PERPAJAKAN di SEKTOR REAL ESTAT
DPP REI – KOMPARTEMEN PAJAK Jakarta, 7 April 2014
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT DAFTAR ISI 7 ARIL 2014
DAFTAR ISI
Executive summary
I.
Peran dan fungsi Pengembang 1. Papan sebagai kebutuhan dasar manusia. 2. Peran dan fungsi Pengembang 3. Apartemen dan perkantoran (high rise building)
II. Perpajakan di sektor real estat A. Perpajakan di sektor real estat 1. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembebasan (pembelian) lahan (tanah) 2. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembangunan rumah atau rumah susun (apartemen) maupun fasilitasnya 3. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan desain 4. Pajak yang terjadi pada saat transaksi jual beli antara Pengembang dengan konsumen 5. Pajak lainnya B. Struktur pajak di sektor real estat 1. Pajak pada saat penjualan 2. Pajak saat pengembangan (produksi) 3. Beban lain yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi
III. Masalah dan rekomendasi A. PPN 1. PPN kontraktor untuk Rusunami (Rumah Susun Milik) – Ditanggung Pemerintah (DTP) 2. Penyesuain definisi RSH dan Rusunami oleh Menkeu (Menteri Keuangan) terlambat kurang lebih sekitar 6 bulan dibandingkan penetapan definisi RSH dan Rusunami oleh Menpera (Menteri Perumahan Rakyat) – Sebaiknya definisi RSH dan Rusunami langsung mengacu pada PerMenpera (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat) B. PPn BM 1. Peraturan pelaksanaan tehnis
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT DAFTAR ISI 7 ARIL 2014 C. PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi beban Pengembang – Ada tarfi tambahan untuk apartemen. 1. Tarif PPh Final beban Pengembang 2. Dasar Perhitungan Pajak (DPP) – Ditetapkan dari harga jual (transaksi) jangan mana lebih tinggi antara harga jual (transaksi) dengan NJOP PBB. 3. PPh Final Pengembang – Surat Keterangan Bebas (SKB) – Telah terjadi kendala tehnis dalam permohonan SKB. D. PPh Pembeli atas transaksi super mewah (diatas Rp. 10 milyar). 1. PPh Pembeli untuk transaksi super mewah (diatas Rp. 10 milyar) – dihapuskan saja. E. PBB 1. PBB – Nilai Jual Oyek Pajak (NJOP) – Dinilai atau ditetapkan oleh badan independen yang tidak berada di bawah Departemen Keuangan. 2. PBB atas Fasum dan Fasos di area lahan milik Pengembang dibebaskan sejak awal. 3. Tarif NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) 20% & 40% 4. PBB – Penerbitan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Bumi dan Bangunan) sebagai dasar untuk AJB terutama pada pergantian tahun 5. PBB atas kawasan sedang dikembangkan dan belum diserah terimakan oleh Pengembang – dibebaskan dari pembayaran PBB F.
BPHTB 1. BPHTB beban Pengembang dapat dibebaskan sejak awal (pembebasan lahan)
G. PPh Final atas persewaan tanah dan atau bangunan. 1. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan – Tarif pajak dikembalikan ke tarif awal 2. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan – Pajak atas service charge dan utility H. Lainnya 1. Pembayaran Pajak di bank dibatasi (waktu dan jumlah transaksi) 2. Pembayaran BPHTB hanya dapat dilakukan di bank lokasi penjualan asset 3. Validasi BPHTB dan SSP 4. Definisi serah terima barang
----------------------- ***** -----------------------
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 EXECUTIVE SUMMARY Pengembang adalah salah satu mitra Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan salah satu kebutuhan dasar manusia akan tempat tinggal (papan) dan mengembangkan suatu kawasan. Merubah kawasan yang tidak bernilai menjadi kawasan bernilai dan menjadi kawasan terpadu yang moderen dan internasional serta berwawasan lingkungan. Pengembang bukan hanya membangun secara fisik (bangunan) tetapi juga menghidupinya (mengusahakan agar orang mau tinggal) serta memelihara dan mengelola kawasan yang sedang dikembangkannya. Tetapi pada pelaksanaannya, sektor usaha real estat kurang mendapat perhatian dari Pemerintah untuk masalah pajak. Hal ini dari pemberian insentif, sektor usaha yang lain mendapat insentif berupa pengurangan pajak dari tarif progresiff menjadi tarif tunggal 28% untuk tahun 2009 dan 25% untuk tahun 2010. Sedangkan tarif pajak untuk sektor real estat telah dirubah dari non final menjadi final dengan tarif 5% dan tidak ada perubahan untuk tahun 2010. Atau insentif untuk PPh 21 karyawan di sektor real estat. Beban pajak yang tinggi dalam sektor usaha real estat membuat usaha real estat yang membutuhkan modal kerja yang tinggi sulit untuk berkembang secara maksima. Untuk pajak penjualan Rusunami pajak sebesar 6%, untuk penjualan reguler (rumah atau apartemen) yang bukan kategori mewah sebesar 20%, untuk penjualan kategori mewah sebesar 40% dan penjualan super mewah menjadi 45%. Belum lagi pajak yang harus ditanggung Pengembang pada saat pembebasan lahan, harus membayar pajak PPh Final dan BPHTB serta PBB. Pengembang juga harus membayar PBB serta biaya pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan atas kawasan yang sedang dikembangkan oleh Pengembang. Sehingga pada saat Pengembang melakukan serah terima Fasum dan Fasos, cenderung Pemda agak menolak karena dianggap hanya akan menambah beban Pemda. Masalah perpajakan ini juga mengakibatkan investor lebih suka melakukan investasi propertynya di luar negeri seperti di Singapura atau Malaysia atau negara lainnya daripada melakukan investasi di Indonesia. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi lebih lambat jika dibandingkan para investor tertarik untuk melakukan investasi di Indonesia. Untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan perpajakan di sektor real estat sebagaimana kami uraikan selanjutnya, REI mengusulkan pada saat perumusan peraturan, sebaiknya REI sudah dilibatkan dari awal, sehingga tidak timbul hal-hal yang tidak perlu.
----------------------- ***** -----------------------
1
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 I.
PERAN DAN FUNGSI PENGEMBANG
Peran dan fungsi serta kontribusi Pengembang dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta pengembangan suatu wilayah antara lain sebagai berikut: 1. Papan sebagai kebutuhan dasar Manusia: Manusia pada dasarnya memerlukan tempat baik untuk tinggal dan atau bekerja. Mengingat pentingnya kebutuhan tersebut maka kebutuhan tempat akan tempat telah menjadi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar ini sering disebut dengan: “Pangan, Sandang dan Papan”.
2. Peran dan fungsi Pengembang: Peran dan fungsi Pengembang secara umum merupakan mitra Pemerintah dalam membangun dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik dan berkualitas bagi bangsa Indonesia sesuai dengan aturan, acuan dan ketetapan yang telah ditetapkan Pemerintah. Peran dan fungsi Pengembang secara nyata antara lain: Membantu Pemerintah dalam merealisasikan program satu juta rumah dan seribu menara di seluruh Indonesia. Membantu Pemerintah dalam membangun suatu daerah menjadi menjadi kawasan yang lebih baik malah menjadi kawasan terpadu dan moderen serta berwawasan lingkungan seperti: kota mandiri seperti BSD City di Serpong, Lippo Cikarang di Cikarang, Citra Raya di Surabaya dan lain sebagainya. Membantu pemerintah meningkatkan potensi penerimaan pajak melalui peningkatan nilai daerah kumuh dan terlantar menjadi kawasan hunian terpadu dan modern (Pajak PBB, PPPh Final, BPHTB, PPN, dll). Membantu pemerintah dalam menciptakan banyak lapangan kerja khususnya terkait dengan tenaga kerja konstruksi. Memacu kegiatan perekonomian secara nasional mengingat terdapat lebih dari 103 industri yang terkait dan pada umumnya merupakan industri kecil. Pengembang bukan hanya membantu Pemerintah dalam membangun suatu kawasan (pembangunan fisik) tetapi Pengembang juga membantu Pemerintah agar kawasan tesebut menjadi kawasan yang hidup (dihuni). Pengembang juga membantu Pemerintah dalam memelihara suatu kawasan seperti perbaikan jalan, pemeliharaan lingkungan dan lain sebagainya. Pengembang juga membantu Pemerintah dalam mengawasi suatu kawasan seperti masalah keamanan dan lain sebagainya. Membantu Pemerintah agar para investor tidak melakukan investasi di luar negeri, tetapi mengupayakan agar investor melakukan investasi di dalam negeri, karena hal ini akan membatu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mengingat property atau real estat merupakan salah satu instrumen investasi yang diminati para investor. Jika diperhatikan para investor dalam negeri ada yang melakukan investasi property di Singapura dan Malaysia, karena ke dua negara tersebut menerapkan peraturan yang kondusif bagi para investor dalam negeri dan asing.
1
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 3. Apartemen dan perkantoran (high rise building) Apartemen sebagai tempat hunian yang terus dikembangkan mempunyai nilai tambah tersendiri. Adapun nilai tambah tersebut sebagai berikut: Menghemat BBM karena dibangun ditengah kota atau dekat dengan tranportasi massal seperti kereta api, busway, dan lain sebagainya. Berwawasan lingkungan karena area yang dibangun (KDB/Koefesien Dasar Bangunan) umumnya hanya berkisar + 40% dari luas area. PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) mempunyai otoritas hukum yang lebih baik dibandingkan dengan RT/RW (Rukun Tetangga / Rukun Warga), sehingga PPRS dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik, termasuk menjaga kelestarian lingkungan, keamanan dan hal-hal lain dengan tujuan menjaga kualitas lingkungan hidup di area tersebut. Memudahkan bagi PLN, PAM, karena mereka menagih hanya kepada PPRS, bukan kepada setiap rumah, sehingga kinerja PLN dan PAM bisa lebih effisien. PPRS mempunyai kemampuan memecahkan masalah lebih baik dibandingkan dengan RT/RW, seperti ketika mati lampu, mereka ada genset dan lain sebagainya.
----------------------- ***** -----------------------
2
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 II. PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT A.
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT 1. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembebasan (pembelian) lahan (tanah): TARIF PAJAK OBYEK PAJAK PADA SAAT PEMBEBASAN LAHAN (TANAH) NO. OLEH PENGEMBANG
PENJUAL PKP
1 PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 2 PPh (Pajak Penghasilan) Final - Penjual 3 BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah / Bangunan) - Pembeli Total
PENJUAL NON PKP
10 % 5% 5% 20 %
5% 5% 10 %
Catatan: PPN dikenakan jika penjual tanah adalah PKP (Pengusaha Kena Pajak). PPn BM (Pajak Penjualan Barang Mewah) umumnya tidak ada karena Pengembang hanya membeli tanah mentah sehingga tidak memenuhi kriteria obyek PPn BM. Dasar perhitungan pajak adalah harga jual sebelum PPN dikalikan dengan tarif pajak. Khusus untuk obyek pajak PPh Final – Beban Penjual dan BPHTB – Beban Pembeli dasar perhitungan pajak adalah mana yang lebih tinggi antara nilai transaksi / AJB (Akta Jual Beli) / SPH (Surat Pelepasan Hak) dengan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)
2. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembangunan rumah atau rumah susun (apartemen) maupun fasilitasnya: OBYEK PAJAK PADA PENJUALAN SAAT NO. SUPER PEMBANGUNAN RUMAH MEWAH 1 PPN 2 PPh Final - Kontraktor Total
10 % 3% 13 %
TARIF PAJAK PENJUALAN MEWAH 10 % 3% 13 %
PENJUALAN REGULER
PENJUALAN RSS / RUSUNAMI
10 % 3% 13 %
10 % 3% 13 %
Catatan: Dasar perhitungan pajak adalah harga transaksi sebelum PPN dikalikan dengan tarif pajak.
1
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 3. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan desain: OBYEK PAJAK PADA PENJUALAN NO. SAAT DESAIN OLEH SUPER PENGEMBANG MEWAH 1 PPN 2 PPh - Desain Total
10 % 4% 14 %
TARIF PAJAK PENJUALAN MEWAH 10 % 4% 14 %
PENJUALAN REGULER 10 % 4% 14 %
PENJUALAN RSS / RUSUNAMI 10 % 4% 14 %
Catatan: Dasar perhitungan pajak adalah harga transaksi sebelum PPN dikalikan dengan tarif pajak.
4. Pajak yang terjadi pada saat transaksi jual beli antara Pengembang dengan konsumen: NO.
1 2 3 4
OBYEK PAJAK PADA SAAT TRANSAKSI (JUAL BELI)
PPN PPn BM PPh Final - Penjual BPHTB - Pembeli Total 5 PPh Pembeli Total
TARIF PAJAK PENJUALAN PENJUALAN PENJUALAN PENJUALAN SUPER RSS / MEWAH REGULER MEWAH RUSUNAM 10 % 20 % 5% 5% 40 % 5% 45 %
10 % 20 % 5% 5% 40 % 40 %
10 % 5% 5% 20 % 20 %
1% 5% 6% 6%
Catatan: Dasar perhitungan pajak adalah harga transaksi sebelum PPN dikalikan dengan tarif pajak. Khusus untuk obyek pajak PPh Final – Penjual dan BPHTB – Pembeli dasar perhitungan pajak adalah mana yang lebih tinggi antara nilai transaksi dengan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) pada saat dilakukan AJB (Akta Jual Beli). Penjualan super mewah adalah penjualan yang nilai jualnya diatas Rp. 10 milyar. Penjualan mewah adalah penjualan yang merupakan obyek barang mewah, yaitu penjualan rumah yang luas bangunannya diatas 350 m2 serta penjualan rumah susun (apartemen) yang luas bangunannya atau luas unitnya diatas 150 m2.
5. Pajak lainnya: PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). PBB dibayar setiap tahun kepada Negara atas setiap Bumi dan bangunan yang dimiliki oleh Wajib Pajak (Perorangan atau Badan). PPh 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21). PPh 21 yang dibayarkan oleh Pengembang terutama atas obyek pajak penghasilan (gaji) karyawan Pengembang.
2
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 B.
STRUKTUR PAJAK DI SEKTOR DI REAL ESTAT 1. Pajak pada saat penjualan: NO.
OBYEK PAJAK PADA SAAT TRANSAKSI (JUAL BELI)
TARIF PAJAK PENJUALAN PENJUALAN PENJUALAN PENJUALAN SUPER RSH / MEWAH REGULER MEWAH RUSUNAMI
1 2 3 4
PPN PPn BM PPh Final - Penjual BPHTB - Pembeli Total 5 PPh Pembeli Total
10 % 20 % 5% 5% 40 % 5% 45 %
10 % 20 % 5% 5% 40 % 40 %
10 % 5% 5% 20 % 20 %
1% 5% 6% 6%
Catatan: Pajak dihitung dari harga jual. Khusus untuk PPh Final dan BPHTB dihitung dari nilai tertinggi antara harga jual (transaksi) dan NJOP PBB.
2. Pajak saat pengembangan (produksi): TARIF PAJAK OBYEK PAJAK PENJUALAN PENJUALAN NO. PADA SAAT PENJUALAN PENJUALAN SUPER RSH / PENGEMBANGAN MEWAH REGULER MEWAH RUSUNAMI 1 2 3 4
PPN PPn BM PPh Final - Penjual BPHTB - Pembeli Total
20 % 5% 5% 30 %
20 % 5% 5% 30 %
5% 5% 10 %
10 % 1% 5% 16 %
Catatan: PPn BM sangat tergnatung dengan material finishing yang dipergunakan oleh Pengembang. Besarnya tarif juga tergantung dari material yang digunakan.
3. Beban lain yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi: NO.
1 2 3 4
PAJAK ATAU PUNGUTAN LAINNYA PBB - Fasos PBB - Unit Ijin Validasi BPHTB
TARIF PAJAK PENJUALAN PENJUALAN PENJUALAN PENJUALAN SUPER RSH / MEWAH REGULER MEWAH RUSUNAMI V V V V
V V V V
V V V V
V V V V
3
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 III. MASALAH DAN REKOMENDASI A.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai): 1. PPN kontraktor untuk Rusunami (Rumah Susun Milik) – Ditanggung Pemerintah (DTP): Fakta: PPN atas penjualan produk Rusunami ditanggung Pemerintah, sehingga Pengembang dalam penjualannya tidak menagih atau mengenakan PPN kepada konsumen. Pengembang harus membayar PPN (10%) dari harga kontrak bangunan kepada Kontraktor ketika membangun Rusunami (porsi kontrak nilai bangunan kurang lebih sebesar 85%). Masalah: Karena PPN atas penjualan produk Rusunami ditanggung Pemerintah, maka Pengembang PPN masukan (PPN atas pembelian) dari kontraktor pada saat Pengembang membangun Rusunami tidak dapat dikreditkan atau dikompensasikan dengan PPN keluaran (PPN atas penjualan). Besarnya biaya PPN masukan (PPN atas pembelian) kurang lebih sebesar 10% X 85% = 8,5% dari nilai bangunan. Karena PPN masukan ini tidak dapat dikreditkan, maka akan menambah biaya produksi Pengembang. Rekomendasi: PPN dari kontraktor sebaiknya dijadikan PPN ditanggung Pemerintah, sehingga Pengembang dapat menekan biaya produksi.
2. Penyesuain definisi RSH dan Rusunami oleh Menkeu (Menteri Keuangan) terlambat kurang lebih sekitar 6 bulan dibandingkan penetapan definisi RSH dan Rusunami oleh Menpera (Menteri Perumahan Rakyat) – Sebaiknya definisi RSH dan Rusunami langsung mengacu pada PerMenpera (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat): Fakta: Penyesuaian definisi RSH dan Rusunami oleh Menkeu yang menjadi acuan PPN ditanggung Pemerintah atas penjualan produk tersebut umumnya terlambat sekitar 6 bulan dibandingkan dari penetapan definisi oleh Menpera. Masalah: Selama masa transisi tersebut, PPN yang timbul akan menambah biaya produksi Pengembang. Rekomendasi: Penetapan PPN ditanggung Pemerintah yang ditetapkan oleh Menkeu sebaiknya langsung mengacu pada definisi RSH dan Rusunami yang ditetapkan oleh Menpera sehingga tidak ada lagi masa transisi yang akan menambah biaya produksi.
1
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 B.
PPn BM (Pajak Penjualan Barang Mewah): 1. Peraturan pelaksanaan tehnis: Fakta: Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang merubah kriteria obyek PPn BM. Tetapi peraturan pelaksanaan tehnis mengenai PPn BM belum dikeluarkan. Masalah: Peraturan tehnis yang belum dikeluarkan akan menimbulkan masalah antara lain berupa mis-interprestasi dalam pelaksanaanya. Misalnya: Saat terhutang PPn BM. Peraturan transisi. Rekomendasi: Perlu segera dibuat peratuan tehnis pelaksanannya untuk mencegah timbulnya pelaksanaan berdasarkan interprestasi. Untuk mencegah timbulnya peraturan yang tidak dapat diterapkan sebaiknya dibentuk Pokja (Kelompok Kerja) yang terdiri dari DJP dan REI serta instansi terkait sesuai kebutuhan.
C.
PPh Final (Pajak Penghasilan Final) atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi beban penjual (Pengembang) – Ada tarif tambahan untuk apartemen: 1. Tarif PPh Final beban Pengembang: Fakta: NO.
OBYEK PAJAK PADA SAAT TRANSAKSI (JUAL BELI)
1 PPh Final - Pengembang
TARIF PAJAK PENJUALAN PENJUALAN PENJUALAN PENJUALAN SUPER RSS / MEWAH REGULER MEWAH RUSUNAMI 5%
5%
5%
1%
Catatan: Penjualan super mewah adalah penjualan yang nilai jualnya diatas Rp. 10 milyar. Penjualan mewah adalah penjualan yang merupakan obyek barang mewah, yaitu penjualan rumah yang luas bangunannya diatas 350 m2 serta penjualan rumah susun (apartemen) yang luas bangunannya atau luas unitnya diatas 150 m2. Dasar perhitungan pajak PPh Final – Pengembang sebagai penjual adalah mana yang lebih tinggi antara nilai transaksi dengan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) pada saat dilakukan AJB (Akta Jual Beli).
2
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 Masalah: Pengembangan rumah susun (apartemen) memerlukan modal kerja yang sangat besar dan beresiko tinggi dibandingkan pengembangan rumah. Padahal pengembangan rumah susun (apartemen) sangat menguntungkan seperti: Menghemat lahan yang sangat terbatas. Menghemat BBM (Bahan Bakar Minyak) jika dikembangkan di tengah kota, karena jarak tempuh yang pendek, apalagi jika dikembangkan dekat kereta atau bus way atau jalur transportasi masa lainnya. Mengembangkan daerah yang berwawasan lingkungan, karena rumah susun (apartemen) sebagian lahannya digunakan untuk lahan terbuka hijau. Jakarta sebagai daerah yang tidak rawan gempa, cocok untuk pengembangan bangunan tinggi. Dan lain sebagainya. Rekomendasi: Sebaiknya tarif PPh Final beban Pengembang dipertimbangkan lagi sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi khususnya sektor real estat, dimana Pengembang di arahkan untuk memaksimalkan sumber daya lahan yang sangat terbatas dengan memberikan fasilitas pajak untuk rumah susun (apartemen) dan RSH serta RUSUNAMI, sehingga Pengembang diarahkan Pemerintah untuk mengembangkan lahan ecara maksimal dan menguntungkan untuk semua pihak (Rakyat, Pemerintah dan Pengembang). Adapun usulan tarif pajak menurut REI sebagai berikut:
NO
KETERANGAN
TARIF PAJAK PPh PENGEMBANG PENJUALAN PENJUALAN REGULER MEWAH PENJUALAN RUMAH DAN SUSUN RSH / RUMAH SUPER (APARTEME RUSUNAMI MEWAH N)
1 Tarif yang berlaku
5%
5%
5%
1%
2 Tarif yang diusulkan REI
5%
5%
3%
1%
2. Dasar Perhitungan Pajak (DPP): Fakta: DPP untuk PPh Final Pengembang adalah mana yang lebih tinggi antara nilai transaksi dan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) di PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dikalikan dengan tarif pajak pada saat dilakukan AJB (Akta Jual Beli). Masalah: Pengenaan PPh yang berdasarkan NJOP bukan berdasarkan penghasilan yang diterima Pengembang sudah diluar konteks penerapan PPh, yaitu Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan yang diterima Pengembang. Jika nilai NJOP lebih besar dari nilai transaksi Pengembang harus tetap membayar PPh Final lebih dari nilai Pajak jika dihitung dari nilai penghasilannya.
3
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014
Tidak ada sektor usaha lain yang penerapan perhitungan pajak menggunakan dasar perhitungan yang bukan dari penghasilannya. Hal ini menimbulkan ketimpangan dan menimbulkan ketidak pastian yang sangat besar dalam hal besarnya dalam pembayaran PPh Final Pengembang sebagai penjual. Pembukuan Pengembang tersedia dan dapat diperiksa oleh DJP dan atau KPP setiap saat. Jika Pengembang hanya menjual tanah saja, karena para eksekutif cenderung senang membangun sendiri, sehingga desainnya dapat mencerminkan citra dirinya. Pada saat dilakukan AJB (Akta Jual Beli), karena dibandingkan antara nilai transaksi dan nilai NJOP PBB, dimana nilai transaksi hanya nilai tanah saja dan nilai NJOP terdiri atas nilai NJOP tanah dan bangunan. Pertanyaanya siapa yang akan menanggung PPh Final Penjual atas porsi bangunan, karena tidak ada menjual bangunan, karena bangunan dibangun langsung oleh konsumen. Karena Pengembang sulit untuk langsung melakukan AJB pada saat transaksi, sehingga pada saat dilakukan AJB nilai NJOP telah lebih tinggi dari nilai transaksi yang dilakukan Pengembang, sehingga akhirnya harus membayar PPh Final Pengembang lebih besar jika dilakukan perhitungan dari nilai transaksi dikalikan tarif pajak. Adapun ha-hal yang menyebabkan AJB tidak dapat langsung dilakukan antara lain: Kenaikan NJOP yang cukup signifikan setiap tahunnya dimana umumnya sekitar 10% - 20% pertahun. Cara bayar Pengembang yang antar 12 bulan sampai 60 bulan (mengandung beban bunga). Pelaksanaan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan melalui AJB (Akta Jual Beli) dilakukan setelah lunas. Proses produksi yang panjang terutama untuk rumah susun (apartemen) yang mencapai 3 tahun.
Rekomendasi: DPP PPh Final Pengembang dikenakan dari nilai transaksi dikalikan dengan tarif pajak, tidak perlu dibandingkan dengan nilai NJOP PBB.
3. PPh Final Pengembang – Surat Keterangan Bebas (SKB): Fakta: DJP telah mengeluarkan peraturan, untuk transaksi yang telah dibayarkan PPh-nya melalui mekanisme SPT PPh Badan Pengembang pada tahun 2008 dan sebelumnya dapat dimintakan SKB.
4
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 Masalah: Peraturan penerbitan SKB yang tidak memperhatikan situasi dan kondisi yang terjadi dilapangan sehingga menimbulkan masalah dalam penerapannya. Tidak dapat diterbitkan SKB karena adanya masalah yang tidak terakomodasi akan mengakibatkan timbulnya beban tambahan yang sebenarnya tidak perlu. Masalah yang timbul antara lain: Permintaan no NPWP. Adanya konsumen yang sulit ditemui untuk dimintakan NPWP. Nama PPAT disaat Pengembang belum tahu akan dilakukan AJB di PPAT yang mana. Perubahan nama konsumen. Dan lain sebagainya. Rekomendasi: Mempermudah proses SKB, sehingga Pengembang dapat segera memproses SKB yang dibutuhkan Pengembang, sehingga Pengembang dapat segera melakukan AJB (Akta Jual Beli).
D.
PPh PEMBELI 1. PPh Pembeli untuk transaksi super mewah (diatas Rp. 10 milyar): Fakta: Pembeli yang membeli rumah atau rumah susun (apartemen) yang nilai diatas Rp. 10.000.000.000 wajib membayar PPh Pembeli sebesar 5% dari nilai transaksi. Masalah: Penerapan PPh Pembeli dapat mengakibatkan: Calon konsumen tidak mau berinvestasi di Indonesia, karena besarnya beban yang harus ditanggung. Calon konsumen melakukan investasi property yang lebih menguntungkan seperti di Singapura dan Malaysia. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya penempatan modal yang seharusnya dapat ditempatkan di Indonesia, malah ditempatkan di luar negeri. Harga jual property di Indonesia sulit meningkat pesat karena banyak pajak yang harus dibayarkan jika Pengembang menjual produk premium. Tetapi jika Pengembang tidak menjual produk Premium, harga jual prpoperty tidak akan menarik bagi investor. Rekomendasi: Penerapan PPh Pembeli untuk transaksi super mewah harus dihapuskan, karena merusak persaingan usaha dengan luar negeri. Jika diperlukan dapat dikonsultasikan dengan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, perlu pembenahan struktur perpajakan di sektor Real Estat. Dana yang diinvestasikan oleh investor di sektor Real Estat akan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya sektor Real Estat. Tetapi jika dana tersebut diinvestasikan para investor di luar negeri, hanya akan memacu pertumbuhan ekonomi di luar negeri dan tidak ada manfaatnya untuk Indonesia.
5
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 E.
PBB (Pajak Bumi dan Bangunan): 1. PBB – Nilai Jual Oyek Pajak (NJOP) – Dinilai atau ditetapkan oleh badan independen yang tidak berada di bawah Departemen Keuangan: Fakta: NJOP tiap tahun naik setiap tahun secara signifikan (+ 10% - 20%). Harga jual Pengembang mengandung unsur beban keuangan (bunga) sehingga harga jual tunai dengan harga jual angsuran akan berbeda, dimana harga jual tunai akan jauh lebihmurah dibandingkan harga jual angsuran (adanya discount tunai). KPP (Kantor Pelayanan Pajak) tidak dapat mengambil nilai jual tertinggi dari harga transaksi Pengembang, karena harga jual tersebut mengandung unsur beban bunga. Penetapan NJOP dikawasan RSH di beberapa daerah tertentu telah melebih batasan harga jual RSH yang telah ditetapkan Pemerintah. Penerapan NJOP dilakukan oleh KPP setempat. Masalah: Penerapan NJOP oleh KPP dengan mengacu pada harga jual Pengembang yang tertinggi akan menyebabkan penetapan NJOP menjadi overstated. Penerapan NJOP oleh KPP, bukan oleh pihak independen akan mengakibatkan penetapan NJOP yang tidak sehat. NJOP untuk RSH, Rusunami dan Rusunawa menjadi lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh Menteri Perumahan Rakyat sehingga pemberian fasilitas subsidi untuk RSH, Rusunami dan Rusunawa menjadi dipertanyakan dan cenderung ditolak. Rekomendasi: NJOP ditetapkan secara bijaksana, misalnya dari harga jual tunai Pengembang, bukan dari harga jual tertinggi. NJOP ditetapkan melalui mekanisme yang mudah diaudit dan dipertanggungjawabkan kepada publik. NJOP ditetapkan oleh pihak yang independen. Penetapan NJOP tidak boleh melebihi batasan kawasan atau peraturan menteri atau instansi terkait sehingga tidak menimbulkan masalah.
6
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 2. PBB atas Fasum dan Fasos di area lahan milik Pengembang dibebaskan sejak awal: Fakta: Lahan atas Fasum dan Fasos di area lahan milik Pengembang dikenakan PBB. Pengembang tetap memelihara lahan fasum dan fasos yang berada di area Pengembang. Masalah: Beban Pengembang akan semakin bertambah, selain harus memelihara lahan fasum dan fasos yang berada di area Pengembang, Pengembang juga harus membayar PBB. Rekomendasi: Lahan yang ditetapkan sebagai Fasum dan Fasos dibebaskan dari PBB, walaupun belum diserah terimakan ke Pemerintah.
3. Tarif NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) 20% & 40%: Fakta: Tarif NJKP ada 2 yaitu: NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dibawah Rp 1 milyar dikenakan tarif NJKP sebesar 20%. NJOP diatas Rp 1 milyar dikenakan tarif NJKP sebesar 40%. Masalah: Karena lahan yang dimiliki Pengembang sebagai persediaan baranga dagangan sangat besar sehingga nilai NJOP umumnya diatas Rp 1 milyar akan mengakibatkan Pengembang harus membayar beban PBB 2 kali lipat. Rekomendasi: Tarif NJKP untuk Pengembang ditetapkan maksimal sebesar 20%.
7
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 4. PBB – Penerbitan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Bumi dan Bangunan) sebagai dasar untuk AJB terutama pada pergantian tahun: Fakta: Penerbitan SPPT PBB oleh KPP pada awal tahun umumnya paling cepat akhir Februari. Pelaksanaan AJB (Akta Jual Beli) ada yang dilakukan pada bulan Januari. SPPT PBB diperlukan untuk mendapatkan nilai NJOP pada tahun tersebut. Rekomendasi: SPPT PBB harus sudah diterbitkan paling lambat akhir November dan sudah didistribusikan kepada pemilik lahan paling lambat akhir Desember, sehingga pelaksanaan AJB dapat berlangsung tanpa gangguan.
5. PBB atas kawasan sedang dikembangkan dan belum diserah terimakan oleh Pengembang – dibebaskan dari pembayaran PBB: Fakta: Pengembang harus membayar PBB dan membayar biaya pengelolaan serta pemeliharaan lingkungan. Masalah: Pengembang harus membayar double, pertama membayar PBB dan kedua harus membayar biaya pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan, sehingga menambah biaya operasional Pengembang. Pemda cenderung menolak serah terima fasum dan fasos karena jika menerima fasum dan fasos dari Pengembang harus menganggarkan biaya pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan yang diserah terimakan, padahal Pemda tetap menerima pembayaran PBB dari Pengembang. Rekomendasi: PBB atas kawasan yang sedang dikembangan dan belum diserah terimakan oleh Pengembang, maka Pengembang tidak perlu membayar PBB. Tetapi jika Pengembang telah menyerahkan Fasum dan Fasos ke Pemda, maka Pengembang harus membayar PBB.
8
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 F.
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan) BEBAN PENGEMBANG: 1. BPHTB beban Pengembang dapat dibebaskan sejak awal (pembebasan lahan). Fakta: Pengembang pada saat pembebasan / pembelian lahan (tanah) sebagai bahan baku untuk barang dagangan harus membayar BPHTB, padahal tujuannya bukan untuk dimiliki oleh Pengembang. Masalah: Menambah beban produksi bagi Pengembang, sebesar 5% dari nilai pembebasannya. Rekomendasi: Karena lahan tersebut merupakan bahan baku untuk barang dagangan (bukan untuk dimiliki) diharapakan BPHTB beban Pengembang dapat dibebaskan.
G.
PPh (Pajak Penghasilan) FINAL ATAS SEWA TANAH DAN ATAU BANGUNAN 1. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan – Tarif pajak dikembalikan ke tarif awal: Fakta: Tarif PPh Final untuk sewa tanah dan bangunan sebagai berikut: TARIF PAJAK PPh FINAL ATAS PERSEWAAN TANAH DAN ATAU NO BANGUNAN
WPOP
WP BADAN
1 Tarif PPh Final sewa yang berlaku pada saat awal
10 %
6%
2 Tarif PPh Final sewa yang berlaku saat ini
10 %
10 %
Catatan: WPOP – Wajib Pajak Orang Pribadi. WP Badan – Wajib Pajak Badan (Perusahaan).
9
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014
Perhitungan pajak badan atas usaha sewa tanah dan atau bangunan: NO.
KETERANGAN
PERHITUNGAN PAJAK BADAN TARIF PAJAK BADAN PERHITUNGAN FINAL NON FINAL LABA RUGI
1 Pendapatan 2 Beban pokok dan usaha 3 Laba usaha sebelum pajak 4 Pajak badan
100,00 64,29 10 %
28 %
5 Laba usaha setelah pajak
35,71 10,00 25,71
Catatan: Pajak final dihitung: Pendapatan X Tarif. Pajak non final dihtung: Laba usaha sebelum pajak X Tarif.
Pendapatan sewa menyewa terdiri atas: Pendapatan rental. Beban atas antara lain adalah: pendatan rental adalah beban investasi (penyusutan gedung) bangunan dan beban bunga, pemeliharaan gedung (renovasi), PBB dan lain sebagainya. Pendapatan service charge (pengelolaan). Beban pengelolaan antara lain adalah beban gaji, beban listrik. Beban air pemeliharaan alat (service rutin) dan lain sebagainya. Pendapatan atas utility seperti Listrik. Pendapatan listrik sebenarnya bukan merupakan pendapatankarena lebih merupakan penggantian biaya listrik konsumen yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh Pengelola sesuai meter yang dipasang untuk setiap tenant (penyewa). Pendapatan lainnya.
Persaingan yang ketat sesama pengelola gedung, pengelola tidak dapat mengambil untung yang besar.
Berdasarkan tingkat hunian rata – rata, sulit satu gedung terhuni 100%, apalagi untuk gedung yang tidak berada di daerah strategis atau gedung tua yang memerlukan perbaikan gedung (renovasi).
Insentif pajak PPh berdasarkan UUD PPh yang mengatakan Pemerintah memberikan insentif PPh bagi usaha non final dimana tahun 2008 dikenakan tarif progresif dengan tarif tertinggi 30%, pada tahun 2009 ditetapkan dengan tarif tunggal sebesar 28% dan tahun 2010 ditetapkan dengan tarif tunggal sebesar 25%.
membuat
10
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 Masalah: Ditengah iklim persaingan yang ketat untuk sektor persewaan tanah dan bangunan serta situasi ekonomi yang tidak terlalu stabil, besarnya tarif PPh Final sebesar 10% dirasakan sangat berat, karena laba sebelum pajak harus sebesar 35,71% dari omset. Pada saat situasi ekonomi seperti ini sulit bagi Pengelola untuk dapat membukukan laba sebelum pajak sebesar 35,71%. Belum lagi ditambah faktor adanya kenaikan beban operasional yang diluar kendali Pengelola seperti tarif dasar listrik (TDL), upah minimum Propinsi (UMP) dan lain sebagainya. Tidak ada pemberian insentif untuk pajak final seperti usaha persewaan tanah dan atau bangunan. Dengan tarif pajak yang tinggi, tanpa insentif pajak dan persaingan yang ketat serta situasi eknomomi yang tidak stabil akan mengakibatkan pertumbuhan usaha di sektor usaha persewaan tanah dan atau bangunan semakin tidak menarik. Rekomendasi: Tarif PPh Final untuk sewa tanah dan atau bangunan maksimal 6% seperti ketika pertama kami diterapkan. Sehingga perhitungan pajak badan menjadi sebagai berikut: NO.
KETERANGAN
PERHITUNGAN PAJAK BADAN TARIF PAJAK BADAN PERHITUNGAN FINAL NON FINAL LABA RUGI (USULAN)
1 Pendapatan 2 Beban pokok dan usaha 3 Laba usaha sebelum pajak 4 Pajak badan 5 Laba usaha setelah pajak
100,00 78,57 6%
28 %
21,43 6,00 15,43
11
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 2. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan – Pajak atas service charge dan utility: Fakta: Pendapatan sewa menyewa tanah dan bangunan terdiri atas: Pendapatan sewa. Pendapatan service charge (pengelolaan). Pendapatan utility seperti listrik. Pendapatan lainnya. Masalah: Pengelola sulit membukukan laba sebelum pajak sebesar 35,71% untuk pendapatan: Laba dari service charge umumnya baru mencapai BEP (Break Event Point) pada tingkat hunian rata-rata sebesar 50%. Pendapatan utility seperti pendapatan dari listrik, sebenarnya merupakan penggantian beban listrik dari PLN porsi tenant (penyewa) yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh Pengelola, sehingga Pengelola dalam hal ini tidak mengambil keuntungan. Rekomendasi: Pendapatan atas sewa dan utility dan lainnya dikenakan pajak non final. Pendapatan final hanya dikenakan atas pendapatan sewa.
12
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 H.
LAINNYA: 1. Pembayaran Pajak di bank dibatasi (waktu dan jumlah transaksi): Fakta: Waktu pembayaran pajak dibatasi, umumnya dari dari jam 08.00 – 11.00 WIB. Jumlah transaksi yang dapat dilakukan dibatasi, maksimum 5 transaksi perorang pada bank-bank tertentu. Tidak seluruh bank merupakan bank persepsi Masalah: Terbatasnya jumlah bank, waktu dan jumlah transaksi akan menghambat proses pembayaran pajak. Rekomendasi: Perlu dilakukan koordinasi antara DJP dan BI serta Perbankan untuk mempermudah akses pembayaran pajak bagi wajib pajak.
2. Pembayaran BPHTB hanya dapat dilakukan di bank lokasi: Fakta: Pembayaran BPHTB hanya dapat dilakukan di bank lokasi dimana property yang diperjual belikan berada. Masalah: Pelaksanaan pembayaran BPHTB menjadi tidak sederhana dan menjadi sangat merepotkan. Rekomendasi: Perlu dilakukan koordinasi antara DJP dan BI serta Perbankan untuk mempermudah akses pembayaran pajak bagi wajib pajak.
3. Validasi BPHTB dan SSP : Fakta: Pada saat proses validasi BPHTB dan SSP, umumnya perlu membayar biaya validasi yangh seharusnya tidak perlu membayar. Masalah: Adanya biaya untuk validasi yang seharusnya tidak dikenakan biaya, akan menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Rekomendasi: Tidak perlu dilakukan validasi, cukup melaporkan pembayaran BPHTB dan SSP seperti pelaporan pajak lainnya. Jika terjadi kekurangan pembayaran pajak dapat dimintakan kemudian seperti pada proses perpajakan lainnya.
13
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT PENJELASAN 7 APRIL 2014 4. Definisi serah terima barang : Fakta: Saat terhutang pajak, banyak dikaitkan dengan penyerahan barang seperti: Saat terhutang PPN: Mana yang lebih dulu antara penerimaan uang atau penyerahan barang. Saat terhutang PPn BM: Sekali saat penyerahan barang. Masalah: Definisi penyerahan barang perlu diperjelas, karena definisi penyerahan barang bisa didefinisikan macam-macam, contoh: Serah terima tanah dan atau bangunan berdasarkan KUHP adalah pada saat telah didaftarkan haknya di BPN pada saat dilakukan AJB. Serah terima fisik sesuai dokumen BAST (Berita Acara Serah Terima). Pada saat pengakuan pendapatan di laporan perhitungan laba rugi. Pada saat terima uang tanda jadi. Rekomendasi: Perlu ditetapkan definisi serah terima barang yang pasti sehingga tidak terjadi salah interprestasi. Sebaiknya definisi serah terima barang mengacu pada KUHP, sehingga tidak terjadi banyak definisi serah terima. Hal ini juga sesuai dengan obyek pajaknya yaitu: Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan.
----------------------- ***** -----------------------
14