PERSEPSI HIJABERS TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh ANI ROCHMANI GALUH RAKASIWI NIM 11111148
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015
ii
MOTTO
Jadilah seperti “Bintang” yang mampu menerangi malam meskipun bintang itu tidak abadi. Berpikir yang positif, bicara yang positif, yang datang juga pasti yang positif ^_^ You can’t have a better tomorrow if you don’t stop thinking about yesterday
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk: 1. Keluarga besarku terutama pada ayahku, Bapak Bambang Tri Herawan (Alm) dan Ibuku Sutini yang tidak lelah untuk selalu memberikan Do‟anya, kasih sayangnya untukku, adik-adikku Dewi Sukma N.A. dan Puspa Ayu T.M. yang selalu memberi semangat, dan untuk Budeku Dwi Hartati, S.Si.,M.Pd., serta Pakdeku Sunaryo B.E. yang telah memberikan nasihat, motivasi, dan dukungannya untukku. 2. Sahabat-sahabatku di IAIN Salatiga yang selalu menemani di saat suka maupun senang, yang selalu memotivasi dan memberi banyak dukungan, yang telah membantu memperlancar dalam pembuatan skripsiku. 3. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Kampus yaitu kelas PAI D angkatan tahun 2011, kelompok PPL, kelompok KKN, dan teman lainnya di IAIN Salatiga yang selalu memberikanku semangat berjuang dalam hal apapun serta memberikan banyak pelajaran yang berharga dan ilmu yang bermanfaat.
vii
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga. 2. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). 3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. selaku pembimbing akademik.
viii
ABSTRAK
Galuh Rakasiwi, Ani, Rochmani. 2015. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Tahun 2015. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. Kata kunci: Persepsi, Pendidikan Karakter, dan Komunitas Hijabers. Latar belakang penelitian ini bertolak pada permasalahan yang terjadi pada remaja khususnya muslimah saat ini yang tidak lepas dari pengaruh keluarga, teman pergaulan dan media sosial yang semakin berkembang sebagai faktor penyebab pembentukan karakter muslimah. Realitasnya banyak dari muslimah yang mengenakan jilbab, banyak pula muslimah yang berjilbab tapi melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya, dan tidak sedikit pula yang masih belum berjilbab bahkan banyak yang mengumbar tubuhnya dengan berpakaian serba ketat dan tipis. Globalisasi juga membuat muslimah mengikuti arah yang salah, banyak muslimah yang terbawa arus globalisasi yang berefek negatif, misalnya saja mode-model pakaian yang yang ditawarkan oleh produk-produk yang berbalut busana muslim namun kenyataannya jauh dari pakaian muslim yang sebenarnya, dengan model-model jilbab yang tidak standar. Namun anehnya banyak muslimah yang lebih memilih model-model pakaian seperti ini, dengan anggapan agar tidak terlihat kuno/ketinggalan zaman, hal ini menunjukkan merosotnya karakter pada bangsa Indonesia dan khususnya pada muslimah di kota Salatiga. Fokus penelitian ini adalah: Bagaimanakah persepsi hijabers tentang pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga? Bagaimanakah model pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga? Apa sajakah faktorfaktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Bagaimanakah solusi dalam mengatasi faktorfaktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga? Dari fokus penelitian tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi hijabers tentang pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga, untuk mengetahui model pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga, untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga, dan untuk mengetahui solusi dalam mengatasi faktor-faktor penghambat pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati dari fakta-fakta yang ada saat ini. Kemudian melalui jenis penelitian fenomenologi. Hasil penelitian yang dapat diperoleh adalah: 1) Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan karakter yang diterapkan di Komunitas Hijabers Salatiga, pendidikan karakter x
yang dikemukakan oleh hijabers merupakan suatu proses pembentukan dan perubahan pada cerminan tiap individu agar lebih baik. 2) Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga melalui dua penguatan, yaitu penguatan agama dan penguatan solidaritas. 3) Ada beberapa faktor yang menghambat Hijabers Salatiga dalam
menerapkan pendidikan karakter diantaranya sulit untuk kumpul, melalaikan tanggung jawab, kurangnya disiplin, kurangnya keterbukaan, pro-kontra mengenai Hijabers. Kemudian ada juga faktor pendorong Hijabers Salatiga untuk menerapkan pendidikan karakter tersebut yaitu karena tujuan dan visi serta misi mereka yang ingin mendakwahkan hijab melalui komunitas Hijabers. 4) Solusi dalam mengatasi penghambat-penghambat tersebut yaitu diusahakan untuk kumpul dan sharing, terbuka, pada setiap event yang menjadi penanggung jawab harus bergantian, dan melalui pendekan empati bukan sekedar simpati. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penenlitian ini bahwa Komunitas Hijabers khususnya Hijabers Salatiga tidak semata-mata hanya memamerkan kecantikan, menunjukkan mereka itu kalangan high class tapi dibalik pro-kontra mengenai Komunitas Hijabers khususnya Hijabers Salatiga mereka juga berusaha membentuk dan mengembangkan karakter agar menjadi lebih baik lagi.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................
i
LEMBAR BERLOGO .......................................................................
ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................
iii
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..........................................
v
MOTTO ..............................................................................................
vi
PERSEMBAHAN...............................................................................
vii
KATA PENGANTAR .......................................................................
viii
ABSTRAK .........................................................................................
x
DAFTAR ISI ......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Fokus Penelitian ...................................................................
4
C. Tujuan Penelitian .................................................................
5
D. Kegunaan Penelitian ............................................................
5
1. Kegunaan Teoritik ...........................................................
5
2. Kegunaan Praktik ............................................................
6
E. Penegasan Istilah ..................................................................
6
1. Persepsi ............................................................................
6
xii
2. Pendidikan ......................................................................
6
3. Karakter ...........................................................................
7
4. Pendidikan Karakter ........................................................
7
5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ......................................
8
F. Metode Penelitian.................................................................
10
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ......................................
10
2. Kehadiran Peneliti ...........................................................
11
3. Lokasi Penelitian .............................................................
12
4. Sumber Data ....................................................................
12
5. Prosedur Pengumpulan Data ...........................................
13
6. Analisis Data ...................................................................
15
7. Pengecekan Keabsahan Data ...........................................
18
8. Tahap-tahap Penelitian ....................................................
20
G. Sistematika Penulisan Skripsi ..............................................
21
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................
23
A. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karakter ..................
23
1. Persepsi ............................................................................
23
2. Pendidikan .......................................................................
24
3. Karakter ...........................................................................
26
4. Pendidikan Karakter ........................................................
30
B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ...........................................
35
xiii
C. Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga ..........................
43
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN.......................................................................
46
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................
46
1. Sejarah Singkat Joglo Ki Penjawi ...................................
46
2. Sejarah Singkat Komunitas Hijabers Salatiga .................
46
3. Visi dan Misi Hijabers Salatiga .......................................
48
4. Data Kepengurusan Hijabers Salatiga .............................
48
B. Gambaran Informan .............................................................
49
C. Temuan Penelitian ...............................................................
51
1. Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga .............................................................
51
2. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga ...................................................................
59
3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Salatiga ........................
61
4. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Salatiga .......................................
xiv
63
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................
65
A. Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga ..................................................................
65
B. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga .................................................................................
70
C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Salatiga ............................
72
D. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Salatiga ................................................
75
BAB V PENUTUP .............................................................................
76
A. Kesimpulan ..........................................................................
76
B. Saran ....................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMIRAN-LAMIRAN
LAMPIRAN 1
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN 2
LEMBAR KONSULTASI
LAMPIRAN 3
SURAT IZIN PENELITIAN
LAMPIRAN 4
SURAT BALASAN
LAMPIRAN 5
PEDOMAN WAWANCARA
LAMPIRAN 6
TRANSKRIP WAWANCARA
LAMPIRAN 7
CATATAN OBSERVASI
LAMPIRAN 8
ARSIP FOTO PENELITIAN AGENDA KEGIATAN HIJABERS
LAMPIRAN 9 SALATIGA LAMPIRAN 11
SKK
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses atau usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar, dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup pada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia sesuai dengan sifat- sifat hakiki dan ciriciri kemanusiaannya. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat beradab (Muslich, 2011:69). Pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk menyiapkan potensi-potensi yang dimiliki oleh individu dan sebagai sektor penting dalam pembentukan dan pengembangan karakter, khususnya pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga. Menurut pandangan Islam, muslimah merupakan titik sentral dalam pembentukan suatu bangsa. Jika dilihat di era teknologi informasi yang semakin berkembang dalam kehidupan masyarakat ini, memiliki dampak baik positif maupun negatif terhadap pertumbuhan
karakter bangsa. Semakin hari makin terasa
kemunduran moral, sikap, dan perilaku masyarakat. Kemunduran tersebut ditandai oleh ketidakpedulian antar sesama, sikap tidak sopan santun, tidak gotongroyong, tidak menjaga amanah, penyalahgunaan wewenang, dan yang 1
terjadi pada para pelajar diantaranya menyontek, tidak jujur, bolos sekolah, tawuran, dan lain sebagainya. Begitu pula yang terjadi pada para muslimah remaja hingga muslimah dewasa yang ditandai dengan ketidakpedulian mereka terhadap etika berbusana. Permasalah tersebut tentu tidak lepas dari pendidikan dan pembelajaran yang mereka dapatkan namun hanya bersifat akademik semata, sedangkan pendidikan karakter mereka terabaikan. Menurut Raka dalam
buku
Pendidikan
Karakter:
Menjawab
Tantangan
Krisis
Multidimensional, menyatakan bahwa krisis karakter bangsa ditandai oleh beberapa hal diantaranya: “terlampau terlena oleh Sumber Daya Alam yang melimpah, pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik, surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme, kurang berhasil belajar dari pengalaman bangsa sendiri” (Muslich, 2011:72). Dilihat dari permasalahan remaja khususnya pada muslimah, tidak terlepas dari pengaruh lingkungan mereka baik keluarga, teman pergaulan, acara-acara di televisi, bahkan internet yang banyak menyajikan berbagai informasi yang menjadi tumbuh kembang dalam pendidikan karakter remaja khususnya muslimah saat ini. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan sebagai berikut. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Zuchdi dkk, 2013:15). 2
Makna dari isi undang-undang tersebut bahwa pendidikan nasional mendorong terwujudnya generasi penerus bangsa yang memiliki karakter religius, berakhlak mulia, cendekiawan, mandiri, dan demokratis (Zuchdi dkk, 2013:15). Berkaitan dengan sifat-sifat mulia dan semakin pesatnya perkembangan zaman terutama fashion dikalangan muslimah maka muncul komunitas muslimah yang disebut sebagai “komunitas hijaber Salatiga” yaitu kumpulan dari wanita-wanita muslim berjilbab di kota Salatiga. Komunitas ini memiliki banyak anggota dengan berbagai latar belakang yang menjadi faktor mereka dalam bergabung, yang mungkin sebelum mereka bergabung ada yang belum mengenakan jilbab dan setelah bergabung menjadi termotivasi untuk berjilbab. Realitasnya banyak dari muslimah yang mengenakan jilbab, banyak pula muslimah yang berjilbab tapi melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya, dan tidak sedikit pula yang masih belum berjilbab bahkan banyak yang mengumbar tubuhnya dengan berpakaian serba ketat dan tipis. Globalisasi juga membuat muslimah mengikuti kiblat yang salah, banyak muslimah yang terbawa arus globalisasi yang berefek negatif, misalnya saja mode-model pakaian yang yang ditawarkan oleh produk-produk yang berbalut busana muslim namun kenyataannya jauh dari pakaian muslim yang sebenarnya, dengan model-model jilbab yang tidak standar. Namun anehnya banyak muslimah yang lebih memilih model-model pakaian seperti ini, dengan anggapan agar tidak terlihat kuno/ketinggalan zaman, hal ini menunjukkan merosotnya karakter pada bangsa Indonesia dan khususnya di kota Salatiga. 3
Terkait hal tersebut, terdapat nilai-nilai karakter dalam membentuk pribadi yang beradab diantaranya: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Samani dan Hariyanto, 2013:9). Pendidikan dalam membangun karakter lebih menekankan pada pengembangan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari, dalam pendidikan karakter tidak cukup mengetahui apa yang baik namun yang terpenting adalah menyemaikan kebaikan itu di hati dan menerapkannya dalam tindakan. Oleh karena itu pendidikan karakter sangat diperlukan terutama pada zaman sekarang yang semakin merosotnya moralitas khususnya pada muslimah. Maka dari itu peneliti akan mengadakan penelitian dengan mengangkat judul, “PERSEPSI HIJABERS TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015” . B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat memfokuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimanakah persepsi hijabers tentang pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga? 2. Bagaimanakah model pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga?
4
3. Apa sajakah faktor-faktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga? 4. Bagaimanakah
solusi
dalam
mengatasi
faktor-faktor
penghambat
pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui persepsi hijabers tentang pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga. 2. Untuk mengetahui model pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga. 4. Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi faktor-faktor penghambat pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan menjadi dua, pertama kegunaan teoritik dan kedua kegunaan praktik. 1. Kegunaan Teoritik Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritik sekurangkurangnya dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti, masyarakat, khususnya komunitas hijabers kota Salatiga dalam bidang pendidikan karakter.
5
2. Kegunaan Praktik Secara praktik penelitian ini diharapkan dapat membantu menemukan gambaran hidup komunitas hijabers kepada masyarakat umum khususnya di kota Salatiga. E. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penafsiran judul, maka penulis perlu adanya penjelasan berkenaan dengan beberapa istilah pokok dalam penelitian ini. 1. Persepsi Persepsi menurut McMahon adalah proses menginterpretasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerimaan informasi (sensory information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson, persepsi merupakan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap, dan mencium dunia di sekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami oleh manusia (Adi, 1994:105). Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah tanggapan atau pandangan seseorang mengenai sesuatu yang dialami oleh setiap individu. 2. Pendidikan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang; usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses; cara; perbuatan mendidik (KBBI, 2003:263). Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (Zuchdi, 2013:9). Sehingga dapat 6
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha untuk mewujudkan suasana belajar mengajar agar peserta didik mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan memiliki kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan. 3. Karakter Scerenko (1997) mendefinisikan “karakter sebagai atribut atau ciriciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa” (Samani dan Hariyanto, 2013:42). Menurut Robert Marine (1998), “karakter adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan yang membangun pribadi seseorang” (Samani dan Hariyanto, 2013:42). Jadi dapat disimpulkan bahwa karakter adalah ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau bangsa dengan yang lain. 4. Pendidikan Karakter Menurut Ratna Megawangi (2004), “pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya” (Kesuma dkk, 2012:5). Lickona (1991) mendefinisikan “pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis” (Samani dan Hariyanto, 2013:44).
7
Jadi dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha untuk melakukan perubahan maupun pengembangan dari keseluruhan sifat, watak, dan perilaku yang tercermin pada setiap individu ke arah yang lebih baik sesuai dengan norma-norma agama. 5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter a. Religius: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Zuchdi, 2011:168). b. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan (Zuchdi, 2011:168). c. Toleransi:
menerima
secara
terbuka
orang
lain
yang
tingkat
kematangannya, latar belakangnya berbeda (Samani dan Hariyanto, 2013:132). d. Disiplin: sikap dan perilaku yang muncul sebagai akibat dari pelatihan atau kebiasaan menaati aturan, hukum atau perintah (Samani dan Hariyanto, 2013:121). e. Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya (Zuchdi, 2011:168).
8
f. Kreatif: membangkitkan gagasan, menciptakan sesuatu yang asli/orisinil atau mendesain ulang melalui keterampilan imajinatif (Samani dan Hariyanto, 2013:104). g. Mandiri: mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan upaya sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain (Samani dan Hariyanto, 2013:131). h. Demokratis: menghargai pendapat orang lain, toleran, terbuka, berprinsip musyawarah untuk mufakat, bilamana perlu melakukan pemungutan suara (voting) demi kepentingan rakyat, bukan semata-mata kepentingan pribadi dan golongan, taat kepada aturan main (Samani dan Hariyanto, 2013:120). i. Rasa Ingin Tahu: keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman terhadap rahasia alam (Samani dan Hariyanto, 2013:104). j. Semangat Kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok (Zuchdi, 2011:169). k. Cinta Tanah Air: cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya (Zuchdi, 2011:169). l. Menghargai Prestasi: sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain (Zuchdi, 2011:169). 9
m. Bersahabat/Komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain (Zuchdi, 2011:169). n. Cinta Damai: sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadirannya (Zuchdi, 2011:169). o. Gemar Membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan baginya (Zuchdi, 2011:169). p. Peduli Lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi (Zuchdi, 2011:169). q. Peduli Sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan (Zuchdi, 2011:169). r. Tanggung Jawab: menanggapi dengan cara yang pantas dan layak, bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan (Samani dan Hariyanto, 2013:104). F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang menghasilkan data-data berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dari fakta-fakta yang ada saat ini dengan tujuan untuk 10
menggambarkan keadaan atau status fenomena dari data-data yang diperoleh dari obyek penelitian (J.Moleong, 2002:3). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian fenomenologi, penelitian ini mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji (http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/jenis-jenis-penelitiankualitatif.html). Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif menekankan makna (Sugiyono, 2006:9-10). Menurut sifatnya data kualitatif adalah data yang tak berbentuk bilangan, data kualitatif yaitu semua bahan, keterangan, dan fakta-fakta yang tidak dapat dihitung dan diukur secara matematis karena berwujud keterangan verbal (kalimat dan kata), serta bersifat proses. 2. Kehadiran Peneliti Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen penelitian, artinya peneliti terjun langsung ke lapangan untuk proses penelitian dan pengumpulan data, adapun karakteristik dalam penelitian ini adalah: Pertama, peneliti menggunakan sistem wawancara tidak berstruktur, dengan pemahaman tentang pendidikan karakter yang dimiliki oleh peneliti, 11
sehingga
memungkinkan
untuk
mengembangkan
pertanyaan
untuk
wawancara secara mendalam. Kedua, peneliti mengadakan komunikasi dengan obyek dengan menggunakan bahasa pertemanan agar lebih akrab dan mudah dipahami, sehingga terjalin suasana yang baik antara peneliti dan informan. Ketiga, peneliti mengumpulkan dan mencatat data secara terperinci berkaitan dengan hal-hal yang bertalian dengan permasalahan yang diteliti. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Komunitas Hijabers kota Salatiga yaitu di Joglo Ki Penjawi Salatiga tahun 2015 sebagai bese camp sekaligus sebagai kesekretariatan komunitas hijabers Salatiga. 4. Sumber Data Data dalam penelitian ini sumber data yang diperoleh, diantaranya melalui: a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2006:253). Sumber data primer dapat diperoleh langsung dari lapangan yang dapat memberikan gambaran keadaan,
mengidentifikasi
permasalahan,
dan
menjawab
semua
pertanyaan dalam penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah ketua komunitas hijabers di kota Salatiga, para pengurus komunitas hijabers di kota Salatiga, dan anggota yang tergabung dalam komunitas hijabers di kota Salatiga. 12
b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melaui orang lain atau melalui dokumentasi (Sugiyono, 2006:253). Sumber data sekunder dapat diperoleh dari buku, jurnal, internet, artikel, majalah atau koran, serta hasil penelitian lainnya. Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu berupa foto, catatan, dan arsip. Catatan dan arsip yang dimaksud adalah struktur keanggotaan komunitas, jadwal kegiatan komunitas, dan aktivitas pada event yang dilakukan komunitas. 5. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh langsung dari lapangan yang dapat memberikan gambaran keadaan, mengidentifikasi permasalahan, dan menjawab semua pertanyaan dalam penelitian. Sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari buku, jurnal, internet, artikel, majalah atau koran, serta hasil penelitian lainnya. Data primer dapat diperoleh melalui: a. Wawancara Esterberg (2002) menyatakan bahwa “wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk betukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dkonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu” (Sugiyono, 2006:260). Wawancara yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara tak berstruktur atau terbuka, yaitu wawancara yang 13
bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2006:263). Wawancara ini digunakan dalam mencari data melalui informan tentang pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga yakni ketua komunitas, para pengurus komunitas, dan anggota yang tergabung dalam komunitas, serta peneliti juga dapat mengetahui lebih mendalam tentang informan mengenai halhal terkait dengan judul, sehingga dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena sesuai dengan yang terjadi. Pengumpulan data pada wawancara dapat dilengkapi pula melalui observasi. b. Observasi Marshall (1995) menyatakan bahwa “melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut” (Sugiyono, 2006:254). Observasi merupakan cara pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan langsung sesuai dengan keadaan riil di lapangan. Observasi ini digunakan dalam mencari data tentang pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga untuk memperoleh data yang berhubungan dengan gambaran riil dan detail komunitas. c. Dokumentasi Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu (Sugiyono, 2006:270). Dokumentasi merupakan materi tertulis yang didasarkan pada catatan dan dokumen-dokumen yang digunakan untuk 14
melengkapi sebuah data yang diperlukan dalam penelitian. Dokumendokumen tersebut bisa berupa foto, dokumen milik informan, dan hasil wawancara yang didapat dari informan. Dokumentasi digunakan dalam mencari data tentang pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga, dan diperlukan sebagai pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi, sehingga akan lebih kredibel/dapat dipercaya jika didukung oleh data-data dokumentasi. 6. Analisis Data Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya menggunakan data yang dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya secara teoritis. Sedangkan pengolahan datanya dilakukan secara rasional dengan menggunakan pola induktif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau orang-orang dari pelaku yang dapat diamati dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena dari data-data yang diperoleh dari obyek penelitian yang kemudian dilakukan analisis dengan cara: a. Mendiskripsikan data dari informan Analisis hendaknya membaca dan mempelajari secara teliti seluruh jenis data yang sudah terkumpul. Setelah itu diusahakan agar satuan-satuan itu dapat diidentifikasi dengan mendiskripsikan atau menggambarkan keadaan dari obyek penelitian. Data tersebut diperoleh dari informan ketika melakukan penelitian. 15
b. Memilah-milah sesuai dengan analisis penelitian kemudian dianalisis oleh penulis c. Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. d. Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. e. Disimpulkan untuk menjawab tujuan penelitian Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisa selama menulis dan merupakan suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan dan mungkin begitu seksama dan akan memakan tenaga dengan peninjauan kembali dalam menjawab tujuan penelitian. Analisis ini sendiri akan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: 1) Penyajian Data (Data Display) Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan sejenisnya, tapi yang paling sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami (Sugiyono, 2006:280). Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki 16
makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan data, membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapi tujuan penelitian. 2) Reduksi Data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, oleh karena itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2006:277-278). Yang peneliti lakukan dalam mereduksi data diantaranya: a) Hasil wawancara maupun catatan lapangan yang masih umum dan acak-acakan yang belum dapat dipahami, dengan reduksi maka peneliti merangkum, mengambil data yang pokok dan penting, sedangkan yang tidak penting dibuang. b) Peneliti dalam mereduksi data akan memfokuskan pada komunitas hijabers di kota Salatiga, karakter muslimah pada komunitas hijabers di kota Salatiga, pendidikan karakter muslimah pada komunitas hijabers di kota Salatiga, dan faktor-faktor penghambat pendidikan karakter muslimah pada komunitas hijabers di kota Salatiga. 17
c) Jika peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, maka itulah yang harus dijadikan perhatian dalam mereduksi data. 3) Kesimpulan dan Verifikasi Data yang sudah dipolakan, difokuskan, dan disusun secara sistematis melalui reduksi dan penyajian data yang kemudian disimpulkan
sehingga
makna
data
dapat
ditemukan.
Untuk
memperoleh kesimpulan yang lebih mendalam, maka diperlukannya data baru sebagai penguji terhadap kesimpulan awal. Tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi data diambil dari hasil reduksi dan panyajian data merupakan kesimpulan sementara. Kesimpulan sementara ini masih dapat berubah jika ditemukan bukti-bukti kuat lain pada saat proses verifikasi data di lapangan. Jadi proses verifikasi data dilakukan dengan cara peneliti terjun kembali di lapangan untuk mengumpulkan data kembali yang dimungkinkan akan memperoleh bukti-bukti kuat lain yang dapat merubah hasil kesimpulan sementara yang diambil. Jika data yang diperoleh memiliki keajegan (sama dengan data yang telah diperoleh) maka dapat diambil kesimpulan yang baku dan selanjutnya dimuat dalam laporan hasil penelitian. 7. Pengecekan Keabsahan Data Uji keabsahan data dalam penelitian ini terdapat beberapa kriteria yang nantinya akan dirumuskan secara tepat, teknik pemeriksaannya yaitu adanya kredibilitas yang dibuktikan dengan perpanjang pengamatan, 18
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan dimintakan kesepakatan (membercheck) (Sugiyono, 2006:302). Untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan dalam penelitian memiliki tingkat kebenran atau tudak, maka dilakukan pengecekkan data yang disebut validitas data. Untuk menjamin validitas data maka dilakukan triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Penelitian ini dalam menguji keabsahan data dilakukan dengan beberapa bentuk meliputi: a. Triangulasi Sumber Menurut
Patton
(1987),
“triangulasi
sumber
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda” (Moleong, 2009:330). Dalam penelitian ini yang peneliti lakukan, diantaranya: 1) membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan, 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan yang dikatakan secara pribadi, 3) membandingkan data hasil wawancara dengan isi suatu dokumentasi, 4) data yang diperoleh dilakukan pada ketua komunitas dan pengurus komunitas, data dari sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan mana pandangan yang sama, mana yang berbeda, dan mana yang spesifik dari sumber-sumber tersebut
19
sehingga dapat dianalisis oleh peneliti yang kemudian menghasilkan suatu kesimpulan. b. Triangulasi Teknik Triangulasi teknik merupakan pengengecekkan data kepada sumber yang sama namun dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2006:307). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengecekkan terhadap data yang telah diperoleh melalui wawancara lalu dicek melalui observasi ataupun dokumentasi. Bila dengan teknik-teknik tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data atau yang lainnya untuk memastikan data yang sebenarnya. 8. Tahap-tahap Penelitian a. Kegiatan administratif, yang meliputi pengajuan izin operasional untuk penelitian dari rektor IAIN Salatiga selaku penanggung jawab, kemudian menyusun pertanyaan untuk wawancara, serta melakukan administratif lainnya. b. Kegiatan lapangan yang meliputi: 1) Survei awal untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian, yaitu pada komunitas hijabers Salatiga. 2) Menemui para pengurus dan anggota komunitas hijabers Salatiga yang akan dijadikan objek penelitian.
20
3) Melakukan wawancara kepada para informan sebagai langkah untuk pengumpulan data, kemudian observasi langsung ke lapangan secara mendalam berkaitan dengan yang diteliti. 4) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan untuk memudahkan dalam melakukan pemaknaan. 5) Mereduksi data dengan cara membuang data-data yang lemah atau menyimpang. 6) Melakukan ferivikasi data untuk membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai deskriptif temuan penelitian. 7) Menyusun laporan akhir untuk dijilid dan dilaporkan. G. Sistematika Penulisan Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui urutan-urutan dalam penulisannya, diantaranya: BAB I
PENDAHULUAN, berisi
pendahuluan
yang memuat
latar
belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliatian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekkan keabsahan data, tahap-tahap penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. BAB II
KAJIAN PUSTAKA, berisi tentang kajian teori yang meliputi:
pengertian persepsi, pengertian pendidikan, pengertian karakter, pengertian pendidikan karakter, model pendidikan karakter, faktor-faktor penghambat dan
21
pendorong dalam pendidikan karakter, dan solusi dalam mengatasi penghambat pendidikan karkter. BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN, berisi paparan
data dan temuan penelitian yang menjelaskan tentang: gambaran umum lokasi penelitian, gambaran informan terdiri dari: sejarah singkat, visi dan misi, data kepengurusan, dan deskripsi hasil temuan penelitian. BAB IV
PEMBAHASAN, pembahasan memuat tentang persepsi hijabers
tentang pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga, model pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga, faktor-faktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga, dan solusi dalam mengatasi faktor-faktor penghambat pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga. BAB V
PENUTUP, penutup memuat tentang: kesimpulan dan saran.
22
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Persepsi Tentang Pendidikan Karakter Pembicaraan mengenai pendidikan karakter atau pendidikan yang berbasis pada karkater menjadi pokok bahasan yang banyak dibicarakan baik dalam lingkup pendidikan maupun masyarakat pada umumnya, karena perilaku pada remaja saat ini sudah sangat memprihatinkan, sudah sangat jauh dari akhlak yang mulia menurut pandangan Islam. Ini dikarenakan di tingkat pendidikan terutama sekolah hanya mengutamakan tingkat intelegensi siswa sedangkan pendidikan karakter mereka terabaikan. Berkaitan dengan ini, maka akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian pendidikan karakter yang dijelaskan secara terpisah. 1. Persepsi Persepsi menurut McMahon adalah proses menginterpretasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerimaan informasi (sensory information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson, persepsi merupakan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap, dan mencium dunia di sekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami oleh manusia. (Adi, 1994:105).
Menurut
Brian
fellow,
persepsi
adalah
proses
yang
memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi. Kenneth K. Sereno dan Edward M. Badaken, persepsi adalah sarana yang 23
memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita. Phillip Goodracre dan jennifer follers, persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan. Joseph A. Devito, persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita (Mulyana, 2013:180). Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah tanggapan atau pandangan seseorang mengenai sesuatu yang dialami oleh setiap individu. 2. Pendidikan Adapun pengertian pendidikan, diantaranya: a. Driyarkara dalam buku Dikti Ditjen (1983/1984), mengemukakan bahwa “pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda” (Ikhsan, 2003:4). Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (Ikhsan, 2003:4). b. Crow and Crow dalam buku Suprapto (1975), menyebutkan “pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan
24
budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi” (Ikhsan, 2003:5). c. Menurut Ki Hajar Dewantara, “pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak” (Ikhsan, 2003:5). Dalam GBHN tahun 1973 dikatakan bahwa “pendidikan hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup” (Ikhsan, 2003:5). Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha untuk mewujudkan suasana belajar mengajar agar peserta didik mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan memiliki kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan. Untuk mencapai kesuksesan
dalam
pendidikan
diperlukannya
tujuan-tujuan
dalam
pendidikan, diantaranya: a. meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan, b. menumbuhkan/menanamkan kecerdasan emosi dan spiritual yang mewarnai aktivitas hidupnya, c. menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui pelaksanaan tugastugas pembelajaran, d. menumbuhkan kebiasaan dan kemampuan untuk berpartisipasi aktif secara teratur dalam aktivitas hidupnya dan memahami manfaat dari keterlibatannya, 25
e. menumbuhkan kebiasaan untuk memanfaatkan dan mengisi waktu luang dengan aktivitas belajar, dan f. menumbuhkan pola hidup sehat dan pemeliharaan kebugaran jasmani (Hidayatullah, 2010:5). Pengertian dan tujuan dari pendidikan di atas, menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Alaq:1-5 yang berbunyi:
1. 2. 3. 4. 5.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dari ayat ini jelas, bahwa agama islam telah mendorong umatnya senantiasa belajar dan menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya. 3. Karakter Beberapa pengertian karakter menurut para ahli, diantaranya: a. Prof. Suyanto dalam buku Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, menyatakan bahwa “karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas dari tiap individu untuk
26
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara” (Muslich, 2011:70). b. Hermawan Kartajaya mengemukakan sebagai berikut. Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu (manusia). Ciri khas tersebut adalah asli, dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta merespons sesuatu (Gunawan, 2012:2). c. Scerenko (1997) mendefinisikan “karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa” (Samani dan Hariyanto, 2013:42). d. Robert Marine (1998), “karakter adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan yang membangun pribadi seseorang” (Samani dan Hariyanto, 2013:42). Jadi dapat disimpulkan bahwa karakter adalah ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau bangsa dengan yang lain. Berbagai literatur dikatakan, kebiasaan yang dilakukan secara berulangulang yang didahului oleh kesadaran dan pemahaman akan menjadi karakter seseorang (Munir, 2010:5). Karakter seseorang akan dipengaruhi oleh gen (keturunan), gen hanya merupakan salah satu faktor pembentuk karakter saja. Perkembangan karakter tiap individu tentulah berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan kecepatan, urutan, dan profil perkembangan karakter sangat tergantung pada kondisi internal dan eksternal setiap
27
individu, perbedaan perkembangan karakter juga berlaku pada usia individu, serta latar belakang kehidupan individu (Zuchdi, 2011:68). Dari beberapa perbedaan tersebut, maka dapat diklasifikasikan faktor-faktor pembentukan karakter individu diantaranya hal-hal yang mempengaruhi karakter dalam majalah Maudiku: Cerdas-Kreatif-Ceria dan Berakhlak Mulia, Megawangi mengatakan sebagai berikut. “Karakter terbentuk dengan dipengaruhi oleh paling sedikit lima faktor, yaitu: temperamen dasar (dominan, intim, stabil, cermat), keyakinan (apa yang dipercaya, paradigma), pendidikan (apa yang diketahui, wawasan kita), motivasi hidup (apa yang kita rasakan, semangat hidup), dan perjalanan (apa yang telah dialami, masa lalu kita, pola asuh dan lingkungan)” (Muidin, 2015:27).
Ada sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan proses pendidikan karakter yang pada setiap individu memiliki corak yang berbeda-beda,
pada dasarnya akibat adanya pengaruh dari
dalam diri manusia (insting) dan motivasi yang disuplai dari luar dirinya seperti milieu/lingkungan, pendidikan, dan aspek wirotsah (keturunan). a. Faktor insting (naluri) Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku, misalnya insting ingin tahu dan memberitahu, insting takut, insting suka bergaul, dll. b. Faktor adat/kebiasaan Adat/kebiasaan merupakan setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga 28
menjadi kebiasaan. Perbuatan yang telah menjadi adat kebiasaan tidak cukup hanya diulang-ulang saja, tetapi harus disertai dengan kesukaan dan kecendenrungan hati terhadapnya. Jadi terbentuknya kebiasaan itu karena adanya kecenderungan hati yang diiringi perbuatan. c. Faktor keturunan/wirotsah Secara langsung maupun tidak langsung faktor keturunan sangat mempengaruhi pembentukan karakter seseorang. Sifat-sifat pada diri anak merupakan pantulan dari sifat-sifat orang tuanya. d. Faktor milieu/lingkungan Milieu artinya sesuatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi tanah dan
udara,
sedangkan
lingkungan
manusia
ialah
apa
yang
mengelilinginya. Milieu itu ada dua macam, yaitu: 1) Lingkungan alam Lingkungan alam ini dapat mematahkan atau
mematangkan
pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang. Jika kondisi alamnya jelek, itu akan menjadi perintang dalam mematangkan bakat seseorang karena hanya mampu berbuat sesuai kondisi yang ada, dan begitu pula sebaliknya. 2) Lingkungan pergaulan Manusia akan selalu berhubungan dengan manusia lainnya, oleh karena itu dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat, dan tingkah laku. (Zubaedi, 2011:178-183). 29
Faktor-faktor pembentuk karakter di atas dapat disimpulkan bahwa faktor keturunan memang berperan penting dalam pembentukan karakter individu, namun pada usia-usia remaja faktor yang sangat berpengaruh terhadap karakter individu adalah faktor lingkungan pergaulan, karakter itu akan terbentuk baik jika individu itu bergaul dengan orang-orang/kelompok yang baik, namun jika individu itu bergaul dengan orang-orang/kelompok yang tidak baik maka individu itupun akan menjadi tidak baik. Akan sulit bagi orang tua untuk merubah karakter anak yang sudah tercemar oleh lingkungan yang tidak baik, karena sesuatu yang sulit dirubah dari diri individu dan sesuatu yang menjadi kebiasaan individu itulah yang dikatakan karakter. 4. Pendidikan Karakter Pendidikan karakter saat ini merupakan topik yang banyak dibicarakan di kalangan pendidik, karena pendidikan karakter sangat dibutuhkan dalam mendidik karkater anak bangsa agar menjadi penerus yang berkarakter mulia. Ada beberapa pengertian pendidikan karakter menurut para ahli, diantaranya: a. Ratna Megawangi, “pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya” (Kesuma dkk, 2012:5).
30
b. Lickona, “pendidikan karakter merupakan upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis, atau upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa” (Samani dan Hariyanto, 2013:44). c. Scerenko menyatakan pengertian pendidikan sebagai berikut. Pendidikan karakter dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian, serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari) (Samani dan Hariyanto, 2013:45). d. Menurut Elkind dan Sweet, “pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilainilai etis/susila” (Gunawan, 2012:23). Jadi dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha untuk melakukan perubahan maupun pengembangan dari keseluruhan sifat, watak, dan perilaku yang tercermin pada setiap individu agar lebih baik sesuai dengan norma-norma agama. Dari pengertian pendidikan karakter di atas, maka fungi pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk bakat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdasakan kehidupan berbangsa. Secara lebih khusus dan terperinci Kemendiknas (2011) menyebutkan bahwa pendidikan karakter mempunyai fungsi sebagai berikut: 31
a. Pembentukan dan pengembangan potensi Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikir baik, berhati baik dan berperilaku sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. b. Perbaikan dan Penguatan Pendidikan karakter berfungsi untuk memperbaiki karakter manusia dan warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan membentuk peran keluarga, satuan pendidikan masyarakat dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejahtera. c. Penyaringan Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar lebih bermanfaat (http://estiprihantara.blogspot.com/2013/05/pendidikan-karakter.html). Karakter masyarakat yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa “emas” namun “kritis” bagi pembentukan karakter seseorang (Gunawan, 2012:28). Kemudian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengemukakan lima komponen pembentukan karakter siswa yang dimuat dalam republika pada 18 Juli 2015, ada lima komponen yang menjadi pilar gerakan penumbuhan budi pekerti yang akan diterapkan Mendikbud, diantaranya: 32
a. Senyum, Sapa, Salam (3S), b. nilai moral dan agama, c. interaksi positif antar warga sekolah, d. kecintaan pada tanah air dan bangsa, dan e. perlu dibangun interaksi positif antara pihak sekolah dengan orang tua (http://www.pendidikanguru.com/index.php/2015/07/18/menteri-anieskemukakan-lima-komponen-pendidikan-karakter/). Adapun prinsip-prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif sesuai rekomendasi dari Kemendiknas (2010), diantaranya: a. mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karkater, b. mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku, c. menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun karkater, d. menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian, e. memberi kesempatan pada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik, f. memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses, g. mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada peserta didik,
33
h. memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama, i. adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter, j. memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter, dan k. mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karkater, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peresta didik (Gunawan, 2012:35-36). Indonesia dengan kekayaan alamnya akan sulit dikuasai manakala bangsanya memiliki karkater yang kuat. Menurut Raka (2007), krisis karakter bangsa kita disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. Terlampau terlena oleh SDA yang melimpah. b. Pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik. c. Surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme „overdoses‟. d. Kurang berhasil belajar dari pengalaman bangsa sendiri (Muslich, 2011:72). Ada beberapa faktor penyebab rendahnya pendidikan karkater, diantaranya: a. Sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter tetapi lebih menekankan pengembangan intelektual.
34
b. Kondisi lingkungan yang kurang mendukung pembangunan karakter yang baik (Hidayatullah, 2010:17). Rendahnya pendidikan karakter dipengaruhi oleh beberapa faktor di atas, sehingga
pada
jenjang
pendidikan
tidak
hanya
mengedepankan
pengembangan intelektual anak saja, namun yang terpenting adalah sikap atau moralnya yang lebih diutamakan. Dengan moral yang baik tentunya intelektual yang dimiliki akan bermanfaat bagi kehidupannya. B. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter 1. Religius Merupakan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Wibowo, 2012:43). Jadi sebagai seorang muslim diwajibkan untuk selalu menghormati agama orang lain, dan juga diwajibkan bagi setiap umat beragama khususnya Islam untuk selalu mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. 2. Jujur Dalam pandangan umum, kata jujur sering dimaknai sebagai adanya kesamaan antara realitas (kenyataan) dengan ucapan atau dengan kata lain “apa adanya” (Kesuma dkk, 2012:16). Orang yang memilki karkater jujur dicirikan oleh perilaku berikut: a. jika bertekad untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran dan kemaslahatan, b. jika berkata tidak berbohong (benar apa adanya), 35
c. jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya. Karakter ini merupakan salah satu karakter pokok untuk menjadikan seseorang cinta kebenaran, apapun resiko yang akan diterima dirinya dengan kebenaran yang ia lakukan (Kesuma dkk, 2012:17). Jujur merupakan karakter yang dapat menarik orang lain untuk percaya, karena orang jujur adalah orang yang dapat menjaga amanah. 3. Toleransi Merupakan perilaku yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya (Wibowo, 2012:43). Toleransi berarti sikap atau perbuatan yang melarang adanya
diskriminasi
terhadap
orang-orang/kelompok
yang
berbeda
dengannya. 4. Disiplin Merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan (Asmani, 2011:37). Disiplin adalah kunci sukses karena disiplin akan berpengaruh besar terhadap kehidupan seseorang. Disiplin akan menumbuhkan sifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam berusaha dan belajar, pantang mundur dalam kebenaran, rela berkorban demi kepentingan agama, dan pantang putus asa. 5. Kerja Keras Merupakan suatu upaya yang terus dilakukan (tidak pernah menyerah) dalam menyelesaikan pekerjaan/tugasnya sampai tuntas, 36
melainkan mengarahkan pada visi besar yang harus dicapai untuk kebaikan/kemaslahatan
manusia
dan
lingkungannya
(Kesuma
dkk,
2012:17). Bekerja keras berarti berusaha atau berjuang dengan sungguhsungguh. Berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu tujuan, kemudian disertai dengan berserah diri (tawakal) kepada Allah SWT. 6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki (Wibowo, 2012:43). Kreatif lebih dikenal dengan sesuatu yang baru, sehingga orang yang kreatif akan selalu memunculkan ide-ide ataupun hasil karya baru yang tentunya bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. 7. Mandiri Merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas (Asmani, 2011:38). Mandiri akan memunculkan sikap kerja keras, tidak putus asa, dan mampu berpikir panjang dalam mengatasi masalah karena orang yang mandiri akan terus berusaha untuk
melakukan segalanya
sendiri
meskipun
terkadang
memerlukan bantuan orang lain. 8. Demokratis Merupakan carara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain (Asmani, 2011:40). Demokratis berarti sama rata, tidak membedakan hak dan kewajiban pada setiap individu. 37
9. Rasa ingin tahu Merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar (Asmani, 2011:38). Rasa ingin tahu merupakan salah satu dorongan emosi yang berkaitan dengan perilaku, yaitu perilaku untuk menemukan hal-hal baru yang positif sehingga dari rasa ingin tahu tersebut seseorang akan bertambah pengetahuannya. 10. Semangat kebangsaan Merupakan
cara berpikir, bertindak dan
berwawasan
yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya (Asmani, 2011:40). Semangat kebangsaan menumbuhkan sikap tidak egois yang hanya mementingkan kepentingan pribadi. 11. Cinta tanah air Merupakan cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa (Wibowo, 2012:43). Mencintai Negeri yang didiami merupakan salah satu bentuk rasa cinta terhadap tanah air, seperti berusaha dalam memajukan pendidikan di Negeri kita sendiri dengan menumbuhkan akhlak yang mulia. 12. Menghargai prestasi Merupakan perilaku yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain (Wibowo, 2012:43). Berkarya artinya mengerjakan 38
sesuatu sampai menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi semua orang. Menghargai hasil karya orang lain dapat diapresiasi dalam bentuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang positif. 13. Bersahabat/komunikatif Merupakan perilaku yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain (Wibowo, 2012:43). Seseorang yang mudah bergaul dan pandai dalam berbicara akan lebih disenangi oleh kebanyakan orang karena orang yang seperti itu nyaman untuk diajak bicara. 14. Cinta damai Merupakan sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya (Wibowo, 2012:43). Cinta damai berarti tidak ingin mencari masalah dengan siapapun baik itu dalam ucapannya maupun perkataannya, hidupnya akan merasa baik-baik saja. 15. Gemar membaca Merupakan suatu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya (Wibowo, 2012:43).
Gemar
membaca
berarti
menambah
wawasan
ilmu
pegetahuannya, sebagaimana Allah SWT memerintahkan Nabi saw untuk membaca.
39
16. Peduli lingkungan Merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi (Wibowo, 2012:43). Menurut Nenggala dalam artikel Sri Handayani (2012) berpendapat bahwa indikator seseorang yang peduli lingkungan adalah: a. selalu menjaga kelestarian lingkungan sekitar, b. tidak mengambil, menebang atau mencabut tumbuh-tumbuhan yang terdapat di sepanjang perjalanan, c. tidak mencoret-coret, menorehkan tulisan pada pohin, batu-batu, jalan atau dinding, d. selalu membuang sampah pada tempatnya, e. tidak membakar sampah di sekitar perumahan, f. melaksanakan kegiatan membersihkan lingkungan, g. menimbun barang-barang bekas, h. membersihkan
sampah-sampah
yang
menyumbat
saluran
air
(http://mamagilang.blogspot.com/2012/11/kepedulianlingkungan.html). Peduli lingkungan merupakan sikap menjaga, memperhatikan baik lingkungan alam kita maupun lingkungan masyarakat kita. Dengan adanya sikap peduli lingkungan maka hidup akan menjadi aman, nyaman, tentram, dan lain sebagainya.
40
17. Peduli sosial Merupakan perilaku yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan (Wibowo, 2012:44). Peduli sosial telah dianjurkan pula dalam Islam, sebagaimana QS. Al-Kautsar:1-3 yang berbunyi:
1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. 2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. 3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.
Dampak positif dari peduli sosial menurut Triatmini, antara lain: a. terwujudnya sikap hidup gotong royong, b. terjalinnya hubungan batin yang akrab, c. menumbuhkan kerukunan dan kebersamaan, d. terjadinya pemerataan kesejahteraan, e. menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya, f. terwujudnya persatuan dan kesatuan, g. menciptakan kondisi masyarakat yang kuat dan harmonis, h. menghilangkan
rasa
dengki
dan
dendam
(http://pembelpai.blogspot.com/2011/01/bab-iii-kepedulian-sosial.html).
41
Sikap peduli sosial berarti peduli sesama dan akan menumbuhkan sikap dermawan pada diri individu, karena masih banyak orang-orang yang kurang atau bahkan tidak mampu yang memerlukan bantuan. 18. Tanggung jawab Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanankan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan (Mustari, 2011:21). Tanggung jawab yang baik berada pada perimbangan yang serasi antara perolehan hak dan penuaian kewajiban. Sukanto dalam buku Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan Karkater, menyatakan bahwa diantara tanggung jawab yang harus ada pada manusia adalah tanggung jawab kepada Tuhan, untuk membela diri dari ancaman yang datang, tanggung jawab diri dari kerakusan ekonomi, terhadap keluarga, sosial kepada masyarakat sekitar, berpikir, dalam memelihara hidup dan kehidupan (Mustari, 2011:23) Dari tanggung jawab di atas dapat diringkas, bahwa tanggung jawab terdiri dari: a. Tanggung jawab personal Orang yang bertanggung jawab pada dirinya adalah orang yang bisa melakukan kontrol internal sekaligus eksternal. Ontrol internal adalah satu keyakinan bahwa ia boleh mengontrol dirinya, dan yakin bahwa kesuksesan yang dicapainya adalah hasil dari usahanya sendiri. Selain itu kita juga perlu yakin terhadap faktor takdir sebagai kontrol eksternalnya. 42
Kemudian, jika tanggung jawab adalah beban maka setiap manusia memiliki bebannya masing-masing, beban tersebut sebetulnya adalah takdirnya (Mustari, 2011:24-25). b. Tanggung jawab moral Masyarakat umum beranggapan bahwa manusia bertanggung jawab atas tindakannya dan akan mengatakan mereka layak mendapatkan pujian atau tuduhan atas apa yang mereka kerjakan (Mustari, 2011:26). c. Tanggung jawab sosial Tanggung jawab sosial itu bukan hanya masalah memberi atau tidak membuat kerugian kepada masyarakat tetapi bisa juga tanggung jawab sosial merupakan sifat-sifat kita yang perlu dikendalikan dalam hubungannya dengan orang lain (Mustari, 2011:27). Tanggung jawab itu tidak hanya pada diri sendiri saja melainkan segala hal yang kita lakukan baik untuk diri sendiri maupun orang lain adalah tanggung jawab. C. Komunitas Hijabers Salatiga Komunitas merupakan sekumpulan orang atau kelompok yang hidup dan saling berinteraksi di daerah tertentu; masyarakat; paguyuban (KBBI, 2003:586). Sedangkan hijabers yaitu berasal dari kata hijab dan ers. Hijab adalah bahasa arab yang berarti penutup, penghalang yang bisa juga dimaknakan sebagai kerudung atau penutup kepala. Sedangkan ers adalah kata yang merujuk pada perkumpulan, atau pengikut suatu komunitas atau komunitas tertentu. Komunitas hijabers adalah sekumpulan orang yang ingin 43
terlihat sama dalam satu pandangan dalam bergaya dan berbusana yang berisikan wanita-wanita muslimah cantik dengan pakaian atau jilbab yang penuh gaya dan tidak biasa. Ia memodifikasi pakaian dan gaya berhijab agar lebih modis dan tidak terlihat atau dipandang kuno (http://repository.uinsuska.ac.id/10/15/3/BAB%20II.pdf). Tujuan dibentuknya komunitas hijabers hijabers Salatiga yaitu untuk Menjadi komunitas yang berguna bagi sesama, serta menjadi wadah positif bagi muslimah untuk belajar dan saling berbagi. Apabila seseorang masuk ke dalam suatu kelompok, pada umumnya ia tidak serta merta masuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada tahapan-tahapan tertentu. Menurut Johnson (2000), ada beberapa tahap dimana orang akan masuk dalam kelompok yaitu: 1. Prospective Member Dalam tahapan ini, baik calon anggota maupun kelompok yang dimasuki masing-masing mengadakan evaluasi atau penilaian. Calon anggota akan melihat banyak hal baik yang akan menguntungkan ataupun merugikan dirinya didalam komunitas tersebut, sedangkan bagi kelompok yang dimasuki, memberikan informasi yang dibutuhkan oleh calon anggota. 2. New Member Tahapan ini, anggota baru akan menyesuaikan diri dengan hal-hal yang dituntut oleh kelompoknya. Ia akan memperoleh status dan peran dalam komunitasnya.
44
3. Full Member Dalam tahapan ini, anggota yang sudah cukup mapan dalam kelompoknya sehingga memungkinkan memperoleh status dan peran yang berbeda dengan saat ia berkedudukan sebagai new member. 4. Marginal member Dengan segala perkembangan, anggota yang mungkin memiliki keraguan terhadap kelompok yang bersangkutan, anggota mungkin merasa sudah tidak cocok dengan norma-norma yang sudah ada di dalam kelompoknya, sehingga ia tidak sepenuh hati ada dalam kelompok yang bersangkutan tersebut. 5. Ex- Member Dalam tahapan ini anggota yang bersangkutan sudah tidak terkait pada kelompok semula dan ada kemungkinan ia berpindah ke kelompok lainnya. (http://repository.uin-suska.ac.id/10/15/3/BAB%20II.pdf). Jika dalam komunitas Hijabers Salatiga, tahapan keanggotaan mereka melalui tahap Prospective Member, New Memeber, dan Full Member. Karena mereka yang tergabung dalam Hijabers Salatiga merasa banyak pengetahuan dan kegiatan yang diadakan selalu menarik, sehingga jarang dari mereka yang ke luar kecuali karena masalah keluarga.
45
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Joglo Ki Penjawi Joglo Ki Penjawi berdiri pada bulan Juni 2011 atau sekitar 4 tahun yang lalu, yang didirikan oleh Bpk. Ir. H. Gunawan Herdiwanto dan nama Joglo Ki Penjawi ini diambil dari nama jalan, karena letak Joglo tersebut di Jl. Ki Penjawi. Didirikannya Joglo Ki Penjawi ini mulanya karena Bapak Gunawan senang dengan adat budaya Jawa dan senang mengumpulkan barang-barang kuno serta unik. Joglo Ki Penjawi terletak di Jalan Ki Penjawi No. 14, Sidorejo Lor, Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Joglo Ki Penjawi ini memiliki ketinggian 700 m di atas permukaan laut, 7o18‟28.4”S dan 110o29‟42.5”E. Lokasinya jika ditempuh melalui Jl. Diponegoro, Sidorejo Lor kota Salatiga yang berada di kanan jalan raya, di kanan jalan raya terdapat gang arah ke Rumah Sakit ANANDA sekitar + 500 meter dari jalan utama Solo-Semarang. 2. Sejarah Singkat Komunitas Hijabers Salatiga Hijabers Salatiga berdiri di Salatiga pada 26 Juni 2012 yang merupakan kumpulan dari muslimah-muslimah berjilbab di Salatiga dengan tujuan mengajak muslimah yang belum memakai jilbab agar tertarik memakai, dan bagi yang sudah pakai jilbab menjadi istiqomah dalam berjilbab (tidak lepas jilbab). Berdirinya Hijabers Salatiga dikarenakan di 46
kota Salatiga ini belum terdapat komunitas Hijabers sedangkan di kota lain seperti Solo, Semarang, dan kota-kota besar lainnya sudah ada komunitas hijabers. Kemudian dari komunitas hijabers di Solo inilah yang menjadi awal berkecimpungnya Tyas Rara dalam hijabers, sekaligus menjadi penggagas dalam terbentuknya Komunitas Hijabers Salatiga. Namun dalam pembentukan Hijabers Salatiga ini tidaklah mudah, karena awal terbentuknya Hijabers Salatiga hanya beranggotakan 5 orang saja dan setiap event selalu merekrut anggota-anggota baru, seperti event pertama Hijabers Salatiga yaitu Beauty class and hijab class yang bekerjasama dengan Wardah kosmetik hingga acara itupun sukses dengan bertambahnya anggota mereka menjadi 13 orang yang sekaligus menjadi pengurus tetap Hijabers Salatiga. Hijabers Salatiga beranggotakan 100 orang lebih anggota dari berbagai macam latar belakang yang dibentuk dalam suatu susunan komite serta tugas-tugas dalam komite Hijabers Salatiga yang telah disepakati bersama oleh masing-masing anggota Hijabers Salatiga. Masing-masing anggota mempunyai tugas-tugas dan peranan penting dalam suatu kegiatan hijabers. Untuk kepengurusan Hijabers Salatiga dimulai dari usia SMA-28 tahun, sedangkan member Hijabers Salatiga mulai dari usia SMP-lansia, ini menunjukkan bahwa Hijabers Salatiga tidak dibatasi oleh usia atau status, baik tua maupun muda, menikah ataupun belum menikah. Setiap aktivitas komunitas Hijabers Salatiga seperti rapat kepengurusan atau rapat pelaksanaan kegiatan
47
diadakan di sekretariat Hijabers Salatiga. Alamat sekretariat hijabers Salatiga di Rumah Makan Joglo Ki Penjawi. 3. Visi dan Misi Hijabers Salatiga Visi dari Hijabers Salatiga yaitu: sebagai sarana edukasi bagi muslimah untuk tampil cantik dan syar‟i. Misi dari Hijabers Salatiga yaitu: a. untuk memperdalam dan berbagi ilmu pengetahuan tentang Islam, b. menjadi wanita muslimah itu tidak hanya cantik fisik tetapi juga cantik hati melalui berbagai acara positif, dan c. untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama muslimah baik di Salatiga maupun Indonesia. (Sumber: arsip Hijabers Salatiga) 4. Data Kepengurusan Hijabers Salatiga Adapun data kepengurusan di Hijabers Salatiga, sebagai berikut: a. Penasehat
: Ibu Titik Kirnaningsih, SE.
b. Pembina
: Ibu Titik Kristiana Anggraini, S.Pd.
c. Ketua
: Tyas Rara Sindu
d. Wakil Ketua
: Hana Nur Oktinafia
e. Sekretaris
: Affina Maulida
f. Bendahara
: Tri Ayu Tristiani
g. Humas
: Yashinta Putri Puput
h. Devisi Edukasi
: Nica 48
Nurma i. Devisi Sosial
: Aninditya Laras Illiyun Falikha Astni Furaida
j. Devisi Belanja
: Laila Ma‟ruf Warida Fibri Ardiana
Dalam kesempatan kali ini penulis mengadakan wawancara dengan beberapa narasumber yang telah memberikan informasi kepada penulis berkenaan dengan judul penelitian yang diambil. Para informan tersebut adalah ketua Hijabers Salatiga, beberapa pengurus Hijabers Salatiga, dan beberapa anggota Hijabers Salatiga yang turut andil dalam mensukseskan tujuan Hijabers Salatiga. B. Gambaran Informan 1. TR, lahir di Kab. Semarang pada 12 Desember 1990, beralamat di Jl. Fatmawati RT/RW 01/05, Kesongo, Tuntang, Kab. Semarang. TR merupakan pengurus komunitas Hijabers Salatiga sekaligus menjabat sebagai ketua Hijabers Salatiga. Memulai di jenjang pendidikan SD SMP SMA kemudian melanjutkan kuliahnya di UDINUS Semarang, hingga TR lulus dan menyandang gelar S1-Komputer. Namun tidak hanya sebagai ketua di Komunitas Hijabers Salatiga, TR juga menggeluti bidang fashion designer, membuat tutorial-tutorial hijab stylish nan syar‟i, hijab illustrator. TR juga telah mengeluarkan berbagai gaya untuk berhijab cantik namun tetap syar‟i serta menjajal dunia fashion muslimah blog agar karya-karyanya 49
dapat dikenal oleh masyarakat dan dapat menjadikan inspirasi bagi semua wanita muslim di Indonesia atau bahkan sampai ke penjuru Dunia. Terbukti gaya berhijabnya banyak ditiru oleh perempuan-perempuan muda muslimah disekitarnya. 2. D OSSY, merupakan salah satu pengurus di Hijabers Salatiga yang beralamat di Tegalrejo RT/RW 04/02, Kec. Tengaran, Kab. Semarang. D OSSY merupakan lulusan IAIN Salatiga S1-PAI yang sekarang tengah mengajar di Ampel. 3. AH, lahir di Kab. Semarang pada 16 September 1991 dan beralamat di Plumbon, RT/RW 16/04 Kec. Suruh Kab. Semarang. AH ingin selalu bisa menjadi orang yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, oleh karena itu kini Ia menjadi seorang fisioterapi untuk membantu orang-orang yang bermasalah dengan kesehatan oto, saraf, dan tulang mereka. AH merupakan salah satu pengurus di Hijabers Salatiga lebih tepatnya sebagai bendahara, dan AH merupakan seorang fisioterapi di RS Puri Asih serta di Klinik Keluarga Sehat. Dia pernah mengenyam pendidikan di SD Negeri 02 Plumbon yang lulus pada tahun 2003/2004, kemudian SMP dan SMA diselesaikannya di Salatiga yaitu di SMP Negeri 3 Salatiga pada tahun 2006/2007, dan SMA Negeri 2 Salatiga pada tahun 2009/2010, kemudian melanjutkan studinya di D3 Fisioterapi di UMS pada tahun 2012/2013, serta melanjutkan S1 Fisioterapi di UMS tahun 2014/2015. Baginya menjadi orang yang berguna baik bagi dirinya maupun orang lain
50
adalah moto hidupnya yang terus memberikan semangat hidup, khususnya untuk membantu orang-orang yang sedang kurang atau bahkan tidak sehat.
4. ML, merupakan salah satu member Hijabers Salatiga yang bertempat tinggal di Tegalrejo RT/RW 04/02, Kec. Tengaran, Kab. Semarang. ML dilahirkan pada 21 Mei 1995 yang pernah menempuh jenjang pendidikan di SD Tegalrejo 1, kemudian SMP 1 Tengaran, dilanjutkan di SMA 1 Tengaran, dan sekarang sedang kuliah di IAIN Salatiga semester 7 yang aktif di organisasi Teater Getar IAIN Salatiga yang menjabat sebagai bendahara, serta ML pun aktif di Desanya dengan mengikuti Karang Taruna yang menjabat sebagai sekertaris.hiduplah sesuai masanya itulah yang menjadi motto hidupnya. 5. IN, merupakan salah satu member Hijabers Salatiga yang bertempat tinggal di Calombo, RT/RW 02/04, Lopait, Kec. Tuntang, Kab. Semarang. IN lahir di Kab. Semarang pada 7 Juni 1994, Ia berasal dari latar belakang keluarga yang cukup kental dengan agamanya. Dulu Ia pernah mengenyam pendidikan di MI Ma‟arif Tuntang, kemudian Ia meneruskan di MTs Negeri Salatiga, dan SMA Negeri 3 Salatiga, saat ini Ia sedang menempuh tugas akhir kuliahnya di IAIN Salatiga. C. Temuan Penelitian 1. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Hakikatnya pendidikan karakter adalah suatu usaha untuk melakukan perubahan maupun pengembangan dari keseluruhan sifat, watak, dan 51
perilaku yang tercermin pada setiap individu ke arah yang lebih baik sesuai dengan norma-norma agama. Terutama pada era saat ini yang semakin menurunnya moralitas manusia, untuk itu diperlukannya pendidikan karakter baik disetiap jenjang pendidikan maupun di lingkungan sekitar, dan yang paling berpengaruh pada karakter individu adalah didikan semasa ia kecil yaitu di lingkungan keluarga yang selanjutnya adalah lingkungan pergaulannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Komunitas Hijabers Salatiga, para pengurus Hijabers Salatiga memaknai pendidikan karakter seperti yang diungkapkan oleh TR. “Karakter merupakan cerminan dari seseorang, jadi pendidikan karakter adalah proses belajar untuk menjadi diri sendiri” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).
Dilanjutkan oleh D OSSY yang menyatakan. “Karakter merupakan sesuatu yang melekat pada diri individu, sehingga pendidikan karakter adalah pembelajaran yang mengarahkan pada sifat yang lebih baik” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB).
Ditegaskan lagi oleh AH. “Karakter adalah sifat seseorang atau pembawaan diri dari seseorang tersebut, maka pendidikan karakter merupakan pengenalan dari sifat-sifat seseorang antara mana yang salah dan mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk” (Wawancara 15 Agustus, pukul 16.30 WIB).
Dari beberapa pernyataan informan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu proses pembentukan dan perubahan pada cerminan tiap individu agar lebih baik. Dari pengertian tersebut jelas 52
bahwa pendidikan karakter sangat dibutuhkan untuk menyeimbangi moralitas saat ini, sebagaimana fungsi dan tujuan dari pendidikan karakter itu sendiri, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk bakat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdasakan kehidupan berbangsa. Namun untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan karakter itu tidak mudah, ada beberapa faktor yang ikut serta dalam pembentukan karakter individu seperti: a. Faktor internal adalah kumpulan dari unsur kepribadian atau sifat manusia yang secara bersamaan mempengaruhi perilaku manusia. Faktor internal tersebut diantaranya: 1) Instink Biologis (Dorongan biologis) seperti makan, minum dan hubungan biologis. Karakter seseorang sangat terlihat dari cara dia memenuhi kebutuhan atau instink biologis ini. Contohnya adalah sifat yang ada di hijabers yaitu bisa mengendalikan kebutuhan biologisnya seperti makan akan memiliki karakter yang membawanya kepada kesederhanaan, tidak berlebihan. 2) Kebutuhan
psikologis
seperti
kebutuhan
akan
rasa
aman,
penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri. Seperti pada hijabers yang berlebihan dalam memenuhi rasa aman akan melahirkan karakter penakut, orang yang berlebihan dalam memenuhi kebutuhan penghargaan akan melahirkan karakter sombong/angkuh dan lain-lain. Apabila seseorang mampu mengendalikan kebutuhan psikologisnya, maka dia akan memiliki karakter tawadhu dan rendah hati.
53
3) Kebutuhan pemikiran, yaitu kumpulan informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti isme, mitos, agama yang masuk ke dalam benak seseorang akan mempengaruhi cara berfikirnya yang selanjutnya mempengaruhi karakternya. b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri manusia, namun secara langsung mempengaruhi karakternya. Faktor eksternal tersebut diantaranya faktor keluarga dalam membentuk karakter anak, kemudian faktor sosial yang berkembang di masyarakat yang kemudian disebut budaya, serta lingkungan pendidikan yang begitu banyak menyita waktu pertumbuhan setiap orang, baik pendidikan formal seperti sekolah atau pendidikan informal seperti media massa, media elektronik atau masjid. Beberapa faktor pembentuk karakter di atas yang paling berpengaruh adalah faktor eksternal seperti lingkungan sosial yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi karakter seseorang, begitu pula di komunitas hijabers kota Salatiga. Lingkungan sosial merupakan kekuatan masyarakat serta berbagai sistem norma disekitar individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan interaksi antara mereka (KBBI, 2003:675). Dari pengertian tersebut dijelaskan bahwa lingkungan sosial mempunyai peran penting dalam karakter seseorang. Begitu pula lingkungan yang ada di sekitar Hijabers Salatiga akan berpengaruh pada karakter muslimah di komunitas tersebut. Lingkungan sosial itu, terdiri dari: a. Lingkungan keluarga Al-Ghazali mengatakan:
54
“Dan anak adalah suatu amanat Tuhan kepada kedua orang tuanya, hatinya suci bagaikan juhar yang indah sederhana dan bersih dari segala goresan dan bentuk. Ia masih menerima segala apa yang digoreskan kepadanya dan cenderung kepada setiap hal yang ditujukan kepadanya”.
Dari perkataan diatas, dapat dinyatakan bahwa tanggung jawab keluarga yakni kedua orang tua terhadap pendidikan anaknya yang meliputi dua macam alasan, yaitu: 1) Anak lahir dalam keadaan suci, bersih dan sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa anak lahir dalam keadaan tidak berdaya dan belum dapat berbuat apa-apa, sehingga masih sangat menggantungkan diri pada orang lain yang lebih dewasa. 2) Kelahiran anak di dunia ini, adalah merupakan akibat langsung dari perbuatan kedua orang tuanya. Oleh karena itu kedua orang tua sebagai orang yang telah dewasa harus menanggung (bertanggung jawab) resiko yang timbul sebagai akibat perbuatannya. Demikian itu Al-Ghazali mengambil dasar hukumnya dari Al-Qur‟an:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
55
Jika di komunitas hijabers kota Salatiga, latar belakang keluarga dari informan peneliti yaitu ada yang memang dari keluarga yang taat beragama karena orang tuanya merupakan pendiri sebuah Pondok Pesantren seperti TR, ada pula yang tumbuh dari lingkup keluarga biasa dalam beragama seperti D OSSY. b. Lingkungan pergaulan Lingkungan teman-teman yang jahat mempunyai pengaruh yang negatif terhadap perkembangan anak, bukan hanya perkataannya saja tetapi seluruh perilaku atau perbuatannya. Jadi dapat dikatakan bahwa lingkungan pergaulan
mempunyai
pengaruh
yang
sangat
dominan
terhadap
perkembangan anak (Zulfa, 2013:23-24). Begitu pula yang dikatakan oleh TR, D OSSY, AH, bahwa: “karakter seseorang dapat dibentuk, tergantung lingkungan disekitar mereka. Jika lingkungannya baik maka akan membentuk karakter yang baik pula, begitu pula sebaliknya. Seperti yang dikatakan Nabi, „jika kita berteman dengan tukang jual minyak wangi maka kita akan tertular wanginya‟” (Wawancara 13-15 Agustus 2015).
Dalam membentuk karakter tidaklah mudah, karena karakter merupakan sesuatu yang sulit dirubah maka dari itu lingkungan keluarga atau orang tua harus segera membentuk karakter anaknya sejak dini, jika karakter anak dibentuk setelah ia dewasa atau remaja maka akan sulit untuk merubahnya apalagi jika karakter yang melekat adalah karakter yang buruk. Seperti yang diungkapkan oleh IN. “Karakter seseorang itu bisa dibentuk dengan cara pembiasaan, karena yang bisa mempengaruhi karakter itu kan salah 56
satunya faktor lingkungan seperti kita sehari-harinya berteman atau bergaul dengan siapa, karena sudah terbiasa bergaul dengan mereka maka dari kebiasaan itu yang menjadikan karakter seseorang” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 11.15 WIB). Ditambahkan pula oleh ML. “Karakter itu sendiri bisa dibentuk, caranya mungkin kita ngajak ke lingkungan orang dengan karakter yang baik atau lebih baik” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 16.00 WIB).
Karakter seseorang dapat dibentuk melalui lingkungan, terutama lingkungan pergaulan sangat berpengaruh sekali terhadap pengembangan dan pembentukan karakter seseorang, seperti yang dialami oleh D OSSY. “Sebenarnya aku dulu sebelum gabung di Hijabers Salatiga belum sepenuhnya berhijab bahkan dulu hijab hanya sebagai formalitas saja karena aturan kampus, namun setelah gabung dengan Hijabers Salatiga aku sudah mulai memakai hijab meskipun masih pasang copot karena hati yang belum sreg sepenuhnya, namun karena ada aturan di Hijabers Salatiga itu sendiri bahwa pengurus maupun anggota Hijabers Salatiga diwajibkan untuk berhijab. Mulai dari situlah aku benar-benar memakai hijab hingga saat ini” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB).
Dari pengalaman D OSSY di atas jelas bahwa teman atau kelompok bergaul akan mempengaruhi karakter seseorang, akan menjadi baik atau jahat/buruk itu tergantung lingkungannya. Tujuan dibentuknya karakter itu adalah untuk menumbuhkan karakter positif, seperti 18 nilai karakter bangsa yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan,
cinta
tanah
air,
menghargai
prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Wibowo, 2012:43-44).
57
Pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas Hijabers Salatiga menurut D OSSY. “Berupa dakwah melalui trend masa kini kebetulan adalah fashion” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB).
Kemudian ditambahkan oleh TR. “Pendidikan karkater yang diterapkan pada Hijabers Salatiga itu yang jelas tetap religi, ngajak pakai hijab, sharing” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).
Pendidikan karakter dapat diterapkan atau dibentuk tidak hanya melalui jenjang pendidikan saja, namun lingkungan baik keluarga, masyarakat, dan teman bergaul pun sangat menentukan karakter seseorang. Seperti yang dilakukan oleh Hijabers Salatiga yang menerapkan fashion sebagai pendidikan karakter di Komunitas tersebut. Fashion memang tidak akan pernah surut, bahkan akan semakin berkembang seiring dengan kemajuan IPTEK. Kini banyak designer-designer muda berbakat yang mencari celah dalam keadaan zaman sekarang untuk mengembangkan dan merubah pola pikir masyarakat terutama para muslimah baik muda, tua, maupun lansia yang memandang bahwa wanita berhijab itu identik dengan kuno/ketinggalan zaman, oleh karena itu Hijabers Salatiga dibentuk untuk mengubah pola pikir mereka dan mengajak para muslimah agar berbusana (berhijab dan berpakaian) sesuai dengan ajaran Islam, salah satunya adalah yang dikemukakan TR. “Dahulu hijab atau jilbab dianggap ketinggalan zaman, sehingga jarang peminatnya. Padahal hijab merupakan perintah 58
Allah, dengan adanya style atau fashion berhijab orang-orang mulai tertarik, dan cara ini lebih manjur serta menyenangkan” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).
Pendidikan karakter diberikan untuk menyelesaikan masalahmasalah atau problematika yang dihadapi masyarakat khususnya wanitawanita muslim di Salatiga, selain itu pendidikan karakter juga di arahkan dalam perubahan perilaku yaitu pembentukan karakter muslimah. Karakter muslimah yang diinginkan komunitas Hijabers Salatiga adalah karakter yang baik, karakter yang mengarah ke perubahan positif bagi kemajuan dan perkembangan zaman. Pendidikan karakter melalui fashion (busana yang terkandung di dalamnya adalah pakaian dan hijab) hadir dalam komunitas Hijabers Salatiga diharapkan mampu berkontribusi dalam perubahan perilaku muslimah ke arah yang lebih baik lagi. Busana berpengaruh dengan pembentukan karakter muslimah, meskipun secara genetis karakter merupakan unsur bawaan, akan tetapi faktor lingkungan, teman, dan sebagainya sangat berpengaruh. 2. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Model pendidikan karakter yang ada di komunitas hijabers kota Salatiga menggunakan dua penguatan, yaitu: a. Penguatan Agama Komunitas hijabers kota Salatiga yang diterapkan dalam penguatan agama hijabers yaitu dakwah melalui jilbab. Pemakaian jilbab bagi para muslimah sudah jelas diwajibkan dalam QS. Al-Ahzab: 59
59
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Sesuai dengan ayat di atas, maka hijabers berusaha untuk mengajak muslimah lainnya untuk mengenakan jilbab bagi yang belum berjilbab dan bagi yang sudah berjilbab agar lebih istiqomah dalam mengenakan jilbab. Hijabers dalam mengajak muslimah untuk berjilbab yaitu dengan berbagai event seperti hijab class, pada event ini hijabers memberi informasi mengenai jilbab dan memberikan beberapa model jilbab yang bisa dikenakan sesuai dengan situasi dan kondisi, dengan cara ini akan menarik muslimah lain agar tertarik untuk mengikuti event tersebut dan tertarik pula untuk mengenakan jilbab dengan gaya yang tidak ketinggalan zaman. Melalui penguatan agama inilah akan terbentuk karakter yang religius. Seseorang yang religius pasti akan selalu berusaha untuk mentaati segala perintah Tuhannya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya sebagai bentuk ketaatan terhadap agamanya. b. Penguatan Solidaritas Penguatan solidaritas merupakan cara agar silaturahmi tetap selalu terjaga, dan melatih seseorang untuk bersosialisasi dengan baik
60
antar sesama hijabers khususnya maupun dengan masyarakat luas umumnya. Penguatan solidaritas ini dapat dilakukan melalui beberapa event menarik dan positif tentunya, seperti fashion show, beauty class and hijab class, buka bersama di Panti Asuhan Darul Hadlonah, dan lain sebagainya. Dengan mengadakan event-event di hijabers, secara tidak langsung melatih mereka untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sopan, akrab yang disesuaikan dengan lawan bicaranya, menjadikan hijabers menghargai orang lain, dan lain sebagainya. Melalui penguatan solidaritas ini akan terbentuk karakter komunikatif, peduli sosial, menghargai prestasi, tanggung jawab, dan disiplin. (Sumber: data hasil observasi) 3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga Tak semua yang dilakukan semudah seperti membalikkan telapak tangan, terutama untuk membentuk dan mengembangkan karakter muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga, banyak pandangan-pandangan negatif yang dilontarkan bagi Hijabers umumnya dan khususnya Hijabers Salatiga. Ada beberapa
faktor
yang
menjadi
kendala
dalam
membentuk
dan
mengembangkan karakter tersebut, diantaranya: a. Faktor internal Faktor internal ini terdiri dari: kurangnya keterbukaan, melalaikan tanggung jawab, sebagaimana yang diungkapkan oleh D OSSY.
61
“Faktor yang menjadi penghambat/kendalah sih biasanya susah buat menyamakan pendapat dari tiap individu, terus melalaikan tanggung jawabyang diberikan seperti saat ada event, individu yang ditugaskan untuk suatu hal malah terlambat datang akhirnya yang lain yang repot” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB). Ditambahkan oleh TR. “Faktor kendalanya itu susah diajak kumpul untuk sharing dan ada beda pendapat juga” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB). Diperjelas lagi oleh AH. “Kalau hambatan/kendala lebih ke individunya masingmasing soalnya kita gak bisa maksa seseorang untuk sependapat sama jiwa Hijabers Salatiga itu sendiri” (Wawancara 15 Agustus 2015, pukul 16.30 WIB).
Jelas bahwa kendala dalam membentuk dan mengembangkan pendidikan karakter di Komunitas Hijabers Salatiga dalam hal internal ada pada diri individu itu sendiri. b. Faktor eksternal Sedangkan faktor eksternal yang menjadi kendalanya adalah berita-berita negatif dari masyarakat terhadap Hijabers yang mengatakan bahwa Hijabers itu hanya mengandalkan kecantikan, dan memamerkan kekayaan karena identik dengan high class, dengan pandangan seperti ini akan menyurutkan tekad dan niatan para muslimah untuk bergabung dengan Hijabers Salatiga sebagai jalan dakwah para muslimah untuk mensyiarkan busana bagi para muslimah.
62
Sedangkan
faktor
pendorong
bagi
Hijabers
Salatiga
untuk
menerapkan pendidikan karakter pada para muslimah yaitu sesuai dengan visi, misi, dan tujuan dari Hijabers Salatiga itu sendiri yang ingin mendakwahkan hijab, sebagai sarana edukasi untuk tampil cantik dan syar‟i, untuk memperdalam ilmu tentang agama, dan untuk menjalin silaturahmi. 4. Solusi dalam Mengatasi Penghambat Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga Adapun solusi-solusi yang ditawarkan untuk mengatasi beberapa kendala di atas, menurut D OSSY. “Kalau masalah internal menurutku dilakukan dengan sharing-sharing gitu, karena tiap anggota mau gak mau harus terbuka, terus kita juga harus bisa memahami karakter/sifat tiap individu gak Cuma karakter diri sendiri tapi orang lain juga penting. Terus kalau eksternal dilakukan dengan bicara kepada mereka dengan cara empati bukan simpati, kemudian dengan cara memahami pola pikir orang-orang yang kontra dengan komunitas khususnya komunitas Hijabers Salatiga” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB)..
Kemudian dilanjutkan menurut TR. “Untuk mengatasi kendala tersebut diusahakan untuk bisa kumpul-kumpul bareng, sharing, terus gantian dalam penanggung jawab dalam event-event yang diselenggarakan” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).
Ditambahkan oleh AH. “Solusinya yaitu diadakan pendekatan-pendekatan secara pribadi aja sama bikin acara-acara yang orang-orang tertarik untuk ikut acara Hijabers Salatiga lagi biar orang-orang yang kurang atau bahkan belum mengemukakan pendapatnya bisa ikut serta memberi ide untuk acara-acara Hijabers Salatiga” (Wawancara 15 Agustus 2015, pukul 16.30 WIB). 63
Kemudian ditambahkan lagi oleh IN. “Solusinya menurut saya yaa harus dilatih diterapkan dan selalu terbuka” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 11.15 WIB).
Dari solusi-solusi yang dinyatakan oleh beberapa pengurus dan anggota di atas bahwa secara keseluruhan yang menjadi faktor penghambat dalam Hijabers Salatiga untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan dari Hijabers Salatiga itu sendiri adalah faktor internal yang meliputi masalahmasalah yang ada pada diri individu seperti kurang terbuka dalam mengemukakan pendapat ataupun ide-ide, melalaikan tanggung jawab yang sudah diberikan. Dari faktor internal tersebut solusi yang ditawarkan oleh Hijabers Salatiga diantaranya diusahakan untuk berkumpul dan sharingsharing, semua harus terbuka tentang hal-hal yang mengenai Hijabers Salatiga, untuk tanggung jawab bisa dilakukan dengan pergantian penanggung jawab dalam setiap event sehingga semua pengurus dapat merasakan dari setiap tugas yang dipegangnya. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi penghambat besar itu adalah pandangan masyarakat mengenai Hijabers bahwa Hijabers hanya memamerkan kecantikan, kekayaannya saja, dan identik dengan hura-hura, untuk itu solusi yang diberikan bisa dengan bicara dengan mereka dengan sikap empati bukan dengan simpati, dengan empati kita dapat memahami apa yang mereka inginkan dan harus memahami pola pikir orang-orang yang kontra dengan Hijabers tersebut.
64
BAB IV PEMBAHASAN
A. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Persepsi menurut para ahli seperti yang telah disebutkan pada BAB II, telah jelas bahwa persepsi merupakan tanggapan atau pandangan seseorang mengenai sesuatu yang dialami oleh setiap individu. Persepsi hijabers tentang pendidikan karakter bermacam-macam, seperti pada beberapa informan yang telah dimintai keterangan melalui wawancara, ada yang mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan proses untuk menjadi diri sendiri, kemudian pendidikan untuk menjadikan pribadi yang lebih baik, sehingga pendidikan karakter adalah suatu proses pembentukan dan perubahan pada cerminan tiap individu agar lebih baik. Melalui pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan agar tingkah laku seseorang dapat terarah kepada hal-hal yang positif. Selain pada jenjang pendidikan yang hijabers tempuh dalam membentuk dan mengembangkan karakter mereka, ternyata lingkunganpun memiliki pengaruh terhadap perkembangan karakter mereka. Seperti halnya komunitas hijabers kota Salatiga ini juga memiliki andil dalam pembentukan dan pengembangan karakter bagi para muslimah lainnya. Pembentukan dan pengembangan karakter yang dilakukan oleh hijabers lebih ditekankan pada penguatan agama dan penguatan solidaritas antar hijabers khususnya maupun masyarakat pada umumnya. 65
Teori karakter yang dikemukakan oleh Prof. Suyanto, Hermawan Kartajaya, Scerenko pada BAB II telah dijelaskan bahwa karakter adalah ciri khas yang dimiliki individu yang membedakan dengan yang lain. Teori-teori tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh hijabers bahwa karakter adalah ciri khas yang melekat pada diri setiap orang. Karakter seseorang memang sulit dirubah tapi karakter itu dapat dibentuk sesuai dengan kondisi yang mempengaruhinya. Teori pendidikan karakter yang dikemukakan oleh Lickona dan Scerenko sesuai dengan persepsi hijabers bahwa pendidikan karakter merupakan suatu usaha untuk melakukan perubahan maupun pengembangan yang tercermin pada setiap individu untuk menjadi lebih baik. Sedangkan teori pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi tidak sesuai dengan persepsi yang dikemukakan oleh hijabers. Melalui pendidikan karakter maka akan muncul nilai-nilai karakter pada hijabers dalam membentuk pribadi yang beradab diantaranya: religius, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, menghargai prestasi, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Pada komunitas Hijabers Salatiga pendidikan karakter yang mereka terapkan, diantaranya melalui: Event-event menarik Hijabers Salatiga selain melalui fashion, mereka juga selalu mengadakan event-event menarik yang membuat para muslimah untuk selalu mengikutinya, seperti event:
66
a. Pendidikan karakter melalui trend masa kini yaitu fashion Fashion merupakan gaya, model, cara berbusana. Pendidikan karakter melalui fashion/busana pada komunitas Hijabers Salatiga yaitu mereka mengadakan event-event tertentu yang di dalamnya mengajak para muslimah untuk berjilbab dan berpakaian sesuai syariat agama, dengan tidak menggunakan jilboobs (pakaian yang serba ketat). Pada Hijabers Salatiga diwajibkan bagi para anggota, pengurus itu menggunakan jilbab dan dilarang menggunakan jilboobs, jadi secara tidak langsung mereka secara perlahan-lahan membentuk karakter religius mereka dengan berbusana sesuai syar‟i. b. Hijab class and beauty class. Pada event seperti ini yang pernah dilakukan oleh Hijabers Salatiga sangat menarik dan banyak peserta muslimah yang mengikuti acara seperti ini bahkan sampai batas akhir untuk pendaftaran masih banyak yang mendaftar karena mereka memang ingin menambah pengetahuan dengan mengikuti event ini. Bahkan dari member Hijabers itu sendiri, tidak dari kalangan anak remaja saja bahkan sampai usia lansiapun banyak yang menjadi member Hijabers. Hijab class and beauty class ini dilaksanakan untuk membentuk karakter muslimah yang kreatif, semangat, rasa ingin tahu, menghargai prestasi. 1) Kreatif,
merupakan
berpikir
dan
melakukan
sesuatu
untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Setiap yang tegabung dalam Hijabers Salatiga memiliki kreatif yang 67
dikembangkan melalui event ini. Mungkin yang senang dengan makeup, dengan memadu padankan warna pakaian, selalu ingin tampil beda, dan lain sebagainya, ini bisa disalurkan melalui event seperti ini yang akan mengembangkan dan menumbuhkan potensi dalam dirinya. 2) Semangat, merupakan cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Hijabers Salatiga dengan mengadakan kegiatan seperti ini karena mereka ingin berbagi pengetahuan kepada muslimah lainnya. 3) Rasa ingin tahu, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Banyaknya peserta yang mengikuti kegiatan Hijabers Salatiga, ini menunjukkan bahwa banyak juga yang ingin tahu dengan kegiatan tersebut. 4) Menghargai prestasi, merupakan perilaku yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Para peserta muslimah akan menghargai hasil karya orang lain atau bahkan diapresiasi dalam bentuk mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh Hijabers Salatiga. c. Buka bersama dengan anak-anak Panti Asuhan pada bulan ramadhan. Acara buka bersama ini akan melahirkan nilai religius, peduli sosial, peduli lingkungan. 68
1) Religius, merupakan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Patuh terhadap perintah-Nya inilah yang dilakukan oleh Hijabers Salatiga dengan mengadakan pengajian/tausiah bersama untuk menumbuhkan sikapsikap yang beradab sesuai dengan aturan agama. 2) Peduli sosial, merupakan perilaku yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Kegiatan ini menunjukkan bahwa Hijabers Salatiga tidak seperti yang dikatan oleh orang-orang yang kontra dengan mereka. Kegiatan ini akan menumbuhkan sikp tenggang rasa, toleransi terhadap sesama. Acara ini juga tidak hanya berbuka bersama melainkan ada penggalangan dana juga yang nantinya akan disumbangkan kepada Panti-panti Asuhan dan orang yang membutuhkan. 3) Peduli lingkungan, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Hijabers Salatiga sadar bahwa kita hidup tidak hanya kelompok itusendiri dan masih banyak di luaran sana orang-orang yang membutuhkan kasih sayang dari kita semua yang cukup atau bahkan mampu untuk memperhatikan mereka yang kekurangan dan membutuhkan.
69
d. Pengajian untuk komunitas itu sendiri, dan lain-lain. Pada kegiatan pengajian ini juga akan menumbuhkan sikap yang religius, komunikatif. 1) Religius, merupakan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Patuh terhadap perintah-Nya inilah yang dilakukan oleh Hijabers Salatiga dengan mengadakan pengajian/tausiah bersama untuk menumbuhkan sikapsikap yang beradab sesuai dengan aturan agama. 2) Komunikatif, merupakan perilaku yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Acara pengajian ini dimaksudkan agar setiap anggota Hijabers Salatiga tidak memiliki batasan antara pengurus maupun anggota, merupakan salah satu cara agar setiap anggota dapat mengemukakan pendapatnya, tidak merasa canggung, dan agar lebih dekat satu sama lain. Kegiatan yang dilakukan pada event-event tersebut tidak hanya sekedar kegiatan semata, melainkan untuk membentuk dan menumbuhkan karakter pada para muslimah. B. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Model pendidikan karakter yang ada di komunitas hijabers kota Salatiga, menggunakan dua penguatan, yaitu:
70
1. Penguatan Agama Komunitas hijabers kota Salatiga yang diterapkan dalam penguatan agama hijabers yaitu dakwah melalui jilbab. Pemakaian jilbab bagi para muslimah sudah jelas diwajibkan dalam QS. Al-Ahzab:59. Sesuai dengan ayat tersebut, maka hijabers berusaha untuk mengajak muslimah lainnya untuk mengenakan jilbab bagi yang belum berjilbab dan bagi yang sudah berjilbab agar lebih istiqomah dalam mengenakan jilbab. Hijabers dalam mengajak muslimah untuk berjilbab yaitu dengan berbagai event seperti hijab class, pada event ini hijabers memberi informasi mengenai jilbab dan memberikan beberapa model jilbab yang bisa dikenakan sesuai dengan situasi dan kondisi, dengan cara ini akan menarik muslimah lain agar tertarik untuk mengikuti event tersebut dan tertarik pula untuk mengenakan jilbab dengan gaya yang tidak ketinggalan zaman. Melalui penguatan agama inilah akan terbentuk karakter yang religius. Seseorang yang religius pasti akan selalu berusaha untuk mentaati segala perintah Tuhannya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya sebagai bentuk ketaatan terhadap agamanya. 2. Penguatan Solidaritas Penguatan solidaritas merupakan cara agar silaturahmi tetap selalu terjaga, dan melatih seseorang untuk bersosialisasi dengan baik antar sesama hijabers khususnya maupun dengan masyarakat luas umumnya. Penguatan solidaritas ini dapat dilakukan melalui beberapa event menarik dan positif tentunya, seperti fashion show, beauty class and hijab class, buka bersama di Panti Asuhan, dan lain sebagainya. Dengan mengadakan 71
event-event di hijabers, secara tidak langsung melatih mereka untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sopan, akrab yang disesuaikan dengan lawan bicaranya, menjadikan hijabers menghargai orang lain, dan lain sebagainya. Melalui penguatan solidaritas ini akan terbentuk karakter bersahabat/komunikatif, peduli sosial, menghargai prestasi, tanggung jawab, disiplin. (Sumber: data hasil observasi) C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Faktor-faktor yang menjadi penghambat tidak hanya berada pada jenjang pendidikan namun lingkunganpun mempengaruhi, begitu pula yang dialami di Komunitas Hijabers Salatiga yang memiliki hambatan dalam melaksanakan pendidikan karakter, diantaranya: 1. Sulit untuk kumpul Pada masalah ini memang setiap individu memiliki kesibukan dan aktivitas masing-masing, namun ini memang sudah menjadi keputusan mereka untuk bergabung dengan Hijabers Salatiga sehingga hijabers harus siap dengan konsekuensi yang ada. Sulit untuk kumpul yang dimaksud adalah ketika Hijabers Salatiga akan mengadakan event, secara otomatis sebelum pelaksanaan event tersebut harus mendiskusikan rancangannya terlebih dahulu namun banyak yang tidak hadir untuk mendiskusikan rencana kegiatan tersebut, seperti yang diungkapkan oleh ML. “Kalau hambatan di Hijabers Salatiga itu sendiri yaitu kita jarang kumpul, kadang ada jadwal kumpul tapi yaa yang gak 72
berangkat juga banyak” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 16.00 WIB). Pernyataan ML jelas bahwa rasa peduli sosial dan tanggng jawab mereka menjadi kurang dengan tidak mengikuti rapat-rapat seperti itu. 2. Melalaikan tanggung jawab Tanggung jawab merupakan sesuatu kepercayaan yang dipegang oleh seseorang. Tanggung jawab melahirkan sifat kepercayaan. Namun pada Hijabers Salatiga ini menjadi salah satu kendala dalam membentuk karakter seseorang, karena orang yang diberi tugas itu melalaikan kewajibannya. Seperti yang dikatakan oleh D OSSY. “Kendala yang ada di Hijabers Salatiga itu, ketika seseorang diberi tugas dibagian pendaftaran dan ternyata orang itu belum datang padahal peserta sudah banyak yang datang, jadinya kan teman-teman yang bertugas menjaga stand yang lain harus menjaga juga di stand yang belum ada petugasnya” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB). Tanggung jawab itu dituntut juga untuk disiplin, baik itu disiplin waktu maupun keadaan agar orang lain tidak kesulitan yang menjadi bukan tanggung jawabnya. 3. Kurangnya disiplin Disiplin menentukan suatu keberhasilan, oleh karena itu Hijabers Salatiga dituntut untuk disiplin dalam menjalankan setiap kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Misalnya di Hijabers Salatiga seperti disiplin waktu. 4. Kurangnya keterbukaan Kendala selanjutnya adalah kurangnya keterbukaan dari tiap individu, seperti yang diungkapkan oleh TR dan AH. 73
“Kendala yang ada di Hijabers itu selain susah untuk diajak kumpul, juga kurang terbuka satu sama lain yang akhirnya terjadi beda pendapat dan gak bisa maksa seseorang untuk sama dengan jiwa Hijabers Salatiga” (Wawancara 13, 15 Agustus 2015). Terbuka merupakan hal yang sepele tapi penting untuk dilakukan. Oleh karena itu sikap terbuka diperlukan dalam Hijabers Salatiga untuk menyamakan pendapat dan menyampaikan aspirasi-aspirasi dari tiap individu agar kegiatan dapat sukses dan berjalan lancar. 5. Pro-kontra mengenai Hijabers Banyak opini-opini yang mengatakan bahwa Hijabers itu identik dengan kecantikan, glamour dalam berbusana, nongkrong di tempat-tempat yang mewah, hura-hura, dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa Hijabers itu kumpulan orang-orang hight class. Setiap event yang disajikan dipandang negatif, seperti kegiatan Hijabers khususnya Hijabers Salatiga itu dipandang hanya memamerkan kekayaan, kecantikan, dan fashion yang menyimpang dari syar‟i. Namun ada juga yang pro dengan Hijabers khususnya Hijabers Salatiga yang berharap untuk adanya event baru lagi dari Hijabers Salatiga yang diadakan, karena event yang dilakukan oleh Hijabers Salatiga sangat menarik dan kekinian sehingga tidak dikatakan kuno/ketinggalan zaman. Faktor-faktor penghambat di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penghambat dalam menerapkan pendidikan karakter, yaitu ada beberapa alasan salah satunya karena ada pandangan dari masyarakat bahwa hijabers itu kumpulan yang hight class sehingga ada diantara mereka sulit untuk menyesuaikan misal dari penampilan mereka, seperti yang penulis 74
rasakan meskipun hanya beberapa kali melakukan pertemuan dan ketika akan bertemu dengan hijabers tentu akan memikirkan penampilan apakah sudah sesuai dengan hijabers atau belum, mungkin itu juga yang dirasakan oleh anggota hijabers. Sedangkan faktor pendorong untuk melakukan pendidikan karakter pada Komunitas Hijabers Salatiga, yaitu sesuai dengan visi, misi, dan tujuan mereka untuk berdakwah melalui hijab, dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang Islam. D. Solusi dalam Mengatasi Faktor-faktor Penghambat Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Dari faktor-faktor pengambat di atas, pastinya ada solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasinya, karena setiap masalah yang ada pasti selalu dengan solusi yang diberikan. Alternatif solusi tersebut, diantaranya: 1. diusahakan untuk berkumpul dan sharing-sharing, 2. semua harus terbuka tentang hal-hal yang mengenai Hijabers Salatiga, 3. untuk tanggung jawab bisa dilakukan dengan pergantian penanggung jawab dalam setiap event, sehingga semua pengurus dapat merasakan dari setiap tugas yang dipegangnya, 4. melakukan pendekatan melalui sikap empati bukan dengan simpati, dengan empati kita dapat memahami apa yang mereka inginkan dan harus memahami pula pola pikir orang-orang yang kontra dengan Hijabers tersebut.
75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan mengenai: 1. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karkater di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Persepsi merupakan tanggapan atau pandangan seseorang mengenai sesuatu yang dialami oleh setiap individu. Persepsi karakter menurut hijabers merupakan ciri khas yang dimiliki individu yang membedakan dengan yang lain. Kemudian pendidikan karakter yang dikemukakan oleh hijabers merupakan suatu proses pembentukan dan perubahan pada cerminan tiap individu agar lebih baik. 2. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Ada dua penguatan pada model pendidikan karakter di hijabers, yaitu: penguatan agama dan penguatan solidaritas. Kemudian pendidikan karakter yang diterapkan di Hijabers Salatiga itu melalui event-event yang positif dan melalui trend terkini yaitu fashion, yang dapat menumbuhkan karakter religius, dan event-event seperti hijab class and beauty class akan menumbuhkan karakter kreatif, semangat, rasa ingin tahu, dan menghargai prestasi, selanjutnya event buka bersama dengan anak-anak Panti Asuhan Darul Hadhlonah pada bulan ramadhan akan membentuk karakter religius, 76
peduli sosial, dan peduli lingkungan, kemudian pengajian untuk komunitas itu sendiri akan membentuk karakter religius dan komunikatif. 3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga Beberapa faktor penghambat dalam pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga yang mereka terapkan, diantaranya: sulit untuk kumpul, melalaikan tanggung jawab, kurangnya disiplin, kurangnya keterbukaan, pro-kontra mengenai Hijabers. Faktor-faktor penghambat di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penghambat dalam menerapkan pendidikan karakter, yaitu ada beberapa alasan salah satunya karena ada pandangan dari masyarakat bahwa hijabers itu kumpulan yang hight class sehingga ada diantara mereka sulit untuk menyesuaikan misal dari penampilan mereka, seperti yang penulis rasakan meskipun hanya beberapa kali melakukan pertemuan dan ketika akan bertemu dengan hijabers tentu akan memikirkan penampilan apakah sudah sesuai dengan hijabers atau belum, mungkin itu juga yang dirasakan oleh anggota hijabers. Sedangkan faktor yang mendorong Hijabers Salatiga dalam pendidikan karakter yang mereka terpakan yaitu karena tujuan dan visi serta misi mereka yang ingin mendakwahkan hijab melalui komunitas Hijabers. 4. Solusi dalam Mengatasi Penghambat Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga Adapun solusi yang disarankan untuk mengatasi hambatan di hijabers, yaitu: diusahakan untuk berkumpul dan sharing-sharing, semua 77
harus terbuka tentang hal-hal yang mengenai Hijabers Salatiga, untuk tanggung jawab bisa dilakukan dengan pergantian penanggung jawab dalam setiap event, sehingga semua pengurus dapat merasakan dari setiap tugas yang dipegangnya, melakukan pendekatan melalui sikap empati bukan dengan simpati. B. Saran Berdasarkan hasil yang telah diperoleh selama melakukan penelitian, sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka penulis kemudian memberikan saran kepada member dan committee yang tergabung dalam komunitas Hijabers Salatiga, serta orang-orang di luar komunitas seperti mahasiswi dan kalangan msyarakat dalam menyikapi ataupun menilai komunitas Hijabers Salatiga, sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada pengurus dan anggota komunitas Hijabers Salatiga untuk tetap mempertahankan kesederhanaan mereka dalam berbusana, jangan terlalu glamour seperti komunitas Hijabers lain yang hijabnya tidak sesuai syariat Islam. Sikap dan penampilan harus mencerminkan sosok muslimah modern namun tidak menyimpang dari ajaran Islam. 2. Kegiatan komunitas harus lebih ditingkatkan dengan mencoba membuat acara yang lebih bisa menggali kreativitas anggota maupun orang lain di luar komunitas agar menginspirasi banyak orang bahwa komunitas Hijabers Salatiga bukan sekedar komunitas yang hanya tahu tentang fashion hijab, tapi masyarakat bisa memandang mereka dari sisi positif lainnya.
78
3. Hubungan yang baik antar anggota komunitas harus tetap terjaga agar semua visi dan misi komunitas dapat tercapai. Komunitas diharapkan dapat memelihara komunikasi dan interaksi yang baik dalam komunitas sehingga tidak terjadi pertikaian yang dapat mempengaruhi pribadi diri anggota ke arah yang lebih negatif.
79
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: Dasar-dasar Pemikiran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ahmadiansah, Reza. 2010. Persepsi Mahasiswa STAIN Salatiga Tentang Busana Muslimah. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Tarbiyah STAIN Salatiga. Asmani, Jamal Ma‟mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press.
Cokroaminoto. 2011. Jenis dan Pendekatan Penelitian Kualitatif, (Online), (http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/jenis-jenispenelitian-kualitatif.html, diakses 1 Oktober 2015).
Depdiknas, 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Handayani, Sri. 2012. Kepedulian Lingkungan, (Online), (http://mamagilang.blogspot.com/2012/11/kepedulian-lingkungan.html, diakses 13 Agustus 2015).
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.
Ikhsan, Fuad. 2003. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Kesuma, Dharma, dkk. 2012. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muchlas Samani & Hariyanto, M.S.. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mufidah, Dewi. 2012. Implementasi Nilai-nilai Budaya Bangsa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Islam Sudirman Ambarawa Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Tarbiyah STAIN Salatiga.
Muidin. 2015. Membangun Karakter Sejak Usia Dini. Maudiku, hlm.27.
Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah. Yogyakarta: Pedagogia.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Mustari, Mohamad. 2011. Nilai Karakter: Refleksi Untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PRESSindo.
Republika. 18 Juli 2015. Menteri Anies Kemukakan Lima Komponen Pendidikan Karakter, (Online), (http://www.pendidikanguru.com/index.php/2015/07/18/menteri-anieskemukakan-lima-komponen-pendidikan-karakter/, diakses 7 Agustus 2015).
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Triatmini. 2011. Kepedulian Sosial, (Online), (http://pembelpai.blogspot.com/2011/01/bab-iii-kepedulian-sosial.html, diakses 13 Agustus 2015).
Wahyuningsih, Esti. 2013. Pendidikan Karakter untuk Membangun Perilaku Positif Anak Sekolah Dasar, (Online), (http://estiprihantara.blogspot.com/2013/05/pendidikan-karakter.html, diakses 6 Agustus 2015).
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zubaedi. 2011. Design Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: KENCANA.
Zuchdi, Damayanti, (Ed) dkk. 2013. Pendidikan Kerakter: Konsep Dasar dan Implementasi di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: UNY Press.
Zuchdi, Darmiyati, (Ed) dkk. 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.
Zulfa,
F. 2013. Pendidikan Karakter, (Online), (http://digilib.uinsby.ac.id/10872/5/bab%202.pdf, diakses 14 Mei 15)
(http://repository.uin-suska.ac.id/10/15/3/BAB%20II.pdf)
PEDOMAN WAWANCARA PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015 A. Identitas informan Kode Informan
:
Hari/Tanggal
:
Waktu
:
B. Komponen Makna karakter dan pendidikan karakter, metode pembentukkan karkater, nilai-nilai karakter, faktor-faktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter, solusi dalam mengatasi penghambat pendidikan karakter. C. Butir-butir Pertanyaan 1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda? 2. Bagaimanakah pendidikan karakter yang Anda pahami? 3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak, apa alasannya? 4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga? 5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab? 6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak ada yang berubah? 7. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? 8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
9. Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? 10. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers Salatiga?
PEDOMAN WAWANCARA PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015 Kode Informan
: TR
Hari/Tanggal
: Kamis, 13 Agustus 2015
Waktu
: 15.00 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda? Jawab: “Kalau menururt saya, karakter itu cerminan dari seseorang”. 2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda? Jawab: “Pendidikan adalah proses belajar untuk jadi diri sendiri”. 3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak, apa alasannya? Jawab: “Karakter menurut saya bisa dibentuk, tergantung lingkungan disekitar mereka”. 4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Yang saya tahu dan yang ada di HS itu pastinya religius, tanggung jawab, peduli sosial, pokoknya yang baik-baik hehee”. 5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab? Jawab: “Kalau menurut saya sih sudah sesuai”.
6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak ada yang berubah? Jawab: “Kalau di HS sih kebanyakan pengurus lama sudah pada pakai hijab semua, kalau yang baru ada yang pakai ada yang masih belajar untuk pakai hijab. Kalau saya sendiri sih alhamdulillah sudah dari sekolah pakai hijab karena mungkin memang lingkungan keluarga yang kental dengan agamanya jadi yaa sudah terbiasa aja sih”. 7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers Salatiga? Jawab: “Pendidikan karkater yang diterapkan pada Hijabers Salatiga itu yang jelas tetap religi, ngajak pakai hijab, sharing”. 8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Faktor kendalanya itu susah diajak kumpul untuk sharing dan ada beda pendapat juga”. 9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Faktor pendorongnya yaa sesuai sama visi, misi, dan tujuan HS”. 10.
Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Untuk mengatasi kendala tersebut diusahakan untuk bisa kumpul-kumpul bareng, sharing, terus gantian dalam penanggung jawab dalam event-event yang diselenggarakan”.
PEDOMAN WAWANCARA PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015 Kode Informan
: D OSSY
Hari/Tanggal
: Jum‟at, 14 Agustus 2015
Waktu
: 15.20 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda? Jawab: “Karakter merupakan sesuatu yang melekat pada diri individu”. 2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda? Jawab: “Pendidikan karakter adalah pembelajaran yang mengarahkan pada sifat yang lebih baik”. 3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak, apa alasannya? Jawab: “Karakter itu bisa dibentuk, jika lingkungannya baik maka akan membentuk karakter yang baik pula, begitu pula sebaliknya. Seperti yang dikatakan Nabi, „jika kita berteman dengan tukang jual minyak wangi maka kita akan tertular wanginya‟”. 4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Nilai karakter yang saya tahu dan yang ada di HS yang pasti religius, tanggung jawab juga harus dimiliki untuk mempertanggung jawabkan tugasnya dalam event-event yang kita buat, kreatif pasti karena perlu berpikir adanya untuk membentuk komunitas penerus, peduli sosial seperti kegiatan
sewaktu Ramadhan yaitu berbuka bersama dan bershodaqoh untuk anak-anak yatim”. 5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab? Jawab: “Dari nilai-nilai karakter di atas menurut saya sih sudah 90% sesuai dengan pandangan Islam”. 6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak ada yang berubah? Jawab: “Saya dulu kalau ke Kampus dari awal semester sampai semester empat pakai hijabnya kalau saat di Kampus dan itu hanya sebagai formalitas aja karena aturan Kampus, heheeee tapi setelah gabung di HS ada tuntutan untuk menggunakan hijab jadi dari kebiasaan pakai hijab dan teman-teman semua juga pada pakai hijab alhamdulillah sampai sekarang saya sudah enggak on-off pakai hijabnya”. 7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers Salatiga? Jawab: “Berupa dakwah melalui trend masa kini kebetulan adalah fashion”. 8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Faktor yang menjadi penghambat/kendalah sih biasanya susah buat menyamakan pendapat dari tiap individu, terus melalaikan tanggung jawab yang diberikan seperti saat ada event, individu yang ditugaskan untuk suatu hal malah terlambat datang akhirnya yang lain yang repot”.
9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Faktor pendorongnya yaitu karena HS ingin mendakwahkan hijab”. 10.
Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Kalau masalah internal menurutku dilakukan dengan sharing-sharing gitu, karena tiap anggota mau gak mau harus terbuka, terus kita juga harus bisa memahami karakter/sifat tiap individu gak Cuma karakter diri sendiri tapi orang lain juga penting. Terus kalau eksternal dilakukan dengan bicara kepada mereka dengan cara empati bukan simpati, kemudian dengan cara memahami pola pikir orang-orang yang kontra dengan komunitas khususnya komunitas Hijabers Salatiga”.
PEDOMAN WAWANCARA PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015 Kode Informan
: AH
Hari/Tanggal
: Sabtu, 15 Agustus 2015
Waktu
: 16.30 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda? Jawab: “Karakter adalah sifat seseorang atau pembawaan diri dari seseorang tersebut”. 2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda? Jawab: “Pendidikan karakter merupakan pengenalan dari sifat-sifat seseorang antara mana yang salah dan mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk”. 3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak, apa alasannya? Jawab: “Karakter seseorang bisa dibentuk dendgan cara merubah kebiasaan atau bisa juga dari lingkungan sehari-harinya mbak”. 4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Nilai-nilai karakter yang saya ketahui ya mbak, itu ada jujur, kerja keras, semangat, kreatif, religius, tolong-menolong, punya rasa sosial tinggi, inovatif, pokoknya yang baik-baik deh mbak, heheeee. Kalau nilai karakter yang ada di HS itu sendiri ya yang pasti religius,seperti misalnya yang paling dasar aja deh mbak kayak ngajak anak muda khususnya perempuan untuk memathi perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya. Contoh kecil lagi kayak ngajak berhijab, otomatis yang ikut HS itu kan semuanya berhijab, sedangkan hijab itu wajib bagi perempuan muslim. Terus ada karakter sosial, jadi HS gak cuma ajang cantik-cantikan, model-modelan hijab tapi tetep ada kegiatan sosial setiap acaranya. Kalau kita lihat acara HS walaupun lomba fashion show tapi secara bersamaan juga ada donor darah, hijab class atau beauty class, tapi ada pengumpulan dananya untuk anak-anak yatim. Kemudian ada karakter semangat, kreatif, dan inovatif karena Allah sudah memberikan kita otak untuk berpikir dan hati untuk bisa merasakan untuk membuat kegiatan-kegiatan yang positif agar bisa bermanfaat bagi diri semdiri maupun orang lain”. 5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab? Jawab: “Tentu saja mbak, soalnya di HS kan diwajibnkan pakai hijab semua jadi otomatis nilai karakter yang terbentuk itu religius pasti ada. Seperti nilai-nilai yang disebutkan dipertanyaan sebelumnya, itu semua menurut saya sudah sesuai dengan pandangan Islam untuk membentuk karakter yang mulia dan beradab”. 6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak ada yang berubah? Jawab: “Di HS yang pasti beda ya mbak dari sebelum masuk atau awal gabung ke HS itu masih banyak yang pasang copot hijab tapi setelah gabung dan ikut berbagai macam kegiatan hampir semua berhijab baik saat mengikuti kegiatan maupun dalam kesehariannya. Kalau saya sendiri sih, sudah dari awal terbentuknya HS sudah pakai hijab”. 7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers Salatiga? Jawab:
“Mengajak perempuan muslim untuk berhijab, kegiatan sosial, membuat kegiatan-kegiatan positif agar bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain”. 8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Kalau hambatan/kendala lebih ke individunya masing-masing soalnya kita gak bisa maksa seseorang untuk sependapat sama jiwa Hijabers Salatiga itu sendiri”. 9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Kalau faktor pendorongnya yaa itu mbak, karena ingin mengajak muslimah lainnya untuk berhijab, menambah ilmu pengetahuan kita tentang agama khususnya”. 10.
Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Solusinya yaitu diadakan pendekatan-pendekatan secara pribadi aja sama bikin acara-acara yang orang-orang tertarik untuk ikut acara Hijabers Salatiga lagi biar orang-orang yang kurang atau bahkan belum mengemukakan pendapatnya bisa ikut serta memberi ide untuk acara-acara Hijabers Salatiga”.
PEDOMAN WAWANCARA PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015 Kode Informan
: IN
Hari/Tanggal
: Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu
: 11.15 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda? Jawab: “Kalau menururt saya, karakter itu cerminan sari seseorang”. 2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda? Jawab: “Pendidikan adalah proses belajar untuk jadi diri sendiri”. 3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak, apa alasannya? Jawab: “Karakter seseorang itu bisa dibentuk dengan cara pembiasaan, karena yang bisa mempengaruhi karakter itu kan salah satunya faktor lingkungan seperti kita sehari-harinya berteman atau bergaul dengan siapa, karena sudah terbiasa bergaul dengan mereka maka dari kebiasaan itu yang menjadikan karakter seseorang”. 4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Nilai karakter yang saya ketahui sekaligus yang ada di Komunitas Hijabers Salatiga yaitu ada religius, toleransi, jujur, tanggung jawab”. 5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab? Jawab:
“Menurut saya sudah sesuai, karena di Hijabers Salatiga diterapkan dan diajarkan mengenai nilai-nilai karakter tersebut”. 6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak ada yang berubah? Jawab: “Kalau di HS itu sendiri dari segi penapilan sudah banyak yang sesuai dengan syar‟i dari pada yang belum. Ada sih yang dulunya masih pasanag copot tapi setelah gabung, mereka belajar dan menjadi kebiasaan juga, dan para pengurus itu karakternya yang religius banget mungkin dari situlah yang lain mengikuti serta bisa berubah. Kalau saya sendiri gabung di Hs karena ingin belajar mengenai HS itu sendiri, tambah pengalaman baru, dan karena fashion juga sih soalnya menarik banget untuk pengguna hijab kayak saya, dan saya dari awal memang sudah menggunakan hijab tapi sekarang jadi semakin tertarik lagi untuk menggunakan hijab denagan fahion yang modern”. 7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers Salatiga? Jawab: “Pendidikan karakter yang diterapkan di HS yaitu pertama, adanya ketentuan menggunakan hijab sehingga yang tadinya belum berhijab akan terbiasa menggunakan hijab dan akhirnya bisa sepenuhnya menggunakan hijab. Kedua, melakukan event-event yang meanarik dan tentunya positif, seperti saat Ramadhan mengadakan buka bersama dengan anak-anak Panti Asuhan yang di dalamnya juga ada tausiah, selain itu juga dibeberapa event ada kegiatan membuat kreasi sendiri”. 8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Penghambatnya yaitu ada di dalam pribadi masing-masing, karena setiap orang tidak bisa dipaksakan dengan keinginan HS”.
9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Faktor pendorongnya yaitu sesuai dengan visi, misi, dan tujuan dari HS itu sendiri”. 10.
Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Solusinya menurut saya yaa harus dilatih diterapkan dan selalu terbuka”.
PEDOMAN WAWANCARA PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015 Kode Informan
: ML
Hari/Tanggal
: Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu
: 16.00 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda? Jawab: “Kalau karakter itu yang murni ke luar dari diri kita, yang kita gunakan dalam bertingkah laku”. 2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda? Jawab: “Kalau pendidikan karakter ya..pendidikan untuk menjadikan kepribadian kita menjadi lebih baik”. 3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak, apa alasannya? Jawab: “Karakter itu sendiri bisa dibentuk, caranya mungkin kita ngajak ke lingkungan orang dengan karakter yang baik atau lebih baik”. 4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Nilai karakternya itu ada kekeluargaan, tanggung jawab, religius, peduli sosial, toleransi”. 5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab? Jawab: “Menurut saya sudah mbak”.
6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak ada yang berubah? Jawab: “Kalau di HS ada banyak yang dulunya enggak pakai hijab dalam kesehariannya tapi sekarang jadi pakai, kemudian yang dulunya biasanya sekarang jadi syar‟i. Kalau saya sih awalnya iseng ikut HS karena kebetulan teman juga ada yang ikut gabung lebih lama, tapi dari awalnya cuma ikutikutan sekarang saya merasakan sendiri dampaknya, saya menjadi lebih ingin berhijab dengan tidak dianggap kalau pengguna hijab itu kuno, sekarang saya merasa lebih PD dengan menggunakan hijab”. 7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers Salatiga? Jawab: “Pendidikan karakter yang diterapkan itu berupa kegiatan-kegiatan positif seperti mengadakan pengajian, mengumpulkan dana bantuan yang nantinya disumbangkan ke Panti Asuhan dan yayasan lainnya, belajar berbagi bersama”. 8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Kalau hambatan di Hijabers Salatiga itu sendiri yaitu kita jarang kumpul, kadang ada jadwal kumpul tapi yaa yang gak berangkat juga banyak”. 9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Faktor pendorongnya yaitu misal kita belum menguasai suatu tugas, mereka yang sudah lama gabung bisa membantu dan mengajari mereka yang baru gabung, jadi rasa toleransi inilah yang membuat HS ingin membentuk dan mengajari karakter-karakter yang sesuai syar‟i”.
10.
Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga? Jawab: “Solusinya menurut saya seperti bikin acara rutin, misal sebulan sekali ngumpul agar komunikasi tetap terjalin”.
CATATAN OBSERVASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015
Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Model pendidikan karakter yang ada di komunitas hijabers kota Salatiga menggunakan dua penguatan, yaitu: c. Penguatan Agama Komunitas hijabers kota Salatiga yang diterapkan dalam penguatan agama hijabers yaitu dakwah melalui jilbab. Pemakaian jilbab bagi para muslimah sudah jelas diwajibkan dalam QS. Al-Ahzab: 59
“Hai
Nabi,
Katakanlah
kepada
isteri-isterimu,
anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Sesuai dengan ayat di atas, maka hijabers berusaha untuk mengajak muslimah lainnya untuk mengenakan jilbab bagi yang belum berjilbab dan bagi yang sudah berjilbab agar lebih istiqomah dalam mengenakan jilbab. Hijabers dalam mengajak muslimah untuk berjilbab yaitu dengan berbagai event seperti hijab class, pada event ini hijabers memberi informasi mengenai jilbab dan
memberikan beberapa model jilbab yang bisa dikenakan sesuai dengan situasi dan kondisi, dengan cara ini akan menarik muslimah lain agar tertarik untuk mengikuti event tersebut dan tertarik pula untuk mengenakan jilbab dengan gaya yang tidak ketinggalan zaman. Melalui penguatan agama inilah akan terbentuk karakter yang religius. Seseorang yang religius pasti akan selalu berusaha untuk mentaati segala perintah Tuhannya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya sebagai bentuk ketaatan terhadap agamanya. d. Penguatan Solidaritas Penguatan solidaritas merupakan cara agar silaturahmi tetap selalu terjaga, dan melatih seseorang untuk bersosialisasi dengan baik antar sesama hijabers khususnya maupun dengan masyarakat luas umumnya. Penguatan solidaritas ini dapat dilakukan melalui beberapa event menarik dan positif tentunya, seperti fashion show, beauty class and hijab class, buka bersama di Panti Asuhan Darul Hadlonah, dan lain sebagainya. Dengan mengadakan event-event di hijabers, secara tidak langsung melatih mereka untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sopan, akrab yang disesuaikan dengan lawan bicaranya, menjadikan hijabers menghargai orang lain, dan lain sebagainya. Melalui penguatan solidaritas ini akan terbentuk karakter komunikatif, peduli sosial, menghargai prestasi, tanggung jawab, dan disiplin. Faktor Penghambat Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Faktor-faktor penghambat di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penghambat dalam menerapkan pendidikan karakter, yaitu ada beberapa alasan salah satunya karena ada pandangan dari masyarakat bahwa hijabers itu kumpulan yang hight class sehingga ada diantara mereka sulit untuk menyesuaikan misal dari penampilan mereka, seperti yang penulis rasakan meskipun hanya beberapa kali melakukan pertemuan dan ketika akan bertemu dengan hijabers tentu akan memikirkan penampilan apakah sudah sesuai dengan hijabers atau belum, mungkin itu juga yang dirasakan oleh anggota hijabers.
ARSIP HIJABERS SALATIGA
*Visi dan Misi Hijabers Salatiga* Visi: Menjadi komuniatas Hijabers, dan sarana edukasi bagi muslimah untuk tampil cantik dan syar‟i Misi: - Memperdalam dan berbagi ilmu pengetahuan tentang Islam - Menjadikan wanita muslimah tak hanya cantik fisik, tetapi juga cantik hati melalui berbagai acara positif - Mempererat tali silaturahmi antar sesama muslimah, baik di Kota Salatiga maupun seluruh Indonesia
KEPENGURUSAN HIJABERS SALATIGA : PENASEHAT : IBU TITIK KIRNANINGSIH, SE PEMBINA : IBU TITIK KRISTIANA ANGGRAINI, S.Pd KETUA : TYAS RARA SINDU WAKIL KETUA : HANA NUR OKTINAFIA SEKRETARIS : AFFINA MAULIDA BENDAHARA : TRI AYU TRISTIANI HUMAS : YASHINTA PUTRI PUPUT DEVISI EDUKASI : NICA NURMA DEVISI SOSIAL : ANINDITYA LARAS ILLIYUN FALIKHA ASTNI FURAIDA DEVISI BELANJA : LAILA MA‟RUF WARIDA FIBRI ARDIANA
ARSIP FOTO PENELITIAN
Wawancara di Teater Getar
Wawancara di Perpustakaan IAIN Salatiga
Wawancara di RS Puri Asih
Rapat Komunitas Hijabers Salatiga
Pengurus Hijabers Salatiga disela-sela event
Komunitas Hijabers Salatiga
AGENDA KEGIATAN HIJABERS SALATIGA
Event Hijabers Salatiga di Joglo Ki Penjawi
Event Hijabers Salatiga di Pancasila
DAFTAR NILAI SKK Nama : ANI ROCHMANI G.R. NIM : 11111148 P.A. : Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. No.
1.
Jenis Kegiatan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) oleh Dewan Mahasiswa (DEMA) STAIN Salatiga
2.
Achievement Motivation Training (AMT) oleh Ittaqo dan CEC STAIN Salatiga
3.
Orientasi Dasar Keislaman (ODK) oleh STAIN Salatiga
4.
Seminar Entrepreneurship dan Koprasi oleh Kopma dan KSEI STAIN Salatiga
5.
USER EDUCATION oleh UPT PERPUSTAKAAN STAIN
6.
Pelatihan Penggunaan Maktabah Syamilah & Pengetikan Arab Cepat (STAIN ARABY) “Bahasa Arab Sebagai Penunjang Perkuliahan Mahasiswa” oleh Ittaqo STAIN Salatiga
7.
Seminar Nasional Ekonomi Syari‟ah “Penerapan Nilai-nilai Syari‟ah dalam Praktik Perekonomian”
8.
Seminar Nasional “Urgensi Media dalam Pergulatan Politik”
Jurusan Progdi
: Tarbiyah : PAI
Pelaksanaan
Jabatan
Nilai
20-22 Agustus 2011
Peserta
23 Agustus 2011
Peserta
24 Agustus 2011
Peserta
25 Agustus 2011
Peserta
19 September 2011
Peserta
17 Maret 2012
Peserta
2
2 Juni 2012
Peserta
8
29 September 2012
Peserta
8
3
2
2
2
2
9.
10.
11. 12. 13.
14.
15.
16.
17.
18.
Pendidikan dan Latihan Calon Pramuka Pandega ke-22 (PLCPP XXII) oleh Racana Kusuma Dilaga-Woro Srikandhi STAIN Salatiga Tabligh Akbar Bertajuk: “Tafsir Tematik dalam Upaya Menjawab Persoalan Israel dan Palestina. Landasan QS. AlFath:26-27”. SK Ngajar PAUD-TK “AlMasyithoh” Desa Bener-Kec. Tengaran-Kab. Semarang Seminar Nasional “HIV/AIDS Bukan Kutukan dari Tuhan” Seminar Nasional “Ahlussunah Waljamaah dalam Perspektif Islam Indonesia” Seminar Pencegahan Bahaya NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif), HIV/AIDS Mewaspadai Pergaulan Bebas Untuk Membentuk Remaja yangTangguh dan Launching PIK SAHAJA (Pusat Informasi dan Konseling Sahabat Remaja Salatiga) STAIN Salatiga Tafsir Tematik “Sihir dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hukum Negara” Seminar Nasional “Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur Generasi Muda” Seminar Regional “Deteksi Dini Gangguan Perkembangan pada Anak” Pelajar Berkualitas Tanpa HIV/AIDS, Pelajar Berakhlak Tanpa Diskriminasi Pelaku HIV/AIDS
12-15 Oktober 2012
Peserta
2
1 Desember 2012
Peserta
2
2 Januari 2013
Pendidik
4
13 Maret 2013
Peserta
8
26 Maret 2013
Peserta
8
29 April 2013
Peserta
2
4 Mei 2013
Peserta
2
27 Mei 2013
Peserta
8
18 Juni 2013
Peserta
4
6 April 2014
Peserta
2