PERILAKU MODELING PADA REMAJA PECINTA KOMIK JEPANG SHAMAN KING Kosmas Tulus Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma ABSTRAK Di Indonesia hampir semua jenis komik tidak pernah ketinggalan hadir dan mempengaruhi citra komik nasional. Ternyata buku komik yang dibaca tidak semua bermanfaat khususnya bagi kaum remaja (pelajar). Banyak sekali pesan yang disampaikan dari sebuah komik termasuk hal-hal yang berbau kekerasan. Pada dasarnya para remaja yang mengidolakan tokoh dalam komik banyak meniru perilaku yang biasa dilakukan oleh tokoh idolanya baik yang bersifat negatif seperti perkelahian maupun positif seperti menolong orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk perilaku modeling yang dilakukan remaja pecinta komik Jepang dan faktor apa saja yang menyebabkan remaja pecinta komik Jepang melakukan perilaku modeling, serta apa saja dampak dari perilaku modeling pada pecinta komik Jepang terhadap dirinya, orang lain, dan lingkungan sekitarnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus dengan subjek seorang remaja pecinta komik berusia 18 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek mengidolakan Yoh Asakura tokoh utama dalam komik Shaman King karena pembawaannya yang tenang dalam bertindak. Bentuk-bentuk perilaku modeling yang dilakukan remaja pecinta komik Shaman King yaitu seperti cara berpakaian subjek dengan menggulung celana panjangnya sampai betis, model rambut di belah tengah, bagian belakang rambut dibentuk ke atas dan karakteristik dari tokoh idola seperti bertanggung jawab, bergaul dengan siapa saja, membantu kaum lemah, disenangi banyak orang, berbakti pada orang tua, percaya diri, memiliki semangat tinggi dan tidak mudah menyerah. Faktor yang menyebabkan subjek melakukan perilaku modeling adalah karena subjek memperoleh manfaat besar seperti semangat yang tinggi dalam menjalani peran dalam keluarganya, sifat pantang menyerah dalam mengerjakan aktivitas dan menjadi kebanggaan keluarga karena bisa berprestasi di sekolah, selain itu juga agar hal baik dari tokoh idola yang subjek peroleh dapat di aplikasikan di dunia nyata.
A. LATAR BELAKANG Di dalam perjalanannya, komik-komik yang pernah hadir di Indonesia mempunyai komunitas penggemarnya tersendiri. Di Indonesia, sengaja atau tidak di sengaja, secara kasar seolah terbentuk kelompok-kelompok yang fanatik pada jenis komik tertentu. Dekade tahun 50-an hingga 60-an didominasi oleh komik nasional (lokal), kemudian memasuki dekade 70an hingga 80-an mulai diramaikan oleh kehadiran komik-komik impor dan terjemahan Barat (Eropa dan Amerika), disusul dekade 90-an hingga saat ini serbuan dari komik terjemahan asal negeri matahari terbit yaitu Jepang. Pemilihan pada suatu tokoh yang diidolakan dan ditiru lebih pada penggambaran norma atau nilai yang dianut dalam lingkungan keluarga dan sekitarnya. Adapun manfaat yang dapat dipetik para remaja dari idolanya yaitu, (1) sebagai media penanaman nilai, adanya pengidolaan remaja pada tokoh hero dapat memasukkan berbagai nilai-nilai kehidupan, misalnya menolong orang lain seperti tokoh spiderman dalam komik, (2) panutan, misalnya makan bayam agar menjadi sehat dan kuat seperti popeye dalam komik, dan (3) menumbuhkan imajinasi. Di mana bila remaja mampu mengolah rasa suka mereka pada tokoh tertentu menjadi suatu permainan yang imajinatif dan menyenangkan, maka imajinasi mereka pun bisa berkembang dengan baik (Kurniasih, 2004). Masa remaja merupakan masa identifikasi yaitu masa dimana remaja sedang mencari identitas diri yang sebenarnya. Remaja merupakan fase pembelajaran dan masih labil, perilaku yang dilakukan sangat dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar. Banyak cara yang dilakukan remaja dalam mencari indentitas dirinya, salah satunya dengan meniru orang lain atau idolanya. Remaja biasanya suka meniru perilaku sang idolanya melalui media masa, TV, komik atau beberapa bentuk simbolis lainnya untuk ditiru. Seperti halnya remaja pecinta komik, mereka lebih banyak belajar dari tokoh komik yang mereka sukai dan menjalankan apa saja yang mereka pelajari dari komik tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka. Modeling
dapat
pula
diklasifikasikan
berdasarkan
syarat-syarat
keberadaan
atau
ketidakberadaan model, dan dilihat secara langsung jika stimulus modeling mengarahkan organisma (yaitu individu) untuk melakukan assosiasi terhadap rangkaian pengalaman sensory bagi pengamat, isyarat-isyarat verbal kemungkinan dipersiapkan oleh model atau diciptakan oleh pengamat (Ritandiyono, 1998).
Komik tentang superhero cenderung lebih menarik untuk dijadikan modeling bagi banyak remaja karena banyak hal positif yang bisa ditemukan dalam komik superhero dan tidak dimiliki oleh remaja tersebut, seperti menolong orang lain dari ancaman dan bahaya, menegakkan keadilan, membela kebenaran, menyelamatkan dunia dari kejahatan, bijaksana, pantang menyerah dan sebagainya. Hal ini yang mendorong remaja untuk meniru hal positif yang terdapat dalam komik superhero tersebut. Salah satu komik tentang superhero yang digemari dan banyak ditiru oleh remaja sekarang ini adalah Shaman King, komik ini menceritakan tentang seorang anak bernama Yoh Asakura yang bisa berhubungan dengan roh dan anak ini sedang berlatih untuk mengikuti pertandingan shaman (shaman fight) yang diadakan setiap 500 tahun sekali dan menjadi Shaman King yaitu sang juara dan seorang pemenang turnamen yang akan mendapatkan roh agung (Great Spirit) dan memimpin dunia. Judul penelitian ini diambil berdasar fakta bahwa banyak remaja yang ikut terkena imbas gaya berpakaian, model rambut, gaya berbicara, selain itu masih ada juga sikap dan perilaku lainnya yang ditampilkan tokoh idola dalam komik yang mereka baca dan tiru. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti penyebab perilaku modeling pada remaja pecinta komik Jepang yang berakibat positif maupun negatif, baik dari segi fisik dan psikologis. B. PERTANYAAN PENELITIAN Dari beberapa pembahasan di atas maka timbul beberapa pertanyaan, antara lain: 1. Seperti apa bentuk-bentuk perilaku modeling yang dilakukan remaja pecinta komik Jepang Shaman King ? 2. Faktor apa yang menyebabkan remaja pecinta komik Jepang Shaman King melakukan perilaku modeling? 3. Apa saja dampak dari perilaku modeling pada remaja pecinta komik Jepang Shaman King? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk perilaku modeling yang dilakukan remaja pecinta komik Jepang Shaman King dan faktor apa saja
yang menyebabkan remaja pecinta komik Jepang Shaman King melakukan perilaku modeling. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi terutama dalam bidang perkembangan ilmu Psikologi Sosial, Perkembangan dan Psikologi Pendidikan mengenai teori perilaku modeling yang dilakukan oleh remaja pecinta komik dan hasil karya sastra lainnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para remaja mengenai bentuk dan faktor-faktor pendorong yang menimbulkan perilaku modeling, selain itu juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pecinta komik lainnya agar dapat mengambil segi positif dari perilaku-perilaku yang akan ditirunya. Sementara itu, penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi masyarakat agar lebih melestarikan budaya dan adat istiadat bangsa sendiri dalam bersosialisasi, berpenampilan, bersikap, dan bertingkah laku sesuai norma dan aturan yang berlaku agar terhindar dari dampak negatif akibat perilaku modeling para pecinta komik Jepang Shaman King seperti, malas belajar, berpikir tidak realistis, penampilan yang tidak sesuai dengan budaya setempat, dan bahkan ada juga pembaca komik yang bernuansa ekstrim berani untuk melakukan tindakan bunuh diri. E. LANDASAN TEORI Bandura (1997) menjelaskan bahwa modeling merupakan suatu perubahan pada diri individu terhadap tingkah laku atau perilaku model yang ia tiru, kebanyakan tingkah laku seseorang terjadi karena pengamatan atau belajar model. Model yang ditiru bukan hanya orang-orang yang konkrit ada, melainkan juga model-model yang simbolis yang dilihat pada televisi atau dibaca dalam buku.
Beberapa psikolog melihat aspek-aspek belajar modeling secara berbeda (dalam Ritandiyono,1998), yaitu belajar imitasi, belajar observasi, belajar sosial, dan belajar pengalaman (vicarious learning). a. Belajar Imitasi Belajar modeling disebut belajar imitasi karena belajar modeling lebih menekankan pada aspek-aspek proses belajar meniru perilaku. Dalam beberapa contoh, respon organisma tersebut dapat berupa mencontoh apa adanya tanpa didasari pengertian tertentu. Belajar modeling tersebut menunjukkan adanya belajar imitasi murni (pure imitation). b. Belajar Observasi Belajar modeling disebut belajar observasi karena belajar modeling lebih menekankan pada aspek-aspek atensi organisma pada stimulus-stimulus (model) di lingkungannya. Adanya atensi organisma tersebut, kemudian dipelajari faktor-faktor apakah yang mempengaruhi persepsi organisma terhadap model. c. Belajar Sosial Teori belajar sosial melihat belajar modeling, lebih menekankan peranan yang dimainkan oleh individu-individu dalam interaksi antar individu. Teori belajar sosial ini sering digunakan untuk mengembangkan pembahasan terhadap karakteristik kepribadian individu. d. Belajar Pengalaman (vicarious learning) Belajar Pengalaman (vicarious learning) lebih menekankan pada organisma sebagai pengamat mempertimbangkan tidak hanya bentuk-bentuk perilaku model, tetapi juga konsekuensi dari perilaku tersebut. Menurut Ritandiyono (1998), terdapat tiga karakteristik modeling yang terpenting yaitu: a. Kesamaan Model Kesamaan karakteristik antara pengamat dengan model akan mempengaruhi efektifitas proses belajar modeling yang dilakukan oleh pengamat. Semakin banyak kesamaan karakteristik, akan semakin memudahkan proses belajar modeling tersebut. Kesamaan karakteristik dapat berupa kesamaan jenis kelamin, umur, dan suku. b. Status Model Terdapat indikasi bahwa model berstatus tinggi lebih cenderung akan ditiru oleh pengamat daripada model yang tidak berstatus. Status menunjukkan pada kualitas dari
nilai atau harga yang dimiliki model. Status dapat berupa posisi atau peran model di lingkungannya. Posisi menunjukkan pada pekerjaan, fungsi, dan title model. Peran menunjukkan perilaku nyata model pada posisinya. Posisi dan peran dapat saling berkaitan, tetapi hal tersebut kurang begitu penting. c. Standar Model Jika
model
yang
diamati
cukup
terhomat,
maka
pengamat
tidak
hanya
mempertimbangkan perilaku nyata dari model, tetapi juga standar performance yang ditunjukkan oleh model. Standar dari model tersebut dapat berupa standar penguatan-diri (self-reinforcement) dan standar moral. Orang meniru karena apa yang dilakukan membawa kepuasan atau ganjaran, yaitu peneguhan (Sosiawan, 1990). Bagaimana peneguhan terwujud terdiri atas 3 jenis : a. Peneguhan Secara Langsung Individu mendapat ganjaran seperti pujian kerana dia meniru sesuatu tingkahlaku yang diperhatikan. Misal anak yang meniru perilaku bapaknya karena dia dipuji dan mengulangi tingkahlaku tersebut. b. Peneguhan Mandiri Individu meniru bukan kerana ingin dipuji tetapi kerana ingin mencapai cita-citanya sendiri, misal seorang pelajar meniru cara Edwin Moses (atlit lari Amerika ; pemecah rekor dunia) dalam berlari, ia melakukan itu bukan untuk dipuji oleh pelatihnya tetapi untuk membuktikan kepada dirinya bahwa diapun bisa berlari sama persis dengan Edwin Moses dan ini memberi kepuasan kepadanya. c. Peneguhan Vikarius Individu mendapat kepuasan secara tak langsung dengan meniru orang lain. Individu yang memperhatikan orang lain mendapatkan kepuasan atau ganjaran karena meniru model, iapun berbuat demikian karena ingin mendapat peneguhan yang sama. misal. Seorang pelajar memperhatikan rekannya dipuji oleh gurunya karena menyelesaikan tugas dengan cepat maka mungkin pada waktu lain ia akan berbuat demikian kerana dia menyangka akan menerima pujian yang sama. Menurut Bandura (dalam As-Salamy, 2008), terdapat dua dampak modeling: a. Tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat.
b. Tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkahlaku model itu diganjar atau dihukum. Ritandiyono (1998), menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan modeling yaitu: a. Faktor Spesies Spesies organisma dapat mempengaruhi keberhasilan belajar modeling. Kemampuan belajar modeling tertentu hanya dimiliki oleh spesies tertentu pula. b. Kompleksitas Respon Pada umumnya, respon yang komplek dari model akan lebih sulit atau lebih lama ditiru oleh pengamat, dibandingkan dengan respon yang relatif sederhana. Kesimpulan tersebut sebenarnya juga berlaku untuk bentuk-bentuk belajar lainnya. c. Motivasi Motivasi didefinisikan sebagai beberapa kondisi yang memulai, menghubungkan dan memelihara suatu perilaku dalam organisma. Tanpa motivasi, suatu organisma kemungkinan besar gagal menunjukkan perilaku yang sudah dipelajari. Piaget (dalam Hurlock, 1996) mendefinisikan remaja sebagai masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Havighurst (dalam Hurlock, 1996) menyebutkan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja adalah sebagai berikut: a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharap dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mempersiapkan karier ekonomi. f. Mempersiapkan perkawinan dalam keluarga.
Menurut
Hurlock
(1996),
masa
remaja
mempunyai
ciri-ciri
tertentu
yang
membedakannya dengan periode sebelumnya dan sesudahnya sebagai berikut: a. Masa remaja sebagai periode yang penting Usia 12-16 tahun bagi sebagian besar anak muda merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. b. Masa remaja sebagai periode peralihan Masa remaja merupakan tahap peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya, artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan akan digunakan. Apa yang telah terjadi akan meninggalkan bekas dan akan mempengauhi perilaku dan sikap yang baru. c. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Bila perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun pula. Ada beberapa perubahan yang sama yang hampir bersifat universal, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psiologis, perubahan tubuh, minat, dan peran. d. Masa remaja merupakan masa mencari identitas Sepanjang usia geng pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar daripada individualitas. e. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. f. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Remaja mulai memusatkan diri pada perilakunya yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang, dan terlibat dalam hubungan seks. Mereka menganggap perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.
Kata komik secara umum digunakan untuk menyebut sastra gambar (Bonneff, 1998). Secara lebih khusus komik didefinisikan sebagai rangkaian gambar yang mengisahkan urutan cerita (Rohaeni, 1995). Sarumpet (dalam Oscarini, 1999) membagi corak bacaan anak menjadi tiga hal, yaitu: a. Bacaan teks, yaitu cerita yang disajikan dalam rangkaian kata-kata menggunakan katakata untuk menyajikan cerita dan tokohnya. Tiap peristiwa dijelaskan dengan kata-kata begitu pula adegan-adegan dan tokoh-tokoh. Tiap halaman dipenuhi baris kata-kata, terkadang ada satu atau dua gambar, namun cerita menitikberatkan pada kata-kata. b. Corak bacaan bergambar, yaitu bacaan yang menggunakan gamabr yang lebih daripada teks, teks tersebut tidak dicetak sebagai balon dialog. Dalam buku bacaan bergambar, tiap halaman terisi oleh sebuah gambar besar. Ada pula satu buah gambar mengisi dua halaman penuh. Sebuah gambar menunjukkan satu adegan atau peristiwa. Tiap gambar yang menunjukkan satu adegan diberi teks penjelas. Teks penjelas diberikan di bawah, samping atau atas gambar. Teks penjelas tersebut selain ada yang berfungsi sebagai dialog antar tokoh. Pada umumnya teks yang terdapat dalam bacaan bergambar merupakan kalimat singkat yang hanya terdiri dari beberapa baris. c. Corak komik, cerita disampaikan melalui rangkaian gambar berbingkai dengan disertai balon dialog. Sebuah gambar yang berbingkai menunjukkan adegan atau peristiwa. Gambar-gambar berbingkai tersebut disusun secara horizontal dan vertical berdasarkan urutan peristiwa. Bingkai-bingkai tersebut berfungsi sebagai pemisah satu peristiwa dengan peristiwa lain. Tiap gambar diberi teks yang berfungsi sebagai penjelas gambar, dialog antar tokoh, ungkapan perasaan tokoh. Teks yang berfungsi sebagai dialog perasaan diletakkan dalam balon, teks penjelas peristiwa diletakkan di atas, di bawah atau samping gambar tanpa menggunakan ruangan berbentuk balon. Jenis-jenis cerita dalam komik (Oscarini, 1999): a. Super hero
: Ciri khas jenis cerita ini adalah adanya satu atau lebih tokoh yang dipertahankan, tema kepahlawanan, banyak unsur kekerasan. Contoh: Avatar, Ultraman.
b. Legenda
: Ciri khasnya, dihubungkan dengan sejarah atau keadaan suatu masyarakat. Contoh: Legenda Naga (Rryuuroden), Tiga Kerajaan (The Three Kingdom).
c. Science Fiction : Terdapat unsur teknologi canggih, inovatif, memiliki logika ilmiah. Contoh: Detektif Conan. d. Bela diri
: Menggambarkan seni bela diri. Contoh: Boy Action (yudo), Toni Wong (kungfu), Naruto (ninja), Samurai X.
Shaman King (Bahasa Jepang: Shaman Kingu) adalah seri manga dan anime yang dibuat oleh Hiroyuki Takei. Cerita ini menceritakan tentang seorang anak bernama Yoh Asakura yang bisa berhubungan dengan roh dan anak ini sedang berlatih untuk mengikuti pertandingan shaman (shaman fight) yang diadakan setiap 500 tahun sekali dan menjadi shaman king yaitu sang juara turnamen dan seorang pemenang turnamen yang akan mendapatkan roh agung (Great Spirit) dan memimpin dunia. Tokoh-tokoh Cerita dalam Komik Shaman King: Yoh Asakura, Manta Oyamada, Anna Kyoyama, Tamao Tamamura, Ryunosuke Umemiya (Bokutou no Ryu), Faust VIII, Tao Ren, Tao Jun, Horo-Horo, Chocolove, Lyserg Diethel, Hao, Gandara, Suku Patch. F. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kualitatif dengan konstruktivismenya. Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan pedoman wawancara dan menggunakan observasi catatan lapangan. G. SUBJEK PENELITIAN Subjek dalam penelitian ini adalah seorang remaja laki-laki pecinta komik Shaman King yang berusia 18 tahun. H. HASIL PENELITIAN Bentuk-bentuk perilaku modeling yang dilakukan remaja pecinta komik Shaman King yaitu seperti cara berpakaian subjek dengan menggulung celana panjangnya sampai betis, model rambut di belah tengah dan bagian belakang rambut dibentuk ke atas. Subjek juga
menggunakan asesoris-asesoris yang digunakan oleh tokoh idolanya. Selain itu bentukbentuk perilaku modeling yang dilakukan subjek adalah dalam meniru semangat tokoh idolanya saat menjalani perannya di dalam keluarga, sifat tidak mudah menyerah dalam mengerjakan setiap aktivitasnya. Subjek juga meniru cara bergaul tokoh idolanya, terbukti subjek memiliki banyak teman baik laki-laki maupun perempuan. Subjek juga selalu berjuang untuk mempertanggung jawabkan tugasnya sebagai pelajar dengan cara berprestasi dalam bidang akademis dan tidak menyia-nyiakan jerih payah orang tua untuk membiayai sekolah. Faktor yang menyebabkan subjek melakukan perilaku modeling adalah karena subjek memiliki hobi yang sama dengan tokoh idolanya yaitu hobi mendengarkan musik. Selain memiliki kesamaan hobi subjek juga memiliki kesamaan jenis kelamin dengan tokoh idolanya, sifat yang tenang dan pendiam. Tokoh idola yang subjek tiru adalah seorang pelajar, subjek sengaja meniru tokoh idola yang memilliki status pelajar agar mudah ditiru. Adapun yang membuat subjek meniru tokoh idolanya di luar faktor-faktor yang terdapat di atas yaitu karena subjek memperoleh manfaat besar seperti semangat yang tinggi dalam menjalani peran dalam keluarganya, sifat pantang menyerah dalam mengerjakan aktivitas dan menjadi kebanggaan keluarga karena bisa berprestasi di sekolah, selain itu juga agar hal baik dari tokoh idola yang subjek peroleh dapat di aplikasikan di dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dampak yang diperoleh subjek dari perilaku modeling yang dilakukannya adalah banyak memperoleh hal positif, bertambahnya semangat dalam diri subjek saat melakukan setiap kegiatan, lebih bisa berfikir tenang, membuat subjek menjadi orang yang lebih baik, pemaaf dan bertanggung jawab, mudah bergaul, dan mampu memperjuangkan harapan orang tua. I. KESIMPULAN Bentuk-bentuk perilaku modeling yang dilakukan remaja pecinta komik Shaman King yaitu seperti cara berpakaian subjek model rambut, subjek juga menggunakan asesorisasesoris yang digunakan oleh tokoh idolanya, sifat tidak mudah menyerah, subjek juga meniru cara bergaul tokoh idolanya dan bertanggungjawab. Faktor yang menyebabkan subjek melakukan perilaku modeling adalah karena subjek memiliki kesamaan hobi dan jenis kelamin dengan tokoh idolanya, sifat yang tenang dan pendiam, semangat yang tinggi, sifat
pantang menyerah dan dapat di aplikasikan di dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dampak yang diperoleh subjek dari perilaku modeling yang dilakukannya adalah banyak memperoleh hal positif, bertambahnya semangat dalam diri subjek, mampu berfikir tenang, subjek menjadi orang yang lebih baik, pemaaf dan bertanggung jawab, mudah bergaul, dan mampu memperjuangkan harapan orang tua. J. SARAN 1. Bagi masyarakat umum agar lebih melestarikan budaya dan adat istiadat bangsa sendiri dalam bersosialisasi, berpenampilan, bersikap, dan bertingkah laku sesuai norma dan aturan yang berlaku agar terhindar dari dampak negatif akibat perilaku modeling para pecinta komik Jepang seperti, malas belajar, berpikir tidak realistis, penampilan yang tidak sesuai dengan budaya setempat. 2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih mengungkap masalah-masalah yang berhubungan dengan perilaku modeling pada remaja pecinta komik Jepang, seperti masalah modeling lainnya yang setiap individu memiliki sebab yang berbeda-beda.