Pengembangan Energi Rendah Emisi untuk Mitigasi Perubahan Iklim Global Armi Susandi Kelompok Keahlian Sains Atmosfer Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132 Indonesia (
[email protected])
Abstrak Tulisan ini mengkaji tentang potensi energi rendah emisi yang dapat dikembangan di Indonesia yang berasal dari sumber daya alamnya. Kajian ini dianggap penting sebagai perhatian Indonesia terhadap peningkatan emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan, sekaligus sebagai upaya mitigasi perubahan iklim global. Kajian potensi energi rendah emisi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk: energi angin, energi mini/mikro hidro, energi surya, energi panas bumi, dan energi biodiesel. Pengembangan energi rendah emisi belum mencapai titik optimal kecuali dalam pengembangan energi mini/mikro hidro dan biodiesel. Pengembangan energi rendah emisi tersebut di masa mendatang diharapkan akan mencapai target energi mix nasional tahun 2025 melalui kebijakan khusus dan pengembangan teknologi. Kata kunci: energi mix nasional, energi rendah emisi, penyerapan emisi karbon, skenario optimalisasi.
1. Pendahuluan Kebijaksanaan energi nasional bertujuan untuk menjamin keamanan pasokan (security of supply) energi dalam mendukung perekonomian negara yang merupakan penggerak pembangunan nasional. Sebagai suatu negara yang banyak penduduknya dan mempunyai wilayah yang luas, pemerataan pembangunan juga berarti pemerataan kesempatan untuk mendapatkan energi yang cukup. Salah satu strategi pengembangan energi nasional adalah meningkatkan kegiatan diversifikasi energi dengan menganekaragamkan pemanfaatan energi rendah emisi. Hal tersebut sejalan dengan kebijaksanaan umum bidang energi yang memprioritaskan pemanfaatan energi dalam negeri. Sedangkan energi ekspor khususnya minyak dan gas bumi tetap masih memegang peranan penting sebagai sumber devisa negara untuk manunjang pembangunan nasional. Oleh karena itu pengembangan energi terbarukan/rendah emisi menjadi sangat penting dan mendesak untuk terus dilakukan. Di samping untuk kepentingan keamanan pasokan energi nasional dalam menjaga keberlangsungan pembangunan, pengembangan energi rendah emisi akan ikut serta ikut ambil bagian dalam mitigasi perubahan iklim yang terjadi akibat peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida di atmosfer. Seperti diketahui bahwa pembakaran energi fosil sebagai sumber utama dari peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2). Oleh karena itu pengembangan energi terbarukan yang rendah emisi akan bernilai ganda untuk ekonomi nasional dan lingkungan global. Indonesia memiliki potensi energi rendah emisi yang cukup besar, namun pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan energi masih sangat kecil. Pemanfaatan energi rendah emisi secara komersial masih terbatas pada panas bumi dan tenaga air. Penggunaan biomassa komersial,
energi bomassa hanya untuk keperluan rumah tangga dan industri kayu (kogenerasi). Untuk itu upaya pengembangan energi alternatif dalam struktur energi Indonesia menjadi sangat penting untuk terus dilakukan dan dikembangkan. Beberapa energi rendah emisi yang berpotensi untuk dikembangkan adalah: (1) energi angin, (2) mini/mikro hidro, (3) panas bumi, (4) biomassa, (5) energi surya, (6) energi laut. Pada tulisan ini akan dikaji semua energi rendah kecuali energi laut. Tulisan ini akan memberikan kajian tentang energi rendah emisi Indonesia yang renda emisi dalam upaya mitigasi perubahan iklim global dengan peningkatan emisi CO2 di atmosfer. Bagian berikutnya dari tulisan ini akan mendeskripsikan emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan Indonesia. Selanjutnya pada bagian ketiga akan di analisis kebijakan pemerintah tentang energi mix pada tahun 2025. Selanjutnya bagian keempat akan mengkaji potensi energi rendah emisi Indonesia dan kemampuan daya serap karbon akan disajikan pada bagian selanjutnya. Kesimpulan dan kajian mendatang menjadi bagian terakhir dari tulisan ini.
2. Proyeksi Emisi Karbon Indonesia Indonesia memiliki cadangan minyak, gas, dan batubara yang cukup signifikan saat ini. Gas yang ada saat ini akan dapat di produksi sampai 70 tahun mendatang, dalam tingkat produksi saat ini (EUSAI, 2001). Sementara itu batubara akan menjadi energi andalan untuk konsumsi dalam negeri Indonesia (dapat di produksi sampai 500 tahun ke depan dalam tingkat produksi saat ini). Sementara itu energi minyak hanya akan bertahan dalam 17 tahun ke depan setelah tahun 2000. Konsumsi energi Indonesia di dominasi oleh energi dari bahan bakar fosil, yaitu sekitar 3,9 quadrillion British thermal unit (BTU) atau sekitar 95 persen dari total konsumsi energi Indonesia (DGEED, 2000). Minyak sampai saat ini mendominasi pemakaian energi Indonesia, sekitar 56% dari total energi pada tahun 2000. Selanjutnya gas yang dikonsumsi adalah sebesar 31% dan batubara sebesar 8% dari total konsumsi energi Indonesia (IEA, 2000). Dari tingkat konsumsi energi Indonesia tersebut di atas, maka pada tahun 2000, total emisi CO2 dari kebutuhan energi Indonesia adalah sebesar 62 juta metrik ton karbon, 42% adalah berasal dari energi industri (termasuk pembangkit listrik), tingkat laju pertumbuhan CO2 dari sumber ini adalah sebesat 7% per tahun (sumber yang lainnya rata-rata sebesar 3,3% per tahun). Selanjutnya 25% dari sektor industri, 24% dari sektor transportasi, dan 9% berasal dari rumah tangga (SME-ROI, 1996). Menurut model MERGE, emisi dari konsumsi energi primer Indonesia adalah sebesar 64 juta metrik ton karbon (Gambar 2.1). Emisi karbon dari sektor energi ini meningkat secara substansial sampai mencapai puncaknya pada tahun 2060, emisi mencapai sekitar 158 juta metrik ton karbon. Selanjutnya peran energi bebas emisi (Susandi, 2004) akan mendominasi pada periode selanjutnya di pasaran energi Indonesia untuk menggantikan energi fosil. Pada akhir periode abad 21, emisi akan turun secara gradual dan mencapai 110 juta metrik ton karbon (Gambar 2.1). Selanjutnya, dari sektor kehutanan Indonesia juga menyumbangkan emisi yang tidak sedikit, terutama dari hasil deforestasi. Dalam laporan UNFCCC (SME-ROI, 1999) di laporkan bahwa perubahan tata guna lahan dan kegiatan deforestasi telah menghasilkan emisi hingga mencapai 42 juta metrik ton karbon pada tahun 1994. Pada tahun 2000, dalam MERGE emisi karbon dari kegiatan deforestasi adalah sebesar 42,1 juta metrik ton karbon (Gambar 2.2). Pada tahun 2000 tersebut deforestasi di Indonesia diperkirakan sebesar 2,3 juta ha per tahun (Sari et al. 2001). Selanjutnya aktifitas deforestasi diperkirakan akan meningkat dan mencapai titik tertinggi pada tahun 2030 dengan emisi karbon sebesar 56 juta metrik ton. Setelah itu emisi karbon dari sektor kehutanan ini akan menurun secara perlahan-lahan sampai tahun 2100 (Gambar 2.2).
Juta metrik ton karbon
180 150 120 90 60 30 0 2000
2020
2040
2060 Tahun
2080
2100
Sumber: Susandi, 2005
Gambar 2.1. Proyeksi emisi karbon dari sektor energi
Juta metrik ton karbon
80
60
40
20
0 2000
2020
2040
2060 Tahun
2080
2100
Sumber: Susandi, 2005
Gambar 2.2. Proyeksi emisi karbon dari deforestasi
3. Target Energi Mix Indonesia Tahun 2025 Konsumsi energi di Indonesia, sampai saat ini di dominasi oleh minyak. Pada tahun 2003, bahan bakar minyak memenuhi 54% dari total konsumsi energi Indonesia, selanjut bahan bakar gas bumi mencapai konsumsi 27% dan batubara sebesar 14% (Gambar 3.1). Sedangkan energi dari sumber lainnya (tenaga air, dan energi terbaharukan) baru mencapai 5% dari total konsumsi energi Indonesia (Gambar 3.1). Pada Gambar 3.1 tersebut di bawah ini secara lengkap tergambarkan energi mix Indonesia pada tahun 2003 (DESDM, 2005).
Gas bumi 26.5%
Batubara 14.1% PLTA 3.4% Panas bumi 1.4% EBT Lainnya 0.2%
Minyak bumi 54.4%
Sumber: DESM, 2005
Gambar 3.1. Energi (Primer) Mix Nasional Tahun 2003 Selanjutnya pemerintah Indonesia menarget struktur energi nasional pada waktu mendatang dengan memberikan proyeksi energi (primer) mix nasional pada tahun 2025 seperti diperlihatkan pada Gambar 3.2. Energi mix pada Gambar 3.2 di bawah ini disebut juga sebagai energi mix untuk scenario dasar.
Batubara 34.6% PLTA 1.9% Panas bumi 1.1%
Gas bumi 20.6%
PLTMH 0.1%
Minyak bumi 41.7%
Sumber: DESDM, 2005
Gambar 3.2. Energi (Primer) Mix Nasional Tahun 2025 (Skenario Dasar) Apabila dilakukan upaya peningkatan usaha pengembangan energi rendah emisi (skenario optimalisasi), maka akan didapatkan proyeksi energi nasional seperti diperlihatkan pada Gambar 3.3 berikut ini.
PLTMH 0.216% Biofuel 1.335% Tenaga surya 0.020% Batubara 32.7%
Tenaga angin 0.028%
PLTA 2.4% Panas bumi 3.8% EBT Lainnya 4.4%
Fuel cell 0.000% Biomassa 0.766%
Gas bumi 30.6% Minyak bumi 26.2%
Nuklir 1.993%
Sumber: DESDM, 2005
Gambar 3.3. Energi (Primer) Mix Nasional Tahun 2025 (Skenario Optimalisasi) Sedangkan target energi mix nasional pada tahun 2025 tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam satuan energi seperti dijelaskan dalam Tabel 3.1, berikut ini. Tabel 3.1. Target Energi Mix Tahun 2025 Energi Rendah emisi
2004
2025
Panas Bumi Mini/mikro Hidro
807 MW 84 MW
Energi Surya Biomassa Energi Angin
8 MW 445 MW 0,6 MW
9500 MW 500 MW (On Grid) 330 MW (Off Grid) 80 MW 810 MW 250 MW (On Grid) 5 MW(Off Grid) 4,7 Juta KL 5% dari total Gasoline 2,5% dari total FO dan IDO
Biodiesel Gasohol Bio Oil Sumber: DESDM, 2005
Berikut ini adalah potensi energi rendah emisi dan kapasitas terpasangnya. Tabel 3.2. Potensi dan Kapasitas Terpasang Energi Rendah emisi Jenis Energi
Potensi
Kapasitas Terpasang
Tenaga Air
75.67 GW
4200 MW
Panas Bumi
27 GW
807 MW
Mini/Microhydro
712 GW
206 MW
49.81 GW
445 MW
Biomassa
2
Energi Surya
4.8 kWH / m / hari
8 MW
Energi Angin
3-6 m/det
0.6 MW
Sumber: DESDM, 2005
Status pemanfaatan teknologi energi rendah emisi berbeda untuk tiap jenis teknologi. Teknologi mikrohidro, panas bumi dan solar water heater telah mencapai tahap komersil. Teknologi photovoltaik, energi angin, gasifikasi telah mencapai tahap percontohan dan semi komersial. Beberapa teknologi lainnya masih dalam tahap penelitian dan pengembangan seperti fuelcell dan OTEC.
Tabel 3.3. Status Teknologi Energi Rendah emisi Jenis Energi Panas Bumi
Penelitian dan Pengembangan
Percontohan
Semi Komersial
√
Komersial √
Mikrohidro
√
Surya : - Fotovoltaik - Surya Thermal
√ √
Angin
√
Biomassa: - Direct combustion - Gasifikasi - Biogas - Liquefaction
√ √ √ √
Energi Samudra EBT lainnya
√ √
√ √
√ √ √ √
√ √
Sumber: DESDM, 2005
Usaha untuk pengembangan energi rendah emisi agar dapat bersaing secara komersial khususnya dengan energi komersial masih menghadapi berbagai macam kendala seperti kurangnya dukungan pengembangan industri, kebijakan investasi, pengembangan pasar, insentif/subsidi maupun pola investasi untuk mendorong partisipasi swasta dan koperasi.
4. Potensi Energi Rendah Emisi dan Daya Serap Karbon Pada bagian ini selanjutnya akan dikaji dan dikuantifikasi proyeksi energi rendah emisi Indonesia berdasarkan dua skenario, yaitu skenario business as usual (skenario dasar) dan skenario optimalisasi. Skenario optimalisasi yang dikembangkan disini merupakan fungsi dari (1) pertumbuhan ekonomi (Y), (2) pertambahan populasi (P), dan (3) peningkatan teknologi (T). Masing-masing energi rendah emisi yang akan dikaji dibawah ini merupakan variasi fungsi tersebut di atas dan bisa berbeda dari satu energi rendah emisi dengan energi rendah emisi lainnya. Sedangkan magnitude (besaran) pertumbuhan merupakan fungsi dari nilai/data energi sebelumnya. Pendekatan yang digunakan dikembangkan dengan pendekatan ekonometrika dan penentuan besaran variable dengan menggunakan prinsip elastisitas. Persamaan umum yang digunakan dalam proyeksi energi rendah emisi/energi terbarukan (ET) nasional adalah sebagaimana disajikan dalam persamaan (4.1) berikut ini:
⎧⎡ P ⎤ ⎡ Y ⎤ ⎡ T ⎤ ⎫ ETt = ETt −1 * f ⎨⎢ t ⎥, ⎢ t ⎥, ⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Pt −1 ⎦ ⎣ Yt −1 ⎦ ⎣ Tt −1 ⎦ ⎭
(4.1)
di mana;
ETt ETt −1 Pt Pt −1 Yt Yt −1 Tt Tt −1
= Produksi energi rendah emisi (ET) pada tahun t = Produksi energi rendah emisi (ET) pada tahun t-1 = Populasi pada pada tahun t = Populasi pada pada tahun t-1 = Pertumbuhan ekonomi pada tahun t = Pertumbuhan ekonomi pada tahun t-1 = Peningkatan teknologi pada tahun t = Peningkatan teknologi pada tahun t-1
Pertumbuhan populasi menggunakan hasil kajian populasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didapatkan dari penelitian Susandi (2004), sedangkan perkembangan teknologi merupakan fungsi pertumbuhan ekonomi perkapita Indonesia. Pertambahan populasi, perkembangan ekonomi dan ekonomi perkapita Indonesia sampai tahun 2100, ditunjukkan masing-masing oleh Gambar 4.1, Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.
600 Populasi (Juta)
500 400 300 200 100 0 2000
2020
2040
2060
2080
Tahun Sumber: Susandi, 2004
Gambar 4.1. Proyeksi Populasi Indonesia
2100
GDP (Trilyun Dolar)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 2000
2020
2040
2060
2080
2100
Tahun Sumber: Susandi, 2004
Gambar 4.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (GDP) Indonesia
GDP perkapita (Dolar)
18000 15000 12000 9000 6000 3000 0 2000
2020
2040
2060
2080
2100
Tahun Sumber: Susandi, 2004
Gambar 4.3. Proyeksi GDP perkapita Indonesia Persamaan (4.1) tersebut digunakan sebagai persamaan umum untuk proyeksi masing-masing energi rendah emisi Indonesia yang akan diberikan secara rinci pada bagian di bawah ini.
4.1. Mini/mikrohidro Kapasitas terpasang energi mini/mikro hidro pada tahun 1998 adalah sebesar 21 MW dan meningkat pada tahun 2005 sebesar 84 MW. Perkembangan energi mini/mikro hidro mendatang yang dipilih merupakan fungsi pertambahan populasi (P) dan pertumbuhan ekonomi (Y). Persamaan yang digunakan proyeksi energi rendah emisi (skenario dasar) dari energi mini/mikro hidro adalah persamaan (4.2) sebagai berikut:
⎧⎡ P ⎤ ⎡ Y ⎤ ⎫ ETMh ( t ) = ETMh ( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥, ⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Pt −1 ⎦ ⎣ Yt −1 ⎦ ⎭
(4.2)
Diasumsikan bahwa usaha pengembangan energi rendah emisi dari mini/mikro hidro melalui kebijakan pola investasi dan pendanaan seperti yang diusulkan dalam kajian ini akan meningkat sebesar fungsi pertumbuhan ekonomi, selanjutnya skenario ini disebut sebagai skenario optimalisasi, sehingga persamaan (4.3) menjadi:
⎧⎡ Y ⎤ ⎫ ETMh ( t ) = ETMh ( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣Yt −1 ⎦ ⎭
(4.3)
Hasil proyeksi pengembangan energi rendah emisi dari mini/mikro hidro seperti diberikan pada Gambar 4.4. berikut:
500
dasar
optimalisasi
MW
400 300 200 100 0 2000
2005
2010
2015
2020
2025
Tahun Gambar 4.4. Proyeksi Energi Mini/Mikro Hidro Skenario Dasar dan Optimalisasi Terlihat bahwa energi mikro mini/mikro hidro naik mencapai 264 MW (Off Grid) atau 0,08% dari total energi nasional (target 0,1%) dengan skenario dasar pada tahun 2025 dan mencapai 413 MW (Off Grid) dengan skenario optimalisasi (melebihi target atau 1,25%, sementara target pada skenario ini adalah sebesar 0,216% atau sebesar 330 MW (Off Grid)).
4.2. Angin Proyeksi energi angin untuk skenario dasar merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi (Y) dan perkembangan teknologi (T), seperti di berikan dalam persamaan (4.4) berikut:
⎧⎡ Y ⎤ ⎡ T ⎤ ⎫ ETA( t ) = ETA( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥, ⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Yt −1 ⎦ ⎣ Tt −1 ⎦ ⎭
(4.4)
Sedangkan untuk skenario optimalisasi dengan dukungan pola investasi dan pendanaan dari pemerintah merupakan fungsi pertumbuhan ekonomi (Y) saja, lihat persamaan (4.5).
⎧⎡ Y ⎤ ⎫ ETA( t ) = ETA( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Yt −1 ⎦ ⎭
(4.5)
Gambar 4.5, memperlihatkan proyeksi untuk kondisi dasar dan kondisi optimalisasi. Terlihat bahwa energi angin berkontribusi sebesar 2,1 MW (Off Grid) pada tahun 2025 pada skenario dasar dan mencapai 2,5 MW (Off Grid) pada skenario optimalisasi atau sebesar 0,014% lebih rendah dari target sebesar 0,028%, sebesar 5 MW (Off Grid), lihat Gambar 3.
3.0
dasar
2.5
optimalisasi
MW
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 2000
2005
2010 2015 Tahun
2020
2025
Gambar 4.5. Proyeksi Energi Angin Skenario Dasar dan Optimalisasi
4.3. Surya Sasaran pengembangan pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya seperti diperlihatkan pada Gambar 4.6. berikut: 16.8 MWp
25,6 MWp
2005
2010
17,1 MWp
2015
11.1 MWp
2020 2020
2025
Sumber: DESDM, 2005
Gambar 4.6. Pengembangan Energi Listrik Tenaga Surya Selanjutnya dengan pendekatan ekonometrika maka persamaan (4.6) akan menggambarkan proyeksi energi rendah emisi dari surya ini, fungsi dari pertambahan penduduk (P) dan perkembangan teknologi (T).
⎧⎡ P ⎤ ⎡ T ⎤ ⎫ ETS ( t ) = ETS ( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥, ⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Pt −1 ⎦ ⎣ Tt −1 ⎦ ⎭
(4.6)
Sedangkan untuk skenario optimaslisasi digunakan pendekatan fungsi teknologi (4.T) yang memacu pertumbuhan energi surya, sebagai implikasi bantuan pendanaan dari pemerintah dalam pengembangan energi surya ini. Persamaan (4.7) menggambarkan proyeksi energi surya tersebut.
⎧⎡ T ⎤ ⎫ ETS ( t ) = ETS ( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Tt −1 ⎦ ⎭
(4.7)
Gambar 4.7 memperlihatkan proyeksi energi rendah emisi dari surya untuk kedua skenario tersebut, pada tahun 2025, energi surya akan menghasilkan 0,007% dari total energi (primer) mix nasional atau sebesar 28.4 MW, sementara ditargetkan adalah mencapai 0,02% atau sebesar 80 MW (Gambar 3.3).
30 25
dasar
optimalisasi
MW
20 15 10 5 0 2000
2005
2010 2015 Tahun
2020
2025
Gambar 4.7. Proyeksi Energi Surya Skenario Dasar dan Optimalisasi
4.4. Biomassa Pengembangan energi biomassa diasumsikan akan berkembangan dengan pertambahan penduduk (P) dan peningkatan perkembangan teknologi (T) dari biomassa itu sendiri, oleh karena itu persamaan (4.8) memberikan proyeksi untuk energi biomassa ini dimasa mendatang untuk skenario dasar.
⎧⎡ P ⎤ ⎡ T ⎤ ⎫ ETB ( t ) = ETB ( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥, ⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Pt −1 ⎦ ⎣ Tt −1 ⎦ ⎭
(4.8)
Sedangkan untuk skenario optimalisasi, perkembangan energi biomassa dijelas oleh persamaan (4.9).
⎧⎡ T ⎤ ⎫ ETB ( t ) = ETB ( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Tt −1 ⎦ ⎭
(4.9)
Gambar 4.8 menunjukkan proyeksi kedua skenario tersebut. Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa skenario optimalisasi akan meningkatkan produksi biomassa mencapai 1175 MW (1,111) pada tahun 2025 atau melebih target sebesar 810 MW (0,766%), sedangkan pada skenario dasar mendekati target optimalisasi yaitu sebesar 816 MW pada tahun 2025.
MW
1400 1200 1000 800 600 400 200 0
dasar
2000
optimalisasi
2005
2010 2015 Tahun
2020
2025
Gambar 4.8. Proyeksi Energi Biomassa Skenario Dasar dan Optimalisasi
4.5. Panas bumi Roadmap pengembangan panas bumi ditargetkan bahwa energi ini akan mencapai 9500 MW pada tahun 2025 (DESDM, 2005). Sebagaimana di perlihatkan pada Gambar 4.9.
2004
2008
2012
2016
2020
807 MW (produksi)
2000 MW
3442 MW
4600
6000
1193 MW WKP yang ada
1442 MW WKP yang ada
1158 MW WKP yang ada + WKP baru
1400 MW WKP baru
2025 9500 MW (target) 3500 MW WKP baru
Sumber: DESDM, 2005
Gambar 4.9. Roadmap Energi Panas Bumi Indonesi Berdasarkan pengembangan model ekonometrika untuk kasus panas bumi Indonesia, diasumsikan bahwa perkembangan panas bumi di Indonesia merupakan fungsi pertumbuhan ekonomi (Y) dan perkembangan teknologi (T) panas bumi itu sendiri. Persamaan (4.10) dan (4.11) memperlihat untuk skenario dasar dan skenario optimalisasi.
⎧⎡ Y ⎤ ⎡ T ⎤ ⎫ ETG ( t ) = ETG ( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥, ⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Yt −1 ⎦ ⎣ Tt −1 ⎦ ⎭
(4.10)
⎧⎡ Y ⎤ ⎫ ETG ( t ) = ETG ( t −1) * f ⎨⎢ t ⎥ ⎬ ⎩⎣ Yt −1 ⎦ ⎭
(4.11)
Gambar 4.10, memperlihat proyeksi energi panas bumi tersebut dalam dua skenario.
5000 dasar
MW
4000
optimalisasi
3000 2000 1000 0 2000
2005
2010
2015 Tahun
2020
2025
Gambar 4.10. Proyeksi Energi Panas Bumi Skenario Dasar dan Optimalisasi Terlihat bahwa energi panas bumi Indonesia hanya akan mencapai 3400 MW pada skenario dasar. Sedangkan melalui skenario optimalisasi dari model didapatkan bahwa energi panas bumi akan mencapai 3940 MW atau berkontribusi sebesar 1,6% dari total energi mix, lebih rendah dari yang ditargetkan sebesar 3,8% atau sebesar 9500 MW (DESDM, 2005), lihat Gambar 3.3 dan Gambar 4.9.
4.6. Penyerapan Karbon dari Energi Rendah Emisi Potensi penyerapan karbon oleh energi angin adalah berkorelasi dari nilai energi fosil yang tidak jadi dibakar tetapi digantikan oleh energi angin yang akan diproduksi. Gambar 4.11, menunjukkan proyeksi penyerapan karbon dengan pengembangan energi angin di Indonesia.
0.12
Mt C O 2 per year
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 2010
2020
2030
2040
2050
Year
Gambar 4.11. Proyeksi Penyerapan Emisi Karbon dari Pengembangan Energi Angin Selanjutnya pada Gambar 4.12 dan 4. 13 diperlihatkan proyeksi penyerapan emisi karbon dari pemakaian panas bumi dan pengembangan biodiesel.
50
Replacing Gas Replacing Oil
MtCO2 per year
40
Replacing Coal
30 20 10 0 2010
2020
2030
2040
2050
Year Sumber: Susandi, 2006
Gambar 4.12. Proyeksi Penyerapan Emisi Karbon dari Pengembangan Panas Bumi
90
Mt CO2 per Year
80 70 60 50 40 30 20 10 0 2010
2020
2030
2040
2050
Year Gambar 4.13. Proyeksi Penyerapan Emisi Karbon dari Pengembangan Biodiesel
5. Kesimpulan dan Kajian Mendatang 5.1. Kesimpulan Penilitian ini telah memberikan gambaran tentang pengembangan energi rendah emisi Indonesia yang berpotensi dalam usaha mitigasi perubahan iklim global. Pengembangan energi rendah emisi Indonesia secara umum belumlah mencapai titik optimal yang diharapkan untuk mencapai target energi mix nasional pada tahun 2025. Diperlukan usaha-usaha baru yang lebih
mempercepat perkembangan usaha energi terbarukan yang rendah emisi ini, sehingga Indonesia dapat mencapai keberlangsungan pembangunannya dengan menjaga keamanan pasokan energi nasionalnya. Peran teknologi dan kemudahan dalam pengembangan usaha energi rendah emisi melalui kebijakan-kebijakan khusus akan menjadi tambahan penguatan dalam pengembangan energi rendah emisi ini, diharapkan upaya ini akan mempercepat usaha mencapai target energi mix nasional yang diharapkan.
5.2. Kajian Mendatang Selain itu kajian mendatang yang diperlukan adalah membuat peta potensi energi yang lebih detail secara spasial sehingga memberikan peta dan bahan awal yang cukup berarti bagi pengembang energi terbarukan (rendah emisi). Selanjutnya analisis temporal tentang energi rendah emisi ini dapat dilakukan proyeksi potensi energi dengan berbasis permintaan konsumen dengan aktifitas pembangunannnya serta perkembangan teknologi mendatang, sehingga proyeksi mendatang akan lebih menarik untuk diperhatikan oleh berbagai stakeholder dalam pengembangan energi rendah emisi ini.
Daftar Pustaka DESDM., 2005. Blue Print Kebijakan Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Indonesia. DGEED (Directorate General of Electricity and Energy Development)., 2000: Statistik dan Informasi Ketenagalistrikan dan Energi (Statistics and Information of Electric Power and Energy), Jakarta. DGEED (Directorate General of Electricity and Energy Development)., 2000. Statistics and Information of Electric Power and Energy. Jakarta. EUSAI (Embassy of the United States of America in Indonesia)., 2001. Petroleum Report Indonesia. IEA (International Energy Agency)., 2000. World consumption of primary energy. International Energy Annual, World Energy Consumption. Sari, A et al., 2001. Does money growth on tress? Opportunities and Challenges of Forestry CDM in Indonesia, Pelangi, Jakarta. SME-ROI (State Ministry for Environment, Republic of Indonesia)., 1996. Indonesia: First National Communication under the United Nations Framework Convention on Climate Change, Jakarta. Susandi, A., 2004: The Impact of International Green House Gas Emmisions Reduction on Indonesia. Report on System Science. Max Planck Institute for Meteorology. Hamburg, Jerman. Susandi, A., 2005. Emisi Karbon dan Potensi CDM dari Sektor Energi dan Kehutanan Indonesia. Jurnal Teknik Lingkungan, ISSN 0854 – 1957, October 2005 Susandi, A., 2006. Indonesia’s Geohermal: Development and CDM Potential.