PERKEMBANGAN ENERGI DI INDONESIA SEBAGAI DAMPAK KEBIJAKAN IKLIM GLOBAL INDONESIAN ENERGY DEVELOPMENT AS IMPACT OF GLOBAL CLIMATE POLICY
Sabitah Irwani S.Si dan Dr. Armi Susandi, MT. Program Studi Meteorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa no 10 Bandung 40132 Telp: +62-22-2500494 Email:
[email protected]
Abstrak : Untuk mengkaji perkembangan energi di Indonesia sebagai dampak perubahan iklim global, dalam penelitian ini diaplikasikan MERGE (Model for Evaluating the Regional and Global Effects of Greenhouse Gas Reduction Policies) dengan menerapkan dua skenario. Skenario dasar dan skenario Protokol Kyoto (PK) yang akan memproyeksikan perkembangan energi Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2100, serta implikasinya terhadap kondisi iklim Indonesia. Diprediksikan produksi minyak bumi dan batubara akan mengalami peningkatan hingga tahun 2040. Selanjutnya kelebihan produksi akan digunakan untuk konsumsi dan sebagian kecil untuk ekspor. Tetapi setelah negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-Cooperation Development) melakukan pengurangan emisi, Indonesia akan lebih sedikit mengekspor batubara dan minyak bumi, posisinya akan digantikan oleh ekspor gas sebagai bahan bakar rendah emisi karbon. Peningkatan konsumsi batubara dan minyak ini diproyeksikan akan menyebabkan konsentrasi CO2 (Karbon dioksida) terus meningkat hingga tahun 2060. Berbeda dengan skenario dasar dimana peningkatan konsentrasi hanya sampai tahun 2050. Peningkatan konsentrasi CO2 ini, diproyeksikan akan diikuti peningkatan temperatur di Indonesia hingga tahun 2100. Kemudian implikasi dari peningkatan konsentrasi CO2 dan temperatur ini diprediksikan akan berpengaruh pada peningkatan curah hujan, akan mencapai puncaknya pada tahun 2060 sebesar 3973,75 mm. Temperatur di Indonesia akan meningkat sampai 26,18 0C di tahun 2100, atau meningkat sebesar 6,8% sepanjang tahun 2000 sampai dengan 2100. Kata kunci: perubahan iklim global, Protokol Kyoto, gas rumah kaca.
Abstract : To study the energy development of Indonesia as effect of global climate change, in this research we apply the MERGE (Model for Evaluating Regional and Global of Green House Gas Effect) which have applied into two scenarios, the reference scenario and the Kyoto Protocol scenario. These scenarios are to project the Indonesian energy development from the year 2000 to 2100, and how it implicated to Indonesian climate in the future. Fuel and coal production will be predicted to increase till the year 2040. Then the surplus it production will cover to consumption and some for export. If Organisation for Economic Co-operation and Development countries were to reduce their emissions Indonesian coal and fuel exports will less than before. It position will change by gas export which low emission carbon.
Coal and fuel consumption increase after reduction emission by OECD countries, it will be projected causing the endure increase of CO2 (carbon dioxide) concentration to the year 2060. This is different from the reference scenario where the increment of the concentration reached in the year 2050. This concentration CO2 increment will be followed by the temperature increase. Thus the implication of this CO2 concentration and temperature increment would projected to influence on increment of the rain fall in, it will be reached by 3973,75 mm in the year 2060. Indonesian temperature will be increase by 26,18 0C in the year 2100, or increase by 6,8% along year 2000 to the 2100. Key words : global climate change, Kyoto Protocol, greenhouse gas.
1. PENDAHULUAN Perubahan iklim global disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi akibat meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK). Peningkatan GRK ini semakin besar setelah masa revolusi industri. Semakin tinggi kebutuhan manusia untuk meningkatkan kualitas hidup maka akan semakin besar aktivitas industri, transportasi, pembukaan hutan, usaha pertanian, rumah tangga dan aktivitas-aktivitas lain yang melepaskan GRK. Akibatnya konsentrasi GRK di atmosfer akan terus meningkat. GRK meliputi gas-gas Karbon Dioksida (CO2), golongan Chloro-Fluorocarbon (CFCs), Methan (CH4), Ozon (O3), dan Nitrogen Oksida (NOx). Gas-gas tersebut berada di atmosfer berfungsi sebagai mana kaca, yaitu melewatkan radiasi matahari ke permukaan bumi tetapi menahan radiasi bumi agar tidak lepas ke angkasa. Dalam jumlah tertentu GRK dibutuhkan untuk menjaga suhu ekstrim bumi agar tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah. Tetapi jika jumlah radiasi bumi yang terperangkap di dalam atmosfer bumi berlebihan, maka atmosfer dan permukaan bumi akan semakin panas (suhu meningkat). Dari sekian banyak gas rumah kaca, CO2 (karbon dioksida) adalah kontributor utama. CO2 dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan gas. Selain itu gas CO2 juga dihasilkan dari proses deforestasi (penebangan hutan). Untuk mengantisipasi perubahan iklim yang terjadi dimasa depan disusunlah kebijakan iklim internansional yang bernama Protokol Kyoto. Didalam Protokol Kyoto disepakati negara-negara yang ikut ambil bagian didalamnya, yaitu negara-negara maju dan negara-negara transisi untuk melakukan pengurangan emisi sebesar 5,2 % dari tingkat emisi rata-rata pada tahun 1990. Saat ini Indonesia belum diwajibkan untuk mengurangi emisinya, tapi kebijakan ini akan berpengaruh besar terhadap Indonesia terutama sektor energinya. Indonesia adalah negara berkembang yang berbentuk kepulauan dengan jumlah penduduk yang tinggi. Total penduduk Indonesia pada tahun 2004 telah melebihi 210 juta (Sinaga, 2004). Penduduk Indonesia mengkonsumsi 3,9 quadrillion British thermal unit (Btu) energi, yang 95 persennya berasal dari bahan bakar fosil (DGEED, 2000). Selain itu Indonesia memiliki banyak cadangan kekayaan energi yang cukup berarti, terutama batubara yang menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor bahan bakar beremisi karbon tersebut. Sehingga sektor energi merupakan faktor utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Ekspor
gas dan minyak bumi memberikan kontribusi penting dalam pendapatan negara. Hal ini menjadikan Indonesia rentan terhadap kebijakan iklim internasional, termasuk kebijakan pengurangan emisi (Susandi, 2004).
2. STUDI TENTANG PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Perubahan iklim terutama disebabkan oleh meningkatnya aktifitas manusia dalam hal ini peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) sangat berpotensi mempengaruhi perubahan iklim yang terjadi semenjak lebih dari seratus tahun yang lalu, sejak dimulainya revolusi industri. Diantara gas-gas rumah kaca yang lain CO2 memberi kontribusi terbesar dalam pemanasan global, komposisinya lebih dari 50% dibanding gas-gas lain. Selain itu waktu tinggal gas CO2 diatmosfer sangat lama dibanding gas lain, yaitu sekitar 50 hingga 200 tahun (PPGT, 1995). CO2 dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan gas, selain itu CO2 juga bisa dihasilkan dari penebangan hutan (deforestasi). Menurut data historis konsentrasi CO2 meningkat dari tahun ketahun dan peningkatan secara drastis dimulai sejak di mulainya revolusi industri pada sekitar tahun 1900 (Gambar 2.1). Peningkatan konsentrasi CO2 diatmosfer ini akan mengakibatkan naiknya temperatur permukaan bumi (Gambar 2.2) yang dapat meyebabkan melelehnya es di kutub utara dan kutub selatan, sehingga tinggi muka air laut pun akan mengalami peningkatan. 400
ppm
K onsentrasi C O 2
380 360 340 320 300 280 260 1700
1750
1800
1850 Tahun
1900
1950
2000
Sumber: Environmental Modeling and Assessment 4 (1999)
Sumber: IPCC 2000
Gambar 2.1 Data Historis Kenaikan Konsentrasi CO2 Global Gambar 2.2 Peningkatan Temperature Global
2. KEBIJAKAN IKLIM GLOBAL Perubahan iklim sebenarnya merupakan isu lama sejak dimulainya revolusi industri di tahun 1900 an, tapi baru mendapat perhatian dunia secara serius pada tahun 1992 dengan diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) bumi di Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992. Hasil dari KTT ini dibentuk badan dunia yang dikenal dengan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Pada periode inilah perubahan iklim, penyebab, dampak
yang akan ditimbulkan dan penanggulangan dampak, serta upaya menekan laju perubahan iklim banyak dipelajari dan diupayakan pemecahannya dalam skala internasional. IPCC adalah badan dunia yang didirikan oleh dua organisasi internasional yaitu, WMO (World Meteorologycal Organization) dan UNEP (United Nations Environment Program) yang bertujuan untuk memberikan prediksi secara periodik sains, dampak dan sosial ekonomi dari perubahan iklim dengan memberikan pilihan beradaptasi atau melakukan pengurangan. Untuk mengantisipasi perubahan iklim global dimasa depan, dunia meratifikasi suatu kebijakan internasional yang bernama Protokol Kyoto (PK). Didalam Protokol ini disepakati pengurangan emisi GRK sebesar 5,2% dibawah tingkat emisi rata-rata pada tahun 1990. Periode pertama dimulai pada tahun 2008 hingga 2012. Negara-negara yang diwajibkan mereduksi pada periode itu tergabung dalam OECD (Organitation for Economic Co-Coperation Development) kecuali Amerika. Saat ini Protokol Kyoto sudah diratifikasi 76 negara di seluruh dunia.
3. PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Menurut penelitian, suhu udara di Indonesia meningkat sebesar 0,30C sejak tahun 1900, peningkatan suhu ini terjadi sepanjang musim. Dan terjadi peningkatan curah hujan disatu wilayah, sedangkan di wilayah lain terjadi pengurangan curah hujan sebesar 2-3%. (Hulme and Sheard, 1999). Selain siklus harian dan musiman keragaman iklim di Indonesia juga ditandai dengan siklus beberapa tahun antara lain siklus fenomena global ENSO (El Nino Southern Oscillation). ENSO mempunyai siklus 3 - 7 tahun, tapi setelah dipengaruhi perubahan iklim diduga siklus ENSO menjadi lebih pendek antara 2 - 5 tahun (Ratag, 2001). Rata-rata CH tahunan Indonesia
0
1600
CH mm/th
Rata-rata temperatur tahunan Indonesia
27.0
1550
26.5
1500
26.0
1450
25.5
1400 1350
25.0
1300
24.5
1250 1950
C
1960
1970 Tahun
1980
1990
2000
24.0 1950
1960
1970
1980 Tahun
1990
2000
Sumber: NOAA-CIRES (2005) Gambar 3.1 Data Historis Kenaikan Curah hujan dan Temperatur Tahunan di Indonesia Tahun 1950-2000
4. MODEL UNTUK PREDIKSI IKLIM Perubahan iklim dimasa depan dapat diproyeksikan dengan menggunakan model sistem iklim sirkulasi udara global GCMs (Global Circulation Models). Beberapa model GCMs memprediksikan jika konsentrasi CO2 meningkat dua kali lipat maka akan terjadi peningkatan suhu sebesar 2 - 4 0C dan peningktan curah hujan sebesar 0 - 800 mm/tahun (ICSTCC, 1998). Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kaimuddin (2000) diprediksikan jika terjadi peningkatan konsentrasi CO2 sebesar dua kali lipat, selain terjadi peningkatan suhu dan curah hujan juga akan terjadi perubahan pola hujan di wilayah Indoensia. Yaitu terjadi peningkatan di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan, relatif tetap didaerah ekuator dan terjadi penurunan curah hujan di bagian utara wilayah Indonesia (Kaimauddin, 2000). Kemudian diperkenalkan model MERGE (Model for Evaluating the Regional and Global Effect of Greenhouse Gas Redution Policies ) oleh Manne (1995) yang sudah di kembangkan oleh Susandi (2004) untuk analisis Indonesia. MERGE adalah model untuk mencari optimasi dari kondisi iklim, energi, dampak perubahan iklim dan kondisi ekonomi dari suatu negara. Karena iklim adalah masalah global maka model MERGE memakai pendekatan equilibrium atau keseimbangan umum yang mempengaruhi satu sama lain. Model ini terdiri dari empat model utama yaitu: model ekonomi, model energi, model iklim dan model dampak perubahan iklim.
5. HASIL MODEL MERGE Diprediksikan setelah mitigasi dilakukan oleh negara-negara OECD, dunia akan lebih banyak mengkonsumsi bahan bakar yang sedikit menghasilkan emisi karbon seperti gas. Bahkan diprediksikan energi yang dominan setelah dunia melakukan mitigasi emisi adalah bahan bakar bebas energi seperti energi air, nuklir dan lain-lain. Sehingga secara ekonomis harga pasaran batubara dan minyak bumi akan menurun karena permintaan dunia akan kedua bahan bakar ini menurun (EUSAI, 2001). Berbeda dengan Indonesia, bahan bakar yang menghasilkan banyak emisi karbon justru akan banyak dikonsumsi. Karena sampai saat ini Indonesia belum diwajibkan mengurangi emisinya, sehingga Indonesia akan lebih memilih bahan bakar yang murah.. Contohnya energi minyak bumi, diproyeksikan konsumsi minyak bumi akan terus meningkat terutama setelah negara-negara OECD melakukan pengurangan emisi (Lihat Gambar 5.1). Pada Gambar 5.1 diperlihatkan sekitar tahun 2030 cadangan minyak bumi di Indonesia akan mulai menipis, sehingga produksi minyak bumi hanya akan berkisar antara 0,5 hingga 0,1 Exajoule. Selanjutnya kebutuhan konsumsi dalam negeri akan dipenuhi dengan impor dari negara lain. Diproyeksikan impor minyak bumi dalam skenario mitigasi jauh lebih besar dibandingkan dalam skenario dasar. Contohnya ditahun 2060 pada skenario PK impor minyak bumi di Indonesia bisa mencapai lebih dari 3 Exajoule dibandingkan pada skenario dasar yang hanya sekitar 1,70 Exajoule.
Skenario Dasar
Exajoule 4
Skenario PK
Exajoule 4
3 3 2
2
1
1
0 -1
2000
2020
2040
2060
2080
0
2100
-1
-2
-2
-3
-3
-4
2000
2020
2040
2060
2080
2100
-4
Tahun
Tahun
Produksi
Konsumsi
Net Ekspor
Gambar 5.1 Perkembangan Energi Minyak bumi
Meningkatnya konsumsi bahan bakar batubara dan minyak bumi ini diprediksikan akan menyebabkan konsentrasi CO2 meningkat. Pada skenario dasar emisi dan konsentrasi karbon di Indonesia akan meningkat hingga pertengahan abad. Tapi jika pengurangan emisi dilakukan oleh negara-negara OECD, maka emisi dan konsentrasi karbon akan terus meningkat hingga tahun 2060 (Gambar 5.2). Peningkatan konsentrasi CO2 ini akan berdampak pada peningkatan temperatur. Diproyeksikan temperatur Indonesia akan terus meningkat hingga diakhir abad, tapi peningkatan akan lebih kecil sekitar 7% pada skenario PK dibandingkan skenario dasar (lihat Gambar 5.3). Karbon indonesia 180
8 7
PK
140
6
120
5
100 4 80
Dasar
3
60 40
2
20
1 0
0 2000
2010
2020
2030
2040
2050
2060
2070
2080
Tahun
Gambar 5.2 Proyeksi Emisi dan Konsentrasi Karbon Indonesia
2090
2100
Konsentrassi CO2 (ppm)
Emisi (Metrik Juta Ton)
160
Data historis trend curah hujan di Indonesia (data NOAA 2005), menunjukkan dari tahun 1950 hingga tahun 2000 di Indonesia terus terjadi peningkatan curah hujan. Keadaan ini sama seperti hasil prediksi model MERGE pada skenario dasar. Jika diasumsikan curah hujan merupakan fungsi dari jika kenaikan konsentrasi CO2 meningkat dua kali lipat akan terjadi peningkatan curah hujan sebesar 600 mm/tahun (Kaimuddin, 2000) ditambah dengan kenaikan temperatur yang sebanding dengan kenaikan curah hujan. Maka diprediksikan jika negara-negara OECD melakukan mitigasi emisinya di Indonesia akan terjadi peningkatan curah hujan yang cukup drastis dimulai tahun 2020 hingga tahun 2060. Sedangkan pada skenario dasar diproyeksikan hanya terjadi sedikit peningkatan sampai tahun 2050 kemudian terjadi penurunan hingga di akhir abad (Gambar 5.4). Jadi jika diasumsikan tidak ada negara-negara di dunia melakukan mitigasi emisi, maka diproyeksikan di Indonesia akan terjadi peningkatan curah hujan secara perlahan-lahan sama seperti peningkatan curah hujan dari tahun 1950 hingga 2000. Proyeksi Temperatur Indonesia 27.0
0
Temperatur C
26.5
Dasar
26.0
PK
25.5 25.0 24.5 24.0 23.5 23.0 2000
2010
2020
2030
2040 2050 Tahun
2060
2070
2080
2090
2100
Gambar 5.3 Proyeksi Temperatur Indonesia Proyeksi Curah Hujan di Indonesia 4500 4000 3500 CH (mm/Tahun)
PK 3000 2500 2000
Dasar
1500 1000 500 0 2000
2010
2020
2030
2040
Gambar 5.4 Proyeksi Curah Hujan Indonesia
2050 Tahun
2060
2070
2080
2090
2100
6. KESIMPULAN Mitigasi emisi oleh negara-negara OECD akan meningkatkan konsentrasi karbon di Indonesia, karena Indonesia lebih banyak menggunakan bahan bakar beremisi karbon bila di bandingkan dengan skenario dasar. Diprediksikan Indonesia akan mengalami peningkatan suhu dan perubahan pola curah hujan, dikarenakan konsentrasi karbon Indonesia akan meningkat dua kali lipat di tahun 2060 sekitar 3286.656 mm/tahun dibandingkan tahun 2000 curah hujan rata-rata sekitar 1780 mm/tahun.
7. DAFTAR PUSTAKA Environmental Modeling and Assessment 4, (1999): Correcting the carbon cycle representation: How important is it for the economics of climate change?: 133–140. DGEED (Directorate General of Electricity and Energy Development), 2000: Statistik dan Informasi Ketenagalistrikan dan Energi (Statistics and Information of Electric Power and Energy), Jakarta. Hulme,M. and N, Sheard, 1999: Climate Change Scenarios for Indonesia. Leaflet CRU and WWF. Climatic Research Unit. UEA, Norwich,UK. ICSTCC (Indonesia Country Study Team on Climate Change), 1998: Vulnerability and Adaptation Assessments of Climate Change in Indonesia. The Ministry of Environment the Republic of Indonesia. Jakarta. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), 2000: Emission Scenarios: Special Report on Emissions Scenarios, Cambridge, Cambridge University Press. Kaimuddin . 2000. Kajian Dampak Perubahan Iklim dan Tata Guna Lahan Terhadap Keseimbangan Air Wilayah Sul.Sel. Dissertasi program studi AGK-FPS IPB Manne, A. S., R. O. Mendelsohn, and R. G. Richels, 1995: MERGE - A Model for Evaluating Regional and Global Effects of GHG Reduction Policies, Energy Policy 23(1):17-34. NOAA-CIRES/ Climate Diagnostic Center (2005). Ratag, M.A. 2001. Model Iklim Global dan Area Terbatas serta Aplikasinya di Indonesia. Paper disampaikan pada Seminar Sehari Peningkatan Kesiapan Indonesia dalam Implementasi Kebijakan Perubahan Iklim. Bogor, 1 November 2001. Susandi, Armi. 2004: The Impact of International Green House Gas Emmisions Reduction on Indonesia. Report on System Science. Max Planck Institute for Meteorology. Hamburg, Jerman.