PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU Apis mellifera L. YANG MENDAPAT POLEN PENGGANTI DARI TIGA JENIS KACANG DENGAN DAN TANPA VITAMIN B KOMPLEK
SKRIPSI DWI KARTI AGUSTINA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DWI KARTI AGUSTINA. D14104047. 2008. Perkembangan Koloni Lebah Madu Apis mellifera L. yang Mendapat Polen Pengganti dari Tiga Jenis Kacang Dengan dan Tanpa Vitamin B Komplek. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi. : Drs. Kuntadi, M.Agr
Sumber makanan utama bagi lebah madu adalah nektar dan polen. Polen adalah sumber protein alami bagi lebah madu dan banyak mengandung nutrisi, diantaranya adalah lemak, vitamin dan mineral. Ketersediaan polen sangat menentukan perkembangan dan kondisi kesehatan koloni terutama bagi perkembangan anakan lebah madu. Keberadaan polen di alam tidak selalu tersedia karena tergantung musim bunga. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan cara membuat pakan pengganti (pollen substitute). Kacang kedelai, kacang hijau dan kacang merah merupakan bahan pangan nabati yang kaya protein dan lemak, sehingga potensial untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pakan pengganti polen. Penelitian ini dilakukan di peternakan lebah madu “SARI BUNGA” pada bulan Januari sampai dengan akhir Februari 2008. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian pakan dengan dan tanpa pemberian vitamin B komplek dengan jenis kacang yang berbeda terhadap tingkat konsumsi lebah madu, pertambahan bobot koloni, konversi pakan, luas sarang anakan, bobot badan lebah pekerja dan mortalitas anakan lebah madu. Penelitian ini di analisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam percobaan faktorial (3X2) dengan menggunakan dua faktor. faktor A adalah jenis pasta, yang terdiri dari tiga jenis kacang yang berbeda (kacang kedelai, kacang hijau dan kacang merah), sedangkan faktor B adalah vitamin B komplek dengan Level 0% dan 0,2% dan masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Koloni lebah madu Apis mellifera yang digunakan adalah sebanyak 18 koloni dan tiga koloni digunakan sebagai pembanding (tanpa perlakuan).Semua koloni tersebut dipilih dengan bobot populasi yang relatif seragam. Komposisi pasta pada setiap pakan adalah 87,5 gram tepung kacang dan 162,5 gram sirup gula. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis pasta kacang berpengaruh terhadap konsumsi, bobot lebah pekerja umur sehari, pertambahan luasan sarang anakan dan konversi pakan. Penambahan vitamin B komplek, dan interaksi antara jenis pasta kacang dengan vitamin B komplek ternyata tidak berpengaruh terhadap semua peubah yang diamati. Performa koloni yang mendapat tiga jenis pasta tidak berbeda dengan koloni yang mendapat polen alami (pembanding), sehingga ke tiga jenis pasta tersebut dapat digunakan sebagai polen pengganti. Diantara ke tiga jenis polen pengganti, PKH merupakan polen pengganti yang menghasilkan performa terbaik (konsumsi bahan kering, bobot lebah pekerja umur sehari, pertambahan luasan sarang anakan yang lebih tinggi dan konversi pakan yang lebih rendah). Kata-kata kunci : Apis mellifera L., bobot badan, kacang, mortalitas, polen pengganti
ABSTRACT The Colony Development of Apis mellifera Honey Bees which were Given Pollen Substitute from Legumes, With and Without Vitamin B Complex Agustina, D. K., H. C. H. Siregar, and Kuntadi Pollen is the male germ plasm of plants and edible to bees. The advantage use of pollen is for colony growth and development. Pollen supply is limited in the wet season or in the long dry season when there were no flowers. Giving pollen substitute or pollen replacement could solve this problem. The pollen substitute can be made from legumes, such as soybean, mung bean and red bean which rich in protein. The vitamin B complex is very important for most of insects, for development and growth.In this study, vitamin B complex were use as supplement in this pollen substitute. The study was conducted from January 2008 up to February 2008 at the Apiary “Sari Bunga”, Titisan Village, Sukaraja, Sukabumi. Twenty one colonies of apis mellifera were used in the study. All colonies headed by queens of about a same age. In this study, Completely Randomized Design in 3x2 factorial experiment were used. The first factor were kinds of pasta as pollen substitute (soy bean, mung bean and red bean), and the second factor were vitamin B suplementation (with and without vitamin B). Eighteen colonies which assigned to fed on pollen substitute were given pollen trap avoid fresh pollen entering the hives. The other three colony, were use as comparison and were fed on natural pollen, so the pollen trap were not installed. The purpose of this study was to analyze the effect of pollen substitute and vitamin B complex as suplementation on body weight, dry matter and protein consumption , brood rearing, colony weight, feed conversion and brood mortality. The result showed that all pasta can be used as pollen substitute, but the mung bean pasta give the best colony performance (higher consumption, worker body weight, brood rearing area gain and lower fed conversion).Vitamin B complex as suplementation and it’s interaction in pasta didn’t effect the observed variables. Keywords : Apis mellifera L., body weight, legumes, mortality, pollen substitute
PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU Apis mellifera L. YANG MENDAPAT POLEN PENGGANTI DARI TIGA JENIS KACANG DENGAN DAN TANPA VITAMIN B KOMPLEK
Oleh DWI KARTI AGUSTINA D14104047
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 15 Mei 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi. NIP. 131 881 141
Drs. Kuntadi, M.Agr. NIP. 710 006 096
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531
PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU Apis mellifera L. YANG MENDAPAT POLEN PENGGANTI DARI TIGA JENIS KACANG DENGAN DAN TANPA VITAMIN B KOMPLEK
DWI KARTI AGUSTINA D14104047
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Agustus tahun 1986 di Sukabumi Jawa Barat. Penulis adalah putri kedua dari lima bersaudara dari pasangan Tukardi, S.Pd dan Lilis Mayati, S.Pd. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SDN 1 Caringin, Kabupaten Sukabumi. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 2 Cibadak dan Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) English Club, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor tahun 2007.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb., Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala kebesaran dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul Perkembangan Koloni Lebah Madu Apis mellifera yang Mendapat Polen Pengganti dari Tiga Jenis Kacang Dengan dan Tanpa Vitamin B Komplek ini merupakan skripsi yang disusun Penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk membantu para peternak dalam pengembangan budidaya lebah madu yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Masalah kurangnya ketersediaan polen atau pakan untuk lebah madu merupakan salah satu kendala bagi peternak selama ini. Maka dari itu, perlu dikembangkan alternatif pengganti polen alami untuk mengurangi ketergantungan peternak pada polen alami. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi penyelesaian masalah yang dihadapi peternak lebah madu, khususnya di Indonesia agar budidaya lebah madu dapat berkembang dengan lebih baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, Mei 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .............................................................................................
i
ABSTRACT ................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...............................................................................................
v
DAFTAR TABEL .......................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
ix
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................ Perumusan Masalah ........................................................................ Tujuan ............................................................................................. Manfaat Penelitian ..........................................................................
1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
3
Klasifikasi dan Biologi Lebah Madu ............................................... Siklus Hidup Lebah Madu .............................................................. Telur .................................................................................... Larva ... ................................................................................ Pupa...................................................................................... Dewasa ................................................................................ Sumber Makanan Lebah Madu ....................................................... Polen .................................................................................... Nektar .................................................................................. Nutrisi dan Perkembangan Lebah Madu.......................................... Bobot Lebah ........................................................................ Bobot Koloni ....................................................................... Mortalitas Anakan ................................................................ Pakan Tambahan ............................................................................. Tepung Kacang Kedelai, Kacang Hijau dan Kacang Merah ...................................................................... Vitamin B Komplek ........................................................................
3 4 4 5 5 5 6 6 6 7 8 8 9 9 10 12
METODE ....................................................................................................
13
Lokasi dan Waktu ........................................................................... Materi .............................................................................................. Lebah madu ......................................................................... Bahan Pakan ........................................................................ Peralatan .............................................................................. Rancangan .......................................................................................
13 13 13 13 13 14
Peubah ................................................................................ . Analisa Data ........................................................................ Perlakuan ............................................................................. Prosedur .......................................................................................... Pemilihan Koloni Lebah Madu .......................................... Pembuatan Polen pengganti ................................................. Penggunaan Dosis Vitamin B Komplek .............................. Pelaksanaan Penelitian ........................................................ Pengambilan Data ...............................................................
14 14 14 15 15 15 17 17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
21
Kandungan Nutrisi dan Sifat Fisik Polen Buatan ........................... Konsumsi Bahan Kering dan Protein Polen Pengganti ................... Konsumsi Bahan Kering ..................................................... Konsumsi Protein ................................................................ Bobot Lebah Pekerja Umur Sehari ................................................. Bobot dan Pertambahan Bobot Koloni ............................................ Bobot Koloni ....................................................................... Pertambahan Total Bobot Koloni......................................... Konversi Pakan Terhadap Pertambahan Bobot Koloni Total ......... Luasan dan Pertambahan Luasan Sarang Anakan .......................... Luasan Sarang Anakan ........................................................ Pertambahan Total Luasan Sarang Anakan ........................ Mortalitas Anakan ........................................................................... Penentuan Polen Pengganti Terbaik ...............................................
21 23 23 25 27 29 29 30 31 33 33 34 35 37
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
39
Kesimpulan ..................................................................................... Saran ................................................................................................
39 39
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
41
LAMPIRAN ................................................................................................
44
vi
vii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Siklus Hidup Lebah Madu Apis mellifera ....................................
4
2. Nilai Gizi Kedelai, Kacang Hijau, dan Kacang Merah dalam Berat Kering. ......................................................................
10
3.
Ulangan pada Setiap Kombinasi Perlakuan ................................
15
4. Kandungan Protein Tepung Kacang Kedelai, Tepung Kacang Hijau dan Tepung Kacang Merah ...............................................
16
5. Komposisi Pembuatan Pasta Polen Pengganti.............................
16
6. Analisis Proksimat Pasta Kacang Kedelai, Tepung Kacang Hijau dan Tepung Kacang Merah .................................................
21
7. Rataan dan Koefisien Keragaman Konsumsi Pakan dalam Berat Kering Dengan dan Tanpa Pemberian Vitamin B Komplek .......
23
8. Rataan dan Koefisien Keragaman Konsumsi Protein Lebah Madu Dengan dan Tanpa Pemberian Vitamin B ...................................
26
9. Rataan dan Koefisien Keragaman Bobot Lebah Umur Sehari .....
27
10. Rataan dan Koefisien Keragaman Bobot Koloni yang Mendapat Pasta Dengan dan Tanpa Penambahan Vitamin B Komplek........
39
11. Rataan dan Koefisien Keragaman Pertambahan Total Bobot Koloni Dengan dan Tanpa Vitamin B Komplek ..........................
30
12. Rataan dan Koefisien Keragaman Konversi Pakan Terhadap Pertambahan Bobot Koloni .........................................................
32
13. Rataan dan Koefisien Keragaman Luasan Sarang Anakan . .......
33
14. Rataan dan Koefisien Keragaman Pertambahan Luasan Sarang Anakan .............................................................................. ...........
34
15. Rataan dan Koefisien Keragaman Mortalitas Anakan yang Mendapat Pakan Dengan dan Tanpa Vitamin B Komplek ...........
35
16. Rataan dan Koefisien Keraagaman Populasi Lebah Dengan dan Tanpa Vitamin B Komplek ....................................................
36
17. Penentuan Pasta Polen Pengganti Terbaik ....................................
37
vii
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Skema Perlakuan yang Diberikan pada Saat Penelitian ...............
17
2. Penyimpanan Pasta Kacang Kedelai (PKK), Pasta Kacang Hijau (PKH) dan Pasta Kacang Marah (PKM) Pada Sisiran Lebah.......
18
3. Tepung Polen Jagung, Tepung Kacang Kedelai (TKK), Tepung Kacang Hijau (TKH) dan Tepung Kacang Merah (TKM) ...........
22
4. Pasta Kacang Kedelai (PKK), Pasta Kacang Hijau (PKH) dan Pasta Kacang Merah (PKM) ..................................................
22
5. Grafik Konsumsi PKK, PKH dan PKM Tanpa dan Dengan Vitamin B Komplek......................................................................
24
6. Grafik Rataan Hubungan Konsumsi Bahan Kering Pakan dengan Konsumsi Protein .........................................................................
26
7. Pertambahan Total Bobot Koloni ..................................... ...........
31
viii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Konsumsi Bahan Kering .............................................................
44
2. Konsumsi Protein ........................................................................
44
3. Bobot Per ekor Lebah Pekerja Umur Sehari................................
45
4. Bobot Koloni ...............................................................................
45
5. Pertambahan Bobot Koloni Total ................................................
45
6. Rataan dan koefisien Keragaman Pertambahan Bobot Koloni Dengan dan Tanpa Vitamin B Komplek .....................................
46
7. Konversi Pakan Total...................................................................
46
8. Luasan Anakan.............................................................................
46
9. Pertambahan Total Luasan Sarang Anakan.................................
47
10. Mortalitas Anakan ........................................................................
47
11. Populasi Lebah .............................................................................
47
12. UJI t pada Perlakuan dengan Koloni Tanpa Perlakuan ...............
48
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya lebah madu memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia. Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia memiliki keragaman hayati berupa tanaman pertanian, perkebunan, dan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan lebah. Praktek budidaya lebah madu juga dapat dilakukan oleh semua orang, baik pria maupun wanita. Selain itu, modal untuk memelihara atau beternak lebah relatif kecil karena lebah-lebah tersebut dapat mencari makanannya sendiri di alam terbuka. Usaha lebah merupakan kegiatan agribisnis yang akrab lingkungan dan bermanfaat bagi peningkatan pendapatan dan nilai gizi masyarakat. Hasil yang dapat diperoleh dari usaha budidaya lebah madu antara lain yaitu madu, polen (serbuk sari), royal jelly, lilin lebah, propolis, koloni lebah dan ratu lebah. Selain itu, lebah madu berperanan penting dalam membantu proses penyerbukan tanaman. Lebah madu memerlukan nektar dan polen dari tumbuhan sebagai makanan pokoknya. Nektar adalah larutan gula yang disekresikan oleh kelenjar nektar pada bunga atau bagian lain tumbuhan. Sedangkan polen adalah benih jantan tumbuhan yang hanya terdapat pada putik bunga. Polen dibutuhkan lebah madu sebagai sumber protein, vitamin, lemak dan mineral, yang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup koloni dan bekerjanya kelenjar, khususnya hypopharyng pada lebah pekerja, yang merupakan penghasil pakan larva dan ratu lebah (Winston, 1987). Kekurangan polen dapat menyebabkan perkembangan koloni lebah madu menjadi terganggu. Lebah madu sangat bergantung pada alam untuk mendapatkan sumber makanan berupa nektar dan polen. Terbatasnya ketersediaan polen di alam dapat menjadi kendala dalam pemeliharaan. Pada saat ketersediaan polen di alam berkurang, peternak lebah selalu menggembalakan koloni (migratory) ke daerah yang sumber pakannya mendukung bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi lebah. Dalam hal ini, maka diperlukan alternatif lain untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemberian pakan tambahan adalah salah satu cara untuk mengatasi kekurangan sumber pakan alami. Inilah sebabnya diperlukan bahan pangan berprotein tinggi untuk dapat dijadikan sebagai pakan alternatif pengganti polen. Beberapa jenis kacang-kacangan telah diketahui mempunyai kandungan nutrisi yang baik dan persentase proteinnya cukup tinggi, antara lain yaitu kacang hijau, kedelai,
dan kacang merah. Kandungan protein dan lemak kacang kedelai sekitar 41% dan 21 % (Endres, 1989 dalam Matthews, 1989). Soeprapto (1998), menyatakan bahwa kacang hijau mengandung vitamin, protein (24%), sedikit lemak, dan karbohidrat (58%). Sedangkan kacang merah, kandungan proteinnya sangat beragam, mulai dari kisaran antara 14,6% - 33,0 % (Kay,1979). Mengingat
bahan
pangan
tersebut
harganya relatif murah dan mudah didapat, maka ketiga bahan tersebut akan sangat menguntungkan peternak lebah apabila dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan pengganti polen. Perumusan Masalah Polen di alam tidak selalu tersedia sepanjang tahun. Peternak lebah sering mengalami kesenjangan ketersediaan polen di suatu lokasi dengan lokasi lainnya. Peternak lebah yang biasa mengangon lebah (migratory), harus menunggu musim bunga pada bulan yang akan datang. Meskipun polen untuk lebah tidak tersedia hanya dalam satu bulan, namun pengaruh negatif terhadap perkembangan lebah sangat dirasakan oleh peternak. Maka dari itu, diperlukan sumber protein alternatif agar perkembangan koloni tetap stabil dalam kondisi langka bunga. Beberapa jenis kacang-kacangan berpotensi sebagai bahan alternatif pengganti polen mengingat kandungan protein dan nilai gizi yang dimilikinya relatif cukup tinggi, antara lain yaitu kedelai, kacang hijau dan kacang merah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis bahan pakan yang paling baik sebagai pengganti polen alami, dengan dan tanpa penambahan vitamin B komplek terhadap konsumsi bahan kering dan protein, bobot lebah pekerja umur sehari, bobot koloni, konversi pakan, luasan sarang anakan dan mortalitas anakan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian akan bermanfaat bagi pengembangan pakan buatan, baik sebagai pengganti polen (pollen substitute) maupun suplemen polen. Polen pengganti tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah penurunan populasi koloni lebah madu yang sering terjadi akibat kekurangan pasokan polen alami pada saat kondisi langka bunga dan menunggu musim pembungaan tumbuhan atau tanaman.
2
3
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Biologi Lebah madu Klasifikasi lebah madu menurut Sihombing (1997) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Kelas
: Insekta
Ordo
: Hymenoptera
Famili
: Apidae
Genus
: Apis Saat ini telah diketahui bahwa genus Apis mempunyai sembilan spesies, yaitu
A. andreniformis, A cerana, A. florea, A. mellifera, A. dorsata, A. koschevnikovi, A. Laboriosa, A. nigrocincta dan A. nuluensis (Rusfidra, 2006; Ruttner, 1988). Lebah madu adalah serangga atau insekta yang hidup berkoloni serta merupakan serangga sosial. Dalam suatu koloni, terdapat anggota koloni yang terdiri dari beberapa strata yaitu lebah ratu, lebah pekerja dan lebah jantan (Gojmerac, 1980). Sedangkan menurut Sihombing (1997), pada setiap koloni terdapat hanya satu ratu (queen), beberapa ratus lebah jantan (drones), beberapa puluh ribu lebah pekerja (worker bees) ditambah penghuni dalam bentuk telur, larva dan pupa. Ketiga kasta lebah dewasa dapat dibedakan dengan jelas dari ukuran tubuh; yang paling besar adalah ratu, diikuti oleh jantan dan yang paling kecil adalah lebah pekerja. Masingmasing kasta tersebut memiliki tugas yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan anatomi tubuhnya. Tugas lebah pekerja adalah memberi makan lebah ratu dan larva, mencari pakan (nektar dan tepungsari), mencari air, memproses nektar menjadi madu yang matang dan menjaga sarang (Sihombing, 1997). Satu-satunya tugas lebah ratu adalah menghasilkan telur untuk menjaga kelestarian koloninya. Pada umur produktif, setiap hari lebah ratu mampu bertelur sekitar 1.500 butir telur. Sedangkan tugas lebah jantan adalah mengawini ratu lebah (Suharno dan Halim,2001). Spesies lebah madu yang dikenal dan paling luas penyebarannya adalah A. mellifera. Kemampuannya memproduksi madu yang sangat tinggi menjadikan lebah ini banyak diperkenalkan ke wilayah baru yang sebelumnya merupakan daerah penyebaran A. cerana (Free,1982). Sihombing (1997) menyatakan bahwa A.
mellifera memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga dari spesies lebah ini dapat dibuat galur baru yang mampu hidup di lingkungan dan iklim yang berbeda dari tempat aslinya. Lebah ini diduga berasal dari Afrika, namun sudah lama menyebar dan dikenal di Asia bagian Barat, Eropa dan kemudian tersebar di Amerika Utara dan Selatan, dan Australia. Habitat asli lebah madu jenis A. mellifera adalah Savannah afrika sebelum menyebar ke benua Eropa dan Scandinavia bagian Utara (Winston,1987). Siklus Hidup Lebah Madu Lebah madu tergolong insekta yang daur hidupnya mengalami metamorfosa lengkap. Fase pertumbuhannya dimulai dari telur menjadi larva, larva menjadi pupa, kemudian pupa tersebut berubah menjadi lebah dewasa (Sihombing, 1997). Lama perkembangan masing-masing stadia berbeda-beda (Tabel 1). Tabel 1. Siklus Hidup Lebah Madu Apis mellifera Kasta (strata)
Stadia Lama Hidup Telur
Larva
Pupa
Total
------------------------hari-----------------------Ratu
3
5
7-8
15-16
Tahunan
Pekerja
3
4-5
11-12
18-21
Mingguan-bulanan
Pejantan
3
7
14
24
Bulanan
Sumber : Singh (1962)
Telur Telur lebah madu mempunyai bentuk oval memanjang, sedikit melengkung, dan berwarna putih seperti mutiara (Sihombing, 1997). Waktu perkembangan dan ukuran telur dari masing-masing kasta (strata) sangat bervariasi, karena keduanya dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Winston,1987). Telur-telur lebah ratu ada yang bertunas dan tidak. Hasil telur-telur bertunas akan berkembang menjadi ratu atau lebah pekerja, tergantung ukuran sel dan makanan yang diperolehnya, sedangkan telur yang tidak bertunas akan menghasilkan lebah jantan (Sihombing, 1997).
4
Larva Larva lebah madu menyerupai ulat berwarna putih, tidak memiliki kaki, antena, sayap atau sengat, tetapi memiliki mulut sederhana yang digunakan untuk menelan pakan yang diberikan oleh lebah pekerja di dalam sel. Waktu yang diperlukan dalam stadia larva diantara kasta lebah berbeda-beda. Pada larva lebah jantan, perkembangan untuk menyelesaikan fase tersebut membutuhkan waktu yang lebih panjang dibanding lebah ratu maupun lebah pekerja (Winston, 1987). Pupa Pupa adalah fase dimana terjadi perubahan besar untuk lebah dari tempayak yang kemudian akan menjadi seekor lebah dewasa. Tubuhnya memperlihatkan karakteristik lebah dewasa, tetapi sayapnya masih kecil dan belum berkembang (Sihombing, 1997). Lama waktu stadium pupa berakhir sekitar 7 sampai 8 hari untuk lebah ratu, 11 sampai 12 hari untuk lebah pekerja dan bagi lebah jantan adalah 14 hari, kemudian diikuti dengan berakhirnya pergantian kulit menuju tahap dewasa (Singh, 1962). Dewasa Dewasa merupakan bentuk akhir dalam siklus hidup lebah. Ratu adalah lebah penelur seumur hidup untuk menjamin kelestarian koloni. Lebah ratu melakukan perkawinan hanya dalam satu musim kawin dengan beberapa lebah jantan pilihannya. Perkawinan terjadi diudara (kawin terbang) berlangsung selama 2-10 hari. Jumlah telur yang dihasilkan pada awal bertelur biasanya sedikit, tetapi lama kelamaan telurnya bertambah kira-kira 500-1000 butir telur sehari. Ratu dapat hidup selama 5-7 tahun dalam suatu koloni, namun, kemampuan bertelurnya mulai menurun pada tahun ke tiga (Sumoprastowo, 1980). Selain sebagai mesin hidup penghasil telur, lebah ratu juga berperan sebagai pabrik penghasil senyawa kimia berupa feromon yang merupakan bahan pemersatu koloni (Sihombing, 1997). Lebah pekerja mempunyai organ reproduksi yang tidak berkembang dengan sempurna, tetapi lebah tersebut mampu melakukan semua tugas didalam koloni dengan organ yang dimilikinya. Tugas-tugas didalam sarang diantaranya adalah membuat sisiran sarang, memelihara telur, larva dan pupa, menyediakan makanan untuk ratu dan jantan, mempertahankan koloni dari serangan musuh, mengatur
5
temperatur dan kelembaban dalam sarang, serta mematangkan dan menyimpan madu (Sihombing, 1997). Jumlah lebah pekerja dalam satu koloni sangat bervariasi. Masa hidup lebah pekerja rata-rata hanya 4 minggu sampai 6 minggu (Free, 1982). Lebah jantan hanya mempunyai fungsi untuk mengawini ratu. Lebah ini mempunyai mata yang besar, antena yang panjang dan sayapnya lebih besar dari kedua kasta (Free, 1982). Lebah jantan badannya lebih besar dibanding lebah pekerja dan jumlahnya hanya beberapa ratus saja. Pada masa paceklik, anak-anak jantan dan lebah jantan akan dibunuh oleh lebah rumah tangga karena tidak dikehendaki (Sumoprastowo, 1980). Sumber Makanan Lebah Madu Polen Polen adalah bagian organ jantan pada bunga yang mengandung protein. Kandungan protein pada polen berkisar antara 6 - 28% (Winston, 1987). Polen merupakan parameter penting yang mempengaruhi perkembangan koloni lebah madu (Keller et al., 2005). Sihombing (1997) menyatakan bahwa koloni lebah madu di daerah beriklim dingin memerlukan sekitar 50 kg polen per tahun, demikian halnya dengan polen yang dibutuhkan koloni lebah di daerah tropis. Sekitar separuh dari polen tersebut digunakan untuk pemeliharaan tetasan. Crailsheim et al. (1992) dalam Keller et al. (2005), menyatakan bahwa perkiraan konsumsi polen pada lebah pekerja adalah sebanyak 3,4 – 4,3 mg per hari. Pakan berupa polen sangat penting untuk lebah yang baru lahir atau keluar dari sel. Selain itu, polen tidak hanya berfungsi untuk aktivitas kelenjar hypopharyng, tetapi juga untuk membangun lemak tubuh, perkembangan kelenjar malam dan ovari, serta memperpanjang umur hidup lebah ( Herbert et al, 1978). Nektar Nektar merupakan cairan agak kental yang disekresikan dari tanaman atau tumbuhan. Pada dasarnya nektar berfungsi sebagai pemikat bagi hewan, khususnya insekta agar datang mendekati bunga untuk membantu penyerbukan tanaman. Nektar dibedakan menjadi dua menurut bagian tumbuhan yang menghasilkannya yakni, nektar floral dihasilkan dari bunga sedangkan nektar extrafloral dihasilkan dari bagian selain bunga, seperti pada bagian pelepah daun dan sebagainya. Energi yang
6
diperlukan oleh lebah madu sebagian besar berasal dari nektar. Kandungan zat-zat makanan dalam nektar tergantung dari sumber nektar dan musim (Sihombing,1997). Nektar dari bunga mengandung 5 - 80% gula, sedikit nitrogen, asam organik, vitamin, lemak dan substansi aromatik (Winston, 1987). Nutrisi dan Perkembangan Lebah Madu Lebah madu membutuhkan berbagai zat makanan untuk pertumbuhan, perkembangan, produksi dan reproduksi. Lebah memerlukan 6 golongan bahan makanan pokok, diantaranya adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Selain bahan tersebut, kemungkinan masih ada bahan-bahan lainnya yang dibutuhkan untuk hidup lebah madu. Kebutuhan zat-zat makanan akan berbeda sesuai dengan fase pertumbuhan dan kasta lebah. Protein adalah penyusun utama sel-sel tubuh, dan erat hubungannya dengan pertumbuhan (Gaman dan Sherrington, 1992). Karbohidrat merupakan sumber energi yang membentuk senyawa-senyawa organik utama yang terdapat dalam tubuh, dan berperan dalam mendukung struktur dan fungsi-fungsi semua jaringan tubuh (Sihombing, 1997). Lemak memainkan peran fungsional yang esensial dan sangat luas dalam perkembangan evolusi insekta. Cadangan lemak sebagai sumber energi sangat esensial untuk aktivitas terbang dan pertumbuhan lebah madu selama periode tertentu (Winston, 1987). Lebah madu memerlukan vitamin-vitamin yang tepat bersama zat makanan lainnya. Kebutuhan vitamin untuk berbagai spesies lebah tidak berbeda dengan hewan vertebrata. Vitamin sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Air diperlukan oleh lebah madu untuk pertumbuhan dan perkembangan larva (Winston, 1987). Selain itu, air juga diperlukan untuk mengatur temperatur dan kelembaban sarang pada saat kondisi lingkungan tidak nyaman. Bila ketersediaan air sangat terbatas, maka lebah madu akan memakan persediaan makanannya dengan cepat agar memperoleh air metabolis dan mencoba bertahan dalam sarang, namun bila persediaan makanan telah habis, maka mereka terpaksa bermigrasi untuk mendapatkan air (Sihombing, 1997). Kehidupan larva lebah pekerja pada dua hari pertama memakan 60-80% pakan yang dihasilkan oleh kelenjar hypopharyng dan 20-40% cairan seperti susu yang merupakan campuran sekresi kelenjar mandibular dengan sekresi kelenjar hypopharyng lebah pekerja muda. Pada hari ketiga, pakan larva lebah pekerja lebih
7
banyak berasal dari kelenjar hypopharyng, sehingga terjadi penurunan kualitas dan jenis protein pada makanannya. Hari kelima fase larva tersebut, larva lebih banyak memakan polen karena pada saat itu larva sedang mengalami perkembangan sehingga membutuhkan banyak protein (Winston, 1987). Lebah pekerja muda yang telah lahir beberapa jam mulai mengkonsumsi polen yang diambil sendiri dari sel dan mencapai konsumsi maksimum ketika berumur lima hari. Selain itu, lebah muda tersebut diberi pakan oleh lebah pekerja dewasa. Polen dibutuhkan selama 8-10 hari pertama kehidupannya untuk perkembangan kelenjar dan pertumbuhan bagian dalam tubuh. Setelah itu, polen tidak lagi diperlukan kecuali bila lebah pekerja merawat anakan dan memberi makan larva. Lebah memerlukan protein yang berasal dari polen untuk perkembangan kelenjar hypopharyng dan lemak tubuh, sehingga bila tepungsari tersebut sangat terbatas untuk dikonsumsi, maka dapat menyebabkan perkembangan kelenjar lambat dan umur lebih pendek (Winston et al, 1983). Bobot Lebah Bobot lebah yang baru keluar dari sel mempunyai kisaran rata-rata antara 81151 mg pada lebah pekerja, 196-225 mg pada lebah jantan dan 178-292 mg pada lebah ratu (Winston, 1987). Winston et al.(1987), menyatakan bahwa setelah lebah dewasa keluar dari sel sarang mempunyai kisaran rataan bobot 81-140 mg per ekor lebah pekerja. Bobot Koloni Koloni A. mellifera biasanya dihuni oleh 60.000 – 80.000 lebah pekerja pada musim bunga melimpah, sedangkan pada musim paceklik hanya terdapat 10.000 lebah pekerja, atau bahkan kurang dari jumlah tersebut. Jumlah lebah jantan hanya beberapa ratus sampai ribuan ekor, demikian halnya dengan tetasan (brood), jumlahnya bervariasi tergantung daari musim dan kondisi lingkungan. Dalam koloni yang normal biasanya terdapat sekitar 5.000 telur, 10.000 larva dan 20.000 pupa (Sihombing, 1987). Sedangkan di negara Eropa bagian barat, koloni yang sehat tanpa anakan mempunyai populasi lebah kira-kira 100.000 sampai 200.000 lebah (Keller et al., 2005a). Keller et al. (2005a), menyatakan bahwa pemberian pakan tambahan
8
mungkin tidak terlalu berpengaruh terhadap jumlah pekerja dalam suatu koloni, akan tetapi berpengaruh terhadap umur koloni. Mortalitas Anakan Kematian anakan sangat dipengaruhi oleh pollen supplement yang diberikan dan nilai nutrisinya. Stanley and Linkens (1974) dalam Keller et al. (2005b) menyatakan bahwa pemberian pakan berupa pollen suplement dengan formula yang berbeda menyebabkan angka kematian yang berbeda pula. Gojmerac (1980) menyatakan bahwa pollen suplement sebaiknya diberikan antara enam sampai delapan minggu sebelum polen segar diproduksi. Koloni akan berkembang menjadi koloni yang besar dengan mengkonsumsi pakan tambahan tersebut sampai tersedia kembali polen alami. Jika polen tidak tercukupi selama periode krisis dapat mengakibatkan tidak diproduksinya anakan. Pada kondisi normal, berdasarkan hasil penelitian Winston (1987), jumlah kematian anakan terendah adalah sekitar 10% dengan ketahanan koloni 90%. Kematian anakan ini cukup rendah karena ketersediaan pakan dialam berlimpah sehingga kebutuhan nutrisi bagi anakan terpenuhi. Pada koloni yang kehilangan ratu, tingkat mortalitas anakan sangat tinggi yaitu sekitar 44 - 50% (Winston, 1987). Pakan Tambahan Di negara-negara dengan iklim subtropis, peternak lebah madu selalu menyediakan makanan suplemen pada musim dingin karena sumber makanan alami menjadi sangat terbatas. Daerah tropis, meskipun sering dikatakan bahwa tumbuhan berbunga silih berganti sepanjang tahun, akan tetapi pada saat-saat tertentu sumber makanan lebah menjadi langka karena tumbuhan sumber makanan berbunga musiman. Protein sangat penting bagi kelangsungan sebuah koloni lebah madu sehingga banyak sumber protein lain yang diteliti dengan harapan akan ditemukan bahan makanan untuk menggantikan polen alami. Bahan-bahan yang sudah diteliti diantaranya adalah tepung kuning telur, tepung kedelai, ragi, tepung susu skim, casein, tepung daging dan tulang, macam-macam jamur (yeast) dan kentang rebus (Gojmerac, 1980).
9
Tepung Kacang Kedelai, Kacang Hijau dan Kacang Merah Beberapa jenis tanaman leguminosa adalah penghasil biji-bijian yang kaya akan sumber protein, diantaranya adalah kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang merah. Kacang kedelai adalah salah satu jenis produk kacang-kacangan yang telah banyak diuji coba sebagai bahan dasar pembuatan polen buatan. Kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang merah mempunyai kandungan nutrisi sebagai berikut : Tabel 2. Nilai Gizi Kedelai, Kacang Hijau, dan Kacang Merah dalamBerat Kering. Nilai gizi Kadar air Protein Karbohidrat Lemak Serat kasar Kadar abu Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B Vitamin C Sumber :
1) 2)
Satuan
Kacang Kedelai
% % % % % % mg/100g mg/100g mg/100g UI/100g mg/100g mg/100g
7,5 1) 34,9 1) 34,8 1) 18,11) 2,8 2) 5,3 1) 227 1) 595 1) 8,0 1) 14,0 1) 0 1) 1,07 1)
Kacang Hijau Kacang Merah 10 1) 23,2 1) 62,9 1) 1,2 1) 0,9 2) 1,20 1) 125 1) 320 1) 6,7 1) 157 1) 0,64 1) 6 1)
11,0 2) 20 - 22,0 2) 57,8 2) 1,6 2) 4,0 2) 3,6 2) 137 2) 410 2) 6,7 2) 30 2) 0,54 2) 3,0 2)
Direktorat Gizi Depkes RI (1994) Kay (1979)
Dari Tabel 2, terlihat bahwa ke tiga jenis kacang-kacangan mempunyai nilai nutrisi yang berbeda, masing-masing mempunyai kelebihan tersendiri, misalnya dalam kandungan protein, karbohidrat, dan sebagainya. Kedelai (Glycine max) termasuk dalam famili Leguminosae, subfamili Papilonidae, genus Glicine dan spesies max. Kacang kedelai berwarna kuning pada umumnya, namun ukuran bijinya bervariasi berdasarkan varietasnya. Berat biji ratarata adalah sekitar 50- 400 mg (Smart, 1976). Kacang kedelai kaya akan protein dan biasa dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan pangan, serta harganya ekonomis. Tepung kacang kedelai dapat digunakan sebagai sumber protein tambahan untuk ternak dan unggas (Kay,1979). Menurut Rasidi (2003) dalam Ariane (2007), sebelum digunakan, kedelai harus dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan dapat melemahkan zat anti tripsin yang merugikan. Tepung kedelai banyak digunakan di industri pangan karena alasan nilai gizi, dapat menyerap dan menahan air, pengemulsi dan anti
10
oksidan serta relatif rendah kandungan karbohidratnya. Secara umum, tepung kedelai dapat dikelompokan dalam tiga kelompok berdasarkan kandungan lemaknya : tepung kedelai dengan lemak penuh, kadar lemak rendah dan tanpa lemak (Full Fat, low-fat dan defatted flour). Tepung kedelai dengan kadar lemak penuh diproduksi dari biji kedelai utuh. Proses pembuatannya adalah dengan pemilihan dan pembersihan, pemanasan, pengeringan, pemecahan dan pembersihan kulit, penggilingan dan terakhir adalah pengayakan. Umumnya, kadar lemak tepung kedelai dengan kadar lemak penuh adalah sekitar 20% (Hermanianto dan Ahza, 1997). Kacang hijau (Phaseolus radiatus Linn.) disebut juga mungo, mungbean, green gram dan Golden gram. Kacang hijau termasuk dalam famili Leguminoceae, sub famili Papilionidae, genus Phaseolus dan spesies radiatus (Soeprapto, 1998). Kacang hijau merupakan salah satu tanaman Leguminosa yang mengandung sumber protein, vitamin, dan mineral. Biji kacang hijau sebagian besar dikonsumsi untuk bahan makanan seperti taoge, bubur, tepung, minuman dan sebagainya. Selain itu, kacang hijau dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak. Dari penelitian yang dilakukan oleh Soeprapto (1998), diketahui bahwa kacang hijau mengandung vitamin, protein (24%), sedikit lemak, dan karbohidrat (58%). Berbeda dengan kacang-kacangan yang lain, pada kacang hijau dan “chick pea” tidak diketemukan adanya tannin atau zat antinutrisi (Fawzya, 1983). Kay (1979) menyatakan bahwa selain untuk pembuatan bahan makanan, hasil samping dari pengolahan kacang hijau kadang-kadang digunakan sebagai makanan ternak dan kulit biji yang belum masak dapat digunakan sebagai sayur. Berdasarkan SNI (1995), tepung kacang hijau adalah bahan makanan yang diperoleh dari biji tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus Linn.) yang telah dihilangkan kulitnya dan diolah menjadi tepung. Syarat mutu tepung kacang hijau adalah mempunyai kandungan protein minimal 23% dan serat kasarnya maksimal 3,0 persen. Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman Legume, genus Phaseolus dan spesies vulgaris. Kandungan proteinnya sangat beragam, mulai dari kisaran antara 14,6% - 33,0%. Biji kacang merah sangat bervariasi baik dari segi bentuk, ukuran, dan warna. Kacang tersebut ada yang berwarna putih, gelap (buf), kuning gelap, coklat, merah, ungu, abu-abu atau hitam, atau belang-belang dengan kombinasi warna tersebut. Kacang merah biasa
11
dikonsumsi manusia dan limbahnya berupa daun dapat digunakan sebagai makanan ternak. Selain itu, kacang merah juga dapat dibuat menjadi tepung (Kay, 1979). Vitamin B Komplek Vitamin B komplek sangat penting bagi sebagian besar serangga. Lebah madu juga membutuhkan vitamin, khususnya adalah vitamin B komplek. Fungsi dari vitamin B tersebut bukan untuk memperpanjang umur lebah, tetapi berpengaruh terhadap perkembangan anakan (brood). Vitamin B komplek sangat beragam, didalamnya yaitu terdapat thiamin, asam phantotenat, ribovlafin, pyridoxin dan lainlain. Vitamin dianggap penting karena diimplikasikan dapat membantu dalam menghasilkan kelenjar hypopharing dan perkembangan anakan (Somerville, 2005).Vitamin dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan mempertahankan hidup, pada hewan maupun manusia. Vitamin, diperlukan dan efektif dalam jumlah sedikit, tidak menghasilkan energi dan tidak digunakan sebagai unit pembangun struktur tubuh organisme, tetapi sangat penting untuk transformasi energi dan pengaturan metabolisme tubuh. Konsentrasi maksimum vitamin dalam jaringan atau cairan kecuali jaringan tempat penyimpanan vitamin, belum dapat ditentukan untuk semua vitamin, tetapi diduga konsentrasi tersebut lebih kecil dari 5µg per gram berat kering jaringan atau cairan tubuh.Vitamin B kompleks merupakan senyawa campuran yang terdiri atas sejumlah vitamin seperti vitamin B1, B2 dan lain-lain (Andrawulan dan Sutrisno, 1992). Sihombing (1997) menyatakan bahwa kebutuhan vitamin pada serangga, umumnya hampir sama dengan kebutuhan pada vertebrata.
12
13
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di peternakan lebah madu Sari Bunga, Kampung Kedung, Desa Titisan, Kec. Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2008. Lokasi pemeliharaan lebah berada disekitar perkebunan sayuran, dan di dominasi oleh tanaman jagung. Materi Lebah Madu Lebah madu A. mellifera yang digunakan adalah sebanyak 21 koloni dengan populasi dan kondisi koloni yang relatif sama. Masing-masing koloni memiliki jumlah sisiran sarang yang sama yaitu enam buah dan dengan ratu yang memiliki umur sama yaitu satu tahun. Lebah madu A. mellifera dipilih karena jenis lebah ini sudah dibudidayakan masyarakat secara luas dan berkembang sebagai industri ternak di Indonesia, sehingga membutuhkan ketersediaan sumber pakan yang banyak dan terus menerus. Bahan Pakan Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian adalah kacang kedelai, kacang hijau dan kacang merah. Ketiga jenis kacang tersebut diperoleh dari pasar Bogor. Selain itu, digunakan vitamin B komplek sirup dan gula pasir. Ketiga jenis kacang dibuat dalam bentuk tepung, sedangkan gula pasir dijadikan bentuk sirup untuk digunakan sebagai fagostimulan (penambah nafsu makan). Masing-masing tepung kacang dicampur dengan sirup gula dengan komposisi yang telah ditentukan. Untuk jenis perlakuan pakan yang ditambah vitamin B komplek, vitamin dicampurkan terlebih dahulu pada sirup gula sesuai dosis yang ditentukan. Peralatan Peralatan yang digunakan adalah perangkap polen (pollen trap), timbangan, plastik transparansi, timbangan digital, oven, ayakan tepung, alat tulis, kantong plastik transparan, pengasap, pinset, sikat lebah, kertas milimeter blok dan masker.
Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam percobaan faktorial 3X2 yang terdiri dari tiga ulangan. Faktor pertama (A) adalah jenis kacang (kacang kedelai, kacang hijau dan kacang merah) dan faktor kedua (B) adalah vitamin B Komplek (dengan dan tanpa pemberian vitamin). Model rancangan yang digunakan menurut Gasperz (1991) adalah : Yij = µ + αi + ßj + (αß)ij + εijk Keterangan : Yij
: Respon akibat pengaruh jenis kacang ke-i dan taraf penambahan vitamin B ke-j pada ulangan ke-k.
μ
: Rataan umum
αі
: Pengaruh perlakuan jenis pasta (jenis kacang) yang berbeda ke-i
ßj
: Pengaruh kandungan Vitamin B ke-j
(αß)Yij : Pengaruh interaksi antara jenis kacang (pasta) ke-i dengan kandungan vitamin B ke-j
εіјk
: Pengaruh galat pada perlakuan ke-k dalam kombinasi perlakuan ke-ij.
Peubah Peubah yang diamati yaitu konsumsi pakan (polen pengganti), bobot rata-rata lebah pekerja umur sehari, mortalitas anakan, konversi pakan, luasan sarang anakan, dan bobot koloni. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan bila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Selain itu, dilakukan uji banding antara perlakuan dan faktor pembanding melalui uji t untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan. Sebagai faktor pembandingnya adalah koloni lebah yang tidak mendapat perlakuan apapun (tidak diberi pakan tambahan dan tidak dipasang pollen trap).
14
Perlakuan Perlakuan yang diberikan adalah pemberian pasta pakan buatan pengganti polen, masing-masing terbuat dari tepung kacang kedelai, tepung kacang hijau, dan tepung kacang merah yang dicampur dengan sirup gula. Keenam perlakuan jenis pakan tersebut diberikan dengan dan tanpa campuran vitamin B komplek kepada koloni lebah dengan jumlah ulangan yang sama (Tabel 3). Sebagai pembanding (K) adalah koloni lebah tanpa diberi perlakuan pakan buatan dan tidak dipasang pollen trap. Tabel 3.Ulangan pada Setiap Kombinasi Perlakuan Perlakuan
Tanpa Vitamin B
Dengan Vitamin B
Pasta Kacang Kedelai (PKK)
3
3
Pasta Kacang Hijau (PKH)
3
3
Pasta Kacang Merah (PKM)
3
3
Prosedur Pemilihan Koloni Lebah Madu Pemilihan koloni dimaksudkan untuk mendapatkan koloni dengan populasi dan kondisi koloni yang relatif seragam. Selain dipilih koloni yang memiliki ratu dan jumlah sisiran sarang yang sama, bobot populasi lebah masing-masing koloni juga dipilih yang relatif sama yaitu berkisar antara 700 – 900 gram dengan jumlah individu berkisar antara 8.000 – 10.000 ekor. Untuk mendapatkan koloni dengan bobot yang relatif sama dilakukan pengukuran terhadap 20 - 25 koloni. Pengukuran bobot koloni dilakukan dengan cara menimbang koloni lebah berikut sisiran sarangnya (X) pada sebuah kotak yang terbuat dari steroform (Z). Selanjutnya masing-masing sarang ditimbang tanpa lebah sehingga jumlah keseluruhan berat sarang tanpa lebah akan diketahui (Y). Bobot koloni dapat diketahui dengan menghitung hasil pengurangan X dengan Y dan Z. Pembuatan Polen Pengganti Kacang kedelai, kacang hijau dan kacang merah mula-mula direndam dalam air dingin selama kurang lebih 12 jam agar kacang menjadi sedikit empuk. Setelah itu kacang ditiriskan, dibersihkan kulit arinya dan dikukus dalam panci selama 15
15
menit pada kompor gas. Proses perendaman dan pengukusan juga dimaksudkan untuk menghilangkan zat anti tripsin di dalam kacang (Rackis, 1972; Albrecht et al., 1966 dalam Soesanto, 1994). Setelah itu, kacang-kacang tersebut di keringkan dalam oven bersuhu 60 0C dan selanjutnya digiling dan disaring dengan saringan berukuran 80-100 mash supaya menjadi tepung yang halus. Hasil uji proksimat di laboratorium Pusat Studi Antar Universitas (PAU) IPB, diketahui kandungan protein ketiga jenis tepung kacang seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Protein Tepung Kacang kedelai, Tepung Kacang Hijau dan Tepung Kacang Merah Sampel
Protein (%)
Tepung Kacang Kedelai
42,44
Tepung Kacang Hijau
25,97
Tepung Kacang Merah
23,78
Polen alami
*
20
Sumber : Hasil analisis Pusat Studi Antar Universitas (PAU) IPB (Desember 2008) * Krell (1996)
Polen pengganti diberikan kepada lebah dalam bentuk adonan (pasta), yaitu campuran tepung kacang dan sirup gula. Sirup gula ini berfungsi sebagai atraktan untuk merangsang lebah agar mau mengonsumsi serbuk sari pengganti yang diberikan. Sirup gula dibuat dari campuran gula pasir dan air dengan perbandingan 1 : 1 (kg gula untuk per liter air). Adonan polen pengganti dibuat dengan komposisi yang talah ditentukan supaya bentuk pasta yang dihasilkan cukup lengket sehingga tidak mudah jatuh pada saat diletakkan di atas bingkai sarang. Komposisi tepung kacang dan sirup gula masing-masing jenis polen pengganti seperti tertera dalam Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Pembuatan Polen Pengganti Polen Pengganti
Tepung kacang
Sirup gula
Total
-------------------------gram--------------------Pasta Kacang Kedelai (PKK)
87.5
162.5
250
Pasta Kacang Hijau (PKH)
87.5
162.5
250
Pasta Kacang Merah (PKM)
87.5
162.5
250
16
Penggunaan Dosis Vitamin B Komplek Vitamin B komplek yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin dalam bentuk cair. Komposisi yang tertera pada kemasan vitamin per 5 ml adalah B1 5 mg, B2 2 mg, B3 20 mg, B5 3 mg, B6 3 mg, B6 2,5 mg dan B12 3 mcg. Vitamin dilarutkan kedalam sirup gula yang akan digunakan untuk membuat pasta dengan dosis 5 ml per 1 liter sirup gula. Dosis tersebut setara dengan 0,625 ml untuk satu kali pemberian polen pengganti dengan berat 250 g (0,2 % vitamin B pada pakan). Pelaksanaan Penelitian Koloni lebah madu yang telah dipilih sebagai unit percobaan diberi label sesuai jenis perlakuan dan nomor ulangan. Perlakuan yang diberikan pada penelitian terlihat seperti pada skema Gambar 1. 21 koloni lebah madu Apis mellifera
Delapan belas koloni dipasang Pollen trap
9 Koloni dengan Pasta + vitamin B komplek
Tiga Koloni tanpa dipasang pollen trap (Pembanding)
9 Koloni dengan Pasta Tanpa vitamin B komplek
PKK
PKH
PKM
PKK
PKH
PKM
PKK
PKH
PKM
PKK
PKH
PKM
PKK
PKH
PKM
PKK
PKH
PKM
Gambar 1. Skema Perlakuan dalam Penelitian
Semua koloni yang diberi perlakuan polen pengganti (18 koloni) dipasang pollen trap untuk menangkap polen alami yang dibawa masuk lebah pekerja. Dengan demikian, koloni tersebut diharapkan hanya mendapat pasokan pakan sumber protein dari jenis polen pengganti yang diberikan. Kedelapan-belas koloni tersebut di bagi dalam dua kelompok yang masing-masing terdiri dari sembilan koloni. Kelompok pertama adalah koloni yang diberi perlakuan polen pengganti dengan tambahan
17
vitamin B komplek. Kelompok kedua adalah koloni yang hanya diberi perlakuan polen pengganti tanpa penambahan vitamin B komplek. Ke sembilan koloni dari masing-masing kelompok adalah unit-unit penelitian dimana tiga jenis perlakuan yaitu PKK, PKH, dan PKM diberikan dengan jumlah ulangan sebanyak 3 kali. Tiga koloni lainnya yang tidak menggunakan pollen trap dan tidak diberi perlakuan pakan tambahan merupakan pembanding. Polen pengganti diberikan satu kali seminggu dalam bentuk adonan lembek (pasta) dengan berat 250 gram. Pasta diletakkan melebar di atas bingkai sarang eram dengan ketebalan 0,5 – 1 cm dan ditutup dengan plastik transparan untuk mengurangi penguapan (Gambar 2).
PKH
PKK
PKM Gambar 2. Penyimpanan Pasta Kacang Kedelai (PKK), Pasta Kacang Hijau (PKH) dan Pasta Kacang Merah (PKM) pada Sisiran Lebah Pengambilan Data Pengambilan data pertama dilakukan setelah dua minggu pemberian tepung sari pengganti. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi pengaruh polen alami yang telah dikonsumsi sebelumnya oleh lebah. 1. Konsumsi Bahan Kering dan Protein Polen Pengganti Pengambilan data konsumsi dilakukan sekali seminggu. Perhitungkan jumlah konsumsi pakan oleh masing-masing koloni didasarkan pada jumlah konsumsi
18
bahan kering (BK). Hal ini dilakukan uuk menghilangkan adanya bias pengurangan bobot perlakuan yang disebabkan oleh penguapan dan atau dihisapnya larutan gula oleh lebah. Jumlah konsumsi BK akan diperoleh dari pengurangan berat BK pakan pemberian dengan berat BK pakan sisa. Berat BK pakan, baik pemberian awal dan sisa dihitung berdasarkan BK masing-masing. Oleh sebab itu dilakukan pengukuran kadar air (KA), baik pada pakan pemberian awal maupun pakan sisa dari setiap periode pemberian perlakuan, untuk digunakan menghitung kadar kering bahan pakan masing-masing. Secara ringkas, prosedur penghitungan konsumsi BK polen pengganti adalah sebagai berikut : Kadar air pakan (KA)= Berat pakan (segar – setelah oven) x 100% ..................(1) Berat pakan segar Kadar kering pakan (KK) = 100% – KA .............................................................(2) Berat bahan kering (BK) = Berat pakan pemberian X KK ..................................(3) Konsumsi bahan kering (g) = Berat BK pakan pemberian – Berat BK pakan sisa Sedangkan untuk perhitungan konsumsi protein digunakan rumus sebagai berikut : Konsumsi Protein (g) = konsumsi Bahan Kering (g) x % protein pasta 2. Bobot Badan Lebah Pekerja Umur Sehari Pengukuran bobot badan pekerja umur sehari dilakukan dengan menimbang 20 sampel lebah dari masing-masing koloni penelitian. Sampel lebah diambil langsung dari sarang menggunakan pinset. Ciri-ciri pekerja umur satu hari antara lain badannya masih lemah serta kutikula berwarna pucat dan belum mengeras. Sampel lebah tersebut diambil pada minggu terakhir setelah pemberian polen pengganti terakhir diberikan. 3. Bobot Koloni Lebah Madu Pengukuran bobot koloni dilakukan setiap dua minggu pada semua koloni penelitian. Penimbangan dilakukan menggunakan timbangan digital dengan merk SW-1 yang memiliki tingkat ketelitian 0,002 kg. Prosedur penimbangan sama dengan cara penimbangan yang dilakukan pada saat pemilihan koloni. 4. Konversi Pakan (polen pengganti) Total.
19
Konversi pakan dihitung untuk mengetahui efisiensi pakan pada lebah terhadap pertambahan bobot koloni. Konversi pakan = BK konsumsi pakan total (total) Pertambahan bobot koloni total 5. Luasan Sarang Berisi Anakan Pengukuran luas sarang berisi anakan (brood) dilakukan setiap minggu pada kedua permukaan sisiran sarang yang dipilih sebagai sampel. Jumlah sampel sarang ditentukan sebanyak 50 % dari jumlah total sisirang sarang yang ada di masing-masing koloni dan dipilih mulai dari sarang yang kedudukannya berada di paling tepi, berurutan sampai yang berada di bagian tengah kotak. Pengukuran luas dilakukan dengan menggambar jumlah sel sarang lebah berisi anakan di atas plastik transparansi kemudian dihitung luasannya dengan bantuan kertas milimeter blok. 6. Mortalitas Anakan. Penentuan tingkat mortalitas (kematian) anakan diperoleh dengan cara menghitung jumlah kematian pada setiap 100 contoh anakan di masing-masing koloni. Pengamatan dimulai dengan pengambilan sampel pada sisiran yang diamati kematian anakannya dari setiap koloni pada minggu ke tiga setelah pemberian pakan. Selembar plastik transparan ditempelkan pada salah satu permukaan sisiran, kemudian diberikan tanda lingkaran pada 100 sampel sel sarang yang berisi telur. Pada hari ke 9 plastik transparan tersebut ditempelkan pada sarang yang sama dengan posisi yang juga sama sehingga dapat mengikuti perkembangan ke 100 sampel sel dari setiap sampel sarang. Setiap sampel sel sarang yang tidak dalam fase pupa diberi tanda silang sebagai tanda bahwa sel tersebut pernah mengalami kematian. Jumlah tanda silang pada ke 100 sampel sel menandakan tingkat kematian anakan pada koloni yang diamati.
20
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi dan Sifat Fisik Polen Buatan Hasil uji proksimat ketiga pasta polen buatan menunjukkan perbedaan kandungan nutrisi, terutama kandungan lemak dan protein. Persentase kandungan air, lemak, protein dan serat kasar pasta kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang merah dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis Proksimat Pasta Kacang Kedelai, Pasta Kacang Hijau dan Pasta Kacang Merah Sampel
Kandungan (%)
Pasta Kacang Kedelai
Air 35,65
Protein 20,41
Lemak 19,7
Serat Kasar 2,53
Pasta Kacang Hijau
37,36
14,51
1,2
0,49
Pasta Kacang Merah
37,26
13,84
1,5
1,36
Sumber : Hasil analisis Pusat Studi Antar Universitas (PAU) IPB (Januari 2008)
Kandungan protein pada ketiga pasta tersebut masih berada pada kisaran protein polen alami, yaitu berkisar antara 6-28 % (Winston, 1987). Pasta kedelai mempunyai kandungan lemak yang tinggi, sedangkan pada polen alami kandungan lemaknya relatif rendah. Kandungan lemak pada polen alami adalah antara 1-20 % (Winston, 1987), dan biasanya sekitar kurang dari 5% (Chalmers, 1980). Polen alami mempunyai kandungan vitamin B yang lengkap, sedangkan pada polen pengganti adalah sebaliknya. Selain itu, terdapat perbedaan sifat fisik (warna dan aroma) pada masing-masing polen buatan. Tepung kedelai berwarna terang yaitu putih kekuningan dengan bau khas langu, tepung kacang hijau berwarna lebih terang dari tepung kedelai dengan warna kuning muda sedikit kehijauan dan tepung kacang merah berwarna putih sedikit kemerahan dengan aroma asing-masing yang khas. Tekstur tepung kedelai dan tepung kacang hijau lebih lembut dibanding tekstur tepung kacang merah. Tekstur tepung kedelai sedikit lengket dan bulky (voluminous), sedangkan tepung kacang hijau dan kacang merah teksturnya lebih padat dan lembut, seperti pasir yang sangat halus. Ukuran kehalusan tepung yang digunakan adalah 80-100 mash.
Gambar 3 memperlihatkan bentuk tepung dari kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, dan polen jagung. Sedangkan Gambar 4 adalah bentuk pasta dari masing-masing tepung kacang setelah dicampur dengan sirup gula
Gambar 3. Tepung Polen Jagung, Tepung Kacang Kedelai (TKK), Tepung Kacang Hijau (TKH) dan Tepung Kacang Merah (TKM)
Gambar 4. Pasta Kacang Kedelai (PKK), Pasta Kacang Hijau (PKH), dan Pasta Kacang Merah (PKM) Setelah polen buatan tersebut dibuat menjadi adonan pasta, warna yang semula muda pada semua jenis tepung yang dibuat, menjadi lebih pekat. Warna pada PKK adalah kuning terang, PKH berwarna hijau dan PKM berwarna merah.
22
Penambahan vitamin B komplek, tidak mempengaruhi warna pada pasta. Selain itu, aroma dari ketiga pasta tersebut bau khasnya lebih tercium dibanding ketika masih dalam bentuk tepung. Pasta kacang kedelai (PKK) mempunyai aroma khas kacang kedele dengan bau langu, PKH dengan aroma kacang hijau, sedangkan PKM mempunyai aroma kacang merah. Ketika semua jenis pasta tersebut diberikan pada koloni lebah, pada hari ke 4-5 pasta tersebut mengalami perubahan fisik, baik warna maupun aromanya. Aroma PKK tersebut menjadi berbau asam,tengik dan warnanya menjadi kuning pucat keputihan. Pada PKH, baunya menjadi bau apek, karena mengering, dengan warna hijau muda. Sedangkan pada PKM, aroma atau baunya hampir sama dengan PKH, tetapi warnanya menjadi merah muda pucat. Konsumsi Bahan Kering dan Protein Polen Pengganti Konsumsi Bahan Kering Konsumsi bahan kering polen buatan berkisar antara 56,71-87,19 gram/minggu/koloni (Tabel 7). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis kacang (polen pengganti) sangat mempengaruhi tingkat konsumsi polen buatan (P<0,01), tetapi penambahan vitamin B dan interaksi antara jenis pasta dengan vitamin adalah tidak berpengaruh nyata. Tabel 7. Rataan dan Koefisien Keragaman Konsumsi Pakan Lebah Madu Dengan dan Tanpa pemberian Vitamin B Komplek Pasta
Rataan
Tanpa Vitamin B g/minggu/koloni
KK (%)
DenganVitamin B g/minggu/koloni
KK (%)
g/minggu/koloni
KK (%)
PKK
65,33
13,49
48,08
34,23
56,71B
26.67
PKH
83,1
26,14
85,0
20,53
84,04A
21,14
PKM
85,52
Rataan
77,98
7,93
88,85
7,41
73,98
A
87,19 75,98
7,17
Keterangan : A,B = Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan rataan yang sangat nyata (P<0.01). KK = Koefisien Keragaman PKH = Pasta Kacang Hijau PKK = Pasta Kacang Kedelai PKM = Pasta Kacang Merah
Konsumsi koloni per minggu yang paling rendah adalah pada koloni yang mendapat PKK (56,71 gram), sedangkan konsumsi yang lebih tinggi adalah pada koloni yang mendapat PKH dan PKM (84,04 dan 87, 19 gram).
23
Banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh koloni lebah cenderung konstan untuk setiap minggunya, seperti yang terlihat pada Gambar 5. Konsumsi PKH dan PKM lebih tinggi bila dibandingkan dengan PKK. Konsumsi yang berbeda pada polen buatan yang diberikan kemungkinan dapat dipengaruhi oleh tekstur, bau (aroma), lemak atau palatabilitas dari masing-masing jenis pasta. PKH dan PKM memiliki tekstur yang padat dan lembut, dan aroma yang lebih enak dibanding PKK. Selain itu, PKK mempunyai kandungan lemak yang tinggi dibanding pasta lainnya. Indra penciuman pada lebah madu sangat tajam untuk mengetahui bau (aroma) makanan yang disukainya dengan terdapatnya 30.000 reseptor bau pada antenanya (Alexander dan Klots, 1961). Winston (1987), menyatakan bahwa lebah pekerja akan memilih polen untuk diambil atau dikonsumsi tidak berdasarkan kandungan nutrisi, umur atau warna, tetapi berdasarkan bau dan bentuk fisik dari butiran polen. Rendahnya konsumsi PKK didukung pula oleh hasil penelitian Krisnawati (2003) dan Febretrisiana (2006) yang memberi perlakuan pakan polen buatan dengan menggunakan bahan dasar kedelai dalam membuat pakan untuk lebah madu. Berikut merupakan pola konsumsi pasta pengganti polen yang diberikan selama 6 minggu. Pakan pengganti tersebut terdiri dari pakan tanpa penambahan vitamin dan dengan
160 140 120 100 80 60 40 20 0
konsum si BK (g)
Ko n su m si BK (g )
penambahan vitamin B komplek, dan dapat dilihat pada Gambar 5.
1
2
3
4
5
PKH
(A)
1
2
3
4
5
6
konsum si ke-
konsum si kePKK
6
160 140 120 100 80 60 40 20 0
PKM
PKK+
PKH+
PKM+
(B)
Gambar 5. Grafik konsumsi PKK, PKH dan PKM Tanpa Vitamin B (A) dan Dengan Penambahan Vitamin B (B) Gambar 5 menunjukan bahwa pola konsumsi PKH dan PKM cenderung sama pada setiap minggu, kecuali pada minggu pertama. Hal tersebut kemungkinan karena koloni yang mendapat perlakuan pakan tersebut masih mengalami penyesuaian, dari konsumsi polen alami menjadi polen pengganti atau buatan. Berbeda dengan PKH
24
dan PKM, konsumsi bahan kering pada PKK pada tiap minggu selalu rendah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh aroma khasnya yang tidak sedap yaitu berbau langu dan rasanya yang tidak enak. Lebah madu dan serangga air diindikasikan bahwa hewan tersebut sensitif terhadap rasa manis, asam, asin dan pahit atau tidak enak, dan dapat membedakan rasa seperti manusia (Alexander dan Klots, 1961). Konsumsi polen pengganti pada penelitian ini adalah sekitar 56,71 – 87, 19 gram per minggu/koloni, dan jumlah konsumsi yang sama juga diperoleh pada penelitian Winston et al.(1983) mengenai konsumsi pakan pengganti polen dengan bahan dasar tepung ikan hering atau ragi (brewer’s yeast) dengan konsumsi antara 56 sampai 87 gram/minggu/koloni. Bila dibandingkan dengan koloni yang mendapat polen alami, konsumsi polen segar setiap minggu berkisar antara 354-700 gram dengan populasi koloni 100.000-200.000 per tahun (Imdorf et al.,1983 dalam Keller et al, 2005a). Sedangkan pada penelitian ini, bila dilihat dari jumlah konsumsi bahan segar polen pengganti antar perlakuan adalah berkisar antara 64-250 gram. Konsumsi Protein Protein adalah komponen organisme yang paling kompleks dan khas yang terdapat dalam semua sel hidup dengan peranan yang sangat luas. Salah satu diantaranya adalah penentu utama pertumbuhan dan perkembangbiakan lebah madu, seperti pada serangga lain pada umumnya (Sihombing, 1997). Konsumsi protein polen pengganti pada PKK, PKH dan PKM berkisar antara 17,85-18,01 gram/minggu/koloni, seperti yang tercantum pada Tabel 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis pasta (kacang), penambahan vitamin dan interaksi antara jenis pasta dengan vitamin B tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi protein. Rataan konsumsi protein adalah 18,07 gram/minggu/koloni.
25
Tabel 8. Rataan dan Koefisien Keragaman Konsumsi Protein Lebah Madu Dengan dan Tanpa pemberian Vitamin B Jenis Pasta
Tanpa Vitamin B
KK
Dengan Vitamin B
KK
Rataan
KK
g/minggu/koloni
(%)
g/minggu/koloni
(%)
g/minggu/koloni
(%)
PKK
20,00
13,50
15,69
33,58
17,85
24,80
PKH
18,08
26,42
18, 51
20,52
18,58
21,14
PKM
17,75
7,91
18,44
7,42
7,16
Rataan
18,61
18,01 18,07
17,55
Keterangan : KK = Koefisien Keragaman PKK = Pasta Kacang Kedelai
PKH = Pasta Kacang Hijau PKM = Pasta Kacang Merah
Konsumsi protein pada ketiga pasta adalah tidak berbeda, meskipun jumlah konsumsi bahan kering setiap koloni berbeda. Hubungan antara konsumsi bahan kering polen pengganti dengan konsumsi protein dalam bahan tersebut, dapat terlihat pada Gambar 6.
Konsumsi (gram)
140.00
130.78
126.06
120.00 100.00
87.61
80.00 60.00 40.00 20.00
17.36
18.29
18.1
0.00 PKK
PKH
PKM
Perlakuan Konsumsi Bahan Kering (g)
Konsumsi Protein
Gambar 6. Grafik Rataan Hubungan Konsumsi Bahan Kering Pakan dengan Konsumsi Protein Tabel 8 menjelaskan bahwa meskipun konsumsi bahan kering PKK rendah, tetapi kandungan proteinnya tinggi (20,41%) dibanding PKH dan PKM (14,51 dan 13,84 %). Dari hal tersebut, maka jumlah proteinnya yang dikonsumsi tidak berbeda dari PKH dan PKM. Distribusi dan konsentrasi protein atau asam amino di dalam tubuh lebah madu dipengaruhi oleh aktivitas fisiologis, makanan, umur, strata (kasta) spesies dan kondisi lingkungan (Sihombing, 1997). Protein yang dibutuhkan oleh lebah adalah sekitar 20% pada polen (Haydak dalam Keller et al, 2005). Dengan demikian, meskipun kandungan protein pada polen yang diperoleh tinggi, namun hal tersebut tidak terlalu dapat mempengaruhi perkembangan lebah.
26
Bobot Lebah Pekerja Umur Sehari Rataan bobot lebah pekerja umur sehari yang diperoleh pada perlakuan PKK, PKH dan PKM berkisar antara 93,25 -101,90 mg (Tabel 9), dan pada koloni yang mendapat pakan polen alami adalah 98 mg. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa jenis pasta (kacang) memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot lebah pekerja umur sehari (P<0,05). Pemberian vitamin B dan interaksi antara jenis kacang dengan vitamin B, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan bobot lebah pekerja umur sehari. Rataan bobot lebah pekerja umur sehari, disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan dan Koefisien Keragaman Bobot Lebah Pekerja Umur Sehari Bobot Lebah
Jenis Pasta
Tanpa Vitamin B
KK
Dengan Vitamin B
KK
(mg/ekor)
(%)
(mg/ekor)
(%)
Rataan
KK
(mg/ekor)
(%)
Bp
PKK PKH
98,50 101,25
1,76 2,44
91,50 102,33
3,86 3,73
95.70 101.90Ap
4,59 2,97
PKM
91,17
4,12
95,33
5,96
93.25Bp
5,23
Rataan Polen Alami
97,31
96,39
96,85
-
-
98,00p
9,93
Keterangan : A,B = Superskrip besar menunjukan nyata untuk kolom yang sama (P<0,05) p = Superskrip kecil menunjukan tidak berbeda pada baris yang berbeda (uji t) PKK = Pasta Kacang Kedelai PKM = Pasta Kacang Merah PKH = Pasta Kacang Hijau KK = Koefisien Keragaman
Rataan bobot badan lebah pekerja umur sehari pada koloni dengan PKH (101,90 mg) lebih tinggi dibanding koloni yang mendapat PKK dan PKM (95,70 dan 93,25 mg). Bila dilihat dari konsumsi bahan kering, koloni dengan pemberian PKH konsumsinya lebih tinggi dibanding PKK, akan tetapi konsumsi protein pada pasta yang diberikan tidak berbeda dengan PKK atau PKM. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh tingginya kandungan karbohidrat pada kacang hijau, seperti yang tertera pada Tabel 2 mengenai Nilai gizi kedelai, kacang hijau, dan kacang merah dalam berat kering. Salah satu fungsi karbohidrat dalam susunan makanan adalah sebagai “pasangan protein”. Karbohidrat yang cukup dapat menjamin bahwa protein dalam makanan dapat digunakan untuk pertumbuhan (Gaman dan Sherrington, 1992). Bobot lebah pekerja umur sehari yang mendapat PKH lebih tinggi dari PKK karena
27
konsumsi bahan kering yang lebih tinggi. Meskipun konsumsi proteinnya tidak berbeda dengan PKK, tetapi konsumsi zat nutrisi lainnya lebih tinggi, misalnya adalah karbohidrat. Kandungan karbohidrat pada kacang hijau adalah 60 % (Kay, 1979), seperti yang terlihat pada Tabel 2. Konsumsi bahan kering PKM tidak berbeda dengan PKH, namun bobot lebah pekerja umur seharinya lebih rendah. Hal ini dapat dikarenakan oleh kandungan serat kasar pada PKM lebih tinggi dibanding PKH. Serat kasar yang tinggi pada makanan, dapat menurunkan kecernaan zat nutrisi lainnya (Gaman dan Sherrington, 1992). Purwono dan Heni (2007), menyatakan bahwa kacang hijau mempunyai kandungan karbohidrat yang mudah dicerna, karena serat kasarnya rendah. Jika dibandingkan dengan bobot lebah pekerja umur sehari pada koloni yang mendapat polen alami (98 mg), maka rataan bobot pekerja umur sehari dengan pakan polen pengganti mempunyai bobot yang tidak berbeda dengan kisaran 93,25-101,90 mg. Hal ini mengindikasikan bahwa ketiga pasta dari jenis kacang yang berbeda tersebut, dapat dijadikan sebagai pengganti polen alami. Kisaran bobot lebah pekerja umur sehari pada penelitian ini, masih berada dalam kategori normal. Winston (1987), menyatakan bahwa bobot badan lebah pekerja yang baru keluar dari sel adalah berkisar antara 81 – 151 mg. Bila bobot badan nya rendah atau berada dibawah kisaran, maka bobot badan lebah pekerja tersebut tidak dapat mengangkut nektar dan polen dengan baik. Meskipun bobot badan lebah pekerja umur sehari dari koloni yang mendapat ketiga pasta tersebut tidak berbeda dengan yang mendapat polen alami, sebaiknya dipilih PKH yang menghasilkan bobot lebah pekerja umur sehari tertinggi, karena menurut Free (1982), bobot badan lebah pekerja anggota koloni menentukan kemampuan
dalam
melakukan
aktivitas
yang
sangat
dibutuhkan
untuk
perkembangan koloni. Jay (1963) dalam Winston (1987), menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi bobot lebah pekerja yang baru lahir atau baru keluar dari sel adalah ukuran sel, ukuran dan umur lebah perawat, populasi koloni, nektar dan polen yang diperoleh, serta penyakit dan musim.
28
Bobot dan Pertambahan Bobot Koloni Bobot Koloni Kisaran bobot koloni pada koloni yang mendapat perlakuan pakan PKK, PKH dan PKM berkisar antara 811,9 - 952 gram, sedangkan pada koloni dengan pakan polen alami, bobot koloninya adalah 786 gram. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) pada bobot koloni, dengan perlakuan pakan yang diberikan Selain itu, pemberian vitamin B, dan interaksi antara jenis pasta dengan vitamin B tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot koloni. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan dan Koefisien Keragaman Bobot Koloni yang Mendapat Pasta Dengan dan Tanpa Penambahan Vitamin B Komplek Jenis Pasta PKK PKH PKM Rataan Polen alami
Tanpa Vitamin B (g/koloni) 861 904 867 877,33
KK (%) 39,10 49,03 30,12
-
Keterangan : KK = Koefisien Keragaman. PKM = Pasta Kacang Merah
Bobot Koloni Dengan Vitamin B (g/koloni) 763 927 1038 909,33
KK (%) 6,39 47,47 24,52
-
Rataan
KK
(g/koloni) 811,9 916 952 893,33
(%) 27,30 43,17 26,14
786
29,19
PKH = Pasta Kacang Hijau PKK = Pasta Kacang Kedelai
Berdasarkan Tabel 10, rataan koefisien keragaman yang terbesar adalah pada koloni yang mendapat PKH. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keragaman atau pengaruh faktor dari luar dan sulit untuk dikendalikan. Pada saat pengamatan, salah satu koloni yang mendapat pakan PKH terserang oleh kutu Varoa, sehingga koloninya menjadi lemah. Bila dibandingkan dengan koloni yang mendapat polen alami, bobot koloni yang mendapat perlakuan pasta pengganti polen alami adalah tidak berbeda nyata. Dengan demikian, ketiga pasta kacang tersebut dapat dijadikan sebagai pengganti polen alami. Keller et al (2005b), menyatakan bahwa pemberian pakan tambahan mungkin tidak terlalu berpengaruh terhadap jumlah pekerja dalam suatu koloni, akan tetapi berpengaruh terhadap umur koloni. Populasi lebah pada koloni normal adalah
29
berkisar antara 60.000-80.000 ekor pada saat musim bunga berlimpah atau bahkan hanya 10.000 ekor pada saat musim paceklik (Sihombing, 1997). Pertambahan Total Bobot Koloni Kisaran rataan pertambahan bobot koloni total selama pemeliharaan tersebut adalah berkisar antara 15,76-29,24 gram/koloni. Berdasarkan analisis sidik ragam, jenis pasta (kacang), pemberian vitamin dan interaksi antara jenis pasta dan vitamin B tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot koloni total. Pertambahan bobot koloni total selama penelitian disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan dan koefisien Keragaman Pertambahan Bobot Koloni yang mendapat Polen Pengganti Dengan dan Tanpa Vitamin B Jenis Pasta
Tanpa Vitamin B (g/koloni) 16,90 25,84 18,76 20,5
PKK PKH PKM Rataan Polen alami
Pertambahan Bobot KK Dengan Vitamin B (%) (g/koloni) 39,86 13,82 20,26 33,00 4,42 24,21 23,67
-
Keterangan : KK = Koefisien Keragaman. PKM = Pasta Kacang Merah
KK (%) 92,89 27,20 12,79
-
Rataan
KK
(g/koloni) 15,76 29,24 22,03 22,33
(%) 55,51 25,27 16,90
20,41
27,43
PKH = Pasta Kacang Hijau PKK = Pasta Kacang Kedelai
Pada Tabel 11, terlihat bahwa koefisien keragaman dari pakan buatan yang diberikan sangat beragam. Koefisien keragaman pada koloni yang mendapat perlakuan pakan tersebut sangat tinggi sekali (lampiran), namun setelah dilakukan transformasi koefisien keragamannya menjadi rendah. Hedley (2001) menyatakan bahwa saponin atau zat anti nutrisi sering dijumpai pada kacang-kacangan, khususnya pada kacang kedelai. Kandungan saponin (g kg-1) pada kacang kedelai adalah 6,5, kacang hijau 0,5 dan kacang merah 2,3. Saponin tersebut dapat menurunkan kecernaan terhadap makanan yang dikonsumsi, sehingga asupan zat nutrisi yang dikonsumsi tidak dapat terserap dengan optimal . Berikut merupakan grafik pertambahan bobot koloni dari awal penimbangan sampai akhir pemeliharaan pada semua perlakuan, dapat dilihat pada Gambar 7.
30
pertambahan bobot koloni (g)
1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 aw al
akhir penimbangan
pkk
pkh
pkm
pkk+
pkh+
pkm+
Polen alami
Gambar 7. Pertambahan Total Bobot Koloni Dari Gambar 7, dapat terlihat bahwa semua koloni yang mendapatkan perlakuan polen pengganti, mengalami pertambahan bobot koloni. Bila dibandingkan dengan koloni yang mendapat polen alami, pertambahan bobot koloninya adalah tidak berbeda dengan koloni yang mendapat perlakuan. Pada penelitian, tanaman yang dominan tumbuh dilingkungan lokasi penelitian adalah tanaman jagung, sehingga koloni yang tidak mendapat perlakuan akan mengkonsumsi polen jagung tersebut sebagai sumber makanannya. Polen mengandung; 10 jenis asam amino, protein esensial, asam lemak esensial, 10 jenis mineral, vitamin A, B, C, D, dan E, hormon pertumbuhan, hormon reproduksi dan berbagai jenis alkaloid yang mempunyai khasiat dalam melakukan stabilitasi metabolisme sel dan pertumbuhan sel normal (regenerasi – rehabilitasi) pada umumnya (Jacobus, 2008). Konversi Pakan Terhadap Pertambahan Bobot Koloni Konversi pakan adalah banyaknya pakan yang dikonsumsi untuk menaikan satu satuan unit bobot badan. Semakin kecil nilai konversi, berarti semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot koloni. Rataan konversi pakan pada koloni yang mendapatkan perlakuan adalah berkisar antara 1,13-1,93. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa jenis pasta (kacang) memberikan pengaruh terhadap konversi pakan (P<0,05). Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 12.
31
Tabel 12. Rataan dan Koefisien Keragaman Konversi Pakan Terhadap Pertambahan Bobot Koloni Dengan dan Tanpa Vitamin B Komplek Jenis Pasta
Tanpa Vitamin B
PKK PKH PKM Rataan
1,72 1,17 2,19 1,694
KK (%) 37,36 43,33 7,63
Konversi Pakan Dengan vitamin B 1,08 1,08 1,68 1,281
KK (%) 2,78 44,34 35,97
Rataan b
1,40 1,13ab 1,93a
KK (%) 38,36 39,47 25,02
Keterangan : a,b = Superskrip kecil menunjukan nyata untuk kolom yang sama (P<0,05) PKK = Pasta Kacang Kedelai PKM = Pasta Kacang Merah PKH = Pasta Kacang Hijau KK = Koefisien Keragaman
Penambahan vitamin B komplek pada pasta kacang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konversi pakan, demikian halnya dengan interaksi antara jenis pasta dan vitamin B komplek. Rataan konversi pakan dari yang tertinggi ke rendah secara berurutan yaitu pada PKM (1,93), PKK (1,40) dan PKH (1,13). Dengan demikian, PKH sangat efektif digunakan oleh lebah untuk meningkatkan bobot koloni dibanding pasta lainnya, dengan bobot lebah pekerja umur sehari yang lebih berat. Sebaliknya, PKK paling tidak efisien untuk menaikkan bobot koloni. Jika dilihat dari nutrisinya, kacang kedelai mempunyai kandungan karbohidrat yang rendah, serta lemak yang tinggi (Tabel 2) dan mengandung anti nutrisi. Selain itu, serat kasarnya lebih tinggi dibanding PKH. Rataan konversi pakan dari yang rendah ke tinggi adalah PKH, kemudian PKK dan PKM. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan oleh palatabilitas pada pakan yang diberikan, sehingga diperoleh konsumsi pakan dan pertambahan bobot koloni yang berbeda. Lebah madu dan serangga air diindikasikan sensitif terhadap rasa manis, asam, asin dan pahit atau tidak enak, dan dapat membedakan rasa seperti manusia (Alexander dan Klots, 1961). Rataan konversi pakan pada serangga lainya seperti jangkrik pada penelitian Fitriyani (2005) adalah berkisar antara 1.11-1.17 dengan rataan umum 1.15. artinya, jangkrik rata2 membutuhkan 1.15 mg pakan untuk menaikan 1 mg bobot badannya. Sedangkan pada penelitian Mansy (2002) dalam Fitriyani (2005) konversi pakannya adalah sebesar 0.85. Dari hal tersebut dapat diindikasikan bahwa lebah dapat menggunakan polen pengganti yang dikonsumsi dengan efisien untuk meningkatkan bobot koloninya.
32
Luasan dan Pertambahan Luasan Sarang Anakan Luasan Sarang Anakan Luasan sarang yang berisi anakan pada koloni yang mendapat berbagai jenis pasta sebagai pengganti polen, mempunyai kisaran rataan antara 2.835-3.607 cm2. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa jenis pasta, vitamin B dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap luasan anakan. Rataan luasan sarang anakan tersebut disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Rataan dan Koefisien Keragaman Luasan Anakan Koloni Apis mellifera Dengan dan Tanpa Vitamin B Komplek Jenis Pasta PKK PKH PKM Rataan Polen alami
Tanpa Vitamin B (cm2) 2933 3473 3185 3197
Luasan Anakan KK Dengan Vitamin B (%) (cm2) 39,32 2737 54,91 3503 36,39 4029 3423
-
Keterangan : KK = Koefisien Keragaman PKM = Pasta Kacang Merah
Rataan KK (%) ( cm2) 46,32 2835 51,23 3488 4,59 3607 3310
-
2947
KK (%) 38,42 47,48 24,25 26,08
PKH = Pasta Kacang Hijau PKK = Pasta Kacang Kedelai
Pada Tabel 13, rataan luasan sarang anakan pada koloni yang mendapat PKK, PKH dan PKM adalah 3.310 cm2. Bila hasil perlakuan tersebut dibandingkan dengan koloni yang mendapat pakan polen alami adalah tidak berbeda. Semua koloni yang mendapat perlakuan pakan tersebut mempunyai koefisien keragaman yang beragam dan koefisien keragaman yang rendah adalah pada koloni yang mendapat PKM. Jika polen tidak tercukupi selama periode krisis dapat mengakibatkan tidak diproduksinya anakan (Gojmerac,1980). Banyaknya jumlah populasi lebah dan luasan anakan pada koloni lebah madu Apis mellifera sedikit sulit untuk diprediksi, khususnya pada musim tertentu. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diperoleh, suhu, iklim, lokasi geografi dan umur ratu (Herbert dan Shimanuki, 1983). Akan tetapi, penelitian ini menunjukan bahwa polen pengganti yang diperoleh tidak memberikan pengaruh terhadap luasan sarang anakan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masih ada faktor lain selain pakan yang dapat mempengaruhi luasan sarang anakan.
33
Pertambahan Total Luasan Sarang Anakan Kisaran
rataan
pertambahan
sarang
berisi
anakan
selama
periode
pemeliharaan adalah berkisar antara 1360-2730 cm2. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, jenis kacang memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,05) terhadap pertambahan luasan sarang anakan. Pertambahan luasan sarang anakan terebut disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Rataan dan Koefisien Keragaman Pertambahan Luasan Sarang Anakan Jenis Pasta PKK PKH PKM Rataan Polen alami
Tanpa Vitamin B (cm2) 1.301 2.941 1.329
-
Pertambahan KK Dengan Vitamin B (%) (cm2) 18,88 1.418 26,14 2.519 49,38 1.431
-
Rataan
KK
KK (%) ( cm2) 54,02 1.360bp 18,21 2.730ap 33,97 1.385bp
(%) 37,71 22,40 37,65
2.426 p
32,01
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukan sangat nyata untuk kolom yang sama (P<0,05) p = Superskrip kecil menunjukan tidak berbeda pada baris yang berbeda (uji t) KK = Koefisien Keragaman. PKK = Pasta Kacang Kedelai PKH = Pasta Kacang Hijau PKM = Pasta Kacang Merah
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa vitamin, dan interaksi antara jenis pasta dengan vitamin B tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap luasan sarang. Berdasarkan waktu pengambilan data, pertambahan luasan sarang anakan selama penelitian sangat berfluktuasi, maka analisis keragaman dilakukan terhadap total pertambahan luasan sarang anakan. Koloni yang mendapatkan PKH, ternyata mempunyai pertambahan luasan anakan yang lebih baik dibanding keduanya. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kandungan nutrisi, seperti yang telah dijelaskan pada Tabel 2 (Tinjauan Pustaka). Somerville (2005), menyatakan bahwa vitamin B komplek sangat penting bagi sebagian besar serangga. Sebagian orang beranggapan bahwa lebah madu juga membutuhkan vitamin, khususnya adalah vitamin B komplek. Fungsi dari vitamin B tersebut bukan untuk memperpanjang umur lebah, tetapi berpengaruh terhadap perkembangan anakan (brood). Dari literatur tersebut, ternyata pada penelitian yang dilakukan, vitamin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap luasan sarang
34
anakan. Koloni yang mendapat PKH mengalami pertambahan luasan anakan yang tinggi(2.730 cm2) bila dibandingkan dengan koloni yang mendapat PKK dan PKM (1.360 dan 1.385 cm2 ). Jika semua perlakuan tersebut dibandingkan dengan koloni yang mendapat polen alami, maka pertambahan luas sarang anakan tidak berbeda, karena kisaran pertambahannya berada pada koloni yang mendapat polen alami tersebut. Berdasarkan penelitian Herbert dan Shimanuki (1983), selama 12 minggu pengamatan pada koloni yang mendapat pakan pengganti polen dari bahan kedelai mengalami pertambahan luasan anakan pada minggu ke 2, 4 dan 6 secara berurutan adalah 69,3; 85,5 dan 51,6 cm2, dengan rataan pakan yang dikonsumsi sebanyak; 131,4; 88,4 dan 70,3 gram. Dari penelitiannya tersebut, pertambahan luasan anakan dianggap sulit untuk diprediksi secara akurat dengan diperolehnya hasil luasan anakan yang selalu berubah-ubah. Hal tersebut dikarenakan oleh kondisi antar koloni lebah berbeda, tergantung pada umur dan kesuburan ratu dalam menghasilkan anakan, kualitas dan kuantitas polen dan nektar yang diperoleh, serta kondisi umum dari koloni tersebut sendiri. Mortalitas Anakan Rataan tingkat kematian anakan pada koloni yang mendapat perlakuan berkisar antara 48,94-62,67%. Rataan mortalitas anakan lebah madu selama penelitian disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15. Rataan dan Koefisien Keragaman Mortalitas Anakan yang Mendapat Pakan Dengan Pemberian dan Tanpa Pemberian Vitamin B Jenis Pasta
Tanpa Vitamin B (%) PKK 58,6 PKH 66.78 PKM 50 Rataan 58.39 Polen alami
Mortalitas anakan KK (%) 30,45 17,11 30,99
Keterangan : KK = Koefisien Keragaman. PKM = Pasta Kacang Merah
Dengan Vitamin B (%) 66.8 41.9 47.89 52.20
KK (%) 44,29 44,86 23,34
Rataan
KK
(%) 62,67 54,33 48,94 55,29
(%) 35,58 35,79 24,80
52
24,98
PKH = Pasta Kacang Hijau PKK = Pasta Kacang Kedelai
35
Berdasarkan hasil analisis ragam, jenis pasta (kacang), Vitamin B komplek dan interaksi antara jenis pasta dan vitamin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas anakan. Tingkat mortalitas anakan pada koloni yang mendapat perlakuan pakan dengan koloni yang mendapat polen alami, mortalitas anakannya cukup tinggi. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh jumlah populasi yang rendah, sehingga pengaturan suhu untuk anakan (tetasan) kurang optimal. Sihombing (1997), menyatakan bahwa khusus untuk daerah tetasan (brood area), temperatur yang harus dipertahankan untuk menjaga tetasan atau anakan agar tetap bertahan adalah berkisar antara 33-36 0C. Semakin banyak populasi lebah, maka pengaturan suhu pada sarang akan mudah untuk dikendalikan. Tidak berbeda dengan analisis ragam pada mortalitas anakan, jenis pasta, penambahan vitamin dan interaksi antara jenis pasta dengan vitamin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah populasi lebah. Rataan jumlah populasi lebah yang mendapat polen pengganti adalah 9. 265 ekor, dan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rataan dan Koefisien Keragaman Populasi Koloni yang Mendapat Pasta Dengan dan Tanpa Penambahan Vitamin B Komplek Populasi Lebah
Jenis Pasta
Rataan
KK
(%)
(ekor)
(%)
3,94 49,33 23,86
8.557 9.061 10.179
24,40 44,55 23,96
Tanpa Vitamin B
KK
Dengan Vitamin B
KK
(ekor)
(%)
(ekor)
PKK PKH PKM
8.781 8.956 9.458
40,27 50,25 27,06
8.334 9.165 10.900
Rataan Polen Alami
9.065
9.466
9.265
-
-
7.956
Keterangan : KK = Koefisien Keragaman. PKM = Pasta Kacang Merah
22,56
PKH = Pasta Kacang Hijau PKK = Pasta Kacang Kedelai
Perkiraan jumlah populasi tersebut diperoleh dengan cara membagi bobot populasi dengan bobot lebah pekerja umur sehari pada masing-masing koloni yang mendapat pasta kacang sebagai polen pengganti. Jumlah populasi lebah pada koloni yang mendapat jenis pasta kacang, tidak berbeda jika dibandingkan dengan pembanding yang mendapat polen alami. Jika dilihat dari nilai R2 analisis ragam yang bernilai 28,34 %, berarti pengaruh dari perlakuan yang diberikan terhadap mortalitas yang diamati cukup
36
rendah. Penyebab
mortalitas anakan yang tinggi pada koloni yang mendapat
perlakuan pakan dengan koloni yang mendapat polen alami kemungkinan disebabkan pula oleh faktor lain seperti serangan kutu Varoa yang ditemukan pada beberapa koloni di minggu ke empat pengamatan. Penentuan Pasta Pengganti Polen Terbaik Pemberian pasta berbahan dasar kacang (kedelai, kacang hijau dan kacang merah) sebagai polen pengganti, menunjukan hasil dan pengaruh yang berbeda. Penambahan vitamin B komplek pada polen pengganti tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon yang diamati, karena penampilan antar perlakuan (polen dengan dan tanpa vitamin B) tidak berbeda. Dalam hal ini, perlu penentuan polen buatan terbaik yang dapat digunakan sebagai pengganti polen alami. Penjelasan mengenai pemilihan polen buatan terbaik sebagai alternatif pengganti polen alami, berdasarkan jumlah yang terbaik dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Penentuan Pasta Terbaik Berdasarkan Penampilan Terbaik dari Semua Peubah yang Diamati Peubah yang Diamati Konsumsi BK (gram) Konsumsi Protein (gram) Bobot Pekerja (mg/ekor) Pertambahan Bobot koloni (gram) Konversi pakan Pertambahan Luas Sarang Anakan (cm2) Mortalitas (%) Jumlah Keterangan :
+
: nilai terbaik
PKK + + + 3
* : data tidak diambil
Perlakuan PKH + + + + + + + 7
Polen alami PKM + + + + 4
* * + + * + + 4
- : nilai kurang baik
Tabel 17 memperlihatkan bahwa semua pasta dapat dijadikan sebagai pengganti polen alami, bila dilihat dari tingkat mortalitas dan konsumsi protein. Keterangan di atas menjelaskan bahwa pasta kacang hijau (PKH) mempunyai jumlah nilai terbaik yang lebih banyak dibanding PKK dan PKM, yaitu 7 dengan perbandingan nilai 3 untuk PKK dan 4 pada PKM. PKH mempunyai kelebihan dalam peubah konsumsi bahan kering, bobot lebah pekerja umur sehari, pertambahan total luasan sarang anakan dan konversi pakan yang rendah. PKK dan PKM masih memberikan respon sebaik PKH pada
semua peubah yang diamati. Meskipun
jumlah nilai PKK rendah, tetapi performa koloni yang dihasilkan masih lebih baik
37
dengan yang mendapat polen alami. Pasta kacang kedelai (PKK) mengandung lemak yang tinggi (19,7%), sehingga pasta menjadi cepat berbau tengik dan serat kasar yang lebih tinggi dibanding PKH atau PKM. Konsumsi bahan kering PKM lebih tinggi dibanding PKK karena kandungan lemaknya rendah dan tidak mempunyai bau tengik seperti PKK. Kelemahan dari PKM adalah megandung serat kasar yang lebih tinggi dibanding PKH. Meskipun jumlah nilai pada PKK dan PKM rendah, tetapi kedua pasta tersebut masih lebih baik bila dibandingkan dengan koloni yang mendapat polen alami. Pasta kacang hijau (PKH) dapat direkomendasikan menjadi polen pengganti, berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh (Tabel 17) serta secara teknis proses pengolahannya mudah dan sederhana. Penggunaan polen pengganti tersebut sebaiknya digunakan kurang dari satu minggu agar kesegarannya tetap terjaga.
38
39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian polen pengganti berbahan dasar kacang kedelai (PKK), kacang hijau (PKH) dan kacang merah (PKM), menghasilkan bobot badan lebah pekerja umur sehari, pertambahan bobot koloni, luasan sarang anakan dan mortalitas yang tidak berbeda dengan yang mendapat polen alami. Sebagai suplemen pada polen pengganti, penambahan vitamin B komplek tidak memberikan pengaruh terhadap respon yang diamati. Pakan pengganti polen berbahan dasar kacang hijau (PKH) dipilih sebagai polen pengganti karena lebih baik dibanding jenis kacang lain, bila dilihat dari konsumsi, bobot lebah pekerja umur sehari yang tinggi, dan konversi pakan yang rendah. Saran Pemberian polen pengganti untuk lebah, sebaiknya diberikan kurang dari satu minggu agar polen pengganti tersebut tidak berjamur dan kesegarannya dapat terjaga. Jenis vitamin lainnya selain vitamin B Komplek dapat di ujikan kembali dengan dosis yang berbeda untuk melihat respon yang dihasilkan. Selain itu, dalam koloni yang akan digunakan untuk penelitian harus diperhatikan dari berbagai aspek seperti kondisi ratu dan pekerja, umur koloni dan sebagainya untuk menghindari keragaman yang tinggi.
LAMPIRAN
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabil’alamin, atas karunia yang diberikan oleh allah SWT serta telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua, kakak (Teh Enchi) dan adik yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan dukungan yang tiada hentinya. Juga kepada Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi. dan Drs. Kuntadi, M.Agr. yang senantiasa selalu membimbing saya dalam menyelesaikan tugas akhir. Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Abdul Djamil H, MS. dan Ir. Salundik, MSi yang telah menguji, mengkritik dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini, serta kepada Ir. Maman Duldjaman, MS. yang telah berkenan untuk membimbing saya selama mengikuti kegiatan akademik di Fakultas. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada keluarga besar ” Sari Bunga” yang telah bersedia menyediakan fasilitas penelitian, baik dari peralatan dan bahan penelitian serta ikut serta memberikan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian, khususnya kepada Pak Jeanny dan Mbak Ari ( TPT 39 , Mbak Dian dan mas-mas semuanya. Teman sepenelitian (Sakinah Agil Al-Atas) yang selalu memberikan semangat, keluarga besar Lab. NRSH yang telah membantu saya dalam penelitian dan teman-teman penelitian NRSH ( Rizal, Lulu, Ifit, Vita, Aryo, dan leny). Lab. PBMT dan para analis yang telah membantu dan bersedia meminjamkan fasilitasnya. Teman – teman TPT 41 (Fitri, Dian, Eryk, Yuni, Uut, Nikur, Dany) dan teman-teman lainnya yang tak dapat saya sebutkan satu persatu, teman-teman di Kost-an “Aisyah” dan teman-teman masa kecil saya yang selalu memberikan motifasi untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik . Terakhir, penulis ucapakan terima kasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Alexander dan Klots B. E. 1961. 1001 Answers to Questions About Insects. Grosset end Dunlap, New York. Andrawulan, N dan Sutrisno. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pres, Jakarta. Ariane, H. 2007. Pengaruh olahan kedelai sebagai pengganti tepungsari terhadap produktivitas lebah ratu, bobot badan, dan kandungan protein lebah pekerja (Apis mellifera L.). Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Chalmers, T.W. 1980. Fish meal as pollen-protein substitutes for honeybees. Bee World 61(3) : 89 – 96. Dewan Standar Nasional . 1995. Tepung Kacang Hijau. SNI 01-3728-1995. DSN. Direktorat Gizi Depkes RI. 1994. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi dan Departemen Kesehatan. Bharata, Jakarta. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2004. Pedoman pembangunan model usaha perlebahan. http://www dephut.pdf./html. [26 Agustus 2007]. Fawzya, Y. N.1983. Ekstraksi, isolasi dan karakterisasi pati kacang hijau (Phaseolus radiatus Linn.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Febretrisiana, A. 2006. Pengaruh pemberian olahan kedelai sebagai tepung sari pengganti terhadap tingkat mortalitas anakan lebah madu (Apis mellifera). Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fitriyani, Julya. 2005. Performa jangkrik kalung (Grilus bimaculatus) pada kandang dengan atau tanpa pengolesan lumpur dan dengan atau tanpa penyekatan. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Free, B. J. 1982. Bees and Mankind. George Allen & Unwin Ltd., London. Gaman, P.M dan K.B Sherrington. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. Gojmerac, W. L. 1980. Bees, Beekeeping, Honey and Pollination. AVI Publishing Co.,Inc. Westport, Connecticut. Hedley, C. L. 2001. Carbohidrates in Grain Legume Seeds. CABI Publishing, CAB International, Wallingford. Hermanianto, J. dan B. Ahza. 1997. Annexes. The Second Training on Soy Food Product. PT Wirajasa Teknik Industri, Jakarta. Herbert, E.W dan H. Shimanuki. 1983. Effect of mid-season change in diet on diet consumption and brood rearing by caged honey bees. Apidologie, 14 (2) : 119-125.
Jacobus, L. 2008. Lebah madu, hasil hutan ikutan dan ternak harapan. Departemen Pendidikan Nasional, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon. http: //www. Geocities. com/ewang unpati /seminar html.[2 Mei 2008]. Kay, D. E. 1979. Food Legumes. Tropical Product Institute, London. Keller, I., P. Fluri. dan A. Imdorf. 2005a. Pollen nutritional and colony depelopment in honey bees – Part I. Bee World 86 (1) : 3 – 10. Keller, I., P. Fluri. dan A. Imdorf. 2005b. Pollen nutritional and colony depelopment in honey bees – Part II. Bee World 86 (2) : 27 – 34. Krisnawati, O. 2003. Perkembangan koloni lebah madu Apis cerana yang diberi pakan tambahan. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Matthews, H. R. 1989. Legumes. Chemistry Technologi and Human Nutrition. Central soya, Inc. Fort Wayne, Indiana. Mattjik, A. A dan J. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Jilid 1 Edisi kedua. Percetakan Jurusan Statistika FMIPA IPB, Bogor. Pavord, A. V. 1975. Bees and Beekeeping. Cornell University Press Ltd., 2-4 Brook Street, London. Perum Perhutani. 1992. Petunjuk Praktis Budidaya Lebah Madu (Apis mellifera). Perum Perhutani, Jakarta. Purwono, dan H. P. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta. Rusfidra, A. 2006. Keragaman genetik lebah madu. http://www pikiran rakyat.com/cetak/2006/2007/ckrwl/profl.htm. Ruttner, F. 1988. Biogeography and Taxonomy of Honey bees Springer-Verlag, Berlin. Sihombing, D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Singh, S. 1962. Beekeeping in India. Indiana Council of Agricultural Research. S. N. Guha Ray at Sree Saraswaty Press Ltd., New Delhi. Smart, J. 1976. Tropical Pulses. Longman group Ltd., London. Soeprapto H. S. 1998. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya, Jakarta. Soesanto, N. B. 1994. Pengurangan senyawa antinutrisi pada susu kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dan kacang tolo (Vigna unguiculata L.) melalui proses fermentasi asam laktat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Somerville, D. 2005. Fat Bees Skinny Bees. Livestock Officer (Apiculture), NSW Department of Primary Industries, Goulburn. Bee Nutrition. http://www.rirdc.gov.au
42
Sumoprastowo, R. M. dan A. Suprapto. 1980. Beternak Lebah Madu Modern. Brarata Karya Aksara, Jakarta. Winston, M. L. 1987. The Biology of Honey Bee. Harvard University Press, England. Winston, M.L., W.T. Chalmers, dan P.C. Lee. 1983. Effects of two pollen substitutes on brood mortality and length of adult life in the honey bee. J. Apic. Res. 22 (1): 49 – 52.
43
Hasil Analisa Data (ANOVA) Lampiran 1. Konsumsi Bahan Kering Keragaman
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
P
Jenis kacang
2
3372.5
3372.5
1686.2
8.27**
0.006
vitamin
1
71.7
71.7
71.7
0.35
0.564
J. kacang*vitamin
2
397.3
397.3
198.7
0.97
0.406
Error
12
2447.4
2447.4
204.0
Total
17
6288.9
S = 14.2812
R-Sq = 61.08%
R-Sq(adj) = 44.87%
Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Kons. Bk All Pairwise Comparisons among Levels of jk jk = 1 subtracted from: jk 2 3
Lower 6.443 9.590
jk = 2 jk 3
Center 27.34 30.48
Upper 48.23 51.37
---------+---------+---------+------(----------*---------) (---------*----------) ---------+---------+---------+------0 20 40
subtracted from:
Lower -17.75
Center 3.147
Upper 24.04
---------+---------+---------+------(----------*---------) ---------+---------+---------+------0 20 4
Lampiran 2. Konsumsi Protein Keragaman
DF
SS
MS
F
P
j. kacang
2
0.61
0.30
0.02
0.976
vitamin
1
5.10
5.10
0.40
0.538
j. kacang*vitamin
2
23.75
11.88
0.94
0.419
Galat
12
152.28
12.69
Total
17
181.74
S = 3.56235 R-Sq = 16.21% R-Sq(adj) = 0.00%
44
Lampiran 3. Bobot Per ekor Lebah Pekerja Umur Sehari Keragaman
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
P
J.Kacang
2
211.61
208.47
104.24
7.11**
0.012
vitamin
1
0.19
1.31
1.31
0.09
0.771
J.Kacang*vitamin 2
86.06
86.06
43.03
2.93
0.099
Galat
10
146.63
146.63
14.66
Total
15
F
P
444.48
S = 3.82916 R-Sq = 67.01% R-Sq(adj) = 50.52%
Lampiran 4. Bobot Koloni Keragaman
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
j.kacang
2
63704
63704
31852
0.30
0.747
vitamin
1
4651
4651
4651
0.04
0.838
jk*vitamin
2
54422
54422
27211
0.26
0.779
Error
12
1277612
1277612
106468
Total
17
1400389
S = 326.294 R-Sq = 8.77% R-Sq(adj) = 0.00%
Lampiran 5. Pertambahan Bobot Koloni Total Keragaman
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
j kacang
2
447147
447147
223573
1.06
0.376
vitamin
1
197401
197401
197401
0.94
0.352
j kacang*vitamin 2
242569
242569
121285
0.58
0.577
210600
Galat
12
2527202 2527202
Total
17
3414320
P
S = 458.912 R-Sq = 25.98% R-Sq(adj) = 0.00%
45
Lampiran 6. Rataan dan koefisien Keragaman Pertambahan Bobot Koloni Dengan dan Tanpa Vitamin B Komplek Jenis Pasta
Pertambahan Bobot KK Dengan Vitamin B (%) (g/koloni) 118,31 105 146,20 726 129,08 592 475
tanpa Vitamin B (g/koloni) PKK 224 PKH 369 PKM 202 Rataan 265 Polen alami
KK (%) 364,41 112,14 26,12
Rataan
KK
(g/koloni) 165 548 397 370
(%) 183,53 118,32 72,30
437
51,49
-
Keterangan : KK = Koefisien Keragaman. PKM = Pasta Kacang Merah
PKH = Pasta Kacang Hijau PKK = Pasta Kacang Kedelai
Lampiran 7. Konversi Pakan Total Keragaman
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
P
j. Kacang
2
2.0376
2.0376
1.0188
4.72*
0.031
Vitamin
1
0.7688
0.7688
0.7688
3.56
0.084
j. Kacang*Vitamin
2
0.2437
0.2437
0.1219
0.56
0.583
Galat
12
2.5919
2.5919
0.2160
Total
17
5.6421
S = 0.464752 R-Sq = 54.06% R-Sq(adj) = 34.92%
Lampiran 8. Luasan Anakan Keragaman
DF
SS
MS
F
P
jk
2
2073820
1036910
0.56
0.587
vitamin
1
230521
230521
0.12
0.731
j.kacang*vitamin
2
897636
448818
0.24
0.790
Galat
12
22342556
1861880
Total
17
25544533
S = 1364.51 R-Sq = 12.53% R-Sq(adj) = 0.00%
46
Lampiran 9. Pertambahan Total Luasan Sarang Anakan Keragaman
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
P
jk
2
7402381
7402381
3701190
10.50**
0.002
vitamin
1
20808
20808
20808
0.06
0.812
jk*vitamin
2
282661
282661
141330
0.40
0.678
Galat
12
4231602
4231602
352634
Total
17
11937452
S = 593.830 R-Sq = 64.55% R-Sq(adj) = 49.78% Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable PLA All Pairwise Comparisons among Levels of jk jk = 1 subtracted from: jk 2 3
Lower 546.7 -803.3
jk = 2 jk 3
Center 1370.50 20.50
Upper 2194.3 844.3
--------+---------+---------+-------(-----*------) (------*------) --------+---------+---------+--------1200 0 1200
subtracted from:
Lower -2174
Center -1350
Upper -526.2
--------+---------+---------+-------(------*------) --------+---------+---------+--------1200 0 1200
Lampiran 10. Mortalitas Anakan Keragaman
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
P
j. kacang
2
573.5
573.5
286.8
0.84
0.454
vitamin
1
176.3
176.3
176.3
0.52
0.485
j. kacang*vitamin
2
861.1
861.1
430.5
1.27
0.317
Galat
12
4076.1
4076.1
339.7
Total
17
5687.0
S = 18.4303 R-Sq = 28.33% R-Sq(adj) = 0.00%
Lampiran 11. Populasi Lebah Keragaman
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
P
J. Kacang
2
8273114
8273114
4136557
0.37
0.697
vitamin
1
724006
724006
724006
0.07
0.803
jk*vitamin
2
2759858
2759858
1379929
0.12
0.884
Galat
12
133232848
133232848
11102737
Total
17
144989826
S = 3332.08 R-Sq = 8.11% R-Sq(adj) = 0.00%
47
Lampiran 12. Uji t pada Perlakuan dengan Koloni Tanpa Perlakuan (polen alami) Mortalitas Two-sample T for Mort. PKK vs kontrol
Mort. PKK kontrol
N 3 3
Mean 62.67 52.0
StDev 7.59 13.0
SE Mean 4.4 7.5
Difference = mu (Mort. PKK) - mu (kontrol) Estimate for difference: 10.6650 95% CI for difference: (-16.9731, 38.3031) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.23
P-Value = 0.307
DF = 3
P-Value = 0.851
DF = 3
Two-sample T for Mort. PKH vs kontrol
Mort. PKH kontrol
N 3 3
Mean 54.3 52.0
StDev 14.9 13.0
SE Mean 8.6 7.5
Difference = mu (Mort. PKH) - mu (kontrol) Estimate for difference: 2.33167 95% CI for difference: (-33.92911, 38.59245) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.20
Two-sample T for Mort. PKM vs kontrol
Mort. PKM kontrol
N 3 3
Mean 48.9 52.0
StDev 11.0 13.0
SE Mean 6.4 7.5
Difference = mu (Mort. PKM) - mu (kontrol) Estimate for difference: -3.05667 95% CI for difference: (-34.37175, 28.25841) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.31
P-Value = 0.776 DF = 3
Pertambahan Bobot Koloni Total Two-sample T for PBK PKK vs Kontrol
PBK PKK Kontrol
N 3 3
Mean 165 437
StDev 172 225
SE Mean 100 130
Difference = mu (PBK PKK) - mu (Kontrol) Estimate for difference: -272.500 95% CI for difference: (-793.300, 248.300) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.67
P-Value = 0.194 DF = 3
Two-sample T for PBK PKH vs Kontrol
PBK PKH Kontrol
N 3 3
Mean 548 437
StDev 614 225
SE Mean 354 130
Difference = mu (PBK PKH) - mu (Kontrol) Estimate for difference: 110.667 95% CI for difference: (-1512.906, 1734.239) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.29
P-Value = 0.797
DF = 2
48
Two-sample T for PBK PKM vs Kontrol
PBK PKM Kontrol
N 3 3
Mean 397 437
StDev 186 225
SE Mean 107 130
Difference = mu (PBK PKM) - mu (Kontrol) Estimate for difference: -40.0000 95% CI for difference: (-576.0446, 496.0446) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.24
P-Value = 0.828 DF = 3
Bobot Lebah Pekerja Umur Sehari Two-sample T for W PKK vs kontrol 1
W PKK kontrol 1
N 3 3
Mean 96.00 98.00
StDev 2.38 9.73
SE Mean 1.4 5.6
Difference = mu (W PKK) - mu (kontrol 1) Estimate for difference: -2.00000 95% CI for difference: (-26.89566, 22.89566) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.35
P-Value = 0.763 DF = 2
Two-sample T for w PKH vs kontrol 1
w PKH kontrol 1
N 3 3
Mean 101.83 98.00
StDev 2.77 9.73
SE Mean 1.6 5.6
Difference = mu (w PKH) - mu (kontrol 1) Estimate for difference: 3.83333 95% CI for difference: (-21.30386, 28.97053) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.66
P-Value = 0.579
DF = 2
Two-sample T for W PKM vs kontrol 1
W PKM kontrol 1
N 3 3
Mean 93.25 98.00
StDev 4.38 9.73
SE Mean 2.5 5.6
Difference = mu (W PKM) - mu (kontrol 1) Estimate for difference: -4.75000 95% CI for difference: (-31.26606, 21.76606) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.77
P-Value = 0.521 DF = 2
PERTAMBAHAN TOTAL LUASAN SARANG ANAKAN Two-sample T for kontrol vs PKK
kontrol PKK
N 3 3
Mean 2426 1301
StDev 776 246
SE Mean 448 142
Difference = mu (kontrol) - mu (PKK) Estimate for difference: 1124.33 95% CI for difference: (-898.79, 3147.45) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.39
P-Value = 0.139
DF = 2
49
Two-sample T for kontrol vs PKH
kontrol PKH
N 3 3
Mean 2426 2941
StDev 776 769
SE Mean 448 444
Difference = mu (kontrol) - mu (PKH) Estimate for difference: -515.667 95% CI for difference: (-2523.422, 1492.088) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.82
P-Value = 0.474 DF = 3
Two-sample T for kontrol vs PKM
kontrol PKM
N 3 3
Mean 2426 1329
StDev 776 656
SE Mean 448 379
Difference = mu (kontrol) - mu (PKM) Estimate for difference: 1096.33 95% CI for difference: (-771.77, 2964.44) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.87
P-Value = 0.159
DF = 3
P-Value = 0.699
DF = 3
P-Value = 0.724
DF = 2
P-Value = 0.307
DF = 3
Populasi Lebah Two-sample T for pkk vs kontrol
pkk kontrol
N 3 3
Mean 8557 7956
StDev 1666 1795
SE Mean 962 1036
Difference = mu (pkk) - mu (kontrol) Estimate for difference: 601.333 95% CI for difference: (-3897.912, 5100.579) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.43 Two-sample T for pkh vs kontrol N Mean StDev SE Mean pkh 3 9061 4355 2514 kontrol 3 7956 1795 1036 Difference = mu (pkh) - mu (kontrol) Estimate for difference: 1105.00 95% CI for difference: (-10594.87, 12804.87) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.41 Two-sample T for pkm vs kontrol N Mean StDev SE Mean pkm 3 10179 2573 1486 kontrol 3 7956 1795 1036 Difference = mu (pkm) - mu (kontrol) Estimate for difference: 2223.67 95% CI for difference: (-3540.72, 7988.06) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.23
50