PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESINPASREFORMdi HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARMPEKANBARU
LAPORAN TUGAS AKHIR
OLEH: ANGGUN NURUL HAYATI NBP. 1201372046
PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH 2015
PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESIN PASREFORM di HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU
LAPORAN TUGAS AKHIR
OLEH: ANGGUN NURUL HAYATI NBP. 1201372046
Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md)
PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH 2015
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESIN PASREFORM di HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU
OLEH: ANGGUN NURUL HAYATI NBP. 1201372046
Menyetujui: Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Pangan
DosenPembimbing
Ir. Setya Dharma, M. Si NIP. 196010061987031003
Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si NIP. 197904242004041002 Mengetahui,
Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
Ir. Gusmalini, M.Si NIP. 195711101987032001
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESIN PASREFORM di HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU
OLEH: ANGGUN NURUL HAYATI NBP. 1201372046
Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji Laporan Tugas Akhir Program Studi Peternakan Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Pada hari Rabu, tanggal 08 Juli 2015
TIM PENGUJI No.
Nama
Jabatan
1.
Nilawati, S.Pt, MP
Ketua
2.
Ir. Nelzi Fati, MP
Anggota
3.
Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si
Anggota
Tanda Tangan
Alhamdulillahirabbil‟alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata‟alasehingga
Penulis
dapat
menyelesaikan
laporantugasakhir ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah Shallallahu„alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia.
Laporantugasakhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar AhliMadya (A.Md) dari Program Studi PeternakanJurusanBudidayaTanamanPanganPoliteknikPertania nNegeri Payakumbuh . Judul laporantugasakhir ini adalah“PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESINPASREFORM di HATCHERY 1 PT.CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU”
Ucapan terima kasih yang tiada tara untuk kedua Orang tua Ku. Untuk Papa Jasman dan Mama Gusniba Hendri yang telah menjadi Orang tua terhebat sejagad raya, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta do‟a yang tentu takkan pernahbisa Ku balas.TanpapengorbanandanperjuanganmuberduaAkutakkanpern ahsampaikedetikini.
UntukAdikkuAnggi Dwi Putri dan Agnes Chinti yang sekarangsudahmulaiberanjakremaja, yang selalumenjaditemanpenghiburdikalaKakakmu inibermuramdurja, semogaprestasimuselalubaikdansegalacita-citamutercapai.
Terima kasih untukBang Taufik, Kak Lina yang sudah mau menjadi teman sekaligus orang tua untukKu , , untuk KIA dan ALIF cepat besar ya anak Ate. kalian adalah keluarga kedua bagiku. Miss you.. Terima kasih kepada Bapak Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si selaku pembimbing akademik atas segala ilmu, motivasi, nasehat, dan bantuan yang telah diberikan sehingga Aku dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini, serta untuk seluruh staf pengajar Program Studi Peternakan, terutama Ibu Nilawati, S.Pt, MP dan Ibu Ir. Nelzi Fati, MP selaku dosen penguji.
Terima kasih untukteman-temanterdekatku Ade Sustia Ningsih, Mutiara, RifkaUlyayang telah banyakmembantudalammenorehkansebuahpengalamanhidup yang luar biasaselama PKPM, dan juga untuk semuatemanteman PTN ank2012 yang telah mengajarkan arti kekeluargaan, tanggung jawab, dan kepedulian. Terima kasih banyak atas segala kebersamaan dan waktu yang telah kalian berikan kepada Ku selama ini. Sungguh Aku sangat senang sekali bisa menjadi salah satu bagian dari kalian yang luar biasa. Semogakitasukses di jalanmasing-masingAamiin...
Terima kasih juga Ku ucapkan kepada kakak tersayang Merlita Haris Nasution yang sudah banyak membantu, memotivasi dan menasehati Dedeknya ini heheheheheh... Keberhasilan ini tak lepas juga dari orang yang selalu ada dan selalu memotivasi dalam menyelesaikan LTA ini yaitu RIKI FADLI , terimakasih banyak telah menemani dan mengisi harihari ku selama ini. You still here, in my heart...... Terima kasih yang terkhusus untuk Pimpinan dan semua karyawan PT. Charoen Pokphand yang sudah mau menerima dan membantu selama PKPM berlangsung. Thank you all.........
“dream come true, only you make it true...”
By: Anggun Nurul Hayati
PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESIN PASREFORM di HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU
Oleh: Anggun Nurul Hayati Dibimbing oleh Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si RINGKASAN Industri peternakan berkembang sangat pesat karena merupakan sumber utama kebutuhan daging dan telur. Perusahaan pembibitan merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Oleh karena itu kontinuitas produk harus terjaga dengan cara tersedianya bibit. Tersedianya bibit yang baik apabila usaha penetasan berkembang dengan baik. Usaha peternakan tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya usaha penetasan yang baik. Usaha penetasan telur ayam untuk menghasilkan anak ayam atau DOC (Day Old Chick) merupakan salah satu usaha dibidang peternakan unggas, yang merupakan bagian dari penyediaan bibit ayam. Kondisi DOC yang baik merupakan modal awal yang sangat penting. Keberhasilan dalam suatu unit penetasan dipengaruhi oleh telur tetas, mesin tetas, tata laksana dan biosecurity. Metode yang digunakan adalah dengan melihat perbandingan persentase telur infertil, telur busuk, kematian dalam kerabang ( DIS ), DOC culling dan DOC salable pada saat pullchick. Adapun yang dibandingkan adalah daya tetas telur tetas grade A3, A2, A1 dari strain yang sama yaitu strain Ross. Berdasarkan hasil yang diperoleh daya tetas tertinggi dihasilkan oleh telur grade A1 dengan persentase 91,75 % dan yang terendah grade A2 dengan persentase 91,11 %. Sedangkan untuk DOC hasil culling tertinggi adalah grade A2 dengan jumlah 129 ekor dan persentase 1,72 %. Sedangkan yang paling sedikit adalah grade A1 dengan jumlah 128 ekor dan persentase 1,65%. DOC saleable (layak jual) terbanyak yaitu grade A3 dengan jumlah 7676 ekor dan yang paling sedikitgrade A2 yaitu 7344 ekor .
Kata kunci: grade, telur tetas, daya tetas, strain ross.
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan
menyusun
Laporan
Tugas
Akhir
(LTA)
dengan
judul
“PersentaseDOCSaleable danDOCCullingStrain Rossberdasarkan grade A3, A2 dan A1 di Hatchery 1 PT. Charoen Pokphand Jaya FarmPekanbaru”. Penyusunan laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III di Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Laporan ini dapat diselesaikan berkat adanya bimbingan, bantuan serta doa’, untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan berupa moril maupun materil. 2. Ibu Ir. Gusmalini, M.Si, selaku Direktur Politani Pertanian Negeri Payakumbuh. 3. Bapak Ir. Setya Dharma, M.Si, selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. 4. Ibu Muthia Dewi, S.Pt, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Peternakan. 5. Bapak Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik. 6. Ibu dan Bapak Dosen yang telah memberi ilmu pengetahuan dalam penyusunan laporan ini.
7. Bapak Rosetya Agung Nugroho selaku Manager di PT. Charoen Pokphand Hatchery 1 Pekan Baru. 8. Bapak Isminardi selaku Supervisor Holding, Bapak Agustinus Indra selaku Supervisor Setter dan Hatcher
dan Bapak Aidil Maarif selaku
Supervisor Pullchick beserta semua karyawan, karyawati PT. Charoen Pokphand Hatchery 1 Pekan Baru. 9. Abang Taufik, Kakak Lina, Alif, Kia, yang telah membantu serta menghibur sewaktu pelaksanaan PKPM. 10. Saudari Mutiara, Ade, dan Rifka sebagai sahabat tim (PKPM) di PT. Charoen Pokphand Hatchery 1 Pekan Baru. 11. Teman-teman Program Studi Peternakan
angkatan 2012 yang telah
membantu dan memberikan semangat kepada penulis. 12. Semua pihak yang telah terlibat dan ikut serta dalam membantu penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. Disadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan laporan ini. Diharapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata penulis ucapkan Terima Kasih.
Tanjung Pati, 13 Agustus 2015
ANH
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .........................................................................................
i
KATA PENGANTAR ............................................................................
ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
vii
I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1.2. Tujuan .........................................................................................
1 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
4
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
Penetasan .................................................................................... Hatching Egg (HE) ...................................................................... Mesin Tetas ................................................................................. Manajemen Penetasan.................................................................. Daya Tetas...................................................................................
4 4 5 6 9
III. METODE PELAKSANAAN ..........................................................
10
3.1. Waktu dan Tempat....................................................................... 3.2. Alat dan Bahan ............................................................................
10 10
3.2.1. Alat .................................................................................... 3.2.2. Bahan................................................................................
10 10
3.3. Pelaksanaan .................................................................................
10
3.3.1. Biosecurity dalam Hatchery ............................................... 3.3.2. Penerimaan HE dan seleksi telur tetas ................................ 3.3.3. Fumigasi dan penyimpanan telur tetas ................................ 3.3.4. Setting egg ......................................................................... 3.3.5. Preheat .............................................................................. 3.3.6. Periode pengeraman ........................................................... 3.3.7. Penimbangan weight loss (susut bobot) .............................. 3.3.8. Transfer dan candling telur tetas ........................................ 3.3.9. Manajemen mesin Hatcher................................................. 3.3.10.Pull chick ..........................................................................
11 11 12 13 13 14 16 16 17 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
20
4.1. Hasil ............................................................................................ 4.2. Pembahasan .................................................................................
20 21
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
26
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 5.2. Saran ...........................................................................................
26 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
28
LAMPIRAN ...........................................................................................
29
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Grade HE berdasarkan week of production Strain Ross .......................
5
2. Persentase telur infertil, explode, loss,danjumlah telur yang masuk dalam hatcher ..................................................................
20
3 Data DOC hasilculling, DIS, saleable, yellow naveldan hatchability ...
20
DAFTAR LAMPIRAN LampiranHalaman 1. Dokumentasi .......................................................................................
29
2. Daily report hatchability .....................................................................
34
3. Sejarah perusahaan .............................................................................
35
4. Denah ruang dalam Hatchery ..............................................................
37
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Industri peternakan berkembang sangat pesat karena merupakan sumber utama kebutuhan daging dan telur. Perusahaan pembibitan merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Oleh karena itu kontinuitas produk harus terjaga dengan cara tersedianya bibit. Tersedianya bibit yang baik apabila usaha penetasan berkembang dengan baik. Usaha peternakan tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya usaha penetasan yang baik. Usaha penetasan telur ayam untuk menghasilkan anak ayam atau DOC (Day Old Chick) merupakan salah satu usaha dibidang peternakan unggas, yang merupakan bagian dari penyediaan bibit ayam. Kondisi DOC yang baik merupakan modal awal yang sangat penting. Keberhasilan dalam suatu unit penetasan dipengaruhi oleh telur tetas, mesin tetas, tata laksana dan biosecurity.Salah satuperusahaan yang bergerakdibidang penetasan adalah PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm khususnya Hatchery 1 PT Charoen Pokhpand Jaya Farm Pekanbaru. Telur yang dapat ditetaskan adalah telur fertil atau yang lazim disebut dengan telur tetas (hatching egg/HE). Telur tetas merupakan telur yang sudah dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh sel jantan, telur tersebut disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya telur tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk dikonsumsi saja. Secara umum hanya telur berkualitas baik yang dipilih untuk diinkubasikan, ini berarti hanya untuk telur yang bersih dan memiliki kerabang yang utuh saja yang layak untuk
ditetaskan. Telur yang kotor dan retak harus dikeluarkan dan tidak layak untuk ditetaskan (Rahayu, Sudaryani dan Santosa,2011). Oleh karena itu, diperlukan pembedaan telur bibit dari beberapa strain dan grade untuk melihat persentase penetasan yang dihasilkan. Apabila terbukti hasil persentase penetasan yang dihasilkan dari salah satu grade tertentu mencapai angka yang bagus , maka perlu dikembangkan untuk lebih lanjutnya. Adapun HE yang ada di perusahaan ini terdiri dari 6 grade yaitu HE dengan grade B1, B2, B3, A1, A2, dan A3. Namun untuk pengambilan data LTA ini hanya memakai 3 grade saja yaitu HE dengan grade A3, A2 dan A1. Yang mana diantara ketiga grade ini akan dilihat persentase penetasan yang tertinggi. Mesin yang digunakan di PT Charoen Pokphand ini adalah mesin Jameswayproduksi Amerika Serikat yang terdiri dari 20 unit mesin setter dan 20 unit mesin hatcher .serta mesin Pasreform produksi Belanda terdiri dari 6 unit mesin setter dan 6 unit mesin hatcher.Namun mesin yang dipilih untuk pengambilan data yaitu mesin Pasreform. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untukmembuat Laporan Tugas Akhir dengan judul “Persentase hasil penetasan (DOC broiler)berdasarkan gradeA3, A2 dan A1 pada mesin Pasreform di Hatchery 1 PT Charoen Pokphand Jaya Farm Pekanbaru”.
1.2. Tujuan Tujuan dari penulisan Laporan Tugas Akhir ini adalah dapat mengetahui persentase hasilpenetasan dari HE grade A3, A2 dan A1. Manfaat yang dapat diperoleh dari Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) ini adalah dapat menambah pengalaman, meningkatkan keterampilan dan mengetahui langkah-langkah yang dilakukan pada saat penanganan pasca penetasan di hatchery 1 PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekan Baru, mulaidaripengumpulan
DOC
sampaipengirimansehinggalebihmudahbilamengaplikasikannyadalamduniakerja.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penetasan Penetasan adalah kegiatan pengeraman (setter) dan penetasan (hatcher) HE untuk menghasilkan bibit ayam untuk keperluan sendiri atau untuk diperjualbelikan (Dirjen Peternakan, 2008). Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai telur pecah menghasilkan anak ayam. Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk ayam atau secara buatan (artifisial) menggunakan mesin tetas. Bagi beberapa spesies, penetasan secara alami merupakan cara penetasan paling efisien. Namun, bagi ayam, kalkun, dan itik, cara penetasan buatan lebih menguntungkan untuk tujuan ekonomis (Suprijatna, Atmomarsono dan Kartasudjana, 2008). Keberhasilan penetasan buatan tergantung banyak faktor, antara lain telur tetas, mesin tetas, dan tatalaksana penetasan (Suprijatna et al., 2008). Walaupun pada kondisi yang baik tetapi pada periode penyimpanan telur yang semakin lama tersimpan yaitu lebih dari 6 hari sangat mempengaruhi daya tetas telur. 2.2. Hatching Egg (telur tetas) Telur tetas merupakan telur fertil atau telah dibuahi, dihasilkan dari peternakan pembibit, bukan dari peternakan ayam komersial, yang digunakan untuk ditetaskan. Breeder farm merupakan faktor kunci dalam rangka menghasilkan telur tetas yang berkualitas baik untuk menghasilkan anak ayam sebagai bibit pedaging. Breeder farm harus mampu melaksanakan pemeliharaan pembibit (breeder) untuk menghasilkan telur tetas yang sesuai karakteristik jenis ayam yang dihasilkan. Ayam pembibit harus terbebas dari penyakit, kecukupan nutrisi pakan dan menyediakan lingkungan dalam kandang yang nyaman untuk
terjaminnya perkawinan bagi ayam pembibit. Telur tetas yang digunakan harus berkualitas baik, yaitu memiliki fertilitas yang tinggi dan daya tetas yang tinggi pula. Telur tetas di PT. Charoen Pokphand ini terbagi atas 6 grade dengan masing-masing berat yang berbeda, seperti yang tertera pada Tabel 1 : Tabel 1. Grade HE berdasarkan week of production Strain Ross Minggu
Grade
Kategori/berat (gr)
0-2
B1
<45
1-3
B2
45-49,9
4-5
B3
50-54,9
6-10
A1
55-61,9
11-15
A2
62-68,9
16 up Sumber : SOP Hatchery, 2015
A3
>69
2.3. Mesin Tetas Pada hakekatnya mesin tetas merupakan sebuah peti atau lemari dengan konstruksi yang dibuat sedemikian rupa sehingga panas di dalamnya tidak terbuang. Suhu di dalam ruangan mesin tetas dapat diatur sesuai ukuran derajat panas yang dibutuhkan selama periode penetasan. Prinsip kerja penetasan dengan mesin tetas ini sama dengan induk unggas.
Keberhasilan penetasan telur dengan mesin tetas akan tercapai bila memperhatikan beberapa perlakuan sebagai berikut: 1. Telur tetas ditempatkan dalam mesin tetas dengan posisi yang tepat. 2. Panas (suhu) dalam ruangan mesin tetas selalu dipertahankan sesuai kebutuhan unggas. 3. Telur dibolak-balik beberapa kali sehari pada saat-saat tertentu selama proses pengeraman. 4. Ventilasi harus sesuai agar sirkulasi udara di dalam mesin tetas berjalan dengan baik. 5. Kelembaban udara di dalam mesin selalu dikontrol agar sesuai untuk perkembangan embrio dalam telur (Paimin,2002). 2.4. Manajemen Penetasan Tata laksana penetasan yaitu suatu rangkaian kegiatan mulai dari persiapan mesin tetas, pemasukan telur ke dalam mesin tetas, kegiatan rutin selama penetasan, sampai pada pembersihan mesin tetas setelah penetasan(Suprijatna et al., 2008). Telur yang telah diseleksi dan memenuhi persyaratan segera dimasukkan ke dalam mesin tetas. Namun, bila harus disimpan terlebih dahulu, penyimpanannya harus benar dan di tempat yang memenuhi persyaratan (Suprijatna et al., 2008). Sebaiknya temperatur ruang penyimpanan telur adalah 650F (18,30C) dan kelembaban ruang penyimpanan telur sekitar 75-80% (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Menempatkan telur pada temperatur rendah, seperti misalnya pada suhu pembekuan sebelum telur-telur dieramkan akan merusak kehidupan untuk tujuan penetasan. Namun demikian, telur telur yang
disimpan pada temperatur 20-350C masih dapat berkembang terbatas, tetapi kemampuan selanjutnya untuk tetap hidup sangatlah rendah. Meskipun pada kondisi optimum, telur akan cepat turun daya tetasnya yang tinggi bila periode simpan sebelumnya lebih lebih dari 7 hari (Blakely dan Bade, 1991). Inkubator harus difumigasi terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk mencegah timbulnya penyakit menular melalui penetasan. Bahan yang baik dipergunakan dalam fumigasi adalah formalin 40% yang dicampur dengan KmnO4 dengan dosis pemakaian sebagai berikut : 40cc formalin 40% + 20 gram, digunakan untuk ruangan bervolume 2,83 m3 (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Selama
proses
penetasan
harus
diusahakan
seminim
mungkin
adanya
mikroorganisme. Namun program desinfeksi kadang juga dapat menyebabkan kematian embrio. Hal ini disebabkan oleh karena jenis desinfektan yang kurang tepat, atau dosisnya yang terlalu tinggi, atau pelaksanaan desinfeksi yang tidak benar. Jenis desinfektan yang banyak digunakan pada proses penetasan adalah fumigasi dengan gas formaldehyde. Gas formaldehyde sangat efektif untuk membunuh mikroorganisme, antara lain, bakteri gram +/-, virus, jamur bahkan protozoa. Gas formaldehyde yang lazim diterapkan adalah dihasilkan dari pencampuran kalium permanganate (KMnO4) dengan formalin (Mahfudz, 2006). Telur ayam akan menetas pada penetasan buatan (menggunakan mesin tetas bila tersedia temperatur sekitar 95-1050F (35-40,50C) (Suprijatna et al., 2008). Selama proses pengeraman dan penetasan, ventilasi memegang peranan penting sebagai sumber oksigen untuk bernafas. Ventilasi juga menjadi kunci penyeimbang antara kelembaban dan suhu. Jika ventilasi lancar maka kelembaban
bisa berkurang, namun jika ventilasi terhambat maka suhu mesin akan meningkat (Hartono dan Isman, 2010). Proses pengeraman dilakukan menggunakan mesin setter pada hari 18 hari pertama. Pada mesin ini telur disusun menggunakan egg tray khusus dengan posisi bagian tumpul telur diatas (Rahayu et al., 2011). Telur sebaiknya diputar 450 dengan total pemutaran 900 dan ini memberikan hasil yang memuaskan. Jumlah pemutaran telur dalam inkubator cukup 3-4 kali perhari, sampai dengan hari ke – 18. Pemutaran ini dimaksudkan agar permukaan yolk (kuning telur) tidak melekat pada membran kulit telur (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Candling adalah istilah yang digunakan untuk meneropong telur. Tujuannya untuk mengetahui kondisi fertil (dibuahi oleh ayam jantan) atau tidaknya telur (infertil). Proses candling dilakukan dengan menggunakan sinar lampu, bila telur dibuahi / fertil maka akan terlihat gurat-gurat darah tetapi jika tidak dibuahi, telur akan terlihat bening. Candling biasanya dikerjakan pada hari terakhir telur berada pada mesin inkubator (pengeram), yaitu umur 18 hari akhir atau awal 19 hari (Rahayu et al., 2011). Frekuensi pemeriksaan / peneropongan telur selama penetasan cukup tiga kali yaitu pada hari ke-5 atau ke-7, pada hari ke-14 dan pada hari ke-3 sampai ke-2 menjelang telur menetas (Suprijatna et al., 2008). Hatcher adalah tempat menyimpan telur yang sedang dieramkan dalam mesin tetas mulai hari ke 19 sampai dengan hari 21 (Kartasudjana, 2001). Proses hatching dilakukan dengan menggunakan mesin hatcher. Pada mesin ini telur yang fertil diletakkan dengan posisi horisontal menggunakan nampan khusus untuk troley hatcher. Mesin ini memerlukan suhu 98,80F dan kelembaban hari ke
– 19 sekitar 55-60% serta hari ke 20 – 21 kelembaban sekitar 80%. Pada mesin hatcher tidak ada turning (Rahayu et al., 2011). 2.5. Daya Tetas Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan telur untuk menetas. Daya tetas dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pertama membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dieramkan, dan kedua membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil (dibuahi). Daya tetas sangat berpengaruh terhadap kualitas telur tetas. Faktor yang mempengaruhi daya tetas (hatchability) adalah dari breeding farm sendiri (nutrisi yang diberikan kepada induk, penyakit, infertilitas, kerusakan telur dan penyimpanan) dan unit penetasan (higienitas, manajemen inkubasi, mesin setter dan mesin hatcher). Daya tetas (hatchability) terjadi pada telur–telur tetas yang mengalami penyusutan 10,90% -11,10% setelah 18 hari masa inkubasi diruang setter (Sudaryani dan Santoso, 2002). Penyimpanan sampai hari ke-4 tidak begitu mengurangi daya tetas telur, akan tetapi waktu penyimpanan lebih dari 4 hari maka daya tetas telur ayam akan turun (Zakaria, 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya daya tetas, antara lain cara atau metode penetasan, pengaturan suhu inkubator, kebersihan telur, pengumpulan dan penyimpanan telur, ukuran dan bentuk telur dan faktor-faktor lainnya.
III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) penulis laksanakan di Unit Hatcery PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekan Baru 1 yang beralamat di Jln. Siak II Km 16, Desa Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Kota Pekan Baru, Provinsi Riau. Kegiatan magang dimulai pada tanggal 16 Maret s/d 31 Mei 2015. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1. Alat Alat yang digunakan untuk fasilitas di Hatchery 1 adalah mesin setter Pasreform, mesin hatcher Pasreform, alat kebersihan, alat candling, alat transfer (vacum), alat pull chick, 3.2.2. Bahan Bahan yang digunakan adalah textrol, clinafarm,formaline, forcent, bromoquad,alkohol 70%,vaksin( Volvac ND Con.V, Bursaplex, Genta Ject 10% untuk vaksin broiler dan Marexs untuk vaksin layer). 3.3 Pelaksanaan Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mengikuti semua kegiatan di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekanbaru Riau. Sedangkan untuk metode pengambilan data, data yang sudah diperoleh dari perusahaan disusun kembali sesuai dengan literatur tanpa mengubah data perusahaan.
3.3.1. Biosecurity dalam Hatchery Biosecurity merupakan sebuahsistemuntukmencegah (meminimalisir) kontakdenganagenpenyakitbaikklinismaupunsubklinisdengantujuanmengoptimalk anproduksi. Adapun sistem biosecurity yang harus dilalui ketika akan masuk kedalam area Hatchery adalah sebagai berikut: a. Lapor petugas, mengisi buku kunjungan dan mendapat izin masuk b. Memasuki dan melewati spray room, barang tidak tahan air disanitasi dengan sinar UV pada box UV.Kendaraan masuk melalui car spray c. Sanitasi kedua memasuki Hatchery dengan melepas pakaian, mandi dan keramas d. Menggunakan pakaian perusahaan 3.3.2. Penerimaan HE (hatching egg) dan seleksi telur tetas Telur tetas yang diterima oleh unit Hatchery 1 Pekanbaru berasal dari farm 1 Patapahan, farm 2 Lipat kain, farm 3 Bangkinang. Penerimaan telur dimulai ketika telur tetas yang diantar melalui mobil box pengantar telur datang di hatcher, kemudian telur dibongkar diruang penerimaan HE. Telur yang diterima dari farm ini sudah dibedakan antara farm flock, strain serta grade . Setelah dibongkar HE difumigasi baru kemudian disusun diruang penyimpanan berdasarkan farm flock, strain dan grade. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahfudz (2006) yang menyatakan bawa desinfeksi pada proses penetasan telur bukan hanya sebagai pelengkap pada pembersihan mesin tetas, tetapi merupakan rangkaian sistem sanitasi dan memiliki peran yang sangat penting untuk menekan perkembangan mikroorganisme dan meningkatkan daya tetas telur. Hal ini dapat dimengerti, karena pada proses
penetasan, temperature pengeraman sangat sesuai dengan temperatur untuk pertumbuhan mikroorganisme. 3.3.3. Fumigasi dan penyimpanan telur tetas Fumigasi bertujuan untuk meminimalis dan mensterilisasi pertumbuhan mikroorganisme yang berada pada telur terutama kerabang telur dan peralatan pengangkutan seperti tray dan troly sebelum masuk ruang penyimpanan telur colling room. Dosis yang digunakan yaitu 75 gram forcent + 150 ml formaline/5 m3. Gas yang terbentuk dari reaksiformalin dan forcent dalam ruangan diratakan dengan kipas dengan tujuan agar dapat menjangkau seluruh sudut dan sela-sela telur di dalam ruang. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa fumigasi yaitu dua bagian larutan formalin dalam mililiter dicampur dengan kristal KmnO4 dalam gram. Pada penetasan secara modern untuk usaha komersial (hatchery), dosis fumigasi ini disesuaikan dengan besarkecilnya ruangan dan tujuannya. Telur yang telah difumigasi dipindahkan ke dalam ruang penyimpanan. Ruang penyimpanan berfungsi untuk peyimpanan telur tetas sementara sebelum telur tetas masuk setter. Ruang penyimpanan tertutup rapat dan dilengkapi dengan AC yang berfungsi menjaga suhu didalam ruang agar tetap sejuk sehingga selama penyimpanan, telur tetas tidak mengalami perkembangan embrio serta penyeragaman embrio dengan demikian diharapkan embrio akan menetas secara serentak. Suhu di dalam ruang penyimpanan yaitu ± 16 – 18oC. Telur disimpan didalam ruang penyimpanan telur selama ± 5 hari . Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa penyimpanan ruang penetasan yang baik yaitu ruang harus bersih, sejuk, suhu berkisar 18 oC, kelembaban 75-
80%, posisi ujung tumpul berada diatas, dan penyimpanan maksimal dua minggu. Hartono dan Isman (2010) menyatakan bahwa daya tetas telur menurun sangat cepat setelah berumur 7 hari, karena itu penyimpanan telur sebelum masuk kedalam mesin tidak boleh melebihi umur tersebut. 3.3.4.Setting egg Setting egg pada mesin setter yaitu kegiatan memasukkan telur tetas dari ruang penyimpanan telur tetas yang telah disett pada troly dan memasukkan dalam mesin inkubator (setter). Telur yang telah dimasukkan kemudian pintu ditutup dan melakukan pengecekan turning untuk mengetahui bahwa tidak ada tray dalam troly dalam yang masih kurang tepat dan mengetahui mesin turningberjalan normal. Setting telur dilakukan 4 kali dalam satu minggu yaitu hari minggu, senin, rabu dan kamis yang dilakukan oleh petugas mekanik. 3.3.5Preheat Preheat merupakan perlakuan yang diberikan kepada HE sebelum dimasukkan ke dalam mesin setter dengan tujuan mencegah shock temperatur karena perpindahan dari lingkungan dingin ke lingkungan panas, serta untuk menaikkan temperatur HE agar sewaktu dimasukkan kedalam mesin setter tidak menyebabkan turunnya temperatur mesin terlalu lama. Preheat ditujukan agar telur ketika mulai dieramkan suhu telur suhunya tidak meningkat terlalu drastis dan embrio dalam telur tidak shock dengan lingkungan mesin setter yang hangat sehingga perlu penyesuaian dikondisikan dengan suhu ruangan. Temperatur yang digunakan selama preheat adalah 28º s/d 36 ºC selama 12 s/d 18 jam.Waktu yang dibutuhkan untuk proses preheat yaitu 18 jam.
Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010), jika telur tetas akan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan akan dimasukkan ke dalam mesin tetas maka telur tersebut harus bebas dari kondensasi atau pengembunan pada permukaan kulitnya. Kondensasi terjadi karena kelembapan yang tinggi dan temperatur yang rendah selama penyimpanan. Titik-titik air ini perlu dihilangkan karena kemungkinan mengandung bakteri di dalamnya yang dapat menyebabkan rusaknya telur dan menurunkan daya tetasnya. Kondensasi dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut. a. Mengurangi kelembapan penyimpanan sesaat sebelum telur dikeluarkan. b. Meningkatkan temperatur ruangan penyimpanan agar menguap dengan cepat. Menurut SOP Hatchery Pekan Baru 1, sebelum masuk ke dalam mesin tetas, telur harus mengalami pemanasan dulu pada temperatur 28°C dalam jangka waktu 4 jam harus tercapai. Preheat dilakukan selama 12-24 jam dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan embrio. Jika telur dari ruang penyimpanan langsung dimasukkan ke dalam mesin tetas akan segera turun. Hal ini akan menyebabkan telur yang telah berada dalam mesin tetas menjadi lambat menetas. 3.3.6. Periode pengeraman Masa pengeraman dalam mesin setter dilakukan selama 18 hari dengan temperatur dan kelembabanyang diatur secara otomatis oleh mesin melalui bok panel mesin. Suhu selama proses pengeraman harus senantiasa konstan sesuai dengan standar suhu yang ditetapkan oleh perusahaan dan dicek setiap 4 jam agar suhu dan kelembaban tetap terkontrol. Pengaturan temperatur di mesin setter merk Pasreform ini berdasarkan target temperatur output yang diukur setiap pagi
hari sekali, dimana target temperatur output yang mesti dicapai tertera sebagai berikut: -
24 jam sebelumtransfer 100,0/ 100,1 ºF
-
1 jam sebelumtransfer 100,1/ 100,2 ºF
-
5 jam sesudahtransfer 99,8/ 99,9 ºF
-
24 jam sesudahtransfer 99,8/ 99,9 ºF
-
daily (harian) 99,8/ 99,9 ºF ( SOP Hatchery, 2015 ) Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al. (2011) yang menyatakan
bahwa suhu dan kelembaban pada mesin inkubator harus dijaga agar tetap stabil, suhu yang ideal berkisar 99,5 - 1000F. Selama masa pengeraman mesin secara otomatis akan melakukan turning atau pemutaran telur setiap satu jam sekali dengan kemiringan sudut sebesar 450 dengan posisi telur ujung tumpul di atas . Arah pemutaran atau turning telur tetas yaitu ke kanan dan kekiri sehingga satu kali putaran penuh sudut putarnya sebesar 45°. Pemutaran telur bertujuan untuk meratakan suhu dan kelembaban pada seluruh permukaan yang diterima telur tetas sehingga tidak terjadi penempelan embrio pada kerabang yang diakibatkan dari suhu yang tidak merata. Pemutaran telur secara otomatis oleh mesin dilakukan sampai umur 18 hari selama proses pengeraman. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) yang menyatakan bahwa posisi dan pembalikan telur selama inkubasi sangat penting dilakukan untuk memperoleh daya tetas yang tinggi. Posisi telur selama inkubasi, sebaiknya bagian tumpul diletakkan disebelah atas. Telur sebaiknya diputar 45 0 dengan total pemutaran 900 dan ini memberikan hasil yang memuaskan. Jumlah pemutaran
telur cukup 3-4 kali per hari, sampai hari ke-18. Pemutaran telur ini dimaksudkan agar permukaan yolk tidak melekat pada membran kulit telur. 3.3.7. Penimbangan weight loss (susut bobot) Weight lossadalahkehilanganbobottelur yang terjadiselama 18 hari HE diinkubasididalammesinsetter.Sehingga HE yang telah berumur 18 hari ditimbang lagi berat telurnya. Rumus mengukur weight lost adalah sebagai berikut: Weight lost = beratawal – beratakhir × 100% beratawal Menurut SOP Hatchery standarweight loss yang baikadalah 12 s/d 14%.Pada kegiatan pengukuran weight lost, sampel diambil pada kereta setter kanan, rak nomor 22 dan pada kereta setter kiri pada rak nomor 67 (data ditimbang pada waktu setting, transfer dan pullchick). 3.3.8. Transfer dan candling telur tetas Transfer merupakan kegiatan yang dilakukan untuk transit HE dari mesin setter ke mesin hatcher pada umur 444 jam. Pada saat transfer ini diculling HE yang infertil, busuk, kosong dan HE yang explode. Untuk HE yang infertil disusun pada tray yang kemudian pada konsumen yang membeli untuk pakan ternak.Pada mesin Jamesway telur yang dilakukan transfer yaitu bagian belakang mesin setter karena telah berumur 444 jam sedangkan bagian depan telur yang masih baru (SOP Hatchery, 2015). Telur hasil candling yang infertil langsung dimusnahkan. Telur tetas yang busuk, dikumpulkan dalam tong untuk dibuang ditempat pembuangan yang telah disediakan. Telur yang sudah dilakukan candling dipindahkan kedalam hatcher dilanjutkan untuk proses penetasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al.(2011) yang menyatakan bahwa proses candling dilakukan diluar mesin tetas,
setelah terpisah antara telur fertil dan infertil maka telur fertil dimasukkan kedalam mesin tetas. Candling dilakukan pada umur telur 4-7 hari dalam mesin dan diulang lagi menjelang dipindahkan ke mesin hatcher. 3.3.9. Manajemen mesin hatcher Mesin hatcher merupakan mesin penetas HE dari umur 18,5 s/d 21 hari. Pengaturan sett point temperatur hatcher adalah 97,8 s/d 94 °F dengan tingkat humidity 50 s/d 76 %.Di dalam hatcher HE tidak lagi mengalami turning. Sanitasi ruang hatcher yang sedang beroperasi juga sangat penting, yaitu dilakukan dengan menggunakan larutan formalin 50 % sebanyak 1 liter dengan dosis pemberian 2 kali perhari. Setelah 3 hari lamanya HE di dalam hatcher, maka HE akan menetas menjadi anak ayam. Jika 95 % sudah menetas, maka siap dilakukan kegiatan pullchick. Pada 3 hari terakhir menjelang telur menetas ini kadar kelembaban yang diberikan dinaikkan dari biasanya, karena apabila kelembaban rendah akan menyebabkan anak ayam sulit untuk memecah kulit telur karena lapisan kulit menjadi keras dan berakibat anak ayam melekat atau lengket diselaput bagian dalam telur dan akhirnya mati. 3.3.10. Pull Chick Pull chick merupakan suatu rangkaian kegiatan dimulai dari pengeluaran DOC dari hatcher, pemindahan DOC dari bok plastik pada troly ke dalam bok karton yang telah dirakit dan memisahkannya dari sisa-sisa proses penetasan (cangkang telur dan telur yang tidak menetas) lalu diteruskan dengan proses grading dan seleksi.
Kegiatan Pull chick dilakukan 4 kali dalam satuminggu bersamaan dengan waktu setting yaitu pada hari senin, selasa, kamis dan jum’at. Pengeluaran DOC dari dalam hatcher menuju ruang pullchick oleh mekanik. Suprijatna et al. (2008) menyatakan bahwa anak ayam yang menetas jangan tergesa-gesa dikeluarkan dari mesin tetas. Biarkan dahulu sampai bulunya kering dan dapat berdiri tegak untuk mencegah terjadinya cacat. Setelah dikeluarkan dari mesin tetas, tempatkan anak ayam pada bok atau kotak kardus yang telah dipersiapkan. DOC yang siap di lakukan seleksi setelah proses pullchick. Adapun tahapan proses yang dilakukan selama kegiatan pullchick adalah sebagai berikut: a. Persiapan sebelum pullchick Yaitu mempersiapkan box DOC yang sudah dirakit, kemudian membersihkan shellpad, ruang DOC dan mengecek blower. b. Kegiatan selama pullchick Kereta hatcher ditarik dan dikeluarkan dari mesin hatcher selanjutnya dibawa ke ruang DOC untuk segera digrading. c. Grading Seleksi anak ayam yang baru menetas merupakan pemisahan antara anak ayam dengan kualitas baik dan yang tidak baik, untuk selanjutnya anak ayam yang tidak baik akan diafkir (Suprijatna et al., 2006). Seleksi terhadap DOC yang dihasilkan sangat perlu dilakukan supaya mortalitas ayam broiler rendah, lebih mudah dikelola, menghemat biaya pengobatan, dan keuntungan yang diperoleh lebih baik.
Grading DOC berdasarkan: 1. DOC saleable, yaitu DOC yang mempunyai nilai jual dengan kriteria: mata jernih bersinar, bulu, paruh, dan kaki berwarna kuning cerah, navel atau pusar menutup sempurna, serta gerakan fisik lincah dan seragam. 2. Yellow navel, yaitu DOC yang masih mempunyai nilai jual, tetapi termasuk kategori second production dengan harga jual rendah. Kriteria yang termasuk DOC YN adalah DOC yang bagian pusarnya berwarna kuning. Biasanya pertumbuhan yang diberikan DOC ini tidak sebaik DOC salable. 3. DOC culling, yaitu DOC yang dikeluarkan dan tidak mempunyai daya jual. Kriteria DOC ini adalah DOC yang cacat, lumpuh, black navel (adanya gumpalan hitam pada bagian pusar), dehidrasi, bloody (berdarah), string navel (tali pusar), wet neck, under grade (ukuran sangat kecil) dan bulu keriting.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Data infertile, explode, lossdan jumlah telur yang ditetaskan
Tabel 2. Persentase telur infertil, explode, lossdan jumlah telur yang masuk hatcher Strain dan Grade
Total Sett
Infertil
Jml
%
Explode
Jml
Loss
%
Jml
Jumlah telur yang masuk hatcher %
Jml
%
RS A3
9600
990
10.31
60
0.63
22
0.23
8528
88.83
RS A2
9600
1270
13.23
105
1.09
23
0.24
8202
85.43
RS A1
9600
1050
10.94
50
0.52
23
0.24
8477
88.30
Data DOC hasil culling, DIS, saleable, yellow naveldan hatchability
Tabel 3. Persentase DOC culling, DIS, saleable, yellow navel dan hatchability Jumlah telur yang masuk hatcher
Jmlh
%
Jmlh
%
Jmlh
%
Jmlh
%
Jmlh
%
RS A3
8528
129
1.65
723
8.47
7676
98.34
8
0.10
7805
91.52
RS A2
8202
129
1.72
729
8.88
7344
98.27
6
0.08
7473
91.11
RS A1
8477
128
1.64
699
8.24
7650
98.35
6
0.07
7778
91.75
Strain dan Grade
Culling
DIS
Saleable
YN
Hatchability
Catt: Hatchability dihitung dari jumlah telur yang masuk mesin hatcher
4.2. Pembahasan 1. Telur Infertil Data telurinfertil
yang didapat selama proses PKPM berlangsung yaitu
10.31% grade A3, 13.23% grade A2, dan 10.94% pada grade A1. Dari data tersebut dapat dilihat persentase telur infertil paling tinggi pada grade A2. Hal ini disebabkan oleh penanganan dan manajemen parent stock yang menghasilkan telur tetas tersebut selama di Breeding Farm. Fertilitas telur tetas dipengaruhi oleh ada tidaknya pejantan dan betina melakukan perkawinan. Jika betina dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan itu fertil, sebaliknya jika betina tidak sempat dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan infertil dan tidak akan menghasilkan bibit. Fertilitas diartikan sebagai persentase jumlah telur fertil berdasarkan jumlah telur yang dierami. Secara alami, fertilisasi terjadi di infundibulumsekitar 15 menit sebelum ovulasi. Sperma bergerak sepanjang oviductselama 30 menit untuk mencapai infundibulum, apabila belum ada telur yang terbentuk. Gerakan sperma dibantu oleh cilia dari oviduct, antiperistaltik otot, dan mortilitas sperma. Telur infertil adalah telur yang tidak ada bibit di dalamnya. Mengetahui telur yang infertil atau fertil dilakukan terlebih dahulu proses pengeraman baik menggunakan induk ayam maupun dengan menggunakan mesin tetas. Kemudian dilakukan proses candling pada umur pengeraman 4, 8, 12, dan 18 hari. Tetapi pada PT. Charoen Pokphand proses candling hanya dilakukan pada hari ke 18, yaitu pada proses transfer dari mesin setter ke hatcher. Alasan perusahaan melakukan candling pada hari ke 18 untuk penghematan waktu dan biaya tenaga kerja.
2. Telur Explode Telur explode adalah telur yang busuk karena proses pembusukan yang terjadi di dalam mesin setter pada saat proses pengeraman. Ini disebabkan oleh temperatur dan kelembaban di dalam mesin yang tinggi. Dapat dilihat pada Tabel 2persentase telur explodegrade A3 yaitu 0,63%, grade A21.09 % dan A1 0.52 %. Parli, 2013 menyatakan bahwa standar telur explodeuntuk satu kali produksi adalah 10 %. Faktor yang menyebabkan telur explode diantaranya adalah pengaruh kebersihan telur, kelembaban pada mesin tetas dan suhu yang fluktuasi.Selain suhu dan kelembaban yang berpengaruh terhadap telur explode adalah keseragaman berat telur karena berat telur yang berbeda akan membutuhkan suhu dan kelembaban yang berbeda. 3. Loss (HE yang hilang) Loss merupakan telur yang busuk dan explode (meledak) yang telah dibuang pada saat masa pengeraman. Tabel 2 menunjukkanpersentase HE yang loss (hilang) pada grade A3 0,23%, grade A2 0,24% dan grade A1 0,24%. Hal ini disebabkan oleh adanya telur yang meledak atau busuk pada saat masih berada di dalam mesin setter, sehingga telur ini harus dibuang agar telur yang lain tidak terkontaminasi . Selain itu proses setting juga sangat berpengaruh, karena apabila setting tidak dilakukan dengan hati-hati maka telur bisa saja terjatuh dari kereta.
4. DOC Culling DOC culling, yaitu DOC broiler yang dikeluarkan dan tidak mempunyai daya jual. Tabel 2 menunjukkan jumlah dan persentaseDOC culling telur grade A3 129 ekor dengan persentase 1,65 %, grade A2 129 ekor dengan persentase 1,72 %, dan grade A1 128 ekor dengan persentase 1,64 %. Adapun kriteria DOC ini adalah cacat, lumpuh, black navel (adanya gumpalan hitam pada bagian pusar), dehidrasi, bloody (berdarah), string navel (tali pusar), wet neck, under grade (ukuran sangat kecil) dan bulu keriting (SOP hatchery, 2015).Hal ini disebabkan oleh pengaturan sett point mesin hatcher, DOC yang tidak mampu keluar dari cangkang akibat kurang nutrisi dari induk, tingginya temperatur sehingga DOC lengket pada cangkang, embrio yang mati dalam cangkang. 5. DIS (Dead In Shell) Dead in shell adalah bibit yang mati dalam cangkang pada saat proses penetasan atau bibit yang tidak bisa keluar dari cangkang pada proses penetasan. Karena suhu dan kelembaban tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga penguapan tidak sempurna. Tabel 2 menunjukkan persentase DIS grade A3 8,47 %, grade A2 8,88 %, dan grade A1 8,24 %. Rusandih (2001) menyatakan kebanyakan embrio (telur itik)yang ditetaskan ditemukan mati antara hari ke-22 sampai ke-27 selama inkubasi. Pada telur ayam DIS ini biasanya terjadi pada hari ke-18 sampai hari ke-20. Hal ini disebabkan karena kesalahan posisi selama berkembang sehingga menghambat embrio tersebut keluar dari kerabang.
6. DOC Saleable (layak jual) DOC saleable, yaitu DOC broiler yang mempunyai nilai jual.Tabel 2 menunjukkan jumlah dan persentase DOC saleablegrade A3 yaitu 7676 ekor dengan persentase 98,34%, grade A2 7344 ekor dengan persentase 98,27 dan grade A1 7650 ekor dengan persentase 98.35 %. Adapun kriteria DOC saleable sebagai berikut : mata jernih bersinar, bulu, paruh, dan kaki berwarna kuning cerah, navel atau pusar menutup sempurna, serta gerakan fisik lincah dan seragam serta memiliki berat >47 gram grade A3, 42-46.9 gram grade A2 dan 37-41.9 gram grade A1 (SOP Hatchery,2015) Dari data diatas dapat dilihat grade yang menghasilkan DOC saleable terbanyak adalah grade A3 yaitu sebanyak 7676 ekor. Hal ini dikarenakan ukuran telur yang besar maka DOC yang dihasilkan akan besar pula. Yang mana konsumen lebih banyak menginginkan atau menyukai
DOC yang memiliki
ukuran besar. 7. Yellow Navel (YN) Yellow navel
adalah DOC yang masih mempunyai nilai jual, tetapi
termasuk kategori second production dengan harga jual yang rendah. Tabel 2 menunjukkan jumlah dan persentase DOC yellow navel telur grade A3 yaitu 8 ekor dengan persentase 0,10 %, grade A2 6 ekor dengan persentase 0,08 % dan grade A1 6 ekor dengan persentase 0,07 %. Adapun kriteria DOC yellow navel ini adalah DOC yang bagian pusarnya berwarna kuning.
8. Daya Tetas Daya tetas merupakan persentase telur yang menetas dari sejumlah telur yang fertil. Daya tetas sangat dipengaruhi oleh jumlahdead embryo, dimana semakin tinggi jumlahdead embryo maka daya tetas yang diperoleh akan semakin rendah. Pada tabel 2 dapat dilihat rata-rata persentase daya tetas telur grade A3 91,52 %, telur grade A2 91,11 %, telur grade A1 91,75 % . Persentase daya tetas di PT Charoen Pokphand Jaya Farm ini sudah menunjukkan angka yang baik. Daya tetas dipengaruhi oleh baik buruknya manajemen yang diterapkan pada hatchery, pemeliharaan breeding yang baik dan sanitasi atau biosecurity yang baik pula. Daya tetas dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pembibitan dan penetasan. Faktor dari perusahaan pembibitan diantaranya breeding, produksi telur, umur induk dan tata laksana pemeliharaan meliputi kondisi kandang dan ransum. Faktor yang berpengaruh terhadap daya tetas dari penetasan adalah suhu dan kelembapan pada colling room, prose pre warm, suhu dan kelembapan pada setter maupun hatcher dan sanitasi serta biosekurity yang diretapkan pada hatchery. Sudaryani dan Santoso (2002) berpendapat bahwa, faktor yang mempengaruhi daya tetas adalah dari breeding farm (nutrisi induk, penyakit, infertilitas, kerusakan telur dan penyimpanan) dan unit penetasan (higienitas, manajemen inkubasi, mesin setter, mesin hatcher).
V.KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Telur tetas yang memiliki HE infertil yang terbanyak adalah HE grade A2 persentase 13.23 % . Sedangkan yang paling sedikit adalah HE grade A3 dengan persentase 10.94 %. 2. Telur tetas yang memiliki persentase explode tertinggi adalah grade A2 dengan persentase 1.09 %. Sedangkan yang terendah adalah grade A1 0.52 %. 3. Telur yang memiliki loss terbanyak adalah grade A2 dan A1 dengan persentase 0.24 %. Sedangkan paling sedikit grade A3 yaitu 0,23 %. 4.Telur tetas yang memiliki persentase DOC culling tertinggi adalah telur grade A2 dengan persentase 1.72 % dan yang terendah telur grade A1 dengan persentase 1.64%. 5.Telur tetas yang memiliki DIS terbanyak adalah gradeA2 dengan persentase 7,59 %. Sedangkan yang paling sedikit grade A1 yaitu 7.28 %. 6. Telur tetas yang memiliki DOC salable terbanyak adalah telur grade A3 dengan jumah 7676 ekor dan yang paling sedikit telur grade A2 dengan jumlah 7344 ekor. 7. Telur tetas yang memiliki daya tetas tertinggi adalah telur grade A1 dengan persentase 91,75 %, sedangkan yang paling rendah grade A2 dengan persentase 91,11 %.
5.2. Saran Mencapai keberhasilanpenetasan telur tetas hal yang perlu diperhatikan adalah penanganan yang baik terhadap telur tetas terutama dalam pemilihan grade, sertapengaturan temperatur dalam inkubator yang sangat mempengaruhi keberhasilan penetasan.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J. dan Bade, D.H. 1991. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Direktorat Jenderal (Dirjen) Peternakan. 2008. Petunjuk Teknis Pelaporan Pembimbitan Ayam Ras. Jakarta. Hartono, T. dan Isman. 2010. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta. Kartasudjana, R. 2001. Penetasan Telur. Direktorat Pendidikan Kejuruan, Jakarta Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Mahfudz, L. D. 2006. Hidrogen Peroksida Sebagai Pengganti Gas Formaldehyde Pada Penetasan Telur Ayam. Jurnal Protein. Paimin, B. Farry. 2002. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya, Jakarta. Rahayu, I., T. Sudaryani, dan H. Santosa. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan GramediaPustakaUtama, Jakarta.
Usaha
PeternakanAyamPedaging.
Rusandih. 2001. Susut Tetas dan Jenis Kelamin Itik Mojosari Berdasarkan Klasifikasi Bobot Badan dan Indeks Telur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Standar Operasional (SOP) Hatchery. 2015. Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand Jaya Farm. Pekanbaru, Provinsi Riau. Sudaryani, T dan H. Santoso. 2002. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya, Jakarta. Suprijatna, E., Atmomarsono, U., Kartasudjana, R. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar swadaya, Jakarta. Zakaria, M. A. S. 2010. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras Terhadap Fertilitas, Daya Tetas Telur Dan Berat Tetas. Jurnal Agrisistem.
Lampiran 1. DOKUMENTASI
Penerimaan HE
Penyimpanan HE di Holding
Uniformity
Penimbangan Weight Lost
Sett HE Jamesway
Sett HE Pasreform
Proses preheat
Proses transfer Jamesway
Proses transfer Pasreform
Pencucian kereta setelah transfer
Penulisan label customer
Perakitan box
Penempelan segel disamping box
Debeaking DOC layer
Vaksinasi spray
Grading DOC
Vaksinasi Inject
Packing box DOC
DOC box polos (YN)
Box DOC layer betina
Delivery DOC
Box DOC broiler salable
Box DOC layer jantan
Telur Grade A3
DOC salable
Telur Grade A2
DOC hasil culling
Lampiran 2. Daily Report Hatchability
Strain dan grade
Total setting
Infertil
Jmlh
Explode
Jumlah HE yang masuk dalamHatcher
Loss
Culling
DIS
%
Jmlh
%
Jmlh
%
Jmlh
%
Jmlh
%
Jmlh
%
RS A3
9600
990
10.31
60
0.63
22
0.23
8528
88.83
129
1.65
723
8.47
RS A2
9600
1270
13.23
105
1.09
23
0.24
8202
85.43
129
1.72
729
8.88
RS A1
9600
1050
10.94
50
0.52
23
0.24
8477
88.30
128
1.64
699
8.24
Catt :
Persentase infertil, explode dan loss dihitung berdasarkan total setting.
Persentase culling, DIS dan saleable dihitung berdasarkanjumlah HE yang masuk dalam Hatcher.
Persentase Yellow navel dihitung berdasarkan jumlah saleable.
Persentase Hatchability dihitung berdasarkan jumlah culling dan saleable.
Lampiran 3. Sejarah perusahaan PT. Charoen Pokphan Jaya Farm Unit Hatchery Pekanbaru merupakan anak perusahaan dari PT. Charoen Pokphan Group, sebuah perusahaan besar di Thailand yang bergerak di berbagai bidang peternakan. Perusahaaan ini masuk ke Indonesia pada tahun 1972 dengan mendirikan pabrik pertama kali di ancol, Jakarta dengan nama PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Guna memenuhi kebutuhan DOC di Indonesia, maka didirikanlah hatchery dengan nama PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit Hatchery Pekanbaru Riau, yang sampai sekarang perusahaan ini masih aktif berproduksi dan memenuhi kebutuhan DOC broiler dan layer untuk wilayah Sumatera Barat, Riau dan Jambi. PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit Hatchery Pekanbaru terletak di Jln. Siak 2 Km. 16 desa Umban Sari Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru. Fasilitas yang disediakan perusahaan ini adalah mess staff dan karyawan, kantor administrasi, pos security, area parkir, kantin, bengkel, kantor utama, mushola, lapangan olahraga serta ruangan biosecurity. Terdapat 2 jenis mesin penetasan di hatchery ini, yaitu 20 unit mesin inkubasi (setter) Jamesway dan 6 unit mesin Pasreform. Struktur organisasi di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit Hatchery Pekanbaru yaitu dipegang oleh posisi manager, dimana manager membawahi supervisor, teknisi, koorlap (koordinasi lapangan) dan bidang personalia. Supervisor terdiri dari empat orang yaitu supervisor holding room, supervisor setter, supervisor mekanik, dan supervisor pullchick. Setiap supervisor memiliki tanggung jawab masing-masing sesuai dengan bidang dan penempatannya. Aktivitas semua karyawan dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB dengan waktu istirahat dimulai pada pukul 12.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB. Masing-masing karyawan memiliki libur berdasarkan bagian kerja masing-masing. Karyawan di hathery ini rata-rata lulusan SMA atau SMK dengan gaji yang disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR) daerah setempat. Hatchery unit Pekanbaru memiliki beberapa ruangan yang mempunyai fungsi berbeda. Ruangannya terdiri dari ruangan penyimpanan telur (holding room), ruang fumigasi, ruang preheat, ruang setter dan hatcher, ruang pullchick, gudang box, ruang pencucian alat-alat, kantor, dan mushola.
Lampiran 4.DenahruangdidalamHacthery
Ruang HE infertil
Delivery
Ruang HE infertil
Delivery
RuangCuci Hatcher21-25
RuangCuci Hatcher 1-5
Hatcher6-10
Hatcher 1-5
Hatcher6-10
Setter 1-5
Setter 6-10
Hatcher21-25
Setter 21-26 Setter 1-5 RuangMekanik
RuangMekanik
Kantin
Fumigasi Room
Holding Room
Fumigasi Room
Holding Room
Ruang DOC Ruang DOC
Setter 21-26
Kantin
Transfer room Transfer room
Spray Room Spray Room
Penerimaan HE
Masuk
Penerimaan HE
Masuk
Office
Gudang Box Gudang Box Gudang Gudang Box Barang
Office Keluar Keluar
Fumigasi Room
Penerimaan Fumigasi Room
Penerimaan