DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU
LAPORAN TUGAS AKHIR
Oleh :
ADE SUSTIA NINGSIH BP. 1201373037
PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015
DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU
LAPORAN TUGAS AKHIR
OLEH :
ADE SUSTIA NINGSIH BP. 1201373037
Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md)
PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015
LAPORAN TUGAS AKHIR DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU
Oleh :
ADE SUSTIA NINGSIH BP. 1201373037
Menyetujui : Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Pangan
Dosen Pembimbing
Ir. Setya Dharma, M.Si NIP. 196010061987031003
Ir. Nelzi Fati, MP NIP. 196903101993032001
Mengetahui, Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
Ir. Gusmalini, M.Si NIP. 195711101987032001
LAPORAN TUGAS AKHIR
DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU
Oleh :
ADE SUSTIA NINGSIH BP. 1201373037
Telah diuji dan dipertahankan didepan tim penguji Laporan Tugas Akhir Program StudiPeternakan Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh pada tanggal 11Agustus 2015
TIM PENGUJI
NO
1
2
3
Nama
Yurni Sari Amir, S.Pt, MP
Jabatan
Ketua
Eva Yulia, S.Pt, M.Si
Anggota
Ir. Nelzi Fati, MP
Anggota
Tanda Tangan
KATA PERSEMBAHAN Ya Rabbi… Tanpa izin-Mu takkan hamba dapatkan gelar ini Tanpa izin-Mu takkan mampu hamba melewati semua ujian ini Tanpa cinta, kasih, dan sayang-Mu takkan bisa hamba bertahan hingga detik ini Tanpa ilmu-Mu takkan bisa hamba menjadi seorang yang berilmu Engkau Yang Maha Mengetahui Ya Rabbi… Jangan pernah Engkau padamkan semangat hamba untuk berjuang dalam kebaikan Jangan pernah Engkau sesaatkan jalan hamba untuk menuntut ilmu dunia dan akhirat Jangan pernah Engkau jauhkan hamba dari cahayamu ketika dalam kegelapan Jangan pernah Engkau lemahkan hamba ketika jatuh Ya Rabbi… Istiqmahkan hati hamba dalam pilihan yang baik Berikanlah rahmat, kasih sayang, kemudahan rezeki, kesejahteraan Dunia & Akhirat Kepada orang-orang yang telah membantu, membimbing, mendidik hamba ke jalan lurusmu Sayangilah orang-orang yang menyayangi dan mengasihi hamba Engkau Yang Mana Pengasih dan Penyanyang Aamiin… Tiada daya upaya dan Kekuatan melainkan dengan pertolngan-Mu Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia. Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibundaku tercinta, yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku.,, Ayah,.. Ibu...terimalah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua pengorbananmu.. dalam hidupmu demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan segala perasaan tanpa kenal lelah, dalam lapar berjuang separuh nyawa hingga segalanya.. Maafkan anakmu Ayah,,, Ibu,, masih saja ananda menyusahkanmu.. Dalam silah di lima waktu mulai fajar terbit hingga terbenam.. seraya tangaku menadah”.. ya Allah ya Rahman ya Rahim... Terimakasih telah kau tempatkan aku diantara
kedua
malaikatmu
yang
setiap
waktu
ikhlas
menjagaku,, mendidikku,,membimbingku dengan baik,, ya Allah berikanlah balasan setimpal syurga firdaus untuk mereka dan jauhkanlah mereka nanti dari panasnya sengat hawa api neraka-Mu..
Untukmu Papa (Zulkifli ),,,Ibu (Rosda Helti)...Terimakasih.... we always loving you... ( ttd.Anakmu)
Kepada adik-adikku yang sangat kusayangi Soraya Kifli, Sri Winda Kifli, dan Irfan Hadinata Kifli, terima kasih telah menjadi penyemangat dan sumber inspirasi, motivasi dan doa-doa yang selalu mengiringiku dalam menyelesaikan tugas ini. Besar harapan, kakak dapat menjadi contoh yang baik bagi kalian sehingga kalian mampu manjadi sosok yang jauh lebih baik dari kakak. Terimakasih kuucapkan Kepada teman-teman seperjuangan PETERNAKAN ‘012
“Tanpamu teman aku tak pernah berarti,,tanpamu teman aku bukan siapasiapa yang takkan jadi apa-apa”, buat saudara sekaligus sahabatku, mutiara, Anggun (juna), Rahmat (amaik), dari hati paling dalam kuucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah menjadi bagian dari hidupku selama ini, Mohon maaf atas segala kesalahanku, love you all..
Untuk yang ku sayangi dan ku hormati para dosen Program Studi Peternakan dan yang teristimewa untuk dosen pembimbingku (Ir. Nelzi Fati, MP), terimakasih untuk semua nasehat, bimbingan dan ilmu yang telah ibu berikan, Semoga semua hal yang telah ibu usahakan dan korbankan, baik waktu, tenaga, serta ilmu yang diberikan kepadaku menjadi amal yang terus mengalir pahalanya.
Yang terkasih dan tersayang Zikrullah Hamid, A.Md terimakasih telah hadir menghiasi hari-hari ku, telah menemani dalam suka maupun duka, serta memberikan support dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. makasih juga untuk semua perhatian, pengertian, dan kesabarannya selama ini ya aii..
Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat kupersembahkan kepada kalian semua,,, Atas segala kekhilafan salah dan kekuranganku, kurendahkan hati serta diri menjabat tangan meminta beribu-ribu kata maaf tercurah.
Ade Sustia Ningsih
DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU Oleh: Ade Sustia Ningsih Dibimbing oleh : Ir. Nelzi Fati, M.P Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh RINGKASAN Keberhasilan penetasan secara buatan tergantung pada banyak faktor, antara lain yaitu lama penyimpanan telur tetas, telur tetas, mesin tetas, dan manajemen penetasan. Telur tetas yang telah diseleksi dan memenuhi persyaratan untuk ditetaskan seharusnya segera dimasukkan ke dalam mesin tetas, namun karena keterbatasan kapasitas mesin dan jumlah produksi yang disesuaikan dengan jumlah permintaan maka sebagian telur disimpan dalam jangka waktu lama. Lama penyimpanan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penetasan. Alat dan bahan yang digunakan adalah telur tetas strain Ross dengan umur penyimpanan 3, 7, dan 15 hari sebanyak 4 kereta setter pasreform. Metode pelaksanaan dalam pengambilan data adalah melakukan penerimaan dan pembongkaran HE, fumigasi HE, melakukan pemilihan HE dan penyimpanan dalam holding room, proses sett dan candling HE, proses preheat,inkubasi di dalam mesin setter, proses transfer HE dari mesin setter ke mesin hatcher, dan melakukan kegiatan pullchick. Parameter yang diamati adalah persentase daya tetas, Death in shell (DIS), dan telur busuk (explode). Berdasarkan hasil yang diperoleh, daya tetas teluryang paling tinggi adalah telur tetas yang umur penyimpanannya selama 3 hari yaitu dengan persentase daya tetasnya adalah 93,49%, sedangkan persentase daya tetas terendah adalah telur tetas dengan umur penyimpanan 15 hari yaitu 86,23%. Persentase DIS dan telur busuk terbanyak adalah telur tetas umur penyimpanan 15 hari. Telur tetas yang disimpan selama 3 hari memiliki persentase daya tetas tertinggi dengan jumlah DIS dan telur busuk paling sedikit. Persentase daya tetas telur terendah adalah telur tetas dengan lama penyimpanan 15 hari yaitu86,23%. Jumlah DIS dan explodeterbanyak juga diperoleh dari telur tetas dengan lama penyimpanan 15 hari.
Kata kunci: telur tetas, daya tetas, strain ross,
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Semakin tingginya permintaan masyarakat terhadap ayam pedaging, maka perlu dilakukan suatu usaha untuk menghasilkan day old chick atau DOC yang berkualitas. Bibit ayam pedaging atau yang biasa dikenal dengan broiler berasal dari perusahaan pembibitan (breeding farm) yang ditetaskan di perusahaan penetasan (hatchery). Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk ayam atau secara buatan dengan menggunakan mesin tetas.
PT. Charoen Pokphand Jaya Farm unit
Hatchery 1 Pekanbaru merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang penetasan yang menghasilkan DOC berkualitas yang didukung dengan mesin tetas otomatis berskala besar sehingga dapat menetaskan telur dalam jumlah banyak. Keberhasilan penetasan secara buatan tergantung pada banyak faktor, antara lain yaitu telur tetas, mesin tetas, manajemen penetasan, dan penyimpanan telur tetas. Telur tetas yang telah diseleksi dan memenuhi persyaratan untuk ditetaskan seharusnya segera dimasukkan ke dalam mesin tetas, namun karena keterbatasan kapasitas mesin dan jumlah produksi yang disesuaikan dengan jumlah permintaan, maka ada sebagian telur yang disimpan dalam jangka waktu lama. penyimpanan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penetasan.
Lama Menurut
Blakely dan Bade (1991), bahwa meskipun pada kondisi optimum telur akan turun daya tetasnya bila periode penyimpanan sebelumnya lebih dari 7 hari. Penyimpanan telur tetas yang lama berakibat pada daya tetas yang rendah, kematian embrio, dan menyebabkan telur busuk atau explode.
Telur yang
disimpan lebih lama akan mudah dimasuki oleh bakteri sehingga dapat merusak kualitas telur dan menghambat perkembangan embrio. Berdasarkan hal diatas maka dipilihlah judul tugas akhir ini yaitu Daya Tetas Telur Pada Umur Simpan Berbeda untuk melihat daya tetas DOC yang dihasilkan.
1.2
Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan tugas akhir ini adalah
untuk mengetahui daya tetas telur, kematian embrio, dan telur busuk (explode) berdasarkan umur simpan telur yang berbeda di Hatchery 1 PT. Charoen Pokphan Jaya Farm Pekanbaru. Manfaat yang dapat diperoleh dari Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa ini adalah dapat menambah pengalaman,
meningkatkan keterampilan dan
mengetahui langkah-langkah yang dilakukan pada saat penanganan pasca penetasan di hatchery 1 PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekan Baru, mulai dari pengumpulan
DOC
sampai
pengiriman
mengaplikasikannya dalam dunia kerja.
sehingga
lebih
mudah
bila
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyimpanan telur tetas (Hatching Egg) Penyimpanan telur tetas dilakukan setelah penerimaan hatching egg (HE), semua HE disimpan di ruang penyimpanan atau yang biasa disebut dengan holding room yang bertujuan untuk menyimpan stok HE serta menghambat pertumbuhan embrio. Temperatur ruang penyimpanan HE yang kurang dari 7 hari adalah 18-200C dengan kelembaban 65-68%, sedangkan untuk HE yg berumur lebih dari 7 hari temperatur ruang penyimpanannya adalah 15-170 C dengan kelembaban 75-80%. Dibawah batas tersebut embrio bisa mati dan di atas kisaran suhu tersebut embrio bisa berkembang dan menyebabkan penetasan yang lebih cepat (SOP Hatchery, 2015). Lama penyimpanan telur di holding room akan berpengaruh terhadap telur yang akan ditetaskan, baik itu terhadap daya tetasnya ataupun terhadap kualitas DOC yang dihasilkan.
Telur yang semakin lama disimpan akan berpotensi
terhadap tingginya persentase kematian embrio, dan telur yang busuk atau explode yang disebabkan oleh mikroba masuk ke dalam telur. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sudaryani dan Santoso (1994), bahwa penyimpanan telur sebaiknya tidak lebih dari 6 atau 7 hari agar daya tetasnya tidak menurun. Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010), jika pada saat akan menetaskan telur ternyata mesin sudah penuh maka telur harus disimpan menunggu giliran untuk ditetaskan. Telur tidak boleh disimpan lebih dari satu minggu untuk mempertahankan daya tetasnya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mempertahankan daya tetas telur selama penyimpanan sebagai berikut : 1. Temperatur penyimpanan.
Apabila telur tetas harus disimpan dahulu
sebelum ditetaskan maka temperatur ruangan tempat penyimpanan perlu mendapat perhatian. Sebaiknya temperatur ruang penyimpanan tidak lebih tinggi daripada temperatur untuk perkembangan embrio. Temperatur saat embrio berkembang disebut temperatur pysiological zero, yaitu 750 F (240C).
Apabila temperatur ruangan tempat penyimpanan diatas
temperatur pysiological zero maka telur tetas yang disimpan jika telah dibuahi akan berkembang. Oleh karena itu, ruangan penyimpanan telur harus berkisar 650 F (18,30 C). 2. Kelembaban penyimpanan. Selama penyimpanan, dari bagian dalam telur akan terjadi penguapan yang menyebabkan rongga udara dalam telur menjadi besar. Untuk mencegah penguapan ini dilakukan usaha dengan meningkatkan kelembaban penyimpanan yang baik yaitu 75-80%. 3. Lama penyimpanan. Bila telur terlalu lama disimpan maka daya tetas akan menurun. Oleh karena itu, biasanya telur ditetaskan dalam 2 kali seminggu. Dengan demikian, telur yang dimasukkan ke dalam mesin tetas berumur 1 hari, 2 hari dan 3 hari. Lama penyimpanan telur yang baik yaitu sekitar 1-4 hari, untuk penetasan sebaiknya tidak lebih dari 7 hari. 4. Pemutaran telur selama penyimpanan. Telur yang disimpan lebih dari satu minggu sebaiknya diputar dengan total pemutaran 900. Sementara telur yang disimpan kurang dari satu minggu tidak perlu dilakukan pemutaran.
Tabel 1. Pengaruh lama penyimpanan terhadap daya tetas Lama penyimpanan Daya tetas (%) Kelambatan menetas (jam) 1
88,0
0,0
4
87,0
0,7
7
79,0
1,8
10
68,0
3,2
13
56,0
4,6
16
44,0
6,3
19
30,0
8,0
22
26,0
9,7
25
0,0
11,8
Sumber : North (1984) cit Rahayu dkk (2011) 2.2. Telur tetas Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gizi seperti air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio sampai menetas. Telur yang dapat ditetaskan adalah telur fertil atau yang lazim disebut dengan telur tetas (hatching egg). Telur tetas merupakan telur yang sudah dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh sel jantan, telur tersebut disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya telur tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk dikonsumsi saja. Ayam yang dipelihara sebagai penghasil telur konsumsi umumnya tidak memakai pejantan dalam kandangnya karena telur konsumsi tidak perlu dibuahi. Berbeda dengan ayam bibit yang dipelihara untuk tujuan penghasil telur tetas, di dalam kandang perlu adanya pejantan. Hal ini dimaksudkan agar telur yang dihasilkan fertil, sebab telur yang steril tidak akan menetas.
Namun, dalam
kenyataannya sering dijumpai telur tersebut tidak fertil seluruhnya ( Kartasudjana dan Suprijatna, 2010 ). Semakin baik kualitas telur, semakin besar persentase menetasnya. Baiknya kualitas telur itu sendiri sangat ditentukan oleh pakan ayam semasa proses bertelur dan bahkan jauh semasa sebelum bertelur. Dengan kata lain, pakan dan perawatan ayam betina sangat menentukan kualitas telurnya. Semakin baik pakan dan perawatannya, semakin baik pula mutunya (Riyanto, 2001). Seleksi telur tetas merupakan aktifitas awal yang sangat menentukan keberhasilan dalam suatu penetasan.
Telur tetas harus berasal dari induk
(pembibit) yang sehat dan produktifitasnya tinggi dengan sex ratio yang baik, umur tidak boleh lebih dari seminggu, kualitas fisik telur diantaranya bentuk telur tidak terlalu lonjong atau terlalu bulat, berat atau besar seragam, permukaan kulit halus, tidak kotor dan tidak retak (Rasyaf, 1991). Menurut Fadillah, dkk (2007) penanganan HE yang baik adalah : 1. Melindungi telur dari infeksi bakteri atau jamur.
Upaya yang bisa
dilakukan agar hatching egg terbebas dari bakteri dan jamur diantaranya adalah sangkar harus selalu bersih, telur yang di lantai jangan ditetaskan karena telur tersebut sudah tercemar, telur tetas diambil sebanyak empat kali sehari, dan telur yang sudah terkumpul difumigasi secepat mungkin sebelum dikirim ke hatchery. 2. Menentukan temperatur penyimpanan. Penurunan temperatur harus secara perlahan karena pendinginan yang mendadak akan mematikan embrio. Karena itu 6-8 jam pertama temperatur lingkungan harus 21-270 C sebelum disimpan di ruang pendingin.
3. Mengatur penguapan di dalam telur. Kelembaban akan keluar melalui pori-pori kerabang telur. Kelembaban yang rendah akan menyebabkan tingkat penguapan berjalan cepat. Penguapan yang berjalan sangat cepat akan menurunkan data tetas dan penundaan waktu menetas. 4. Dampak penanganan telur tetas terhadap fertilitas. Perkembangan embrio secara dini baru bisa dilihat pada saat umur 4-5 hari masa pengeraman (inkubasi). Jika manajemen penanganan telur tetas jelek, embrio akan mati (early embryo death) sebelum berumur 4-5 hari pengeraman, akibatnya telur tetas yang fertil sering dikelompokkan ke dalam infertil. 5. Melakukan penyeleksian telur. Telur tetas harus dipisahkan dari telur abnormal baik dari segi bentuk, berat, kerabang, serta kebersihannya. Telur tetas yang ditetaskan harus memiliki berat 50-62 g (tergantung strain ayam), bentuk normal, kerabang telur cukup tebal, bersih, dan tidak retak. 2.3. Penetasan (hatchery) Penetasan adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin tetas yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama mengeram yang bertujuan untuk menghasilkan anak ayam sehari (day old chick). Menurut Paimin (2002), pada hakekatnya ada dua cara penetasan telur, yaitu secara alami (dengan induknya sendiri) dan secara buatan (dengan alat penetas telur). Kapasitas produksi unggas sekali pengeraman hanya sekitar 10-14 butir, akan tetapi untuk mesin tetas sangat bervariasi tergantung kapasitas mesinnya. Semakin meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk daging dan telur asal unggas, maka dibutuhkan bibit atau DOC dalam jumlah yang besar
secara kontiniu, berdasarkan hal tersebut maka berdirinya Hatchery. Hatchery merupakan suatu unit usaha yang menangani proses penetasan telur tetas (hatching egg) dari breeder farm menjadi produk utama berupa DOC dengan kualitas tetas yang terjamin, tentunya hal itu tidak terlepas dari penggunaan mesin dengan teknologi canggih dan peranan manusia terlatih (Paimin, 2002). 2.4. Daya tetas Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan telur untuk menetas. Daya tetas ini dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pertama membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dieramkan, dan kedua dengan membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil (dibuahi). Cara pertama banyak digunakan pada perusahaan penetasan yang besar, sedangkan cara perhitungan kedua dilakukan terutama pada bidang penelitian. Cara kedua jauh lebih akurat dalam menentukan daya tetas, karena daya tetas hanya diperhitungkan dari telur yang benar-benar terbuahi, sedangkan cara pertama kurang akurat karena daya tetas diperhitungkan secara kasar, daya tetas dihitung langsung dari semua telur yang dieramkan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Daya tetas dan kualitas telur tetas dipengaruhi oleh cara penyimpanan, lama penyimpanan, tempat penyimpanan, suhu lingkungan, suhu mesin tetas, dan pembalikan selama penetasan. Daya tetas akan berkurang ketika telur disimpan lebih dari 7 hari. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Nurman (2013) bahwa lama penyimpanan telur berpengaruh terhadap daya tetas telur, telur yang disimpan dalam waktu yang lama persentase daya tetasnya akan lebih rendah.
Menurut pendapat Rukmana (2003), faktor-faktor yang menurunkan daya tetas telur adalah sebagai berikut: a. Kesalahan teknis pada waktu memilih telur tetas b. Kerusakan mesin tetas pada saat telur dalam mesin tetas c. Heritability atau sifat turun temurun dari induk ayam yang daya produksi telurnya tinggi dengan sendirinya akan menghasilkan telur dengan daya tetas yang tinggi, dan sebaliknya. d. Kekurangan vitamin A, B2, B12, D, E dan asam pentothenat dapat menyebabkan daya tetas telur berkurang.
2.5. Mortalitas embrio Menurut Nurman (2012) bahwa selama 21 hari dalam mesin tetas, embrio dalam telur seharusnya terus berkembang setiap hari menjadi anak ayam. Tetapi pada proses perkembangannnya, embrio banyak yang mengalami kematian yang disebabkan beberapa hal. Selain itu, kematian embrio dapat terjadi karena prosedur penetasan yang tidak sesuai seperti temperatur inkubator terlalu tinggi atau terlalu rendah, penyimpanan telur yang terlalu lama atau lebih dari 5 hari, dan telur yang tidak diputar. Telur yang tidak diputar atau dibalik karena kelalaian atau matinya sumber listrik dapat menyebabkan pelekatan pada satu sisi dan jelas akan mempengaruhi posisi embrio. Akibatnya, embrio tidak dapat tumbuh normal dan akhirnya mati (Nurman, 2012). Kandungan CO2 terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kematian embrio. Aktifnya metabolisme embrio menyebabkan akumulasi CO 2 di dalam ruang penetasan. Selain dapat menyebabkan kematian embrio, jumlah CO2 yang terlalu
banyak dapat menyebabkan anak ayam yang berhasil menetas menjadi lemas dan lemah.
Ventilasi atau aliran udara yang tidak baik menjadi faktor utama
terjadinya penumpukan zat asam arang ini (Nurman, 2012).
III.
METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) ini dilaksanakan di Unit Hatchery 1 PT. Charoen Pokphand Jaya Farm yang beralamat di Jln. Siak II Km 16, Desa Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Kota Pekan Baru, Provinsi Riau. Kegiatan PKPM dilaksanakan pada tanggal 16 Maret sampai 31 Mei 2015. 3.2. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan adalah telur tetas (hatching egg) broiler strain Ross sebanyak 38.400 butir atau sebanyak 4 kereta setter pasreform dengan lama penyimpanan 3 hari, 7 hari dan 15 hari. Mesin yang digunakan dalam penetasan adalah mesin tetas otomatis skala besar milik perusahaan dengan merk pasreform yang terdiri dari 2 inkubator yaitu inkubator setter (pengeraman) dan inkubator hatcher (penetasan). Sementara itu alat pendukung lain yang diperlukan adalah peralatan candling, peralatan transfer, meja grading, lampu 75 watt, box kertas, box plastik, dan setting form. 3.3. Metode Pelaksanaan Metode yang dilakukan yaitu mengikuti semua kegiatan di PT. Charoen Pokphan Jaya Farm Hatchery Pekanbaru Riau. 1. Melakukan penerimaan dan pembongkaran HE Sebelum melakukan penerimaan HE, kegiatan yang harus dilakukan adalah membersihkan ruang penerimaan dan melakukan sanitasi.
Sebelum
melakukan pembongkaran HE terlebih dahulu melakukan cek suhu mobil dengan
suhu standar adalah 240 C dan cek suhu telur yaitu 230 C.
Penurunan dan
penyusunan HE dengan pola S secara berurutan menurut nomor kandang, strain, tanggal produksi, dan asal farm.
Melakukan pencocokan jumlah HE yang
tercantum dalam surat jalan atau egg transfer slip dengan jumlah HE yang diterima. 2. Fumigasi HE Semua HE yang telah dibongkar dibawa ke ruang fumigasi untuk dilakukan proses fumigasi.
Ruang fumigasi harus dalam keadaan bersih dan
kering serta dilengkapi dengan kipas.
Bahan-bahan yang digunakan untuk
fumigasi adalah formalin dan forcent. Setelah semua bahan disiapkan, proses fumigasi dapat dimulai dengan cara menghidupkan kipas dan pintu ditutup rapat. Proses fumigasi dilakukan selama 20 menit. 3. Melakukan pemilihan HE dan penyimpanan dalam holding room Setelah melakukan proses fumigasi, semua HE dipindahkan ke dalam ruang penyimpanan khusus (holding room). Di dalam holding room HE disusun berdasarkan umur, grade, dan asal farm. HE yang telah disusun diberi label untuk memudahkan dalam proses sett HE. Umur penyimpanan 1-6 hari diberi label berwarna hijau, umur penyimpanan 7-14 hari diberi label warna kuning, dan umur penyimpanan lebih dari 14 hari ditandai dengan label berwarna merah.
Berikut tabel SOP hatchery dalam penggunaan temperatur dan humidity di dalam holding room.
Tabel 2. Temperatur dan humidity holding room Hari Temperatur 1-4 19 ºC 5-8 18 ºC 8-12 16 ºC >12 15 ºC Sumber: SOP Hatchery 2015
Humidity 75 % 80 % 80 % 85 %
4. Proses sett HE dan candling Sebelum melakukan sett HE, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah pengecekkan kondisi kereta setter, pengaturan setting form berdasarkan grade, nomor kandang, strain, tanggal produksi, dan asal farm. HE yang akan disett disesuaikan dengan umur penyimpanan. Proses candling (peneropongan telur tetas) dilakukan untuk melihat telur yang crack seperti retak rambut (hair crack), lubang kecil pada permukaan telur (toe crack), retak akibat tray (tray crack), dan retak akibat transportasi (transport crack).
Semua HE crack
dipindahkan ke dalam tray yang telah disediakan, sedangkan HE yang layak ditetaskan dimasukkan ke dalam rak kereta setter kemudian dilakukan proses preheat. 5. Proses preheat Proses preheat merupakan kegiatan untuk mengembalikan suhu HE dalam keadaan hangat karena telah melakukan perpindahan posisi dari ruangan holding ke tempat preheat. Sebelum melakukan proses preheat , HE yang telah disett dan diseleksi diletakkan di dalam ruang holding. Kereta yang telah berisi HE disusun di depan mesin setter passreform dan menyambungkan kabel turning pada bagian
kereta setter. Waktu yang dibutuhkan untuk proses preheat adalah selama 12-18 jam. Target suhu yang dicapai selama 3 jam yaitu suhu telur 28 0 C. 6. Inkubasi di dalam mesin setter Proses ini didahului dengan setting kereta setter ke dalam mesin setter dengan cara membuka pintu depan mesin setter, hidupkan lampu dan mematikan kipas (blower) di dalam mesin. Kereta setter yang telah di preheat didorong ke dalam mesin setter dan disusun berdasarkan sektor. Dalam satu ruangan mesin setter pasreform terdapat empat sektor (bagian), masing-masing bagian dapat diisi oleh 6 kereta passreform. Proses pengeraman dalam mesin setter berlangsung selama 18 hari. Setelah semua kereta disusun, sambungkan kabel turning, kabel sensor, serta menghidupkan blower dan menutup rapat pintu setter. 7.
Proses transfer HE dari mesin setter ke mesin hatcher Sebelum
melakukan
transfer
hal
yang
harus
dilakukan
adalah
mempersiapkan peralatan transfer dan memastikannya dapat berfungsi dengan baik.
Kereta setter dikeluarkan dari mesin hatcher dan dibawa ke ruangan
transfer. Pada saat melakukan candling, telur yang infertil dan busuk (explode) dikeluarkan kemudian disusun dalam tray yang telah disediakan. Telur yang fertil dipindahkan ke dalam keranjang hatcher dan dimasukkan dalam mesin hatcher. Setelah melakukan proses transfer semua peralatan transfer dan lantai dibersihkan menggunakan larutan desinfektan. 8. Kegiatan pullchick Pullchick merupakan kegiatan mengumpulkan dan seleksi DOC yang dimulai dari penarikan kereta hatcher yang berisi DOC dibawa ke ruang pullchick untuk diseleksi dan di packing.
Hal yang dilakukan saat seleksi adalah
memisahkan DOC yang layak jual (saleable) dengan DOS tidak layak (culling). Standar DOC layak jual adalah memiliki berat lebih kurang 37 gram, tidak dehidrasi, aktif, pusar bersih, tidak cacat, mata jernih, dan bulu tidak keriting. Setelah melakukan seleksi proses selanjutnya adalah melakukan vaksinasi dan pemberian jelly kepada DOC, kemudian melakukan packing dan pengiriman DOC kepada konsumen. 3.3.4. Parameter yang diamati 1. Daya tetas (Hatchability) Daya tetas dapat dihitung berdasarkan jumlah DOC yang menetas dibandingkan dengan jumlah HE yang fertil. Daya tetas = total DOC menetas x 100% Total telur fertil
2. DIS (Death in shell) Death in shell merupakan telur tetas yang fertil namun telah mengalami kematian embrio sebelum masa menetas.
DIS bisa dihitung setelah proses
pullchick selesai. Persentase telur DIS = total telur DIS Total telur yang disetting
x 100%
3. Telur busuk (explode) Telur explode adalah telur tetas yang mengalami kebusukan disebabkan oleh mikroba masuk ke dalam melalui pori-pori telur dan pada akhirnya telur meledak. Persentase telur explode = total telur explode Total telur yang di setting
x 100%
4.Loss Telur loss merupakan telur tetas yang hilang, diduga ada kesalahan saat menghitung telur yang explode dan ada telur yang diambil pada saat sweeping di mesin setter. Persentase telur loss = total telur loss Total telur yang di setting
x 100%
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Semua HE broiler yang ditetaskan di Hatchery Pekanbaru 1 berasal dari Farm 1, 2, 3, dan 4 Pekanbaru, Riau.
Rata-rata telur explode, loss, culling,
saleable, dan daya tetas dari masing-masing umur penyimpanan telur di PT. CP unit Hatchery Pekanbaru 1 dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Rata-rata persentase telur infertil, explode, loss dan HE fertil Umur
Total setting
Infertil
Explode
Loss
HE fertil
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
3 hari
9.600
1.202
12,52
77
0,80
17
0,17
8.304
86,5
7 hari
9.600
1.312
13,67
99
1,03
17
0,17
8.172
85,12
15 hari
9.600
1.646
17,14
111
1,15
43
0,44
7.800
81,25
Tabel 4. Rata-rata daya tetas , DIS, cull dan saleable Umur 3 hari 7 hari 15 hari
HE fertil Jml 8.304 8.172 7.800
Hathcability Jml % 7.764 93,49 7.631 93,37 6.726 86,23
DIS Jml 540 541 1.074
% 6,5 6,62 13,76
Culling Jml % 126 1,62 127 1,67 148 2,2
Saleable Jml % 7.638 98,37 7.504 98,33 6.578 97,79
4.2. Pembahasan a. Daya tetas Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan telur untuk menetas. Daya tetas ini dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pertama membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dieramkan, dan kedua dengan membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil (dibuahi). Cara pertama banyak digunakan pada perusahaan penetasan yang besar, sedangkan cara perhitungan kedua dilakukan terutama pada
bidang penelitian. Cara kedua jauh lebih akurat dalam menentukan daya tetas, karena daya tetas hanya diperhitungkan dari telur yang benar-benar terbuahi, sedangkan cara pertama kurang akurat karena daya tetas diperhitungkan secara kasar, daya tetas dihitung langsung dari semua telur yang dieramkan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa umur penyimpanan berpengaruh nyata terhadap daya tetas telur. Rata-rata persentase daya tetas telur dengan umur penyimpanan 3 hari adalah 93,49%, umur 7 hari adalah 93,37%, dan umur penyimpanan 15 hari adalah 86,23%. Daya tetas tertinggi adalah telur tetas dengan umur penyimpanan 3 hari yaitu 93,49%, sedangkan daya tetas terendah adalah telur tetas dengan lama penyimpanan 15 hari yaitu 86,23%. Telur yang semakin lama disimpan daya tetasnya akan menurun karena pori-pori telur dan rongga udara semakin membesar sehingga mempercepat proses penguapan yang berakibat pada terganggunya pertumbuhan dan perkembangan embrio dalam telur. Hal ini berarti bahwa lama penyimpanan sampai lima belas hari berpengaruh terhadap daya tetas telur. Sesuai dengan pendapat Sudaryani dan Santoso (1994) cit Zakaria (2010), bahwa penyimpanan telur sebaiknya tidak lebih dari 6 atau 7 hari agar daya tetasnya tidak menurun. b. Dead in shell Kematian embrio dapat terjadi karena prosedur penetasan yang tidak sesuai seperti temperatur inkubator terlalu tinggi atau terlalu rendah, penyimpanan telur yang terlalu lama, telur tidak diputar. Telur yang tidak diputar atau dibalik karena kelalaian atau matinya sumber listrik jelas akan mempengaruhi posisi
embrio.
Akibatnya, embrio tidak dapat tumbuh normal dan akhirnya mati
(Nurman,2012). Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat jumlah kematian embrio tertinggi diperoleh dari telur tetas dengan masa penyimpanan 15 hari yaitu 11,18%, sementara itu persentase kematian embryo terendah diperoleh dari telur tetas dengan masa penyimpanan 3 hari yaitu 5,62%. Telur dead in shell merupakan telur yang tidak dapat menetas karena gagalnya proses pertumbuhan dan perkembangan embrio menjadi DOC. Menurut SOP hatchery faktor-faktor yang dapat menyebabkan telur dead in shell diantaranya adalah penyimpanan HE yang terlalu lama di holding room, temperatur ruang penyimpanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, fumigasi yang tidak benar seperti waktu pelaksanaan dan dosisnya, penanganan telur yang tidak hati-hati dan temperatur incubator yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Riyanto (2001) bahwa salah satu penyebab kematian embrio adalah karena pengaruh temperatur yang terlalu tinggi. c. Explode (HE yang busuk) Rata-rata persentase telur tetas yang mengalami kebusukan (explode) pada proses transfer dapat dilihat pada Tabel 3. Persentase telur explode pada umur penyimpanan 3 hari yaitu 0,8%, umur penyimpanan 7 hari yaitu 1,03%, dan umur penyimpanan 15 hari yaitu 1,15%. Dilihat dari data di atas telur tetas yang mengalami kebusukan tertinggi adalah pada umur penyimpanan 15 hari yaitu 1,15% dan yang paling rendah adalah pada umur penyimpanan 3 hari yaitu 0,8%. Telur explode adalah telur tetas yang mengalami kebusukan dan pada akhirnya meledak. Telur explode
disebabkan oleh penanganan telur tetas yang kurang baik mulai dari penerimaan telur tetas sampai manajemen di setter dan masa penyimpanan telur terlalu lama. Faktor paling mendasar yang mempengaruhi telur explode adalah telur tetas yang kurang bersih sehingga menyebabkan mudahnya bakteri masuk melalui pori-pori telur. Faktor penanganan dan lama penyimpanan di holding room sampai proses preheat juga harus diperhatikan, preheat harus dilakukan dengan metode yang tepat. Apabila preheat tidak maksimal dan tidak dilakukan dengan temperatur dan kelembapan yang tepat, maka telur tetas akan mudah mengembun dan menyebabkan telur busuk. Jika telur tetas akan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan akan dimasukkan ke dalam mesin tetas maka telur tersebut harus bebas dari kondensasi atau pengembunan pada permukaan kulitnya.
Kondensasi terjadi karena
kelembaban yang tinggi dan temperatur yang rendah selama penyimpanan. Titiktitik air ini perlu dihilangkan karena kemungkinan mengandung bakteri di dalamnya yang dapat menyebabkan rusaknya telur dan menurunkan daya tetas. Kondensasi dapat dihilangkan dengan cara mengurangi kelembaban penyimpanan sesaat sebelum telur dikeluarkan dan meningkatkan temperatur ruangan penyimpanan agar menguap dengan cepat (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Persentase
daya
tetas
tertinggi
adalah
telur
tetas
yang
umur
penyimpanannya 3 hari, dan persentase terendah adalah telur tetas yang lama penyimpanannya selama 15 hari. 2. Jumlah kematian embrio tertinggi adalah telur tetas dengan lama penyimpanan 15 hari, sedangkan jumlah kematian embrio terendah adalah telur tetas dengan umur penyimpanan 3 hari. 3. Telur tetas dengan jumlah explode tertinggi adalah telur yang lama penyimpanannya 15 hari, sedangkan jumlah explode terendah adalah telur tetas dengan lama penyimpanan 3 hari. 5.2. Saran Telur tetas yang baik untuk ditetaskan adalah telur tetas yang masa penyimpanannya selama 3 sampai 7 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2008. Penetasan telur unggas. http://sentralternak.com/index.php/2008/08/29/penetasan-telurunggas/.Diakses tanggal 11 Juni 2015. Blakely, J. Blade, D.H. 1991. Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Fadilah, R. A, Polana. S, Alam. Dan E, Parwanto. 2007. Sukses beternak ayam broiler. Agro Media Pustaka. Jakarta. Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Paimin, B. Farry. 2002. Swadaya, Jakarta.
Membuat dan Mengelola Mesin Tetas.
Penebar
Rahayu, I. Titik. S. Hari, S. 2011. Panduan lengkap ayam. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan Penetasan. Cetakan ke-2. Kanisius, Yogyakarta. Riyanto, A. 2001. Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agromedia Pustaka, Jakarta. Rukmana, R. 2003. Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta. Sentral ternak. 2011. Seberapa Penting Kelembaban.http://sentralternak.com /index. php/2011/04/06/seberapa-penting-kelembaban/(diunduh 2 Juni 2015). Septiwan, R. 2007. Respon produktivitas dan reproduktivitas ayam kampung dengan umur induk yang berbeda.[Skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Standar Operasional (SOP) Hatchery. 2014. Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand Jaya Farm. Pekanbaru, Provinsi Riau. Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta. Sudaryani, T. dan H. Santoso. 2002. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya, Jakarta. Nurman, S. 2012. Penyebab kematian embrio umur dua minggu dalam mesin tetas. http://www.pesonaunggas.com/2012/06/penyebab-kematian-embriopada-umur-dua.html. Diakses tanggal 30 juli 2015.
Nurman, S. 2013. Pengaruh lama penyimpanan telur unggas terhadap daya tetas. http://www.pesonaunggas.com/2013/12/pengaruh-lamapenyimpanan-telur-unggas.html. Diakses tanggal 30 Juli 2015. Zakaria, M. 2010. Pengaruh lama penyimpanan telur ayam buras terhadap fertilitas, dayatetas telur, dan berat tetas. Jurnal Agrisistem. Universitas Hassanuddin. http://www.stppgowa.ac.id/DataDownloadCentrePap/datajurnal-agrisistem-stppgowa/6.%20PENGARUH%20LAMA%20PENYIMPANAN%20TELUR% 20AYAM%20BURAS%20TERHADAP%20FERTILITAS,%20DAYA%20 PTETAS%20TELUR%20DAN%20BERAT%20TETAS.pdf. Diakses tanggal 2 Juni 2015.
Lampiran 1. Dokumentasi
Ruang penerimaan HE
Candling HE
Ruang penyimpanan HE
Sett HE
Transfer HE
Break out
Merakit BOX
Ruang penyimpanan BOX
Grading DOC
Vaksinasi ND Live
Vaksin Spray
potong paruh
packing
DOC siap di packing
Delivery DOC
Delivery DOC