PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T) Lili Mariana, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone +62.21 534 5830 - +62.21 535 0660 Fax +62.21 530 0244
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan perlakuan PPh, besarnya PPh yang terutang pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum, serta memberikan masukan kepada pemilik usaha. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian explanatory yang bersifat diskriptif kualitatif berbentuk strudi kasus. Studi kasus dilakukan pada Restoran T yang berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa memang terdapat perbedaan perlakuan PPh khususnya dalam penghitungan besarnya PPh yang terutang, selain itu dari hasil penghitungan menunjukan bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan memiliki PPh yang terutang dalam jumlah yang lebih kecil dari bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan dan bentuk usaha badan hukum. Hal ini dikarenakan besarnya PPh yang terutang pada bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dipengaruhi oleh faktor besarnya PTKP dan besarnya penghasilan kena pajak. Dimana besarnya penghasilan kena pajak hanya dikenakan hingga lapisan ke dua dari tarif progresif pasal 17 ayat 1 huruf a. Kata Kunci: pencatatan, pembukuan, badan hukum
Pendahuluan Setiap wajib pajak baik itu wajib pajak orang pribadi ataupun wajib pajak badan wajib membayar pajak. Namun, tidak setiap wajib pajak bersedia untuk membayar pajak. Hal tersebut menyebabkan setiap wajib pajak berusaha melakukan berbagai cara untuk memperkecil besarnya pajak yang terutang termasuk melakukan perubahan bentuk usaha. Berlandaskan itu, penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah dengan melakukan perubahan bentuk usaha dapat memperkecil besarnya pajak penghasilan yang terutang dengan membahas perlakuan pajak atas perubahan bentuk usaha. Untuk mendukung penelitian ini, penulis melakukan penelitian pada Restoran T. Dalam penelitian ini, terdapat 3 masalah yang akan dibahas, yaitu: 1. Bagaimana perlakuan pajak penghasilan pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum? 2. Berapa jumlah PPh yang terutang pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum
1
3. Bentuk usaha manakah yang memiliki PPh yang terutang dalam jumlah yang lebih kecil? Dari masalah yang akan dibahas tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk membandingkan perlakuan pajak penghasilan pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum. 2. Untuk membandingkan besarnya pajak penghasilan yang terutang pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum. 3. Untuk memberikan masukan pada pemilik usaha dalam membangun bisnis baru. Dan berikut adalah manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Dapat mengetahui perbedaan perlakuan pajak penghasilan pada bentuk usaha orang pribadi dan badan hukum. 2. Dapat mengetahui bentuk usaha orang pribadi atau badan hukum yang menghasilkan pajak penghasilan dalam jumlah lebih kecil. 3. Dapat membantu pemilik usaha untuk memperkecil pemenuhan kewajiban dibidang perpajakan, khususnya pajak penghasilan atas usahanya.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah explanatory yang bersifat diskriptif kualitatif berbentuk studi kasus. Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan: 1. Penelitian Literatur Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi teoritis yang berhubungan dengan topik bahasan. Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan literatur-literatur, buku-buku dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dengan cara membaca, mengumpulkan, dan mencatat serta menganalisisnya. 2. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Inquires of the client Melakukan penelitian dengan mengumpulkan data mengenai latar belakang objek penelitian seperti sejarah perusahaan, struktur organisasi perusahaan, produk-produk yang dihasilkan, dan bentuk usaha. b. Wawancara Melakukan pengumpulan data dengan wawancara antara penulis dengan pihak yang terkait, seperti wawancara dengan bagian Finance untuk mendapatkan informasi seputar perusahaan. c. Dokumentasi Melakukan penelitian atas dokumentasi dengan meneliti Laporan Laba Rugi Tahun 2011 dan dokumen lain yang mendukung proses penelitian . d. Analytical procedures Analytical procedures merupakan prosedur yang dilakukan dalam menganalisis data yang diperoleh. Dimana analisa dapat dilakukan dengan cara menganalisis data dengan metode analisis diskriptif kualitatif.
Hasil dan Bahasan 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan a. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dapat memilih untuk menyelenggarakan pencatatan ataupun pembukuan. Apabila wajib pajak orang pribadi memilih untuk menyelenggarakan pencatatan, maka penghasilan netonya dihitung dari peredaran bruto dikalikan dengan norma penghitungan penghasilan neto. Besarnya norma penghitungan penghasilan neto ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan mempertimbangkan jenis kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan lokasi atas kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tersebut dilaksanakan. Untuk kasus di Restoran T ini, besarnya norma penghitungan penghasilan neto adalah sebesar 25%. Sedangkan wajib pajak orang pribadi yang memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, maka penghasilan neto dapat diperoleh dari peredaran bruto dikurangkan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ini diatur dalam UU PPh nomor 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1). Penghasilan neto baik dari penghitungan wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan maupun
2
pembukuan, kemudian dikurangkan dengan PTKP dan hasilnya dikalikan dengan tarif progresif yang ada di Undang-Undang PPh nomor 36 tahun 2008 pasal 17 ayat (1) bagian (a). Hasil dari perhitungan tersebut merupakan besarnya PPh yang terutang. Berikut cara penghitungan untuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan: Peredaran bruto (x) Norma penghitungan penghasilan neto (=) Penghasilan neto (-) PTKP (=) Penghasilan kena pajak (x) Tarif pasal 17 ayat 1 huruf a (=) PPh yang terutang Berikut cara penghitungan untuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan: Peredaran bruto (-) Biaya yang diakui (-) Kompensasi kerugian tahun sebelumnya (bila ada) (=) Penghasilan neto (-) PTKP (=) Penghasilan kena pajak (x) Tarif pasal 17 ayat 1 huruf a (=) PPh yang terutang b. Untuk bentuk usaha badan hukum, besanya penghasilan kena pajak dapat diperoleh dari peredaran bruto dikurangkan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Kemudian penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif untuk badan, yaitu sebesar 25% dan hasilnya merupakan PPh yang terutang. Berdasarkan UU PPh nomor 36 Tahun 2008 pasal 31E ayat (1), apabila peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka seluruh penghasilan kena pajak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif 25%. Apabila peredaran bruto antara Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) hingga Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah), maka hanya sebagian penghasilan kena pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan tarif. Dan apabila peredaran bruto lebih dari Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah), maka tidak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif. Berikut cara penghitungan untuk badan hukum yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan tarif : Peredaran bruto (-) Biaya-biaya yang diakui (-) Kompensasi kerugian tahun sebelumnya (bila ada) (=) Penghasilan kena pajak (x) Tarif pasal 17 ayat (2a) (=) PPh yang terutang (-) Kredit pajak (=) PPh Kurang Bayar (Lebih Bayar) Apabila memperoleh pengurangan tarif, maka: Peredaran bruto (-) Biaya-biaya yang diakui (-) Kompensasi kerugian tahun sebelumnya (bila ada) (=) Penghasilan kena pajak (x) Tarif pasal 17 ayat (2a) (x) Pengurangan tarif sebesar 50% (=) PPh yang terutang (-) Kredit pajak (=) PPh Kurang Bayar (Lebih Bayar) Apabila memperoleh pengurangan tarif, maka: Peredaran bruto (-) Biaya-biaya yang diakui (-) Kompensasi kerugian tahun sebelumnya (bila ada) (=) Penghasilan kena pajak
3
Penghasilan kena pajak dari bagian bruto yang = memperoleh fasilitas
Rp4.800.000.000 peredaran bruto
x penghasilan kena pajak
Penghasilan kena pajak penghasilan kena pajak dari bagian bruto yang = penghasilan kena pajak - dari bagian bruto yang tidak memperoleh fasilitas memperoleh fasilitas
PPh (50% x 28%) x penghasilan Terutang = kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
+
28% x penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas.
2. Penghitungan pajak penghasilan pada Restoran T a. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan adalah Rp 71.672.250. PPh yang terutang ini diperoleh dari: Peredaran Bruto Rp 1.690.119.364 Norma Penghitungan Penghasilan Neto 25% x Penghasilan Neto Rp 422.529.841 PTKP (TK/0) Rp 15.840.000 – Penghasilan Kena Pajak Rp 406.689.841 Penghasilan Kena Pajak (Pembulatan) Rp 406.689.000 PPh yang terutang: 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000 25% x Rp 156.689.000 = Rp 39.172.250 + Total PPh yang terutang Rp 71.672.250 b. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp 37.189.000. PPh yang terutang ini diperoleh dari: Penghasilan Neto Rp 284.596.568 PTKP (TK/0) Rp 15.840.000 – Penghasilan kena pajak Rp 268.756.568 Pembulatan Rp 268.756.000 PPh yang terutang: 5% x Rp 50.000.000 15% x Rp 200.000.000 25% x (Rp 268.756.000 – Rp 50.000.000 – Rp 200.000.000) Total PPh yang terutang
= Rp 2.500.000 = Rp 30.000.000 = Rp 4.689.000 + Rp 37.189.000
c. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp 39.861.875. PPh yang terutang ini diperoleh dari 50% x 25% x Rp 318.895.000 = Rp 39.861.875. Restoran T mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif 25% karena peredaran bruto selama tahun 2011 tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). 3. Analisa laporan laba rugi Restoran T a. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum dapat memperkecil besarnya PPh yang terutang dengan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa konsultasi pengembangan Restoran T sebesar Rp 2.795.125. Besarnya pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa dapat dihitung dari Rp 111.805.000 x 50% x 5% = Rp 2.795.125.
4
b. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum dapat memperkecil besarnya PPh yang terutang dengan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai/karyawan. Pemotongan PPh 21 yang terutang pada karyawan sebesar Rp 1.270.456 untuk bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan sebesar Rp 2.473.456 untuk bentuk usaha badan hukum. Pemotongan PPh 21 yang terutang pada karyawan sebesar Rp 1.270.456 untuk bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dapat diperoleh dari:
Nama
Status
Ph. Bruto
B. Jabatan
Ph. Neto
PTKP
PKP
PPh 21
Abdullah *
TK/0
Rp
19,045,000
Rp
952,250
Rp
18,092,750
Rp
15,840,000
Rp 2,252,000
Rp
135,120
Samsul *
TK/0
Rp
13,479,667
Rp
673,983
Rp
12,805,684
Rp
11,880,000
Rp
Rp
55,500
Ainy *
TK/0
Rp
19,200,000
Rp
960,000
Rp
18,240,000
Rp
15,840,000
Rp 2,400,000
Rp
144,000
Pungki
TK/0
Rp
17,500,000
Rp
875,000
Rp
16,625,000
Rp
9,240,000
Rp 7,385,000
Rp
369,250
Yanto
TK/0
Rp
13,500,000
Rp
675,000
Rp
12,825,000
Rp
11,880,000
Rp
945,000
Rp
47,250
Vera
TK/0
Rp
14,250,000
Rp
712,500
Rp
13,537,500
Rp
6,600,000
Rp 6,937,000
Rp
346,850
Alloy
TK//2
Rp
5,250,000
Rp
262,500
Rp
4,987,500
Rp
1,540,000
Rp 3,447,000
Rp
172,375
Total
925,000
Rp 102,224,667
Rp 1,270,345
Pemotongan PPh 21 yang terutang pada karyawan sebesar Rp 2.473.456 untuk bentuk usaha badan hukum dapat diperoleh dari:
Nama Abdullah * Samsul * Indra Ainy * Pungki Yanto Vera Alloy Total
Status TK/0 TK/0 TK/0 TK/0 TK/0 TK/0 TK/0 TK/2
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Ph. Bruto 19,045,000 13,479,667 42,000,000 19,200,000 17,500,000 13,500,000 14,250,000 5,250,000 144,224,667
B. Jabatan Rp 952,250 Rp 673,983 Rp 2,100,000 Rp 960,000 Rp 875,000 Rp 675,000 Rp 712,500 Rp 262,500
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Ph. Neto 18,092,750 12,805,684 39,900,000 18,240,000 16,625,000 12,825,000 13,537,500 4,987,500
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
PTKP 15,840,000 11,880,000 15,840,000 15,840,000 9,240,000 11,880,000 6,600,000 1,540,000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
PKP 2,252,000 925,000 24,060,000 2,400,000 7,385,000 945,000 6,937,000 3,447,000
PPh 21 Rp 135,120 Rp 55,500 Rp 1,203,000 Rp 144,000 Rp 369,250 Rp 47,250 Rp 346,850 Rp 172,375 Rp 2,473,320
Keterangan: *) Tidak memiliki NPWP sehingga tarif penghitungan PPh 21 20% lebih tinggi daripada yang memiliki NPWP. c. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum dapat memperkecil besarnya PPh yang terutang dengan mengakui biaya penyusutan harta berwujud. Baik itu dengan menggunakan metode saldo menurun sebesar Rp 6.834.333 ataupun dengan metode garis lurus sebesar Rp 3.417.167.
5
Besarnya biaya penyusutan yang dapat diakui sebagai biaya berdasarkan metode saldo menurun diperoleh dari:
Bulan
Nama Barang
Masa Manfaat
Harga
Penyusutan
Februari
mesin pompa air
4 tahun
Rp 2,324,000
Rp
1,065,167
Maret
kompor mawar
4 tahun
Rp
Rp
208,333
500,000
Maret
rombong sate
4 tahun
Rp 1,596,000
Rp
665,000
April
komputer utk adm
4 tahun
Rp 1,800,000
Rp
675,000
Mei
kamera cctv
4 tahun
Rp 10,850,000
Rp
3,616,667
Agustus
aircurtain
4 tahun
Rp 2,500,000
Rp
520,833
Nov
mesin serut es
4 tahun
Rp 1,000,000
Rp
83,333
Rp
6,834,333
Total
Besarnya biaya penyusutan yang dapat diakui sebagai biaya berdasarkan metode garis lurus diperoleh dari:
Bulan
Nama Barang
Masa Manfaat
Harga
Penyusutan
Februari
mesin pompa air
4 tahun
Rp 2,324,000
Rp
532,583
Maret
kompor mawar
4 tahun
Rp 500,000
Rp
104,167
Maret
rombong sate
4 tahun
Rp 1,596,000
Rp
332,500
April
komputer utk adm
4 tahun
Rp 1,800,000
Rp
337,500
Mei
kamera cctv
4 tahun
Rp10,850,000
Rp
1,808,333
Agustus
aircurtain
4 tahun
Rp 2,500,000
Rp
260,417
Nov
mesin serut es
4 tahun
Rp 1,000,000
Rp
41,667
Rp
3,417,167
Total
d. Restoran T berbentuk badan hukum dapat memperkecil besarnya PPh yang terutang dengan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 23 atas jasa. Besarnya PPh 23 yang harus dipotong atau dipungut atas: 1. Jasa pembasmi hama = Rp 1.591.000 x 2% = Rp 31.820 2. Royalti = Rp 18.447.805 x 15% = Rp 2.767.171 3. Jasa service peralatan dipungut = Rp 14.259.963 x 2% = Rp 285.199 4.
Penghitungan Pajak Penghasilan di Restoran T bila telah sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku a. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp 3.207.400. PPh yang terutang ini diperoleh dari: Penghasilan Neto Rp 70.556.901 PTKP (TK/0) Rp 15.840.000 – Penghasilan kena pajak Rp 54.716.901 Pembulatan Rp 54.716.000 PPh yang terutang: 5% x Rp 50.000.000 15% x (Rp 54.716.000 - Rp 50.000.000) Total PPh yang terutang
= Rp 2.500.000 = Rp 707.400 + Rp 3.207.400
b. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp 3.570.750. PPh yang terutang ini diperoleh dari 50% x 25% x Rp 28.566.000 = Rp 3.570.750.
6
5. Analisa perbandingan Pajak Penghasilan yang terutang a. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan adalah sebesar Rp 71.672.250. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan ini dipengaruhi oleh besarnya peredaran bruto dan status wajib pajak orang pribadi (PTKP). b. Untuk yang berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan, besarnya PPh yang terutang adalah sebesar Rp 41. 801.000. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan ini dipengaruhi oleh besarnya peredaran bruto, besarnya biayabiaya yang dapat dikurangkan dan status wajib pajak orang pribadi (PTKP). c. Besarnya PPh yang terutang dalam bentuk badan hukum adalah Rp 39.861.875. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk bada
Simpulan dan Saran Simpulan Yang menjadi subjek pajak penghasilan dapat berupa orang pribadi dan badan. Kedua subjek pajak tersebut memiliki perlakuan pajak penghasilan yang berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada cara menghitung PPh yang terutang. Berdasarkan penghitungan diperoleh: 1. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pencatatan adalah Rp 71.672.250. 2. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp 37.189.000. 3. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp 39.861.875. Besarnya PPh yang terutang pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum tersebut dapat lebih diperkecil apabila: 1. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa konsultasi pengembangan Restoran T sebesar Rp 2.795.125. 2. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 21 atas gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai/karyawan. Pemotongan PPh 21 yang terutang pada karyawan sebesar Rp 1.270.456 untuk bentuk usaha orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan sebesar Rp 2.473.456 untuk bentuk usaha badan hukum. 3. Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum mengakui biaya penyusutan harta berwujud. Baik itu dengan menggunakan metode saldo menurun sebesar Rp 6.834.333 ataupun dengan metode garis lurus sebesar Rp 3.417.167. 4. Restoran T berbentuk badan hukum melakukan pemotongan atau pemungutan PPh 23 atas jasa. Besarnya PPh 23 yang dipungut atas jasa pembasmi hama dalah Rp 23.865, atas royalti sebesar Rp 2.767.171, dan atas jasa service peralatan sebesar Rp 855.598. Pemotongan PPh 23 ini dapat dijadikan kredit pajak (pengurang PPh yang terutang). Apabila Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan badan hukum melakukan pemotongan atau pemungutan (sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku), maka: 1. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah Rp 3.207.400. 2. Besarnya PPh yang terutang tahun 2011 pada Restoran T berbentuk badan hukum adalah Rp 3.570.750. Dengan demikian, untuk kasus di Restoran T dimana peredaran bruto selama tahun 2011 tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), bentuk usaha yang memiliki PPh terutang dalam jumlah lebih kecil adalah berbentuk orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan.
7
Saran Diharapakan Restoran T memotong atau memungut PPh 21 atas gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai, PPh 21 atas imbalan sehubungan dengan jasa, dan mengakui biaya penyusutan atas harta berwujud serta memotong atau memungut PPh 23 sebagai wajib pajak badan. Dengan demikian, biaya-biaya yang tadinya tidak dapat diakui sebagai biaya menjadi dapat diakui sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan. Sehingga akan memperkecil besarnya PPh yang terutang.
Referensi Admin.(2012).PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Online).Diakses tanggal 22 Juni 2012 dari http://perpajakan.net/tag/pph-final-2/. Direktorat Jenderal Pajak.(2012).Belajar Pajak. Diakses tanggal 15 April 2012 dari http://www.pajak.go.id/ content/belajar-pajak. Indrawati, S.M.(2009). Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009 tentang JenisJenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan. Diakses tanggal 23 April 2012 dari http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2009/ 96~PMK.03~2009PerLamp.pdf.. Mardiasmo.(2009).Perpajakan.Yogyakarta: ANDI. Mas Ahmad.(2011).Pengertian Koreksi Fiskal. Diakses tanggal 20 April 2012 dari http://duniapajak.com/ artikel-pajak/2011/pengertian-koreksi-fiskal. Pajak Penghasilan Pasal 23.(n.d). Diakses tanggal 22 Juni 2012 dari http://www.pajak.net/info/PPh23.htm. Priantara, D.(2012).Perpajakan Indonesia.Jakarta: Mitra Wacana Media. Republik Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ./2000 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto Dengan Menggunakan Norma Penghitungan. Republik Indonesia. Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009 Tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan. Republik Indonesia. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ./2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 berlaku mulai 1 Januari 2006 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Republik Indonesia. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/2002 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan. Republik Indonesia. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1995 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 633/KMK.04/1994 Tanggal 29 Desember 1994 (Seri PPh Umum Nomor 12). Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008.
8
Tansuria, B.I.(2011).Pajak Penghasilan Final.Yogyakarta: Graha Ilmu. Waluyo (2011).Perpajakan Indonesia.Jakarta: Salemba Empat.
Riwayat Penulis Lili Mariana lahir di kota Bekasi pada 17 Maret 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi pada tahun 2012.
9