PENGUJIAN ASAM SEMUT DAN CUKA KAYU DALAM PENGENDALIAN TUNGAU (Varroa destructor) PADA LEBAH MADU (Apis mellifera)
Oleh : Restu Widyasari E14201047
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITU PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
RINGKASAN Restu Widyasari (E14201047). Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian Tungau (Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis mellifera), dibawah bimbingan Ir. Kasno, MSc dan Drs. Chandra Widjaja, MS Madu dan lebah sudah sejak lama dikenal secara luas oleh masyarakat di Indonesia. Selain madu, kini berbagai produk lain misalnya bee pollen, royal jelly dan bahkan propolis menjadi produk sampingan dari kegiatan budidaya lebah madu di Jawa. Sejak tiga dasawarsa yang lalu, diperkenalkan lebah madu jenis impor asal (Apis mellifera) di beberapa daerah khususnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Praktek kegiatan budidaya lebah madu jenis impor ini dilakukan secara berpindah-pindah (migratory) yang secara tidak langsung telah memberi peluang yang lebih besar penyebaran hama dan penyakit lebah. Salah satu hama lebah yang berupa tungau Varroa destructor sudah menjadi hama umum bagi lebah madu di Jawa. Pada tahun 1999-2004 di Asia khususnya Indonesia dan Philiphina penggunaan bahan kimia asam semut dengan konsentrasi rendah efektif dapat mengontrol tungau lebah V. destructor di Jawa dan Irian jaya (Anderson 2004). Selain dengan asam semut dicobakan juga bahan kimia lain yaitu dengan menggunakan cuka kayu atau wood vinegar. Berdasarkan artikel yang termuat dalam Tabloid AgroIndonesia tanggal 26 April 2005 menyatakan bahwa cuka kayu adalah cairan yang berasal dari asap hasil pembakaran pada proses pembuatan arang kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida dan herbisida organik yang ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan cuka kayu dan asam semut terhadap mortalitas tungau lebah jenis Varroa destructor yang menyerang lebah madu jenis Apis mellifera. Pada perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu menunjukkan jumlah mortalitas tungau tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu menunjukkan jumlah mortalitas dari waktu ke waktu cenderung meningkat sampai hari ke-12. Kecenderungan (trend) peningkatan mortalitas tungau dari perlakuan tersebut ada sedikit perbedaan, tetapi perbedaannya tidak nyata jika dibandingkan pada trend penyebab mortalitas bakau pada koloni pembanding (kontrol). Terlihat pada jumlah mortalitas tungau mengalami penurunan tajam pada hari ke-13 dan ke-14. Penurunan ini dimungkinkan kandungan kimia asam semut dan cuka kayu sudah mulai berkurang volumenya, karena sifat senyawa asam semut yang mudah menguap. Sehingga keefektifan asam semut dalam pengendalian tungau V. destructor semakin berkurang. Adanya kecenderungan peningkatan mortalitas pada semua koloni lebah mengundang spekulasi adanya faktor lain yang menyebabkan peningkatan mortalitas tungau kecuali pada perlakuan cuka kayu bakau. Faktor yang menyebabkan peningkatan mortalitas tungau dimungkinkan adanya aktivitas lebah pekerja yang cenderung membuang benda asing yang berada dalam sarang. Semakin efektif kerja lebah pekerja membuang benda asing merupakan ciri makin kuatnya koloni lebah secara merata. Jumlah mortalitas tungau tertinggi pada perlakuan kontrol sebanyak 209 ekor (ulangan 2), cuka kayu bakau (Rhizophora sp) sebanyak 212 ekor (ulangan 4), cuka kayu Akasia (A. mangium) sebanyak 256 ekor (ulangan 2), cuka kayu
Kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 258 ekor (ulangan 4), asam semut sebanyak 223 ekor (ulangan 1). Sedangkan jumlah mortalitas tungau terendah masingmasing pada perlakuan kontrol sebanyak 162 ekor (ulangan 4), cuka kayu bakau (Rhizophora sp) 127 ekor (ulangan 2), cuka Akasia (A. mangium) sebanyak 128 ekor (ulangan 1), cuka kayu kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 147 ekor (ulangan 3), asam semut sebanyak 111 ekor (ulangan 4). Berdasarkan pengamatan dilapangan, mortalitas tungau V. destructor terbesar adalah cuka kayu jenis A. mangium sebanyak 747 ekor. Perlakuan cuka kayu A. mangium dilapangan lebih cepat menguap bila dibandingkan dengan asam semut dan cuka kayu jenis lain. Dengan sifat tersebut tungau dapat cepat menghirup partikel-partikel cuka kayu A. mangium sehingga tungau mengalami pengurangan peluang O2 sehingga mengakibatkan konsumsi O2 semakin berkurang. Dengan demikian, jaringan tubuh tungau akan mengalami gangguan pernapasan yang mengakibatkan tungau menjadi lemas dan akhirnya mati. Walaupun perlakuan cuka kayu jenis A. mangium memiliki mortalitas paling tinggi tetapi tidak begitu signifikan jika dibandingkan pada perlakuan yang lain. Perhitungan Analisis Sidik Ragam diperoleh nilai Jumlah Kuadrat Tengah (JKT) sebesar 33359, Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) sebesar 1294 dan nilai Jumlah Kuadrat Sisaan (JKS) sebesar 32064. Sedangkan kriteria pengujian adalah nilai F-Hitung pada pengujian asam semut dan cuka kayu terhadap mortalitas tungau V. destructor sebesar 0.15. Pada tingkat nyata 1% diperoleh nilai F0.01= 4.89, pada tingkat nyata 5% diperoleh nilai F0.05= 3.06. Karena nilai F hitung < F tabel, maka keputusannya Hipotesis alternatif (H1) ditolak dan Hipotesis yang tidak diharapkan (Ho) diterima artinya penggunaan cuka kayu atau asam semut tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap respon percobaan pada tingkat nyata 1% maupun tingkat nyata 5%. Sehingga dapat disimpulkan metode pengendalian dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas tungau V. destructor.
3
PENGUJIAN ASAM SEMUT DAN CUKA KAYU DALAM PENGENDALIAN TUNGAU (Varroa destructor) PADA LEBAH MADU (Apis mellifera)
Oleh : Restu Widyasari E14201047
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
4
Judul Skripsi : Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian Tungau (Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis mellifera) Nama
: Restu Widyasari
NIM
: E14201047
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
(Ir. Kasno, MSc) NIP 130 891 379
(Drs. M. Chandra Widjadja, MM) NIP 080 057 508
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus :
5
Karya ini Kupersembahkan untuk : Bapak, Ibu, kedua adikku (widya, desy) , utik , kakkung (alm) serta keluarga besarku di Pati.terimakasih atas kasih sayang, dukungan dan doanya, karya ini tidaklah seberapa untuk membalas kebaikan, semua pengorbanan, yang selama ini diberikan kepadaku.
Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu mengiringi langkahku disaat suka dan duka, kalian akan selalu ada dihatiku
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
(An-Nahl 69).
6
Maturnuwun Kagem : Keluarga Besarku di Pati
Bapak, Ibu, kedua adikku (Widya dan Desy), Utik, Kakkung (alm), Bulik Ririn, Om Sohar,dik Sinta, dik Kiki, terimakasih atas semua kasih sayang, pengorbanan, nasehat dan doanya dan tak lupa keluarga besar Giso Maryoto terimakasih atas suport yang diberikan.
Dosen, Staf dan Karyawan Fahutan
Pak Kasno (babe) terimakasih atas bimbingannya selama di IPB khususnya di Fahutan,inget motto-nya ”Restu ingat!!! Pilih Mandiri atau Mati” semangatnya yang luar biasa dalam mendidik dan mengajarkan tentang makna hidup kepadaku. KPAP ers Duo kompak (Pak Ismail dan Ibu Alia) dengan kesabarannya, yang telah membantu dalam mengurusi administrasi selama studi.
Keluarga Besar KPH Sukabumi,
Pak Asper,Pak Hendi,Pak Dadang, Keluarga Pak Ano dan ibu ili terimakasih telah memberi tumpangan tidurnya selama Penelitian di Sukabumi: Pak Andry,Agung,Pak ujang,si Jawa,buat nenek terimakasih tumpangan mandinya tiap sore.
Keluarga Besar Pusbahnas,
Pak Chandra maaf pak jarang konsultasi plus ngilangin buku,☺ kapok pak, buat Pak Subkhan,Pak Erwin terimakasih ilmu perlebahan yang diberikan.
Keluarga Besar Litbang Lab. kimia kayu
Ibu Tjutju Nurhayati terimakasih cuka kayunya,Pak Slamet, ibu Rena makasih atas tinpus Cuka kayunya sangat berguna sekali, bapak2 yang diperpus litbang terimakasih telah banyak membantu dalam mencari literatur skripsi.
Keluarga besar Apiari Mutiara Tugu Ibu
Pak Haji, Pak dayat sekeluarga, terimakasih atas tumpangan tidur, akomodasinya, mas Nata, mas Nirin,teh epi, Emak terimakasih.
7
Sahabat-sahabat terbaikku : (Samsi, Esin, Siti, Silvana,Erica, Epi, Nani, Elen, mami Ira),ak membayangkan klo qt kumpul2 aduhh kaya pasar kaget ☺ Pondok malea atas yang dimotori Bounce: Mira, Indah, kiki, mba
Cewek” Uhuyy
Icut (Kepala Suku), Tesy, Fitri (thank parsel buat sidangnya), Yustin, Atik (makasih atas pinjaman printernya), Nia, Lely, Hida, Lia, Onet, Dea. Sahabat-sahabatku nun jauh disana buat Adi makasih telah
dengerin curhat aku,support,doa dan terimakasih atas kiriman bahan skripsi formic acidnya berguna sekali buatku makasih ya di,buat mba Tinuk di Semarang masuk kul qt sama, lulus sama,asal jangan semuanya sama yak ☺, Trio BDH 38 (Nani, Rinto, Efi) yang di Aceh rukun2lah kalian. Kelompok P3H Aji dengan topi hawaii, Galuh dengan anak tercintanya Sebastian (bule Jerman), Erin miss tingi, Cemplok UGM (Pakde),Yames, Irma, Kripani,Rinul, yang selalu kompak waktu praktek. Groups KKN Esin, Siti, Mami Ira, Ika, Yeni, Yuni, Cristin, Jeng Leny, Penyok, Pepen,buat Titin makasih dah nganter2 aku selama penelitian. Lab Hama Hutan (sahabatku Rini akhirnya qt lulus bareng, bom2 semangat penelitiannya), Temen2 Budidaya Hutan 38 Buat Gita yang banyak becanda dengan
data2 penelitiannya Semangat!!!, Mukhti dan Surya (terimakasih dah dipinjemin labtopnya buat seminar dan sidang),Tedy (terimakasih telah buatin konsentrasi asam semut), Gethuk, Danu, asri, mute, Beni, Agung (master Statistik, terimakasih dalam membantu pengolahan datanya), Efi (transletter prosidingku, thenkyu) Alumni Ponzoer Grup pembuat onar,(ike, dan yeye), eka juga Sendi yang udah nungguin sidang manurnuwun gugoyane sing ra jelas. Terimakasih buat semuanya semoga allah SWT membalas amal kebaikan kalian, Amin
8
KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian Tungau (Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis mellifera). Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu, Bapak, kedua adikku (Widya dan Desy), Utik, Kakkung (alm) serta segenap keluarga besar di Pati yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, kebahagiaan, motivasi dan nasehatnya. 2. Bapak Ir. Kasno, MSc dan Bapak Drs. Chandra Widjaja, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan dari awal sampai selesainya skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Achmad M. Thohari, DEA selaku dosen penguji dari Departemen
Konservasi
Sumberdaya
Hutan
dan
Bapak
Ir.T.R.
Mardikanto, MS selaku dosen penguji dari Departemen Teknologi Hasil Hutan atas tambahan pengetahuan dan bimbingannya. 4. Ibu Tjutju Nurhayati terimakasih telah memberikan cuka kayu sebagai bahan penelitian serta pengetahuannya yang telah diberikan. 5. Teman - teman Budidaya Hutan 38, Pondok Malea Atas yang tidak mungkin disebut satu persatu, atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan. 6. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Kehutanan IPB atas bantuannya selama penulis melaksanakan studi. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan segala kerendahan hati menerima saran dan kritik untuk menyempurnakan skripsi ini. Bogor,
2006
Penulis
9
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati Jawa Tengah pada tanggal 1 Juli 1983 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Purwiyanto dan Ibu Kemini. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Pati dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan, Program Studi Budidaya Hutan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, pada tahun 2004 penulis mengikuti kegiatan Praktek Lapangan. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet, KPH Banyumas Timur dan Praktek Pengelolaan Hutan di Getas, Kampus Praktek Lapang Universitas Gajah Mada. Pada bulan Februari-April tahun 2005, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian Tungau (Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis mellifera), dibawah bimbingan Ir. Kasno, MSc dan Drs. Chandra Widjaja, MM.
10
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ....................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
iv
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Lebah madu jenis Apis mellifera ....................................................... Klasifikasi Apis mellifera .................................................................. Kehidupan sosial lebah Apis mellifera .............................................. Tahap perkembangan hidup lebah .................................................... Tungau lebah jenis Varroa destructor .............................................. Kedudukan dan taksonomi V destructor dalam klasifikasi binatang Bahan aktif asam semut (formic acid) .............................................. Cuka kayu (wood vinegar) ................................................................
3 3 3 6 6 7 8 9
METODE PENELITIAN Waktu dan lokasi ............................................................................... Bahan dan alat ................................................................................... Metode penelitian .............................................................................. Prosedur pengujian ............................................................................ Analisis data ......................................................................................
11 11 11 12 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik tungau Varroa destructor ............................................ Efektifitas asam semut ...................................................................... Efektifitas cuka kayu ......................................................................... Pengaruh perlakuan ........................................................................... Rancangan percobaan........................................................................ Kualitas madu ...................................................................................
16 17 20 21 23 24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...................................................................................... Saran .................................................................................................
25 25
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
26
LAMPIRAN ..............................................................................................
29
i
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Analisis Ragam Percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) ...........
14
2. Daftar Sidik Ragam (Anova) ..............................................................
15
3. Jumlah mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan asam semut dan cuka kayu selama 14 hari ............................................................
22
4. Analisis Sidik Ragam Percobaan ........................................................
24
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Skema penempatan cairan asam semut dan cuka kayu dalam pengujian efektifitasnya untuk pemberantasan tungau lebah.............
13
2 Arah dorsal tungau V. destructor dilihat dari mikroskop ..................
16
3 Pupa lebah yang diserang tungau V. destructor ...............................
16
4. Contoh penggunaan asam semut cair yang disemprotkan langsung pada sisiran sarang (Nasr 1996)..........................................................
18
5 Contoh penggunaan asam semut dalam bentuk gel yang dikemas dalam kantong plastik berpori untuk pengendalian Varroa destructor (Nasr 2002)........................................................................................
19
6 Rata-rata mortalitas Varroa destructor selama 14 hari ....................
21
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Jumlah mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan asam semut dan cuka kayu pengamatan selama 14 hari ...........................
30
2 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan pada Kontrol…………........................................................................ ......
37
3 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan pada cuka kayu Bakau (Rhizophora sp) ............................................................
38
4 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan pada cuka kayu Akasia ( A. mangium) .............................................................. 39 5 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destuctor perlakuan pada cuka kayu Kaliandra (C. calothyrsus) .......................................................
40
6 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destuctor perlakuan pada asam semut (formic acid) ...........................................................................
41
7 Hasil pengolahan data dengan menggunakan program Minitab 13 ..
42
8 Gambar jumlah mortalitas tungau Varroa destructor pada beberapa perlakuan .......................................................... ................................ .
43
iv
PENDAHULUAN Latar Belakang Madu dan lebah sudah sejak lama dikenal secara luas oleh masyarakat di Indonesia. Selain madu, kini berbagai produk lain misalnya bee pollen, royal jelly dan bahkan propolis menjadi produk sampingan dari kegiatan budidaya lebah madu di Jawa. Periode sebelum tahun tujuh puluhan, produksi madu nasional mengandalkan pada madu dari lebah hutan (Apis dorsata). Dalam masa itu produksi madu asal lebah hutan masih mendominasi produksi madu nasional. Selain madu asal lebah hutan, madu produksi dari lebah ternakan asli Asia yang lain (Apis cerana) khususnya juga banyak beredar di pasaran. Sejak tiga dasawarsa yang lalu, diperkenalkan lebah madu jenis impor asal Eropa “Allien species” jenis Apis mellifera di beberapa daerah khususnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dalam perkembangannya kegiatan budidaya lebah madu jenis impor (A. mellifera) tersebut makin menunjukkan peran pentingnya sebagai suatu kegiatan ekonomi masyarakat di pedesaan. Praktek kegiatan budidaya lebah madu jenis impor ini dilakukan secara berpindah-pindah
(migratory)
dari
satu
lokasi
pengangonan
ke
lokasi
pengangonan yang lain untuk mendekatkan kotak lebah dengan lokasi sumber pakannya. Jarak antar satu lokasi pengangonan ke lokasi pengangonan yang lain bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan kilometer. Kegiatan pengangonan lebah dari suatu lokasi ke lokasi yang lain adalah dalam rangka mengoptimalkan produktivitas lebah madu. Di sisi lain, sistem budidaya lebah madu berpindahpindah di Jawa ini secara tidak langsung telah makin memberi peluang yang lebih besar penyebaran hama dan penyakit lebah. Salah satu hama lebah yang berupa tungau Varroa destructor sudah menjadi hama umum bagi lebah madu di Jawa. Tindakan pengendalian tungau lebah menjadi bagian penting dari kegiatan budidaya lebah madu khususnya di Jawa. Pengendalian dengan menggunakan pestisida sering kurang tepat sasaran sehingga residunya bisa terbawa pada madu yang dipanen. Di negara maju berbagai macam upaya telah banyak dilakukan dalam pengendalian tungau lebah. Salah satunya dengan menggunakan bahan kimia formic acid atau asam semut. Pada tahun 1999-2004 di Asia khususnya
Indonesia dan Philiphina penggunaan bahan kimia asam semut dengan konsentrasi rendah efektif dapat mengontrol tungau lebah V. destructor di Jawa dan Irian jaya (Anderson 2004). Selain dengan asam semut dicobakan juga bahan kimia lain yaitu dengan menggunakan cuka kayu atau wood vinegar. Cuka kayu ini merupakan uji coba yang pertama dilakukan dalam pengendalian tungau lebah. Berdasarkan artikel yang termuat dalam Tabloid AgroIndonesia tanggal 26 April 2005 menyatakan bahwa cuka kayu adalah cairan yang berasal dari asap hasil pembakaran pada proses pembuatan arang kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida dan herbisida organik yang ramah lingkungan (Nurhayati 2005). Dengan dasar kebutuhan ini, penulis ingin melakukan pengujian efektivitas cuka kayu (wood vinegar) dan asam semut (formic acid) sebagai bahan untuk mengatasi masalah tungau lebah.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan asam semut dan cuka kayu terhadap mortalitas tungau lebah jenis Varroa destructor yang menyerang lebah madu jenis Apis mellifera.
Manfaat Penelitian Penelitian ini sebagai pertimbangan untuk menentukan dan mencari metodametoda yang tepat dan efektif untuk penelitian selanjutnya dalam pengendalian tingkat serangan hama lebah.
2
TINJAUAN PUSTAKA Lebah Madu Jenis Apis mellifera Lebah madu jenis Apis mellifera merupakan jenis lebah madu yang berasal dari Eropa yang dikenal sebagai “Western Honeybee” dan kini sudah dibudidayakan secara luas dibanyak negara selain di Eropa (Ruttner 1988). Jenis lebah ini pernah dicoba dimasukkan ke Jawa untuk pertama kali dalam masa penjajahan Belanda tetapi tidak berhasil dikembangkan. Pada tahun 1972 jenis lebah ini didatangkan dari Australia ke Indonesia dan sampai kini telah dibudidayakan secara luas khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka 2003).
Klasifikasi Apis mellifera Menurut Butler (1987) berdasarkan ahli taksonomi dari Swedia Linnaeus dalam bukunya “Binomial System of Classification” menyatakan bahwa kedudukan Apis mellifera dalam klasifikasi binatang adalah sebagai berikut : Phyllum
: Arthropoda
Sub Phyllum : Uniramia Klass
: Insecta
Ordo
: Hymenoptera
Sub Ordo
: Apocrita
Family
: Apidae
Sub Family
: Apinae
Genus
: Apis
Spesies
: Apis mellifera Kehidupan sosial lebah Apis mellifera
Diantara banyak buku teks berbahasa Inggris yang merangkum hal ihwal lebah madu adalah “ The Hive and Honey Bee “ yang disusun oleh beberapa pakar spesialis aspek perlebahan. Buku teks tersebut dikenal luas baik dalam kalangan ilmuwan maupun praktisi perlebahan dan sudah lebih dari sepuluh edisi sejak untuk pertama kali diterbitkan pada tahun 1946 (Dadant & Sons, 1987). Selain itu
Ensiklopedi berbahasa Inggris yang berjudul “ ABC and XYZ of Bee Culture”, walaupun sudah cukup lama tetapi dipandang masih cukup relevan juga merupakan salah satu rujukan yang sangat dikenal dalam masyarakat perlebahan (Root et al. 1983). Secara lebih spesifik suatu rangkuman rinci (detail review) tentang kehidupan lebah madu dapat disimak dalam buku teks berbahasa Inggris berjudul “ Bees as Superorganisms (koloni)” yang disusun oleh Moritz (1992). • Lebah Ratu Dari sisi ukuran tubuh, lebah ratu memiliki ukuran panjang dan lebar tubuh relatif yang terbesar jika dibandingkan dengan tubuh lebah jantan dan lebah pekerja. Dari sisi anatomis, lebah ratu memiliki alat sengat (ovipositor) yang runcing dengan permukaan luarnya halus tak bergerigi. Anatomis ovipositor ini membedakan dengan individu lebah pekerja yang alat sengatnya
bergerigi.
Dari sisi jenis kelamin, lebah ratu merupakan individu yang berjenis kelamin betina. Organ kelaminnya berfungsi secara sempurna baik untuk proses perkawinan dan reproduksi. Sifat ini juga yang membedakan dengan individu lebah pekerja. Lebah ratu melakukan aktivitas kawin sambil terbang di angkasa dan bukan di dalam sarang. Seekor lebah ratu memerlukan belasan ekor lebah jantan untuk mengawininya dalam satu periode perkawinan. Setelah itu lebah ratu tidak lagi kawin sampai akhir hidupnya. Dari sisi fungsi / tugas dalam kehidupan sosial, lebah ratu merupakan anggota dari koloni yang berfungsi untuk kelangsungan generasi dalam arti menghasilkan sejumlah keturunan secara terus menerus seumur hidupnya.. Jika kondisi memungkinkan seekor lebah ratu bisa menghasilkan lebih dari seribu butir telur yang diletakkan satu per satu ke dasar sel sarang. Selain itu melalui senyawa feromon yang diekresikan, lebah ratu mengendalikan kerja lebah pekerja dan memberi daya pikat pada lebah jantan. Dari sisi peluang lama hidupnya, lebah ratu bisa menjalani hidup selama beberapa tahun, adalah peluang lama kehidupan yang paling lama jika dibandingkan dengan lebah pekerja dan lebah jantan.
4
• Lebah jantan Dari sisi ukuran tubuh, lebah jantan memiliki panjang tubuh relatif lebih pendek dari pada lebah ratu tetapi kurang lebih sama dengan lebah pekerja. Dari sisi lebar tubuh bagian dada kurang lebih sama dengan sama dengan lebah ratu tetapi sedikit lebih lebar dari pada lebah pekerja. Suatu ciri yang agak khas dari lebah jantan adalah bahwa bulu tubuhnya relatif lebih rapat dari pada lebah ratu dan lebah pekerja. Selain berjenis kelamin jantan, secara anatomis yang mencirikan lebah jantan adalah tidak memiliki alat sengat. Dari sisi fungsi / tugas dalam kehidupan sosial, lebah jantan memiliki organ kelamin yang befungsi untuk perkawinan. Seekor lebah jantan hanya memiliki peluang untuk kawin sekali dalam hidupnya. Kebanyakan lebah jantan tidak pernah kawin sampai akhir hidupnya karena keterbatasan jumlah lebah ratu yang memerlukannya. Tugas lebah jantan adalah hanya mengawini lebah ratu yang harus diemban walaupun tidak selalu bisa dilaksanakan. Dari sisi peluang masa hidupnya, rata-rata lebah jantan menjalani kehidupannya dalam masa 2-3 bulan. Masa itu adalah lama waktu yang jauh lebih singkat dari masa kehidupan lebah ratu pada umumnya. • Lebah Pekerja Dari sisi ukuran tubuh, lebah pekerja memiliki ukuran panjang tubuh relatif paling pendek dan lebar tubuh bagian dada yang relatif paling sempit dibanding dengan lebah ratu dan lebah jantan. Secara anatomis, lebah pekerja berjenis kelamin betina tetapi organ kelaminnya tidak berfungsi untuk kawin tetapi fungsi repropduksinya bisa diaktifkan jika kondisinya mendukung. Suatu ciri khas dari sifat anatomis lebah pekerja adalah permukaan alat sengatnya bergerigi dimana arah mata geriginya seperti anak panah. Anatomi gerigi alat sengat yang demikian tidak memberi kemudahan lebah pekerja untuk menariknya ketika organ tersebut digunakan untuk menyengat korban.
5
Dari sisi fungsi / tugas, lebah pekerja berperan sebagai pelaksana semua kegiatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan koloni selain kawin dan menghasilkan telur untuk kelangsungan generasi. Dari sisi peluang lamanya hidup, secara umum lebah pekerja menjalani kehidupan tidak lebih dari dua bulan terhitung sejak muncul dari stadium pupa. Periode peluang lama kehidupan lebah pekerja adalah paling singkat diantara individu lebah ratu dan lebah jantan.
Tahap Perkembangan Hidup Lebah Menurut Free (1982) sebagaimana jenis-jenis serangga yang lain, lebah madu mengalami perkembangan dari stadium telur sampai dengan stadium dewasa melalui empat tahap kehidupan (stadia) yakni telur, larva, pupa dan imago (dewasa). Stadia telur, larva dan pupa secara bersama-sama disebut sebagai stadium muda (imature stage), sedang imago dikenal sebagai stadium dewasa (imago, adult stage). Selama masa perkembangan stadium muda, setiap individu berada di dalam ruangan sempit yang merupakan bagian dari lembaran sarang yang dikenal dengan istilah sel sarang (cells). Pada sarang terdapat tiga tipe sel yakni sel ratu (queen cells), sel jantan (drone cells) dan sel pekerja (worker cells) yang setiap tipe diperuntukan stadium muda dari calon lebah ratu, calon lebah jantan dan calon lebah pekerja
Tungau Lebah Jenis Varroa destructor Keberhasilan dan kegagalan budidaya lebah madu A. mellifera sangat tergantung pada kemampuan pemeliharaan dan upaya pengendalian hama dan penyakit yang menyerang lebah. Koloni lebah ini dapat diserang oleh musuhmusuh alaminya seperti tungau lebah “Bee Mite” ektoparasit yang menyerang dari bagian luar tubuh lebah. Salah satu tungau yang paling berbahaya bagi lebah adalah Varroa destructor (Perum Perhutani 2000). Tungau ini merupakan jenis hama lebah yang menyerang dari bagian luar tubuh lebah (ektoparasit) Apis mellifera. Sejak permulaan perkembangan perlebahan dengan A. mellifera di benua Asia telah dilaporkan bahwa tungau ini
6
menyebabkan kerusakan, baik di Eropa maupun di Asia (Ritter 1985, diacu dalam Bachori 1994).
Kedudukan dan taksonomi Varroa destructor dalam klasifikasi binatang Menurut Erwan (2003) menyatakan bahwa kedudukan tungau Varroa destructor dalam klasifikasi binatang adalah sebagai berikut : Phyllum
: Arthropoda
Sub Phyllum : Chelicerata Klass
: Arachnida
Ordo
: Acari
Sub Ordo
: Parasitiformes
Family
: Dermanicidae
Sub Family
: Varroinae
Genus
: Varroa
Spesies
: Varroa destructor
Dampak Penyerangan Penyerangan
tungau
V.
destructor
pada
lebah
dilakukan
dengan
menggunakan ujung chelicera yang menembus membran halus antar segmen lebah dan menyerang darah lebah dengan cara mengalirkannya melalui chelicera ke tubuhnya dengan sifat kapiler. Serangan tersebut akan menyebabkan sayap lebah menjadi buruk, abdomen memendek dan kaki hilang, yang berakibat penurunan daya hidup lebah yang bersangkutan (Akratanakul 1987, diacu dalam Bachori 1994).
Pengendalian Menurut
Departemen Kehutanan (2004) Pemberantasan tungau Varroa
secara hayati dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemberantasan biologis dan pemberantasan kimia. Cara biologi sebenarnya merupakan cara yang paling baik karena tidak mempergunakan bahan kimia, namun hanya efektif dapat diterapkan pada volume hasil usaha yang kecil dengan jumlah koloni yang sedikit. Untuk
7
jumlah koloni yang besar cara ini sulit diterapkan karena memerlukan tenaga, biaya dan waktu yang relatif besar sehingga kurang ekonomis. Sedangkan pemberantasan secara kimiawi pada umumnya digunakan oleh peternak lebah Apis mellifera, hal ini karena efektif dan biayanya relatif rendah, namun bila dilakukan dengan tidak seksama dapat mematikan lebah. Untuk mencegah dan menanggulangi serangga hama V. destructor ini, pemangsa bahan aktif harus memperhatikan faktor ketahanan, resiko terkontaminasinya madu, bahaya makin resistensinya hama, selain itu harus mempertimbangkan dosis dan lamanya obat dipasang, karena pengaruh pada peningkatan residu yang ditemukan pada produk perlebahan. Bahan Aktif Asam semut (formic acid) Karakteristik Menurut Staf Jurusan Kimia (2002) rumus kimia asam semut adalah HCOOH mempunyai bau yang sangat tajam dan secara alami dapat ditemukan pada hewan semut digunakan sebagai perlindungan dari musuh. Asam semut termasuk dalam asam karboksilat, dengan pemanasan asam semut dapat terurai menjadi karbon monoksida dan air. Asam semut mempunyai titik didih pada 76 cmHg adalah 101 0C. Titik leburnya 8 0C dengan berat molekul 46. Asam semut ini mempunyai berat jenis pada suhu 20 0C sebesar 1,22.
Kelebihan Kelebihan dengan menggunakan teknik ini selain efektif juga biayanya relatif rendah dan mudah untuk digunakan. Penelitian telah menunjukkan bahwa lebah mempunyai toleransi jauh lebih baik dengan menggunakan asam semut dalam pengendalian Varroa. Walaupun toleransinya lebih baik bukan berarti asam semut cuka tidak bisa membunuh lebah madu. Apabila dilakukan dengan tidak hati-hati cara ini beresiko tinggi terhadap keselamatan manusia maupun lebahnya sendiri. Akibatnya bila dilakukan dengan tidak seksama residu zat kimia dapat mencemari madu atau lilin dan pada dosis tinggi dapat berakibat hijrahnya koloni lebah dan dapat mematikan lebah (Pusbahnas 2000).
8
Menurut Patti et all. (2004) Tungau V. destructor pernah menyerang secara hebat di Amerika Serikat. Untuk itu dibutuhkan pengontrolan yang tepat. Hasil uji dengan menggunakan asam semut dilapangan efektif dalam mengontrol V destructor dibeberapa kondisi lingkungan diwilayah bagian selatan Amerika serikat, meskipun sifatnya beracun pada larva lebah dewasa.
Cuka Kayu (wood vinegar) Penelitian sifat dasar berbagai jenis kayu diseluruh Indonesia dilakukan setiap tahun di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor dengan tujuan untuk memperkenalkan dan mengetahui sifat jenis kayu yang berasal dari hutan alam. Salah satu penelitian sifat
penelitian
sifat
dasar
tersebut
adalah
destilasi
kering
kayu
(Nurhayati. et al. 1997).
Karakteristik Menurut Nurhayati dan Hartoyo (1988) Destilasi kayu kering adalah proses pemanasan terhadap kayu pada suhu tinggi tanpa udara atau dengan udara terbatas, sehingga kayu tersebut terurai menjadi komponen-komponen kimia yang lebih sederhana. Jika dalam proses ini asap atau gas yang terjadi didinginkan, dapat dipisahkan menjadi cairan encer berwarna coklat kemerahan (piroligneous liquor), cairan kental hitam (ter) dan gas kayu. Residu padat yang tinggal adalah arang. Upaya pemanfaatan destilat karbonisasi kayu pada formula komponen kimia destilat relatif sama yang terdapat pada jenis pestisida tertentu misalnya formulasi senyawaan dari turunan phenol atau creosot dan alkohol pada destilat terdapat juga pada kelompok pestisida desinfektan dan herbisida dengan nama dagang lysol, karbol, DNOC, PCP dan lain-lain.
Proses pembuatan Menurut Haris dan Kresno (2005) Asap hasil pembakaran pada proses pembuatan arang kayu dengan menggunakan metode tungku tanah dan metode
9
drum dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan cuka kayu (wood vinegar). Dengan menggunakan bambu segar sebagai bahan kondensor pada proses pendinginan bambu dilubangi dan dipotong dipasangkan pada bagian atas cerobong pada proses pembuatan arang kemudian diusahakan agar sebagian asap masuk melewati bambu sehingga diperoleh hasil akhir proses pendinginan asap pembakaran kayu berupa cuka kayu (wood vinegar).
Kelebihan Beberapa manfaat dari cuka kayu, antara lain dapat digunakan inseksida dan herbisida organik. Hal ini berarti pemanfaatan cuka kayu sebagai insektisida akan lebih aman bagi lingkungan. Destilat kering (wood vinegar) disebut dengan nama populer disebut cuka kayu. Cuka kayu ini dapat diproses kembali menjadi bahan yang dapat bernilai komersial seperti ter, creosote, karbon aktif, dan gas bakar. Di jepang piroligneus liquor digunakan sebagai bahan pengawet dan untuk menghilangkan bau yang tidak diinginkan pada daging, ikan, ham, sausage dan bacon. Kandungan komponen kimia destilat berasal dari hasil penguraian karena panas dari air, selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif, dan lignin yang terkandung pada kayu menjadi uap atau gas yang terkondensasi membentuk senyawaan yang dikelompokkan dalam 4 grup yaitu phenol, asam alkohol, dan senyawaan bersifat netral termasuk air (Nurhayati dan Hartoyo 1988). Penelitian-penelitian penggunaan cuka kayu atau destilat kayu sebagai pencegah hama dan penyakit serta pertumbuhan tanaman telah dilakukan pada beberapa jenis tanaman holtikultura dengan hasil yang menunjukkan bahwa penggunaan destilat pada pengenceran 0,1 % sangat berpegaruh nyata terhadap percepatan pembibitan dan pertumbuhan (Nurhayati 2000).
10
BAHAN DAN METODE Waktu dan lokasi Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu dilokasi UP3 Gunung Arca KPH Sukabumi, Jawa Barat pada Bulan September 2005. Bahan dan Alat Bahan – bahan yang digunakan meliputi : 1. Koloni lebah madu Apis mellifera yang terserang hama. 2. Asam semut (formic acid). 3. Cuka kayu (wood vinegar). Alat – alat yang digunakan meliputi : 1. Masker. 2. Pinset. 3. Mistar. 4. Spidol. 5. Kawat kasa berbingkai dengan ukuran panjang : 50 cm, lebar : 40 cm. 6. Kertas perangkap lalat cap Gajah 20 lembar. 7. Wadah/ kotak penampung larutan asam semut (formic acid) / baki. 8. Meja kecil. 9. Kotak super.
Metode penelitian Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dimana setiap perlakuan terdapat 4 kali ulangan yaitu : 1. Kontrol. 2. Asam semut (formic acid)100 ml konsentrasi 10% 3. Cuka kayu 100 ml dari jenis kayu Bakau (Rhizophora sp). 4. Cuka kayu 100 ml dari jenis kayu Kaliandra (Calliandra calothyrsus). 5. Cuka kayu 100 ml dari jenis kayu Akasia (Acacia mangium).
Prosedur pengujian Persiapan Bahan Penyiapan bahan dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1. Melarutkan asam semut (formic acid) dengan konsentrasi 10 %. 2. Menyiapkan larutan cuka kayu (wood vinegar) Persiapan Alat Penyiapan alat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1. Mempersiapkan kotak super. Kotak super berfungsi sebagai tempat untuk memindahkan seluruh bingkai sisiran sarang lebah beserta lebahnya yang berada pada kotak eram. 2. Mempersiapkan wadah / kotak yang kedap air. Untuk itu lapisan dalam kotak perlu dilapisi lilin agar tidak bocor. Wadah/kotak penampung larutan asam semut dan cuka kayu terbuat dari papan dengan ukuran dalam panjang : 46 cm, lebar : 40 cm, tinggi : 17 cm. 3. Mengisikan larutan asam semut, cuka kayu dan mengisikan ke dalam wadah/kotak penampung. 4. Mempersiapkan meja kecil. Ukuran meja kecil dengan panjang 28 cm, lebar 40 cm, tinggi 17 cm. Meja kecil tersebut diletakkan pada masing-masing kotak penampung dan diletakkan di tengah kotak penampung. 5. Meletakkan kertas perangkap lalat. Kertas perangkap lalat diletakkan pada masing-masing di atas tempat meja kecil berfungsi untuk mempermudah penghitungan tungau lebah yang mati. 6. Pemasangan kawat kasa. Pemasangan kawat kasa berfungsi sebagai pembatas kotak penampung larutan (asam semut dan cuka kayu) dengan kotak super yang telah berisi bingkai sarang dan lebahnya. 7. Melakukan pengamatan selama 2 minggu berturut-turut untuk mengetahui tungau yang rontok yang menempel pada kertas perangkap lalat. Untuk mempermudah dalam penghitungan tungau V. destructor digunakan pinset.
12
Gambar 1 Skema penempatan cairan asam semut dan cuka kayu dalam pengujian efektifitasnya untuk pemberantasan tungau lebah.
Prosedur pengujian Prosedur-prosedur yang dilakukan di lapangan antara lain : 1. Persiapan kondisi awal. •
Penyeragaman jumlah sisiran yang bertujuan untuk menciptakan suatu koloni awal yang homogen.
•
Pemilihan koloni yang memiliki populasi tungau yang relatif seragam. Pada tahap kerja ini ada 20 koloni terpilih yang memiliki populasi tungau relatif sama.
13
2. Penempatan asam semut dan cuka kayu sesuai dengan rancangan percobaan 3. Melakukan pengamatan harian selama 2 minggu untuk mengetahui tungau yang rontok yang menempel pada kertas perangkap berperekat sebagai parameter mortalitas. 4. Mencatat jumlah tungau V. destructor yang mati tiap pada tabel pengamatan.
Analisis Data Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur maka dilakukan analisis data sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam 5 perlakuan dan 4 kali ulangan dengan menggunakan program Minitab 1.3. 1.
Bentuk linier Rancangan Percobaan Yij = μ + τ + εij i
= Kontrol, Asam semut (Formic acid), Bakau (Rhizophora sp) , Akasia (Acacia mangium), Kaliandra (Calliandra calothyrsus). j = 1, 2, 3, 4, )
Yij = Hasil pengamatan kematian Varroa destructor akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum kutu Varroa destructor yang mati
τ
=
Pengaruh perlakuan taraf ke -i
εij = Sisaan acak pada unit percobaan yang dikenai perlakuan ke i dan ulangan ke j Tabel 1 Analisis Ragam Percobaan Rancangan Acak Lengkap Ulangan
Perlakuan Kaliandra A. mangium
Kontrol
Bakau
1 2 3
YK1 YK2 YK3
YB1 YB2 YB3
YA1 YA2 YA3
YC1 YC2 YC3
YF1 YF2 YF3
4
YK4
YB4
YA4
YC4
YF4
Yi YRi
YKtot
YBtot
YAtot
YCtot
YFtot
YK
YB
YA
YC
YF
Ytot
Y..
14
Asam semut
Tabel 2 Daftar Sidik Ragam (Anova) Sumber Keragaman
db
JK
KT
Perlakuan
t-1
JKP
JKP/dbp
Sisaan
t (r- 1)
JKS
JKS/dbs
Total
tr - 1
JKT
F- Hit KTP/KTS
Cara perhitungan Jumlah Kuadrat: Faktor koreksi (C)
= Y2/tr
JK total
= Σσij2 – C
JK perlakuan
= ΣY.2/r – C
JK sisa
= JK Total – JK Perlakuan
Uji analisis sidik ragam dihitung dengan rumus F Hitung = KTP/KTS
2. Hipotesis Ho = α1= α2 = .........= 0 (Tidak ada pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur) H1 = minimal ada satu αi 0 untuk i = 1, 2, 3,4 (minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi parameter yang diukur) Pengambilan keputusan Bila F hitung > F tabel (1%) berati sangat nyata > F tabel (5%) berarti nyata < F tabel (5%) berarti tidak nyata (tn) Bila F hitung < F tabel berati tidak perlu uji lanjut.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik tungau Varroa destructor Menurut Anderson (2004) secara umum V. destructor mempunyai 6 genotipe, 2 genotipe diantaranya V. destructor strain Korea dan strain Jepang yang merupakan parasit pada lebah madu Apis mellifera. Di Indonesia serangan V. destructor pada A. mellifera baru diketahui penyebabnya V. destructor strain
Korea saja.
1 mm Gambar 2 Arah dorsal tungau V. destructor terlihat dari mikroskop
1 cm Gambar 3 Pupa lebah yang diserang tungau V. destructor
Menurut Bashori (1994) sifat parasitik tungau lebih terasa pada pupa lebah yang masih ada dalam sel tertutup. Tungau menyerang anak lebah satu atau dua hari sebelum sel ditutup. V. destructor menyerang lebah dengan cara menusukkan alat mulutnya (checlicera) pada bagian antar ruas (intersegmental) sehingga menembus membran antar ruas lebah dengan alat mulutnya tersebut tungau menghisap cairan tubuh dan menyerap hemolymph lebah.
Dampak serangan Menurut Bashori (1994) ketika tungau hendak mengisap darah, checlicera yang berfungsi sebagai pencucuk dan pengisap ditusukkan pada tubuh lebah (larva, pupa, atau imago) sampai menembus dinding tubuh. Setelah itu, checlicera masuk kedalam cairan tubuh (darah) dan menghisapnya. Kemudian masuk kedalam alat pencernaan melalui saluran mulut, rongga mulut dan kerongkongan. Dinding tubuh dan organ bagian dalam lebah mengalami luka permanen akibat tusukan checlicera. Luka permanen tersebut terjadi ketika larva atau pupa telah berkembang menjadi imago. Luka permanen tersebut mengakibatkan cacat pada kaki, sayap dan lain sebagainya.
Efektifitas Asam Semut Asam semut yang digunakan dalam pengujian adalah asam semut dalam bentuk cair yang ditempatkan pada kotak penampung. Asam semut dinilai lebih efektif bila dibandingkan dengan asam semut bentuk gel seperti yang sering dilakukan peternak di Amerika. Penggunaan asam semut gel ternyata dapat mengakibatkan kebocoran dalam kotak eram sehingga dapat membunuh lebah. Sedangkan penggunaan asam semut cair pada kotak penampung dirasa lebih efektif, praktis dan aman dalam penggunaannya bagi lebah maupun peternak jika dibandingkan asam semut cair yang disemprot (Nasr 2002).
17
Penelitian Nasr Menurut Nasr (1996) penelitian asam semut di Ontario yang dilakukan sejak tahun 1992 dengan pemakaian asam semut cair yang disemprot konsentrasi 85% menyebabkan lebah ratu yang masih dalam sel terbunuh seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Para peternak menggunakannya dengan cara disemprot yang dibawahnya dialasi dengan handuk. Cara ini berbahaya bagi peternak apabila penggunannya melebihi dosis. Seperti asam pada umumnya, asam semut dapat membahayakan pelaksana penyemprotan apabila terkena kulit dan mata. Pemakaian konsentrasi yang tinggi dapat mengganggu kerja pheromone yang bisa mengakibatkan koloni lebah pergi meninggalkan sarang. Dari beberapa observasi yang dilakukan ditemukan telur menjadi kering, larva dan ratu mati jika penggunaan asam semut mencapai konsentrasi 85%.
Gambar 4 Contoh penggunaan asam semut cair yang disemprotkan langsung pada sisiran sarang (Nasr 1996). Menurut Nasr (1996, 2002) peternak lebah di Amerika biasa menggunakan asam semut berbentuk gel yang dapat dibuat dengan cara mencampurkannya dengan sejumlah gelatin yang dikemas dalam plastik berpori seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Kelemahan dengan menggunakan asam semut bentuk gel ini adalah apabila penggunaannnya kurang berhati-hati dapat menyebabkan kebocoran pada kotak eram sehingga mengakibatkan koloni lebah pindah dari kotak sarang.
18
Lempengan kemasan asam semut dalam bentuk gel.
Gambar 5 Contoh penggunaan asam semut dalam bentuk gel yang dikemas dalam kantong plastik berpori untuk pengendalian Varroa destructor (Nasr 2002)
Penelitian Perum Perhutani Pusat Perlebahan (Perhutani) pernah melakukan pengujian efektivitas asam semut dalam pengendalian tungau lebah. Konsentrasi asam semut yang digunakan adalah 40% dengan volume 100 ml untuk setiap koloni lebah. Metode kerjanya dengan cara larutan asam semut disimpan dalam tabung plastik yang bagian atasnya diberi kertas karton yang setengahnya dicelupkan pada larutan tersebut. Selanjutnya larutan tersebut disimpan pada bagian tengah kotak lebah. Pada bagian bawah alas kotak, dilapisi karton putih untuk mengecek Varroa yang rontok dalam sarang. Selanjutnya dilakukan pula percobaan menggunakan metode kerja yang sama dengan larutan asam semut 100 ml dengan konsentrasi 20% yang ditambah 10 tetes minyak cengkeh. Campuran tersebut disimpan dalam tabung plastik selama 2 minggu. Untuk mengetahui keefektifan dari asam semut dilakukan dengan cara melihat V. destructor yang rontok pada alas kotak yang diberi kertas/karton putih. Pengendalian tungau V. destructor dengan menggunakan asam semut konsentrasi 40% ternyata kurang efektif apabila dibandingkan dengan asam semut konsentrasi 20% ditambah minyak cengkeh.
19
Penelitian Anderson Dengan sifatnya asam semut yang mudah menguap mengakibatkan partikel asam semut dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan lebah dan tungau. Selama tungau dan lebah menghisap partikel-parikel asam semut, dalam jaringan tubuh keduanya akan mengalami pengurangan peluang O2 sehingga mengakibatkan konsumsi O2 semakin berkurang. Dengan demikian, jaringan tubuh tungau dan lebah akan mengalami gangguan pernapasan yang mengakibatkan tungau maupun lebah menjadi lemas dan akhirnya mati karena sifat asam semut sendiri apabila kontak dengan jaringan tubuh dapat menyebabkan iritasi dan terjadi pelukaan. Walaupun demikian tungau lebih peka daripada lebah madu karena perbedaan ukuran tubuhnya (Anderson 2004). Pada tahun 2004 Anderson melakukan uji coba penggunaan asam semut untuk memberantas V. destructor di Irian Jaya dan Philiphina. Konsentrasi yang diujicobakan adalah 10-45%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa konsentrasi 10-20% cukup efektif dalam pengendalian sedangkan konsentrasi lebih tinggi menimbulkan efek samping. Konsentrasi 35% dan 45% mengakibatkan lebah mati, larva dan pupa keluar dari sel sarang, dan kotak sarang berubah warna dari kuning menjadi coklat kehitaman seolah terbakar. Sebelumnya penelitian yang dilakukan diberbagai negara lain menunjukkan penggunaan asam semut dengan konsentrasi rendah dirasa sangat lambat kerjanya dalam penanggulangan V. destructor dibandingkan menggunakan konsentrasi tinggi.
Efektifitas cuka kayu (Wood vinegar) Pengendalian yang kedua adalah dengan penggunaan cuka kayu (wood vinegar). Penggunaan cuka kayu dalam pengendalian tungau lebah madu belum
pernah dilakukan sebelumnya. Uji coba ini pertama kali dilakukan untuk mengendalikan tungau lebah. Ide penggunaan cuka kayu ini muncul ketika penulis membaca artikel di Tabloid Agro Indonesia tanggal 26 April 2005 yang menyatakan cuka kayu dapat digunakan untuk pengendalian hama. Cuka kayu yang dipakai dalam pengujian adalah jenis kayu bakau, A. mangium, kaliandra. Cuka kayu merupakan cairan dari hasil pembakaran pada
pembuatan arang kayu. Asap dari pembakaran arang kayu tersebut ditampung
20
dalam suatu alat kondensor yang nantinya setelah dingin berubah menjadi cairan yang disebut cuka kayu (wood vinegar).
Penelitian Nurhayati Menurut Nurhayati (2000) cuka kayu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida. Hal ini didasarkan pada komponen kimia destilatnya yang relatif sama dengan formula kimia yang terdapat pada jenis pestisida tertentu. Sebagai contoh, formulasi senyawaan turunan phenol atau creosot dan alkohol pada destilat terdapat juga pada kelompok desinfektan dan herbisida dengan nama dagang lysol, karbol, DNOC, PCP dan lain-lain.
Pengaruh perlakuan Pada perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu menunjukkan jumlah mortalitas tungau tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu menunjukkan jumlah mortalitas dari waktu ke waktu cenderung meningkat sampai hari ke-12 (Gambar 6). Kecenderungan (trend) peningkatan mortalitas tungau dari perlakuan tersebut ada sedikit perbedaan, tetapi perbedaannya tidak nyata jika dibandingkan pada trend penyebab mortalitas bakau pada koloni pembanding (kontrol). Terlihat pada jumlah mortalitas tungau mengalami penurunan tajam pada hari ke-13 dan ke-14. Penurunan ini dimungkinkan kandungan kimia asam semut dan cuka kayu sudah mulai berkurang volumenya, karena sifat senyawa asam semut yang mudah menguap. Sehingga keefektifan asam semut dalam pengendalian tungau V.
Rata-rata mortalitas V. destructor
destructor semakin berkurang. Kontrol
25
20
Bakau (Rhizophora sp) 15
10
Akasia (A. mangium)
5
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14
Waktu Pengamatan (hari)
Kaliandra (Calliandra calothyrsus) Asam semut (Formid acid)
Gambar 6 Rata-rata mortalitas Varroa destructor selama 14 hari
21
Adanya kecenderungan peningkatan mortalitas pada semua koloni lebah mengundang spekulasi adanya faktor lain yang menyebabkan peningkatan mortalitas tungau kecuali pada perlakuan cuka kayu bakau. Faktor yang menyebabkan peningkatan mortalitas tungau dimungkinkan adanya aktivitas lebah pekerja yang cenderung membuang benda asing yang berada dalam sarang. Semakin efektif kerja lebah pekerja membuang benda asing merupakan ciri makin kuatnya koloni lebah secara merata. Para ahli di Universitas Wurzburg, Jerman melakukan penelitian dengan sensor panas, mikrocips menunjukkan lebah pekerja menghabiskan tiga hari pertama dalam kehidupannya dengan membersihkan sarang bagi kesehatan larva dalam koloni. Lebah pekerja bertugas bertanggung jawab memeriksa sel ratu untuk meletakkan telurnya. Lebah pekerja juga bertugas mengumpulkan kotoran yang ada dalam sel-sel yang telah ditinggalkan oleh larva yang telah lahir, membersihkan sel penyimpan makanan serta bertugas sebagai pengatur kelembaban dan temperatur dalam sarang. Lebah pekerja membuang seluruh bahan yang berlebih dalam sarang sehingga pada saat bertemu dengan serangga penyusup pertama-tama yang mereka lakukan adalah membunuhnya kemudian membungkusnya dengan menggunakan propolis. Faktor lain yang bisa mempengaruhi kekuatan lebah adalah kecukupan bahan makanan bagi lebah khususnya berupa pollen. Walaupun demikian penulis tidak melakukan pengamatan kecenderungan kecukupan pollen. Tabel 3 Jumlah mortalitas tungau V. destructor perlakuan asam semut dan cuka kayu selama 14 hari Ulangan Kontrol 1 2 3 4 Jumlah
140 209 202 162 713
Bakau 139 127 182 212 660
Perlakuan Cuka Kayu Akasia Kaliandra 128 168 256 154 172 147 191 258 747 727
22
Asam semut 223 144 198 111 676
Jumlah mortalitas tungau tertinggi pada perlakuan kontrol sebanyak 209 ekor (ulangan 2), cuka kayu bakau (Rhizophora sp) sebanyak 212 ekor (ulangan 4), cuka kayu Akasia (A. mangium) sebanyak 256 ekor (ulangan 2), cuka kayu Kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 258 ekor (ulangan 4), asam semut sebanyak 223 ekor (ulangan 1). Sedangkan jumlah mortalitas tungau terendah masingmasing pada perlakuan kontrol sebanyak 162 ekor (ulangan 4), cuka kayu bakau (Rhizophora sp) 127 ekor (ulangan 2), cuka Akasia (A. mangium) sebanyak 128 ekor (ulangan 1), cuka kayu kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 147 ekor (ulangan 3), asam semut sebanyak 111 ekor (ulangan 4). Berdasarkan pengamatan dilapangan, mortalitas tungau V. destructor terbesar adalah cuka kayu jenis A. mangium sebanyak 747 ekor ditunjukkan pada Tabel 3. Perlakuan cuka kayu A. mangium dilapangan lebih cepat menguap bila dibandingkan dengan asam semut dan cuka kayu jenis lain. Dengan sifat tersebut tungau dapat cepat menghirup partikel-partikel cuka kayu A. mangium sehingga tungau mengalami pengurangan peluang O2 sehingga mengakibatkan konsumsi O2 semakin berkurang. Dengan demikian, jaringan tubuh tungau akan mengalami gangguan pernapasan yang mengakibatkan tungau menjadi lemas dan akhirnya mati. Walaupun perlakuan cuka kayu jenis A. mangium memiliki mortalitas paling tinggi tetapi tidak begitu signifikan jika dibandingkan pada perlakuan yang lain.
Rancangan Percobaan Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Minitab 1.3 didapatkan nilai 0.15 > 0.05 (P value) pada uji normalitas dengan uji Kolmogorov- Smirov yang berarti bahwa data tersebut menyebar secara normal. Pada perhitungan Analisis Sidik Ragam diperoleh nilai Jumlah Kuadrat Tengah (JKT) sebesar 33359, Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) sebesar 1294 dan nilai Jumlah Kuadrat Sisaan (JKS) sebesar 32064 seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Sedangkan kriteria pengujian adalah nilai F-Hitung pada pengujian asam semut dan cuka kayu terhadap mortalitas tungau V. destructor sebesar 0.15.
23
Pada tingkat nyata 1% diperoleh nilai F0.01= 4.89, pada tingkat nyata 5% diperoleh nilai F0.05= 3.06. Karena nilai F hitung < F tabel, maka keputusannya Hipotesis alternatif (H1) ditolak dan Hipotesis yang tidak diharapkan (Ho) diterima artinya penggunaan cuka kayu atau asam semut tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap respon percobaan
pada tingkat nyata 1%
maupun tingkat nyata 5%. Sehingga dapat disimpulkan metode pengendalian dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas tungau V. destructor. Tabel 4 Analisis Sidik Ragam percobaan SK Perlakuan Sisa Total
db 4 15 19
JK 1294 32064 33359
KT 324 2138
F Hit 0.15
Berdasarkan penelitian Anderson ditahun 2004 di Pusat Perlebahan Nasional Parungpanjang Bogor, menunjukkan pada konsentrasi 10% sampai 20% cukup efektif untuk mengontrol Tropilaelaps clarae di Irian Jaya dan V. destructor telah dilakukan di Jawa. Tapi berdasarkan pengujian pada tahun 2005 di UP3 Gunung Arca Sukabumi ternyata asam semut dengan konsentrasi 10% tidak memberikan pengaruh nyata pada V. destructor. Ini dimungkinan strain tungau yang ada di Sukabumi sudah mengalami resistensi terhadap asam semut.
Kualitas madu Untuk mengetahui kualitas madu dilakukan uji rasa terhadap madu yang dihasilkan dari koloni perlakuan cuka kayu. Pada hari ke 2 dan ke 3 setelah perlakuan, madu terasa aroma arang. Hal tersebut diduga madu mengandung partikel arang pada sel yang belum tertutup sehingga penggunaan cuka kayu untuk pengendalian tungau lebah bisa mengakibatkan pencemaran bagi madu.
24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Cuka kayu jenis Bakau (Rhizophora sp), Kaliandra (Calliandra calothyrsus), Akasia (Acacia mangium) dengan konsentrasi 100% tidak
cukup efektif untuk digunakan sebagai pengendali Varroa destructor.
2. Asam semut (formic acid) dengan konsentrasi 10% tidak cukup efektif untuk digunakan sebagai pengendali Varroa destructor. Saran 1. Diperlukan pengujian lanjutan menggunakan bahan asam semut dengan konsentrasi >10% dan <15% dalam pengendalian tungau lebah. 2. Perlu penelitian lebih lanjut dalam mencari metoda-metoda yang tepat dan efektif dalam pengendalian tingkat serangan hama lebah.
DAFTAR PUSTAKA Anderson D. Control. Penemu ; CSIRO Entomology Australia. Control of bees and bee mites in Indonesia and the Philippines. ID AS2/1999/060. Anderson D, Cullen J, Robertson M. 1999. Scientist hose down honey threat. http://www.csiro.au/files/medieRelease/mr1999/HoneyMites.htm [29 November 1999] Bailey L, Ball BV. 1991. Honey Bee Pathology. Ed ke-2. New York: Academic Press. Bashori M. 1994. Derajat serangan dan pengendalian Varroa jacobsoni dengan apistan (Fluvalinate miticide) pada koloni lebah madu Apis cerana Fabr [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Clay H. Honey bee tracheal mite.http://www.honeycouncil.ca/users/folder.htm [16 Maret 2003]. Butler CG. 1987. The honey bee colony-life history. Di dalam: Dadant, Sons, Hamilton, Illinois, editor. The hive and the honey bee. American Bee Journal.1987. The Hive and the Honeybee. USA. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2004. Pedoman Pengendalian Kutu Lebah Madu. Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat. Departemen Kehutanan. Jakarta. Erwan. 2003. Pemanfaatan Nira Aren dan Nira Kelapa serta Pollen Aren sebagai Pakan Lebah untuk Meningkatkan Produksi Madu Apis cerana. Institut Pertanian Bogor. Elzen P, Westervelt D, Lucas R.2004. Formic acid treatment for control Varroa destructor (Mesostigmata: Varroidae) and safety to Apis mellifera (Hymenoptera: Apidae) under Southern US conditions. Economic Entomology 97 (5): 1509-1512. Farb P. 1986. Serangga. Timan Th S, penerjemah; Koen W, editor. USA. Terjemahan dari : The Insect. Fell R. Biology of Varroa mites. http://www.ento.vt.edu/~fell/biology-v.html. [24 September 1997].
Fengel D, Wegener G. 1985. Kayu Kimia Ultrastruktur Reaksi-reaksi. Sastrohamidjojo H, Penerjemah. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Wood Chemistry Ultrastructure Reactions. Gautama R. 26 April 2005. Cuka kayu cairan ajaib dari sisa pembakaran. Agro Indonesia. 10 (kolom 1 – 4 ). Hartati D. 1995. Deskripsi tungau yang berasosiasi dengan lebah madu Apis cerana Fabr. dan pakannya di Pusat Perlebahan Nasional Parungpanjang Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Iswandi. 1982. Hasil destilasi kering dari beberapa jenis limbah industri kayu. Departemen Perindustrian. Akademi Kimia Analisis. Bogor. Morse RA. 1978. Honey Bee Pest Predators and Diseases. London: Cornell University Press. Nasr M. 1996. Discussion of Bee Biology.http://www.honeybeewold.com/formic/ apformic%201.htm [ 27 Februari 2006]. Nurhayati T, Hartoyo, 1988. Hasil destilasi beberapa jenis kayu Indonesia. Forest Product Research 5 : 136 – 142. Nurhayati T, Setiawan D, Mahpudin. 1997. Hasil destilasi dan nilai kalor 15 jenis kayu. Penelitian Hasil Hutan 15 : 291 – 298. Nurhayati T. 2000. Sifat destilat hasil destilasi kering 4 jenis kayu dan kemungkinan pemanfaatannya sebagai pestisida. Penelitian Hasil Hutan 17 : 160 – 168. Nasr M. Tracheal Mites in New Jersey: Status and Perspective. http://www. Misstate.edu/Entomology/beenews/beenews0102.html [13 Maret 2006]. Pari G, Sumarni G. 1990. Sifat ekstrak kulit Acacia decurrens sebagai insektisida. Penelitian Hasil Hutan 8 : 17 – 18. Pari G, Saepuloh. 2000. Analisis komponen kimia kayu mangium pada beberapa macam umur asal Riau. Penelitian Hasil Hutan 17 : 140 – 148. Perum Perhutani. 2000. Petunjuk Teknis Pengendalian Hama Lebah Madu. Perum Perhutani. Jakarta. Pusbahnas. 2000. Penanganan Hama dan Penyakit Penggunaan Peralatan Perlebahan Pusbahnas. Perum Perhutani. Kediri Jatim.
27
Rahardi F. 2005. Arang dan Wood Vinegar. http://www.kontanonline. com/index.htm [18 Januari 2006]. Siagian RM, Darmawan S, Saepuloh. 1999. Komposisi kimia kayu Acacia mangium dari beberapa tingkat umur hasil tanam rotasi pertama. Penelitian Hasil Hutan 17 : 57 – 66. Staf Jurusa Kimia. 2002. Kimia Dasar I. Jurusan FMIPA-IPB. Bogor.
28
LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan asam semut dan cuka kayu pengamatan selama 14 hari. Hari ke 1
2
Perlakuan K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4 K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4
Jumlah Varroa mati 13 14 10 1 3 3 9 26 2 12 8 9 7 9 7 5 5 7 12 1 12 9 23 8 7 5 7 14 6 13 14 9 8 14 9 7 10 11 12 6
30
Lanjutan Hari ke 3
4
Perlakuan K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4 K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4
Jumlah Varroa mati 4 10 21 15 4 10 21 15 6 15 2 14 3 11 8 10 10 6 11 3 9 21 18 4 4 14 16 21 10 9 17 22 6 19 16 32 19 16 15 7
31
Lanjutan Hari ke 5
6
Perlakuan K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4 K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4
Jumlah Varroa mati 9 11 12 5 12 19 3 15 7 15 8 22 8 8 9 20 18 12 9 7 11 13 18 14 19 10 20 19 10 41 9 20 11 9 7 28 18 11 14 5
32
Lanjutan Hari ke 7
8
Perlakuan K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4 K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4
Jumlah Varroa mati 8 16 27 10 10 10 10 27 9 28 27 13 14 5 10 25 25 4 17 4 8 25 10 14 5 12 12 17 6 22 27 9 21 10 20 29 24 21 19 9
33
Lanjutan Hari ke 9
10
Perlakuan K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4 K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4
Jumlah Varroa mati 15 12 10 10 12 7 15 7 6 17 12 15 22 7 1 21 16 5 14 16 10 25 14 8 6 16 11 13 13 19 11 11 10 11 9 34 17 10 26 13
34
Lanjutan Hari ke 11
12
Perlakuan K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4 K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4
Jumlah Varroa mati 6 16 20 16 18 5 19 10 11 13 12 13 31 4 10 15 21 16 8 10 17 13 10 17 17 4 6 3 17 13 6 7 7 4 12 13 19 7 11 10
35
Lanjutan Hari ke 13
14
Perlakuan K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4 K1 K2 K3 K4 B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3 F4
Jumlah Varroa mati 9 20 13 25 7 4 14 10 10 6 8 7 5 16 6 6 17 8 7 5 9 20 13 25 15 8 19 15 23 33 11 20 15 27 23 13 4 10 23 15
36
Lampiran 2 Rata-rata mortalitas Varroa destructor perlakuan pada Kontrol Hari ke-
Perlakuan K1
K2
K3
K4
1
13
14
10
1
2
12
9
23
8
3
4
10
21
15
4
9
21
18
4
5
9
11
12
5
6
11
13
18
14
7
8
16
27
10
8
8
25
10
14
9
15
12
10
10
10
10
25
14
8
11
6
16
20
16
12
17
13
10
17
13
9
20
13
25
14
9
20
13
25
Rata-rata
10
16
16
12
37
Lampiran 3 Rata-rata mortalitas Varroa destructor perlakuan pada cuka kayu Bakau (Rhizophora sp) Hari ke-
Perlakuan B1
B2
B3
B4
1
3
3
9
26
2
7
5
7
14
3
4
10
21
15
4
4
14
16
21
5
12
19
3
15
6
19
10
20
19
7
10
10
10
27
8
5
12
12
17
9
12
7
15
7
10
6
16
11
13
11
18
5
19
10
12
17
4
6
3
13
7
4
14
10
14
15
8
19
15
Rata-rata
10
9
13
15
38
Lampiran 4 Rata-rata mortalitas Varroa destructor perlakuan pada cuka kayu Akasia (A. mangium) Hari ke-
Perlakuan A1
A2
A3
A4
1
2
12
8
9
2
6
13
14
9
3
6
15
2
14
4
10
9
17
22
5
7
15
8
22
6
10
41
9
20
7
9
28
27
13
8
6
22
27
9
9
6
17
12
15
10
13
19
11
11
11
11
13
12
13
12
9
13
6
7
13
10
6
8
7
14
23
33
11
20
Rata-rata
9
18
12
13
39
Lampiran 5 Rata-rata mortalitas Varroa destructor perlakuan pada cuka kayu Kaliandra (C. calothyrsus) Hari
Perlakuan C1
C2
C3
C4
1
7
9
7
5
2
8
14
9
7
3
3
11
8
10
4
6
19
16
32
5
8
8
9
20
6
11
9
7
28
7
14
5
10
25
8
21
10
20
29
9
22
7
1
21
10
10
11
9
34
11
31
4
10
15
12
7
4
12
13
13
5
16
6
6
14
15
27
23
13
Rata-rata
12
11
11
18
40
Lampiran 6 Rata-rata mortalitas Varroa destructor perlakuan Asam semut (formic acid) Hari ke-
Perlakuan F1
F2
F3
F4
1
5
7
12
1
2
10
11
12
6
3
10
6
11
3
4
19
16
15
7
5
18
12
9
7
6
18
11
14
5
7
25
4
17
4
8
24
21
19
9
9
16
5
14
16
10
17
10
26
13
11
21
16
8
10
12
19
7
11
10
13
17
8
7
5
14
4
10
23
15
Rata-rata
16
10
14
8
41
Lampiran 7 Hasil pengolahan data dengan program Minitab 13 ————— 5/12/2006 8:29:25 PM ——————————————————— — Welcome to Minitab, press F1 for help.
One-way ANOVA: jumlah versus Perlakuan Analysis of Variance for jumlah Source DF SS MS Perlakua 4 1294 324 Error 15 32064 2138 Total 19 33359
Level 1 2 3 4 5
N 4 4 4 4 4
Mean 178.25 165.00 186.75 181.75 169.00
Pooled StDev =
StDev 32.85 39.23 53.18 51.58 50.81
46.23
F 0.15
P 0.959
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -------+---------+---------+--------(-------------*-------------) (-------------*-------------) (-------------*-------------) (-------------*-------------) (-------------*-------------) -------+---------+---------+--------140 175 210
————— 5/13/2006 11:29:27 PM —————————————————— —— Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: C:\Program Files\MTBWIN\Data\MINITAB restu tgl 12.MPJ
Normality
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 110
160
210
260
jumlah Average: 176.15 StDev: 41.9012 N: 20
Kolmogorov-Smirnov Normality T est D+: 0.107 D-: 0.072 D : 0.107 Approximate P-Value > 0.15
Gambar 1. Grafik uji Normalitas dengan uji Kolmogorov- Smirov
42
Lampiran 8 Gambar jumlah mortalitas tungau Varroa destructor pada beberapa perlakuan
Gambar 2 Cuka Kayu Bakau ulangan 1
Gambar 3 Cuka kayu Bakau ulangan 2
Gambar 4 Cuka kayu Bakau ulangan 3
Gambar 5 Akasia ulangan 1
Gambar 6 Akasia ulangan 3
Gambar 7 Akasia ulangan 4
Gambar 8 Kaliandra ulangan 1
Gambar 9 Kaliandra ulangan 2
43
Lanjutan
Gambar10 Asam semut ulangan 1
Gambar 11 Asam semut ulangan 2
Gambar 12 Asam semut ulangan 4
44