DAMPAK D K KORUP PSI DAN N VARIAB BEL EKO ONOMI L LAINNYA A TERH HADAP PERTUM P MBUHAN EKONO OMI SEPU ULUH NEGA ARA ASEA AN+3 TA AHUN 20000-2010
A ARDHI H HARRY SUBEKTI S I
DE EPARTEM MEN ILMU U EKONO OMI FAKULT TAS EKO ONOMI DA AN MANA AJEMEN INSTITUT PERTANI P IAN BOGO OR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013
Ardhi Harry Subekti NIM H14090092
ii
ABSTRAK ARDHI HARRY SUBEKTI. Berjudul Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010. Dibimbing oleh Alla Asmara.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN+3 terus meningkat, namun dibalik peran pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi terdapat satu kegagalan perencanaan pemerintah, dimana adanya perilaku yang bersifat mengejar keuntungan pribadi (korupsi). Tingginya tingkat korupsi di suatu negara juga memberikan high cost economy yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Korupsi dapat merusak kinerja ekonomi, tingginya tingkat korupsi dikaitkan dengan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian ini digunakan metode data panel dengan kurun waktu 2000-2010 meliputi sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3. Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah investasi modal fisik, pembelanjaan pemerintah, dan pengeluaran pendidikan, yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, Korupsi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat korupsi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi pada sepuluh negara kawasan ASEAN+3. Kata Kunci: ASEAN+3, Data Panel, Pertumbuhan ekonomi, Korupsi.
ABSTRACT ARDHI HARRY SUBEKTI. Entitled The Impact of Corruption and Other Economic Variables Against Economic Growth ASEAN+3 Ten Countries Time Periode 2000-2010. Supervised by Alla Asmara.
High economic growth and sustainability are the necessary conditions for economic development and welfare improvement. Economic growth in ASEAN+3 countries continues to increase. However, the corruption and failure in government planning may create negative effect to the economy. The high level of corruption in a country also gives high cost economy that can hinder economic growth. Corruption may slowdown economic performance. A high level of corruption is associated with lower level of economic growth. This study used panel data methods in the period of 2000-2010 which covered the ten ASEAN+3 countries. The purpose of this study are identify factors that affect economic growth and analyze the impact of corruption on economic growth. Variables used in this study are the physical capital investment, government expenditure, and spending on education, which have a positive impact on economic growth. However, corruption showed negative impact on economic growth. High level of corruption can reduce economic growth in the entire of ASEAN+3 countries. Keywords: ASEAN +3, Panel Data, Economic Growth, Corruption.
iii
DAMPAK KORUPSI DAN VARIABEL EKONOMI LAINNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SEPULUH NEGARA ASEAN+3 TAHUN 2000-2010
ARDHI HARRY SUBEKTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iv
v
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010 Ardhi Harry Subekti H14090092
Disetujui oleh
Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menganalisis dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara kawasan ASEAN+3 selama 2000-2010. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Suherman , Ibu Kunmiyati, serta kakak-kakak dari penulis Wawang Harry (Alm), Andi Harry, Dhani Harry, Putri Anggeraini, atas segala doa, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materiil bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan baik secara teknis, teoritis, maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Wiwiek Rindayanti dosen penguji utama dan Laily Dwi Arsyanti, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 4. Teman-teman satu bimbingan Jajang Arif, Puspita Mega, Stannia Cahaya, dan Almira Rosalina yang telah menjadi partner diskusi dan teman berbagi suka duka dalam penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh anggota terhormat Pakuan R “Berbakti” (PRB), teman-teman Ilmu Ekonomi 46, dan Keluarga Besar KAREMATA FEM IPB yang selalu memberikan keceriaan, masukan, dan semangat kepada penulis. 6. Sahabat-sahabat di Medan, angkatan 18, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Juni 2013
Ardhi Harry Subekti
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Korupsi Kegagalan Pemerintah Model Pertumbuhan Solow Metode Panel Data Penelitian Terdahulu Hipotesis Penelitian Keranga Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode dan Pengolahan Data Uji Hipotesis Uji Asumsi GAMBARAN UMUM Pendapatan perkapita di Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Investasi, Pembelanjaan Pembelanjaan Pemerintah, dan Pengeluaran Pendidikan di Sepuluh Negara ASEAN+3 Pertumbuhan Populasi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+Tahun 2000-2010 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan Pemilihan Model Terbaik Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Ekonometrika Tahapan Evaluasi Model Berdasaran Statistika Analisi Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii ix 1 4 5 5 6 6 6 13 14 20 22 23 23 25 26 29 29 32 34 41 43 44 45 46 50 50 52 54 59
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Klasifiasi Negara-Negara ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan Dinamia Indeks Persepsi Korupsi Selama 9 Tahun Klasifikasi Negara Berdasarkan Pendapatan ASEAN+3 Penelitian Terdahulu Data dan Sumber Data yang Digunakan Dalam Penelitian Ketentuan Nilai Durbin-Watson Tiga Kota Teratas Bebas Dari Korupsi dan Tiga Kota Terkorupsi di Indonesia Tahun 2010 Perbandingan Model Pooled Least Square, Fixed Effect Model, Random Effect Model. Uji Pemilihan Model Terbaik Uji Normalitas dengan Jarque Bera dan Probability Nilai Statistik Model Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Hasil Estimasi Model Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Hasil Cross Section Effect
3 5 22 26 31 40 42 43 45 45 46 48
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertumbuhan GDP Negara ASEAN, Cina, Jepang dan Korea Selatan Hierarki Kebutuhan Maslow Korupsi dan Pembangunan Manusia Kondisi Mapan dan Tingkat Kaidah Emas Penurunan Kondisi Mapan Diakibatkan Korupsi Kerangka Pemikiran Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel Pertumbuhan GDP perkapita Sepuluh Negara ASEAN+3 Dinamika Investasi di Sepuluh Negara Kawasa ASEAN+3 Tahun 20002010 Dinamika Pembelanjaan Pemerintah Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 2006-2010 Dinamika Pengeluaran Pendidikan Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 2006-2010 Klasifikasi Indeks Persepsi Korupsi Dunia Berdasarkan Tingkatan Warna Tahun 2010 Dinamika Korupsi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Pertumbuhan Populasi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Kuadran Rata-rata GDP perKapita dan Indeks Persepsi Korupsi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Tahun 2000-2010
10 11 12 13 14 15
2 10 13 17 19 24 27 33 34 35 36 38 39 41 49
ix
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model PLS Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model Fixed Effect Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Random Effect Hasil Pengujian Chow Test Hasil Pengujian Hausman Test Hasil Nilai Matriks Korelasi Hasil Standardized Residuals Hasil Uji Normalitas
54 55 56 56 57 57 57 58
x
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan bagi publik. Mayoritas negara di dunia ini melakukan strategi perekonomian yang lebih hati-hati dan menggabungkan prinsip pasar bebas (market mechanism) dengan intervensi pemerintah yang lebih terarah dan tepat guna (Deliarnov, 2006). Aliran-aliran seperti Marxisme, Keynesian, dan Paham sosialis juga mendukung pemerintahan dan institusi politik dalam perekonomian yang lebih efisien dan lebih adil. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Menurut Todaro (2005) Pertumbuhan ekonomi sebagai proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi setelah krisis tahun 1998 mengalami peningkatan setiap tahun pada kawasan Asia Timur dan Pasifik. Menurut laporan IMF, 3 tahun setelah krisis kawasan Asia mengalami pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 5 persen per tahun, pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan sebelum krisis1. Kekuatan ekonomi dunia saat ini sedang bergeser dari barat ke timur. Resesi ekonomi yang terjadi tahun 2008-2009 mempercepat pergeseran perekonomian. Ketika dunia barat mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi, benua Asia khususnya Asia Timur mencapai kemajuan yang signifikan. China, India, dan Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2009. Hal ini terbukti dari pernyataan World Bank bahwa pertumbuhan yang kuat terjadi pada Asia Timur, laporan tahunan menunjukkan Eropa mengalami perlambatan pertumbuhan, akan tetapi Asia Timur mengalami peningkatan sebesar 8.2 persen GDP riil (Produk Domestik Bruto)2. Perhimpunan bangsa-bangsa Asia terutama Asia Tenggara, merupakan organisasi geo-politik dan ekonomi yang disebut ASEAN (Association of Southeast Asian Nation). Pada tahun 1997, ASEAN meningkatkan kerjasama yang strategis melalui hubungan kemitraaan dengan Negara Cina, Jepang, dan Korea Selatan (ASEAN+3). Ketika negara-negara di dunia melakukan upayaupaya untuk menghilangkan hambatan ekonomi, pemerintah kawasan ASEAN+3 sepakat untuk berkerja sama dengan menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi dan membuka perekonomian guna mencapai integrasi ekonomi.
1
IMF. 2000. Dalam artikel “Recovery from the Asian Crisis and the Role of the IMF” [http://www.imf.org/external/np/exr/ib/2000/062300.htm#I] 2 World Bank. 2012. Dalam artikel “Stong Growth in Developing Eas Asia Faces Risk From Global Uncertainty and Natural Disasters” [http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/NEWS/]
2
Cina
Jepang
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
GDP (Konstan 2000 US$) ASEAN
ASEAN Sumber: World Bank, 2012
5500 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
GDP (Konstan 2000 US$) Cina, Jepang, dan Korea Selatan
150 130 110 90 70 50 30 10 ‐10
1997
Korea Selatan
Gambar 1 Pertumbuhan GDP Negara ASEAN, Cina, Jepang, Korea Selatan (Miliar US$) Selama lebih dari dua dekade sejak dicetuskannya kerjasama ASEAN+3 oleh para pemimpin negara Asia Tenggara, Cina, Jepang, dan Korea selatan, ASEAN+3 telah menjadi kekuatan regional terbesar setelah Uni Eropa. Di tengah krisis yang melanda, ASEAN+3 menjadi daya tarik dan harapan baru bagi perekonomian global. Pada krisis yang terjadi pada tahun 2008, ASEAN+3 dapat pulih lebih cepat dan lebih kuat dari negara barat lainnya, dimana tahun 2010 GDP meningkat sebesar 5 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 sebesar 3.5 persen dan 0.9 persen tahun 20093. Terlihat dari Gambar 1 laju pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan yang stabil setiap tahunnya pada negaranegara ASEAN, Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Investasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut laporan ASEAN (2012) investasi langsung dari Jepang pada negara-negara ASEAN 11 milyar US$ tahun 2010 dan 15.3 milyar US$ tahun 2011. Kemudian investasi langsung negara Cina pada negara ASEAN 2.7 milyar US$ tahun 2011dan meningkat 117 persen pada tahun 2011 mencapai 5.9 milyar US$. Asian Development Bank memprediksi pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi ASEAN diatas 5.7 persen dan Asia Timur (Cina, Jepang, Korea Selatan) sebesar 8 persen yang merupakan pertumbuhan tertinggi dalam beberapa tahun ini4. Namun dibalik pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan perbaikan ekonomi ASEAN+3, terdapat permasalahan internal yang menaungi pemerintah di sektor publik kawasan ASEAN+3. Salah satunya adalah tingkat korupsi yang tinggi. Korupsi merupakan penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi dan dapat mengakibatkan high cost economy (Transparency International (2010); Damanhuri (2010)). Beberapa penelitian membuktikan bahwa korupsi terjadi di negara miskin dan negara sedang berkembang atau terjadi gaya kepemimpinan yang otoriter (Sasana, 2004). Banyak praktik korupsi di negara dunia ketiga dan berkembang merupakan bentuk kegagalan perencanaan pemerintah akibat kualitas institusi 3
ADB.2010. Dalam artikel “Sustaining the ASEAN+3 Recovery” [http://www.adb.org/news/speeches/sustaining-asean3-recovery] 4 ADB. 2013. Dalam artikel “Developing Asia Growth Step up 6,6 % 2013” [http://www.adb.org/news/developing-asias-growth-steps-66-2013]
3
yang rendah sehingga kepentingan pribadi lebih didahulukan daripada kepentingan nasional (Todaro dan Smith, 2006). Tidak hanya di negara dengan kepemimpinan otoriter, Jain (2001) berpendapat bahwa fenomena korupsi mungkin terjadi di negara demokratis yang melibatkan korupsi pada kalangan eksekutif tingkat tinggi di pemerintahan, legislatif yang melibatkan korupsi di antara wakil-wakil dari masyarakat umum, dan melibatkan korupsi di kalangan birokrasi. Jain (2001) juga berpendapat bahwa Korupsi tidak hanya terjadi pada negara berkembang dan miskin, namun korupsi juga terjadi pada negara maju dikarenakan kualitas pemerintahan yang buruk. Myrdal dalam Damanhuri (2010) menyatakan korupsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit Neo-patrimonalisme, yakni warisan budaya feudal kerajaan-kerajaan lama yang terbiasa dengan hubungan patron-client. Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau rakyat bawahan terbiasa memberikan “upeti” (berkembang menjadi sogok, komisi, amplop, dan lain-lain). Korupsi dapat menggambarkan kualitas pemerintah negara ASEAN+3. Para pejabat pemerintahan di sektor publik cenderung memiliki perilaku rent seeking behavior (korupsi) yang dapat menurunkan kualitas pemerintahan dan kualitas institusi yang dalam penelitian Casseli dan Morrely dalam Sasana (2000) dapat dilihat dari dimensi kompetensi dan dimensi kejujuran. Mangkoesoebroto (1993) mengungkapakan bahwa salah satu kegagalan perencanaan pemerintah (government failure) adalah adanya perilaku yang bersifat mengejar keuntungan pribadi (rent seeking behavior). Tabel 1 Klasifikasi Negara-Negara ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan Dinamika Indeks Persepsi Korupsi selama 10 tahun. No
Negara
1 2 3 4 5 6 7 8
Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand Myanmar Laos Vietnam Brunei Darussalam Kamboja Cina Jepang Korea Selatan
9 10 11 12 13
Klasifikasi Negara*
CPI score 2001**
CPI score 2010**
Berkembang Berkembang Maju Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang
1.9 5.0 9.2 2.9 3.2 2.6
2.8 4.4 9.3 2.4 3.5 1.4 2.1 2.7
Berkembang
-
5.5
Berkembang Maju Maju Maju
3.5 7.1 4.2
2.1 3.5 7.8 5.4
Sumber: *) IMF, World Economic Outlook, 2010 **) Corruption Perception Index, Transparency International (2012),”0” Terkorupsi, “10” Bersih
4
Kebanyakan anggota negara ASEAN+3 merupakan negara sedang berkembang, kecuali Cina, Korea Selatan, Jepang, dan Singapura yang merupakan negara maju. Pada Tabel 1 membuktikan bahwa Cina, Jepang, dan Korea Selatan memiliki Indeks Persepsi Korupsi (CPI) di bawah negara Singapura. Negara Cina memiliki Indeks persepsi korupsi yang hampir setara dengan negara berkembang ASEAN+3 lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan negara maju dapat melakukan tindakan korupsi. Pada negara ASEAN+3 lainya indeks persepsi korupsi menunjukkan Negara Indonesia, Vietnam, Kamboja, Laos, Cina memiliki tingkat korupsi yang cukup tinggi di bandingkan Negara Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Negara Malaysia dan Filipina tidak mengalami perbaikan tingkat korupsi, terjadi kemunduran selama rentan waktu 10 tahun. Dari indeks persepsi korupsi tersebut tidak ada perubahan secara signifikan dalam pemberantasan perilaku korupsi. Indeks tersebut mendukung pendapat Syed Husseis Alatas dalam Damanhuri (2010) bahwa praktik-praktik korupsi sudah mengakar kuat dan sulit diberantas di Asia Tenggara. Dalam hal ini, korupsi menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengidentifikasi dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+3. Beberapa tahun ini pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 mengalami peningkatan, disamping itu tingkat korupsi di negara ASEAN+3 berdasarkan indeks persepsi korupsi tidak mengalami perubahan yang baik secara signifikan. Jika korupsi tidak ditangani secara tepat, hal ini tentunya akan menghambat kerjasama antar negara ASEAN+3 dan dunia internasional dalam menciptakan stabilitas pertumbuhan ekonomi yang tertuang dalam kesepakatan Bali Corncord III tahun 2011 antara negara ASEAN+3 untuk mencegah dan melawan tindak korupsi. Rumusan Masalah Banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. seperti investasi, pembelanjaan pemerintah, dan pendidikan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada negara berkembang pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan setiap tahunya. Namun, negara-negara berkembang atau negara dunia ketiga memiliki kecenderungan untuk melakukan praktik korupsi di sektor publik yang diakibatkan kualitas institusi pemerintahan yang rendah dalam mengontrol korupsi. Tidak hanya negara berkembang, namun tidak menutup kemungkinan negara maju melakukan praktik korupsi. Korupsi merupakan penyalahgunaan kepentingan nasional demi kepentingan pribadi. Kegagalan pemerintah (government failure) diduga merupakan indikasi terbesar penyebab rent seeking behavior (korupsi) di negara-negara ASEAN+3. ASEAN+3 merupakan organisasi regional yang berhubungan secara bilateral dengan Negara Cina, Jepang, Korea Selatan. Negara anggota ASEAN+3 sebagian besar merupakan negara berkembang dan berpendapatan rendah dan menengah (Tabel 2). Tingginya tingkat korupsi di suatu negara juga dapat menimbulkan high cost economy yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi melalui hambatan yang terjadi pada investasi (Damanhuri (2010); Mauro (1995)). Mo (2000) menyatakan bahwa korupsi memengaruhi inovasi dan produktifitas karena menurunnya peran pemerintah yang produktif. Korupsi juga berdampak pada
5
pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan melalui beberapa jalur pertumbuhan seperti, sistem pajak, ketimpangan pendidikan, ketidakpastiaan dalam investasi (Gupta, et al 2000). Menurut Rose-Ackerman (1999) bahwa korupsi dapat merusak kinerja ekonomi, tingginya derajat korupsi dikaitkan dengan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Tabel 2 Klasifikasi Negara Berdasarkan Pendapatan ASEAN+3 Negara
Kategori Pendapatan
Negara
Kategori Pendapatan
Indonesia
Lower Middle Income
Laos
Lower Middle Income
Malaysia
Upper Middle Income
Vietnam
Lower Middle Income
Singapura
High Income
Brunei D
High Income
Filipina
Lower Middle Income
Kamboja
Lower Middle Income
Thailand
Upper Middle Income
Cina
Upper Middle Income
Myanmar
Upper Middle Income
Jepang
High Income
Korea Selatan
High Income
Lower middle income ($ 1,026-$ 4,035), Upper middle income ($4,036-$12,475), High income (lebih dari $12,476) Sumber: World Bank, 2010
Kesepakatan Bali concord III merupakan deklarasi yang menyatakan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan investasi pada negara ASEAN+3, serta mencegah dan menurunkan tingkat korupsi. Korupsi tentunya akan menghambat kerjasama ASEAN Economy Community (AEC) yang telah disepakati untuk tahun 2015. Pada akhirnya, tingginya tingkat korupsi dapat menyebabkan pemerintah atau negara akan gagal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan memberikan sosial welfare bagi masyarakat ASEAN+3. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara ASEAN+3 tahun 2000-2010? 2. Bagaimanakah dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara ASEAN+3 tahun 2000-2010?
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian skripsi ini sebagai berikut: 1. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi sepuluh negara kawasan ASEAN+3 selama 2000-2010. 2. Menganalisis dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara kawasan ASEAN+3 selama 2000-2010.
6
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi penulis ataupun bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain adalah: 1. Bagi pemerintah dan instansi pengambil keputusan terkait tulisan ini dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan terkait pentingnya dampak korupsi terhadap pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. 2. Bagi pembaca dapat memberikan masukan-masukan dan menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi wadah untuk mengaplikasikan pengetahuan terutama bidang ilmu ekonomi serta menambah pengalaman dan wawasan dalam penelitian.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup serta keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Periode tahun analisis yang digunakan hanya dari tahun 2000 sampai 2010 dikarenakan keterbatasan beberapa tahun data sebelum tahun 2000 dan setelah tahun 2010. 2. Peneliti mengambil sepuluh negara ASEAN+3 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, Cina, Korea Selatan, Jepang) dikarenakan sepuluh negara tersebut tergabung dalam Asean Economic Integration dan sebagian besar negara tersebut merupakan negara berkembang. Cina, Jepang, dan Korea Selatan merupakan negara maju yang akan dijadikan pembanding terhadap negara berkembang ASEAN+3. Brunei Darussalam, Laos, Myanmar tidak diikutsertakan karena keterbatasan data penelitian. Negara-negara ASEAN+3 dijadikan sebagai populasi dan observasi dalam penelitian ini. 3. Penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi dampak langsung korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi sepuluh negara ASEAN+3 dalam 2000-2010. 4. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan oleh Tranceparency International berdasarkan sumberdata yang terkualifikasi, korupsi yang terjadi pada sektor publik.
TINJAUAN PUSTAKA Korupsi Transparency International, World Bank, dan International Monetary Fund mendefiniskan korupsi di sektor publik sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan peribadi. Korupsi adalah setiap transaksi antara para pelaku dari sektor swasta dan sektor publik melalui ultilitas bersama yang secara ilegal ditransformasikan menjadi keuntungan peribadi (World Bank, 1997). Menurut
7
Transparency Internasional korupsi besar terdiri dari tindakan yang dilakukan pemerintah mendistorsi kebijakan atau fungsi utama negara, yang memungkinkan para pemimpin untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan kepentingan publik. Transparency International (TI) mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi. Definisi ini meliputi praktik korupsi baik di sektor publik dan swasta. Indeks Persepsi Korupsi (CPI) peringkat negara menurut persepsi korupsi di sektor publik. CPI merupakan indikator agregat yang menggabungkan berbagai sumber informasi tentang korupsi, sehingga memungkinkan untuk membandingkan setiap negara. Semua sumber informasi yang digunakan untuk membangun CPI dihasilkan oleh organisasi terkemuka dan organisasi pengumpul data. Untuk disertakan dalam CPI, sumber harus mengukur cakupan keseluruhan korupsi (frekuensi dan ukuran transaksi korup) di sektor publik dan politik, memberikan peringkat negara-negara, yang persepsi korupsi berbeda di setiap negara. Metodologi yang digunakan untuk menilai persepsi ini harus sama untuk semua negara yang dinilai dari sumber yang akan dipilih. Jumlah survei dan penilaian yang disertakan berbeda dari tahun ke tahun tergantung pada ketersediaan pada saat perkembangan indeks. CPI 2010 dihitung dengan menggunakan data dari 13 survei yang berbeda atau penilaian yang dihasilkan oleh 10 organisasi independen berikut: 1. Africa Development Bank- Country Policy and Institutional Assessments 2. Asian Development Bank -Country Performance Assessment Ratings 3. Bertelsmann Foundation- Bertelsmann Transformation Index 4. Economist Intelligence Unit -Country Risk Service and Country Forecast 5. Freedom House -Nations in Transit 6. Global Insights, formerly World Markets Research Centre- Country Risk Ratings 7. Institute for Management Development - World Competitiveness Report 8. Political and Economic Risk Consultancy, Hong Kong - Asian Intelligence 9. World Economic Forum - Global Competitiveness Report 10. World Bank - Country Policy and Institutional Assessments for IDA Countries Bentuk atau perwujudan utama korupsi menurut Amundsen dalam Anvig et al (2000), menyebutkan bahwa terdapat 6 bentuk dasar karakteristik dari korupsi, yaitu: 1. Suap (Bribery) adalah pembayaran (dalam bentuk uang atau barang) yang diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Suap merupakan jumlah yang tetap, persentase dari sebuah kontrak, atau bantuan dalam bentuk uang apapun. Biasanya dibayarkan kepada pejabat negara yang dapat membuat perjanjian atas nama negara atau mendistribusikan keuntungan kepada perusahaan atau perorangan dan perusahaan. 2. Penggelapan (Embezzlement) adalah pencurian sumberdaya oleh pejabat yang diajukan untuk mengelolanya. Penggelapan merupakan salah satu bentuk korupsi ketika pejabat pemerintah yang menyalahgunakan sumberdaya publik atas nama masyarakat. 3. Penipuan (Fraud) adalah kejahatan ekonomi yang melibatkan jenis tipu daya, penipuan atau kebohongan. Penipuan melibatkan manipulasi atau distorsi
8
informasi oleh pejabat publik. Penipuan terjadi ketika pejabat pemerintah mendapatkan tanggungjawab untuk melaksanaka perintah. Memanipulasi aliran informasi untuk keuntungan pribadi. 4. Pemerasan (Extortion) adalah sumberdaya yang diekstraksi dengan menggunakan paksaan, kekerasan atau ancaman. Pemerasan adalah transaksi korupsi dimana uang diektraksi oleh mereka yang memiliki kekuatan untuk melakukannya. 5. Favoritisme adalah kecenderungan dari pejabat negara atau politisi, yang memiliki akses sumberdaya negara dan kekuasaan untuk memutuskan pendistribusian tersebut. Favoritisme juga memberikan perlakuan istimewa kepada kelompok tertentu. Selain itu, favoritisme juga mengembangkan mekanisme penyalahgunaan kekuasaan secara privatisasi. 6. Nepotisme adalah bentuk khusus dari favoritisme. Mengalokasikan kontrak berdasarkan kekerabatan atau persahabatan. Chetwynd et al (2003) menyatakan korupsi memepengaruhi pertumbuhan ekonomi dan menghambat pertumbuhan ekonomi dari beberapa teori sebagai berikut: 1. Korupsi menghalangi investasi asing dan domestik: biaya sewa meningkat dan menciptakan ketidakpastian, menurunkan insentif pada kedua investor asing dan domestik. 2. Korupsi pajak kewirausahaan: pengusaha dan inovator memerlukan lisensi dan izin dan membayar suap untuk pemotongan barang ke dalam margin keuntungan. 3. Korupsi menurunkan kualitas infrastruktur publik: Sumber daya publik dialihkan ke penggunaan pribadi, standar yang diabaikan, dana untuk operasional dan pemeliharaan dialihkan kepada peribadi. 4. Korupsi menurunkan pendapatan pajak: perusahaan dan kegiatan yang didorong ke sektor informal dengan mengambil sewa berlebihan dan pajak dikurangi dengan imbalan hadiah kepada pejabat pajak. 5. Korupsi mengalihkan bakat menjadi rent seeking: pejabat yang seharusnya dapat terlibat dalam kegiatan produktif menjadi beralih kepada pengambilan keuntungan dari sewa, dimana mendorong dan meningkatkan pengambilan biaya sewa. 6. Korupsi merusak komposisi pengeluaran publik: pencari keuntungan akan mencari proyek paling termudah dan terselubung, mengalihkan dana dari sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan. Bangsa-bangsa fundamental umum, semua korupsi secara praktik didefinisikan sebagai disfungsi karena dipandang sebagai perusak tatanan politik tertentu, baik itu monarki, aristokrasi atau pemerintahan, yang membatasi aturan secara kontitusi (Friedrich, 1999). Korupsi adalah gejala bahwa ada sesuatu yang salah dalam pengelolaan negara. Lembaga yang dirancang untuk mengatur keterkaitan antara warga dan negara yang digunakan sebagai pengganti untuk memperkaya pribadi dan pemberian keuntungan para koruptor. Mekanisme harga, sering menjadi sumber efisiensi ekonomi dan kontributor terhadap pertumbuhan, namun korupsi dan penyuapan merusak legitimasi dan efektivitas pemerintahan (Rose-Ackerman,1999). Selain itu, Rose-Ackerman (1999) menjelaskan bahwa interaksi kegiatan ekonomis produktif dan pencarian rente yang tidak produktif pada fenomena korupsi di sektor publik dapat menurunkan pertumbuhan dan
9
investasi. Selanjutnya, pemerintah yang salah dalam mengalokasikan sumberdaya yang langka kepada masyarakat merusak hubungan antara negara dan penduduk, karena pemerintah mencari keuntungan dan memperkaya diri dengan melakukan tindakan korupsi. Gunnar Myrdal pemegang hadiah nobel ekonomi tahun 1986 dalam Damanhuri (2010) Berpendapat dalam bukunya Asian Drama, bahwa korupsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit patron-client. Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau bawahan berkewajiban member “upeti”. Korupsi merupakan akibat dari pengelolaan negara lemah dan terjadi ketika individu atau organisasi memiliki kekuatan monopoli atas barang atau jasa, kebijaksanaan dalam membuat keputusan, terbatas atau tidak ada akuntabilitas, dan rendahnya tingkat pendapatan (Klitgaard, 1998). Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya praktik korupsi. Teori-teori tersebut, yaitu: 1. Teori Klitgaard Klitgaard (1998) memformulasikan terjadinya korupsi dengan persamaan sebagai berikut: C =M+D–A Keterangan: M = Monopoly of Power D = Discretion of Official A = Accountability Menurut Robert Klitgaard, kekuatan monopoli oleh pimpinan (monopoly of power) ditambah dengan tingginya kekuasaan yang dimiliki seseorang (discretion of official) tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas (minus accountability), menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi. 2. Teori Vroom Teori Vroom (1964) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kinerja seseorang dengan kemampuan dan motivasi yang dimiliki sebagaimana tertulis dalam fungsi berikut: P = f (A,M) Keterangan: P = Performance A = Ability M = Motivation Kinerja (Performance) seseorang merupaka fungsi dari kemampuan (Ability) dan motivasi (Motivation). Kemampuan seseorang ditunjukkan dengan tingkat keahlian (Skill) dengan tingkat pendidikan (Knowledge) yang dimiliknya. Tingkat motivasi yang sama seseorang dengan skill dan knowledge yang lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal tersebut terjadi dengan asumsi variable M (motivasi) adalah tetap. Tetapi Vroom juga membuat fungsi tentang motivasi sebagai berikut: M = f (E ,V) Keterangan: M = Motivation E = Expectation V = Valance/Value
10
Motivasi seseorang akan dipengaruhi oleh harapan (expectation) orang yang bersangkutan dan nilai (Value) yang terkandung dalam setiap pribadi seseorang. Jika harapan seseorang adalah ingin kaya, maka ada dua kemungkinan yang akan dia lakukan. Jika nilai yang dimiliki positif maka, dia akan melakukan yang tidak melanggar hukum agar bisa menjadi kaya. Namun jika dia seseorang yang memiliki nilai negatif, maka dia akan mencari segala cara untuk menjadi kaya salah satunya dengan melakukan korupsi. 3. Teori Kebutuhan Maslow Maslow (1943) menggambarkan hierarki kebutuhan manusia sebagai bentuk paramida. Pada tingkat dasar adalah kebutuhan yang paling mendasar. Semakin tinggi hierarki, kebutuhan tersebut semakin kecil keharusan untuk dipenuhi. Hierarki tersebut dalam piramida berikut ini:
Gambar 2 Hierarki Kebutuhan Maslow
Teori Kebutuhan Maslow tersebut menggambarkan hierarki kebutuhan dari paling mendasar (bawah) hingga paling tinggi adalah aktulisasi diri. Kebutuhan paling mendasar dari seorang manusia adalah sandang dan pangan (physical needs). Selanjutnya kebutuhan keamanan adalah perumahan atau tempat tinggal, kebutuhan sosial adalah berkelompok, bermasyarakat, dan berbangsa. Ketiga kebutuhan paling bawah adalah kebutuhan utama (prime needs) setiap orang. Setelah kebutuhan utama terpenuhi, kebutuhan seseorang akan meningkat kepada kebutuhan penghargaan diri yaitu keinginan agar dihargai, berperilaku terpuji, demokratis dan lainya. Kebutuhan paling tinggi adalah kebutuhan pengakuan atas kemampuan kita, misalnya kebutuhan untuk diakui sebagai pemimpin yang dipatuhi bawahannya. Jika seseorang menganggap bahwa kebutuhan tingkat tertingginya pun adalah kebutuhan mendasarnya maka apapun akan dilakuakn untuk mencapainya, termasuk dengan melakukan tindak pidana korupsi. 4. Teori Raimez Torres. Menurut Torres (1990) suatu tindak korupsi akan terjadi jika memenuhi persamaan berikut: Rc> Pty x Prob Keterangan: Rc = Reward Pty = Penalty Prob = Probability
11
Syarat tersebut terlihat bahwa korupsi adalah kejahatan kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation) bukan sekedar keinginan (passion). Seseorang akan melakukan korupsi jika hasil (Rc=reward) yang didapat dari korupsi lebih tinggi dari hukuman (Pty=Penalty) yang didapat dengan kemungkinan (Prob=Probability) tertangkapnya yang kecil. 5. Teori Jack Bologne Menurut Jack Bologne akar penyebab korupsi ada empat, yaitu: G = Greedy O = Opportunity N = Needs E = Expose Greedy, terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Opportunity, sistem yang memberikan peluang untuk melakukan korupsi. Needs, sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat dengan kebutuhan yang tidak pernah usai. Exposes, hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain. Korupsi dan Pertumbuhan Ekonomi Sebagian besar penelitian empiris yang mempelajari hubungan langsung antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang melambat diakibatkan korupsi. Korupsi dapat memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan GDP negara. Masalah yang terkait dengan penelitian dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah hubungan kausalitas langsung antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi. Mo (2001) mengungkapkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi melalui saluran transmisi. Saluran yang paling penting dimana korupsi memengaruhi pertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan ketidakstabilan politik. Pellegrini dan Gerlagh (2005) menyatakan bahwa korupsi secara substansial berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan sepanjang waktu. Korupsi secara langsung memberikan dampaknya yang bersifat negatif terhadap investasi, pendidikan, dan keterbukaan perdagangan, dan kestabilan ekonomi. Ehrlich dan lui (1999) mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi semakin menurun diakibatkan oleh korupsi, dimana adanya intervensi pemerintah yang tinggi. Selain itu, mereka meyatakan bahwa investasi juga bergantung pada korupsi melalui proses politik sebagai tiket masuk ke jenjang birokrasi. Shleife dan Vishny dalam Mauro (1995) berpendapat bahwa tingginya tingkat korupsi mengakibatkan pertumbuhan ekonomi semakin melambat, dimana terdapat bukti bahwa kemampuan seseorang digunakan untuk pencarian rente (rent seeking behavior) menyebabkan pertumbuhan semakin tidak efisien. Mauro (1995;1998) menyatakan bahwa tingkat korupsi yang tinggi terkait dengan investasi dan pertumbuhan ekonomi rendah, hal ini menunjukkan indeks korupsi berkorelasi tinggi dengan efisiensi birokrasi seperti rendahnya kualitas pengadilan.
12
Korupsi dan Investasi Penelitian teoritis yang didukung sejumlah studi menunjukan bahwa tingginya tingkat korupsi terkait dengan rendahnya tingkat investasi dan rendahnya tingkat agregat pertumbuhan ekonomi. Beberapa hasil survei Bank Dunia tentang korupsi menggambarkan hubungan terbalik atau tradeoff antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi melalui komponen investasi (Chetwynd et al, 2003). 1. Korupsi menghambat investasi domestik. Di Bulgaria, sekitar satu dari empat empat pelaku bisnis yang dijadikan sebagai responden menyatakan telah merencanakan untuk memperluas usaha (kebanyakan dalam memperoleh peralatan baru) tapi gagal, untuk melakukannya, dan korupsi merupakan faktor penting dalam perubahan rencana mereka. 2. Korupsi merugikan wirausahawan terutama di kalangan usaha kecil. Beberapa studi melaporkan bahwa usaha kecil cenderung untuk membayar suap (terutama di Bosnia, Ghana, dan Slovakia). Di Polandia, Bisnis besar harus Berurusan dengan sejumlah kegiatan ekonomi yang dilisensikan, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap pemerasan. 3. Korupsi menurunkan pendapatan dari pajak dan biaya. Di Bangladesh, lebih dari 30 persen dari responden rumah tangga di perkotaan mengurangi tagihan listrik dan air dengan menyuap petugas pemeriksa meter. Di beberapa penelitian, jika korupsi dapat dikendalikan maka respondonen harus membayar pajak lebih banyak (Kamboja, Indonesia, Rumania). Mauro (1995) menemukan bahwa korupsi secara substansial berdampak negatif pada investasi. Korupsi bertindak sebagai pajak atas pengembalian investasi swasta secara tidak langsung menurunkan kualitas dan kuantitas investasi. Mo (2001) menemukan bahwa korupsi melalui investasi menyebabkan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi. Korupsi dan Sektor Publik Dalam kebanyakan kasus hubungan antara korupsi dan sektor publik sedang diselidiki berdasarkan studi empiris korupsi dan pembangunan ekonomi. Mauro (1998) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hubungan negatif dan signifikan antara korupsi dan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. Korelasi antara korupsi dan pengeluaran pemerintah adalah pemerintah yang korup lebih mudah mengumpulkan uang suap pada beberapa jenis belanja. Implikasi kebijakan yang potensial memaksa pemerintah untuk meningkatkan komposisi pengeluaran dengan meningkatkan porsi kategori-kategori pengeluaran yang rentan terhadap korupsi. Korupsi dan Pembangunan Manusia Ada sejumlah alasan berdasarkan tinjauan literatur terkait dengan korupsi dan pembangunan manusia. Korupsi secara tidak langsung dapat memengaruhi pembangunan manusia melalui penurunan pertumbuhan ekonomi dan insentif untuk investasi. Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa korupsi memengaruhi sumberdaya yang dibelanjakan untuk pendidikan dan kesehatan. Mauro (1995) menyatakan bahwa korupsi mengurangi pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan. Mauro mengklaim bahwa pejabat publik tidak ingin menghabiskan lebih banyak sumberdaya untuk pembelanjaan
13
pada program pendidikan dan kesehatan karena kurang menawarkan kesempatan untuk pencarian keuntungan (rent seeking behavior). Demikian pula pendapat Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menunjukkan bahwa korupsi mengurangi tingkat pengeluaran untuk program sosial, menciptakan ketimpangan pendidikan, menurunkan partisipasi sekolah tingkat menengah, dan menyebabkan ketimpangan distribusi lahan. Selain itu, mereka menemukan bahwa korupsi merupakan biaya ekonomi yang dapat mereduksi pertumbuhan ekonomi dan berimplikasi pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Mo (2001) menemukan bahwa sebuah negara dengan tingkat korupsi yang lebih tinggi menyebabkan standarisasi sekolah lebih rendah. Rose-Akerman (1997) berpendapat bahwa korupsi cenderung mendistorsi alokasi manfaat ekonomi, lebih menguntungkan orang kaya dan kurang mengarah ke pada orang miskin dan ketidakadilan distribusi pendapatan. Sebagian dari kekayaan negara didistribusikan kepada orang-orang korup, sehingga berkontribusi terhadap ketimpangan dan ketidakserataan dalam kekayaan. Akcay (2006) menetapkan bahwa ada hubungan negatif yang kuat antara pembangunan manusia dan indeks korupsi dalam sampel 63 negara berbeda di dunia. Tingkat korupsi yang tinggi di suatu negara akan menyebabkan high cost economy sehingga proses investasi dan pembangunan infrastruktur publik terhambat untuk meningkatkan standar kehidupan masyarakat, hal ini dapat menurunkan tingkat pendidikan.
Sumber: Akcay, 2006
Gambar 3 Korupsi dan Pembangunan Manusia Kegagalan Pemerintah Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan pada peranan alokasi dalam sumber-sumber ekonomi, peranan distribusi, peranan stabilitas. Kegagalan pasar merupakan salah satu sebab mengapa pemerintah harus turun tangan dalam perekonomian agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara optimal. Walaupun demikian, tidak selamanya campur tangan pemerintah menyebabkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, bahkan secara sistematis senantiasa terjadi kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan perencanaan pemerintah lebih banyak dialami oleh negara berkembang akibat kualitas institusi yang rendah (Todaro dan Smith, 2006). Kualitas institusi yang rendah berdampak pada perilaku pemerintah yang menyimpang dalam
14
menjalankan pelayanan publik. Campur tangan pemerintah dalam mengatasi kegagalan pasar terkadang menimbulkan dampak yang tidak dapat diperkirakan dan bahkan merugikan masyarakat. Perilaku yang menyimpang pada pemerintah bersifat mengejar keuntungan peribadi (rent seeking behavior). Tidak selamanya campur tangan pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan sosial bahkan dapat menimbulkan kemiskinan dan ketimpangan sosial. Menurut Mangkoesoebroto (1993) kegagalan pemerintah disebabkan oleh empat hal, yaitu: 1. Informasi terbatas. Banyak kebijakan pemerintah yang tidak dapat dilihat dampaknya karena sangat rumit dan sulit untuk diperhitungkan sebelumnya. Misalnya, kebijakan pemerintah untuk menghapuskan subsidi pupuk bagi petani sangat sulit untuk diperhitungkan. 2. Pengawasan yang terbatas atas reaksi swasta. Suatu kebijakan pemerintah akan menimbulkan reaksi pihak swasta dan sering sekali pemerintaha tidak dapat menghambat reaksi tersebut. Misalnya, apabila pemerintah menurunkan subsidi BBM khususnya untuk bensin. Hal ini, karena pertimbangan untuk memiliki mobil sepenuhnya berada pada swasta/masyarakat maka pemerintah tidak dapat melarang seseorang untuk menjual mobil yang menggunakan bensin ke mobil yang menggunakan solar. 3. Pengawasan yang terbatas atas perlaku birokrat. Pemerintah tidak dapat mengawasi secara ketat perilaku para birokrat, sedangkan pelaksanaan kebijakan pemerintah umumnya didelegasikan pada berbagai tingkatan birokrat yang mempunyai persepsi dan kepentingan yang berbeda-beda sehingga kebijakan pemerintah mungkin menimbulkan hasil yang berbeda-beda sehingga kebijakan pemerintah mungkin menimbulkan hasil yang berbeda dengan apa yang diinginkan. Misalnya kebijakan deregulasi pemerintah yang bermaksud untuk mengurangi perizinan, pada pelaksanaan di daerah kadang berbeda dengan apa yang digariskan oleh pemerintah. 4. Hambatan dalam proses politik. Dalam suatu negara demokratis terdapat pemisahan wewenang antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Sering terjadi kebijakan yang akan dilaksanakan oleh eksekutif terhambat oleh proses pengambilan keputusan karena harus disetujui terlebih dahulu oleh pihak legislatif. Model Pertumbuhan Solow Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan tenaga kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2003). Dengan mengetahui jumlah permintaan dan penawaran barang dan jasa. Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang sudah dikenal, yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja. Model tersebut dinyatakan dalam bentuk umum sebagai berikut: Y = F (K, L) (1) Fungsi produksi dengan skala pengembalian konstan memungkinkan kita
15
menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja. Untuk itu gunakan 1/L dalam persamaan (1) untuk mendapatkan: Y/L = F (K/L,1) (2) Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah fungsi dari modal per pekerja K/L. asumsi skala pengembalian konstan menunjukkan bahwa besarnya perkonomian diukur oleh jumlah pekerja. Tidak memengaruhi hubungan antara output per pekerja dan modal per pekerja. Variabel per pekerja dinyatakan dengan huruf kecil, sehingga y=Y/L adalah output per pekerja, dan k=K/L adalah modal per pekerja. Selanjutnya fungsi produksi sebagai: y = f(k) (3) Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja y merupakan konsumsi per pekerja c dan investasi per pekerja i: y=c+i (4) Model solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s). Fungsi konsumsi berpengaruh terhadap investasi, gantilah (1–s)y untuk c dalam identitas perhitungan pendapatan nasional: y = (1 – s)y + I (5) i = sy (6) Pada model Solow fungsi permintaan dan fungsi permintaan menjelaskan perekonomian pada saat tertentu. Untuk setiap persediaan modal k tertentu, fungsi produksi y=f(k) menentukan brapa banyak output yang diproduksi perekonomian, dan tingkat tabungan s menentukan alokasi output itu di antara konsumsi dan investasi. Pertumbuhan Modal dan Kondisi Mapan Persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang penting, karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Terdapat dua kekuatan yang memengaruhi persediaan modal: investasi dan depresiasi. Depresiasi (depreciation) mengacu pada penggunaan modal dan dapat menyebabkan persediaan modal berkurang. Untuk memasukkan depresiasi dalam model, diasumsikan bahwa sebagian tertentu dari persediaan modal mengalami depresiasi setiap tahun (δ). Jumlah modal yang terdepresiasi setiap tahun adalah δk. Dampak investasi dan persediaan modal dalam persamaan berikut: Perubahan Persediaan Modal = Investasi - Depresiasi Δk = i - δk (7) Perubahan persediaan modal adalah Δk, antara satu tahun terntu dengan tahun berikutnya. Karena investasi i sama dengan sf(k), maka investasi dapat di gantikan dengan fungsi dari persediaan modal per pekerja. Δk = sf(k) - δk (8) Persediaan modal k* di mana jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi. Jika perekonomian berada dalam tingkat persediaan modal ini, maka persediaan modal tidak akan berubah karena dua kekuatan yakni investasi dan depresiasi beraksi secara seimbang. Pada k*, Δk = 0 memberikan arti bahwa modal k dan output f(k) dalam kondisi mapan sepanjang waktu. Karena itu, k*
16
disebut sebagai tingkat modal pada kondisi mapan (steady state) pada gambar 4. Kondisi mapan signifikan karena dua alasan. Perekonomian pada kondisi mapan akan tetap stabil, perekonomian yang tidak berada pada kondisi mapan akan berusaha menuju pada kondisi mapan. Tanpa memperhatikan tingkat modal yang digunakan pada awal perekonomian, perekonomian akan berakhir dengan tingkat modal kondisi mapan. Kondisi Mapan dengan Pertumbuhan Populasi dan Teknologi. Investasi meningkatkan persediaan modal, dan depresiasi menurunkan persediaan modal. Ada kekuatan ketiga yang beraksi untuk mengubah jumlah modal per pekerja, pertumbuhan jumlah pekerja yang menyebabkan modal per pekerja turun. Pada k = K/L adalah modal per pekerja, dan y = Y/L adalah output pekerja. Dalam hal ini jumlah pekerja terus tumbuh sepanjang waktu. Δk = i – (δ + n)k (9) Persamaan (9) menunjukkan bagaimana investasi, depresiasi, dan pertumbuhan populasi memengaruhi persediaan modal per pekerja. Investasi meningkatkan k, sedangkan depresiasi dan pertumbuhan populasi mengurangi k. Simbol (δ+n)k investasi pulang-pokok atau impas (break-even investment). Investasi pulang-pokok mencakup depresiasi modal yang ada, investasi pulangpokok juga mencakup jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menyediakan modal bagi para pekerja baru. Persamaan (9) menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi mengurangi akumulasi modal per pekerja lebih banyak dari depresiasi. Depresiasi mengurangi k dengan menghabiskan persediaan modal, sedangkan pertumbuhan populasi mengurangi k dengan menyebarkan persediaan dalam jumlah yang lebih kecil di antara populasi pekerja yang lebih besar. Investasi per pekerja i dengan sf(k) menjadi persamaan sebagai berikut: Δk = sf(k) – (δ + n)k (10) Depresiasi, pertumbuhan populasi adalah satu alasan mengapa persediaan modal per pekerja mengecil. Jika n adalah tingkat pertumbuhan populasi dan δ adalah tingkat depresiasi, maka (δ + n) k adalah investasi pulang-pokok. Jumlah investasi yang dibutuhkan untuk mempertahankan persediaan modal per perkerja k tetap kostan. Perekonomian berada pada kondisi mapan, sf(k) harus dapat mempertahankan pengaruh depresiasi dan pertumbuhan populasi (δ + n)k. Pertumbuhan model Solow memasukkan kemajuan teknologi yang dikaitkan pada modal total K, tenaga kerja total L, dan output total Y. Variabel teknologi dituliskan dengan E yang disebut efisiensi tenaga kerja. Efesiensi tenaga kerja dapat mengukur jumlah para pekerja efektif L x E. Fungsi produksi menyatakan bahwa output total Y bergantung pada jumlah unit modal K dan jumlah pekerja efektif, L x E. Bentuk tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja (labor-augmenting technological progress) disebut g. Karena angkatan kerja L tumbuh pada tingkat n, dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada tingkat g, maka jumlah pekerja efektif L x E tumbuh pada tingkat n+g. Persamaan yang menunjukkan evolusi k sepanjang waktu sekarang menjadi: Δk = sf(k) – (δ + n +g)k (11) Perubahan persediaan modal Δk sama dengan investasi sf(k) dikurangi dengan investasi pulang-pokok. Pada kemajuan teknologi ini, gk dibutuhkan untuk memberi modal bagi para pekerja efektif baru yang diciptakan oleh
17
kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi juga memodifikasi kriteria untuk kaidah emas (golden rule). Tingkat kaidah emas kini didefinisikan sebagai kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi per pekerja. Kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi per pekerja dapat dilihat dari persamaan berikut: c*= f(k*) – (δ + n + g)k (12)
Gambar 4 Kondisi Mapan dan Tingkat Kaidah Emas Perluasan Model Pertumbuhan Solow Pada sub-bab ini akan menjelaskan model pertumbuhan Solow yang diperluas dengan korupsi. Hubungan korupsi dan pertumbuhan memiliki hipotesis yang negatif. Dengan demikian, merupakan hal penting untuk menguraikan efek langsung dan tidak langsung dari korupsi terhadap pertumbuhan berdasarkan model pertumbuhan Solow 1956. Perluasan pertumbuhan ekonomi neoklasik dibangun dengan memasukkan modal manusia dan juga peran sektor publik. Selanjutnya, dengan menggunakan bentuk fungsional tertentu, korupsi akan ditambah ke dalam model perluasan pertumbuhan Solow untuk menunjukkan pengaruh terhadap pendapatan perkapita. Model pertumbuhan Solow yang mengalami perluasan dijelaskan dalam penelitian Mankiw, Romer, dan Weil (1992) dan Pulok (2010) dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada model pertumbuhan Solow, output, modal fisik, tenaga kerja dan pengetahuan (menunjukkan tingkat pertumbuhan teknologi suatu negara) adalah empat variable yang dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi negara. Modal (capital), dan tenga kerja adalah dua input fungsi produksi. Berdasarkan keterangan fungsi produksi pada model Solow dapat ditulis seperti berikut: Y t =F K t ,A t L t =K t α (A t L t 1-α dimana, 0<α<1 (13) Persamaan (13) menunjukkan Y adalah GDP riil negara, K adalah tingkat modal fisik, L menunjukkan tenaga kerja, A adalah berbagai faktor yang memengaruhi produktifitas, t menunjukkan waktu. Pemerintah atau sektor publik memiliki pengaruh penting dalam pertumbuhan ekonomi dalam berbagai aspek. Peran pemerintah pada distribusi dan alokasi sumberdaya. Perluasan model pertumbuhan Solow juga memasukkan modal manusia (human capital) sebagai salah satu penentu pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat menunjukkan model pertumbuhan neoklasik mengikutsertakan sektor publik dan modal manusia dengan persamaan berikut:
18
Y t =F K t ,H t ,G t ,A t L t =K(t)α H(t)β G(t)γ (A t L t )1-α-β-γ Dimana, α β γ 1 (14) Arti pembentukan modal (capital formation) merupakan bentuk modal nyata seperti perkakas, alat-alat, mesin, dan pabrik – segala macam bentuk modal nyata yang dapat dengan cepat meningkatkan manfaat upaya produktif. Lewat pembentukan modal persediaan mesin, alat-alat, dan perlengkapan yang meningkatkan skala produksi dapat menciptakan overhead ekonomi dan sosial. Pembentukan modal menciptakan perluasan pasar, sehingga menghasilkan kenaikan besarnya output nasional, pendapatan dan pekerjaan (Jhingan, 2003). Pengertian pembentukan modal manusia adalah proses memperoleh dan meningkatkan jumlah sumberdaya manusia yang mempunyai keahlian, pendidikan, dan pengalaman yang menentukan bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Pengetahuan dan keterampilan teknologi merupakan peralatan immaterial atau asset tidak nyata, tanpa adanya modal manusia pemanfaatan modal fisik tidak digunakan secara produktif. Pembentukan modal manusia bertujuan menciptakan keterampilan yang diperlukan manusia sebagai sumber produktif dan merubah masyarakat yang statis dan menjadi modal manusia yang strategis. Jika berbagai modal manusia tidak memadai, modal fisik tidak akan dapat dimanfaatkan secara produktif. Dari kriteria sumbangan pendidikan pada pendapatan nasional bruto merupakan investasi di bidang pendidikan ditentukan oleh sumbangannya dalam menaikkan pendapatan nasional bruto atau pembentukan modal fisik dalam satu periode (Jhingan, 2003). Persamaan (14) G adalah sektor publik, H adalah modal manusia. Persamaan diatas menunjukkan bagaimana tingkat output bergantung pada sektor publik dan modal manusia, dengan adanya modal manusia persamaan ini sama dengan yang di kembangkan oleh Mankiw, Romer, Weil (1992). Pertumbuhan tenaga kerja bergantung kepada tingkat pertumbuhan populasi, yang ditulis sebagai n. Pada fungsi produksi terdapat pertumbuhan teknologi yang dapat tuliskan . Tingkat pengembalian menurun pada setiap input ditunjukkan pada α+β+γ<1. Sekarang bentuk intensif fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: (15) y t =k(t)α h t β g(t)γ Y(t) K(t) H(t) Persamaan (15) menunjukkan y t = , k t = , h t = , g t =
G(t) A t L(t)
A t L(t)
A t L(t)
A t L(t)
adalah tingkat pendapatan per unit tenaga kerja,modal fisik per unit
dari tenaga kerja dan seterusnya. Selanjutnya, Sk , Sh , dan Sg adalah share dari pendapatan yang diinvestasikan dalam modal fisik, modal manusia dan pemerintah. Perubahan persamaan untuk modal fisik, modal manusia, dan pemerintah per unit tenaga kerja efektif dapat dinyatakan sebagai berikut: k t =Sk y t - n+ +δk k(t) (16) h t =Sh y t - n+ +δh h(t) (17) g t =Sg y t - n+ +δg g(t) (18) Persamaan (16), (17), (18) mengimplikasikan bahwa semua modal per unit tenaga kerja efektif mendekati sebuah nilai steady-state. Untuk mempermudah , ini berarti bahwa tingkat depresiasi adalah diasumsikan bahwa sama untuk semua modal (capitals). Dapat ditunjukkan pula dalam penelitian pulok (2010) terdapat fungsi produksi yang melibatkan sektor publik, modal manusia, modal fisik dan korupsi. Persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut:
19
ln +
Y t
= ln A0 + t-
L t β
1-α-β-γ
lnSh(EXt θ ) +
α+β+γ 1-α-β-γ γ 1-α-β-γ
ln n+ +δ +
α 1-α-β-γ
lnSk(rt θ )
lnSg τ,yt ,θ -ηθ
(19)
Pada persamaan (19) ditunjukkan bagaimana pendapatan perkapita bergantung pada pertumbuhan populasi, tingkat depresiasi, pertumbuhan tekonologi (total faktor produktivitas), dan jumlah dari modal publik, modal fisik, dan modal manusia. Pada model diatas dijelaskan bagaimana korupsi berpengaruh pada pendapatan perkapita dan menurunkan produktivitas dari perekonomian. Tingkat korupsi digambarkan pada θ yang menunjukkan indeks korupsi, yang akan menurun pendapatan per kapita. Nilai positif η menyiratkan bahwa korupsi mengurangi output per pekerja sementara, nilai negatif dari korupsi berarti akan meningkatkan output. Tingginya tingkat korupsi akan menurunkan keadaan mapan negara yang berdampak terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi (terlihat pada Gambar 5). Definisi yang pertama dari persamaan (19) adalah menunjukkan pada input sektor publik atau keuangan pembelanjaan pemerintah sektor publik berasal dari pajak (τ). Korupsi pada sektor publik menunjukkan sistem perpajakan kurang baik, output (yt) dan tingkat korupsi g=g(τ,yt,θ). Pengeluaran pemerintah pada sektor publik mengenakan pajak, terdapat korupsi di sektor publik yang mendistorsi pajak. Hal ini dikarenakan perilaku korupsi para pejabat dalam
Gambar 5 Penurunan Kondisi Mapan Diakibatkan Korupsi penyediaan barang publik terjadi kekeliruan. Menurut Tanzi dan Davoodi dalam Pulok (2010) bahwa Korupsi menghambat produktivitas investasi publik dan infrastrukur suatu negara dan dapat mengurangi penerimaan pajak karena menurunkan kemampuan pemerintah untuk mengumpulkan pajak dan tarif. Oleh karena itu, pemerintah dapat mengurangi komposisi belanja publik dari jumlah yang dibutuhkan yang dapat disebabkan adanya korupsi. Korupsi dapat
20
memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan memiliki dampak pada investasi, dikarenakan adanya biaya operasional dan menciptakan ketidakpastian. Ketidakpastian pada gilirannya akan meningkatkan tingkat bunga riil dan menyebabkan investasi lebih rendah. Hal ini memiliki eksternalitas negatif pada produktifitas modal swasta. Tingkat suku bunga riil itu sendiri merupakan fungsi dari korupsi yang ada pada kt =k(rt θ ) dimana, k't θ <0. Terakhir, dampak korupsi terhadap pembentukan modal manusia. Dalam penelitian Pulok (2010) dituliskan bahwa korupsi dapat mendistorsi sumberdaya pada pembentukan investasi modal manusia. Mauro (1998) menyatakan bahwa pemerintah tidak mau menambah pengeluaran pada pendidikan dan kesehatan karena pembelajaan ini memiliki kesempatan yang kecil untuk rent seeking. Gupta, Davoodi, Tiongson dalam Pulok (2010) menyatakan bahwa korupsi memiliki dampak yang negatif terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan dari peningkatan biaya pada layanan, dan korupsi dapat menurunkan kualitas layanan publik. Korupsi berdampak pada jumlah modal manusia melalui dampak negatif pada pembelanjaan pendidikan, dikarenakan terdistorsinya pengeluaran untuk peningkatan sarana dan prasarana yang dialihkan pada kepentingan pribadi. Pembelanjaan pada pendidikan sebagai fungsi dari korupsi dituliskan ht =h(EXt θ ) dimana, EX' θ <0. Peningkatan tingkat korupsi memiliki hubungan terbalik dengan pertumbuhan pendapatan perkapita, korupsi juga secara tidak langsung berdampak pada pertumbuhan modal fisik, modal manusia, dan mengurangi ekternalitas produktif yang disediakan oleh sektor publik. Metode Panel data Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi, 2005) adalah: a. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu. b. Panel data memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variable, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien. c. Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran, perpindahan pekerjaan, atau perubahan kebijakan pemerintah. Dengan menggunakan panel data maka penyesuaianpenyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. d. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni. e. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode, yaitu metode pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan (cross section weights) atau tanpa pembobotan (no weighting).
21
Pooled Least Square Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series akan digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya akan menghasilkan pendugaan regresi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehingga memiliki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang digabungkan secara keseluruhan. Metode ini diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square, yaitu: Yit =α+βXit + Eit (20) dimana: Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α = intersep yang konstan antar individu cross section i Xit = variabel bebas di waktu t untuk unit cross section i Β = parameter untuk variabel bebas εit = komponen error gabungan di waktu t untuk unit cross section i Efek Tetap (Fixed Effect) Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisasi secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable. Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan tentunya akan memengaruhi koefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (21). Yit =αi +βj xit +εit (21) Dimana: Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i Αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j εit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i Efek Acak (Random Effect) Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah: (22) Yit =αit +βXit +εit εit =uit +vit +wit (23)
22
Dimana: uit ~ N(0,δu2) = komponen cross section error, vit ~ N(0,δv2) = komponen time series error, wit ~ N(0,δw2) = komponen combination error, kita juga mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.
Penelitian Terdahulu Tabel 3 Penelitian Terdahulu Penulis
Judul
Metode
Observasi
Hasil
Pulok (2010)
Impact of corruption on economic development
AutoRegressive Distributed Lag
Negara Bangladesh Tahun 19842008
Korupsi memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Bangladesh dalam jangka panjang dan jangka pendek. Korupsi berdampak negatif terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi. penigkatan 1 persen korupsi menurunkan 0.72 persen pertumbuhan ekonomi.
Mo (2001)
Corruption and Economic Growth
Panel data
54 negara Tahun 19601985
Mauro (1995)
Corruption and Growth
Panel data
68 negara Tahun 196010985
Korupsi berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara langsung. Melalui investasi, pendidikan (human capital), pertumuhan penduduk, pembelanjaan pemerintah, stabilitas politik, korupsi berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP perkapita).
Ackay (2006)
Corruption and Human development
Panel data
63 negara Tahun 1998
Korupsi yang tinggi menyebabkan hambatan terhadap pembangunan manusia. Penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan kurang memadai dikarenakan adanya tingkat korupsi yang tinggi.
Gyimah dan Brempong (2002)
Corruption and Economic Growth, Income Inequality in Africa
Panel data
21 negara Afrika Tahun 19931999
Korupsi menurunkan pertumbuhan ekonomi secara langsung,menurunkan tingkat investasi pada modal fisik.
23
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien variabel-variabel yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berikut adalah hipotesis penelitian yang digunakan: 1. Tingkat Investasi menunjukkan modal fisik yang penting dalam perekonomian. Diharapkan investasi berpengaruh positif terhadap GDP perkapita. 2. Pembelanjaan pemerintah merupakan peran pemerintah dalam perekonomian. Pentingnya peran pemerintah dalam perekonomian, diharapkan pembelajaan pemerintah berpengaruh positif terhadap GDP perkapita. 3. Pengeluaran pendidikan menunjukkan perkembangan sarana pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Diharapkan pengeluaran pendidikan berpengaruh posistif terhadap GDP perkapita. 4. Pada pertumbuhan model Solow, investasi pulang-pokok (perkembangan teknologi, depresiasi, pertumbuhan populasi) berpengaruh negatif terhadap GDP perkapita. 5. Tingkat korupsi merupakan penghambat pertumbuhan ekonomi, diharapkan tingkat korupsi berpengaruh negatif terhadap GDP perkapita.
Kerangka Pemikiran Pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari dukungan peran pemerintah dalam indikator pengeluaran untuk alokasi barang dan jasa. Selain itu, Dalam pertumbuhan ekonomi, investasi modal fisik merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong perekonomian. Peningkatan investasi modal fisik akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui sarana pendidikan. Pengeluaran pendidikan merupakan investasi pada sektor pendidikan dalam meningkatkan sumberdaya manusia atau modal manusia. Pada pertumbuhan model Solow, terdapat perkembangan teknologi, depresiasi, dan pertumbuhan populasi sebagai investasi pulang-pokok. Kegagalan pemerintah dalam menunjukkan kualitas institusi yang rendah berdampak pada perilaku pemerintah yang menyimpang dalam menjalankan pelayanan publik. Perilaku yang menyimpang pada pemerintah bersifat mengejar keuntungan peribadi (korupsi). Korupsi merupakan penghambat perekonomian dan dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Indikator ekonomi menggunakan GDP perkapita. Untuk studi ini, peneliti akan melihat pengaruh langsung korupsi pada GDP perkapita di sepuluh negara ASEAN+3. Hasil dari penelitian ini akan diambil kesimpulan dan rekomendasi kebijakan menangani masalah korupsi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara kawasan ASEAN+3.
24
Keterangan:
Bagian dianalisis Alur Gambar 6 Kerangka Pemikiran
25
METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data adalah data panel dengan periode 2000-2010 dan cross section sepuluh negara ASEAN+3. Negara ASEAN+3 yang masuk dalam analisis penelitian ini adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Kamboja, Cina, Jepang, Korea Selatan. Adapun Myanmar, Laos, Brunei Darussalam tidak diikutsertakan dalam analisis karena alasan ketidaklengkapan data yang dibutuhkan dalam analisis. Tahun yang dijadikan basis analisis adalah 2000-2010 karena ditahun tersebut data yang dibutuhkan tersedia lengkap untuk sepuluh negara ASEAN+3. Data yang diperlukan dalam penelitian ini sesuai dengan teori perluasan model pertumbuhan Solow dan tinjauan pustaka. Data-data yang diperlukan dalam permodelan meliputi GDP perkapita, dimana GDP perkapita dibanyak penelitian sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Data berikutnya yang diperlukan adalah investasi/pembentukan modal tetap bruto. Dalam penelitian ini, investasi menunjukkan pembentukan modal fisik pada perluasan pertumbuhan model Solow. Pembelanjaan pemerintah sebagai peran sektor publik atau pemerintah dalam perekonomian. Pembelanjaan pemerintah terdiri dari biaya pemerintah kontemporer untuk membeli barang dan jasa termasuk gaji karyawan. Selanjutnya, pengeluaran pada pendidikan menunjukkan pembentukan modal manusia (human capital) melalui peningkatan kualitas pendidikan. Data-data yang diperlukan lainnya adalah total faktor produktivitas (TFP), tingkat depresiasi, dan tingkat pertumbuhan populasi. Data ini diperlukan untuk menunjukkan investasi-pulang pokok pada model pertumbuhan Solow. Mankiw, Romel, dan Weil (1992) menjelaskan bahwa pada model pertumbuhan Solow, depresiasi, populasi, teknologi merupakan penentu suatu negara mencapai steady state. Mankiw, Romel, dan Weil (1992) menjelaskan juga tingkat depresiasi konstan di seluruh negara dikarenakan tidak ada alasan yang kuat untuk mengetahui tingkat depresiasi, dan tidak ada data pasti yang memperkirakan tingkat depresiasi. Tingkat depresiasi dalam penelitian ini sebesar 6 persen. Untuk sepuluh negara ASEAN+3, tingkat depresiasi ini berdasarkan penelitian McQuinn dan Whelan (2007) bahwa dikawasan Asia mereka mengasumsikan tingkat depresiasi sebesar 6 persen. Data korupsi merupakan indeks korupsi dengan skala 0-10, dimana “0” menunjukkan korupsi yang tertinggi dan “10” menunjukkan terbebas dari korupsi. Data korupsi berdasarkan data tahunan yang dikeluarkan oleh Transparency Internasional.
26
Tabel 4 Data dan Sumber Data yang Digunakan Dalam Penelitian No Data yang digunakan Sumber 1 GDP perkapita sepuluh negara World Development Indicator ASEAN+3 tahun 2000-2010 (konstan 2012 (World Bank) 2000 US $) 2 Total faktor produktivitas (persen) The Conference Board 2013 3
Tingkat Pertumbuhan Populasi (persen)
4
Investasi/pembentukan modal tetap bruto (konstan tahun 2000 US $) Pembelanjaan pemerintah (konstan tahun 2000 US$) Pengeluaran pendidikan (persen GDP)
5 6 7
Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) skala 0-10 Skala 0 (tinggi korupsi) skala 10 (rendah korupsi)1
World Development Indicator 2012 (World Bank) World Development Indicator 2012 (World Bank) World Development Indicator 2012 (World Bank) World Development Indicator 2012 (World Bank) Transparency International.
Keterangan: 1) Transformasi Indeks Persepsi Korupsi dengan CORit=(1-θ/10),dengan indeks 0 “bersih” dan 1 “terkorupsi”. Transformasi ini dilakukan agar interpretasi searah, sederhana, dan intuitif.
Metode dan Pengolahan Data Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan dengan mengkaji dinamika pertumbuhan ekonomi dan tingkat korupsi di sepuluh negara ASEAN+3. Metode ini juga digunakan pada hasil yang diperoleh dari analisis data kuantitatif, sehingga diharapkan dapat menggambarkan dampak korupsi pada pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara ASEAN+3. Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode panel statis. Metode ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi. Data sekunder dari sepuluh negara ASEAN+3 dioperasikan dengan menggunakan program komputer Microsoft Exel dan Eviews 6 yang kemudian hasil outputnya akan diintepretasikan. Analisis Model dengan Data Panel Menurut Nachrowi (2006) model data panel (pooled data) ialah suatu model ekonometrika yang mengkombinasikan data time series dengan data cross section. Implikasi yang diperoleh dari kombinasi tersebut adalah hasil estimasi dari model data panel lebih efisien karena jumlah observasi lebih banyak. Selain itu, penggunaan model data panel juga dapat mengurangi efek bias seiring dengan meningkatnya derajat kebebasan (degree of freedom). Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah: 1. Dapat mengendalikan heterogenitas individu atau unit cross section.
27
2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien. 3. Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series. 4. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan data cross section maupun time series. 5. Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjustment. Dalam analisis data panel terdapat tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), model efek tetap (fixed effect) dan model efek acak (random effect). Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan secara statistik dan prosedur. Hal ini bertujuan untuk memeroleh dugaan model yang efisien. Diagram pengujian statistik untuk memilih model yang digunakan dapat dijelaskan pada gambar berikut ini:
Gambar 7 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel
1. Chow Test Chow Test atau pengujian F statistik adalah pengujian untuk memilih model yang akan digunakan antara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini hipotesis yang digunakan sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol (H0) adalah dengan menggunakan FStatistik seperti yang dirumuskan oleh Chow: FN-1,NT-N-K =
(
ESS1 - ESS2 ) N-1
(ESS2 /(NT-N-K)
Dimana : ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Pooled Least Square ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed Effect N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series
(24)
28
K = Jumlah variabel penjelas Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N-1,NT-N-K). jika nilai statistik Chow (F-Stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya. 2. Haussman Test Haussman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan untuk memilih model terbaik antara model fixef effect atau model random effect. Seperti yang telah diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Haussman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect Sebagai dasar penolakan H0, maka digunakan statistic Haussman dan membandingkan dengan Chi-Square. Statistik Haussman dirumuskan dengan: m=m= β-b (Mo - M1 )-1 β-b ~χ2 (K) (25) Dimana β adalah vektor untuk variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2 –Tabel, maka sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya. Perumusan Model Penelitian Pada penelitian ini, penulis akan meneliti mengenai dampak korupsi dan faktor ekonomi lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi ASEAN+3. Model dalam penelitian ini mengikuti penelitian Pulok (2010) yang dibangun berdasarkan tinjauan pustaka dan perluasan model pertumbuhan Solow, namun dalam penelitian ini model diestimasi menggunakan metode panel data. Model dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: lnYit = α +β1 lnINVit +β2 lnGVXit +β 3 lnEDXit +β4 lnBEIit +β5 lnCORit +εit Dimana, BEIit = ln ( it +δ +nit Keterangan: Yit = Pendapatan perkapita (konstan tahun 2000 US$) INVit = Pembentukan Modal Bruto/ Investasi (konstan tahun 2000 US$) GVXit = Pembelanjaan pemerintah (konstan tahun 2000 US$) EDXit = Pengeluaran pendidikan (persen GDP) = Total faktor produktivitas (persen) it nit = Pertumbuhan populasi (persen) δ = Depresiasi konstan pada 6 persen CORit = Indeks korupsi (skala “0” sampai “10”) = intersep β = slope ε = error α
(26)
29
Uji Hipotesis Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah variabelvariabel yang digunakan dalam regresi signifikan atau tidak. Maksud dari signifikan ini adalah suatu nilai parameter regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Ada dua jenis uji hipotesis yang dapat dilakukan terhadap variabel regresi. Uji tersebut adalah Uji-F dan Uji-t. Uji-F Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan. Perumusan hipotesis pada Uji-F: H0 : β1 = β2 = β3 = βk = 0 H1 : Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol Kriteria ujinya adalah jika Fhitung > Ftabel,α,(k-1)(n-k) maka tolak H0, dimana k adalah jumlah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersamasama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya. Uji-t Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: H0 : βk = 0 H1 : βk ≠ 0 Kriteria uji yang digunakan adalah jika │thitung│> tα/2,(n-k), dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya. Koefisien Determinasi Koefisien diterminasi berfungsi untuk menunjukkan seberapa baik model yang diperoleh sesuai dengan data aktual (goodness of fit), mengukur berapa persentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah bebas. Kisaran nilai koefisien determinasi adalah 0≤ R2≤1. Model dikatakan semakin baik apabila nilai R2 mendekati 1 atau 100 persen.
Uji Asumsi Untuk mendapatkan hasil model yang efisien dan konsisten, maka diperlukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi-asumsi klasik seperti normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan autokorelasi.
30
Uji Normalitas Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian asumsi normalitas dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah: H0 : Residual berdistribusi Normal H1 : Residual tidak berdistribusi Normal Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai Jarque Bera dengan taraf nyata α sebesar 0.05, dimana jika nilai Jarque Bera Test lebih besar dari taraf nyata α 0.05 menandakan H0 tidak ditolak dan residual bersitribusi normal. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas berarti bahwa variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi homoskedastisitas yaitu variasi residual sama untuk semua pengamatan. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam model dilakukan menggunakan metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan sum square resid pada Weighted Statistics dengan sum square resid unweighted statistics. Jika sum square resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah Heteroskedastisitas, dilakukan dengan mengestimasi GLS menggunakan white-heteroscedasticity. Uji Moltikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Gejala multikolinearitas ini dapat dideteksi dari nilai R2 tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai dengan teori (Gujarati, 2004). Multikolineritas dalam pooled data dapat di atasi dengan pemberian pembobotan (cross section weight) atau GLS, sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu (t–statistik maupun F-hitung) menjadi signifikan. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Juanda (2009) menjelaskan akibat adanya autokorelasi dalam model yang diestimasi yaitu pendugaan parameter masih tetap tidak bias dan konsisten namun penduga ini memiliki standar error yang bisa ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya sehingga nilai statistik uji-t tinggi (overestimate). Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode General Least Square dalam estimasi model (Gujarati, 2004). Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin Watson (DW), yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model dengan DW-tabel.
31
Tabel 5 Ketentuan Nilai Durbin-Watson
Nilai DW 0 < DW < dl dl ≤ DW ≤ du du < DW < 4-du 4-du≤ DW ≤ 4-dl 4-dl < DW < 4
Hasil Tolak H0,ada autokorelasi positif Daerah ragu-ragu,tidak ada keputusan Terima H0, tidak ada autokorelasi Daerah ragu-ragu,tidak ada keputusan Tolak H0,ada korelasi negatif
Definisi Operasional Berikut ini definisi beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian: 1. GDP perkapita merupakan nilai semua barang dan jasa yang diproduksi dalam wilayah geografis suatu negara selama periode satu tahun dibagi dengan jumlah penduduk. Dalam penelitian ini GDP perkapita merupakan indikator pertumbuhan ekonomi. 2. Investasi/pembentukan modal tetap bruto meliputi perbaikan lahan, pembelian pabrik, mesin, peralatan, pembangunan jalan, kereta api, tempat tinggal perumahan swasta, dan industri bangunan. Dalam penelitian ini sebagai indikator untuk mengukur investasi modal fisik atau pembentukan modal fisik (physical capital formation). 3. Pembelanjaan pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk semua barang dan jasa termasuk gaji karyawan. Dalam penelitian ini pembelanjaan pemerintah sebagai indikator peran sektor publik atau pemerintah. 4. Pengeluaran pendidikan adalah total pengeluaran publik untuk pendidikan meliputi pengeluaran pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan (baik negeri maupun swasta), administrasi pendidikan, dan transfer/subsidi untuk entitas swasta (siswa/rumah tangga dan entitas swasta lainnya). 5. Pertumbuhan Total Faktor Produktivitas (TFP) mengukur perubahan dalam output tidak diproduksi oleh perubahan input. Total faktor produktivitas merupakan pengukur perkembangan teknologi. 6. Pertumbuhan populasi merupakan tingkat perubahan jumlah penduduk dari tahun sebelumnya hingga tahun selanjutnya dalam persen. 7. Indeks Persepsi Korupsi merupakan skala 0-10, dimana “0” menunjukkan tingkat korupsi yang tertinggi dan “10” menunjukkan tingkat korupsi yang rendah. Data korupsi berdasarkan data tahunan yang dikeluarkan oleh Transparency Internasional.
32
GAMBARAN UMUM
Pada bab ini akan memberikan uraian secara rinci terkait pertumbuhan ekonomi dan korupsi di sepuluh negara kawasan ASEAN+3. Analisis deskriptif digunakan dalam pembahasan penelitian untuk memperlihatkan dinamika pertumbuhan ekonomi dan korupsi di sepuluh negara ASEAN+3 2000-2010. Pendapatan perKapita di Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3. Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk disuatu negara. pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan GDP perkapita. Pendapatan perkapita sering dijadikan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara, semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara dan tingginya pertumbuhan ekonomi. GDP perkapita Negara Indonesia termasuk salah satu dari sepuluh negara ASEAN+3 yang memiliki perkembangan yang kurang baik dan memiliki nilai yang kecil bila dibandingkan dengan negara lainya. Pada tahun 2000 GDP perkapita Negara Indonesia sebesar US$773. Tahun 2000 sampai 2010 GDP perkapita Indonesia terus mengalami kenaikan hingga mencapai US$1 145. Selanjutnya, Negara Thailand memiliki GDP perkapita lebih besar dibandingkan dengan Negara Indonesia. Tahun 2000 Negara Thailand memiliki GDP perkapita sebesar US$1 943. Peningkatan terjadi sampai tahun 2008 sebesar US$2 608. Tahun berikutnya penurunan sampai US$2 531, namun terjadi kenaikan kembali sampai US$2 712 tahun 2010. Negara Kamboja memiliki pertumbuhan ekonomi yang paling kecil diantara negara-negara ASEAN+3, dimana GDP perkapita Negara Kamboja tahun 2000 pada angka US$293. Angka ini terus berkembang sampai pada US$556 tahun 2010. GDP perkapita Negara Malaysia tahun 2000 sebesar US$4 005. Tahun 2001 sampai 2008 peningkatan GDP perkapita Malaysia mencapai pada US$5 077. Namun pada tahun 2009 terjadi penurunan sampai pada angka US$4 914, tetapi terjadi peningkatan kembali pada tahun 2010. Pada Negara Cina Perkembangan GDP perkapita terjadi kenaikan setiap tahunnya. Tahun 2000 Cina memiliki GDP perkapita sebesar US$1 105, hingga tahun 2010 Cina mengalami pertumbuhan yang cukup pesat hingga mencapai US$2 426. Cina mengalami kecenderungan pertumbuhan ekonomi dan GDP perkapita yang meningkat. Selanjutnya, Negara Korea Selatan cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan GDP perkapita setiap tahunnya. Pada tahun 2000 Korea Selatan US$11 346 meningkat sampai US$16 219 pada tahun 2010. Negara Singapura pada tahun 2000 memiliki GDP perkapita sebesar US$23814, tetapi terjadi penurunan GDP perkapita menjadi US$22 913 pada tahun 2001. Namun, setelah tahun 2002 GDP perkapita Singapura cenderung mengalami peningkatan, hingga tahun 2008 mencapai US$30 131. Pada tahun 2009 GDP perkapita menurun sampai pada angka US$28 949 ini disebabkan oleh
33
GDP perkapita (US $)
resesi globbal yang terjadi karenaa krisis keu uangan padaa tahun 20008. Namun GDP perkapita meningkat m k kembali padda tahun 20 010. Neggara jepang memiliki GDP G perkaapita tertingggi diantaraa sepuluh negara n ASEAN+33 lainnya. Dimulai D darri tahun 200 00 sebesar US$37 U 291, angka ini terus meningkatt hingga taahun 2007 sebesar US$40 433. Namun, ppada tahun 2009 Jepang mengalami m p penurunan G GDP perkaapita menjaadi US$38 242. Penurrunan GDP perkkapita diakibbatkan olehh resesi global yang diiikuti krisiss pasar keuaangan di Eropa tahun 200885. Krisis pasar p keuan ngan dan reesesi globall mempeng garuhi perdaganggan, iklim innvestasi, daan pasar uan ng di Jepanng. Tahun 22010 keadaaan ini mengalam mi perbaikaan GDP peerkapita hin ngga menccapai sebessar US$39 971. Sepuluh negara n ASEA AN+3 mem miliki kecen nderungan pertumbuhan p n GDP perk kapita yang menningkat darii tahun 20000 sampai 2010. 2 Tam mbunan (20011) Krisis yang terjadi pada 2008 memengaruh m hi secara neegatif kegiaatan bisnis kunci di dunia, d menurunkkan laju peertumbuhann ekonomi global daan tingkat pendapatan n riil perkapita dunia. 41000.0 00 40000.0 00 39000.0 00 38000.0 00 37000.0 00 36000.0 00 35000.0 00 34000.0 00 33000.0 00 32000.0 00 31000.0 00 30000.0 00 29000.0 00 28000.0 00 27000.0 00 26000.0 00 25000.0 00 24000.0 00 23000.0 00 22000.0 00 21000.0 00 20000.0 00 19000.0 00 18000.0 00 17000.0 00 16000.0 00 15000.0 00 14000.0 00 13000.0 00 12000.0 00 11000.0 00 10000.0 00 9000.0 00 8000.0 00 7000.0 00 6000.0 00 5000.0 00 4000.0 00 3000.0 00 2000.0 00 1000.0 00 0.0 00
Indonnesia Malyyasia Filipiina Singaapura Thailland Vietnnam Kambboja Cina Jepanng Koreea Selattan
03 2004 2005 5 2006 2007 2008 2009 2010 2000 2001 2002 200 TAHU UN Sumber: Woorld Bank, 2012 (diolah)
Gambar 8 Perttumbuhan GDP G perkap pita Sepuluhh Negara AS SEAN+3 5
IMF.2012. Tracking T The Global G Recoveryy. [http://www.iimf.org/externaal/pubs/ft/fandd//2012/06/pdf/ko ose.pdf]
34
Investasi, Pembelanjaan Pemerintah, P , dan Pengeeluaran Peendidikan di d Sepulluh Negara a ASEAN+33 Dinamikaa Investasi Sepuluh Negara N Kaw wasan ASEA AN+3. Pertuumbuhan ekonomi e tiddak terlepas dari tingkkat investaasi suatu neegara. Investasi memberi m koontribusi lanngsung terh hadap pertum mbuhan ekkonomi. Investasi merupakann kapasitaas produkttif dan mempunyai m efek peengganda untuk u meningkattkan pertum mbuhan ekonomi. Selaiin itu, invesstasi memiliiki peran peenting pada perttumbuhan ekonomi dalam d jangk ka pendek maupun jjangka pan njang. Investasi modal m fisik menghasilkkan kemaju uan teknik yang y menunnjang tercip ptanya overhead economy daan menghassilkan kenaikan output nasional serrta pendapaatan. 50
INVESTASI (% GDP)
45 40
Indonesiaa
35
Malaysiaa Filipina
30
Singapurra
25
Thailand d
20
Vietnam Kambojaa
15
Cina
10
Jepang Korea Seelatan
5 0 2 2000 2001 20 002 2003 200 04 2005 2006 6 2007 2008 2009 2010 TAHUN Sumber: Woorld Bank, 2012
Gambarr 9 Dinamikka Investasii di Sepuluh h Negara Kaawasan ASE EAN+3 Tah hun 2000-20 010. Tinggkat proporrsi investasi terhadap p GDP di Sepuluh nnegara kaw wasan ASEAN+33 yang meenjadi studdi kasus peenelitian inni cenderunng berflukttuatif. Sebagian besar tingkkat investassi berdasark kan proporrsi GDP di sepuluh negara n 5 persen. Investasi Negara Ciina lebih tinggi t ASEAN+33 tidak lebbih dari 50 dibandingg negara-neegara ASE EAN+3 laainnya. Peningkatan investasi Cina mencapai 45 persenn dari propporsi GDP tahun 20100, angka inni paling tinggi t dibandinggkan negaraa lainnya. Kemajuan K investasi i dii Negara C Cina dikaren nakan kebijakan fiskal dann moneter yang diam mbil pemerintah Cina selama krisis p keuangan global. Keebijakan yaang transpaaran oleh pemerintah Cina menjjamin administraasi yang effisien untukk penanamaan investasi asing, sehhingga Investasi meningkatt dengan ceepat6. 6
World Bannk.2010. Dalam m artikel “ Fooreign Direct Investment-Ch I hina story”
35
Perkembangan investasi Negara Vietnam cenderung meningkat setiap tahunnya. Vietnam memiliki perkembangan investasi yang baik setelah negara Cina. Pajak pendapatan yang rendah Negara Vietnam di bidang industri menyebabkan tingginya investasi asing dan domestik pada Negara Vietnam, sehingga investasi langsung asing mendorong peningkatan investasi Negara Vietnam7. Tahun 2010 Vietnam mengalami pertumbuhan investasi proporsi terhadap GDP sebesar 35.5 persen. Tidak hanya Vietnam, Negara Indonesia mengalami tingkat investasi yang cenderung naik pada tiga tahun terakhir. Kenaikan investasi disebabkan oleh tingkat inflasi yang cukup stabil, sehingga meningkatkan minat investor asing dalam menanamkan modalnya8. Investasi proporsi terhadap GDP Indonesia tahun 2009 mencapai 31 persen, kemudian meningkat 1 persen di tahun 2010. Dinamika Pembelanjaan Pemerintah Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Pertumbuhan ekonomi setiap negara sangat bergantung pada peran pemerintah. Pembelanjaan Pemerintah memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi, dimana pemerintah melakukan penyediaan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh pihak swasta. Pembelanjaan pemerintah proporsi terhadap GDP pada sepuluh negara ASEAN+3 tidak melebih angka 25 persen proporsi terhadap GDP. Namun, pembelanjaan pemerintah Jepang tertinggi diantara negara-negara ASEAN+3 lainnya.
Pembelanjaan Pemerintah (% GDP)
25 Indonesia Malaysia
20
Filipina Singapura
15
Thailand Vietnam
10
Kamboja Cina
5
Jepang Korea Selatan
0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN Sumber: World Bank, 2012.
Gambar 10 Dinamika Pembelanjaan Pemerintah Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010. Pembelanjaan pemerintah Jepang pada tahun 2000 sebesar 16 persen proporsi terhadap GDP. Kencenderungan pembelanjaan pemerintah Negara [http://www.worldbank.org/en/news/feature/2010/07/16/foreign-direct-investment-china-story] 7 U.S Department of State.2012. Dalam artikel “Investment Climate State-Vietnam” [http://www.state.gov/e/eb/rls/othr/ics/2012/191263.htm] 8 Rahmadi. 2013. Dalam artikel “Faktor kunci meningkatnya Investasi Indonesia” [http://www.setkab.go.id/artikel-6596-.html]
36
Jepang meningkat hingga pada tahun 2010 mencapai 19 persen proposi terhadap GDP. Pendapatan pemerintah Jepang tidak banyak melalui pajak, peran obligasi pemerintah masih relatif besar sebagai penerimaan pemerintah9. Obligasi yang menyebabkan pembelanjaan pemerintah Negara Jepang tinggi dibandingkan negara lainya. Pembelanjaan pemerintah Negara Jepang banyak dialokasikan pada pembangunan infrastruktur10. Tidak hanya Jepang, pembelanjaan pemerintah Negara Korea Selatan termasuk tertinggi setelah Negara Jepang. Kemudian untuk Negara Korea Selatan, pembelanjaan pemerintah Korea Selatan tahun 2000 sebesar 11 persen proporsi terhadap GDP, kemudian tahun 2010 mencapai 15 persen proporsi terhadap GDP. Berbeda dengan Negara Kamboja yang memiliki pembelanjaan pemerintah proporsi GDP rendah dibandingkan negara lainnya. Awal tahun 2000 pembelanjaan pemerintah Kamboja sebesar 5 persen proporsi GDP, kemudian tahun 2010 mencapai 6,3 persen proporsi terhadap GDP. Selama 10 tahun kenaikan pembelanjaan pemerintah hanya 1 persen. Kecilnya pembelanjaan pemerintah proporsi terhadap GDP disebabkan pendapatan dari pajak perdagangan yang rendah sehingga memengaruhi penerimaan yang diperoleh pemerintah, kemudian penurunan simpanan yang ada dalam sistem perbankan dibiayai oleh dalam negeri (IMF, 2009). Dinamika Pengeluaran Pendidikan Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Pendidikan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang berkualitas akan berdampak pada pembangunan ekonomi. Pemberian layanan publik seperti pendidikan merupakan salah satu investasi yang penting untuk menciptakan sumberdaya manusia yang produktif dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Pengeluaran pada pendidikan salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang berkualitas guna mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Negara Malaysia memiliki pertumbuhan pengeluaran pendidikan proporsi terhadap GDP paling tinggi. Kecenderungan yang meningkat untuk pengeluaran pada pendidikan terlihat dati tahun 2006 sampai 2009. Tercatat bahwa pengeluaran pendidikan proporsi GDP sebesar 11 persen, kemudian tahun 2009 angka ini meningkat hingga pada 14 persen proporsi GDP. Pengeluaran pendidikan proporsi terhadap GDP Negara Malaysia paling tertinggi dibandingkan negara lainnya. Negara Vietnam memiliki prioritas yang baik pada pendidikan. Negara Vietnam menurunkan biaya pendidikan untuk pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan dengan meningkatkan jumlah beasiswa untuk masyarakat berpendapatan rendah11. Pada tahun 2006 Vietnam mencapai pengeluaran pendidikan hingga 5,6 persen proposi GDP. Pengeluaran pendidikan ini mengalami peningkatan setiap 9
Wawan Juswanto.2010. Dalam artikel ‘’Sistem, Proses, dan Anggaran Pemerintah Jepang” [http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/SiaranPers-APBN%20Jepang.pdf] 10 Martyn Fackler.2009. Dalam artikel ‘’Japan Big-Works Stimulus is lesson’’ [http://www.nytimes.com/2009/02/06/world/asia/06japan.html?pagewanted=all&_r=0] 11 World Bank.2009. Dalam artikel “ Financing Higher Education” [http://siteresources.worldbank.org/EASTASIAPACIFICEXT/Resources/2263001279680449418/7267211-1318449387306/EAP_higher_education_chapter4.pdf]
37
tahunya dan pada tahun 2010 pengeluaran pendidikan sebesar 6 persen proporsi terhadap GDP. Selain Malaysia, Vietnam merupakan salah satu negara yang memiliki pengeluaran pendidikan yang tinggi dibandingkan negara lainnya.
Pengeluaran pada pendidikan (%GDP)
16 Indonesia
14
Malaysia
12
Filipina
10
Singapura
8
Thailand Vietnam
6
Kamboja
4
Cina
2
Jepang Korea Selatan
0 2006
2007
2008 TAHUN
2009
2010
Sumber: World Bank, 2012
Gambar 4 Dinamika Pengeluaran Pendidikan Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 2006-2010. Pada Negara Jepang dan Korea Selatan pengeluaran pendidikan mengalami peningkatan setiap tahun. Pendidikan merupakan hal yang terpenting bagi kedua negara, Jepang dan Korea Selatan. Jepang dan Korea selatan melakukan anggaran yang ketat untuk alokasi dana publik pada pendidikan, kemudian pengeluaran pendidikan kedua negara ini sangat bergantung dan dibantu oleh pendanaan swasta. Pendidikan hal terpenting pada kebijakan jangka panjang Negara Jepang dan Korea Selatan. Pengeluaran pendidikan Korea Selatan sebasar 4,3 persen proporsi GDP, namun peningkatan pada tahun 2010 mencapai 4,8 persen proporsi GDP. Pengeluaran pendidikan pada Negara Jepang dan Korea Selatan sangat berbeda dengan Negara Indonesia. Menurut World Bank (2009) Negara Indonesia memiliki biaya pendidikan yang meningkat pada tiga tahun terakhir, namun pengeluaran pendidikan hanya sebesar 3 persen proporsi GDP. Saat biaya pendidikan meningkat, pembiayaan pendidikan oleh pemerintah untuk perguruan tinggi tidak didistribusikan secara adil, hal ini yang menyebabkan meningkatnya kesenjangan antara penduduk miskin dan kaya dalam pendidikan. pada tahun 2006 pengeluaran pada pendidikan mencapai 2,5 persen proporsi GDP, kemudian penurunan tahun 2010 pada 3 persen proporsi GDP. Dinamika Korupsi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Suatu negara tidak terlepas dari peranan pemerintah dalam pengelolaan perekonomiannya. Dalam menjalankan kebijakan publik untuk mendukung pembangunan ekonomi, terdapat hambatan yang menyebabkan tidak berhasilnya tujuan pemerintah, yang secara sistematis rentan terjadinya kegagalan pemerintah. Kegagalan pemerintah melahirkan tindakan korupsi pada sektor publik. Pemerintah cenderung menyalahgunakan jabatan publik untuk keuntungan pribadi
38
(Transparency International, 2012). Korupsi dalam sektor publik diartikan sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk mencari keuntungan pribadi yang dapat menimbulkan high cost economy.
Sumber: Transparency International, 2012
Gambar 12 Klasifikasi Indeks Persepsi Korupsi di Dunia Berdasarkan Tingkatan Warna Tahun 2010 Sebagian besar negara-negara di Benua Asia, Afrika, dan Amerika mempunyai tingkat korupsi yang tinggi (ditandai dengan warna merah). Indeks persepsi korupsi dibawah angka 3 menunjukkan tingkat korupsi yang tinggi di suatu negara. Indeks persepsi korupsi menunjukkan angka diatas 5, maka tingkat korupsi rendah di suatu negara. Negara-negara kawasan ASEAN+3 terlihat dari Gambar 12, memperlihatkan tingkat persepsi korupsi di sektor publik yang cukup tinggi. Menurut laporan Transparency International, Negara Denmark dan New Zealand merupakan negara dengan indeks persepsi korupsi yang tinggi (indeks 9.3). Namun, Negara Somalia memiliki indeks persepsi korupsi sebesar 1.1, hal ini menunjukkan tingkat korupsi yang tinggi pada Negara Somalia. Terlihat pada Gambar 12 menunjukkan kawasan ASEAN+3 sebagian besar merupakan negara dengan tingkat korupsi yang cukup tinggi (merah). Gambar 13 menunjukkan dinamika indeks persepsi korupsi di sepuluh negara Kawasan ASEAN+3. Negara Singapura memiliki indeks persepsi korupsi tertinggi. Pada tahun 2000-2010 Singapura berada pada kondisi tingkat korupsi yang rendah. Peran pemerintah dalam perekonomiannya hanya sebatas pembuat kebijakan dan peraturan dengan harapan peran swasta dapat berjalan secara optimal serta menjaga agar kesejahteraan publik tetap tinggi. Tidak hanya Singapura, Negara Jepang memiliki indeks persepsi korupsi yang cukup tinggi. Namun, negara lainnya memiliki indeks yang cukup rendah. Indeks persepsi korupsi yang rendah memperlihatkan bahwa tingkat korupsi pada negara seperti
39
Indonesia, Filipina, Kamboja, Vietnam, Cina, dan Malaysia berada pada keadaan tingkat korupsi yang tinggi. Pada setiap tahunnya tidak ada penurunan signifikan pada tingkat korupsi sepuluh negara kawasan ASEAN+3 tahun 2000-2010. Kaufmaan (2000) negara dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung memiliki indikator pengatur korupsi (control of corruption) yang rendah dan sebaliknya.
Sumber: Transparency International (2010): ”0” Terkorupsi, “10” Bersih
Gambar 13 Dinamika Korupsi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Tahun 20002010
40
Gambaran Umum Korupsi di Indonesia Kasus Korupsi merupakan permasalahan klasik yang dihadapi oleh semua negara berkembang termasuk Negara Indonesia. Banyak peneliti mengungkapkan bahwa korupsi berdampak kepada pertumbuhan ekonomi. Transparency International dan World Bank telah memperlihatkan tingkat korupsi dalam bentuk indeks persepsi korupsi melalui metode survei. Berdasarkam survei yang dilakukan oleh The Political & Economic Risk Counsultacy yang berbasis di Hongkong menjelaskan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara paling korup di Asia12. Namun, survei yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia merupakan peringkat 118 terbebas dari korupsi yang menyebabkan layanan publik menjadi buruk13. Pada Gambar 13, Negara Indonesia memperlihatkan peningkatan yang kecil dalam indeks persepsi korupsi dari 2000 tahun 2010, ini menandakan bahwa sedikitnya perbaikan kasus korupsi yang memperlihatkan indeks persepsi korupsi pada 2.8. Berdasarkan Indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan Transparency International, negara dengan indeks “0” menunjukkan negara paling korupsi dan indeks “10” adalah negara yang bersih dari korupsi. Tabel 6 Tiga Kota Teratas Bebas dari Korupsi dan Tiga Kota Terkorupsi di Indonesia tahun 2010 No Kota Skor CPI No Kota Skor CPI 1 Denpasar 6,71 48 Surabaya 3,94 2 Tegal 6,26 49 Cirebon 3,61 3 Surakarta 6,00 50 Pekanbaru 3,61 Keterangan: Indeks Persepsi Korupsi 0-10; (0=sangat korup, 10=bersih) Sumber: Transparancy International Indonesia, 2010
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia (TII) tahun 2010 dengan responden sebanyak 9237 dan jumlah kota di Indonesia yang disurvei sebanyak 50 kota. Secara regional, Kota Denpasar memiliki indeks persepsi korupsi yang tinggi. Denpasar merupakan kota yang terbebas dari korupsi dibandingkan kota lainya di Indonesia. Meningkatnya indeks pada Kota Denpasar menunjukkan adanya inisiatif-inisiatif reformasi berokrasi. Berbeda dengan Kota Denpasar, Kota Pekanbaru merupakan kota yang memiliki indeks korupsi paling kecil, ini menunjukkan bahwa Pekanbaru merupakan kota paling korup di Indonesia. TII mengungkapkan bahwa survei indek persepsi korupsi Indonesia juga menunjukkan bagi kalangan usaha, lembaga kepolisian, pajak, dan pengadilan serta kejaksaan merupakan lembaga-lembaga publik yang perlu menjadi prioritas dalam pembaratasan korupsi. 12
Indonesia Corruption Watch. 2012.Dalam artikel “PERC:Negara Indonesia Paling Korup di Asia” [http://www.antikorupsi.org/new/index.php?option=com_content&view=article&id=4407:perc:indonesia-negara-paling-korup-di-asia&catid=42:rokstories&Itemid=106&lang=id] 13 Ervan Hardoko.2012. Dalam artikel “TI: Somalia, Korut dan Afganistan Negara Korup” [http://internasional.kompas.com/read/2012/12/05/21171027/TI.Somalia.Korut.dan.Afganistan.Ne gara.Terkorup]
41
Pertumbuhan Populasi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Tahun 20002010 Pertumbuhan populasi merupakan salah penentu dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam model pertumbuhan Solow, populasi merupakan tenaga kerja yang berpartisipasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan populasi yang tinggi akan mengurangi modal per pekerja, hal ini menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan populasi pada Sepuluh negara kawasan ASEAN+3 mengalami penurunan setiap tahunnya. Negara Indonesia tahun 2000 mengalami pertumbuhan populasi 1.3 persen. Pada tahun 2002 penurunan pertumbuhan populasi sebesar 0.1 persen sehingga tahun 2002 pertumbuhan populasi sebesar 1.2 persen. Indonesia tahun 2010 mencapai pertumbuhan populasi 1.04 persen. Tidak hanya Negara Indonesia, negara-negara lainnya mengalami kecenderungan menurun pada pertumbuhan populasi setiap tahunnya. Berbeda dengan Negara Singapura, pertumbuhan populasi berfluktiatif setiap tahunnya. Negara Singapura memiliki pertumbuhan populasi yang berfluktiatif setiap tahunnya. Pada tahun 2000 pertumbuhan populasi Singapura sebesar 1.8 persen dan meningkat sampai 2.6 persen pada tahun 2001. Namun, terjadi penurunan yang cukup tajam pada tahun 2003 sehingga pertumbuhan populasi Singapura minus di 1.4 persen. Bertolak belakang dari penurunan pertumbuhan populasi tahun 2003, pada tahun 2008 terjadi kenaikan populasi sangat tajam hingga 5.3 persen. Peningkatan pertumbuhan populasi pada tahun 2008 dikarenakan tingginya tingkat kesuburan wanita etnis Cina pada umur 30-34 tahun dan tingginya tingkat kelahiran bayi, dan juga imigrasi penduduk Malaysia ke Singapura memengaruhi pertumbuhan populasi tahun 200814. Penurunan hingga 1.7 persen petumbuhan populasi pada tahun 2010. Pertumbuhan Populasi (% per tahun)
6 5
Indonesia Malaysia
4
Filipina
3
Singapura Thailand
2
Vietnam
1
Kamboja Cina
0
Jepang
‐1 ‐2
Korea Selatan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber: World Bank, 2012 (diolah)
Gambar 14 Pertumbuhan Populasi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3
14
Singapore Department of Statistics.2008. Dalam artikel “Population Trends 2008” [http://app.www.sg/data/usermedia/documents/population2008.pdf]
42
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan Pemilihan Model Terbaik Pada bagian ini bertujuan mengestimasi dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi. Analisis ini berdasarkan teori dan model yang dibangun oleh Pulok (2010) dan mentransformasi Indeks Persepsi Korupsi (CPI) melalui CORit= (1-
θ
), menjadi sebuah indeks mulai dari “0” ke “1” dimana semakin
tinggi indeks semakin tinggi tingkat korupsi. Transformasi ini dilakukan agar interpretasi searah, sederhana, dan intuitif pada estimasi model data panel. Penelitian tersebut melakukan perluasan model pertumbuhan Solow dengan adanya sektor publik, modal fisik, modal manusia (human capital), dan korupsi yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dijelaskan oleh GDP perkapita sebagai variabel independen. Sektor publik dijelaskan oleh pembelanjaan pemerintah, modal fisik dijelaskan oleh investasi/pembentukan modal tetap bruto, dan pengembangan modal manusia (Human capital) dijelaskan oleh pengeluaran pendidikan. Estimasi model untuk mengetahui dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi pada sepuluh negara kawasan ASEAN+3 menggunakan analisis data panel, dapat dilakukan melalui pendekatan estimasi model yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Tabel 7 Perbandingan Model Pooled Least Square, Fixed Effect Model, Random Effect Model. PLS FEM REM Variabel Koefisin Prob Koefisien Prob Koefisien Prob C
10.41099
0.0000**
-7.271527
0.0000**
-4.849514
0.0000**
Ln(INV)
-1.247761
0.0000**
0.516966
0.0000**
0.535328
0.0000**
Ln(GVX)
1.392885
0.0000**
0.158554
0.0004**
0.081138
0.2008
Ln(EDX)
0.511764
0.0000**
0.010524
0.0189**
0.005948
0.9076
Ln(BEI)
-0.096131
0.0000**
0.020211
0.0000**
0.008230
0.6092
Ln(COR)
-1.354168
0.0000**
-0.327184
0.0000**
-0.584980
0.0000**
R2: 0.996038 Prob(F-Stat) 0.0000**
R2: 0.999948 Prob(F-Stat) 0.0000**
R2: 0.865284 Prob(F-Stat) 0.0000**
Keterangan: (**) Signifikan pada taraf nyata 5 persen (*) Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Pertama dilakukan estimasi model regresi data panel faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN+3 dengan pendekatan Pooled Least Square (Lampiran 1). Hasil estimasi menunjukkan model Pooled Least Square dengan R2 sebesar
43
0.996038 yang berarti bahwa sebesar 99.6 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen GDP perkapita dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti investasi, pembelanjaan pemerintah, pengeluaran pendidikan, dan korupsi. Sedangkan 0,4 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai Prob(Fstat) lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.00<0.05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap GDP perkapita. Selanjutnya, estimasi model regresi data panel pada dampak korupsi dan faktor-faktor lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi sepuluh negara ASEAN+3 metode Fixed Effect Model (Lampiran 2). Hasilkan estimasi model dengan R2 0.999948 yang berarti bahwa sebesar 99.9 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (GDP perkapita) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti investasi, pembelanjaan pemerintah, pengeluaran pendidikan, dan korupsi. Sedangkan 0.1 persen dijelaskan variabel lain di luar model. Nilai Prob(F-Stat) lebih kecil dari taraf nyata 5 persen sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap GDP perkapita Kemudian, estimasi model regresi data panel pada penelitian ini menggunakan metode Random Effect Model (Tabel 7 dan Lampiran 3). Hasil estimasi model dengan R2 0.865284 yang berarti bahwa sebesar 86.52 persen keragaman terdapat pada variabel denpenden (GDP perkapita) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti investasi/pembentukan modal tetap bruto, pengeluaran publik untuk pendidikan, dan korupsi. Sedangkan 13,48 persen dijelaskan variabel lain di luar model. Secara sekilas estimasi model dengan pendekatan Fixed Effect Model menunjukkan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan Pooled Least Square dan Random Effect Model, namun Chow test harus tetap dilakukan untuk memilih model terbaik antara Pooled Least Square dan Fixed Effect Model. Selanjutnya, setelah melakukan Chow test harus dilakukan Hausman test untuk memilih model terbaik antara Random Effect Model dan Fixed Effect Model. Tabel 8 Uji Pemilihan Model Terbaik antara Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Uji Model Terbaik
Probabilitas
Hasil Hipotesis
Chow test
0.0000**
Tolak H0, Maka FEM
Hausman test
0.0000**
Tolak H0, MakaFEM
Keterangan: (**) Signifikan denan taraf nyata 5 persen (*) Signifikan dengan taraf nyata 10 persen
Hasil Chow test (Tabel 8 dan Lampiran 4) menunjukkan nilai statistik dengan Probability sebesar 0.0000 yang lebih kecil bila dibandingkan dengan taraf nyata 5 persen (0.00<0.05). Hal tersebut menyatakan bahwa tolak H0 yang berarti pendekatan Fixed Effect Model lebih baik bila dibandingkan dengan model Pooled Least Square. Langkah berikutnya adalah melakukan Hausman test untuk memilih model terbaik antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Hasil Hausman test (Tabel 8 dan Lampiran 5) menunjukkan nilai statisitik dengan
44
probability sebesar 0.0000 yang lebih kecil bila dibandingkan dengan taraf nyata 5 persen (0.00<0.05). Hasil ini menyatakan bahwa tolak H0 yang berarti pendekatan Fixed Effect Model lebih baik dibandingkan Random Effect Model. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan terbaik untuk mengestimasi model pada penelitian ini adalah Fixed Effect Model. Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Ekonometrika Berdasarkan Chow test dan Hausman test, tahapan pemilihan pendekatan model terbaik menghasilkan bahwa Fixed Effect Model merupakan pendekatan analisis regresi data panel yang terbaik. Kemudian, Fixed Effect Model terjadi pembobotan (cross section SUR) dan coefficient covariance white cross section method untuk mengkoreksi pelanggaran asumsi klasik. Namun pegujian asumsi klasik harus tetap dilakukan terhadap model estimasi data panel Fixed Effect Model agar dapat memperoleh penduga yang bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator). Pengujian asumsi klasik yaitu uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas. Multikoleniaritas menandakan terdapat hubungan linear antara variabel independenya. Uji ini dapat dilihat dari nilai probabilitas dan matriks korelasi antar variabel. Terdapat 5 variabel sudah signifikan pada taraf nyata 5 persen dan R-squared (R2) atau koefisien determinasi sebesar 0.999948 lebih besar dibandingkan dengan nilai matriks korelasi antar variabel (Lampiran 6). Hal ini menjelaskan bahwa model telah terbebas dari masalah multikolinearitas. Autokorelasi adalah korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau diurutkan menurut ruang. Autokorelasi akan menyebabkan model tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Pengujian mendeteksi permasalahan autokerelasi dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson statistic pada model dan membandingkan dengan DW-Tabel. Dari model Fixed Effect Model nilai Durbin-Watson satistic 2.063800 berada pada selang Du ≤ DW ≤ 4-Du, dengan nilai Du sebesar 1.7851. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat permasalahan autokorelasi dalam estimasi model panel. Heteroskedastisitas dapat menyebabkan estimator tidak lagi BLUE karena tidak lagi mempunyai varians yang minimum, perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena estimasi regresi yang dihasilkan tidak efisien serta uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statisitic dan t-statistic tidak dapat dipercaya. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai sum square resid weighted statisitics dengan nilai sum square resid unweight statistic. Nilai sum square resid weighted statisitics 105.5192 lebih besar bila dibandingkan dengan sum square resid unweight statistic 0.135420. Dapat dilihat juga melalui Standardized Residuals (Lampiran 7) menunjukkan terbebas dari heteroskedastisitas. Dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat permasalahan heteroskedastisitas dalam estimasi model panel. Uji normalitas dilakukan dengan Jarque Bera test yang terdapat dalam dalam software Eviews 6. Hasil perhitungan memperoleh Jarque Bera sebesar 0.853010 (Tabel 9 dan Lampiran 8). Hal tersebut menandakan bahwa nilai Jarque Bera lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata 5 persen, dimana jika p-value
45
lebih besar menandakan H0 tidak ditolak dan menandakan bahwa residual berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria normalitas model estimasi telah terpenuhi. Tabel 9 Uji Normalitas dengan Jarque Bera dan Probablity Uji Normalitas Nilai Keterangan 0.853010 > taraf nyata 5 persen Jarque Bera 0.652787 > taraf nyata 5 persen Probability Berdasarkan hasil uji diatas, agar model benar-benar terbebas dari masalah autokorelasi, maka dilakukan pembobotan dengan menggunakan cross section SUR dan coefficient covariance white cross section. Metode ini mengoreksi masalah dalam asumsi klasik. Dengan demikian, estimasi regresi data panel ini terbebas dari masalah multikolineritas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas.
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Statistika Setelah pengujian asumsi klasik maka dapat ditentukan bahwa model estimasi analisis data panel yang terbaik dalam penelitian ini adalah pendekatan Fixed Effect Model dengan pembobotan cross section SUR dan coefficient covariance white cross section. Selanjutnya evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilihat dari nilai R2. Berdasarkan hasil estimasi, Uji diagnosik pada kriteria stastistika terkait dengan kebaiksesuaian (goodness of fit). Nilai RSquared (R2) atau koefisien diterminasi dari model sebesar 0.999948 yang berarti bahwa sebesar 99.99 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (GDP perkapita) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti investasi modal fisik, pembelanjaan pemerintah, pengeluaran pendidikan, investasi pulang-pokok, dan korupsi. Sedangkan 0.11 persen dijelaskan variabel lain di luar model. Karakteristik statistika lain dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai Statistik Model Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Kriteria Statistik Nilai 2 R 0.999948 2 Adjusted R 0.999940 1.053911 S.E of regression Prob(F-statistic) 0.000000 1062.617 Mean dependent var 1345.680 S.D dependent var 105.5192 Sum squared resid 2.063800 Durbin-Watson statistic Dengan melihat nilai Prob(F-statistic) sebesar 0.000000 yang lebih kecil bila dibandingkan dengan taraf nyata sebesar 5 persen, hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel independen mampu memengaruhi GDP
46
perkapita di sepuluh negara kawasan ASEAN+3. Kemudian, dengan melihat nilai Prob(t-statistic) dari masing-masing variabel yang lebih kecil dari taraf nyata sebesar 5 persen (variabel investasi, pembelanjaan pemerintah, pengeluaran pada pendidikan, variabel investasi pulang-pokok, dan variabel korupsi), maka dapat disimpulkan bahwa investasi, pembelanjaan pemerintah, pengeluaran pendidikan, korupsi secara bersama-sama mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap GDP perkapita sepuluh negara kawasan ASEAN+3. Tabel 11 Hasil Estimasi Model Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 Variable
Coeffisient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LnINV
0.516996
0.008235
62.77762
0.0000**
LnGVX
0.158554
0.007498
21.14749
0.0000**
LnEDX
0.010524
0.004407
2.388002
0.0189**
LnBEI
0.020211
0.002771
7.293126
0.0000**
LnCOR
-0.327184
0.006451
-50.72108
0.0000**
C
-7.271527
0.138451
-52.52061
0.0000**
Keterangan: (**) Signifikan pada taraf nyata 5 persen (*) Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Analisis dampak korupsi dan faktor lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi sepuluh negara kawasan ASEAN+3 dilakukan dengan melihat tanda besaran dari variabel dependen. Dari Tabel 11 diperoleh hasil bahwa variabel investasi yang digambarkan sebagai investasi modal fisik (INV) berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki hubungan yang positif terhadap GDP perkapita di sepuluh negara kawasan ASEAN+3. Meningkatnya persentase perubahan investasi modal fisik sebesar 1 persen, akan meningkatkan GDP perkapita sebesar 0.51 persen dengan asumsi cateris paribus. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Pada model pertumbuhan Solow kenaikan investasi modal fisik akan meningkat GDP perkapita, hal ini dikarenakan investasi modal fisik berkontribusi besar dalam pengadaaan peralatan, mesin berteknologi tinggi, pabrik, produktivitas yang tinggi menyebabkan semakin tingginya pertumbuhan ekonomi dan standar hidup (ERK et al, 1999). Jhingan (2003) menjelaskan bahwa investasi modal fisik tidak saja meningkatkan produksi tetapi juga kesempatan kerja, dimana investasi modal fisik menghasilkan kemajuan teknik yang menunjang tercapainya ekonomi produksi secara luas dan meningkatkan spesialisasi. Jhingan (2003) menjelaskan juga bahwa investasi modal fisik memberikan mesin, alat, dan perlengkapan bagi tenaga kerja yang semakin meningkat sehingga meningkatnya produksi dan pertumbuhan ekonomi. Hasil analisis regresi diperoleh koefisien untuk variabel pembelanjaan pemerintah (GVX) sebesar 0.158554. Variabel pembelanjaan pemerintah signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal estimasi menunjukkan bahwa
47
pembelanjaan pemerintah berpengaruh signifikan dan memiliki pengaruh yang positif terhadap GDP perkapita. Meningkatnya persentase pembelanjaan pemerintah sebesar 1 persen, akan meningkatkan GDP perperkapita sepuluh negara kawasan ASEAN+3 sebesar 0,158 persen dengan asumsi cateris paribus. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis dan teori. Sektor publik atau pemerintah, perananya sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Corray (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemerintah dengan tata kelola keuangan yang baik untuk pembelanjaan pemerintah merupakan prasyarat pertumbuhan ekonomi. Pembelanjaan pemerintah merupakan kebijakan fiskal, yang secara tidak langsung dapat memengaruhi distibusi pendapatan dengan pengeluaran pemerintah dialokasikan pada subsidi, perumahan murah untuk golongan tertentu (Mangkoesoebroto, 1993). Pembelanjaan pemerintah bertujuan untuk membangun pelayanan umum seperti rumah sakit, infrastruktur, dan fasilitas pendidikan yang dapat meningkatkan aktivitas perekonomian sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Jhingan (2002) menjelaskan bahwa pembelanjaan pemerintah yang dialokasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui permbangunan pertanian seperti memberikan bantuan reparasi dan pemeliharaan irigasi; program pupuk buatan dan pupuk hijau; program pengenalan alat pertanian. Selanjutnya, Jhingan (2002) menjelaskan juga pembelanjaan pemerintah yang dialokasikan untuk membantu pertumbuhan industri swasta dengan mengadakan bahan mentah, peralatan modal mesin, keterampilan teknis, dan pabrik guna mendorong produktifitas yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hasil analisis regresi diperoleh koefisien untuk variabel pengeluaran pendidikan (EDX) sebesar 0.015124. Variabel pengeluaran pendidikan berhubungan signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki hubungan yang positif terhadap GDP perkapita. Meningkatnya persentase pengeluaran pada pendidikan sebesar 1 persen akan meningkatkan GDP perkapita 0.015 persen dengan asumsi ceteris paribus. Menurut Annabi et al (2007) Pengeluaran pada pendidikan merupakan investasi pada sektor pendidikan, dimana pendidikan akan meningkatkan pembentukan modal manusia (human capital formation) atau sumberdaya manusia yang inovatif dan produktif. Annabi et al (2007) menyatakan juga pengetahuan pada tenaga kerja dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui efektivitas kerja. Investasi optimum berkenaan dengan alokasi sumberdaya dari waktu ke waktu merupakan sumberdaya yang dialokasikan pada pendidikan yang dapat membantu meningkatkan kapasitas produktif sehingga menaikkan output dan konsumsi di masa datang, karena itu pilihan yang berkaitan dengan pendidikan atau jenis prasarana sosial lainnya merupakan bagian dari investasi untuk meningkatkan modal manusia dan pertumbuhan ekonomi (Jhingan, (2003); Mankiw (1992)). Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel investasi pulang-pokok sebesar 0.020211. Variabel investasi pulang-pokok (Break Even Investment) berhubungan signifikan pada taraf nayata 5 persen dan memiliki hubungan yang positif terhadap GDP perkapita. Meningkatnya persentase investasi pulang-pokok sebesar 1 persen akan meningkatkan GDP perkapita 0,02 persen dengan asumsi cateris paribus. Dalam teori pertumbuhan model Solow, investasi pulang-pokok (pengembangan teknologi, depresiasi, pertumbuhan populasi) memiliki hubungan negatif terhadap akumulasi modal yang secara tidak
48
langsung dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi dan mempengaruhi keadaan mapan (steady state) suatu negara. Negara memiliki keadaan kondisi mapan tertentu, dimana tingkat modal sama dengan investasi pulang-pokok dan kondisi mapan berubah setiap waktu. Hasil koefisien berbeda dengan hipotesis dan teori, menurut Ozgen et al dalam Brunow dan Brenzel (2011) menyatakan bahwa nilai positif pada investasi pulang-pokok diperkirakan adanya efek spillover teknologi pada pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya teknologi memberikan efektivitas produksi. Brunow dan Brenzel (2011) Menjelaskan bahwa modal yang berkurang untuk pengembangan teknologi dalam investasi pulang-pokok akan menurunkan pertumbuhan ekonomi, tetapi setelah adanya teknologi maka efektivitas produksi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hasil analisis regresi diperoleh koefisien untuk variabel korupsi (COR) sebesar -0.327184. Variabel korupsi memiliki hubungan signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki pengaruh negatif terhadap GDP perkapita. Meningkatnya persentase korupsi sebesar 1 persen akan menurunkan GDP perkapita sebesar 0.32 persen. Koefisien pada variabel korupsi merupakan terbesar setelah koefisien investasi modal fisik. Hasil ini sesuai dengan hipotesis dan teori yang telah diajukan. Chetwynd et al (2003) menjelaskan bahwa korupsi menghambat investasi asing dan domestik yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, dikarenakan korupsi meningkatkan biaya sewa dan pajak yang tinggi sehingga menciptakan ketidakpastian pada iklim investasi dan mengurangi insentif untuk investor asing. Chetwyn et al juga menyatakan bahwa korupsi menurunkan kualitas infrastruktur publik, korupsi mendistorsi pengeluaran publik dengan mencari kuntungan akan proyek paling terselubung dan mengalihkan dana yang seharusnya digunakan untuk sektor pendidikan dan kesehatan dialihkan kepada keuntungan pribadi. Gupta, Davoodi, dan Alonso–Terme (1998) menyatakan bahwa korupsi mengurangi tingkat pengeluaran untuk program sosial yang menciptakan ketimpangan pendidikan, yang berdampak pada partisipasi sekolah dan pembangunan modal manusia. Selain itu, korupsi merupakan biaya ekonomi yang dapat mereduksi pertumbuhan ekonomi dan berimplikasi pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Dari hasil estimasi terlihat bahwa korupsi berdampak negatif yang langsung dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, peningkatan tingkat korupsi menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi atau GDP perkapita.
Tabel 12 Hasil Cross Section Effect No Crossid 1 Indonesia 2 Malaysia 3 Filipina 4 Singapura 5 Thailand 6 Vietnam 7 Kamboja 8 Cina 9 Jepang 10 Korea Selatan
Effect -0.94389 0.783177 -0.22043 1.901527 0.026616 -0.63879 0.83005 -2.41627 0.17302 0.504986
49
Darii hasil esstimasi (Taabel 12) terdapat fixed f effectt (cross) yang memperlihhatkan pem mbeda dari setiap cro oss section (sepuluh negara kaw wasan ASEAN+33). Dari haasil estimassi dapat dillihat bahwaa Singapuraa memiliki nilai pembeda yang palinng tinggi. Hal H ini berarti tingkatt pertumbuhhan ekonom mi di Negara Siingapura meemiliki rataa-rata perub bahan yang paling tingggi, yaitu seebesar 1.901527. Berbandinng terbalik dengan d Neg gara Cina yaang memilikki nilai pem mbeda terkecil. Tingkat T perrtumbuhan ekonomi di d Cina meemiliki rataa-rata perub bahan yang paliing kecil yaitu sebesar -2.41627. Hal inni memperrlihatkan bahwa b Singapuraa merupakaan negara yang mem miliki koefissien interseep pertumb buhan ekonomi yang palinng tinggi, sementara itu Cina menjadi m neegara yang nilai intersepnyya lebih renddah dibandiingkan negaara yang lainn. GDP perr Kapita (Ratus US$)*
Indon nesia Malay ysia
3 352.00
Filipin na 3 302.00
Singaapura Thailaand
2 252.00
Vietnam Kamb boja
2 202.00
Cina Jepan ng
1 152.00
Koreaa Selataan 1 102.00 0
1
2
3
4
Indeks Persepsi Korupsi** 5
6
7
8
9
10
52.00
2.00 Sumber: *) World Bank (2012) “ Bersih **)) Transparencyy Internationaal (2010) , ”0” Terkorupsi, “10”
Gambaar 15 Kuadrran Rata-ratta GDP perK Kapita dan Indeks Perssepsi Korup psi Seppuluh Negaara ASEAN+ +3 Tahun 2000-2010 Sepuuluh Negaraa Kawasan ASEAN+3 dibagi mennjadi empatt kuadran deengan garis vertiikal menjelaaskan GDP perkapita dan d garis horrizontal meenjelaskan in ndeks persepsi korupsi. k Perp rpotongan Garis G vertikaal dan horizzontal meruupakan nilaii ratarata GDP P perkapita dan CPI sepuluh neegara ASEA AN+3 periiode 2000-2 2010. Berdasarkkan Gambaar 15, padaa kuadran I menunjuukkan negaara-negara yang memiliki tingkat GP PD perkapitta yang tin nggi dan tinngkat koruppsi yang reendah
50
(Singapura, Jepang, dan Korea Selatan). Pada kuadran II menunjukkan bahwa Negara Indonesia, Kamboja, Filipina, Thailand, dan Cina memiliki GDP perkapita yang rendah dan tingkat korupsi yang tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi berdampak pada rendahnya GDP perkapita. Kuadran III terdapat Negara malaysia dengan GDP perkapita yang rendah dan tingkat korupsi diatas rata-rata sepuluh negara kawasan ASEAN+3.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Terdapat faktor-faktor yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada sepuluh negara kawasan ASEAN+3 selama 2000-2010 seperti investasi modal fisik, pembelanjaan pemerintah, pengeluaran pendidikan. Investasi memiliki koefisien yang paling tinggi dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kenaikan investasi sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.51 persen. Pembelanjaan pemerintah berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pada pendidikan terhadap pertumbuhuan ekonomi juga memiliki dampak signifikan dan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi Negara Singapura memiliki rata-rata perubahan tertinggi, yaitu sebesar 1.901527. 2. Pengujian variabel korupsi pada estimasi dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi, menunjukkan hasil yang berhubungan negatif. Dapat dikemukakan bahwa korupsi mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada negara kawasan ASEAN+3 tahun 2000-2010. Jika ditinjau dari hasil estimasi pengaruh korupsi akan menurunkan pertumbuhan ekonomi dengan kenaikan tingkat korupsi sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.32 persen. Tingginya tingkat korupsi sektor publik pada negara-negara kawasan ASEAN+3 akan menurunkan GDP perkapita baik pada negara berkembang maupun negara maju. Kualitas institusi yang rendah diindikasikan oleh adanya kegagalan pemerintah (korupsi), memiliki pengaruh yang buruk terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka perumusan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut: 1. Pemerintah negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam, dan Kamboja melakukan perbaikan alokasi investasi modal fisik, baik dari sisi publik maupun swasta. Pemerintah perlu menjamin administrasi yang efisien bagi investor untuk penanaman modal investasi. Transparansi dan kemudahan administrasi merupakan pendorong investasi asing maupun domestik, seperti
51
2.
3.
4.
5.
yang dilakukan Negara Cina. Dalam pengendalian investasi modal fisik pada pengadaan peralatan yang berteknologi maka dapat memengaruhi produktivitas dan efektifitas dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Pemerintah negara berkembang (Indonesia, Kamboja, dan Vietnam) dapat mengendalikan pembelanjaannnya dengan peningkatan efisiensi anggaran dan memberikan bobot yang besar kepada pembelanjaan yang dapat meningkatkan standar hidup dan pertumbuhan ekonomi. Karena peran pemerintah masih dikatakan cukup besar dalam proses pertumbuhan ekonomi negara ASEAN+3. Pada Negara Indonesia pengalokasian pembelajaan pemeritah kepada pemerataan distribusi pendendapatan dan peningkatan standar hidup seperti pengadaan infrastruktur. Penyalahgunaan pembelanjaan pemerintah pada akan berdampak buruk kepada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah negara berkembang (Indonesia, Filipina, dan Thailand) sebaiknya mampu melakukan peningkatan pada pembelanjaan untuk pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat. Masyarakat yang berpendidikan akan memberikan kontribusinya pada pengembangan ilmu pengetahuan dan efektifitas tenaga kerja. Pengadaan biaya sekolah yang murah bagi masyarakat yang berpendapatan rendah dan pengadaan sekolah gratis seperti yang dilakukan Negara Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia, akan mendorong semakin banyaknya masyarakat yang berpendidikan. Korupsi akan menimbulkan ketidakefektifan di berbagai aspek ekonomi dan sosial khususnya pada negara berkembang yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi (Indonesia, Vietnam, Kamboja, Filipina, dan Cina). Korupsi yang terjadi pada sektor pemerintahan akan menggangu pengalokasian anggaran yang cukup besar untuk kepentingan pembangunan barang publik dan program sosial, maka perlu adanya pengawasan agar tidak ada celah bagi para aparat mengorupsi anggaran tersebut. Selain itu, korupsi dapat menyebabkan kurangnya daya tarik investasi yang disebabkan tingginya pajak investasi. Untuk itu adanya lembaga pengawasan korupsi untuk seluruh lapisan pemerintah yang dapat mengontrol dan mengawasi tindak korupsi. Lembaga pengawas korupsi pada negara bekembang dapat meniru sistem kerja lembaga pengawas korupsi Negara Singapura (Corruption Practices Investigation Bureau) yang bekerja secara efektif mengawas tindak korupsi, hasilnya Negara Singapura memiliki tingkat korupsi yang rendah. Pemerintahan yang demokratis harus sejalan dengan adanya kebebasan politik, berpendapat, dan kebebasan pers yang dapat menunjukkannya kebijakan pemerintah yang transparan sehingga berkurangnya tindak korupsi. Diimbanginya dengan kualitas pengadilan dan konsistensi peraturan, agar tidak adanya celah bagi pemerintah untuk mecari keuntungan. Pemberantasan korupsi tidak mungkin berhasil hanya karena komitmen pemerintah pusat tapi juga harus merupakan seluruh pemerintah daerah, agamawan, dan seluruh elemen masyarakat. Saran untuk penelitian selanjutnya dapat menganalisis Negara Indonesia secara spesifik dengan menggunakan metode distributed lag analysis dengan menganalisis dampak jangka panjang dan jangka pendek korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu dapat dilakukan penelitian hubungan langsung korupsi terhadap modal manusia dan tingkat investasi.
52
DAFTAR PUSTAKA Akçay, Selçuk . 2006. Corruption and Human Development. Cato Journal vol 26 Andvig JC, Fjeldtad OH, Amundsen I, Sissener T, Søreide T. 2000. Reasearh on Corruption: A Policy Riented Survey. [NORAD] Norwegian Agency for Development Co-operation. Annabi N, Harvey S, Lan Yu. 2007. Public Expenditure on Education, Human Capital and Growth in Canada : an OLG Model Analysis. Baltagi, B. H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. New York : McGraw Hill Companies Inc. Brunow S, Brenzel H. 2011. The Effect of A Culturally Diverse Population on Regional Income in EU Regions. Norface Migration Discussion Paper No 2011-21. Chetwynd Eric, Frances Chetwynd and Bertram Spector. 2003. Corruption and Poverty :A Review of Recent Literature (Final Report). Washington DC : Management System Intrenational. Corray, Arusha V. 2009. Government expenditure, governance and economic growth. University of Wollongong. 51(3) 401-418. Damanhuri, Didin S. Ekonomi Politik dan Pembangunan : Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Berkembang. Bogor : IPB Press. Damanhuri, DS. 2006. Korupsi, Reformasi Birokrasi dan Masa Depan Ekonomi Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta : Erlangga Press. Eatwell J, Milgate M, Newman P. 1990. Capital Theory. The Macmillan Press Limited. Hongkong. Ehrlich I, and Lui FT. 1999. Bureaucratic Corruption and Endogenous Economic Growth. Journal of Political Economy. 6(107) pt 2j. ERK N, Cabuk H Altan, ATES S. 1999. Long run Growth and Physical CapitalHuman Capital Concentration. Finance and Development. 35(1), 3. Friedrich, Carl J. 1999. The Pathology of Politics: Violence, Betrayal, Corruption, Secrecy and Propaganda. Di dalam: Hidenheimer AJ, Johnston M, LeVine VT, editor. Political Corruption: A Handbook. Transaction Publisher. New Jersey. Hlm 15-24. Gujarati, DN. 2004. Basic Econometrics, 4th edition. The McGraw-Hill Companies, New York. Gupta S, Davoodi H, Tiongson E. 2000. Corruption and The Provision of Health Care and Education Services. International Working Paper. 116. Gupta S, Davoodi, Alonso-Terme R. 1998. Does Corruption Affect Income Inequality and Poverty?. IMF Working Paper Series WP/98/76. Washington: International Monetary Fund). Gyimah and Brempong. 2002. Corruption, Economic Growth, and Income Inequality in Africa. Economic of Government Spring-Verlag No 3 (183209). IMF. 2009. Staff Country Report. Cambodia : 2008 Article IV Consultation. Jain A K. 2001. Corruption : A Review. Journal of Economic Surveys. Vol 15 No1.
53
Jhingan, M L. 2003. Ekonomi Pembangunan Perencanaan. Guritno D (ed.). Edisi Kesemmbilan. Jakarta (ID): RajaGrafindo Persada. Kaufman D, Kraay Aart, Lobaton-Zaido P. 2000. Government Matters: from Measurement to Action. IMF Magazine, Finance, and Development. Kiltgaard, R. 1998: “International Cooperation Against Corruption”, IMF/World Bank. Mangkoesoebroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Mankiw N Gregory, Romer D, Weil David N. 1992. A Contribution To The Empirics of Economic Growth. The Quarterly Journal of Economics. 2 (107), pp 407-437. Mankiw, N Gregory. 2003. Teori Makroekonomi: Edisi kelima. Jakarta (ID): Erlangga. Mauro P. 1998. Corruption and the Composition of Government Expenditure. Journal of Public Economics. 69(2), 263-279. Mauro P. 1995. Corruption and Growth. The Quarterly Journal of Economics. 110(3) 681-712. McQuinn K, Whelan K. 2007. Condition Converegence And The Dynamics Of The Capital-Output Ratio. Journal Of Economic Growth. Mo, Pak hung. 2001. Corruption and Economic Growth. Journal of Comparative Economics. 29: 66-79. Nachrowi, N.D. 2006. Pendekatan Populer dan Praktik Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. No.1 (Winter 2006). Pellegrini L, Gerlagh R. 2004.Corruption’s Effect on Growth and its Transmission Channels. Kyklos.57 (3), 429-456. Pulok, Mohammad Habibullah. 2010. The Impact of Corruption on Economic Development of Bangladesh: Basis on Extended Solow Model. Munich Personal RePEc Archive. Pp no. 28755. Rose-Ackerman, S. 1997. The Political Economy of Corruption. In K. A. Elliot (ed.) Corruption and the Global Economy, 31–60. Washington: Institute for International Economics. Rose-ackerman, Susan. 1999. Corruption and Government: Causes, Consequences, Reform. ThePress of The Univesity of Cambridge. Sasana Hadi. 2004. Kegagalan Pemerintah Dalam Pembangunan. Jurnal Dinamika Pembangunan Vol.1 No.1 Hal 31 – 38. Todaro, Michael P and Stephen C Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi. Edisi Kesembilan. Andri Yelvi [Penerjemah]. Jakarta : Erlangga. Transparency International. 2012. Corruption Perception Index (CPI). Tulus, Tambunan. 2011. Krisis Ekonomi Indonesia: Teori dan Empiris. Universitas Trisakti, Jakarta. World Bank. 1997. Helping Countries Combat Corruption. The Role of the World Bank. Pp-8. World Bank. 2004. Combating Corruption in Indonesia Enhancing Accountability For Development. (ID): Jakarta. World Bank. 2012. World Indicator Development Data Base.
54
LAMPIRAN Lampiran 1 Pooled Least Square Model Dependent Variable: LNY Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/04/13 Time: 15:08 Sample: 2000 2010 Periods included: 11 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 110 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNINV LNGVX LNEDX LNBEI LNCOR C
-1.247761 1.392885 0.511764 -0.096131 -1.354168 10.41099
0.025282 0.025454 0.026476 0.019169 0.022392 0.115339
-49.35288 54.72169 19.32961 -5.014780 -60.47565 90.26393
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.996038 0.995847 1.014773 5228.862 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
54.85579 58.37148 107.0955 1.739168
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.951458 12.71488
Mean dependent var Durbin-Watson stat
8.002321 0.349097
55
Lampiran 2 Fixed Effect Model Dependent Variable: LNY Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/04/13 Time: 15:10 Sample: 2000 2010 Periods included: 11 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 110 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNINV LNGVX LNEDX LNBEI LNCOR C
0.516966 0.158554 0.010524 0.020211 -0.327184 -7.271527
0.008235 0.007498 0.004407 0.002771 0.006451 0.138451
62.77762 21.14749 2.388002 7.293126 -50.72108 -52.52061
0.0000 0.0000 0.0189 0.0000 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.999948 0.999940 1.053911 130669.0 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1062.617 1345.680 105.5192 2.063800
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.999483 0.135420
Mean dependent var Durbin-Watson stat
8.002321 0.680211
56
Lampiran 3 Random Effect Model Dependent Variable: LNY Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 05/07/13 Time: 14:07 Sample: 2000 2010 Periods included: 11 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 110 Swamy and Arora estimator of component variances Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNINV LNGVX LNEDX LNBEI LNCOR C
0.535328 0.081138 0.005948 0.008230 -0.584980 -4.849514
0.065569 0.063020 0.051129 0.016050 0.083333 0.893882
8.164302 1.287501 0.116338 0.512809 -7.019825 -5.425227
0.0000 0.2008 0.9076 0.6092 0.0000 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.208516 0.037731
Rho 0.9683 0.0317
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.865284 0.858807 0.068323 133.5987 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.435947 0.181827 0.485468 0.302363
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.602845 104.0295
Mean dependent var Durbin-Watson stat
8.002321 0.001411
Lampiran 4 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 977.819124 499.335050
d.f.
Prob.
(9,95) 9
0.0000 0.0000
57
Lampiran 5 Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
242.006594
5
0.0000
Test Summary Cross-section random
Lampiran 6 Nilai Matriks Korelasi
LNY LNINV LNGVX LNEDX LNBEI LNCOR
LNY 1 0.599284 0.672588 0.290680 -0.063387 -0.780553
LNINV 0.599284 1 0.984619 0.244329 0.000521 -0.214816
LNGVX 0.672588 0.984619 1 0.260678 0.000821 -0.240234
LNEDX 0.290680 0.244329 0.260678 1 -0.126620 -0.042744
LNBEI -0.063387 0.000521 0.000821 -0.126620 1 0.024239
Lampiran 7 Standardized Residuals 3
2
1
0
-1
-2
-3 25
50
75
Standardized Residuals
100
LNCOR -0.780553 -0.214816 -0.240234 -0.042744 0.024239 1
58
Lampiran 8 Uji Normalitas (Jarque Bera dan Probability) Standardized Residuals 20
Series: Standardized Residuals Sample 2000 2010 Observations 110
16
12
8
4
0 -2
-1
0
1
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.85e-15 0.093358 2.379363 -2.322311 0.983904 -0.015866 2.569762
Jarque-Bera Probability
0.853010 0.652787
59
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ardhi Harry Subekti lahir pada tanggal 27 Mei 1991 di Medan. Penulis merupakan anak bungsu dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Suherman dan Ibu Kunmiyati. Penulis mengawali pendidikan di TK Ajamu, kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SD Harapan 2 pada tahun 1997 sampai 2003. Jenjang pendidikan selanjutnya di SMP Harapan 1, dan lulus tahun 2006. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Medan dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis di terima di Intitut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama jenjang pendidikan SMA, penulis aktif dalam organisasi PASKHASKIBRA sebagai ketua umum pada tahun 2008, dan aktif sebagai Anggota V OSIS SMA Negeri 1 Medan, dan menjadi salah satu pencetus kompetisi SEMARAK PASKHASKIBRA se-Sumatera Utara. Pada Jenjang sebagai mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam organisasi pecinta alam KAREMATA FEM IPB sebagai kepala divisi Mountenering tahun 2013, dan juga sebagai salah satu pendiri pada komunitas Fotografi Ilmu Ekonomi “The Cephots”.