sebagai momen perkenalan dengan masyarakat dan upaya untuk mencari dukungan suara, ternyata masing-masing pasangan claon melakukan strategi lain demi mendulang suara. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan yaitu membagibagikan sumbangan dalam bentuk uang tunai sebagai ungkapan rasa keprihatinan bagi fakir miskin, membagikan sembako, peralatan melaut, dan baju kostum sepak bola. Tindakan tersebut dianggap sebagai upaya mereka untuk meyakinkan pemilih karena nanti dilakukan pada saat mereka sudah mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pertarungan pilkada Bolaang Mongondow bulan Mei lalu. Dalam arti bahwa mereka melakukan tindakan tersebut dengan mengharapkan imbalan dari masyarakat bahwa orang yang menerima pemberian-pemberian tersebut akan memilih mereka pada saat pencoblosan. Hal tersebut dipandang tidak sportif karena terkesan membeli hak suara rakyat dengan memberikan uang, sembako, atau yang lainnya atau dengan kata lain menyogok masyarakat. Disamping itu juga mungkin masyarakat sebagai pemilih, mempunyai pandangan ”apa yang aku peroleh jika kuberikan suaraku padamu?”. Pertimbangan inilah yang juga ikut 10
menjadi celah yang membuka ruang untuk terjadinya politik uang (money politcs) sehingga masyarakat pun menjadi aktor terjadinya tindaka-tindakan tersebut. Maka dapat dipahami bahwa tingginya partisipasi politik masyarakat dalam pilkada sebagian dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat yakni mereka secara sadar, sukarela dan tanpa paksaan dan sebagian dipengaruhi oleh tekanan/paksaan atau tidak sadar seperti karena adanya hutang budi, adanya sogokkan, ikatan kekeluargaan/emosional dan bentuk paksan sekecil apapun itu. Bentuk-bentuk kegiatan yang diikuti oleh masyrakat sebagai bentuk partisipasi politiknya sebagian besar adalah pada kegiatan-kegiatan yang memberikan keuntungan kepada diri mereka sendiri. Seperti halnya dalam kegiatan pemungutan suara, hal ini lebih banyak diikuti oleh masyarakat karena cenderung tidak mengeluarkan biaya ataupun pengorbanan yang berarti. Ikut dalam kegiatan kampanye dengan pertimbangan bahwa mereka akan memperoleh uang lelah selesai kampanye dilaksanakan. Atau tinggal duduk dirumah saja menunggu para tim sukses dari pasangan calon yang datang membagikan uang, sembako dan lain-lain. Sangat berbeda dengan bentuk kegiatan pilkada lain yang cenderung harus mengeluarkan pengorbanan seperti menjadi panitia-panitia dalam kegiatan pilkada, memberikan sumbangan dalam berbagai bentuk, mencari dukungan bagi seorang calon ataupun melakukan tindakan yang mampu mempengaruhi hasil dari kegiatan pilukada tersebut, yang hanya sebagian kecil masyarakat saja yang ikut berpartisipasi. Jadi disini dapat kita lihat bahwa sebenarnya masyarakat masih melakukan perhitungan atau kalkulasi tentang untung ataupun ruginya, apabila mengikuti/berpartisipasi politik pada kegiatan Pilkada di Desa Bunong Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara tahun 2013.
PENUTUP A. Kesimpulan 1) Masyarakat Desa Bunong Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sangat antusias sehingga memberikan respon positif berupa tingginya partisipasi politik masyarakat dalam pelaksanaan pilkada yang ditandai dengan penggunaan hak suara oleh seluruh pemilih, ada yang terdaftar sebagai anggota partai politik bahkan memegang jabatan di partai politik, dan sebagian besar masyarakat desa ikut dalam kampanye-kampanye politik yang diadakan oleh masing-maisng pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. 11
2) Tingginya kadar partisipasi politik masyarakat Desa Bunong Kecamatan Bintaunan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dalam pilkada 2013 dipengaruhi oleh adanya kesadaran politik masyarakat, penilaian masyarakat terhadap figur dan program kerja yang ditawarkan oleh para calon, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah sudah baik, adanya peran politik uang, alasan tertentu yang memaksa untuk berpartisipasi politik, serta pertimbangan untung-rigu bagi dirinya sendiri. B. Saran 1) Pilkada sebagai ajang untuk memilih pemimpin daerah sebaiknya dimanfaatkan sebagai jalan bagi masyarakat untuk terlibat langsung dalam pemerintahan sebagai wujud demokrasi pancasila. Dengan memiliki kesadaran tinggi akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, diharapkan masyarakat akan selalu terpanggil untuk berpartisipasi dalam kegiatan pilkada secara langsung. 2) Pemerintah, partai politik dan organisasi masyarakat lainnya harus turun untuk memberikan pencerahan dalam bentuk informasi kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan kesadaran politik politik masyarakat sebagai satu-satunya dasar utama sehingga bermuara pada keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pilkada,
DAFTAR PUSTAKA Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik .Jakarta: Gramedia. Efriza. 2012. Political Explore Sebuah kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta. Gaffar, Janedjri M. 2012. Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Konstitusi Press. Huntingtong, Samuel. P dan Nelson, Joan. M. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta. Khairudin H. 1992. Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Liberti. Laswell, Harold D. 1972. Politics : Who Gets What, When, How. New York: Meridian Books, Inc Soekanto, Soerjono. 1998. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Obor Indonesia. Syaafiie, Inu Kencana. 1993. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Sumber-sumber lain : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 12
2. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2012 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
13