Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
ISSN 2089-3590
RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG 1
1,2,3
Yunita Sari, 2 Rd. Akbar Fajri S., 3 Tanfidz Syuriansyah
Jurusan Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan religiusitas anggota Hijabers Community Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 64 orang. Alat ukur dalam penelitian berupa kuesioner yang disusun peneliti berdasarkan teori religiusitas menurut Glock & Stark (1965),wawancara dan observasi. Kuesioner religiusitas tersebut terdiri dari 40 item dengan menggunakan skala likert untuk mengukur lima dimensi religiusitas anggota Hijabers Community Bandung yaitu dimensi ideologis, dimensi ritualitas, dimensi eksperiensial, dimensi intelektual dan dimensi konsekuensial. Data dianalisa dengan statistik deskriptif, yaitu mencari nilai mean dan frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 74,9% (48 orang) memiliki religiusitas yang tinggi dan 25,1 % (16 orang) memiliki religiusitas yang rendah. Dari kelima dimensi religiusitas diketahui bahwa dimensi intelektual merupakan dimensi yang kurang dibandingkan keempat dimensi lainnya. Hal ini berarti, anggota Hijabers Community Bandung masih perlu meningkatkan pengetahuan mengenai dasardasar keyakinan beragama Islam melalui dalil-dalil yang kuat dari Al Qur’an dan Al Hadits dalam berperilaku. Selain itu, faktor norma dan tata nilai yang ada di komunitas juga memberi kontribusi pada perkembangan religiusitas Hijabers Community Bandung. Kata kunci : Bandung, religiusitas, komunitas hijabers
1.
Pendahuluan
Hijabers Community Bandung adalah komunitas yang beranggotakan wanita muslim yang berjilbab. Komunitas ini didirikan dengan tujuan agar wanita yang mengenakan jilbab bisa mengikuti trend sekaligus tetap menjaga nilai-nilai syariat dalam mengenakan busana muslim. Fenomena komunitas berjilbab ini selayaknya mengubah persepsi masyarakat bahwa wanita berjilbab tidak bisa modis dan trendi telah berubah. Mereka menampilkan gaya berpakaian yang fashionable dan up to date. Di sisi lain, mereka tetap berusaha untuk menjaga keimanan dengan mempelajari ilmu agama secara lebih menarik melalui berbagai kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara pada salah satu anggota Hijabers Community Bandung diperoleh informasi bahwa kegiatan-kegiatan seperti pengajian yang biasanya diselenggarakan di masjid-masjid dikemas menjadi lebih menarik. Kegiatan tersebut dilakukan dengan kegiatan tambahan seperti beauty class dan tutorial mengenakan jilbab yang tidak hanya selenggarakan di masjid tetapi juga di mall, café, aula ataupun tempat umum lainnya. Hal tersebut mengundang banyak wanita muslim untuk ikut bergabung dalam Hijabers Community Bandung. Saat ini, terdapat sekitar 700 anggota yang mendaftarkan diri melalui jejaring sosial. Berdasarkan hasil wawancara juga diketahui bahwa Hijabers Community Bandung awalnya berasal dari suatu komunitas yang bernama Forum Annisa Bandung yang hanya beranggotakan 13 orang. Adanya Hijabers Community juga mengundang berbagai pendapat, baik pro maupun kontra. Dalam sebuah situs yang membahas komunitas tersebut diungkapkan
311
312 |
Yunita Sari, et al.
bahwa mereka yang pro akan mendukung komunitas ini sebagai gerakan pembaharuan mengenai persepsi wanita muslim yang mengenakan jilbab. Sementara, mereka yang kontra akan mempertanyakan nilai-nilai syar’i dalam berjilbab yang ada pada Hijabers Community (www.female.kompas.com). Pendapat tersebut didukung pula oleh hasil observasi peneliti yang menunjukkan sebagian anggota Hijabers Community Bandung mengenakan busana muslim yang modis dan trendi namun tetap menjaga nilai-nilai syariat Islam. Sementara sebagian yang lainnya mengenakan busana muslim yang modis dan trendi namun tidak sesuai dengan syariat Islam, misalnya mengenakan celana yang ketat dan membentuk lekukan tubuh. Pada dasarnya, Islam mewajibkan wanita muslim untuk mengenakan jilbab yang mengikuti syariat dengan berlandaskan pada pedoman Al Qur’an dan Al Hadist. Bagi orang awam, seorang wanita muslim yang memutuskan untuk memakai jilbab dapat mencerminkan tingkat religiusitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita yang tidak memakai jilbab. Namun, hal tersebut tidak dapat menjadi suatu acuan untuk melihat tingkat religiusitas seseorang. Tingkat religiusitas seseorang tidak dapat dinilai melalui tampilan, begitu pula religiusitas seorang wanita muslim tidak hanya dapat dinilai melalui tampilan berjilbabnya. Glock dan Stark (1971) menyatakan bahwa religiusitas adalah tingkat konsepsi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai religiusitas pada anggota Hijabers Community Bandung. Hal ini penting kiranya untuk dilakukan karena munculnya berbagai komunitas Islam di Indonesia perlu disertai dengan pemahaman dan komitmen yang kuat terhadap agama Islam. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan peneliti adalah “Bagaimana gambaran religiusitas pada anggota Hijabers Community Bandung?”
2.
Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran mengenai religiusitas pada anggota Hijabers Community Bandung. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan religiusitas adalah gambaran mengenai lima dimensi religiusitas pada Hijabers Community Bandung yang terdiri dari dimensi ideologis, dimensi ritualitas, dimensi eksperiensial, dimensi intelektual dan dimensi konsekuensial.
3.
Tinjauan Teori
3.1
Pengertian Religiusitas Religiusitas adalah tingkat konsepsi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. (Glock & Stark, 1971:19). Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga terdapat berbagai cara bagi individu untuk menjadi religius. 3.2
Dimensi-Dimensi Religiusitas Menurut Glock dan Stark (1965: 19) terdapat lima dimensi religiusitas, yaitu:
Dimensi Ideologis
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
Religiusitas pada Hijabers Community Bandung
| 313
Dimensi Ideologis merupakan keyakinan religius yang dipahami dengan menemukan tujuan dan makna hidup atas dasar kepercayaan yang dimiliki seseorang. Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan yang mana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Struktur keyakinan pada berbagai agama dapat dibagi kedalam tiga bagian, yaitu warranting beliefs, purposive beliefs dan implementing beliefs. Dimensi Ritualitas Dimensi ritualitas meliputi kegiatan agama tertentu yang mana seseorang terlibat didalamnya. Terdiri atas aktivitas seperti ibadah pemujaan, berdoa, keterlibatan dalam acara keagamaan, puasa dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua pola penting, yaitu ritual (activity) dan ketaatan (involvement). Dimensi Eksperiensial Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil dengan suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir dan otoritas transendental. Penghayatan religius dapat ditunjukkan dengan empat cara, yaitu perhatian (concern), kognisi (cognition), rasa percaya atau iman (trust and faith) dan rasa takut (fear). Dimensi Intelektual Dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritusritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi intelektual dan dimensi ideologikal saling berkaitan satu sama lain yang mana pengetahuan mengenai keyakinan merupakan kondisi yang diperlukan bagi seseorang untuk dapat menerima keyakinan tersebut. Dimensi Konsekuensial Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Sejauh mana implikasi ajaran agama memengaruhi perilakunya. Dimensi-dimensi tersebut harus saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk religiusitas. Apabila hanya berlaku sebagian maka dapat dikatakan seseorang memiliki religiusitas yang rendah, artinya individu belum mampu menginternalisasikan dalam sikap dan perilakunya. Sikap dan perilaku sebagai bagian yang terpisah dari kehidupan dapat mengukur religiusitas hanya jika hal tersebut berasal dari keyakinan religius—dimana mereka mengikuti keyakinan religius, praktik, pengalaman dan pengetahuan (Glock & Stark, 1965: 21). 3.3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Religiusitas
Perkembangan religiusitas seseorang selain ditentukan oleh faktor internal juga ditentukan oleh faktor eksternal. Secara garis besar Mc Guire (dalam Puspita, 2012: 20) menjelaskan faktor-faktor eksternal tersebut meliputi: Lingkungan Keluarga
ISSN 2089-3590 | Vol 3, No.1, Th, 2012
314 |
Yunita Sari, et al.
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Bagi setiap orang, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya. Dengan demikian kehidupan keluarga merupakan dan menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan konsep religiusitas seseorang. Tingkat Usia Ernest Ham (dalam Puspita,2012:215), mengungkapkan bahwa perkembangan religiusitas seseorang berjalan sesuai tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh berbagai aspek kejiwaan termasuk kemampuan berpikir. Institusi Pendidikan Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam membantu perkembangan religiusitas seseorang. Menurut Singgih Gunarsa (dalam Puspita, 2012:22), pengaruh pendidikan formal terhadap religiusitas dapat dibangun melalui tiga kelompok, yaitu kurikulum dan siswa, hubungan guru dan siswa kemudian hubungan antar siswa. Lingkungan Masyarakat Kehidupan bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi bersama. Menurut Bernadib (dalam Puspita, 2012;23) Sepintas lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan religiusitas, baik dalam bentuk positif maupun negatif.
4.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, wawancara dan observasi. Kuesioner religiusitas disusun oleh peneliti berdasarkan teori Glock & Stark (1965) yang berjumlah 40 item untuk mengukur kelima dimensi religiusitas yaitu dimensi ideologis, dimensi ritualitas, dimensi eksperiensial, dimensi intelektual dan dimensi konsekuensial. Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling sehingga diperoleh 64 orang responden dari jumlah populasi sebanyak 120 anggota aktif pada Hijabers Community Bandung. Data yang diperoleh dianalisa dengan statistik deskriptif, yaitu mencari nilai mean dan frekuensi.
5.
Hasil Dan Pembahasan
Religiusitas adalah tingkat konsepsi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. (Glock & Stark, 1971:19). Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga terdapat berbagai cara bagi individu untuk menjadi religius. Berdasarkan data hasil pengukuran pada anggota Hijabers Community Bandung, diketahui bahwa secara keseluruhan subjek penelitian memiliki religiusitas yang tinggi dengan prosentase 74,9% (48 orang). Secara umum, subjek dengan religiusitas tinggi memiliki penghayatan yang tinggi terhadap agama Islam ditandai dengan keyakinan terhadap ajaran agama Islam, menjalankan praktik ibadah, memiliki pengetahuan, dan
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
Religiusitas pada Hijabers Community Bandung
| 315
dinyatakan dalam perilaku sehari-hari yang mengarahkan pada segala bentuk kebaikan. Selain itu, terdapat subjek penelitian yang memiliki religiusitas rendah dengan prosentase 25,1% (16 orang). Secara umum subjek dengan religiusitas yang rendah memiliki pemahaman dan komitmen yang rendah terhadap agama Islam ditandai dengan keyakinan terhadap ajaran agama Islam, praktik ibadah, usaha dalam mendapatkan pengetahuan keagamaan, dan penghayatan yang dinyatakan dalam perilaku sehari-hari yang kurang mantap terhadap nilai-nilai agama Islam. Hasil perhitungan religiusitas anggota Hijabers Community Bandung juga tampak pada tabel di bawah ini: Tabel 1 Tabel Religiusitas Keseluruhan Kategori Tinggi Rendah Jumlah
Prosentase 74,9% 25,1% 100%
Gambar 1. Diagram Lingkaran Religiusitas Keseluruhan Dalam fenomena ini, penghayatan akan religiusitas ditunjukkan dari kegiatankegiatan yang diselenggarakan oleh komunitas ini, diantaranya pengajian rutin, ceramah, kegiatan-kegiatan sosial serta mengajarkan bagaimana pengaplikasian nilainilai agama Islam di dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah dalam berbusana muslim yang sesuai dengan ajaran agama tetapi dapat tetap terlihat menarik dan modis. Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir (supranatural). Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tetapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Maka dari itu, religiusitas seseorang akan meliputi berbagai sisi dan dimensi. Menurut Glock dan Stark (1965: 19) terdapat lima dimensi religiusitas, yaitu dimensi keyakinan (ideologis), dimensi praktik ibadah (ritualistik), dimensi peghayatan (eksperiensial), dimensi pengetahuan (intelektual) dan dimensi efek (konsekuensial). Berdasarkan hasil pengukuran subjek penelitian dengan menggunakan alat ukur religiusitas yang disusun peneliti, maka didapat jumlah perbandingan skor antar dimensi secara keseluruhan sehingga menghasilkan distribusi frekuensi religiusitas yang dapat digambarkan melalui tabel sebagai berikut:
ISSN 2089-3590 | Vol 3, No.1, Th, 2012
316 |
Yunita Sari, et al.
Tabel 2 Tabel Distribusi Frekuensi Religiusitas
Tinggi Rendah
Ideologis 80,92% 19,08%
Ritualitas 76,3% 23,7%
Eksperiensial 71,6% 28,4%
Intelektual 67,25% 32,75%
Konsekuensial 71,6% 28,4%
Gambar 2. Diagram Batang Distribusi Frekuensi Religiusitas Pada dimensi ideologis, diperoleh data 80,92% (52 orang) memiliki dimensi ideologis yang tinggi. Artinya, anggota Hijabers Community Bandung memiliki penghayatan dalam meyakini hal-hal yang bersifat dogmatis dalam ajaran agama Islam. Hal-hal yang diyakini tersebut diantaranya adalah mempercayai Allah SWT, mempercayai kitab Allah, mempercayai malaikat, mempercayai Nabi dan Rasul, mempercayai hari akhir, serta mempercayai Qadha dan Qadhar. Di dalam dimensi ideologis ada beberapa tahapan yaitu, pertama warranting beliefs. Anggota Hijabers Community Bandung yang mendapat skor tinggi pada dimensi ini berarti menunjukkan kemampuan dalam memahami keberadaan Allah berikut kebesaran-Nya. Setelah anggota Hijabers Community Bandung menghayati hal tersebut, pada tahap purposive beliefs, anggota Hijabers Community Bandung akan meyakini hal-hal mengenai hukumhukum Allah. Mereka meyakini akan adanya balasan bagi wanita yang menutup aurat di hari akhir. Pemikiran ini tersebut dapat melatarbelakangi wanita muslim untuk bergabung menjadi anggota Hijabers Community Bandung agar dapat terlihat menarik sesuai dengan perkembangan zaman tanpa melanggar nilai-nilai keislaman. Implementing beliefs menjadi dasar bagi struktur agama yang layak sehingga anggota Hijabers Community Bandung yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini merupakan wanita muslim yang m5emiliki dasar-dasar keyakinan yang kuat terhadap agama Islam. Namun, 25,1% (12 orang) berada dalam kategori rendah pada dimensi ideologis. Hal ini berarti ada sebagian kecil anggota Hijabers Community Bandung yang belum memiliki penghayatan dalam meyakini hal-hal yang bersifat dogmatis dalam ajaran agama Islam. Pada dimensi ritualitas, hasil statistik menunjukkan 76,3% (49 orang) memiliki dimensi ritualitas yang tinggi. Hal ini berarti, anggota Hijabers Community Bandung menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh Allah dengan konsisten seperti mengerjakan shalat, berpuasa, berdoa. Menurut Glock & Stark (1965:29) hal tersebut berkaitan dengan dimensi ritualitas, yang terdiri atas dua pola penting, yaitu ritual (activity) dan ketaatan (involvement). Sedangkan, sebanyak 23,7% (15 orang) belum
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
Religiusitas pada Hijabers Community Bandung
| 317
menunjukkan adanya perubahan tingkah laku dalam beribadah walaupun sudah tergabung menjadi anggota Hijabers Community Bandung dan mengikuti kegiatankegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh komunitas ini. Pada dimensi eksperiensial, diperoleh data bahwa 71,6% (46 orang) memiliki dimensi eksperiensial yang tinggi. Para anggota Hijabers Community Bandung merasakan doa-doanya lebih mudah dikabulkan oleh Allah SWT dan mereka merasa Allah membimbingnya pada saat menghadapi kesulitan. Selain itu, dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama komunitas merupakan salah satu bentuk perbaikan diri karena merasa mendapat peringatan atas perbuatan yang telah dilakukan. Mereka meyakini komunitas ini memberikan mereka akan mendapatkan ilmu agama yang akan menuntun mereka untuk melakukan perbaikan diri. Meski demikian, sebanyak 28,4% (18 orang) memiliki dimensi eksperensial yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan dengan aktivitas sehari-hari yang melibatkan keagamaan masih dirasakan kurang. Sebagian kecil para anggota Hijabers Community Bandung tersebut merasakan doa-doanya masih banyak yang belum dikabulkan. Mereka juga tidak merasakan peringatan yang diberikan oleh Allah atas perbuatannya. Selanjutnya, pada dimensi intelektual diperoleh hasil 67,25% (43 orang) memiliki dimensi intelektual yang tinggi. Para anggota Hijabers Community Bandung dapat dikatakan memiliki minat yang cukup tinggi untuk membaca buku-buku keagamaan dan lebih tertarik untuk menghadiri pengajian serta kegiatan keputrian dalam memperdalam pengetahuan agamanya. Selain itu, dalam berbusana muslim mereka tetap mengikuti trend saat ini namun tetap berusaha sesuai dengan anjuran agama. Pada dimensi ini, terdapat 32,75% (21 orang) memiliki dimensi intelektual yang rendah. Menjadi anggota Hijabers Community Bandung tidak selalu menjadikan perilaku mereka lebih terarah pada aktivitas seputar pengetahuan keagamaan Islam dan pemahaman serta keyakinan mengenai dasar-dasar keislaman menjadi rendah, serta tidak menjadikan pengetahuan mengenai agama Islam yang mereka miliki menjadi bertambah. Dari hasil yang diperoleh pada dimensi konsekuensial, sebanyak 71,6% (46 orang) memiliki dimensi konsekuensial yang tinggi. Para anggota Hijabers Community Bandung, memiliki sikap maupun tingkah laku yang sesuai sya’riat. Ilmu-ilmu yang didapatkan dari komunitas memberikan tuntunan dan melatarbelakangi setiap tindakan mereka dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Selain itu, mereka juga menjadikan Al Quran sebagai petunjuk untuk mencari jalan keluar dari kesulitan yang sedang mereka hadapi. Namun demikian, sebanyak 28,4% (18 orang) masih memiliki dimensi konsekuensial yang rendah. Hal ini berarti, perilaku yang ditampilkan anggota Hijabers Community Bandung belum didasari oleh nilai-nilai Islam. Perilaku yang mereka tampilkan lebih didasari oleh penilaian orang lain dan komunitasnya. Berdasarkan hasil pengukuran juga diketahui bahwa dimensi intelektual merupakan dimensi yang kurang diantara keempat dimensi lainnya. Meskipun mereka meyakini tentang nilai-nilai keislaman dan terlibat dalam aktivitas sesuai dengan ajaran agama, namun pemahaman anggota Hijabers Community Bandung tentang agama cenderung kurang. Hal tersebut didukung pula oleh hasil wawancara dan observasi pada beberapa anggota Hijabers Community Bandung yang mengatakan bahwa mereka mengetahui perintah untuk berjilbab namun tanpa mengetahui dasar atau dalil-dalil Al Qur’an mengenai perintah berjilbab itu sendiri, dan berpenampilan tertutup namun tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan berbusana muslim yang seharusnya. Selain itu,
ISSN 2089-3590 | Vol 3, No.1, Th, 2012
318 |
Yunita Sari, et al.
mereka juga mengatakan bahwa Hijabers Community Bandung kontribusi pada peningkatan keimanan mereka.
6.
mampu memberi
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 74,9% (48 orang) anggota Hijabers Community Bandung memiliki religiusitas yang tinggi dan 25,1 % (16 orang) memiliki religiusitas rendah. Dari kelima dimensi religiusitas, terdapat salah satu dimensi yang kurang dibandingkan dengan keempat dimensi lainnya yaitu dimensi intelektual. Hal ini berarti, meskipun memiliki religiusitas yang tinggi namun anggota Hijabers Community Bandung masih perlu meningkatkan pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan beragama Islam melalui dalil-dalil yang kuat dari Al Qur’an dan Al Hadits dalam berperilaku. Selain itu, faktor norma dan tata nilai yang ada pada komunitas juga memberi kontribusi pada perkembangan religiusitas anggota Hijabers Community Bandung. Dengan demikian, perlu kiranya diselenggarakan kegiatan yang mengkaji dasar-dasar keislaman dari Al Qur’an dan Al Hadist secara utuh serta meningkatkan minat anggota Hijabers Community Bandung untuk mempelajari ilmu keislaman.
7.
Daftar pustaka
Glock, C & R, Stark. 1965. Religion and Society in Social Tension. USA: Rand McNally and Company. Beit-Hallahmi, Benjamin and Argyle, Michael. 1997. The Psychology of Religious Behaviour, Belief and Experience. London and New York: Routledge. H.Jalaludin. 2008. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers. Noor, Hasanuddin. 2009. Psikometri, Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Bandung: Fakultas Psikologi Unisba. Puspita, Rista. 2012. Studi Mengenai Religiusitas Pada Mahasiswi Angkatan 2007 Yang Baru Memakai Kerudung Di Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Skripsi. Universitas Islam Bandung. Tidak diterbitkan. Fazriyati, Wardah dan Wawa. 2011. Hijabers Community, Bersyiar Melalui Fashion Taat Kaidah. Tersedia pada http://female.kompas.com/read/2011/08/11/13253987/Hijabers.Community.Bers yiar.Melalui.Fashion.Taat.Kaidah. Diakses pada 20 Februari 2012.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora