BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembiayaan negara dititikberatkan pada sektor perpajakan, pemenuhan beberapa fasilitas seperti jalan, sekolah, rumah sakit serta fasilitas publik lainnya akan dapat terwujudkan apabila adanya kesadaran setiap individu maupun badan hukum untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Pajak merupakan salah satu sektor pendapatan utama suatu negara. Minimnya informasi tentang perpajakan, pandangan masyarakat yang menganggap pajak tersebut sesuatu hal yang menakutkan dan merugikan mengakibatkan rendahnya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Peranan Konsultan Pajak sangat diharapkan oleh masyarakat untuk dapat membantu memenuhi hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak. Sebagai pihak yang profesional, konsultan pajak akan memberikan pemahaman, pembinaan serta perencanaan yang matang sehingga kewajiban perpajakan dapat terlaksana dengan baik. Penelitian Ernawati (2008) membuktikan bahwa bantuan konsultan pajak juga berperan dalam peningkatan kesadaran wajib pajak dalam memahami kewajiban perpajakannya. Konsultan pajak merupakan individu yang sangat rentan terhadap gejala stres karena seringkali giat bekerja, agresif, perfeksionis dan bertanggungjawab
1
2
terhadap pekerjaannya. Mereka berada di bawah tekanan untuk menyajikan pekerjaan yang berkualitas dan seringkali bekerja dalam batasan anggaran yang ketat untuk menyelesaikan pekerjaan dengan waktu yang sesingkat mungkin (Setiawan Imam, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Webster dan Bergman (1999) dalam Oberlechner dan Nimgade (2005) menemukan bahwa orang yang bekerja di bidang keuangan dikabarkan lebih rentan terhadap stres. Hal ini juga didukung oleh penelitian Jones, dkk (dalam Oberlechner dan Nimgade, 2005) dalam Wikaningtyas (2007) yang menunjukkan bahwa tingkat stres yang dialami oleh pekerja di bidang keuangan dua kali lipat lebih tinggi dari pekerja lainnya. Tipe stress yang berdampak negatif atau disfungsional (distress) pada kinerja disebut dengan istilah burnout (Utami dan Nahartyo, 2013). Burnout merupakan istilah yang pertama kali diutarakan oleh Freudenberger (1974) yang merupakan representasi dari sindrom stres secara psikologis. Burnout merupakan sindrom kelelahan, baik secara fisik maupun mental yang termasuk di dalamnya berkembang konsep diri yang negatif, kurangnya konsentrasi serta perilaku kerja yang negatif (Pines dan Maslach, 1993). Leiter dan Maslach (1999) menjelaskan mengenai burnout secara operasional yaitu berdasarkan batasan ini maka dapat ditentukan kapan seseorang telah mengalami burnout, caranya adalah dengan meneliti gejala-gejala kekeringan emosional, adanya depersonalisasi dan penurunan rasa keberhasilan dalam
3
melakukan tugas sehari-hari. Cordes dan Dougherty (1993) menyatakan bahwa burnout menyebabkan performance sesorang menurun. Greenhaus, et al. (2000) menyebutkan
beberapa
faktor penyebab burnout adalah job demand, role
characteristic, interpersonal relationship, career concern dan nonwork pressure. Job demand terkait dengan waktu kerja dan tekanan yang ada dalam pekerjaan, beban tanggung jawab terhadap orang lain, pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang. Penyebab kedua yaitu role characteristic, yang dibagi menjadi tiga, yaitu role conflict yang berkaitan dengan konflik jabatan atau peran dalam pekerjaan dengan harapan diri, role ambiguity berkaitan dengan kejelasan akan tugas yang harus dikerjakan sesuai dengan deskripsi kerja dan role overload/underload berhubungan dengan banyak dan sedikitnya pekerjaan yang diberikan. Penyebab lainnya yaitu interpersonal relationship yang berkaitan dengan konflik dengan rekan kerja dan kelompok lain dan persaingan antar rekan kerja. Selanjutnya yaitu career concern berkaitan dengan perubahan dalam pekerjaan, lokasi, pemimpin, bias di tempat
kerja, pengembangan
karir karyawan,
kehilangan
dan
kekurangan
karyawan. Nonwork pressure yang dalam hal ini terkait dengan konflik keluarga, seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, kehilangan salah satu pasangan hidup, kelahiran anak yang tidak diinginkan. Penyebab stress yang dialami oleh profesi akuntansi adalah terperangkap dalam situasi yang tidak dapat lepas dari tekanan peran (role stress) dalam pekerjaan. Penelitian Kahn, et al. (1964) menyatakan bahwa tekanan dalam pekerjaan muncul
4
karena adanya dua kondisi yang sering dihadapi profesi akuntansi, yaitu ambiguitas peran (role ambiguity) dan konflik peran (role conflict). Baron dan Paulus, 1991 (dalam Rostiana, 2005) mendeskripsikan gejalagejala umum yang dirasakan oleh penderita kejenuhan kerja, antara lain: lelah baik secara fisik maupun emosional, merasa tidak berdaya, merasa terperangkap di dalam pekerjaannya dan memiliki persepsi yang kuat terhadap kemampuan dirinya. Merasa tidak berdaya, hal ini berkaitan dengan job insecurity yang didefinisikan oleh Greenhalgh dan Rosenblatt (1989) bahwa ketidakamanan kerja (job insecurity) sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Cordes dan Daugherty (1993) juga menyebutkan bahwa anteseden dari burnout adalah role conflict, role ambiguity, dan role overload. Forgaty, et al. (2000) serta Murtiasri dan Ghozali (2006) menemukan adanya pengaruh positif role conflict, role ambiguity, dan role overload pada burnout. Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) mengatakan job insecurity dapat menimbulkan rasa takut, kehilangan kemampuan, dan kecemasan. Pada akhirnya, jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, karyawan dapat menjadi stress akibat adanya rasa tidak aman dan pasti akan pekerjaannnya (dalam Irene, 2008). Menurut Hobfoll (1989), stres terjadi ketika individu terancam kehilangan sumber daya atau gagal untuk mendapatkan sumber daya hasil dari menginvestasikan sumber dayanya. Novita dkk. (2013) menemukan adanya pengaruh positif job insecurity terhadap burnout.
5
Wiryathi (2014) menyatakan role conflict terjadi ketika terdapat ketidakcocokan harapan dan tuntutan yang berkaitan dengan peran yang dijalani seseorang, dimana pemenuhan harapan atas satu peran membuat pemenuhan terhadap peran lain lebih sulit. Role Conflict merupakan konflik atau kebingungan yang terjadi karena munculnya dua perintah atau lebih yang datang secara berturut turut tetapi tidak konsisten. Hal ini akan membuat seseorang akan bekerja lebih extra dari biasanya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jika keadaan seperti itu terus berlanjut, maka seseorang dapat mengalami burnout (Maslach, 1982 dalam Forgaty, et al. 2000) Ambiguitas peran (role ambiguity) menurut Yousef (2002), yaitu situasi dimana individu tidak memiliki arah yang jelas mengenai harapan akan perannya dalam organisasi. Selanjutnya, Leigh, et al. (1988) dalam Nimran (2004:102) menyatakan konflik peran itu merupakan hasil dari ketidakkonsistenan harapanharapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu dan sebagainya. Role ambiguity merupakan kondisi stress yang di sebabkan oleh kebingungan karena ekspektasi peran tidak dipahami secara jelas dan tidak adanya informasi yang memadai yang diperlukan seseorang untuk memenuhi peran mereka secara memuaskan (Wiryathi, 2014). Selain faktor konflik peran dan ambiguitas peran, Schick, et al. (1990) menyatakan bahwa tekanan peran pada auditor juga disebabkan karena beratnya beban pekerjaan yang menimbulkan kelebihan beban kerja (role overload). Sehingga
6
role overload dapat terjadi ketika konsultan pajak juga memiliki beban pekerjaan sangat berat yang tidak sesuai dengan waktu dan kemampuan yang dimiliki. Mondy, et al. (1990:490) menyatakan bahwa role overload merupakan tipe konflik peran yang lebih kompleks, terjadi ketika harapan yang dikirimkan pada pemegang peran dapat digabungkan akan tetapi kinerja mereka melampaui jumlah waktu yang tersedia bagi orang yang melaksanakan aktivitas yang diharapkan. Akuntan pada masa sibuk bekerja lebih dari sepuluh jam sehari selama sebulan (Jones, et al. 2010). Sweeney dan Summer (2002) menemukan bahwa pada akhir musim sibuk bagi profesi akuntansi mengalami peningkatan emotional exhaustion secara signifikan. Penelitian Almer dan Kaplan (2002) menemukan indikasi bahwa role ambiguity, role conflict, dan role overload berpengaruh terhadap burnout. Breakwell (1990) menyatakan beberapa stressor dalam pekerjaan seperti menambah panjang jam kerja, job insecurity, gaji yang buruk dan kurangnya otonomi. Job insecurity merupakan faktor yang menyebabkan burnout (Westman, et al. 2001). Westman, et al. (2001) menyatakan job insecurity yang berasal dari kebijakan penting suatu organsinasi, seperti keputusan untuk berhemat, yang memunculkan rumor tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan lainnya pada akhirnya menjadi sumber stres kronis dan mengarah ke burnout. Dalam penelitian Cohen, et al. (1988) dinyatakan bahwa profesi akuntan merupakan salah satu dari sepuluh profesi yang mengandung tingkat stres tertinggi. Gaertner dan Ruhe (1981) menyebutkan bahwa banyak akuntan yang dilaporkan
7
memiliki kebiasaan merokok, minum minuman keras, maag, sakit punggung, dan sakit kepala akibat stress yang mereka alami. Stuebs, et al. (2010) menyatakan praktisi pajak merupakan komponen integral dari profesi akuntan publik. Sehingga konsultan pajak juga rentan mengalami stress dalam menjalankan profesinya. Fenomena stress yang dialami oleh para profesi akuntansi dapat dicermati di lingkungan kerja mereka, salah satunya adalah Kantor Konsultan Pajak. Bervariasinya jasa yang dapat diberikan oleh konsultan pajak dapat menimbulkan terjadinya berbagai macam tekanan kerja. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 485/KMK.03/2003, konsultan pajak adalah setiap orang yang dalam lingkungan pekerjaannya secara bebas memberikan jasa profesional kepada wajib pajak dalam menyelesaikan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut konsultan pajak membantu wajib pajak melakukan kewajiban perpajakan berupa perhitungan, pembayaran dan pelaporan kewajiban perpajakannya. Hal tersebut merupakan implementasi dari self assessment system. Selain itu konsultan pajak juga dapat mewakili wajib pajak dalam hal pemeriksaan pajak ataupun penggadilan pajak. Self assessment system membebaskan wajib pajak untuk melakukan sendiri proses perhitungan, pembayaran, serta pelaporan pajak terutangnya (Resmi, 2011). Kondisi tersebut membuat banyak wajib pajak yang melakukan kewajiban pajak tidak sesuai dengan aturan perpajakan dan banyak juga wajib pajak yang
8
kurang memahami aturan perpajakan. Sehingga sering terjadi salah tafsir aturan perpajakan. Hal tersebut juga dikarenakan terlalu banyaknya aturan perpajakan di Indonesia dan seringnya adanya perubahan aturan perpajakan. Berdasarkan kondisi tersebut banyak wajib pajak yang memerlukan konsultan pajak untuk mengarahkan dan membantu wajib pajak untuk menangani kewajiban perpajakannya. Kondisi tersebut akan membuat konsultan pajak memerlukan waktu yang extra dalam membina wajib pajak yang menjadi kliennya. Sehingga akan menyebabkan terjadinya overload beban kerja. Bertambahnya jam kerja merupakan salah satu stressor (Breakwell, 1990). Konsultan pajak secara langsung dan tidak langsung memberikan edukasi mengenai aturan perpajakan. Banyak hal yang dihadapi konsultan pajak dalam mengedukasi wajib pajak, diantaranya keinginan setiap wajib pajak, masalah perpajakan yang dihadapi oleh wajib pajak dan karakter wajib pajak yang berbedabeda, sehingga hal tersebut menjadi salah satu pemicu stress. Selain tuntutan dari wajib pajak tersebut, perbedaan pendapat antara wajib pajak dengan pihak fiskus juga merupakan situasi dimana konsultan pajak tidak dapat lepas dari tekanan peran (role stress) dalam pekerjaan. Hal itu karena konsultan pajak mengalami situasi boundary spanning activites (BSA) yang sangat berpotensi mengalami tekanan peran. Individu yang berada pada situasi boundary spanning activites sangat berpotensi mengalami tekanan peran (Agustina, 2009) karena harus berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di luar organisasi, dengan
9
bermacam-macam keinginan dan harapan. Hal tersebut dapat memicu terjadinya konflik peran dimana pemenuhan harapan dari suatu peran akan membuat pemenuhan terhadap peran lain lebih sulit. Jika keadaan seperti itu terus berlanjut, maka seseorang dapat mengalami burnout (Maslach, 1982 dalam Forgaty, et al. 2000). Selain berinteraksi dengan banyak pihak, konsultan pajak juga mengakomodir keinginan yang berbeda beda dari berbagai pihak. Salah satunya mengakomodir keinginan wajib pajak untuk mengecilkan pajak terutangnya dan bahkan melakukan pendekatan dengan pegawai pajak agar lebih menguntungkan wajib pajak. Seperti pada kasus Hendro Tirtawijaya yang melakukan pendekatan dan negosiasi dengan pegawai pajak untuk mengurangi jumlah pajak terutang (news.okezone.com). Jika sudah terlibat kasus seperti tersebut konsultan pajak rentan mengalami stress seperti juga yang dialami Imam Cahyo Maliki seorang konsultan pajak yang mengalami stress lantaran diduga terlibat kasus Gayus dan tengah menjalani terapi (www.rmol.co). Konsultan pajak seringkali giat bekerja, agresif, perfeksionis dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Mereka berada di bawah tekanan untuk menyajikan pekerjaan yang berkualitas agar tidak membuat suatu kesalahan. Dimana jika terjadi suatu kesalahan akan pekerjaannya maka konsultan tesebut bisa kehilangan klien atau pekerjaannya. Dengan keadaan tersebut konsultan pajak juga mengalami job insecurity. Konsultan pajak juga khawatiran atau rasa tidak aman tentang eksistensi keberlangsungan pekerjaannya dimasa depan yang berkaitan
10
dengan kestabilan pekerjaan, perkembangan karir, dan penurunan penghasilan yang menyebabkan keadaan distress, cemas dan tidak aman. Breakwell (1990) menyatakan job insecurity merupakan salah satu stressor. Berdasarkan uraian diatas penelitian ini ingin mengkaji pengaruh role conflict, role ambiguity, dan role overload terhadap tentang burnout dengan menambahkan job insecurity sebagai variabel yang mempengaruhi burnout. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh hubungan role conflict, role ambiguity, role overload dan job insecurity pada burnout yang dihadapi konsultan pajak di Kantor Konsultan Pajak se-Provinsi Bali. Alasan dipilihnya konsultan pajak pada Kantor Konsultan Pajak se-Provinsi Bali sebagai responden dikarenakan konsultan pajak merupakan salah satu profesi akuntansi yang mengalami tingkat stress yang cukup tinggi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai: a.
Apakah role conflict berpengaruh pada burnout konsultan pajak?
b.
Apakah role ambiguity berpengaruh pada burnout konsultan pajak?
c.
Apakah role overload berpengaruh pada burnout konsultan pajak?
d.
Apakah job insecurity berpengaruh pada burnout konsultan pajak?
11
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: a. Menguji pengaruh role conflict pada burnout konsultan pajak. b. Menguji pengaruh role ambiguity pada burnout konsultan pajak c. Menguji pengaruh role overload pada burnout konsultan pajak. d. Menguji pengaruh job insecurity pada burnout konsultan pajak. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: 1) Kegunaan Teoritis Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
pada
pengembangan teori peran, terutama pada bidang akuntansi keperilakuan. Selain itu menjadi referensi konseptual bagi peneliti sejenis dalam
rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk pengembangan dan kemajuan dunia pendidikan. 2) Kegunaan praktis Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap konsultan pajak pada Kantor Konsultan Pajak di Provinsi Bali agar mengetahui seberapa besar pengaruh role ambiguity, role conflict, role overlod dan job insecurity pada burnout yang dihadapi konsultan pajak dalam menjalankan profesinya.