PERSEPSI DAN MOTIVASI RELAWAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN (Kasus di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)
Oleh NIRMALADEWI BINTI MARFIN I34063230
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRACT NIRMALADEWI BINTI MARFIN. Perception and Motivation of Volunteers in the Implementation of Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (A case in Situ Gede village, a subdistrict of West Bogor, Bogor). Under direction of DJUARA P. LUBIS. This study aimed to learn about the volunteers’ perception of PNPM-MP and the factors that influenced it viewed from internal and external factors, and to find out the volunteers’ motivation in the implementation of PNPM-MP and the influence of perceptions on motivation. This study used a quantitative approach using questionnaires as a means of collecting data. The respondents consisted of 30 people, all of whom were PNPM-MP volunteers determined based on a total sampling technique. The data analysis used was descriptive statistics and inference (Chi Square and Spearman Rank). The research result showed that the majority of respondents had positive perceptions towards the implementation of PNPM-MP, PNPM-MP benefits, and PNPM-MP volunteers. Overall, respondents' perceptions of PNPM-MP were not influenced by its internal and external factors because the majority of respondents had similar knowledge, needs, and experience in the program. In this study, the motivation of respondents was viewed from three aspects: the motivation to join a group of volunteers, the motivation to carry out voluntary tasks of PNPM-MP, and the motivation to develop PNPM-MP. The majority of respondents had a high level of motivation to join a group of PNPMMP volunteers, while the motivation to carry out voluntary work and motivation to develop the PNPM-MP was relatively low. Overall, the factors that influence the motivation of respondents in the implementation of PNPM-MP were the perceptions of PNPM-MP benefits and perceptions of PNPM-MP volunteers. Keywords: perception, motivation, volunteer, PNPM-MP implementation
RINGKASAN NIRMALADEWI BINTI MARFIN. Persepsi dan Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (Kasus di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor). Di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS. Kemiskinan sebagai suatu fenomena sosial yang multi-dimensional harus dipahami melalui berbagai dimensi sosial. Pendekatan yang kini sering digunakan dalam pembangunan nasional di banyak negara termasuk Indonesia adalah pemberdayaan masyarakat. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP). Kunci keberhasilan PNPM-MP dapat dilihat dari adanya partisipasi masyarakat. Unsur yang ikut berpartisipasi dalam PNPM-MP adalah relawan, di mana relawan juga merupakan syarat utama bagi suatu wilayah untuk mendapatkan bantuan PNPM-MP. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan persepsi relawan terhadap PNPM-MP dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya dilihat dari faktor internal dan eksternal relawan, serta mendeskripsikan motivasi relawan dalam pelaksanaan PNPM-MP dan bagaimana pengaruh persepsi terhadap motivasinya. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa jumlah relawan yang aktif cukup besar dibandingkan dengan kelurahan lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Responden penelitian terdiri dari 30 orang yaitu seluruh relawan PNPM-MP yang ditentukan berdasarkan metode sensus. Penelitian berlangsung selama satu bulan yang dimulai dari Juni 2010 sampai Juli 2010. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dengan menelusuri berbagai dokumen terkait penelitian ini. Analisis data yang digunakan adalah statistika deskriptif dan inferensia (Chi Square dan Rank Spearman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden merupakan ibu rumah tangga yang mayoritas berstatus tidak bekerja dan persentase terbesar (60 persen) responden termasuk dalam kategori usia sedang yaitu berkisar antara 36 hingga 45 tahun. Jumlah anggota rumah tangga responden mayoritas tergolong kecil yaitu kurang dari atau sama dengan lima orang. Tingkat pendidikan mayoritas responden tergolong rendah yaitu SMP (atau sederajatnya). Tingkat kosmopolitan mayoritas responden tergolong tinggi. Mayoritas responden memiliki interaksi yang kuat dengan Fasilitator Kelurahan (Faskel), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), maupun Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Secara keseluruhan responden memiliki persepsi yang positif terhadap pelaksanaan PNPM-MP, manfaat PNPM-MP, maupun terhadap relawan PNPMMP. Berdasarkan hasil uji korelasi Chi Square dan Rank Spearman, tidak terdapat satu variabel pun dari faktor internal responden yang memiliki hubungan nyata (p<0,05) dengan persepsinya terhadap PNPM-MP secara keseluruhan. Hal
tersebut disebabkan oleh adanya pengetahuan, pengalaman, kebutuhan, dan kepentingan yang sama di antara responden. Mayoritas responden memiliki pengalaman yang sama yaitu pernah mengabdi kepada masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan seperti PKK. Selain itu, juga memiliki kebutuhan yang sama terhadap pelaksanaan PNPM-MP yaitu kebutuhan untuk bermasyarakat. Dari faktor eksternal responden, hanya interaksi dengan Faskel yang memiliki hubungan nyata (p<0,05) dengan persepsinya terhadap relawan PNPM-MP. Hal ini disebabkan oleh kecilnya ukuran kelompok relawan yang hanya terdiri dari 30 orang, sehingga dampak dari interaksi antar masing-masing anggota tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Mayoritas responden memiliki tingkat motivasi yang tinggi untuk bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP. Hal tersebut berbeda dengan motivasi untuk melaksanakan tugas relawan PNPM-MP dan motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP, dimana persentase responden yang motivasinya rendah lebih besar dibanding persentase responden yang motivasinya tinggi. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman, hanya persepsi terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP yang memiliki hubungan sangat nyata (p<0,01) terhadap motivasi dalam pelaksanaan PNPM-MP. Motivasi responden untuk bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP dipengaruhi oleh persepsinya terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP. Motivasi responden untuk melaksanakan tugas relawan PNPM-MP hanya dipengaruhi oleh persepsinya terhadap relawan PNPMMP. Motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP dipengaruhi oleh persepsinya terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP.
PERSEPSI DAN MOTIVASI RELAWAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN (Kasus di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)
Oleh NIRMALADEWI BINTI MARFIN I34063230
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi :
Nama NIM
Persepsi dan Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (Kasus di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) : Nirmaladewi Binti Marfin : I34063230
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS NIP: 19600315 198503 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus: ............................
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Persepsi dan Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan: Kasus di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010 Nirmaladewi Binti Marfin I34063230
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kampung Titingan, Keningau, Malaysia, pada tanggal 31 Agustus 1988 dari pasangan Bapak Marfin dan Ibu Ermila. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Raha, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitian yang diselenggarakan oleh kampus seperti Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) dan Masa Perkenalan Departemen (MPD).
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul Persepsi dan Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (Kasus di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat yang setinggi-tingginya penulis ucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, kesempatan, serta ilmu-ilmunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi selaku dosen penguji utama yang telah berkenan memberikan masukan yang berarti bagi penulisan karya ini.
3.
Heru Purwandari Sp., MSi. selaku dosen pemandu seminar skripsi sekaligus sebagai dosen penguji yang telah berkenan memberikan masukan yang berarti bagi penulisan karya ini.
4.
Martua Sihaloho, Sp., MSi. Selaku dosen uji petik skripsi yang telah berkenan memberikan masukan yang berarti bagi penyempurnaan skripsi ini.
5.
Faskel Tim I Kota Bogor dan aparat Kelurahan Situ Gede yang telah membantu atas kelengkapan data serta bantuannya di lapang.
6.
Ayah, ibu, saudara tercinta (Lestari Agusalim S. E dan Si Kembar Maryam & Khadijah) yang telah memberikan dukungan serta dorongan positif.
7.
Sahabat KPM43: Dwi Sulistyorini, Wulandari, Yuli, Fini Hastin, Dina, Vani, Gina, Septiani, semua teman KPM43 atas kebersamaan dan dukungan positifnya.
8.
Teman-teman satu bimbingan skripsi (Desni utami dan Putri Rizkia) yang selalu berbagi pengalaman dan saling memberikan motivasi.
9.
Komunitas Rumah Ijo: Novi Ariyanti, Spi.; Silviana Novitasari, Spi.; Noni Puspita Spt.; MumunMAN45; DedeMAN45; MeliGM45, dan NiaGM45 atas kebersamaan dan dukungan positifnya.
10. Sahabat terkasih: Alifudin, Rusnia Zaidun, Amalia Mira, Muh Syukur Sarfat atas kebersamaan dan dukungan positifnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2010 Nirmaladewi Binti Marfin I34063230
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xv
I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................
1 1 4 4 5
II
PENDEKATAN TEORITIS ................................................................ 2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................... 2.1.1 PNPM-MP .......................................................................... 2.1.1.1 Ketentuan Umum PNPM-MP .................................. 2.1.1.2 Relawan PNPM-MP ................................................. 2.1.1.3 Penelitian Terdahulu Mengenai PNPM-MP .............. 2.1.2 Persepsi ............................................................................... 2.1.2.1 Konsep Persepsi ....................................................... 2.1.2.2 Proses Pembentukan Persepsi ................................... 2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi.............. 2.1.3 Motivasi............................................................................... 2.1.3.1 Konsep Motivasi ...................................................... 2.1.3.2 Proses Motivasi ........................................................ 2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi ............. 2.2 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 2.3 Hipotesis Penelitian ...................................................................... 2.4 Definisi Operasional .....................................................................
6 6 6 6 13 14 16 16 18 20 22 22 27 29 30 32 33
III
PENDEKATAN LAPANGAN ............................................................ 3.1 Metode Penelitian ......................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 3.3 Teknik Penentuan Responden ....................................................... 3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ........................................ 3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...........................................
36 36 36 36 36 37 38
IV
GAMBARAN UMUM LOKASI DAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN .....................................................................................
39
V
VI
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Situ Gede ........................................ 4.2 Pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede ........................... 4.3 Relawan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede ................................
39 41 46
PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN ....................................... 5.1 Faktor Internal .............................................................................. 5.1.1 Usia ..................................................................................... 5.1.2 Jenis Kelamin ...................................................................... 5.1.3 Status Pekerjaan ................................................................... 5.1.4 Tingkat Pendapatan.............................................................. 5.1.5 Jumlah Anggota Rumah Tangga .......................................... 5.1.6 Tingkat Pendidikan Formal .................................................. 5.1.7 Kosmopolitan ...................................................................... 5.2 Faktor Eksternal ............................................................................ 5.2.1 Interaksi dengan Faskel ........................................................ 5.2.2 Interaksi dengan BKM ......................................................... 5.2.3 Interaksi dengan KSM .........................................................
49 49 49 50 51 51 51 52 52 53 53 54 55
PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA .................................................................... 6.1 Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP.......................................... 6.1.1 Persepsi terhadap Pelaksanaan PNPM-MP ........................... 6.1.2 Persepsi terhadap Manfaat PNPM-MP ................................. 6.1.3 Persepsi terhadap Relawan PNPM-MP................................. 6.2 Pengaruh Faktor Internal terhadap Persepsi Relawan .................... 6.2.1 Hubungan Usia dengan Persepsi terhadap PNPM-MP .......... 6.2.2 Hubungan Status Pekerjaan dengan Persepsi terhadap PNPM-MP ........................................................................... 6.2.3 Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Persepsi terhadap PNPM-MP............................................................. 6.2.4 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi terhadap PNPM-MP ........................................................................... 6.2.5 Hubungan Kosmopolitan dengan Persepsi terhadap PNPM-MP. .......................................................................... 6.3 Pengaruh Faktor Eksternal terhadap Persepsi Relawan .................. 6.3.1 Hubungan antara Interaksi dengan Faskel dan Persepsi terhadap PNPM-MP............................................................. 6.3.2 Hubungan antara Interaksi dengan BKM dan Persepsi terhadap PNPM-MP............................................................. 6.3.3 Hubungan antara Interaksi dengan KSM dan Persepsi terhadap PNPM-MP............................................................. 6.4 Resume .........................................................................................
67 68
VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA .................................................................... 7.1 Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan PNPM-MP......................... 7.1.1 Motivasi Bergabung dalam Kelompok Relawan PNPM-MP.
69 69 69
57 57 57 58 59 59 60 61 62 63 64 65 65 66
7.1.2 Motivasi dalam Melaksanakan Tugas Relawan PNPM-MP .. 7.1.3 Motivasi untuk Mengembangkan PNPM-MP ....................... 7.2 Pengaruh Persepsi Relawan terhadap Motivasinya dalam Pelaksanaan PNPM-MP ................................................................ 7.2.1 Hubungan Persepsi terhadap Pelaksanaan PNPM-MP dengan Motivasi dalam Pelaksanaan PNPM-MP .............................. 7.2.2 Hubungan Persepsi terhadap Manfaat PNPM-MP dengan Motivasi dalam Pelaksanaan PNPM-MP .............................. 7.2.3 Hubungan Persepsi terhadap Relawan PNPM-MP dengan Motivasi dalam Pelaksanaan PNPM-MP .............................. 7.3 Resume .........................................................................................
70 71 72 72 73 73 74
VIII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 8.1 Kesimpulan ................................................................................... 8.2 Saran.............................................................................................
75 75 76
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
77
LAMPIRAN .................................................................................................
80
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2009 ........................................................ 40 Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2009 ...................................................... 40 Tabel 3. Pengelompokkan Kriteria Masyarakat Miskin Hasil Kajian Pemetaan Swadaya Tahun 2009 ...................................................... 43 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Relawan berdasarkan Faktor Internal di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 .................................................... 50 Tabel 5. Jumlah dan Persentase Relawan berdasarkan Faktor Eksternal di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 .................................................... 53 Tabel 6. Persentase Relawan berdasarkan Waktu Pertemuan dan Substansi Pembicaraan tentang PNPM-MP dengan Faskel di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 ............................................................................ 54 Tabel 7. Persentase Relawan berdasarkan Waktu Pertemuan dan Substansi Pembicaraan tentang PNPM-MP dengan BKM di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 ............................................................................ 55 Tabel 8. Persentase Relawan berdasarkan Waktu Pertemuan dan Substansi Pembicaraan tentang PNPM-MP dengan KSM di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 ............................................................................ 56 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Relawan berdasarkan Persepsinya terhadap PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 ............................. 57 Tabel 10. Nilai Uji Chi Square dan Rank Spearman Hubungan antara Faktor Internal Relawan dan Persepsinya terhadap PNPM-MP................... 60 Tabel 11. Nilai Uji Rank Spearman Hubungan antara Faktor Eksternal Relawan dan Persepsinya terhadap PNPM-MP................................ 66 Tabel 12. Jumlah dan Persentase Relawan berdasarkan Motivasinya dalam Pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 ......... 69 Tabel 13. Nilai Uji Rank Spearman Hubungan antara Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP dan Motivasinya dalam Pelaksanaan PNPM ... 72
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
Gambar 1. Siklus PNPM Mandiri Perkotaan ..................................................
8
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Persepsi dan Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan PNPM-MP ................................................................ 32
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Teks
Halaman
Lampiran 1. Penyebaran Jiwa Miskin berdasarkan Lokasi di Kelurahan Situ Gede Tahun 2009 ....................................................................... 81 Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ............................ 82 Lampiran 3. Hasil Olah Data Distribusi Distribusi .......................................... 85 Lampiran 4. Hasil Uji Crosstab Chi-square Hubungan Status Pekerjaan dengan Persepsi Relawan ........................................................... 88 Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Usia, Jumlah Anggota Rumah Tangga, Tingkat Pendidikan, dan Kosmopolitan dengan Persepsi Relawan ........................................................... 90 Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Faktor Eksternal dengan Persepsi Relawan ........................................................... 94 Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Persepsi Relawan dengan Motivasi dalam Pelaksanaan PNPM-MP ........................ 97
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Persoalan kemiskinan tidak lepas dari negara manapun terutama negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut Asian Development Bank (1999) yang dikutip oleh Saefuddin, dkk. (2003), kemiskinan mengandung banyak pengertian, dan berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain pada setiap waktu dan telah dideskripsikan dalam berbagai perspektif. Secara umum terdapat beberapa definisi kemiskinan dan kriteria garis kemiskinan yang digunakan. Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan pendekatan tersebut, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta jiwa (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2007 yang berjumlah 37,17 jiwa (16,58 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta jiwa. Penurunan angka kemiskinan tersebut tentunya tidak lepas dari upaya penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui berbagai program. Meskipun demikian, angka-angka tersebut bukan satu-satunya indikator keberhasilan program penanggulangan kemiskinan. Mengacu kepada tulisantulisan dari para ahli, kemiskinan tidak hanya merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya atau kebutuhan dasar sehari-hari yang diukur melalui dimensi ekonomi tetapi kemiskinan juga dikatakan sebagai fenomena sosial yang multi-dimensional. Selain melalui dimensi ekonomi, kemiskinan juga harus dipahami melalui dimensi sosial dan budaya. Kemiskinan berdasarkan dimensi sosial dapat dilihat dari tersingkirnya masyarakat dari lembaga-lembaga
kemasyarakatan
sebagai
pendukung
bagi
peningkatan
produktivitas. Dimensi budaya memandang bahwa kemiskinan disebabkan oleh adanya warisan nilai-nilai tradisi yang tidak menunjang produktifitas seperti rendahnya etos kerja, orientasi keuntungan jangka pendek, dan sikap fatalistik.
2
Pendekatan yang kini sering digunakan dalam pembangunan nasional di banyak
negara
termasuk
Indonesia
adalah
pemberdayaan
masyarakat.
Suharto (2005) mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai tindakan sosial di mana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang miskin tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Orang miskin dipandang sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya (Sumodiningrat, 2009). Program penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada pendekatan pemberdayaan dan atau pengembangan masyarakat akan memberikan hasil yang lebih
efektif
dan
tingkat
keberlanjutan
yang
jauh
lebih
baik
(Sumodiningrat, 2009). Sebagai langkah konkret paradigma pembangunan tersebut, tahun 1999 pemerintah mencanangkan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai upaya membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Pada tahun 2007, P2KP diadopsi menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). PNPM Mandiri merupakan program pemberian bantuan dana mandiri untuk setiap daerah yang masih dikategorikan sebagai daerah tertinggal. PNPM Mandiri diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) sehingga tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50 persen di tahun 2015. Tahun 2008 secara penuh P2KP menjadi PNPM Mandiri Perkotaan (Departemen Pekerjaan Umum, 2009). Kota Bogor merupakan salah satu lokasi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Indonesia yang menunjuk beberapa kelurahan di Kecamatan Bogor Barat, salah satunya adalah Kelurahan Situ Gede. Kelurahan Situ Gede melaksanakan kegiatan PNPM Mandiri sejak tahun 2008. Saat ini,
3
kegiatan yang menjadi fokus dan menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat di Kelurahan tersebut yaitu kegiatan lingkungan. Kegiatan PNPM Mandiri di bidang lingkungan antara lain adalah Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), pembuatan paving block, dan pembuatan drainase. Keberhasilan berbagai kegiatan PNPM Mandiri sebagian besar akan ditentukan oleh individuindividu dari pelaksana, pemanfaat, maupun pelaku-pelaku PNPM lainnya. Unsur yang ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan PNPM-MP di tingkat kelurahan adalah relawan masyarakat. Relawan masyarakat adalah pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli dan memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. Membangun masyarakat adalah misi utama relawan dalam menanggulangi kemiskinan, yang secara khusus melalui PNPM-MP dilakukan dengan berbagai aktivitas pendampingan masyarakat (Departemen Pekerjaan Umum, 2008b). Keberadaan relawan masyarakat menjadi kunci penting dalam pelaksanaan PNPM-MP. Pemahaman masyarakat tentang PNPM-MP berkembang seiring dengan perkembangan konsep pelaksanaan PNPM-MP. Adanya persepsi yang berbeda mengenai PNPM-MP maupun peran relawan PNPM-MP merupakan hal penting yang patut dikaji. Salah satu faktor pembentuk motivasi relawan dalam pelaksanaan PNPMMP dapat dilihat dari persepsinya terhadap PNPM-MP. Motivasi yang tinggi dari relawan dalam menjalankan tugasnya akan menunjang pencapaian keberhasilan program. Seperti yang diungkapkan oleh Gerungan (2004) bahwa semua pekerjaan selain membutuhkan adanya kecakapan-kecakapan pribadi juga membutuhkan adanya motivasi yang cukup pada pribadi tersebut untuk melaksanakan pekerjaan itu dengan berhasil. Tanpa motivasi orang tidak akan berbuat apa-apa dan tidak akan bergerak. Hal tersebut juga berlaku pada relawan masyarakat dalam konteks pelaksanaan PNPM-MP. Disadari bahwa kehadiran relawan mempunyai arti yang strategis dalam menunjang keberhasilan program. Kondisi yang perlu terus dipertahankan bagi keberadaan para relawan ini adalah dengan terus memelihara semangat dan jiwa kerelawanannya. Hal tersebut akan menjadi landasan bagi terciptanya kerjasama dari berbagai unsur pelaksana khususnya di tingkat kelurahan. Berdasarkan uraian
4
tersebut, penelitian ini berusaha mengungkapkan faktor-faktor yang mendukung relawan untuk ikut berpartisipasi dipandang dari persepsi dan motivasinya terhadap PNPM-MP. Dengan mengetahui persepsi dan motivasi relawan, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan berbagai pihak terkait dalam usaha pemeliharaan semangat dan jiwa kerelawanan masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini berusaha mengemukakan beberapa faktor yang berhubungan dengan pembentukan motivasi relawan. Faktor-faktor tersebut akan dilihat dari persepsi relawan terhadap PNPM-MP yang dibentuk oleh karakteristik individu yang dimilikinya. Untuk menjawab pertanyaan pokok tersebut, secara rinci disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi relawan terhadap PNPM-MP serta faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya? 2. Bagaimana motivasi relawan dalam pelaksanaan PNPM-MP dan pengaruh persepsi terhadap motivasinya? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui
beberapa faktor
yang
mempengaruhi pembentukan motivasi relawan. Faktor-faktor tersebut dilihat dari persepsi relawan terhadap PNPM-MP yang dibentuk oleh karakteristik individu yang dimilikinya. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka penelitian ini diarahkan untuk: 1. Mengetahui persepsi relawan terhadap PNPM-MP serta faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. 2. Mengetahui motivasi relawan dalam pelaksanaan PNPM-MP dan pengaruh persepsi terhadap motivasinya.
5
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai, pihak khususnya: 1. Peneliti, untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai persepsi masyarakat terhadap PNPM-MP dan motivasinya untuk ikut berpartisipasi sebagai relawan, serta memahami peran relawan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. 2. Masyarakat, untuk menambah pemahaman tentang peran penting relawan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. 3. Praktisi, sebagai salah satu bahan evaluasi bagi keberhasilan program dilihat dari peran penting berbagai pihak terutama relawan di tingkat lokal. 4. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan penyusunan pedoman dan kebijakan mengenai subjek pembangunan dalam program penanggulangan kemiskinan.
6
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 PNPM-MP 2.1.1.1 Ketentuan Umum PNPM-MP1 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPMMP), sebagai kelanjutan P2KP, memahami bahwa akibat dan akar penyebab kemiskinan adalah kondisi masyarakat utamanya para pimpinan yang belum berdaya sehingga tidak mampu menerapkan nilai-nilai luhur dalam setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. Nilai-nilai luhur universal tersebut terdiri dari jujur, adil, ikhlas, dan tanpa pamrih. Pemahaman mengenai akar penyebab persoalan kemiskinan di atas menyadarkan berbagai pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah perubahan perilaku atau sikap dan cara pandang masyarakat utamanya para pemimpin untuk senantiasa mengambil keputusan dan bertindak berlandaskan pada nilai-nilai luhur universal, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan pilar-pilar pembangunan berkelanjutan. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam PNPM-MP adalah: 1. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif, dan dipercaya yang dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilai-nilai
kemasyarakatan
sebagai
pondasi
modal
sosial
kehidupan
masyarakat. BKM juga merupakan wadah aspirasi kaum miskin dalam menyuarakan kebutuhan mereka sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. BKM sebagai suatu lembaga yang mewadahi aspirasi masyarakat memiliki beberapa kegiatan dan tanggung jawab. Kegiatan serta tanggung jawab tersebut dimulai dari penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program, hingga
1
Sebagian besar dikutip dari Departemen Pekerjaan Umum. 2009. Pedoman Pelaksanaan PNPM-MP. Direktorat Jenderal Cipta Karya. Jakarta.
7
pemanfaatan dan pemeliharaan. Dalam pelaksanaan PNPM-MP, BKM mengadakan kerja sama dengan pihak-pihak seperti aparat pemerintah kelurahan, Faskel, KSM, serta relawan. 2. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yaitu kumpulan orang yang menghimpun diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya visi, kepentingan dan kebutuhan yang sama sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. KSM berorientasi pada penanggulangan kemiskinan sehingga harus dipastikan warga miskin terdaftar dan terlibat dalam kegiatan kelompok dan merupakan penerima manfaat primer sebagai kelompok sasaran dari programprogram yang sudah dikembangkan. Manfaat yang dirasakan dapat berupa peningkatan pengetahuan dan kemampuan serta peningkatan kualitas hidup seperti kualitas pendidikan, kesehatan, peningkatan ekonomi, permukiman dan lainnya. 3. Fasilitator Kelurahan (Faskel) merupakan orang-orang (di luar kelurahan) yang memiliki tanggung jawab untuk mendampingi dan memberdayakan masyarakat agar mampu merencanakan dan melaksanakan program masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di kelurahan masing-masing. Faskel terdiri dari seorang koordinator tim, fasilitator pemberdayaan, fasilitator infrastruktur, serta
fasilitator
ekonomi.
Koordinator
tim
memiliki
tugas
untuk
mengkoordinasikan semua tugas dan kewajiban fasilitator serta melaporkannya ke tingkat kota (koordinator kota). Umumnya koordinator tim melaporkan setiap satu bulan sekali atau sesuai dengan kondisi di lapangan. Fasilitator pemberdayaan masyarakat berkewajiban untuk memfasilitasi tahapan siklus koordinasi program. Fasilitator infrastruktur berkewajiban untuk memfasilitasi KSM di dalam penyusunan proposal sampai dengan pelaksanaan kegiatan PNPM di bidang infrastruktur, seperti renovasi rumah tidak layak huni (RTLH) serta Fasilitator ekonomi yang memiliki kewajiban untuk memfasilitasi KSM di dalam penyusunan proposal sampai dengan pelaksanaan kegiatan PNPM di bidang ekonomi.
8
4. Relawan adalah pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, dan peduli serta memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. Inti kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di masyarakat kelurahan atau desa adalah
proses
menumbuhkembangkan
kemandirian
dan
keberlanjutan
upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Tahapan pelaksanaan kegiatan PNPM-MP mencakup serangkaian kegiatan yang dimulai dari kegiatan pemetaan sosial atau sosialisasi awal, dan berorientasi pada siklus Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM), Refleksi Kemiskinan (RK), Pemetaan Swadaya (PS) berorientasi IPM MDGs, pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), perencanaan partisipatif dalam penyusunan Program Jangka Menengah Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis) dan Rencana Tahunan (Renta) serta pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dengan stimulan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Adapun skema siklus PNPM-MP dapat dilihat pada Gambar 1.
Pencairan BLM PS
BKM
RK
PJM/Renta Pemanfaatan BLM
Pemetaan sosial/ sosialisasi awal
RKM
KSM
Review Renta, Kinerja BKM, dan keuangan
Gambar 1. Siklus PNPM Mandiri Perkotaan 1. Tahapan pemetaan sosial atau sosialisasi awal merupakan tahap untuk menyebarluaskan informasi tentang akan adanya program PNPM-MP di kelurahan. Tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dinamika
9
sosial masyarakat serta mengumumkan penerimaan relawan. Penyebaran informasi dilakukan dengan sosialisasi yang menyeluruh kepada pihak pemerintah desa atau kelurahan dan kecamatan. 2. Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM) merupakan tahap sosialisasi serta memperkenalkan program kepada masyarakat. RKM bertujuan untuk membangun komitmen masyarakat untuk menolak atau menerima PNPM-MP dengan segala konsekuensinya. Disamping itu, juga untuk mendapatkan relawan sesuai kriteria serta mampu memfasilitasi dan mengawal PNPM-MP. 3. Refleksi Kemiskinan (RK) bertujuan untuk menghasilkan relawan yang mampu memfasilitasi refleksi kemiskinan, menemukan akar penyebab kemiskinan serta membangun niat bersama untuk menanggulangi kemiskinan secara terorganisasi. Selain itu juga untuk menumbuhkan kesadaran bersama bahwa ada masalah bersama, yaitu kemiskinan yang harus ditanggulangi bersama. 4. Pemetaan Swadaya (PS) bertujuan untuk menghasilkan relawan yang mampu memfasilitasi dan melaksanakan pemetaan swadaya. Relawan diharapkan memiliki kemampuan untuk menganalisis masalah dan potensi masyarakat. Kesadaran akan realita persoalan dan potensi masyarakat dapat tumbuh sehingga terbangun motivasi untuk menyelesaikan persoalan. Melalui kegiatan PS, relawan mencoba untuk mengetahui potensi yang dimiliki suatu wilayah. 5. Pembentukkan BKM bertujuan untuk memilih utusan RT berdasarkan nilai-nilai luhur sehingga terbangun lembaga kepemimpinan masyarakat yang diisi oleh orang-orang baik dan benar. Pembentukkan BKM dimulai dari tingkatan basis, yaitu RT, RW kemudian di seleksi di tingkatan kelurahan. 6. Penyusunan PJM/Renta Pronangkis bertujuan untuk menghasilkan relawan dan BKM yang mampu melaksanakan penyusunan pronangkis. Penyusunan program kegiatan penanggulangan kemiskinan dilakukan untuk tiga tahun kedepan. Penyusunan PJM dilakukan oleh BKM dan akan dilakukan revisi setiap tahunnya. 7. Pengorganisasian KSM akan difasilitasi oleh relawan dan BKM serta disesuaikan dengan penyusunan pronangkis. Pembentukkan KSM dilakukan dengan melakukan perekrutan dari masyarakat kelurahan. Masyarakat yang
10
berminat disertai dengan niat yang tulus serta ikhlas mendaftarkan diri kepada BKM melalui Unit Pengelola (UP). Pemilihan dan penetapan KSM dilakukan oleh BKM dan pimpinan kolektif beserta UP. 8. Penilaian terhadap capaian Renta, kelembagaan, serta keuangan dilakukan di awal tahun kedua program. Siklus ini diawali dengan serangkaian kegiatan meninjau ulang kinerja kelembagaan BKM dan KSM, capaian Renta, dan kinerja keuangan yang kemudian disampaikan dalam Rembug Warga Tahunan (RWT). Kegiatan infrastruktur yang diprioritaskan dalam Renta adalah kegiatan yang secara langsung memberikan dampak atau manfaat secara kolektif bagi masyarakat dan diutamakan kegiatan yang bersifat lintas wilayah (lintas RT atau RW) yang memberikan lingkup kemanfaatan lebih luas bagi masyarakat kelurahan. Tujuan PNPM-MP telah ditetapkan di Pedoman Umum PNPM yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Secara khusus tujuan PNPM-MP dirumuskan agar masyarakat di kelurahan
peserta
program
menikmati
perbaikan
sosial,
ekonomi
dan
tatakepemerintahan lokal. Adapun sasaran PNPM-MP adalah sebagai berikut: 1. Terbangunnya BKM yang dipercaya, aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat. 2. Tersedianya PJM Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan pemukiman yang sehat, serasi, berjati diri, dan berkelanjutan. 3. Terbangunnya forum BKM tingkat kecamatan dan kota untuk mengawal terwujudnya harmonisasi berbagai program daerah. 4. Terwujudnya kontribusi pendanaan dari Pemerintah Kota/Kabupaten dalam PNPM-MP sesuai dengan kapasitas fiskal daerah. Komponen Program PNPM-MP pada dasarnya memberikan bantuan kepada dua kelompok sasaran utama yaitu masyarakat dan pemerintah daerah termasuk pemangku kepentingan daerah. Bantuan untuk pemerintah daerah berupa pendampingan yang bertujuan membangun kesadaran kritis perangkat pemda dan
11
kelompok peduli untuk mencapai sinergi antara masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli serta reformasi kebijakan, program dan penanganggaran yang berorientasi pada masyarakat miskin. Terdapat tiga komponen kegiatan yang didanai oleh PNPM-MP yaitu kegiatan lingkungan, sosial dan ekonomi (dana bergulir). PNPM-MP melarang dana BLM dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan, menimbulkan dampak keresahan sosial dan kerusakan lingkungan, berorientasi pada kepentingan individu atau kelompok tertentu dan bertentangan dengan norma-norma, hukum serta peraturan yang berlaku. Bantuan untuk masyarakat diwujudkan dalam bentuk bantuan stimulan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan bantuan pendampingan. BLM merupakan dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, terutama masyarakat miskin. Penerima manfaat langsung dari dana BLM adalah keluarga miskin yang diidentifikasi masyarakat sendiri dan disepakati serta ditetapkan bersama oleh masyarakat kelurahan, melalui proses musyawarah warga, refleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya berorientasi IPM-MDGs. Untuk bantuan pendampingan, diwujudkan dalam bentuk penugasan konsultan dan fasilitator beserta dukungan dana operasional untuk mendampingi dan memberdayakan masyarakat agar mampu
merencanakan
dan
melaksanakan
program
masyarakat
untuk
menanggulangi kemiskinan di kelurahan masing-masing (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Terdapat beberapa prinsip dalam PNPM-MP yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (2007) yaitu: 1.
Bertumpu pada pembangunan manusia. Pelaksanaan PNPM senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.
2.
Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin.
12
3.
Partisipasi. Masyarakat terlibat secara aktif pada setiap proses pengambilan keputusan
pembangunan
dan
secara
gotong
royong
menjalankan
pembangunan. 4.
Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM, masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri dan partisipatif untuk menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.
5.
Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya.
6.
Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan.
7.
Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin.
8.
Transparansi dan akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan
kegiatan
dipertanggungjawabkan
dapat baik
dilaksanakan secara
moral,
secara teknis,
terbuka legal
dan
maupun
administratif. 9.
Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.
10. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan. 11. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tetapi juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. 12. Sederhana. Semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan PNPM harus sederhana, fleksibel, mudah dipahami, dan mudah dikelola oleh masyarakat.
13
2.1.1.2 Relawan PNPM-MP2 Relawan merupakan salah satu pihak yang ikut terlibat dalam pelaksanaan PNPM-MP dan memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan PNPM-MP. Keberadaan relawan adalah salah satu syarat bagi suatu wilayah untuk mendapatkan bantuan dari PNPM-MP. Semua warga yang secara ikhlas tanpa membeda-bedakan derajat dan status sosial serta bersedia mengabdikan dirinya tanpa mengharapkan imbalan ataupun karier dapat menjadi relawan. Kreativitas seseorang untuk berkontribusi membantu orang lain sesungguhnya dapat diwujudkan dengan banyak cara, bahkan mungkin tidak terhitung. Pada dasarnya, kontribusi yang dapat diberikan oleh relawan adalah semua karunia yang telah diperolehnya, antara lain; (1) waktu, (2) tenaga, (3) bakat termasuk kemampuan intelektualitas, dan (4) harta. PNPM-MP mendorong masyarakat di lokasi sasaran agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga yang ikhlas, jujur, adil, peduli dan memiliki komitmen untuk membantu masyarakat dalam melaksanakan seluruh tahap kegiatan program agar bermanfaat bagi masyarakat miskin serta seluruh masyarakat di wilayahnya. Adapun prinsip-prinsip dasar kerelawanan sosial dalam PNPM-MP adalah: 1. Pilihan. Kesukarelawanan harus merupakan pilihan bebas masing-masing individu tanpa paksaan dari siapa pun. Dorongan dalam bentuk apapun, untuk terlibat dalam kesukarelawanan harus tidak berakibat pada paksaan. Kebebasan untuk menjadi relawan sama halnya dengan kebebasan untuk tidak terlibat. 2. Keragaman.
Kesukarelawanan harus terbuka
bagi siapa pun,
tanpa
membedakan latar belakang, umur, ras, orientasi seksual, kepercayaan, dsb. Keterlibatan menjadi relawan dapat membangun keterikatan, membantu sekelompok orang yang beragam sehingga ia merasa berguna dengan keterlibatannya itu. Penghalang atau batasan-batasan sosial dapat diatasi oleh keterampilan, pengalaman, percaya diri dan kontak yang didapat ketika membantu yang lain. Prinsip kesempatan yang sama merupakan dasar untuk mendukung keragaman.
2
Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Modul Khusus Komunitas PNPM Mandiri: Peran Relawan dalam Nangkis. Direktorat Jenderal Cipta Karya. Jakarta
14
3. Timbal balik. Relawan menawarkan untuk berkontribusi tanpa harus dibayar, tetapi sebagai gantinya mendapatkan manfaat dengan cara lain. Menyediakan waktu dan keterampilan secara sukarela harus diakui sebagai upaya untuk mendukung hubungan timbal balik dimana relawan menerima sesuatu yang bermanfaat buat dirinya. Manfaat yang diharapkan oleh relawan termasuk perasaan pencapaian yang berguna, keterampilan yang berguna, pengalaman dan bertambahnya kontak atau relasi, pergaulan dan kesenangan, dan keterlibatannya dalam kehidupan berorganisasi. 4. Pengakuan. Pengakuan secara eksplisit terhadap nilai sumbangan relawan terhadap organisasi, komunitas, maupun tujuan sosial yang lebih luas, merupakan dasar untuk membangun hubungan yang adil antara relawan dengan organisasi. Sebagai upaya keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan di masyarakat maka peran para relawan menjadi sangat penting, terutama untuk terus menjaga dinamika masyarakat. Kondisi yang perlu terus dipertahankan bagi keberadaan peran para relawan ini adalah dengan terus memelihara semangat dan jiwa kerelawanannya. Hasilnya adalah semakin tumbuhnya kebersamaan (social cohesion), yang merupakan dampak positif dari tindakan kerelawanan. Baik atas prakarsa pemerintah maupun prakarsa BKM bersama unsur perangkat kelurahan/desa perlu terus membangun jejaring kebersamaan, peningkatan kapasitas, mengupayakan penghargaan dan pengakuan dari Pemda. Salah satu komponen penting bagi keberlanjutan peran para relawan dalam penanggulangan kemiskinan
adalah
dengan
manajemen
relawan
melalui:
perencanaan,
pelaksanaan, monitoring aktivitas kerelawanan secara terbuka dan bertanggung jawab (prinsipnya: transparansi dan akuntabilitas). Dengan demikian, hasil kerja para relawan ini menjadi semakin nyata dan berarti di masyarakat. 2.1.1.3 Penelitian Terdahulu Mengenai PNPM-MP Partisipasi dalam program pemberdayaan masyarakat seperti P2KP atau PNPM-MP merupakan kunci keberhasilan program. Berdasarkan hasil penelitian Aprisa (2009) mengenai partisipasi masyarakat kelurahan dalam P2KP, partisipasi masyarakat terjadi secara langsung baik pada proses penyampaian informasi maupun pada proses pengelolaan yang dimulai dari tahap perencanaan hingga
15
pelaksanaan. Pada proses penyampaian informasi, bentuk partisipasi dapat berupa keikutsertaan masyarakat dalam musyawarah tingkat kelurahan, berperan serta dalam kegiatan sosialisasi sekaligus sebagai pengelola program. Pada tahap perencanaan, bentuk partisipasi dilakukan dengan menyampaikan usulan-usulan tentang berbagai jenis program pembangunan melalui forum musyawarah, sedangkan pada tahap pelaksanaan bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat dari swadaya yang disumbangkannya. Salah satu tahap perencanaan yang penting untuk diperhatikan adalah pemaknaan lokal mengenai kemiskinan. Sebagaimana paradigma pembangunan yang berlandaskan pada pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat, pada tahap perencanaan program perlu adanya pemahaman bersama mengenai konsep kemiskinan antara penerima program dan pembuat kebijakan. Hasil penelitian Jayanti (2007) menunjukkan bahwa ada perbedaan pemaknaan kemiskinan dari masyarakat dengan kemiskinan menurut pedoman program. Menurut masyarakat miskin, kemiskinan dapat dilihat dari empat aspek yaitu ekonomi, asset, politik, dan sosial, sedangkan menurut pedoman P2KP kemiskinan dilihat sebagai akibat permasalahan struktural dan krisis ekonomi. Ditinjau dari program pemberdayaan seperti P2KP atau PNPM-MP, masyarakat lokal yang dianggap mampu menjadi pendukung keberhasilan program adalah relawan. Sebagai tenaga yang tidak dibayar, peran relawan justru merupakan faktor penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Terdapat berbagai faktor yang berhubungan dengan keputusan masyarakat untuk berpartisipasi sebagai relawan. Hasil penelitian Atensi (2008) mengungkapkan beberapa faktor yang mendorong partisipan untuk menjadi relawan, antara lain adanya perasaan empati, minat dan kecintaan terhadap sesuatu, serta dorongan untuk berbuat kebaikan dalam hidup. Alasan bertahan dipengaruhi oleh faktor adanya dukungan dari significant others, penghayatan kebahagiaan, serta keinginan untuk tetap memberikan manfaat dan kebaikan. Pada penelitian ini akan dilihat persepsi relawan yang diduga berpengaruh terhadap keputusannya untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan PNPM-MP. Persepsi relawan pada penelitian ini akan diukur dari tiga aspek yaitu persepsi
16
terhadap pelaksanaan PNPM-MP, persepsi terhadap manfaat PNPM-MP, dan persepsi terhadap hakikat kerelawanan sosial. 2.1.2 Persepsi 2.1.2.1 Konsep Persepsi Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian proses informasi. Sarwono (2002) menjelaskan bahwa persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya), sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Rakhmat (2003) menguraikan definisi persepsi sebagai suatu pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimulus inderawi (sensory stimuli). Persepsi untuk objek berupa benda mati disebut sebagai persepsi objek, sedangkan persepsi terhadap manusia biasanya disebut sebagai persepsi interpersonal. Terkait dengan jenis objek persepsi, beberapa perbedaan antara persepsi objek dan persepsi interpersonal adalah: 1. Pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera melalui benda-benda fisik seperti gelombang, cahaya, gelombang suara, dan temperatur. Pada persepsi interpersonal, stimuli sampai melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga, dan pihak ketiga tersebut dapat mengurangi kecermatan persepsi seseorang. 2. Pada persepsi objek, ketika seseorang menanggapi suatu objek maka ia akan menanggapi sifat-sifat luar objek tersebut dan tidak meneliti objek-objek batiniahnya. Pada persepsi interpersonal, seseorang mencoba memahami apa yang tidak tampak oleh inderanya, ia tidak hanya melihat perilaku orang lain, tetapi juga melihat mengapa orang lain tersebut berprilaku demikian. 3. Pada persepsi objek, tidak terjadi reaksi dari objek yang dipersepsi sehingga tidak terjadi reaksi emosional terhadap objek tersebut. Berbeda dengan persepsi interpersonal, dimana faktor-faktor personal seseorang, karakteristik orang lain yang ditanggapi, serta hubungan antara kedua orang tersebut, menyebabkan persepsi interpersonal sangat cenderung untuk keliru.
17
4. Objek relatif tetap, manusia berubah-rubah, sehingga menyebabkan persepsi interpersonal cenderung lebih sulit dibandingkan dengan persepsi objek. Matlin dan Solso yang dikutip Suharnan (2005) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung. Selanjutnya,
Saendinobrata
(1998)
menyatakan
bahwa
persepsi
adalah
kemampuan menerima informasi atau pesan melalui penginderaan terhadap sesuatu yang timbul dari lingkungannya dan memberikan arti dan makna berdasarkan pengalaman, pengetahuan, kebutuhan, serta kepentingannya. Thoha (1986) menjelaskan bahwa persepsi pada hakekatnya merupakan proses yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Persepsi merupakan sebuah proses yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang hampir serupa dengan masing-masing individu namun secara tipikal menghasilkan persepsi yang berbeda-beda. Seorang individu tidak bereaksi atau berperilaku dengan cara tertentu karena situasi yang terdapat di sekitarnya, tetapi karena apa yang terlihat olehnya atau apa yang diyakini olehnya tentang situasi tersebut. Persepsi seseorang tentang situasi atau pesan tertentu menjadi landasan ia berperilaku (Winardi, 2004). Menurut Juarsyah (2007), persepsi merupakan pandangan atau sikap seseorang terhadap suatu hal yang menumbuhkan motivasi, dorongan, kekuatan, dan tekanan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pada penelitian ini, persepsi relawan akan dilihat dari bagaimana pandangannya terhadap informasi mengenai PNPM-MP berdasarkan pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingannya yang diduga berpengaruh terhadap motivasinya untuk berpartisipasi.
18
2.1.2.2 Proses Pembentukan Persepsi Persepsi mencakup proses yang berlangsung secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia luar (stimulus-informasi) dengan dunia di dalam diri seseorang (pengetahuan yang relevan dan telah disimpan di dalam ingatan). Dua proses dalam persepsi itu disebut bottom-up atau data driven processing (aspek stimulus), dan top-down atau concetually driven processing (aspek pengetahuan seseorang). Hasil persepsi seseorang mengenai sesuatu objek di samping dipengaruhi oleh penampilan objek itu sendiri, juga pengetahuan seseorang mengenai objek itu, dengan demikian suatu objek dapat dipersepsi berbeda oleh dua orang akibat perbedaan pengetahuan yang dimiliki masingmasing orang mengenai objek itu (Suharnan, 2005). Rakhmat (2003) menguraikan beberapa konsep yang terlibat dalam proses persepsi yaitu: 1. Sensasi. Sensasi merupakan tahap paling awal dalam penerimaan informasi. Sensasi adalah pengalaman elementer yang berhubungan dengan kegiatan alat indera dan tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual. Perbedaan kapasitas alat indera dapat menyebabkan perbedaan sensasi. Perbedaan sensasi dapat menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi. 2. Perhatian (Attention). Perhatian merupakan proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya menjadi lemah (Anderson, 1974). Perhatian terjadi bila seseorang mengkonsentrasikan dirinya hanya pada salah satu alat indera saja, dan mengesampingkan masukanmasukan dari alat indera lainnya. Perhatian dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi perhatian adalah adanya sifat-sifat yang menonjol dari stimulus seperti gerakan, intensitas stimulus, kebaruan, dan perulangan. Faktor internal seperti faktor biologis, faktor sosiopsikologis, dan latar belakang kebudayaan, pengalaman, dan pendidikan juga menentukan perhatian seseorang. 3. Memori. Memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi persepsi maupun berpikir. Schlessinger dan Groves (1976) mendefinisikan memori sebagai suatu sistem yang sangat berstruktur dan menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya
19
untuk membimbing perilakunya. Memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan menentukan berapa lama, dalam bentuk apa, dan di mana informasi tersebut bersama seseorang. Proses yang tarakhir dari memori adalah pemanggilan data penggunaan informasi yang disimpan (Mussen dan Rosenzweig, 1973). Persepsi bermanfaat sebagai alat penyaring dan sebagai metode untuk mengorganisasi stimuli manusia dalam menghadapi lingkungan. Proses persepsi menyediakan mekanisme melalui penseleksian dan pengelompokan stimuli dalam wujud yang berarti. Agar muncul persepsi, maka stimulus tersebut perlu diidentifikasi atau diketahui. Dengan demikian diperlukan peraturan seleksi tertentu untuk membedakan informasi yang akan dipersepsi dan informasi yang diabaikan. Adapun komponen-komponen persepsi menurut Herbert (1976) yang dikutip oleh Winardi (2004) adalah: 1. Selektivitas. Setiap individu secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal tersebut dikarenakan manusia tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitarnya. Dengan demikian perlu adanya penyaring sebagian besar di antara stimuli tersebut sehingga dapat dihubungkan dengan hal-hal yang lebih relevan. Adaptasi memegang peranan penting dalam selektivitas perseptual. Individu dapat menjadi terbiasa dengan stimuli sambil mengadaptasi “perbatasan” selektivitasnya sedemikian rupa sehingga stimuli yang sudah dikenal tidak menyebabkan timbulnya perhatian. 2. Perseptual. Apabila stimuli memasuki pemikiran seseorang, maka seseorang tersebut akan mencoba untuk memberi arti kepada stimuli tersebut dan mengorganisasikannya demikian rupa sehingga dapat mencapai arti dan makna dari pola menyeluruh stimulus-stimulus tersebut. 3. Tindakan
membuat
stereotipe-stereotipe
(stereotyping).
Seseorang
diklasifikasikan oleh seseorang ke dalam suatu kelompok karena adanya sejumlah ciri-ciri tertentu. Seringkali atribut-atribut dari kategori menyeluruh tersebut disetujui secara umum dan ciri-ciri tersebut kemudian diterapkan kepada orang yang dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Stereotipe-
20
stereotipe memberikan jalan pintas kepada seseorang untuk memprediksi perilaku. 4. Dampak Halo. Dampak halo merujuk pada fakta bahwa ketika seseorang membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai orang lain maka kesan yang menyeluruh tersebut cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaiannya terhadap sifat-sifat spesifik yang dimiliki oleh orang lain. Kesan menyeluruh tersebut sering diperoleh dari kesan pertama, yang biasanya berpengaruh kuat dan sulit digoyahkan. 2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi persepsi. Osley (1972) yang dikutip Nurlia (2006) mengemukakan karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang mempengaruhi persepsi yaitu: 1. Faktor ciri-ciri khas dari objek stimulus, meliputi nilai, arti emosional dan intensitas derajat kesadaran seseorang mengenai stimuli tersebut. 2. Faktor pribadi yaitu ciri khas individu, seperti minat, emosi, dan lainnya. 3. Faktor pengaruh kelompok adalah orang lain yang dapat memberikan arah kepada sesuatu yang menentukan persepsi dan sikap pada inovasi. 4. Faktor perbedaan latar belakang kultural. Rakhmat (2003) mengkategorikan dua faktor yang menentukan persepsi yaitu: 1. Faktor fungsional (faktor personal). Kebutuhan dan pengalaman masa lalu termasuk dalam faktor ini. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Sebagai contoh, bagi orang yang terbiasa mendapat gaji Rp 500.000,00 keuntungan Rp 100.000,00 merupakan hal yang tidak terlalu menggembirakan, berbeda dengan orang yang menganggur, jumlah yang sama merupakan keuntungan yang luar biasa. 2. Faktor struktural (faktor situasional). Faktor ini berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Berdasarkan teori Gestalt, seseorang mempersepsikan sesuatu secara keseluruhan, dan tidak melihatnya sebagai suatu bagian yang terpisah. Kohler menjelaskan lebih lanjut
21
bahwa untuk memahami suatu peristiwa, tidak dapat meneliti fakta-fakta secara terpisah, tetapi harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Terkait dengan dua faktor yang menentukan persepsi, lebih lanjut Rakhmat (2003) menguraikan empat dalil umum persepsi yang dikenalkan oleh Krech dan Crutchfield. Dalil pertama berkaitan dengan faktor fungsional penentu persepsi, sedangkan dalil kedua, ketiga dan keempat berkaitan dengan faktor struktural penentu persepsi. Penjelasan lengkap mengenai dalil-lalil tersebut adalah: 1. Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi seseorang biasanya merupakan objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Kebutuhan biologis menyebabkan persepsi yang berbeda. 2. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Seseorang mengorganisir stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang diterima seseorang tidak lengkap, ia akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang ia persepsikan. 3. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur pada umumnya ditentukan oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika seseorang dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras. Seseorang akan cenderung memberikan penilaian berlebihan bila melihat sifat-sifat objek persepsinya bertolak belakang dengan sifat-sifat kelompoknya. 4. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini menyebutkan bahwa seseorang selalu memandang stimuli dalam konteksnya, sehingga ia pun akan mencoba mencari struktur pada rangkaian stimuli. Struktur tersebut diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan menyatakan bahwa stimuli yang berdekatan satu sama lain akan dianggap sebagai satu kelompok. Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan, contohnya pada masyarakat yang menitikberatkan kekayaan, akan membagi masyarakatnya menjadi kelompok orang kaya dan orang miskin, sedangkan pada masyarakat yang mengutamakan
22
pendidikan, akan membagi masyarakatnya menjadi kelompok terdidik dan tidak terdidik. Berhubungan dengan penelitian ini, persepsi yang baik mengenai informasi yang berkaitan diduga berpengaruh terhadap motivasinya untuk berpartisipasi. Hal tersebut didasarkan pada penelitian Juarsyah (2007) tentang persepsi dan partisipasi peternak tentang program perguliran ternak domba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan sangat lemah antara faktor internal peternak (umur, pendidikan, pengalaman beternak dan kekosmopolitan) dengan persepsi peternak tentang program perguliran ternak domba dan terdapat hubungan lemah antara faktor eksternal peternak (interaksi dengan penyuluh dan pasar) dengan persepsi peternak tentang program perguliran ternak domba berhubungan lemah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan cukup kuat antara persepsi peternak mengenai kesesuaian program dengan partisipasinya dalam perencanaan kegiatan beternak domba. Pada penelitian ini, faktor-faktor yang diduga memiliki hubungan dengan pembentukan persepsi responden akan dilihat dari faktor internal dan eksternalnya. Faktor internal responden meliputi variabel usia, jenis kelamin, status pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan formal, dan kosmopolitan. Faktor eksternal meliputi interaksi-interaksi relawan dengan unsur pelaksana di tingkat kelurahan yaitu BKM, KSM, dan Faskel. Adapun variabel-variabel tersebut dipilih berdasarkan teori dan hasil adaptasi dari berbagai penelitian yang dianggap relevan untuk penelitian ini. 2.1.3 Motivasi 2.1.3.1 Konsep Motivasi Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan” atau “daya penggerak”. Motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (misalnya rasa lapar, haus dan bermasyarakat (Malayu, 2003). Robbins (1996) yang dikutip Makarim (2003) menyatakan bahwa motivasi dapat dilihat dari adanya usaha mencari suatu sasaran secara bersama yang
23
bermanfaat bagi seseorang, atau bagi orang lain di dekatnya, kemudian menjalin kerja sama yang dilandasi oleh semangat dan daya juang yang tinggi. Beberapa kajian teori tentang motivasi oleh para ahli seperti yang dikemukakan oleh Streers et al. (1996) yang dikutip Gafur (2009), antara lain: 1. Teori motivasi kebutuhan dari Maslow (1954) Menurut teori Maslow ini seseorang berperilaku karena adanya dorongan untuk memperoleh pemenuhan dalam bermacam-macam kebutuhan. Seseorang akan membutuhkan jenjang kebutuhan selanjutnya bila kebutuhan sebelumnya telah tercapai. Teori ini berlandaskan bahwa manusia adalah makhluk yang berkeinginan selalu menghendaki lebih dalam suatu proses yang tiada henti. Kebutuhan yang menjadi motivator perilaku adalah kebutuhan yang belum terpuaskan, bukan kebutuhan yang telah terpuaskan. Menurut maslow kebutuhan berjenjang terdiri atas: a. Kebutuhan-kebutuhan dasar manusia sehari-hari untuk makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, bercampur dan kebutuhan yang tergolong kebutuhan fisik lainnya (physical needs). b. Kebutuhan-kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup dan kehidupannya dengan segala aspeknya (safety needs). c. Kebutuhan-kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi, dan menyenangi, bergaul, berkelompok, bermasyarakat, menjadi anggota dari kelompok pergaulan yang lebih besar (social needs). d. Kebutuhan-kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, penghormatan, pujian, penghargaan dan pengakuan (the needs for esteems). e. Kebutuhan-kebutuhan untuk kebanggan, kekaguman dan kemasyhuran sebagai orang yang ammpu dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa (the needs for self actualization). 2. Teori kebutuhan Relatedness and Growth dari Alderfer (1972) Teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki tiga macam kebtuhan yaitu kebutuhan
akan
keberadaan,
pertumbuhan (Existence,
kebutuhan berhubungan dan kebutuhan
Relatedness and
Growth).
Kebutuhan akan
keberadaan berkaitan dengan kebutuhan akan kelangsungan hidupnya.
24
Kebutuhan berhubungan terkait dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain baik secara pribadi maupun hubungan sosial. Kebutuhan pertumbuhan berhubungan dengan kebutuhan untuk mengembangkan diri. 3. Teori motivasi dua faktor dari Herzberg (1959) Teori ini menyatakan bahwa pada setiap pelaksanaan pekerjaan akan terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi suatu pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Faktor tersebut adalah syarat kerja dan faktor pendorong. Jika kedua faktor tersebut diperhatikan dengan baik maka pelaksanaan pekerjaan akan berjalan dengan baik. 4. Teori motivasi klasik dari Taylor (1911) Teori ini mengatakan bahwa seseorang akan bersedia bekerja apabila ada imbalannya. Konsep dasar teori motivasi klasik adalah seseorang akan bersedia bekerja dengan baik apabila orang itu berkeyakinan akan memperoleh imbalan yang ada kaitannya langsung dengan pelaksanaan kerjanya. Pemberian imbalan yang paling tepat yang dapat menumbuhkan semangat untuk bekerja lebih baik adalah apabila diberikan pada saat yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Teori kebutuhan berprestasi dari McClelland (1961) McClelland mengemukakan bahwa ada tiga amcam kebutuhan yang dimiliki seseorang, yakni kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan berkuasa. Seseorang akan terdorong untuk melaksanakan sesuatu dengan sepenuh hati apabila merasa akan memperoleh kesempatan yang dapat menunjukkan seluruh kemampuannya sehingga memperoleh hasil yang terbaik. Selain itu juga karena merasa bahwa hasil pekerjaannya akan menghasilkan persahabatan (afiliasi) dengan orang lain, serta akan memperoleh kedudukan yang diinginkan (kekuasaan). 6. Teori motivasi preference expectation dari Vroom (1964) Teori ini menyatakan bahwa seseorang akan terdorong untuk bekerja dengan baik apabila akan memperoleh sesuatu imbalan yang pada saat itu sedang dirasakan sebagai kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi. Gerungan (2004) mengemukakan bahwa motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Motif-motif tersebut memberikan tujuan
25
dan arah kepada tingkah laku. Kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari juga mempunyai motif-motifnya tersendiri. Berikut dipaparkan beberapa kategori motif: 1. Motif tunggal dan motif bergabung. Contoh motif tunggal dapat dilihat ketika seseorang menjadi relawan hanya untuk membantu masyarakat yang tidak berdaya. Apabila seseorang menjadi anggota suatu pergerakan atau program, maka motif-motif yang ada biasanya bergabung. Seseorang mungkin menjadi relawan karena ingin mengabdi pada masyarakat miskin, di samping itu yang bersangkutan juga mungkin ingin menambah pengalaman dan memperluas wawasannya. 2. Motif biogenetis. Motif biogenetis merupakan motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme seseorang demi kelanjutan kehidupannya secara biologis. Contoh darimotif ini dapat dilihat dari adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. 3. Motif sosiogenetis. Motif sosiogenetis merupakan motif yang dipelajari seseorang yang berasal dari lingkungan kebudayaan tempat ia berada dan berkembang. Motif sosiogenetis berkembang melalui interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. Contoh dari motif ini dapat dilihat dari adanya keinginan untuk bermasyarakat melalui kegiatan gotong royong. 4. Motif teogenetis. Motif ini berasal dari interaksi antara manusia dengan Tuhan seperti yang terwujud dalam ibadah dan dalam kehidupan sehari-hari di mana ia berusaha merealisasikan norma-norma agamanya. Manusia memerlukan interaksi dengan Tuhannya untuk dapat menyadari akan tugasnya sebagai manusia yang berketuhanan di dalam masyarakat yang heterogen. Contoh dari motif ini dapat dilihat dari adanya keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keinginan untuk merealisasikan norma-norma agamanya menurut petunjuk Kitab Suci. Winardi (2004) menyatakan bahwa motivasi merupakan sebuah kekuatan yang tidak berubah. Tujuan-tujuan perilaku yang disajikan bersifat konstan atau tidak berubah. Apabila keadaan yang diinginkan tercapai, seseorang akan tetap berperilaku untuk meningkatkan hasil pencapaian.
26
Beberapa model statik yang dimaksud adalah: 1. Insting. Model ini menyatakan bahwa perilaku dideterminasi oleh insting. Insting-insting bukanlah hasil dari belajar dan merupakan pola-pola perilaku identikal yang dapat dijumpai pada semua orang. Manusia bertindak karena dideterminasi primer oleh pewarisan yang dialihkan dari generasi ke generasi melalui gen-gen. Kelemahan dari model ini adalah tidak dapat menjelaskan aneka tipe dan intensitas perilaku yang berbeda-beda oleh individu-individu yang terpisah, di mana semuanya memiliki insting-insting sama. 2. Hedonisme. Para hedonis beranggapan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tuntutan-tuntutan sederhana upaya meminimalisir perasaan sakit sambil mencari kesenangan dan kegembiraan maksimal. Kelemahan dari model ini adalah tidak dapat dipastikan apakah yang dimaksud dengan kesenangan dan perasaan sakit tersebut. 3. Motivasi yang tidak disadari. Model ini mengakui adanya motivasi-motivasi yang mengejar kesenangan (dan menghindari rasa sakit) dan motivasi-motivasi di bawah sadar. Kedua tendensi tersebut ditempatkan sebagai penentu perilaku, tetapi yang berada di luar kendali sang individu. Model ini dalam kenyataannya sulit diuji. Ia tidak dapat dimanfaatkan untuk menyusun generalisasi tentang perilaku atau prediksi-prediksi tentang apa yang mungkin cenderung dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. 4. Manusia rasional. Model ini menempatkan pengendalian atas kehidupan manusia dalam tangannya sendiri. Asumsi pokok pada model ini adalah bahwa masing-masing individu sadar tentang pola-pola kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan pribadinya. Kebutuhan dan keinginan tersebut didasarkan pada pengambilan keputusan yang inteligen dan dipertimbangkan dengan matang. Kepentingan diri sendiri merupakan hal yang menentukan apa yang akan dilakukan seseorang. 5. Manusia sosial. Model ini merupakan hasil pertemuan langsung dari studi yang dilakukan di proyek Hawthorne di Amerika Serikat. Dari studi tersebut ditemukan fakta bahwa faktor-faktor ekonomi dan rasional tidak cukup untuk menerangkan perilaku manusia. Kepuasan tidak hanya dideterminasi oleh faktor-faktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain berupa elemen yang
27
tidak berwujud. Bukti-bukti tentang sisi sosial manusia dapat dillihat dari adanya tekanan untuk menyesuaikan diri dan melaksanakan kompromi dalam rangka upaya mencapai kesetujuan sosial, upaya untuk mendapatkan prestise, dipeliharanya hubungan persahabatan, serta kebutuhan untuk menjadi anggota sebuah kelompok. Model manusia sosial menyatakan bahwa kepuasan individual timbul dari hubungan antarperorangan. Berdasarkan uraian mengenai beberapa konsep motivasi tersebut, motivasi relawan dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginannya untuk memuaskan kebutuhan atau kepentingan tertentu. Motivasi tersebut terdiri dari motif-motif yang memberikan tujuan dan arah bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi sebagai relawan dalam pelaksanaan PNPM-MP. 2.1.3.2 Proses Motivasi Menurut Newcomb dkk. (1985) yang dikutip Susantyo (2001), motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Selanjutnya, wahjosumidjo (1987) menyatakan bahwa motivasi sebagai proses psikologis diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedang faktor di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega, atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi baik faktor intrinsik maupun faktor luar motivasi timbul karena adanya rangsangan. Konsep motivasi tidak lepas dari adanya motif, dorongan dan kebutuhan. Mogan (1961) yang dikutip Setiadi (2008) menyatakan bahwa berdasarkan prosesnya, motivasi memiliki tiga aspek dalam pembentukannya yaitu: 1. Pernyataan yang betujuan. Disama-artikan dengan motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan (need). Istilah motif lebih cenderung ke dalam suatu kegiatan yang bergerak yang bersifat membangkitkan, mendorong atau mensuplai kekuatan untuk bergerak, sedangkan dorongan diartikan sebagai tempat untuk melakukan motif atau sebagai pendorong perilaku.
28
2. Perilaku bertujuan. Perilaku yang didesak atau disarankan oleh motive atau drive. Perilaku ini biasanya merupakan alat yang cepat atau lambat akan mengurangi motif atau drive. 3. Kondisi-kondisi yang mendukung atau tidak mendukung kegiatan motivasi. Ketidakpuasan atau kepuasan drive maupun motive. Hal ini biasanya diperoleh dengan tercapainya beberapa tujuan. Terkait motif dari motivasi, Handoko (1995) yang dikutip Gafur (2009) menguraikan beberapa kekuatan relatif motif-motif pada diri seseorang yaitu: 1. Kuatnya kemauan untuk berbuat 2. Jumlah waktu yang disediakan 3. Kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas lain 4. Kerelaan untuk mengeluarkan biaya demi perbuatan tersebut 5. Ketentuan dalam mengerjakan tugas tersebut. Malayu (2003) berpendapat bahwa setiap pekerja mempunyai motif tertentu dan mengharapkan kepuasan dari hasil pekerjaannya. Kebutuhan dan keinginan yang dipuaskan dengan bekerja adalah: 1. Kebutuhan fisik dan keamanan: menyangkut kepuasan kebutuhan fisik (biologis), seperti makan,minum, tempat tinggal dan lainnya, di samping kebutuhan akan rasa aman dalam menikmatinya. 2. Kebutuhan sosial: karena manusia tergantung satu sama lain, maka terdapat berbagai kebutuhan yang hanya bisa dipuaskan jika masing-masing individu ditolong atau diakui oleh orang lain. 3. Kebutuhan egoistik: berhubungan dengan keinginan orang untuk bebas mengerjakan sesuatu sendiri dan puas karena berhasil menyelesaikannya dengan baik. Berdasarkan teori-teori mengenai proses motivasi di atas, pembentukan motivasi relawan PNPM-MP pada penelitian ini akan dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut terdiri dari motivasi bergabung dalam kelompok relawan, motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP dan motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP. Dengan mengetahui motivasi relawan dari berbagai aspek tersebut, diharapkan dapat ditarik kesimpulan mengenai tingkatan motivasi relawan di wilayah kasus.
29
2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Wahjosumidjo (1987) menggolongkan dua faktor yang berpengaruh terhadap motivasi individu yaitu faktor yang berasal dari dalam individu (intern) dan faktor yang bersumber dari luar individu (ekstern). Yang termasuk faktor intern adalah kemampuan atau keterampilan, tingkat pendidikan, sikap dan sistem nilai yang dianut, pengalaman masa lampau, aspirasi atau harapan masa depan, latar belakang sosial budaya, serta persepsi individu terhadap pekerjaannya. Faktor ekstern meliputi tuntutan kepentingan keluarga, kehidupan kelompok, lingkungan kerja maupun kebijaksanaan yang berkaitan dengan pekerjaannya. Agissabti (1997) yang dikutip Gafur (2009) mengemukakan lima faktor penyebab timbulnya motivasi yaitu: 1. Kekuatan dalam diri yang menimbulkan rangsangan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu. 2. Faktor keturunan yang menimbulkan keinginan-keinginan naluriah. 3. Hasil proses belajar. 4. Hasil dari interaksi sosial. 5. Akibat dari proses kognisi. Penelitian Nur (2005) tentang motivasi petani dalam pengelolaan Kahuma di areal hutan rakyat menunjukkan bahwa pengelolaan kahuma tetap diterapkan petani karena didorong oleh motivasi sosial budaya (85,05 persen), motivasi ekonomi (85,00 persen) dan motivasi ekologi (83,11 persen). Karakteristik sosial ekonomi berupa faktor internal petani yang berpengaruh nyata positif terhadap motivasi berdasarkan manfaat yang diperoleh dari kahuma, di antaranya: (a) umur, pengalaman usaha tani, tingkat kebutuhan dan persepsi dengan motivasi ekonomi, (b) persepsi, tingkat pendidikan, sifat kosmopolit dan tingkat kebutuhan dengan motivasi ekologi, (c) umur, pengalaman usaha tani dan status sosial dengan motivasi sosial budaya. Pengaruh negatif terjadi pada faktor eksternal yaitu antara jumlah tanggungan keluarga dengan motivasi sosial budaya di Desa Lawada Jaya. Hasil penelitian Nur (2005) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara persepsi dengan motivasi. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khalwani (2008) tentang persepsi dan motivasi masyarakat setempat terhadap
30
program pemerintah Gerakan rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL). Persepsi dan motivasi masyarakat yang ada di Desa Cigudeg berbeda dengan masyarakat yang ada di Desa Taman Sari. Persepsi masyarakat Desa Cigudeg masih bernilai negatif karena kurangnya pemahaman dan peranan masyarakat serta kurang sesuainya kebutuhan yang mereka peroleh dari program GN-RHL. Persepsi masyarakat di Desa Tamansari bernilai positif karena sebagian besar pelaku GN-RHL memahami manfaat program ini dan memiliki tingkat kepuasan yang cukup tinggi. Pada penelitian ini, faktor yang diduga berhubungan dengan pembentukan motivasi relawan akan dilihat dari bagaimana persepsinya terhadap PNPM-MP. Persepsi yang baik mengenai PNPM-MP oleh relawan diharapkan dapat menumbuhkan motivasinya untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan PNPMMP. 2.2 Kerangka Pemikiran PNPM-MP merupakan program pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai perwujudan nyata upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah perkotaan. Arah pembangunan wilayah perkotaan perlu penyeimbangan antara pembangunan yang serba materialistik, indoktrinasi dan top down dengan suatu orientasi pembangunan yang lebih membuka kesadaran masyarakat, mata hati masyarakat dan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat adalah kunci sukses pelaksanaan PNPM-MP. Sebagai motor penggerak untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, PNPMMP membuka peluang kepada masyarakat untuk menjadi anggota relawan masyarakat. Keikutsertaan relawan dalam pelaksanaan program dapat ditentukan oleh persepsinya mengenai PNPM-MP. Faktor yang dapat mempengaruhi suatu persepsi adalah
keadaan atau
karakteristik
perseptor.
Juarsyah
(2007)
mengkategorikan dua faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor dalam diri individu (internal) dan faktor dari luar individu (eksternal). Pada penelitian ini, variabel-variabel dari faktor internal responden yang akan dicermati terdiri dari umur, jenis kelamin, status pekerjaan, tingkat pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan formal dan kosmopolitan. Variabel-variabel dari faktor eksternal responden yang akan dicermati dilihat dari interaksi responden dengan unsur-unsur yang terlibat pada tingkat kelurahan yaitu Faskel, BKM, dan KSM.
31
Persepsi responden terhadap PNPM-MP diduga berpengaruh terhadap motivasinya untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program, dalam hal ini berpartisipasi sebagai relawan PNPM-MP. Sebagaimana penjelasan dari Thoha (1983) yang dikutip Erwina (2005) bahwa persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap motivasi kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut. Pada penelitian ini, stimulus yang dimaksud berupa informasi, situasi dan kondisi dari pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede. Persepsi responden dilihat dari tiga aspek yaitu persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP yang terdiri dari prinsip-prinsip pelaksanaan PNPM-MP, persepsi terhadap manfaat dari pelaksanaan PNPM-MP, dan persepsi terhadap peran dan tanggung jawabnya yaitu sebagai relawan PNPM-MP di wilayahnya. Motivasi responden juga dilihat dari tiga aspek yaitu motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP, motivasi dalam melaksanakan tugas relawan PNPM-MP, dan motivasinya untuk mengembangkan PNPM-MP. Kerangka pemikiran untuk mengetahui hubungan antar variabel yang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal responden, persepsi serta motivasi responden dalam pelaksanaan PNPM-MP dapat dilihat pada Gambar 2.
32
Faktor Internal: 1. 2. 3. 4. 5.
Usia Jenis kelamin Status pekerjaan Tingkat pendapatan Jumlah anggota rumah tangga 6. Tingkat pendidikan formal 7. Kosmopolitan
Persepsi
Motivasi
1. Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP 2. Persepsi terhadap manfaat pelaksanaan PNPM-MP 3. Persepsi terhadap relawan PNPM-MP
Faktor Eksternal: 1. Interaksi dengan Fasilitator Kelurahan 2. Interaksi dengan BKM 3. Interaksi dengan KSM
1. Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP 2. Motivasi dalam melaksanakan tugas relawan PNPM-MP 3. Motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP
Keterangan: :
alur pengaruh
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Persepsi dan Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan PNPM-MP
2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah digambarkan di atas, penelitian ini berusaha membuktikan beberapa hipotesis antara lain: 1. Terdapat hubungan nyata antara faktor
internal relawan dan persepsinya
terhadap PNPM-MP. 2. Terdapat hubungan nyata antara faktor eksternal relawan dan persepsinya terhadap PNPM-MP. 3. Terdapat hubungan nyata antara persepsi relawan terhadap PNPM-MP dan motivasinya dalam pelaksanaan PNPM-MP.
33
2.4 Definisi Operasional Rumusan batasan atau operasional tentang masing-masing variabel dalam penelitian
ini
dikemukakan
untuk
mengetahui
dengan
jelas
indikator
pengukurannya. Adapun variabel-variabel yang dioperasionalkan tersebut adalah: 1. Faktor internal responden merupakan ciri-ciri yang melekat dalam dirinya yang diduga ada hubungannya dengan persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP. Adapun variabel-variabel yang akan dicermati antara lain: a. Usia adalah lama hidup responden yang dihitung berdasarkan tanggal lahir sampai dengan penelitian dilakukan, diukur dalam satuan tahun. Pengelompokkan umur responden dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Abdussamad (1993), dimana kelompok umur responden dibagai menjadi tiga yaitu: 1. Muda (jika umur responden kurang dari 36 tahun) 2. Sedang (jika umur responden berkisar antara 36 hingga 45 tahun) 3. Tua (jika umur responden lebih dari 45 tahun) b. Jenis kelamin adalah pengkategorian responden menurut jenis seks. Diukur dengan menggunakan skala nominal yang terdiri dari dua kategori yaitu pria dan wanita. c. Status pekerjaan adalah status responden berdasarkan kegiatan yang dijadikan sebagai sumber pemasukan keuangan baginya. Diukur dengan menggunakan skala nominal yang terdiri dari dua kategori yaitu bekerja dan tidak bekerja. d. Tingkat pendapatan adalah rataan jumlah penerimaan dalam bentuk yang dapat diuangkan responden dalam sebulan (satu tahun terakhir), diukur dalam rupiah dan berdasarkan variabel status pekerjaan. e. Jumlah anggota rumah tangga adalah jumlah orang dalam suatu rumah tangga termasuk responden sendiri. Pada penelitian ini, pengelompokkan jumlah anggota rumah tangga responden didasarkan pada nilai rata-ratanya, dimana nilai rata-rata yang diperoleh berdasarkan data di lapangan adalah 5.30. Jumlah anggota rumah tangga responden dikategorikan sedikit jika jumlah anggota rumah tangganya kurang dari atau sama dengan nilai rata-
34
rata, dan dikategorikan banyak jika jumlah anggota rumah tangganya lebih dari nilai rata-rata. f. Tingkat pendidikan formal adalah tingkat akhir dari suatu pendidikan formal yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan formal tersebut meliputi: (1) Sekolah Dasar atau sederajat, (2) Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat, (3) Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, dan (4) lainnya. Data diukur dengan menggunakan skala ordinal. g. Kosmopolitan adalah keaktifan responden dalam mencari informasi tentang PNPM-MP. Sumber informasi meliputi: (1) radio,
(2) televisi, (3)
suratkabar, (4) buku bacaan, (5) pertemuan resmi, (6) pelatihan, dan (7) pertemuan tidak resmi. Data diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dibagi menjadi dua kategori yaitu rendah dan tinggi. Pemberian skor untuk masing-masing kategori didasarkan pada rumus sebaran normal, dimana nilai tengah yang diperoleh adalah 14. Tingkat kosmopolitan responden dikategorikan rendah jika skor jawaban kurang dari atau sama dengan nilai tengahnya, dan dikategorikan tinggi jika skor jawaban lebih dari nilai tengahnya. 2. Faktor eksternal responden merupakan ciri-ciri situasi lingkungan yang diduga ada hubungannya dengan persepsi terhadap PNPM-MP. Indikator-indikator untuk mengukur faktor eksternal responden pada penelitian ini dilihat dari interaksinya dengan unsur pelaksana PNPM-MP di tingkat kelurahan yaitu Faskel, BKM, dan KSM. Interaksi responden dengan ketiga unsur tersebut diukur berdasarkan waktu pertemuan dan substansi yang dibicarakan terkait dengan pelaksanaan PNPM-MP. Data diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dibagi menjadi dua kategori yaitu interaksi kuat dan interaksi lemah. Pemberian skor untuk masing-masing kategori didasarkan pada rumus sebaran normal, dimana nilai tengah untuk masing-masing interaksi dengan Faskel, BKM, dan KSM yang diperoleh adalah 4,5, 4,5, dan 3,5. Interaksi responden dikategorikan lemah jika skor jawaban kurang dari nilai tengahnya, dan dikategorikan kuat jika skor jawaban lebih dari nilai tengahnya. 3. Persepsi adalah penilaian responden terhadap PNPM-MP berdasarkan pengalaman, pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingannya. Terdapat tiga
35
aspek persepsi yang akan diukur dengan menggunakan skala Likert berskala tiga terhadap sebuah pernyataan. Skala Likert tersebut mencakup pilihan (1) tidak setuju (TS) dengan skor satu, (2) setuju (S) dengan skor dua, dan (3) sangat setuju (ST) dengan skor tiga. Skor tersebut berlaku bagi pernyataan positif dan skor akan dibalik bagi pernyataan yang negatif. Tiga aspek persepsi yang akan dikaji yaitu, persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP, persepsi terhadap manfaat PNPM-MP, dan persepsi terhadap relawan PNPM-MP. Data diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dibagi menjadi dua kategori yaitu negatif dan positif. Pemberian skor untuk masing-masing kategori didasarkan pada rumus sebaran normal, di mana nilai tengah yang diperoleh adalah 20. Persepsi responden dikategorikan negatif jika skor jawaban kurang dari atau sama dengan nilai tengahnya, dan dikategorikan positif jika skor jawaban lebih dari nilai tengahnya.
4. Motivasi adalah dorongan atau kehendak yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan pada responden hingga ikut berpartisipasi sebagai relawan dalam pelaksanaan PNPM-MP. Seperti pada pengukuran persepsi, terdapat tiga aspek motivasi yang akan diukur dengan menggunakan skala Likert berskala tiga terhadap sebuah pernyataan. Aspek motivasi yang akan dikaji terdiri dari aspek motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP, motivasi dalam melaksanakan tugas relawan PNPM-MP, dan motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP. Data diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dibagi menjadi dua kategori yaitu rendah dan tinggi. Pemberian skor untuk masing-masing kategori didasarkan pada rumus sebaran normal, di mana nilai tengah yang diperoleh
adalah 10. Motivasi responden dikategorikan
rendah jika skor jawaban kurang dari atau sama dengan nilai tengahnya, dan dikategorikan tinggi jika skor jawaban lebih dari nilai tengahnya.
36
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dibatasi pada penelitian di mana data dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Metode pada pendekatan kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah metode sensus. Singarimbun dan Effendi (2006) menyatakan bahwa metode sensus dilakukan dengan mengumpulkan data dari seluruh populasi. Data kualitatif digunakan memperoleh informasi lebih dalam dan untuk menunjang penginterpretasian data kuantitatif. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa jumlah relawan yang aktif cukup besar dibandingkan dengan kelurahan lain. Penelitian berlangsung selama satu bulan yang dimulai dari Juni 2010 sampai Juli 2010. 3.3 Teknik Penentuan Responden Populasi dalam penelitian ini adalah relawan PNPM-MP yang ada di Kelurahan Situ Gede. Penentuan responden dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan metode sensus. Berdasarkan data dari Fasilitator Kelurahan (Faskel) dan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), terdapat 45 orang yang tercatat sebagai relawan PNPM-MP sejak bulan Maret tahun 2009. Pada penelitian ini, responden terdiri dari 30 orang yaitu seluruh relawan PNPM-MP yang bersedia diwawancara. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan kuesioner dan pertanyaan tambahan yang tidak terstruktur untuk menunjang data namun tidak keluar dari
37
koridor kuesioner. Pada penelitian ini, kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur variabel-variabel dari faktor internal dan faktor eksternal. Untuk mengukur persepsi dan motivasi relawan dalam pelaksanaan PNPM-MP, kuesioner disusun dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang akan diukur berdasarkan skala Likert. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur dan dokumen-dokumen resmi yang relevan dengan penelitian, seperti data mengenai panduan pelaksanaan program dan relawan PNPM-MP, serta gambaran umum Kelurahan Situ Gede. 3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi Ancok (2006) dalam Singarimbun dan Effendi (2006) mengemukakan bahwa validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur mengukur sesuatu yang ingin diukur. Pengujian dilakukan dengan uji validitas korelasi product moment Pearson dengan program SPSS for Windows versi 17,0. Pengujian dilakukan kepada relawan PNPM-MP di Kelurahan Cilendek Timur. Berdasarkan hasil perbaikan kuesioner, diperoleh 26 pernyataan yang signifikan dari 30 butir pernyataan yang dirancang untuk mengukur variabel persepsi, dan semua pernyataan sebanyak 15 butir yang dirancang untuk mengukur variabel motivasi, di mana (r hitung > r tabelα0,05;df 28=0,361). Nilai r hitung untuk mengukur persepsi berkisar antara 0,274 hingga 0,730, sedangkan nilai r hitung untuk mengukur motivasi berkisar antara 0,525 hingga 0,860. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten maka alat pengukur tersebut reliabel. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan uji koefisien reliabilitas teknik belah dua dengan membagi butir pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi belahan genap dan belahan ganjil. Berdasarkan hasil perbaikan uji reliabilitas, diperoleh nilai reliabilitas untuk variabel persepsi sebesar 0,832 dan motivasi sebesar 0,920. Nilai koefisien reliabilitas ini menunjukkan bahwa kuesioner sudah reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian. Hasil pengolahan uji kuesioner ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
38
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan komputer melalui beberapa tahap, yaitu (a) editing data, yaitu memeriksa kembali setiap lembar kuesioner untuk memastikan bahwa pernyataan telah terisi; (b) koding data, yaitu memberikan kode pada setiap lembar kuesioner; (c) entry data, yaitu memasukkan data yang telah dikoding ke dalam komputer dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dan korelasional. Metode korelasional adalah metode yang digunakan untuk menganalisis dua variabel atau lebih sedangkan deskriptif untuk menghimpun data, menyusun secara sistematis, faktual dan cermat (Rakhmat, 2006). Metode deskriptif berupa tabel distribusi frekuensi digunakan untuk menggambarkan faktor internal dan eksternal responden, persepsi responden terhadap PNPM-MP, serta motivasi responden dalam pelaksanaan PNPM-MP. Metode korelasional berupa analisis statistik inferensia dilakukan dengan Chi Square dan uji korelasi Rank Spearman yang diolah menggunakan komputer dengan program SPSS for Windows versi 17,0. Chi square digunakan untuk melihat hubungan faktor internal yang berskala nominal (meliputi status pekerjaan atau pendapatan) dengan persepsi terhadap PNPM-MP. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan faktor internal yang berskala ordinal (meliputi usia, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan, dan kosmopolitan) dan faktor eksternal dengan persepsi terhadap PNPM-MP, serta hubungan persepsi responden terhadap PNPM-MP dengan motivasinya dalam pelaksanaan PNPM-MP.
39
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Situ Gede Wilayah Kelurahan Situ Gede berada pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut. Curah hujan berkisar antara 3219 hingga 4671 milimeter per tahun dan suhu rata-rata berkisar antara 24,9 hingga 25,8 dejarat celsius. Adapun batas administrasi Kelurahan Situ Gede sebagai berikut: sebelah Utara
: Kali Cisadane
sebelah Selatan
: Kali Sindangbarang
sebelah Barat
: Desa Cikarawang
sebelah Timur
: Kelurahan Bubulak.
Jarak Kelurahan Situ Gede lebih kurang lima kilometer dari Pusat Pemerintahan Kecamatan dan lebih kurang 10 kilometer dari Pemerintah Kota. Secara administratif, Kelurahan Situ Gede terbagi dalam 10 Rukun Warga (RW) dan 33 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk Kelurahan Situ Gede tahun 2009 adalah sebanyak 9.101 orang dengan perincian 4.616 penduduk laki-laki dan 4.485 penduduk perempuan. Terdapat 2.276 Kepala Keluarga, dengan rata-rata satu keluarga beranggotakan tiga sampai empat orang. Penduduk laki-laki di Kelurahan Situ Gede lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Mayoritas penduduk Kelurahan Situ Gede memeluk agama Islam dan terdapat beberapa penduduk yang memeluk agama lain yaitu agama Kristen sebanyak 11 penduduk. Sarana peribadatan yang ada di Kelurahan Situ Gede tersebar disetiap RW yaitu sebanyak sembilan masjid dan empat mushola atau langgar. Mayoritas penduduk Kelurahan Situ Gede bekerja pada sektor pertanian. Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani yaitu sebanyak 1.031 (51,14 persen) penduduk. Hal tersebut disebabkan peruntukkan lahan untuk sektor pertanian cukup luas yaitu mencapai 67,9 hektar. Lahan tersebut merupakan tanah sawah dengan penggunaan sawah irigasi teknis. Peruntukkan lahan lainnya adalah untuk jalan (2 hektar), ladang
40
(1 hektar), bangunan umum (1 hektar), empang (2 hektar), jalur hijau (1 hektar), dan lain-lain (1,2 hektar). Adapun keadaan penduduk di Kelurahan Situ Gede berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2009 No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk 1 Pegawai Negeri Sipil 90 2 TNI 13 3 Polri 8 4 Swasta/BUMN/BUMD 163 5 Wiraswasta/pedagang 135 6 Tani 357 7 Pertukangan 48 8 Buruh Tani 1.031 9 Pensiunan 51 10 Jasa/lain-lain 120 Total 2.016 Sumber: Monografi Kelurahan Situ Gede
Persentase 4,46 0,64 0,40 8,09 6,70 17,71 2,38 51,14 2,53 5,95 100,00
Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Situ Gede tergolong rendah. Hal tersebut dilihat dari jumlah penduduk yang terbanyak hanya sampai pada tingkat SD dan SMP yaitu masing-masing sebesar 48,41 persen dan 32,29 persen. Sarana dan prasarana pendidikan juga tergolong sedikit, dimana terdapat tiga gedung Taman Kanak-kanak, tujuh gedung Tempat Penitipan Anak, lima gedung SD Negeri, serta satu buah gedung SMP Negeri. Terkait dengan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan tersebut, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan masyarakat bergantung pada sarana dan prasarana pendidikan yang tidak terdapat di Kelurahan Situ Gede seperti SMA maupun Perguruan Tinggi. Adapun keadaan penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Situ Gede berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2009 No Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk 1 Taman Kanak-kanak 112 2 Sekolah Dasar/MI 3.042 3 SMP/SLTP/MTS 2.029 4 SMA/SLTA/Aliyah 989 5 Akademi/D1 – D3 71 6 Sarjana (S1 – S2) 41 Total 6.284 Sumber: Monografi Kelurahan Situ Gede
Persentase 1,78 48,41 32,29 15,74 1,13 0,65 100,00
41
Adanya pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede merupakan salah satu bentuk
dukungan Pemerintah Daerah berupa kebijakan dalam program
penanggulangan kemiskinan. Keberhasilan program tidak lepas dari komitmen masyarakat terhadap program penanggulangan kemiskinan. Bentuk komitmen masyarakat dapat dilihat dari terbentuknya lembaga-lembaga masyarakat peduli atau relawan serta lembaga keswadayaan dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti atau gotong royong. Kelembagaan masyarakat yang ada di Kelurahan Situ Gede terdiri dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Lembaga Pemuda, dan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). LPM di Kelurahan Situ Gede pada tahun 2009 beranggotakan 14 orang, dimana berperan dalam upaya perencanaan partisipatif, sebagai penggerak swadaya masyarakat, serta pelaksana pembangunan dan monitoring. Lembaga Pemuda di Kelurahan Situ Gede pada tahun 2009 beranggotakan 42 orang dan berperan dalam upaya pemberdayaan pemuda. Berdasarkan data monografi Kelurahan tahun 2009, PKK yang berperan dalam upaya pemberdayaan keluarga terdiri dari 24 orang tim penggerak PKK dan 58 orang kader PKK. 4.2 Pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat seperti Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Situ Gede mulai dilaksanakan sejak tahun 2008. Sebagai kelanjutan dari P2KP, PNPM-MP dikenal oleh masyarakat Kelurahan Situ Gede sejak tahun 2008. Aturan-aturan dalam pelaksanaan PNPM-MP merupakan adaptasi dari aturan P2KP yang telah ada sebelumnya. PNPM-MP memandang bahwa keterlibatan masyarakat miskin dalam upaya penanggulangan kemiskinan tidak sebagai objek pembangunan namun mereka adalah subjek yang harus secara aktif memerangi kemiskinan yang mereka hadapi sehari-hari. Hanya masyarakat miskinlah yang mengetahui kondisi dan permasalahan serta apa yang menjadi kebutuhannya. Berdasarkan hal tersebut, PNPM-MP hadir untuk memberikan ruang kepada masyarakat miskin agar berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut hajat hidupnya.
42
Secara rinci, berikut dijelaskan siklus PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede: 1. Tahapan sosialisasi awal atau pemetaan sosial mengenai akan adanya program P2KP atau PNPM-MP di kelurahan Situ Gede dimulai sejak tahun 2008. Penyebaran informasi kepada masyarakat dilakukan melalui perantara pemerintah kelurahan Situ Gede. Pada tahap ini, Kelurahan Situ Gede juga telah mengumumkan penerimaan relawan sebagai pelopor penggerak masyarakat. Seperti yang diungkapkan Pak SL selaku koordinator BKM sebagai berikut: “….sosialisasi awal dilakukan kepada masyarakat melalui pihak kelurahan. Kemudian diadakan Rembuk Kesiapan Masyarakat untuk mengetahui apakah masyarakat menerima atau menolak adanya P2KP atau PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede.” 2. Rembug kesiapan masyarakat (RKM) di Kelurahan Situ Gede difasilitasi oleh
Fasilitator Kelurahan (Faskel). Pada tahap ini, dijelaskan mengenai tata aturan program dan diketahui bahwa masyarakat Kelurahan Situ Gede menerima program PNPM-MP dengan segala konsekuensinya. Disamping itu, Kelurahan Situ Gede telah mendapatkan relawan sesuai kriteria serta mampu memfasilitasi dan mengawal PNPM-MP yang sebagian besar terdiri dari tokoh masyarakat dan kader masyarakat seperti kader Posyandu. 3. Refleksi Kemiskinan (RK) dilakukan oleh relawan untuk menemukan akar penyebab kemiskinan serta membangun niat bersama untuk menanggulangi kemiskinan secara terorganisasi. Melalui RK, masyarakat yang diwakilkan oleh tokoh masyarakat, pemuda, maupun ibu kader menyepakati kriteria kemiskinan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Pak SL : “….setelah menyepakati kriteria kemiskinan, relawan akan turun ke lapang untuk melakukan pendataan terhadap Kepala Keluarga (KK) miskin di Kelurahan Situ Gede.”
Hasil kesepakatan tersebut merupakan pedoman untuk melakukan sensus ulang jiwa miskin. Adapun kriteria kemiskinan yang telah disepakati oleh masyarakat Kelurahan Situ Gede adalah: a. Pendapatan kecil dan tidak tetap, contohnya pendapatan yang kurang dari Rp 400.000,00 per bulan. b. Sulit mendapatkan kesempatan kerja seperti kerja buruh serabutan.
43
c. Keterampilan kurang yang berakibat pada pengangguran. d. Rendahnya tingkat pendidikan seperti tidak sekolah, hanya lulus SD dan SMP. e. Usaha tidak berkembang dikarenakan kekurangan modal dan sulit untuk mengakses bantuan modal usaha seperti pada pedagang kecil. f. Rumah terbuat dari bilik, permanen tetapi belum diplester dan bila telah diplester kondisinya telah rapuh serta perlu diperbaiki. g. Tempat atau tingkat hunian cukup padat (kepadatan bangunan). h. Beberapa rumah milik keluarga miskin dibangun di tanah illegal, sewa atau hanya menumpang. i. Sarana dan prasarana lingkungan yang kurang memadai seperti jalan setapak yang kotor, MCK kurang sehat, air kurang sehat, dan sampah kurang terkelola dengan baik. j. Pola makan kurang dari tiga kali sehari dengan menu seadanya (kurang sempurna) tanpa memperhatikan kecukpan gizi dan protein sehingga berat badan kurang. k. Rawan terserang penyakit menular seperti TB dan polio. 4. Pemetaan Swadaya (PS) dilakukan oleh relawan untuk menganalisis masalah dan potensi yang dimiliki. Salah satu potensi yang dimaksud adalah adanya sumberdaya manusia yang dapat diberdayakan untuk mendukung pelaksanaan program. Adapun hasil Pemetaan Swadaya berupa pengelompokan kriteria masyarakat miskin di Kelurahan Situ Gede dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengelompokan Kriteria Masyarakat Miskin Hasil Kajian Pemetaan Swadaya Tahun 2009 Aspek yang disurvei
Kriteria Sejahtera Pra sejahtera Miskin Kondisi rumah tinggal Permanen Semi permanen Tidak layak Kepemilikan rumah Milik pribadi Kontrak Menumpang Penggunaan air minum WC pribadi WC umum Sungai Pembuangan sampah Tempat sampah Dibakar Dibuang ke sungai Pendidikan Kursus dan SLTP dan SLTA Tidak sekolah dan Perguruan Tinggi SD Pendapatan rata-rata Lebih dari Rp 400.000,00 sampai Kurang dari Rp 700.000,00 Rp 700.000,00 Rp 400.000,00 Pekerjaan PNS Dagang kecil Tani dan buruh Pola makan Tiga kali sehari Dua kali sehari Satu kali sehari Asupan gizi Sempurna Sedang Kurang Sumber: Dokumen PJM Pronangkis Paguyuban Warga Kelurahan Situ Gede
44
Data hasil PS tersebut merupakan sumber utama dalam penyusunan PJM Pronangkis dan penyusunan prioritas jiwa miskin yang akan mendapatkan bantuan dari program. Penerima manfaat langsung dari dana BLM PNPM-MP diprioritaskan bagi masyarakat yang tergolong dalam kriteria masyarakat miskin seperti yang ditampilkan pada Tabel 3. Adapun data penyebaran jiwa miskin berdasarkan lokasi di Kelurahan Situ Gede pada tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 1. 5. Pembentukkan BKM di Kelurahan Situ Gede dilakukan secara berjenjang dari tingkat RT, RW, dan kelurahan. Masing-masing RT dan RW mengirimkan perwakilannya kemudian perwakilan tersebut akan diseleksi kembali di tingkat kelurahan. Koordinator BKM di Kelurahan Situ Gede dipilih dan ditetapkan oleh perwakilan masyarakat melalui presentasi visi dan misi dalam rembug warga kelurahan. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan Pak UT selaku wakil koordinator BKM Kelurahan Situ Gede yaitu: “….BKM dibentuk dari tingkatan basis yaitu RT dan RW, perwakilan RT dan RW tersebut kemudian diseleksi oleh pihak kelurahan dan perwakilan masyarakat melalui presentasi visi dan misi masing-masing calon sehingga terpilihlah satu orang koordinator. Koordinator inilah yang kemudian akan menentukan siapa-siapa yang menduduki jabatan sebagai pimpinan kolektif.”
6. Penyusunan PJM/Renta Pronangkis dilakukan oleh BKM dan akan dilakukan revisi setiap tahunnya. Berdasarkan Dokumen PJM Pronangkis Paguyuban Warga Kelurahan Situ Gede (2008), model perencanaan partisipatif di Kelurahan Situ Gede dilakukan melalui serangkaian kegiatan pertemuan atau rembug warga oleh masyarakat kelurahan dimana dasar penyusunannya berdasarkan hasil pemetaan swadaya yaitu penilaian kebutuhan dan persoalan yang dihadapi masyarakat. Hasil dari pertemuan tersebut dituangkan ke dalam bentuk dokumen PJM Pronangkis yang merupakan “Rencana Induk” bagi kelurahan yang akan dijadikan acuan oleh masyarakat untuk merencanakan dan melaksanakan rencana tersebut dalam kegiatan tahunan (Renta). PJM Pronangskis berlaku untuk jangka waktu tiga tahun, setelah itu akan disusun kembali PJM Pronangkis yang baru. Tahun 2010 merupakan Renta PJM Pronangkis tahun ketiga.
45
Hal tersebut diungkapkan oleh Pak SL selaku koordinator BKM: “….PJM itu disusun oleh BKM untuk tiga tahun kedepan, sesuai dengan masa jabatan BKM. Setiap tahun akan direvisi. Tahun 2010 ini merupakan Renta PJM Pronangkis tahun ketiga yang akan segera di selesaikan bulan September.”
7. Pengorganisasian KSM difasilitasi oleh relawan, BKM, dan Faskel serta disesuaikan dengan penyusunan pronangkis. Anggota KSM terdiri dari masyarakat kelurahan yang berminat disertai dengan niat tulus serta ikhlas mendaftarkan diri kepada BKM melalui Unit Pengelola (UP). KSM di Kelurahan Situ Gede dibentuk berdasarkan jenis kegiatan. Untuk Renta PJM Pronangkis 2010, KSM kegiatan lingkungan diberi nama KSM Rubah sedangkan untuk kegiatan sosial diberi nama KSM BAS (Bantuan Anak Sekolah). 8. Penilaian terhadap capaian Renta, kelembagaan, serta keuangan di Kelurahan Situ Gede dilakukan di awal tahun 2009. Pada siklus ini, dilakukan serangkaian kegiatan meninjau ulang kinerja kelembagaan BKM dan KSM, capaian Renta, dan kinerja keuangan yang kemudian disampaikan dalam Rembug Warga Tahunan (RWT). Bantuan untuk masyarakat di Kelurahan Situ Gede diwujudkan dalam bentuk bantuan stimulan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan bantuan pendampingan. Terdapat tiga komponen kegiatan yang didanai oleh PNPM-MP yaitu kegiatan lingkungan, sosial dan ekonomi (dana bergulir). Untuk Kelurahan Situ Gede, kegiatan ekonomi hanya dilaksanakan pada tahun pertama PJM Pronangkis yaitu tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 dan 2010 kegiatan yang didanai hanya terdiri dari dua komponen yaitu kegiatan lingkungan dan kegiatan sosial. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya sarana dan prasarana di Kelurahan Situ Gede dan dinilai kurang layak pakai terutama sarana dan prasarana yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti MCK, pembangunan atau perbaikan posyandu dan drainase, poliklinik termasuk tempat tinggal (rumah). PJM Pronangkis Kelurahan Situ Gede menyebutkan setidaknya ada sekitar 211 rencana usulan kegiatan untuk merenovasi rumah tidak layak huni (RTLH). Program renovasi RTLH merupakan salah satu program yang dibutuhkan oleh masyarakat Kelurahan Situ Gede. Tercatat lebih kurang 15 rumah yang direnovasi
46
di kelurahan ini sejak awal pelaksanaan PNPM-MP di tahun 2008. Melalui upaya pemberdayaan tersebut, diharapkan warga masyarakat dapat terus berpartisipasi dalam pembangunan di wilayahnya. Partisipasi aktif dari masyarakat dapat dilakukan dengan ikut tergabung ke dalam komunitas atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), maupun relawan serta warga masyarakat yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap wilayahnya. Bantuan pendampingan di Kelurahan Situ Gede diwujudkan oleh Fassilitator Kelurahan (Faskel) Tim I Kota Bogor, dimana Tim I tersebut memfasilitasi delapan kelurahan di Kecamatan Bogor Barat. Adapun delapan kelurahan tersebut antara lain; Kelurahan Curug, Margajaya, Bubulak, Curug Mekar, Cilendek Timur, Cilendek Barat, Balumbang Jaya, termasuk Situ Gede. Faskel Kelurahan Situ Gede terdiri dari lima orang yang memiliki peran serta tanggung jawab yang berbeda satu sama lain. Faskel terdiri dari seorang koordinator tim, fasilitator pemberdayaan, fasilitator infrastruktur, serta fasilitator ekonomi. Berhubungan dengan tidak adanya kegiatan ekonomi di Kelurahan Situ Gede sejak tahun 2009, fasilitator ekonomi digantikan dengan fasilitator sosial. Fasilitator sosial akan memfasilitasi KSM dalam kegiatan sosial, seperti pemberian bantuan anak sekolah dan perlengkapan posyandu, demikian untuk fasilitator infrastruktur akan memfasilitasi KSM dalam kegiatan infrastruktur atau lingkungan seperti pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), MCK, perbaikan jalan setapak (paving block), dan jembatan. 4.3 Relawan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede Masyarakat Kelurahan Situ Gede pernah mendapatkan penghargaan dari PNPM-MP sebagai juara kedua terbaik dalam pelaksanaan PNPM-MP se-kota Bogor pada tahun 2009. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam mendukung setiap kegiatan PNPM-MP. Salah satu unsur masyarakat yang dianggap memiliki peran penting bagi keberhasilan program adalah relawan masyarakat.
47
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pak SL selaku koordinator BKM: “….relawan adalah pihak yang menjadi ujung tombak keberhasilan program. Kelurahan Situ Gede memiliki relawan yang relatif lebih banyak yaitu mencapai lebih dari 40 orang dibanding dengan relawan yang ada di kelurahan lain yang kurang dari 10 orang. Ditambah lagi semua relawan di Kelurahan Situ Gede tergolong aktif, berbeda dengan di Kelurahan lain, hanya sebagian kecil yang aktif dalam pelaksanaan PNPM-MP.”
Relawan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede merupakan ibu-ibu yang merupakan masyarakat lokal dan umumnya terlibat dalam kelembagaan lokal maupun dalam program-program kelurahan. Hal tersebut dijelaskan secara rinci oleh bapak AS selaku Faskel Tim I kota Bogor yaitu: “….Relawan di Kelurahan Situ Gede merupakan penduduk asli. Tidak ada yang berasal dari luar, dan umumnya memiliki kepentingan terhadap berbagai program kelurahan, misalnya ibu-ibu kader PKK, Karang Taruna, dan perkumpulan-perkumpulan seperti perkumpulan pengajian”
Keberadaan relawan merupakan salah satu syarat bagi suatu wilayah untuk mendapatkan bantuan PNPM-MP. Selain untuk memperkenalkan adanya program penanggulangan kemiskinan berupa PNPM-MP, pada tahap sosialisasi juga bertujuan merekrut relawan sebagai pelaksana kegiatan. Peran relawan lebih terlihat dalam kegiatan pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi program karena terlibat langsung dengan masyarakat. Relawan mulai berperan dari tahap Rembug Kesiapan Masyarakat hingga tahap evaluasi program dan kelembagaan. Hal ini juga ditegaskan kembali oleh Pak SL selaku kordinator BKM sebagai berikut: “…. peran relawan terlihat pada saat identifikasi kebutuhan masyarakat, pembentukkan KSM, sampai dengan review atau monitoring dan evaluasi (monev). Review tersebut meliputi review program dan kelembagaan.”
Pada awal kegiatan, relawan bertanggung jawab untuk mendata masyarakat yang akan menerima bantuan sesuai dengan kriteria yang telah disepekati. Adapun cakupan wilayah kerja relawan disesuaikan dengan wilayah tempat tinggalnya, misalnya relawan yang bertempat tinggal di RW 05 memiliki tanggung jawab untuk mendata masyarakat di RW 05 yang akan menerima bantuan. Aturan tersebut disepakati oleh relawan bersama BKM dan Faskel dengan pertimbangan bahwa relawan mengetahui dengan baik siapa saja warga di wilayahnya atau
48
tetangganya yang berhak menerima bantuan PNPM-MP. Adapun wilayah yang tidak terdapat relawan sama sekali seperti pada RW 8, tugas pendataan dilakukan secara bersama-sama oleh relawan dari RW lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Ibu Yt selaku relawan yang juga dapat disebut sebagai tokoh panutan oleh sebagian besar relawan yang ada di Kelurahan Situ Gede yaitu: “….di awal kegiatan, relawan diberikan tugas untuk mendata tetangganya yang akan menerima bantuan sesuai dengan kriteria yang telah disepakati sebelumnya. Aturan ini dilakukan dengan anggapan bahwa relawan akan lebih tau keadaan tetangganya dibanding relawan dari daerah lain. Namun untuk wilayah yang tidak terdapat anggota relawan seperti di RW 08, pendataan dilakukan oleh relawan dari RW lain secara bersamasama.”
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, diketahui bahwa sebagian besar responden menjadi relawan karena ada pengaruh dari significant other, seperti yang dinyatakan Ibu Rn sebagai salah satu relawan dari RW 06: “….saya menjadi relawan karena diajak oleh Ibu YT, saya sering menemuinya untuk menanyakan hal-hal yang belum saya mengerti dan membicarakan masalah yang ada di masyarakat termasuk persoalan mengenai kinerja KSM dan BKM.”
Selain karena adanya faktor significant other dalam hal ini Ibu Yt yang selalu berperan aktif dalam pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede, beberapa relawan juga mengaku menjadi relawan PNPM-MP atas tawaran dari BKM. Pada pelaksanaan PNPM-MP di lapangan, tugas relawan di Kelurahan Situ Gede disesuaikan dengan bentuk kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan Renta 2009 dan 2010, kegiatan yang didanai hanya berupa bantuan di bidang sosial dan lingkungan. Bantuan di bidang sosial berupa pemberian seragam sekolah untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu sedangkan bantuan di bidang lingkungan berupa program renovasi RTLH. Relawan bertugas untuk membeli seragamseragam sekolah yang kemudian dibagikan kepada tetangganya yang terdata sebagai penerima bantuan. Dalam kegiatan lingkungan, relawan bersama KSM melakukan pemantauan ke setiap RW untuk mendata rumah-rumah warga yang akan mendapatkan program renovasi RTLH. Pada tahap akhir kegiatan, relawan bersama KSM melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan terhadap kegiatan yang telah dilakukan.
49
BAB V PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN
Profil relawan PNPM-MP Kelurahan Situ Gede dalam penelitian ini akan dilihat dari dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternalnya. Faktor
internal merupakan ciri-ciri yang melekat dalam diri responden dan diduga ada hubungannya dengan persepsinya terhadap pelaksanaan PNPM-MP. Faktor eksternal merupakan ciri-ciri situasi lingkungan responden yang diduga ada hubungannya dengan persepsinya terhadap PNPM-MP. 5.1
Faktor Internal Faktor internal responden dalam penelitian ini terdiri dari variabel usia, jenis
kelamin, status pekerjaan, tingkat pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan formal, dan kosmopolitan. Variabel-variabel ini diduga berhubungan dengan persepsi respoden mengenai PNPM-MP. Adapun distribusi responden berdasarkan faktor internalnya dapat dilihat pada Tabel 4. 5.1.1 Usia Usia adalah faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses belajar dan efisiensi belajar baik langsung maupun tidak langsung. Usia 25 tahun adalah usia yang optimal untuk belajar dan kemampuan belajar akan mulai menurun pada usia 46 tahun. Usia dapat memberikan gambaran pengalaman seseorang, dimana pengalaman adalah sumber belajar. Orang yang memiliki banyak pengalaman akan lebih mudah mempelajari sesuatu (Sitorus, 2009). Berdasarkan data yang diperoleh, rentang usia responden pada penelitian ini berkisar antara 23 sampai 48 tahun. Tabel 4 menunjukkan mayoritas responden berada pada kelompok usia 36 sampai 45 tahun, yaitu sebanyak 18 (60,0 persen) responden. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden penelitian termasuk golongan usia yang masih cukup optimal untuk belajar. Hanya tiga responden yang tergolong tua, dimana masing-masing dari mereka berusia 48 tahun.
50
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Relawan berdasarkan Faktor Internal di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 No. 1
2
3
4
5
6
7
Variabel Usia: a. Muda (< 36 tahun) b. Sedang (36 – 45 tahun) c. Tua (> 45 tahun) Total Jenis Kelamin: a. Laki-laki b. Perempuan Total Status Pekerjaan: a. Tidak bekerja b. Bekerja Total Tingkat Pendapatan: a. Rp0 b. Rp 200.000 sampai Rp 900.000 per bulan Total Jumlah Anggota rumah tangga: a. Sedikit (≤ 5 orang) b. Banyak (> 5 orang) Total Tingkat Pendidikan Formal: a. SD atau sederajat b. SMP atau sederajat c. SMA atau sederajat Total Kosmopolitan: a. Rendah (≤ 14) c. Tinggi (> 14) Total
Jumlah
Persentase 9 18 3 30
30,0 60,0 10,0 100,0
0 30 30
0,0 100,0 100,0
26 4 30
87,0 13,0 100,0
26 4 30
87,0 13,0 100,0
22 8 30
73,3 26,7 100,0
9 13 8 30
30,0 43,3 26,7 100,0
5 25 30
16,7 83,3 100,0
5.1.2 Jenis Kelamin Setiap orang dapat menjadi relawan, selain memiliki nilai-nilai luhur kemanusiaan, salah satu kriteria umum relawan berdasarkan ketentuan PNPM-MP adalah diutamakannya wanita untuk menjadi relawan. Tabel 4 menunjukkan bahwa seluruh responden berjenis kelamin wanita, yaitu sebanyak 30 (100,0 persen) responden. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa perekrutan relawan di Kelurahan Situ Gede telah sesuai dengan ketentuan PNPM-MP. Hal tersebut juga diakui oleh responden termasuk unsur pelaksana program lainnya seperti Faskel dan BKM melalui wawancara di lapangan, dimana relawan biasanya terdiri dari wanita.
51
5.1.3 Status Pekerjaan Status pekerjaan responden pada penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori yaitu tidak bekerja dan bekerja. Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden berstatus tidak bekerja, yaitu sebanyak 26 (87,0 persen) responden. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa seluruh responden merupakan ibu rumah tangga. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mayoritas berstatus tidak bekerja karena pada umumnya mereka merupakan ibu rumah tangga yang menggunakan sebagian besar waktunya untuk mengurus rumah tangga daripada bekerja di luar untuk memperoleh pendapatan. 5.1.4 Tingkat Pendapatan Pengukuran tingkat pendapatan pada penelitian ini didasarkan pada status pekerjaan responden. Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa hanya empat (13,0 persen) responden yang berstatus bekerja, dimana pendapatannya berkisar antara Rp 200.000,00 hingga Rp 900.000,00 per bulan. Terdapat satu responden yang memiliki pendapatan Rp 200.000,00 per bulan, dua responden memiliki pendapatan Rp 300.000,00 per bulan, dan satu responden memiliki pendapatan Rp 900.000,00 per bulan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden penelitian tidak berpendapatan. Hal tersebut disebabkan oleh mayoritas responden yang berstatus tidak bekerja dan hanya merupakan ibu rumah tangga. 5.1.5 Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah anggota rumah tangga responden pada penelitian ini berkisar dari tiga sampai 17 orang, dimana nilai rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang diperoleh adalah 5,30. Jumlah anggota rumah tangga dibedakan menjadi dua kategori yaitu sedikit jika jumlah anggota rumah tangganya berada pada nilai ratarata dan dikategorikan banyak jumlah anggota rumah tangganya lebih dari nilai rata-rata. Tabel 4 menunjukkan mayoritas responden terdiri dari rumah tangga yang beranggotakan kurang dari lima orang, yaitu sebanyak 22 (73,3 persen) responden. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki jumlah anggota rumah tangga responden yang sedikit.
52
5.1.6 Tingkat Pendidikan Formal Menurut Holle (2000) yang dikutip oleh Juarsyah (2007), pendidikan merupakan suatu proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku. Proses pembentukan watak terjadi karena adanya interaksi antara potensi yang dimiliki seseorang (intelegensi dan bakat), lingkungan, serta pendidikan. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendidikan responden terbagi menjadi tiga kategori yaitu tingkat SD, SMP, dan tingkat pendidikan yang tertinggi adalah SMA. Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan SMP atau sederajat yaitu sebanyak 13 (43,0 persen) responden. Data monografi Kelurahan Situ Gede juga menunjukkan tingginya jumlah penduduk yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 2.029 orang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa responden penelitian rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah. 5.1.7 Kosmopolitan Kosmopolitan adalah sikap keterbukaan terhadap ide, gagasan, pengetahuan, informasi yang datang dari luar suatu sistem sosial. Sifat kosmopolitan terbentuk karena adanya akomodasi dan adaptasi terhadap ide, gagasan, atau informasi. Kosmopolitan dapat mempertajam kualitas dan kemampuan nalar, kecerdasan, kompetensi dan kecakapan seseorang yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja seseorang (Sitorus, 2009). Kosmopolitan responden pada penelitian ini terbagi menjadi dua tingkatan yaitu rendah dan tinggi. Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kosmopolitan yang tinggi yaitu 25 (83,3 persen) responden. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden penelitian
sudah cukup
terbuka
pada
informasi mengenai PNPM-MP.
Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas responden mengaku sering memperoleh informasi tentang PNPM-MP dari pertemuan-pertemuan seperti pertemuan resmi, pelatihan, dan pertemuan tidak resmi berupa perkumpulan relawan. Akses responden terhadap media siaran seperti radio dan televisi masih tergolong kecil karena mereka mengaku kedua media siaran tersebut masih jarang menampilkan acara atau tayangan mengenai PNPM-MP. Adapun sebagian kecil responden yang
53
tingkat kosmopolitannya rendah mengaku bahwa mereka merupakan anggota baru dalam kelompok relawan PNPM-MP yang bergabung sekitar sebulan sebelum penelitian dilakukan, sehingga mereka belum pernah mengikuti pelatihan dan baru mengikuti beberapa pertemuan resmi yang diselenggarakan oleh Faskel. 5.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal responden dalam penelitian ini dilihat dari interaksinya dengan unsur-unsur pelaksana PNPM-MP di tingkat kelurahan yaitu Faskel, BKM, dan KSM. Interaksi relawan dengan ketiga unsur tersebut diukur berdasarkan waktu pertemuan dan substansi yang dibicarakan terkait dengan pelaksanaan PNPM-MP. Adapun distribusi responden berdasarkan faktor eksternalnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Relawan berdasarkan Faktor Eksternal di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 No. 1
2
3
Variabel Interaksi dengan Faskel: 1. Lemah (≤ 4) 2. Kuat (> 4) Total Interaksi dengan BKM: 1. Lemah (≤ 4) 2. Kuat (> 4) Total Interaksi dengan KSM: 1. Lemah (≤ 3) 2. Kuat (> 3) Total
Jumlah 5 25 30 14 16 30 13 17 30
Persentase 16,7 83,3 100,0 46,7 53,3 100,0 43,3 56,7 100,0
5.2.1 Interaksi dengan Faskel Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki interaksi yang kuat dengan Faskel yaitu sebanyak 25 (83,3 persen) responden. Interaksi responden dengan Faskel pada penelitian ini dilihat dari waktu pertemuan dan substansi pembicaraannya dengan Faskel. Persentase responden berdasarkan waktu pertemuan dan substansi pembicaraan tentang PNPM-MP dengan Faskel secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6. Sebanyak 73,0 persen responden mengaku biasa bertemu dengan Faskel tidak hanya pada pertemuan tetapi juga dengan mengunjungi sekretariat Faskel. Adapun substansi yang biasa dibicarakan oleh mayoritas responden (83,0 persen) dengan Faskel adalah mengenai dana PNPMMP baik dari segi jumlah maupun jadwal pencairan dana pada setiap tahap pelaksanaan.
54
Tabel 6. Persentase Relawan berdasarkan Waktu Pertemuan dan Substansi Pembicaraan tentang PNPM-MP dengan Faskel di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 No A 1 2 3 B 4 5 6 7 8
Faktor Eksternal WaktuPertemuan Pada saat ada pertemuan dari PNPM-MP Pada saat mengunjungi Faskel di sekretariat Pada saat dikunjungi oleh Faskel Substansi Pembicaraan Kegiatan yang akan dilaksanakan PNPM-MP Dana PNPM-MP Pengaduan masyarakat Kejelasan PNPM-MP Prosedur pelaksanaan PNPM-MP
Persentase 100,0 73,0 50,0 67,0 83,0 75,0 57,0 63,0
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa mayoritas responden rajin mengikuti pertemuan yang diselenggarakan oleh Faskel. Mayoritas responden yang interaksinya kuat dengan Faskel mengaku telah akrab dengan anggota Faskel dan lebih senang menanyakan langsung tentang PNPM-MP kepada Faskel dibandingkan kepada pihak lain. Hal tersebut berbeda dengan sebagian kecil responden yang interaksinya lemah dengan Faskel, dimana mereka mengaku segan untuk menemui orang-orang yang berpendidikan seperti Faskel, sehingga inisiatifnya kurang untuk bertemu dengan Faskel di luar waktu pertemuan. 5.2.2 Interaksi dengan BKM Persentase responden yang interaksinya kuat dengan BKM mendekati persentase responden yang interaksinya lemah dengan Faskel, dimana masingmasing persentasenya adalah 53,3 persen dan 46,7 persen (lihat Tabel 5). Seperti pada interaksinya dengan Faskel, interaksi responden dengan BKM pada penelitian ini dilihat dari waktu pertemuan dan substansi pembicaraannya dengan BKM. Persentase responden berdasarkan waktu pertemuan dan substansi pembicaraan tentang PNPM-MP dengan Faskel secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7. Dibandingkan interaksinya dengan Faskel, hanya 43,0 persen responden yang mengaku biasa mengunjungi anggota BKM di sekretariatnya. Adapun substansi yang biasa dibicarakan oleh mayoritas responden dengan BKM adalah mengenai pengaduan masyarakat (73,0 persen). Bentuk pengaduan masyarakat yang ada di Kelurahan Situ Gede sama seperti yang biasa terjadi pada masyarakat
55
penerima bantuan program penanggulangan kemiskinan lainnya yaitu mengenai sasaran penerima program, dimana terjadi kecemburuan sosial. Tabel 7. Persentase Relawan berdasarkan Waktu Pertemuan dan Substansi Pembicaraan tentang PNPM-MP dengan BKM di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 No A 1 2 3 B 4 5 6 7 8
Faktor Eksternal Waktu pertemuan Pada saat ada Pertemuan dari PNPM-MP Pada saat mengunjungi Anggota BKM di sekretariat Pada saat dikunjungi oleh Anggota BKM Substansi Pembicaraan Kegiatan yang akan dilaksanakan PNPM-MP Dana PNPM-MP Pengaduan masyarakat Kejelasan PNPM-MP Prosedur pelaksanaan PNPM-MP
Persentase 100,0 43,0 33,0 70,0 67,0 73,0 23,0 30,0
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dapat dikatakan bahwa mayoritas responden telah memahami alur bekerja relawan PNPM-MP dengan BKM. Mayoritas responden mengaku bahwa persoalan terkait PNPM-MP seperti adanya pengaduan masyarakat, akan dibicarakan terlebih dahulu dengan BKM sebelum dibicarakan dengan Faskel. Melalui alur tersebut, diharapkan tercipta kelompok belajar bersama di tingkat lokal yang merupakan salah satu faktor bagi keberlanjutan pemberdayaan masyarakat. Meskipun demikian, sebagian kecil responden yang interaksinya lemah dengan BKM mengaku lebih memilih langsung membicarakan masalah pengaduan masyarakat kepada Faskel. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penilaian kurang baik mengenai kinerja BKM yaitu masih kurang tanggap terhadap informasi dari mereka, sementara mayoritas responden yang interaksinya kuat dengan BKM mengaku dekat dan akrab dengan BKM dan menilai baik atas kinerjanya. 5.2.3 Interaksi dengan KSM Mayoritas responden memiliki interaksi yang kuat dengan KSM, yaitu sebanyak 17 (56,7 persen) responden (lihat Tabel 5). Seperti pada interaksinya dengan Faskel dan BKM, interaksi responden dengan KSM pada penelitian ini dilihat dari waktu pertemuan dan substansi pembicaraannya dengan KSM. Persentase responden berdasarkan waktu pertemuan dan substansi pembicaraan
56
tentang PNPM-MP dengan KSM secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8. Sebesar 70,0 persen responden mengaku biasa mengunjungi anggota KSM terutama pada saat pelaksanaan kegiatan. Adapun substansi yang biasa dibicarakan oleh mayoritas responden dengan KSM adalah mengenai usulan kegiatan PNPM-MP yaitu sebesar 97,0 persen responden. Tabel 8. Persentase Relawan berdasarkan Waktu Pertemuan dan Substansi Pembicaraan tentang PNPM-MP dengan KSM di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 No A 1 2 3 B 4 5 6
Faktor Eksternal WaktuPertemuan Pada saat ada Pertemuan dari PNPM-MP Pada saat mengunjungi Anggota KSM Pada saat dikunjungi oleh Anggota KSM Substansi Pembicaraan Sosialisasi PNPM-MP Usulan kegiatan PNPM-MP Perkembangan kegiatan PNPM-MP di lapangan
Persentase 100,0 70,0 23,0 27,0 97,0 57,0
Berdasarkan data yang terkumpul dan hasil wawancara, dapat dikatakan bahwa mayoritas responden telah memahami alur bekerja dan tugas relawan PNPM-MP dengan KSM. Mayoritas responden mengaku bahwa setiap usulan kegiatan akan dibicarakan terlebih dahulu antara relawan dan KSM sebagai unsur pelaksana yang selalu bekerjasama di lapangan. Usulan kegiatan tersebut akan dibicarakan kembali pada saat pertemuan bersama BKM dan Faskel untuk menentukan prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan. Seperti halnya interaksi dengan BKM, sebagian kecil responden mengaku lebih memilih langsung membicarakan usulan kegiatan kepada Faskel. Hal tersebut disebabkan adanya penilaian kurang baik mengenai kinerja KSM yaitu masih kurang transparan terutama dalam hal pengelolaan keuangan, sementara mayoritas responden yang interaksinya kuat dengan KSM mengaku dekat dan akrab dengan KSM, bahkan ada yang merupakan kerabatnya, dan menilai baik atas kinerja KSM.
57
BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
6.1 Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP Persepsi responden dalam penelitian ini akan dilihat dari tiga aspek yaitu persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP, manfaat dari pelaksanaan PNPM-MP, serta persepsi terhadap relawan PNPM-MP. Persepsi responden dibedakan menjadi dua kategori yaitu negatif dan positif. Distribusi responden berdasarkan persepsinya terhadap PNPM-MP dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Relawan berdasarkan Persepsinya terhadap PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 No. 1.
2.
3.
Variabel Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP: Negatif (≤ 20) Positif (> 20) Total Persepsi terhadap manfaat pelaksanaan PNPM-MP: Negatif (≤ 20) Positif (> 20) Total Persepsi terhadap relawan PNPM-MP: Negatif (≤ 20) Positif (> 20) Total
Jumlah
Persentase 4 26 30
13,3 86,7 100,0
10 20 30
33,3 66,7 100,0
12 18 30
40,0 60,0 100,0
6.1.1 Persepsi terhadap Pelaksanaan PNPM-MP Persepsi responden terhadap pelaksanaan PNPM-MP pada penelitian ini diukur dari penilaiannya terhadap beberapa prinsip pelaksanaan PNPM-MP yang telah ditetapkan dalam pedoman umum PNPM. Prinsip-prinsip tersebut antara lain prinsip partisipatif, berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin, kesetaraan gender, demokratis dan sederhana. Tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki persepsi yang positif terhadap pelaksanaan PNPM-MP, yaitu sebanyak 26 (86,7 persen) responden. Pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede dinilai telah dilakukan secara musyawarah dan telah melibatkan masyarakat dalam menentukan dan mengelola kegiatan. Kegiatan yang dilakukan telah mengutamakan kepentingan masyarakat miskin. Mayoritas responden juga menilai bahwa pendampingan dari PNPM-MP merupakan faktor utama dan
58
bantuan dana hanya bersifat stimulan agar masyarakat mau bergerak untuk menanggulangi masalah kemiskinan yang ada di lingkungannya. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan mayoritas responden telah memahami pelaksanaan PNPM-MP dan menilai baik pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya responden memiliki potensi yang memadai untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan PNPM-MP sebagai wujud dukungan bagi penanggulangan kemiskinan. 6.1.2 Persepsi terhadap Manfaat PNPM-MP Persepsi responden terhadap manfaat PNPM-MP pada penelitian ini diukur dari penilaiannya terhadap tujuan dan harapan dari pelaksanaan PNPM-MP yang telah ditetapkan dalam pedoman umum PNPM. Manfaat tersebut meliputi manfaat dalam aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki persepsi yang positif terhadap manfaat PNPM-MP, yaitu sebanyak 20 (66,7 persen) responden. Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas responden mengaku telah ikut merasakan manfaat dari bantuan PNPMMP, terutama dari adanya penyediaan dan perbaikan sarana umum seperti pembuatan dan perbaikan jalan setapak serta jembatan. Penyediaan sarana umum tersebut dinilai sangat penting bagi kemudahan akses masyarakat terhadap pendidikan dan kegiatan ekonomi, seperti jalan setapak untuk anak sekolah dan para pedagang kecil atau pedagang keliling. Hal tersebut berbeda dengan sebagian kecil responden yang memiliki persepsi negatif terhadap manfaat PNPM-MP, dimana mereka menilai bahwa manfaat PNPM-MP hanya dapat dirasakan oleh masyarakat miskin dan bantuannya dapat menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap program. Berdasarkan data kuesioner dan hasil wawancara, manfaat sosial yang paling dirasakan oleh mayoritas responden adalah terciptanya ruang kerjasama dan rasa kebersamaan antar sesama masyarakat. Manfaat dari kegiatan lingkungan seperti perbaikan jalan setapak dan RTLH dinilai sangat membantu dalam upaya penanggulangan kemiskinan terutama terkait dengan pembentukan citra masyarakat. Manfaat ekonomi PNPM-MP pada penelitian ini hanya dilihat dari penilaian responden mengenai potensi berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat miskin, karena pada renta PJM Pronangkis tahun 2009 dan 2010 tidak
59
terdapat bantuan kegiatan ekonomi. Pada umumnya responden setuju jika kegiatan ekonomi dapat berkembang melalui bantuan dana bergulir dari PNPMMP dengan syarat masyarakat penerima manfaat memenuhi kriteria sasaran program. 6.1.3 Persepsi terhadap Relawan PNPM-MP Persepsi responden terhadap relawan PNPM-MP pada penelitian ini diukur dari penilaiannya terhadap peran, tugas, tanggung jawab PNPM-MP, termasuk hakikat kerelawanan sosial yang telah ditetapkan dalam pedoman umum PNPM. Sebagai pelopor penggerak di tingkat lokal, relawan memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan sekaligus pemberdayaan masyarakat. Tugas relawan adalah membantu upaya penanggulangan kemiskinan di daerahnya, dan bertanggung jawab atas semua tugas yang diberikan tanpa mengharapkan imbalan. Tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki persepsi yang positif terhadap relawan PNPM-MP yaitu sebanyak 18 (60,0 persen) orang. Mayoritas responden menilai adanya peran penting relawan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Mayoritas responden juga telah memahami bahwa masa pengabdiannya kepada masyarakat miskin tidak hanya berlaku selama PNPM-MP masih berjalan. Hal tersebut sejalan dengan harapan PNPM-MP, dimana tercipta relawan masyarakat sebagai pelopor penggerak dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan hasil wawancara, seluruh responden setuju jika relawan merupakan seseorang yang secara ikhlas memberikan apa yang dimilikinya tanpa mengharapkan imbalan, meskipun demikian mayoritas dari mereka juga setuju jika relawan PNPM-MP sebaiknya diberikan imbalan. Hal tersebut terkait dengan dana operasional dari PNPM-MP yang dinilai kurang jika dibandingkan dengan tenaga dan waktu bahkan uang yang telah dikorbankan. 6.2
Pengaruh Faktor Internal terhadap Persepsi Relawan Salah satu faktor yang diduga berpengaruh terhadap persepsi relawan dalam
penelitian ini akan dilihat dari hubungan faktor internal dengan persepsinya terhadap PNPM-MP. Seperti yang diungkapkan Juarsyah (2007), bahwa faktor
60
internal memiliki hubungan dengan pembentukan persepsi seseorang. Adapun variabel faktor internal responden yang berpotensi mempengaruhi persepsinya terhadap PNPM-MP adalah usia, jumlah anggota rumah tangga, status pekerjaan atau tingkat pendapatan, tingkat pendidikan formal, dan kosmopolitan. Hasil pengujian hubungan antara faktor internal responden dengan persepsinya terhadap PNPM-MP disajikan secara ringkas pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai Uji Chi Square dan Rank Spearman Hubungan antara Faktor Internal Relawan dan Persepsinya terhadap PNPM-MP
Faktor Internal
Persepsi terhadap PNPM-MP Pelaksanaan PNPM-MP Manfaat PNPM-MP Relawan PNPM-MP Asymp Sig χ² Asymp Sig χ² Asymp Sig χ² atau atau atau atau atau atau Sig Sig Sig -0,117 0,537 0,127 0,504 -0,149 0,432 0,544 0,461 0,144 0,704 0,433 0,511
Usia Status pekerjaan Jumlah anggota rumah tangga -0,237 0,208 -0,053 0,780 Tingkat pendidikan 0,115 0,545 0,066 0,731 Kosmopolitan 0,175 0,354 0,063 0,740 Keterangan: χ² = koefisien Chi-Square; rs = koefisien Rank Spearman
-0,123 0,059 0,183
0,517 0,757 0,334
6.2.1 Hubungan Usia dengan Persepsi terhadap PNPM-MP Van den Ban dan Hawkins (1988) yang dikutip oleh Saendinobrata (1998) menyatakan bahwa usia menentukan persepsi seseorang terhadap sesuatu yang timbul melalui proses menerima informasi atau stimulus-stimulus dari lingkungannya. Tabel 10 menunjukkan bahwa usia responden tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan persepsinya baik terhadap pelaksanaan PNPM-MP, manfaat PNPM-MP, maupun terhadap relawan PNPM-MP. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara usia responden dan persepsinya terhadap PNPM-MP secara keseluruhan selalu menunjukkan Sig hitung > α (0,05), dengan demikian H0 diterima. Artinya, tidak ada perbedaan persepsi terhadap PNPM-MP antara responden yang berusia muda, sedang, maupun tua. Nilai korelasi antara usia dan persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP maupun antara usia dan persepsi terhadap relawan PNPM-MP yang diperoleh adalah negatif (lihat Tabel 10). Artinya, semakin bertambah usia responden maka persepsinya terhadap pelaksanaan PNPM-MP maupun terhadap relawan PNPMMP akan cenderung negatif, demikian sebaliknya. Hasil penelitian ini
61
memperkuat kesimpulan dari Abdussamad (1993) yang menyatakan bahwa usia seseorang merupakan variabel yang memiliki hubungan negatif terhadap persepsinya mengenai suatu obyek atau informasi, meskipun pada penelitian ini hubungan yang diperoleh tidak nyata (p>0,05). Responden yang lebih tua cenderung lebih berhati-hati sehingga ada kesan mereka relatif kurang responsif terhadap informasi. Meskipun demikian, bukan berarti mereka tidak mau menerima informasi, kemungkinan mereka punya pertimbangan praktis seperti ingin menikmati masa tua. Berbeda dengan persepsi terhadap pelaksanaan dan relawan PNPM-MP, nilai hubungan antara usia dan persepsi responden terhadap manfaat PNPM-MP yang diperoleh adalah positif (lihat Tabel 10). Artinya, semakin bertambah usia responden maka persepsinya terhadap manfaat PNPM-MP akan cederung positif. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya pengalaman responden terhadap manfaat PNPM-MP yang dirasakan semakin meningkat. 6.2.2 Hubungan Status Pekerjaan dengan Persepsi terhadap PNPM-MP Tabel 10
menunjukkan bahwa
status
pekerjaan
responden
tidak
berhubungan nyata (p>0,05) dengan setiap aspek persepsi yang dikaji. Hubungan status pekerjaan dengan persepsinya terhadap PNPM-MP dijelaskan dengan uji Chi Square, dimana hasilnya selalu menunjukkan χ² hitung < χ² tabel (3,811) atau Asymp Sig hitung > α (0,05), dengan demikian H0 diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara responden yang bekerja dan tidak bekerja dalam hal mempersepsikan PNPM-MP secara keseluruhan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Saendinobrata (1998), bahwa selain berdasarkan pengetahuan dan pengalaman, persepsi seseorang terhadap suatu informasi atau pesan juga didasarkan pada kebutuhan serta kepentingannya. Pada dasarnya seseorang yang bekerja memiliki pengalaman tentang adanya imbalan untuk setiap pekerjaan yang dilakukan, sementara orang yang tidak bekerja hanya mengetahui akan hal tersebut. Relawan PNPM-MP sebagai tenaga sukarela tentunya tidak diberikan imbalan atas kerjanya. Pada penelitian ini ditemukan bahwa bekerja atau tidaknya responden, tidak cukup berpengaruh pada persepsinya terhadap PNPM-MP. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya
62
kebutuhan atau kepentingan yang sama antara responden yang bekerja maupun yang tidak bekerja seperti kebutuhan untuk bermasyarakat. 6.2.3 Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Persepsi terhadap PNPM-MP Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah anggota rumah tangga tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan persepsinya baik terhadap pelaksanaan, manfaat, maupun terhadap relawan PNPM-MP. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara usia responden dan persepsinya terhadap PNPM-MP secara keseluruhan selalu menunjukkan Sig hitung > α (0,05), dengan demikian H0 diterima. Artinya, baik responden yang anggota rumah tangganya sedikit maupun responden yang anggota rumah tangganya banyak memiliki persepsi yang positif dan negatif terhadap PNPM-MP secara keseluruhan. Nilai korelasi antara jumlah anggota rumah tangga responden dan persepsinya terhadap pelaksanaan yang diperoleh adalah positif (lihat Tabel 10). Artinya, semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka tingkat persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP akan semakin positif. Hal tersebut berbeda dengan persepsi terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP, dimana nilai korelasi yang diperoleh adalah negatif (lihat Tabel 10). Artinya, semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka tingkat persepsi terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP akan cederung negatif, demikian sebaliknya. Jumlah anggota rumah tangga cenderung akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Saendinobrata (1998) menyatakan bahwa persepsi seseorang juga didasarkan pada kepentingannya. Berdasarkan data dari kuesioner dan wawancara di lapangan, mayoritas kepala rumah tangga responden berprofesi sebagai buruh yang tidak memiliki pendapatan tetap. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga maka tidak menutup kemungkinan bahwa responden akan dituntut mencari pekerjaan yang menghasilkan pendapatan. Sebagai tenaga sukarela, relawan PNPM-MP tidak memiliki penghasilan untuk menunjang pemenuhan kebutuhan anggota rumah tangganya sehingga responden cenderung tidak peduli akan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan kepentingannya. Nilai hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dan persepsinya terhadap pelaksanaan, manfaat, maupun terhadap relawan PNPM-MP yang
63
diperoleh adalah berbeda, namun hubungannya tidak nyata (p>0,05). Hal tersebut dapat disebabkan oleh status seluruh responden yang merupakan ibu rumah tangga dan mayoritas dari mereka tidak berkerja di luar untuk memperoleh pendapatan. Dapat dikatakan bahwa mayoritas responden yang tidak bekerja tersebut cenderung tidak berkepentingan untuk ikut membantu kepala rumah tangganya dalam pemenuhan kebutuhan anggota rumah tangga. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
besar atau kecilnya jumlah anggota rumah tangga
responden tidak cukup berpengaruh pada persepsinya terhadap PNPM-MP secara keseluruhan. 6.2.4 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi terhadap PNPM-MP Tingkat pendidikan responden tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan persepsinya baik terhadap pelaksanaan PNPM-MP, manfaat PNPM-MP, maupun terhadap relawan PNPM-MP. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara tingkat pendidikan responden dan persepsinya terhadap PNPM-MP secara keseluruhan selalu menunjukkan Sig hitung > α (0,05), dengan demikian H0 diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara responden yang tingkat pendidikannya SD, SMP, atau SMA dalam hal mempersepsikan PNPM-MP secara keseluruhan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rakhmat (2003) bahwa salah satu faktor yang menentukan persepsi adalah faktor fungsional (faktor personal). Faktor fungsional yang dimaksud antara lain dilihat dari kebutuhan dan pengalaman masa lalu. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pengalaman yang sama yaitu pernah menjadi kader masyarakat seperti kader posyandu, bahkan sampai saat penelitian dilakukan mayoritas responden masih berstatus sebagai kader masyarakat. Pada dasarnya, yang berperan sebagai pelopor penggerak utama dalam pelaksanaan PNPM-MP terdiri responden yang juga merupakan kader masyarakat. Adapun sebagian kecil responden yang tidak pernah menjadi kader masyarakat mengaku memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai PNPM-MP dari responden yang pernah menjadi kader masyarakat dengan tujuan menambah wawasan dan pengalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden tidak cukup berpengaruh terhadap persepsinya terhadap PNPM-MP. Hal tersebut
64
dapat disebabkan oleh adanya pengalaman yang sama oleh mayoritas responden, dan adanya kebutuhan yang sama dari sebagian kecil responden. 6.2.5 Hubungan Kosmopolitan dengan Persepsi terhadap PNPM-MP Tabel 10 menunjukkan bahwa sifat kosmopolitan responden tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan persepsinya baik terhadap pelaksanaan, manfaat, maupun terhadap relawan PNPM-MP. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara kosmopolitan responden dan persepsinya terhadap PNPM-MP secara keseluruhan selalu menunjukkan Sig hitung > α (0,05), dengan demikian H0 diterima. Artinya, baik responden yang tingkat kosmopolitannya rendah maupun responden yang tingkat kosmopolitannya tinggi memiliki persepsi yang positif dan negatif terhadap PNPM-MP secara keseluruhan. Nilai korelasi antara kosmopolitan dan persepsi responden terhadap pelaksanaan PNPM-MP yang diperoleh adalah negatif (lihat Tabel 10). Artinya, semakin tinggi sifat kosmopolitan responden maka tingkat persepsinya terhadap pelaksanaan PNPM-MP akan cenderung negatif, demikian sebaliknya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya pengalaman responden yang tidak sesuai dengan informasi yang sesungguhnya mengenai pelaksanaan PNPM-MP. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian kecil responden yang persepsinya negatif terhadap pelaksanaan PNPM-MP menilai bahwa pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede masih kurang transparan terutama mengenai pendanaan yang dilakukan oleh beberapa unsur pelaksana di tingkat kelurahan. Berbeda dengan persepsinya terhadap pelaksanaan PNPM-MP, hubungan kosmopolitan responden dengan persepsinya terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP yang diperoleh bernilai positif (lihat Tabel 10). Artinya, semakin positif sifat kosmopolitan responden maka persepsinya terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP akan cenderung positif, demikian sebaliknya. Dengan kosmopolitan yang positif maka responden mendapatkan banyak informasi yang baru sehingga dapat meningkatkan persepsinya dan membuat persepsinya tentang manfaat dan persepsi terhadap relawan PNPM-MP menjadi lebih baik. Hasil penelitian mengenai nilai korelasi yang positif ini memperkuat kesimpulan Maksum (1994) yang dikutip oleh Juarsyah (2007) yang menyatakan bahwa
65
apabila keterbukaan seseorang terhadap informasi baik, maka persepsi mereka akan positif. 6.3 Pengaruh Faktor Eksternal terhadap Persepsi Relawan Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap persepsi relawan pada penelitian ini dilihat dari hubungan faktor eksternal responden dengan persepsinya terhadap PNPM-MP. Juarsyah (2007) menyatakan bahwa selain faktor internal, faktor eksternal juga memiliki hubungan dengan pembentukan persepsi seseorang. Pada penelitian ini, variabel faktor ekternal responden yang berpotensi mempengaruhi persepsinya terhadap PNPM-MP meliputi interaksinya dengan unsur pelaksana di tingkat kelurahan yaitu Faskel, BKM, dan KSM. Pemilihan faktor ekternal tersebut didasarkan pada penjelasan Osley (1972) yang dikutip Nurlia (2006) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, dimana salah satunya dilihat dari faktor pengaruh kelompok yaitu orang lain yang dapat memberikan arah kepada sesuatu yang menentukan persepsi dan sikap seseorang pada inovasi. Hasil pengujian hubungan antara faktor eksternal responden dengan persepsinya terhadap PNPM-MP disajikan secara ringkas pada Tabel 11. 6.3.1 Hubungan antara Interaksi dengan Faskel dan Persepsi terhadap PNPM-MP Tabel 11 menunjukkan bahwa interaksi responden dengan Faskel memiliki hubungan yang nyata (p<0,05) dan positif dengan persepsinya terhadap relawan PNPM-MP. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara interaksi responden dengan Faskel dan persepsinya terhadap relawan yang diperoleh adalah Sig hitung < α (0,05), dengan demikian H0 ditolak. Artinya, responden yang interaksinya kuat memiliki persepsi yang positif terhadap relawan PNPM-MP. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lemah atau kuatnya interaksi responden dengan Faskel akan cukup berpengaruh pada persepsinya terhadap relawan PNPM-MP. Semakin sering Faskel bertemu dan memberikan penjelasan kepada responden maka wawasan dan pengetahuan responden terhadap kerelawanan sosial dan relawan PNPM-MP akan meningkat. Faskel sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mendampingi masyarakat dalam proses pemberdayaan diharapkan mampu menumbuhkan atau meningkatkan jiwa kerelawanan sosial masyarakat.
66
Berbeda dengan persepsi terhadap relawan PNPM-MP, interaksi responden dengan Faskel memiliki hubungan yang tidak nyata (p>0,05) dengan persepsinya terhadap pelaksanaan maupun manfaat PNPM-MP (lihat Tabel 11). Hal tersebut disebabkan oleh adanya data yang tidak terpola, dimana persepsi dari mayoritas responden terhadap pelaksanaan dan manfaat PNPM-MP adalah positif. Tabel 11. Nilai Uji Rank Spearman Hubungan antara Faktor Eksternal Relawan dan Persepsinya terhadap PNPM-MP Faktor Eksternal (Interaksi dengan)
Persepsi terhadap PNPM-MP Pelaksanaan PNPM-MP Manfaat PNPM-MP Relawan PNPM-MP Sig Sig Sig (2-tailed) (2-tailed) (2-tailed) 0,351 0,057 0,253 0,177 0,365* 0,047 0,223 0,237 0,331 0,074 0,055 0,775 0,053 0,782 -0,048 0,803 -0,027 0,885
Faskel BKM KSM Keterangan : * : hubungan signifikan pada p < 0,05
6.3.2 Hubungan antara Interaksi dengan BKM dan Persepsi terhadap PNPM-MP Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai korelasi antara interaksi dengan BKM dan persepsi responden baik terhadap pelaksanaan, manfaat, maupun terhadap relawan PNPM-MP yang diperoleh adalah positif, namun hubungannya tidak nyata (p>0,05). Hasil uji korelasi Rank Spearman antara interaksi responden dengan BKM dan persepsinya terhadap PNPM-MP secara keseluruhan selalu menunjukkan Sig hitung > α (0,05), dengan demikian H0 diterima. Artinya, baik responden yang interaksinya kuat maupun responden yang interaksinya lemah dengan BKM memiliki persepsi yang positif dan negatif terhadap PNPM-MP secara keseluruhan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kuat atau lemahnya interaksi responden dengan BKM tidak cukup berpengaruh pada persepsinya terhadap PNPM-MP secara keseluruhan. BKM sebagai wadah aspirasi kaum miskin yang juga merupakan masyarakat kelurahan seharusnya mampu mengajak anggota masyarakatnya untuk belajar bersama, namun pada penelitian ini, responden lebih senang belajar bersama masyarakat dari luar kelurahan yaitu Faskel. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya tingkat kepercayaan responden terhadap informasi dari Faskel yang lebih positif dibanding dari BKM.
67
6.3.3 Hubungan antara Interaksi dengan KSM dan Persepsi terhadap PNPM-MP Interaksi responden dengan KSM memiliki hubungan yang tidak nyata (p>0,05) dengan persepsinya baik terhadap pelaksanaan, manfaat, maupun terhadap relawan PNPM-MP (lihat Tabel 11). Hasil uji korelasi Rank Spearman antara interaksi dengan KSM dan persepsi responden terhadap PNPM-MP secara keseluruhan selalu menunjukkan Sig hitung > α (0,05), dengan demikian H0 diterima. Artinya, baik responden yang interaksinya kuat maupun responden yang interaksinya lemah dengan KSM memiliki persepsi yang positif dan negatif terhadap PNPM-MP secara keseluruhan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kuat atau lemahnya interaksi responden dengan KSM tidak cukup berpengaruh pada persepsinya terhadap PNPM-MP secara keseluruhan. Nilai korelasi antara interaksi dengan KSM dan persepsi responden terhadap pelaksanaan PNPM-MP yang diperoleh adalah positif (lihat Tabel 11). Artinya semakin kuat interaksi dengan KSM maka tingkat persepsi responden terhadap pelaksanaan
PNPM-MP
akan
cenderung
positif,
demikian
sebaliknya.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa mayoritas responden yang interaksinya kuat menilai baik kinerja KSM selama pelaksanaan kegiatan di lapangan. Relawan dan KSM sebagai unsur pelaksana di lapangan diharapkan dapat bekerjasama dengan baik. Semakin baik kerjasama relawan dengan KSM di lapangan sebagai wujud partisipasi masyarakat terhadap program, pengetahuan dan pemahaman mengenai pelaksanaan PNPM-MP akan semakin baik. Berbeda dengan persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP, hubungan antara interaksi dengan KSM dan persepsi terhadap manfaat dan relawan PNPMMP bernilai negatif (lihat Tabel 11). Artinya, semakin kuat interaksi dengan KSM maka tingkat persepsi responden terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP akan cenderung negatif, demikian sebaliknya. Seperti yang dijelaskan oleh Winardi (2004) bahwa individu tidak berperilaku dengan cara tertentu karena situasi yang terdapat di sekitarnya, tetapi karena persepsinya yaitu apa yang terlihat olehnya atau apa yang diyakini olehnya tentang situasi tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas responden yang interaksinya kuat dengan KSM mengaku bahwa KSM masih kurang transparan terutama dalam hal pengelolaan dana kegiatan. Tingkat persepsi responden terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP
68
cenderung negatif ketika pengalaman yang dialaminya tidak sesuai dengan ketentuan yang sesungguhnya. 6.4 Resume Mayoritas responden memiliki persepsi yang positif terhadap pelaksanaan PNPM-MP, manfaat PNPM-MP, dan relawan PNPM-MP. Dari hasil tersebut, diduga bahwa kegiatan sosialisasi PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede telah dilakukan dengan baik. Hasil uji korelasi melalui Chi Square dan Rank Spearman menunjukkan bahwa secara umum faktor internal dan faktor eksternal responden tidak berpengaruh pada persepsinya, baik terhadap pelaksanaan PNPM-MP, manfaat PNPM-MP, maupun terhadap relawan PNPM-MP. Artinya, tidak ada perbedaan persepsi terhadap PNPM-MP di antara responden yang berbeda usia, status pekerjaan, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan, dan kosmopolitan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pengetahuan, pengalaman, kebutuhan, dan kepentingan yang sama di antara responden terhadap PNPM-MP. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh kecilnya ukuran kelompok relawan yang hanya terdiri dari 30 orang, sehingga dampak dari interaksi antar masing-masing anggota tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
69
BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
7.1 Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan PNPM-MP Motivasi responden dalam penelitian ini diartikan sebagai dorongan atau kehendak yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan pada responden sehingga ikut berpartisipasi sebagai relawan dalam pelaksanaan PNPM-MP. Motivasi responden akan dilihat dari motivasinya bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP, motivasi dalam melaksanakan tugas relawan, dan kesediaannya untuk mengembangkan PNPM-MP. Motivasi responden dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori rendah dan tinggi. Motivasi responden ddikategorikan rendah jika skor jawabannya kurang dari atau sama dengan 10 dan dikategorikan tinggi jika skor jawabannya lebih dari 10. Adapun distribusi responden berdasarkan motivasinya dalam pelaksanaan PNPM-MP dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah dan Persentase Relawan berdasarkan Motivasinya dalam Pelaksanaan PNPM-MP di Kelurahan Situ Gede Tahun 2010 No. 1.
2.
3.
Variabel Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP: Rendah (≤ 10) Tinggi (> 10) Total Motivasi dalam melaksanakan tugas relawan PNPM-MP: Rendah (≤ 10) Tinggi (> 10 Total Motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP: Rendah (≤ 10) Tinggi (> 10) Total
Jumlah
Persentase
11 19 30
36,7 63,3 100,0
21 9 30
70,0 30,0 100,0
17 13 30
56,7 43,3 100,0
7.1.1 Motivasi bergabung dalam Kelompok Relawan PNPM-MP Motivasi seseorang dapat dilihat dari motifnya dalam melakukan suatu usaha. Gerungan (2004) menyatakan bahwa apabila seseorang menjadi anggota suatu pergerakan atau program maka motif-motif yang ada biasanya merupakan motif bergabung. Berdasarkan hasil wawancara, ditemukan bahwa mayoritas responden memiliki lebih dari satu motif untuk bergabung dalam kelompok
70
relawan PNPM-MP, contohnya selain ingin membantu masyarakat miskin, responden juga mengaku senang bekerjasama dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama. Tabel 12 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP yang tinggi yaitu sebanyak 19 (63,3 persen) responden. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, mayoritas responden yang motivasinya tinggi untuk bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP mengaku bahwa tugas relawan bukanlah tugas mudah yang hanya bisa dilaksanakan pada waktu luang sehingga mereka tidak setuju jika menjadi relawan hanya untuk menghabiskan waktu luang. Responden yang mengaku menjadi relawan untuk mengabdi kepada masyarakat miskin pada umumnya merupakan ibu-ibu kader seperti kader posyandu yang telah terbiasa mengabdi kepada masyarakat kelurahan. Adapun responden yang bukan merupakan kader mengaku menjadi relawan untuk menambah wawasan dan pengalaman. Hal tersebut berbeda dengan sebagian kecil responden yang motivasinya rendah, dimana mereka mengaku bahwa selain untuk menghabiskan waktu luang, mereka bergabung dalam kelompok relawan atas dasar ajakan dan permohonan dari orang lain yang terkait dengan pelaksana PNPM-MP di tingkat kelurahan. 7.1.2 Motivasi dalam Melaksanakan Tugas Relawan PNPM-MP Mayoritas responden memiliki motivasi yang rendah dalam melaksanakan tugas sebagai relawan PNPM-MP yaitu sebanyak 21 (70,0 persen) responden (lihat Tabel 12). Pada dasarnya, responden menyatakan setuju jika melaksanakan tugas untuk menjaga tanggung jawab sebagai relawan PNPM-MP. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, mayoritas responden yang motivasinya rendah dalam melaksanakan tugas relawan mengaku tidak setuju jika memberikan kontribusi berupa uang untuk membantu masyarakat miskin dalam pelaksanaan PNPM-MP, tetapi cukup dengan waktu dan tenaga. Hal tersebut dapat dimaklumi karena mayoritas responden merupakan ibu rumah tangga dan berasal dari keluarga menengah ke bawah, dimana kepala rumah tangganya mayoritas berprofesi sebagai buruh yang tidak memiliki pendapatan tetap.
71
Berbeda dengan mayoritas responden, sebagian kecil responden yang motivasinya tinggi dalam menjalankan tugas relawan mengaku bersedia mengorbankan waktu bersama keluarga untuk melaksanakan tugas sebagai relawan. Hal tersebut ditunjukkan dengan waktu kerja yang padat dan menuntut kesabaran terutama pada awal dan akhir tahap kegiatan. Pada awal kegiatan, relawan bertugas untuk mendata warga miskin yang akan mendapatkan bantuan PNPM-MP, dan setiap akhir kegiatan relawan ikut menyelesaikan laporan pertanggungjawaban bersama anggota KSM dan BKM. 7.1.3 Motivasi untuk Mengembangkan PNPM-MP Sebagai pelopor penggerak masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan, relawan PNPM-MP juga diharapkan dapat membentuk kelompok belajar kelurahan yang merupakan
wadah bagi pemberdayaan masyarakat.
Hakikat kerelawanan sosial dapat dilihat dari motivasinya untuk mengembangkan PNPM-MP. Pengembangan PNPM-MP yang dimaksud pada penelitian ini adalah PNPM-MP dalam konteks program penanggulangan kemiskinan, bukan proyek penanggulangan kemiskinan yang terbatas pada waktu atau periode pelaksanaan. Mayoritas responden memiliki tingkat motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP yang rendah yaitu sebanyak 17 (56,7 persen) responden (lihat Tabel 12). Mayoritas responden tersebut pada umumnya terdiri dari responden yang bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP atas dasar ajakan atau permohonan dari orang lain. Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas responden yang memiliki motivasi rendah untuk mengembangkan PNPM-MP merasa tidak perlu menjalankan lagi tugas relawan ketika PNPM-MP telah selesai. Berbeda dengan mayoritas responden, sebagian kecil responden yang motivasinya tinggi untuk mengembangkan PNPM-MP mengaku akan tetap menjadi relawan dan menjalankan tugasnya selama masih dibutuhkan. Sebagian kecil responden tersebut pada umumnya terdiri dari responden yang telah terbiasa mengabdi kepada masyarakat kelurahan dengan menjadi kader seperti kader Posyandu.
72
7.2 Pengaruh Persepsi Relawan terhadap Motivasinya dalam Pelaksanaan PNPM-MP Wahjosumidjo (1987) menggolongkan dua faktor yang berpengaruh terhadap motivasi individu yaitu faktor yang berasal dari dalam individu (intern) dan faktor yang bersumber dari luar individu (ekstern). Salah satu faktor intern yang dimaksud adalah persepsi individu terhadap pekerjaannya. Pada penelitian ini, faktor yang diduga berpengaruh terhadap motivasi responden akan dilihat dari persepsinya terhadap PNPM-MP. Hasil pengujian hubungan antara persepsi responden terhadap PNPM-MP dengan motivasinya dalam pelaksanaan PNPM-MP disajikan secara ringkas pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai Uji Rank Spearman Hubungan antara Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP dan Motivasinya dalam Pelaksanaan PNPM-MP
Persepsi terhadap PNPM-MP
Motivasi dalam pelaksanaan PNPM-MP Bergabung dalam Melaksanakan tugas Mengembangkan kelompok relawan relawan PNPM-MP PNPM-MP Sig Sig Sig (2-tailed) (2-tailed) (2-tailed) 0,312 0,093 0,043 0,822 0,145 0,444 0,636** 0,000 0,309 0,097 0,476** 0,008 0,508** 0,004 0,535** 0,002 0,714** 0,000
Pelaksanaan PNPM-MP Manfaat PNPM-MP Relawan PNPM-MP Keterangan : ** : hubungan signifikan pada p < 0,01
7.2.1 Hubungan Persepsi terhadap Pelaksanaan PNPM-MP dengan Motivasi dalam pelaksanaan PNPM-MP Tabel 13 menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap pelaksanaan PNPM-MP memiliki hubungan positif namun tidak nyata (p>0,05) dengan motivasinya, baik motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP, motivasi melaksanakan tugas relawan, maupun motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP dan motivasinya secara keseluruhan selalu menunjukkan Sig hitung > α (0,05), dengan demikian H0 diterima. Artinya, tidak ada perbedaan motivasi dalam pelaksanaan PNPM-MP antara responden yang memiliki persepsi positif dan responden yang memiliki persepsi negatif terhadap pelaksanaan PNPM-MP. Hal tersebut disebabkan oleh adanya persepsi yang positif dari mayoritas responden terhadap pelaksanaan PNPM-MP, sehingga tidak ada perbedaan motivasi yang signifikan di antara responden.
73
7.2.2 Hubungan Persepsi terhadap Manfaat PNPM-MP dengan Motivasi dalam Pelaksanaan PNPM-MP Persepsi responden terhadap manfaat PNPM-MP memiliki hubungan sangat nyata (p>0,01) dan positif hanya dengan motivasi bergabung dalam kelompok relawan dan motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP (lihat Tabel 13). Hasil uji korelasi Rank Spearman antara persepsi terhadap manfaat PNPM-MP dan motivasi bergabung dalam
kelompok relawan maupun motivasi untuk
mengembangkan PNPM-MP menunjukkan Sig hitung < α (0,01), dengan demikian H0 ditolak. Artinya, persepsi responden terhadap manfaat PNPM-MP berpengaruh pada motivasi untuk bergabung dalam kelompok relawan dan motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP. Nilai koefisien korelasi yang positif mengandung artinya bahwa persepsi yang positif dari responden terhadap manfaat PNPM-MP akan meningkatkan motivasinya untuk bergabung dalam kelompok relawan dan motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP, demikian sebaliknya. Berdasarkan hasil wawancara, selain karena adanya persepsi yang positif terhadap manfaat PNPM-MP, mayoritas responden juga mengaku bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP atas rekomendasi dari tokoh masyarakat seperti ketua RW, termasuk unsur pelaksana kegiatan PNPM-MP seperti anggota BKM. Data tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap
motivasi responden untuk bergabung dalam kelompok
relawan PNPM-MP. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Atensi (2008) yang mengungkapkan beberapa faktor pendorong partisipan untuk menjadi relawan yaitu faktor significant others, disamping adanya perasaan empati, minat terhadap sesuatu, dan dorongan untuk berbuat kebaikan yang berasal dari diri responden itu sendiri. 7.2.3 Hubungan Persepsi terhadap Relawan PNPM-MP dengan Motivasi dalam Pelaksanaan PNPM-MP Persepsi responden terhadap relawan PNPM-MP memiliki hubungan positif dan sangat nyata (p>0,01) dengan setiap aspek motivasi yang dikaji (lihat Tabel 13). Hasil uji korelasi Rank Spearman antara persepsi terhadap relawan PNPMMP dan motivasinya secara keseluruhan selalu menunjukkan Sig hitung < α (0,01), dengan demikian H0 ditolak. Artinya, persepsi terhadap relawan
74
PNPM-MP berpengaruh pada motivasi responden untuk bergabung dalam kelompok relawan, motivasi untuk melaksanakan tugas relawan, maupun motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP. Nilai koefisien korelasi positif mengandung arti bahwa semakin positif persepsi responden terhadap relawan PNPM-MP maka motivasinya dalam pelaksanaan PNPM-MP akan semakin meningkat, demikian sebaliknya. Hasil penelitian ini memperkuat simpulan Juarsyah (2007) yang menyatakan bahwa persepsi yang baik mengenai informasi yang berkaitan dengan pekerjaannya berpengaruh terhadap motivasinya untuk berpartisipasi. 7.3 Resume Mayoritas responden memiliki motivasi yang tinggi untuk bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP, namun motivasinya untuk melaksanakan tugas relawan dan mengembangkan PNPM-MP relatif rendah. Hasil uji korelasi Rank Spearman seperti yang disajikan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa secara umum persepsi responden berpengaruh terhadap motivasinya dalam pelaksanaan PNPMMP. Hanya persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP yang tidak memiliki hubungan nyata (p>0,01) dengan motivasi dalam pelaksanaan PNPM-MP secara keseluruhan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya data yang tidak terpola, dimana mayoritas responden memang memiliki persepsi yang positif terhadap pelaksanaan PNPM-MP.
75
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: 1. Persepsi responden terhadap PNPM-MP pada penelitian ini tergolong baik. Faktor internalnya seperti usia, status pekerjaan, jumlah anggota rumah tangga,
tingkat
pendidikan,
dan
tingkat
kosmopolitan
tidak
cukup
mempengaruhi persepsinya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tingginya jiwa sosial yang dimiliki oleh responden. 2. Mayoritas responden pada penelitian ini tergolong dalam usia produktif dan masih cukup optimal untuk belajar. Seluruh responden merupakan ibu rumah tangga yang mayoritas berstatus tidak bekerja dan memiliki jumlah anggota rumah tangga tergolong kecil. Tingkat pendidikan mayoritas responden tergolong cukup rendah yaitu SMP (atau sederajatnya). Tingkat kosmopolitan mayoritas responden tergolong tinggi. Mayoritas responden memiliki interaksi yang kuat dengan Faskel, BKM, maupun KSM. Meskipun demikian, persentase responden yang interaksinya kuat dengan Faskel lebih besar daripada interaksinya dengan BKM dan KSM. 3. Secara keseluruhan, mayoritas responden memiliki persepsi yang positif terhadap pelaksanaan PNPM-MP, manfaat PNPM-MP, maupun terhadap relawan PNPM-MP. Dari semua faktor internal, tidak terdapat satu variabel pun yang memiliki hubungan nyata dengan setiap aspek persepsi yang dikaji. Dari faktor eksternal responden, hanya interaksi dengan Faskel yang memiliki hubungan nyata dengan persepsinya terhadap relawan PNPM-MP. Dengan demikian, persepsi responden terhadap PNPM-MP tidak cukup dipengaruhi oleh faktor internalnya, dan hanya interaksi dengan Faskel dari faktor eksternalnya yang cukup berpengaruh pada persepsinya meskipun hanya untuk persepsinya terhadap relawan PNPM-MP. Berdasarkan hasil tersebut, diduga bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan, pengalaman, kebutuhan, dan kepentingan yang sama.
76
4. Tingkat motivasi responden berbeda antar masing-masing aspek. Mayoritas responden memiliki tingkat motivasi yang tinggi untuk bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP, namun pada motivasinya dalam melaksanakan tugas relawan dan mengembangkan PNPM, persentase responden yang motivasinya rendah lebih besar dibanding persentase responden yang motivasinya tinggi. Dari ketiga aspek persepsi, hanya persepsi responden terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP yang berpengaruh terhadap motivasinya dalam pelaksanaan PNPM-MP. Motivasi responden untuk bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP dipengaruhi oleh persepsinya terhadap manfaat dan
relawan PNPM-MP. Motivasi responden untuk
melaksanakan tugas relawan PNPM-MP hanya dipengaruhi oleh persepsinya terhadap relawan PNPM-MP. Motivasi untuk mengembangkan PNPM-MP dipengaruhi oleh persepsinya terhadap manfaat dan relawan PNPM-MP. 8.2 Saran Terkait dengan hasil penelitian serta kesimpulan di atas, saran yang dapat disampaikan adalah perlu ada tahapan dalam siklus PNPM-MP yang bertujuan memperkuat hubungan antar masyarakat lokal yang terdiri relawan, KSM, maupun BKM seperti tahap penguatan swadaya sosial. Selain sebagai sarana pembentukan persepsi yang baik terhadap PNPM-MP, tahapan tersebut juga diharapkan dapat mendukung terciptanya Komunitas Belajar Kelurahan (KBK) sebagai wujud pemberdayaan masyarakat yang merupakan tujuan dari pelaksanaan PNPM-MP.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abdussamad, S. 1993. Hubungan Karakteristik Petani Kerjasama dengan Persepsi dan Tingkat Partisipasi Mereka dalam Penelitian Sistem Usaha Tani di Kalimantan Selatan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Aprisa, Rizky. 2009. Partisipasi Masyarakat Kelurahan dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (Studi Pada Gulak-Galik Kecamatan Teluk Betung Utara Kota Bandar Lampung). [Skripsi]. http://freepdfbooks. com/?s=skripsi+pemberdayaan+masyarakat (Diakses tangga 8 Mei 2010). Atensi, Mitra. 2008. Gambaran Penghayatan Makna Hidup pada Relawan Pemberdayaan Masyarakat Miskin. [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. http://freepdfebooks.com/?s=skripsi+pemberdayaan +masyarakat (Diakses tanggal 18 Mei 2010). Badan Pusat Statistik. 2008. Data Strategis BPS. Jakarta: BPS. Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman Umum PNPM Mandiri. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya. . 2008b. Modul Khusus Komunitas PNPM Mandiri: Peran Relawan dalam Nangkis. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya. . 2008a. Modul Khusus Komunitas PNPM Mandiri: Manajemen Relawan Relawan. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya. . 2009. Pedoman Direktorat Jenderal Cipta Karya. Jakarta.
Pelaksanaan
PNPM-MP.
Erwina. 2005. Analisis Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Kualitas Lingkungan di Daerah Pesisir. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Gafur, Syamsiah. 2009. Motivasi Petani dalam Menerapkan Teknologi Produksi Kakao (Kasus Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah). [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama. Jayanti, Utari. 2007. Pemaknaan Masyarakat Miskin mengenai Kemiskinan dan Keberhasilan Program Penanggulangan Kemiskinan. [Skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
78
Juarsyah, Rendy. 2007. Persepsi dan Partisipasi Peternak tentang Program Perguliran Ternak Domba. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Khalwani, Khulfi Muhammad. 2008. Persepsi dan Motivasi Masyarakat Setempat terhadap Program Hutan Rakyat GN-RHL. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Makarim, Chodidjah. 2003. Hubungan Persepsi Diri dan Komunikasi Interpersonal dengan Motivasi Berprestasi Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas II A Tangerang. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Malayu. 2003. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Nur, Hafidah. 2005. Motivasi Petani dalam Pengelolaan Kahuma di Areal Hutan Rakyat. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nurlia, A. 2006. Persepsi dan Prilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai Cikundul. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Prasetyo B., Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. . 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Saefuddin, dkk. 2003. Menuju Masyarakat Mandiri. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Saendinobrata, Muhamad. 1998. Hubungan Karakteristik Aparatur dengan Persepsi Mereka tentang Hambatan-hambatan Komunikasi dalam Organisasi di Kabupaten Sukabumi. [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Setiadi, Rudie. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
79
Sitorus, Lisbet. 2009. Hubungan Karakteristik dengan Kompetensi Penyuluh Pertanian di Kota Ternate Provinsi Maluku utara. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Singarimbun, M. dan Effendi, S. (Editor) 2006. Metode Penelitian Survei, Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES. Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Jakarta: PT. Refika Aditama. Sumodiningrat. 2009. Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa: Menanggulangi Kemiskinan dengan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Suranto, Anto. 1997. Sikap Anggota Kelompok Masyarakat (Pokmas) IDT terhadap Peran dan Karakteristik Pendamping. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Susantyo, Badrun. 2001. Motivasi Petani Berusahatani di dalam Kawasan Hutan: Wilayah Bandung Selatan (Kasus Petani Peserta Program Perhutanan Sosial di Wilayah Kesatuan Pemangku Hutan Bandung Selatan). [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Thoha, Miftah. 1986. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wahyuni, E. S. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winardi, J. 2004. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
80
LAMPIRAN
81
Lampiran 1. Penyebaran Jiwa Miskin berdasarkan Lokasi di Kelurahan Situ Gede Tahun 2009 Lokasi RT 1 2 3
RW 1 1 1 Total
1 2 3
2 2 2 Total
1 2 3 4
3 3 3 3 Total
1 2 3 4
4 4 4 4 Total
1 2 3
5 5 5 Total
1 2 3
6 6 6 Total
1 2 3
7 7 7 Total
1 2 3
8 8 8 Total
1 2 3 4
9 9 9 9 Total
1 2 3
10 10 10 Total
KK
Pria
Wanita
Jiwa
35 25 38 98 27 33 33 93 37 38 28 17 117 48 21 28 31 128 10 5 17 32 28 31 19 78 12 25 31 68 18 14 14 46 14 20 36 22 92 7 30 25 62
60 51 70 191 70 60 70 200 90 80 90 30 290 100 35 55 65 255 18 6 35 59 51 63 29 143 19 54 65 128 31 40 36 107 30 50 74 42 195 21 80 51 152
61 57 77 185 70 61 66 197 88 89 87 38 272 120 43 59 60 282 21 7 25 53 45 64 28 137 18 55 70 143 30 32 31 93 28 42 80 41 191 19 81 67 167
121 108 147 376 140 121 136 397 178 199 177 68 562 220 78 114 125 537 39 13 60 112 96 127 57 280 37 109 135 281 61 72 67 200 58 92 154 82 386 40 161 118 319
82
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner A. Persepsi relawan Validitas : Korelasi antara
V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 dengan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot V11 dengan Vtot V12 dengan Vtot V13 dengan Vtot V14 dengan Vtot V15 dengan Vtot V16 dengan Vtot V17 dengan Vtot V18 dengan Vtot V19 dengan Vtot V20 dengan Vtot V21 dengan Vtot V22 dengan Vtot V23 dengan Vtot V24 dengan Vtot V25 dengan Vtot V26 dengan Vtot V27 dengan Vtot V28 dengan Vtot V29 dengan Vtot V30 dengan Vtot
Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0,455 0,533 0,642 0,609 0,483 0,525 0,641 0,441 0,640 0,548 0,631 0,517 0,325 0,544 0,604 0,558 0,730 0,409 0,329 0,436 0,597 0,439 0,523 0,651 0,490 0,274 0,283 0,450 0,402 0,474
Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] 0,012 0,002 0,000 0,000 0,007 0,003 0,000 0,015 0,000 0,002 0,000 0,003 0,079 0,002 0,000 0,001 0,000 0,025 0,076 0,016 0,000 0,015 0,003 0,000 0,006 0,143 0,130 0,013 0,028 0,008
Nilai r tabel (N=30, α=5%)
0,361
Kesimpulan
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Tidak valid Valid Valid Valid
83
Reliabilitas
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Part 1
Value
,773 15a
N of Items Part 2
Value
,649 15b
N of Items
Total N of Items 30 Correlation Between ,722 Forms Spearman-Brown Equal Length ,839 Coefficient Unequal Length ,839 Guttman Split-Half ,832 Coefficient a. The items are: p1, p2, p3, p4, p5, p6, p7, p8, p9, p10, p11, p12, p13, p14, p15. b. The items are: p16, p17, p18, p19, p20, p21, p22, p23, p24, p25, p26, p27, p28, p29, p30.
B. Motivasi relawan Validitas : Korelasi antara
V1 dengan Vtot V2 dengan Vtot V3 dengan Vtot V4 dengan Vtot V5 dengan Vtot V6 dengan Vtot V7 dengan Vtot V8 dengan Vtot V9 dengan Vtot V10 dengan Vtot V11 dengan Vtot V12 dengan Vtot V13 dengan Vtot V14 dengan Vtot V15 dengan Vtot
Nilai Korelasi (Pearson Corellation) 0,595 0,854 0,545 0,726 0,796 0,666 0,759 0,591 0,828 0,525 0,733 0,710 0,860 0,832 0,857
Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] 0,001 0,000 0,002 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,003 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Nilai r tabel (N=30, α=5%)
0,361
Kesimpulan
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
84
Reliabilitas :
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Part 1
Value N of Items
Part 2
Value N of Items
Total N of Items Correlation Between Forms Spearman-Brown Equal Length Coefficient Unequal Length Guttman Split-Half Coefficient a. The items are: m1, m2, m3, m4, m5, m6, m7, m8. b. The items are: m8, m9, m10, m11, m12, m13, m14, m15.
,823 8a ,816 7b 15 ,853 ,920 ,921 ,920
85
Lampiran 3. Hasil Olah Data Distribusi Frekuensi
A. Usia Frequency Valid
< 36 tahun 36 - 45 tahun
Valid Percent
Cumulative Percent
9
30,0
30,0
30,0
18
60,0
60,0
60,0
3
10,0
10,0
100,0
30
100,0
100,0
> 45 tahun Total
Percent
B. Jenis Kelamin Frequency Valid
wanita
Percent
30
100,0
Valid Percent 100,0
Cumulative Percent 100,0
C. Status Pekerjaan Frequency Valid
tidak bekerja
Valid Percent
Cumulative Percent
26
86,7
86,7
86,7
4
13,3
13,3
100,0
30
100,0
100,0
bekerja Total
Percent
D. Pendapatan Frequency Valid
tidak berpendapatan
26
200000-900000 Total
Percent 86,7
Valid Percent
Cumulative Percent
86,7
86,7 100,0
4
13,3
13,3
30
100,0
100,0
E. Jumlah anggota rumah tangga Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
≤5
22
73,3
73,3
73,3
>5
8
26,7
26,7
100,0
30
100,0
100,0
Total
86
F. Pendidikan Frequency Valid
SD
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
30,0
30,0
30,0
SMP
13
43,3
43,3
73,3
SMA
8
26,7
26,7
100,0
G. Kosmopolitan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
5
16,7
16,7
83,3
tinggi
25
83,3
83,3
100,0
Total
30
100,0
100,0
H. Interaksi dengan Faskel Frequency Valid
I.
Percent
lemah
Valid Percent
Cumulative Percent
5
16,7
16,7
16,7
kuat
25
83,3
83,3
100,0
Total
30
100,0
100,0
Interaksi dengan BKM Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
lemah
14
46,7
46,7
46,7
kuat
16
53,3
53,3
100,0
Total
30
100,0
100,0
J. Interaksi dengan KSM Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
lemah
13
43,3
43,3
43,3
kuat
17
56,7
56,7
100,0
Total
30
100,0
100,0
K. Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
negatif
4
13,3
13,3
13,3
positif
26
86,7
86,7
100,0
Total
30
100,0
100,0
87
L. Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
negatif
10
33,3
33,3
33,3
positif
20
66,7
66,7
100,0
Total
30
100,0
100,0
M. Persepsi terhadap relawan PNPM-MP Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
negatif
12
40,0
40,0
60,0
positif
18
60,0
60,0
100,0
Total
30
100,0
100,0
N. Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
11
36,7
36,7
36,7
tinggi
19
63,3
63,3
100,0
Total
30
100,0
100,0
O. Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
21
70,0
70,0
70,0
tinggi
9
30,0
30,0
100,0
Total
30
100,0
100,0
P. Motivasi mengembangkan PNPM-MP Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
17
56,7
56,7
56,7
tinggi
13
43,3
43,3
100,0
Total
30
100,0
100,0
88
Lampiran 4. Hasil Uji Crosstab Chi-square Hubungan Status Pekerjaan dengan Persepsi Relawan 1. Status Pekerjaan dengan Persepsi terhadap Pelaksanaan PNPM-MP Crosstabulation Persepsi terhadap Pelaksanaan PNPMMP negatif
positif
Status Pekerjaan tidak bekerja bekerja Total
Total
3
23
26
1 4
3 26
4 30
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
Pearson Chi-Square ,544 1 ,461 Likelihood Ratio ,465 1 ,495 Linear-by-Linear Association ,526 1 ,468 N of Valid Cases 30 a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .53.
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases
Approx. Sig. ,133 30
,461
2. Status Pekerjaan dengan Persepsi terhadap Manfaat PNPM-MP Crosstabulation Persepsi terhadap Manfaat PNPM-MP negatif
positif
Status Pekerjaan tidak bekerja bekerja Total
Total
9
17
26
1 10
3 20
4 30
Chi-Square Tests Value
df a
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square ,144 1 ,704 Likelihood Ratio ,150 1 ,698 Linear-by-Linear Association ,139 1 ,709 N of Valid Cases 30 a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,33.
89
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases
Approx. Sig. ,069 30
,704
3. Status Pekerjaan dengan Persepsi terhadap relawan PNPM-MP Crosstabulation Persepsi terhadap relawan PNPM-MP negatif
positif
Status Pekerjaan tidak bekerja bekerja Total
Total
11
15
26
1 12
3 18
4 30
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
Pearson Chi-Square ,433 1 ,511 Likelihood Ratio ,456 1 ,499 Linear-by-Linear Association ,418 1 ,518 N of Valid Cases 30 a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,87.
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient N of Valid Cases
Approx. Sig. ,119 30
,511
90
Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Usia, Jumlah Anggota Rumah Tangga, Tingkat Pendidikan, dan Kosmopolitan dengan Persepsi Relawan 1. Usia dengan persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Correlations Usia Spearman's Usia rho
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persepsi terhadap Pelaksanaan PNPM-MP
1,000
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persepsi terhadap Pelaksanaan PNPM-MP -,117 ,537
30
30
-,117
1,000
,537 30
30
2. Usia dengan persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Correlations Usia Spearman's Usia rho
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persepsi terhadap Manfaat PNPM-MP
1,000
Persepsi terhadap Manfaat PNPM-MP ,127 ,504
30
30
Correlation Coefficient
,127
1,000
Sig. (2-tailed)
,504
N
30
30
3. Usia dengan persepsi terhadap relawan PNPM-MP Correlations Usia Spearman's Usia rho
Correlation Coefficient
1,000
Sig. (2-tailed) N
Persepsi Correlation Coefficient terhadap Sig. (2-tailed) Relawan PNPMN MP
Persepsi terhadap Relawan PNPM-MP -,149 ,432
30
30
-,149
1,000
,432 30
30
91
4. Jumlah anggota rumah tangga dengan persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Correlations Jumlah Persepsi terhadap anggota rumah Pelaksanaan tangga PNPM-MP Spearman's Jumlah anggota Correlation Coefficient rho rumah tangga Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap Pelaksanaan PNPM-MP
1,000
,237 ,208
30
30
Correlation Coefficient
,237
1,000
Sig. (2-tailed)
,208
N
30
30
5. Jumlah anggota rumah tangga dengan persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Correlations Jumlah Persepsi terhadap anggota rumah Manfaat PNPMtangga MP Spearman's Jumlah anggota Correlation Coefficient rho rumah tangga Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1,000
-,053 ,780
30
30
-,053
1,000
,780 30
30
6. Jumlah anggota rumah tangga dengan persepsi terhadap relawan PNPM-MP Correlations Jumlah Persepsi terhadap anggota rumah relawan PNPMtangga MP Spearman's Jumlah anggota Correlation Coefficient rho rumah tangga Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap Relawan PNPM-MP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1,000
-,123 ,517
30
30
-,123
1,000
,517 30
30
92
7. Tingkat Pendidikan dengan persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Correlations Tingkat Pendidikan Spearman's Tingkat rho Pendidikan
Correlation Coefficient
1,000
,115
Sig. (2-tailed) N
Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP
Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP ,545
30
30
Correlation Coefficient
,115
1,000
Sig. (2-tailed)
,545
N
30
30
8. Tingkat Pendidikan dengan persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Correlations Tingkat Pendidikan Spearman's rho
Tingkat Pendidikan
Correlation Coefficient
Persepsi terhadap manfaat PNPMMP
1,000
,066
Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP
,731 30
30
Correlation Coefficient
,066
1,000
Sig. (2-tailed)
,731
N
30
30
9. Tingkat Pendidikan dengan persepsi terhadap relawan PNPM-MP Correlations Tingkat Pendidikan Spearman's rho
Tingkat Pendidikan
Correlation Coefficient
1,000
Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap relawan PNPM-MP
Persepsi terhadap relawan PNPMMP ,059 ,757
30
30
Correlation Coefficient
,059
1,000
Sig. (2-tailed)
,757
N
30
30
93
10.
Kosmopolitan dengan persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Correlations
Kosmopolitan Spearman's Kosmopolitan rho
Correlation Coefficient
Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP
1,000
Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
11.
-,175 ,354
30
30
-,175
1,000
,354 30
30
Kosmopolitan dengan persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap manfaat PNPMKosmopolitan MP
Spearman's Kosmopolitan rho
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP
12.
1,000
,063 ,740
30
30
Correlation Coefficient
,063
1,000
Sig. (2-tailed)
,740
N
30
30
Kosmopolitan dengan persepsi terhadap relawan PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap relawan PNPMKosmopolitan MP
Spearman's Kosmopolitan rho
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persepsi terhadap relawan PNPM-MP
1,000
,183 ,334
30
30
Correlation Coefficient
,183
1,000
Sig. (2-tailed)
,334
N
30
30
94
Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Eksternal dengan Persepsi Relawan
Hubungan Faktor
1. Interaksi dengan Faskel * Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Correlations
Spearman's Interaksi dengan Correlation Coefficient rho Faskel Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP
Interaksi dengan Faskel
Persepsi terhadap pelaksanaa PNPM-MP
1,000
,351 ,057
30
30
Correlation Coefficient
,351
1,000
Sig. (2-tailed)
,057
N
30
30
2. Interaksi dengan Faskel * Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap Interaksi manfaat PNPMdengan Faskel MP Spearman's Interaksi dengan Correlation Coefficient rho Faskel Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP
1,000
,253 ,177
30
30
Correlation Coefficient
,253
1,000
Sig. (2-tailed)
,177
N
30
30
3. Interaksi dengan Faskel * Persepsi terhadap relawan PNPM-MP Correlations
Spearman's Interaksi dengan Correlation Coefficient rho Faskel Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap relawan PNPM-MP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).
Interaksi dengan Faskel
Persepsi terhadap relawan PNPMMP
1,000
,365* ,047
30
30
,365*
1,000
,047 30
30
95
4. Interaksi dengan BKM * Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Correlations Interaksi dengan BKM Spearman's Interaksi dengan Correlation Coefficient rho BKM Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP
Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP
1,000
,223 ,237
30
30
Correlation Coefficient
,223
1,000
Sig. (2-tailed)
,237
N
30
30
5. Interaksi dengan BKM * Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Correlations Interaksi dengan BKM Spearman's Interaksi dengan Correlation Coefficient rho BKM Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP
Persepsi terhadap manfaat PNPMMP
1,000
,331 ,074
30
30
Correlation Coefficient
,331
1,000
Sig. (2-tailed)
,074
N
30
30
6. Interaksi dengan BKM * Persepsi terhadap relawan PNPM-MP Correlations Interaksi dengan BKM Spearman's Interaksi dengan Correlation Coefficient rho BKM Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap relawan PNPM-MP
1,000
Persepsi terhadap relawan PNPMMP ,055 ,775
30
30
Correlation Coefficient
,055
1,000
Sig. (2-tailed)
,775
N
30
30
96
7. Interaksi dengan KSM * Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Correlations Interaksi dengan KSM Spearman's Interaksi dengan Correlation Coefficient rho KSM Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP
Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP
1,000
,053 ,782
30
30
Correlation Coefficient
,053
1,000
Sig. (2-tailed)
,782
N
30
30
8. Interaksi dengan KSM * Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Correlations Interaksi dengan KSM Spearman's Interaksi dengan Correlation Coefficient rho KSM Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persepsi terhadap manfaat PNPMMP
1,000
-,048 ,803
30
30
-,048
1,000
,803 30
30
9. Interaksi dengan KSM * Persepsi terhadap relawan PNPM-MP Correlations Interaksi dengan KSM Spearman's Interaksi dengan Correlation Coefficient rho KSM Sig. (2-tailed) N Persepsi terhadap relawan PNPM-MP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1,000
Persepsi terhadap relawan PNPMMP -,027 ,885
30
30
-,027
1,000
,885 30
30
97
Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Persepsi Relawan dengan Motivasi dalam Pelaksanaan PNPM-MP 1. Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM dengan Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Spearman's Persepsi rho terhadap pelaksanaan PNPM-MP Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPMMP
Correlation Coefficient
1,000
Sig. (2-tailed) N
Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP ,312 ,093
30
30
Correlation Coefficient
,312
1,000
Sig. (2-tailed)
,093
N
30
30
2. Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM dengan Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Spearman's Persepsi rho terhadap pelaksanaan PNPM-MP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP
1,000
Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP ,043 ,822
30
30
Correlation Coefficient
,043
1,000
Sig. (2-tailed)
,822
N
30
30
98
3. Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM dengan motivasi mengembangkan PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap pelaksanaan PNPM-MP Spearman's Persepsi rho terhadap pelaksanaan PNPM-MP
Correlation Coefficient
Motivasi mengembangkan PNPM-MP
1,000
Sig. (2-tailed)
,444
N Motivasi Correlation mengembangka Coefficient n PNPM-MP Sig. (2-tailed)
,145
30
30
,145
1,000
,444
N
30
30
4. Persepsi terhadap manfaat PNPM dengan Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Spearman's Persepsi rho terhadap manfaat PNPM-MP
Correlation Coefficient
Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP
1,000
Sig. (2-tailed) N
Motivasi Correlation bergabung Coefficient dalam kelompok Sig. (2-tailed) relawan PNPMN MP **. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
,636** ,000
30
30
**
1,000
,636
,000 30
30
99
5. Persepsi terhadap manfaat PNPM dengan Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Spearman's Persepsi rho terhadap manfaat PNPM-MP
Correlation Coefficient
1,000
Sig. (2-tailed)
,309 ,097
N Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP
Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP
30
30
Correlation Coefficient
,309
1,000
Sig. (2-tailed)
,097
N
30
30
6. Persepsi terhadap manfaat PNPM dengan Motivasi mengembangkan PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap manfaat PNPM-MP Spearman's Persepsi rho terhadap manfaat PNPM-MP
Correlation Coefficient
Motivasi mengembangkan PNPM-MP
1,000
Sig. (2-tailed) N
Motivasi Correlation mengembangka Coefficient n PNPM-MP Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
,476** ,008
30
30
**
1,000
,476
,008 30
30
100
7. Persepsi terhadap relawan PNPM dengan Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap relawan PNPM-MP Spearman's Persepsi rho terhadap relawan PNPM-MP
Correlation Coefficient
Motivasi bergabung dalam kelompok relawan PNPM-MP
1,000
Sig. (2-tailed)
,004
N Motivasi Correlation bergabung Coefficient dalam kelompok Sig. (2-tailed) relawan PNPMN MP **. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
,508**
30
30
**
1,000
,508
,004 30
30
8. Persepsi terhadap relawan PNPM dengan Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP Correlations Persepsi terhadap relawan PNPM-MP Spearman's Persepsi rho terhadap relawan PNPM-MP
Correlation Coefficient
1,000
Sig. (2-tailed) N
Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP
Motivasi melaksanakan tugas relawan PNPM-MP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N **. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
,535** ,002
30
30
**
1,000
,535
,002 30
30
101
9. Persepsi terhadap relawan mengembangkan PNPM-MP
PNPM-MP
dengan
Motivasi
untuk
Correlations Persepsi terhadap relawan PNPM-MP Motivasi
Persepsi terhadap relawan PNPM-MP
Correlation Coefficient
Motivasi mengembangkan PNPM-MP
1,000
Sig. (2-tailed) N
Motivasi Correlation mengembangka Coefficient n PNPM-MP Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
,714** ,000
30
30
**
1,000
,714
,000 30
30