EMOTIONAL INTELLIGENCE IN YOUNG DRUG USERS WHO DESIRE TO HEAL Nurlinayati Firyana Undergraduate Program, Faculty of Psychology Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id
Key words: emotional intelligence, youth, drugs.
ABSTRACT In general, drug users do not ever use drugs, drug users also want to be separated or recovered from the drug so that it takes a good emotional intelligence of himself and his family and others. This study aims to find out what kind of emotional intelligence in young drug users who wish to recover, and what factors affect the emotional intelligence of adolescent drug users who wish to recover. The subjects used in this research is a young man who was 20 years old drug user who wishes to recover that were attending methadone therapy. Emotional intelligence subjects experienced a desire to heal is quite good. The subject has the ability to recognize emotions, including feelings of close attention and be sensitive to a good thing to recover through methadone therapy, managing emotions that include anger, sadness, contemplation, cry when holding a suggestion or sakau to heal, motivate himself included optimism, hope and flow, recognize the emotions of others through speech and behavior that the subject wants to heal, and build relationships with others by interacting and communicating, so build a good relationship closeness through influence and convince the family and others that the subject can be cured by keeping the physical conditions and emotions so as not to stress with more patient, more wise in dealing with problems. The factors affecting emotional intelligence on a subject that is the harsh influence of innate nature of the subject's father, so that the subjects had a strong desire to get rid of and environmental factors that come from a family that is the concern that helped make the decision to subject the subject can be cured through either methadone therapy material support or attention.
Kecerdasan Emosional pada Remaja Pengguna Narkoba yang Berkeinginan untuk Sembuh Nurlinayati Firyana Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Pada umumnya pengguna narkoba tidak selamanya menggunakan narkoba, pengguna narkoba juga menginginkan untuk bisa lepas atau sembuh dari narkoba sehingga dibutuhkan adanya kecerdasan emosional yang baik dari dirinya maupun keluarga dan orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa kecerdasan emosional pada remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi kecerdasan emosional pada remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seorang remaja putra yang berumur 20 tahun pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh yang sedang mengikuti terapi metadon. Kecerdasan emosional yang dialami subjek yang berkeinginan untuk sembuh adalah cukup baik. Subjek memiliki kemampuan untuk mengenali emosi diri yang meliputi perasaan mencermati dan peka terhadap hal yang baik untuk sembuh melalui terapi metadon, mengelola emosi yang meliputi marah, sedih, merenung, menangis ketika menahan sugesti atau sakau untuk bisa sembuh, memotivasi dirinya sendiri meliputi optimis, harapan dan flow, mengenali emosi orang lain melalui ucapan dan perilaku yang menginginkan subjek untuk sembuh, dan membina hubungan dengan orang lain dengan berinteraksi dan menjalin komunikasi sehingga membina kedekatan hubungan baik melalui mempengaruhi dan menyakinkan keluarga dan orang lain bahwa subjek dapat sembuh dengan menjaga kondisi fisik dan emosi agar tidak stres dengan lebih sabar, lebih bijak dalam menghadapi masalah. Adapun faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional pada subjek yaitu adanya pengaruh bawaan sifat keras dari ayah subjek, sehingga subjek memiliki keinginan yang keras untuk bisa sembuh dan faktor yang berasal dari lingkungan keluarga yaitu adanya keperduliaan yang membantu subjek mengambil keputusan untuk subjek bisa sembuh melalui terapi metadon baik dukungan secara materil maupun perhatian. Kata kunci: kecerdasan emosional, remaja, narkoba.
PENDAHULUAN Pemerintah dan segenap masyarakat di Indonesia tiada hentinya memerangi penyalahgunaan narkoba. Hampir disetiap sudut kota terdapat spanduk-spanduk yang isinya menentang narkoba, baik di sekolah, di kampus, maupun di tempat umum lainnya. Iklan
yang menentang narkoba pun hadir di media massa seperti televisi, radio dan majalah. Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya generasi penerus sebagai tulang punggung kelangsungan bangsa, sehingga dalam GBHN yang telah diatur secara khusus mengenai anak dan remaja. Remaja tidak hanya berinteraksi dengan orang tua sebagai figur otoritas
namun di saat bersamaan mereka pun berhadapan dengan guru, kerabat dekat, teman yang lebih muda atau lebih tua usianya, mereka bahkan berhadapan dengan lembaga-lembaga formal dan non formal, di mana seluruhnya mensyaratkan perilaku yang memposisikannya bukan lagi sebagai anak-anak namun sudah sebagai dewasa, mereka dituntut untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Awal ketertarikan pada narkoba biasanya karena pergaulan selain itu juga dapat membantu mereka dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Merokok, minuman beralkohol dan narkoba dapat mengurangi tekanan dan frustasi, mengatasi kebosanan dan kelelahan, memuaskan rasa ingin tahu serta untuk alasan sosial yaitu agar merasa nyaman dan menikmati kebersamaan dengan orang lain. Remaja yang menjadi pengguna narkoba atau pecandu narkoba dalam kesehariannya mereka akan sangat bergantung pada zat-zat tersebut. Jika pemakaiannya dihentikan (putus narkoba) maka individu tersebut akan mengalami gejala withdrawal (sakaw). Pada peristiwa ini akan timbul gejala-gejala seperti mudah marah, emosional, agresif, tekanan darah naik dan sebagainya, akan tetapi apakah ketika menjalankan kehidupannya, individu tersebut akan selalu diselimuti dan diwarnai dengan sifat pesimis, kepedihan dan penderitaan yang berlarut-larut atau bahkan dibalik penderitaan tersebut individu akan lebih memahami arti, tujuan, manfaat dan makna kecerdasan emosional dalam dirinya. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka remaja pengguna narkoba atau pecandu narkoba
akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya dan merubah segala sesuatu menjadi lebih baik, dengan demikian energi yang dimiliki akan tersalurkan secara baik sehingga mengurangi hal-hal negatif dan diharapkan para remaja pengguna narkoba atau pecandu narkoba dapat menyalurkan emosinya secara proporsional dan efektif.
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kecerdasan emosional pada kasus remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi kecerdasan emosional pada kasus remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh.
TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional Menurut Solvey dan Mayer (dalam Goleman, 2005), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan dan Menurut Goleman (1999), kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan untuk mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Komponen-komponen kecerdasan emosional (dalam Goleman, 1995) : a. Mengenali Emosi Diri Adanya kemampuan seseorang untuk mengenali bagaimana perasaan yang muncul pada diri sendiri. Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosi. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan mencerminkaan perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah. b. Mengelola Emosi Mengelola emosi adalah kemampuan yang dapat membuat seseorang untuk mengatur emosi dalam dirinya maupun orang lain, mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. c. Memotivasi Diri Motivasi menurut Myres (dalam Goleman, 1995) adalah suatu kebutuhan atau keinginan yang dapat memberi kekuatan dan mengarahkan tingkah laku, jadi motivasi merupakan pendorong bagi terwujudnya kinerja yang tinggi dalam bidang yang diharapkan.
Kemampuan seseorang dalam memotivasi diri dapat diselusuri melalui hal-hal berikut : 1) Optimisme Optimis adalah sikap yang menahan seseorang untuk tidak terjerumus dalam keadaan apatis, keputusan, depresi pada saat mengalami kekecewaan dan kesulitan dalam hidup. Optimis merupakan sikap cerdas secara emosional (Goleman, 1995). 2) Harapan Harapan sangat bermanfaat dalam kehidupan. Harapan menurut Synder (dalam Goleman, 1995) merupakan keyakinan adanya kemauan cara untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Orang yang mempunyai harapan tidak akan menjadi cemas dan tidak akan bersikap pasrah, mereka mempunyai beban stres yang rendah. 3) Flow Flow merupakan puncak pemanfaatan emosi demi mencapai sasaran yang ditetapkan. Dalam flow emosi tidak hanya di tampung dan disalurkan tetapi juga bersifat mendukung, memberi tenaga dan selaras dengan tugas yang dihadapi. Ciri khas flow adalah perasaaan kebahagian spontan, flow adalah keadaan ketika seseorang sepenuhnya terserap ke dalam apa yang sedang dikerjakan, perhatian terfokus pada pekerjaan itu dan kesadaran menyatu dengan tindakan. Suatu keadaan konsentrasi yang tinggi adalah inti flow. d. Mengenali Emosi Orang Lain Mengenali emosi orang lain berarti kemampuan menangkap sinyal-
sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan hal-hal yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain atau lebih dikenal dengan empati. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain. e. Membina Hubungan Dengan Orang Lain Mampu menangani emosi orang lain merupakan inti dari membina hubungan dengan orang lain yang merupakan salah satu aspek dari kecerdasan emosi. Untuk mengatasi emosi orang lain dibutuhkan dua keterampilan emosi yaitu manajemen diri dan empati. Dengan landasan ini, keterampilan berhubungan dengan orang lain akan menjadi matang. Kemampuan seseorang seperti ini memungkinkan seseorang membentuk suatu hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, menyakinkan, mempengaruhi dan membuat orang lain merasa nyaman. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional (dalam Goleman, 2000) : a. Faktor yang bersifat bawaan genetik Faktor yang bersifat bawaan genetik seperti temperamen, menurut Kagan (1972) ada empat temperamen, yaitu penakut, pemberani, periang dan pemurung. Anak yang penakut dan pemurung mempunyai sirkuit emosi
yang lebih mudah dibangkitkan dibandingkan dengan sirkuit emosi yang dimiliki anak pemberani dan periang. Temperamen atau pola emosi bawaan intinya dapat dirubah sampai tingkat tertentu melalui pengalaman, terutama pengalaman pada masa kanak-kanak. Otak dapat dibentuk melalui pengalaman untuk dapat belajar membiasakan diri secara tepat (anak diberi kesempatan untuk menghadapi sendiri masalah yang ada, kemudian dibimbing menangani kekecewaannya sendiri dan mengendalikan dorongan hatinya dan berlatih empati). b. Faktor yang berasal dari lingkungan keluarga Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita; bagaimana berfikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi; serta bagaimana membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa takut. Pembelajaran emosi bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung pada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri. Ada ratusan penelitian yang memperhatikan bahwa cara orang tua memperlakukan anakanaknya, entah dengan ketidakpedulian atau kehangatan dan sebagainya berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan emosional anak.
Narkoba Narkoba adalah kependekan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Pada dasarnya narkoba itu sendiri adalah suatu zat, baik alamiah maupun sintesis, yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syarat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (menghayal), ilusi, gangguan cara berfikir dan Narkoba merupakan obat perangsang, penenang, menghilangkan rasa sakit, pencipta ilusi atau psikotropika dan zat-zat yang tidak termasuk kategori obat namun dapat disalahgunakan misalnya alkohol atau zat yang bisa dihisap melalui hidung seperti bensin, lem, tiner , dll. Sehingga si pengguna menjadi high (Gordon & Gordon dalam Rahayu dkk, 2000). Pemakai zat ini dapat digolongkan menjadi atas lima hal (dalam Hawari, 1997) : a. Golongan coba-coba Tujuan hanya ingin sekedar mencoba atau hanya ingin tahu efeknya bila memakai narkoba. b. Pemakai untuk sosial Penggunaan zat pada saat resepsi atau mengisi waktu senggang atau waktu perayaan ulang tahun, hal ini biasa disebut causal user. c. Pemakai karena situasi Penggunaan zat pada saat mengalami ketegangan, kekecewaan, kesedihan dan sebagainya dengan tujuan menghilangkan perasaan tersebut. d. Pemakaian obat intensif Suatu pola penggunaan zat sesuai dengan kriteria definisi di mana penggunaannya disebut intensified user.
e. Pemakai terus-menerus Bila sudah dijumpai toleransi dan gejala putus obat, bila pengguna zat dihentikan atau dikurangi dosisnya, adapun penggunannya disebut intensified user. Lima alasan mengapa seorang pengguna NAPZA dapat putus narkoba (withdrawal) (dalam Hawari, 2004) : a. Adanya keinginan yang kuat dalam diri untuk usaha sembuh dan berhenti menggunakan narkoba b. Menyadari bahwasanya kehidupan misalnya harus di isi dan dipergunakan untuk hal-hal yang berguna dan bermanfaat c. Adanya keluarga, teman, kolega yang mendukung dan menyemangati untuk sembuh dan tidak mengenal barang haram tersebut d. Adanya sanksi yang kuat dari hukum bagi seorang pengguna dan pengedar narkoba e. Adanya sanksi di masyarakat seperti pengucilan, pengasingan dan lain sebagainya bagi para pengguna narkoba.
Remaja Istilah Remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti bertumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas mencakup mental, emosional, sosial dan fisik. Menurut Papalia (dalam Mukhtar dkk., 2003) memberikan definisi remaja sebagai masa puber, yaitu proses perubahan fisik yang ditandai dengan kematangan seksual, kognisi, dan psikososial yang berkaitan antara satu
dengan yang lainnya. Beberapa ahli Indonesia, dalam menentukan rentang usia remaja banyak dipengaruhi oleh pendapat Hurlock. Singgih Gunarsa (dalam Mappriare, 1982) menentukan batasan usia remaja di Indonesia antara 12-22 tahun.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus intrinsik, dimana penelitian harus dilakukan karena ada ketertarikan atau keperdulian pada suatu kasus khusus. Penelitian ini digunakan untuk memahami secara utuh kasus yang akan diteliti, tanpa harus menghasilkan konsep-konsep teori atau pun tanpa upaya menggeneralisasi. Subjek yang diambil dalam penelitian ini berjumlah satu orang remaja berusia 20 tahun dan seorang significant other. Tahap Penelitian : Tahap persiapan penelitian, dengan membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan beberapa teori Komponen-komponen kecerdasan emosional (dalam Goleman, 1995) : Mengenali Emosi Diri, Mengelola Emosi, Memotivasi Diri (optimisme, harapan dan flow), Mengenali Emosi Orang Lain dan Membina Hubungan Dengan Orang Lain. Serta Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kecerdasan emosional (dalam Goleman, 2000) : Faktor yang bersifat bawaan genetik dan Faktor yang berasal dari lingkungan keluarga yang relevan dengan masalah dan dapat berkembang dalam proses wawancara setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing dan menyiapkan diri untuk melakukan wawancara. Tahap pelaksanaan penelitian, Peneliti akan melakukan metode pengambilan data
dengan metode wawancara terstruktur yang akan dilaksanakan kurang lebih sebanyak dua kali memperoleh data kemudian analisa data secara menyeluruh atau verbatim, analisis hasil wawancara menggunakan teknik coding bertujuan untuk merinci, menyusun konsep (conceptualized), dan membahas kembali serta penarikan simpulan dari hasil wawancara. Tahap penyelesaian penelitian, yaitu tahap dimana hasil keseluruhan dari tahap pelaksanaan dibuat analisis psikologi dengan menggunakan data yang di dapat. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi non partisipan, dimana peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan subjek bertujuan mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian yang dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Dalam pengumpulan data membutuhkan alat bantu yaitu Alat perekam, kertas dan alat-alat tulis. Keakuratan penelitian Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) triangulasi dapat dibedakan dalam empat macam yaitu Triangulasi Data (Data Triangulation), Triangulasi Pengamat (Investigator Triangulation), Triangulasi teori (Theory Triangulation) dan Triangulasi metode (Method Triangulation).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada hasil dan pembahasan penelitian yang memberikan jawaban atas dua pertanyaan berdasarkan tema-tema yang berkaitan dengan kecerdasan emosional pada kasus remaja pengguna
narkoba yang berkeinginan untuk sembuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional pada kasus remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh. a. Bagaimana kecerdasan emosional pada kasus remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh. Di dalam hal ini subjek yang diteliti memiliki kecerdasan emosional yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan yang dimiliki untuk memotivasi diri sendiri dan dapat bertahan dalam menghadapi masalah untuk tidak menggunakan narkoba lagi dan merasa bersemangat serta mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir seseorang dan tidak lupa berdoa ketika berkeinginan untuk sembuh melalui terapi metadon. Seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik apabila terdapat komponen-komponen kecerdasan emosional seperti mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri (meliputi optimis, harapan dan flow), mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain (Goleman, 2000). Komponenkomponen tersebut muncul dalam wawancara maupun saat observasi. Subjek mengenali emosi diri dengan melawan atau menahan untuk tidak memakai narkoba lagi, memcermati perasaan emosinya ketika cemas telat atau lupa ke tempat metadon mencermatinya dengan meminjam dahulu obat metadon kepada teman sesama metadon dekat rumahnya, peka terhadap perasaan yang berakibat baik dengan menjaga jarak dengan teman-temannya
pemakai narkoba, mengelola emosi yang timbul seperti marah, sedih, merenung, menangis ketika menahan sugesti atau sakau untuk bisa sembuh. Subjek kurang untuk menangani perasaan sampai terungkap dengan tepat, karena subjek sulit mengungkapkannya ketika menahan sakau, tapi subjek berusaha untuk terapi metadon secara rutin. Subjek dapat memotivasi dirinya sendiri sehingga subjek merasa optimis, yakin memiliki harapan untuk sembuh, karena menurut subjek setiap orang itu memiliki harapan asal ada niat dan tindakan dari diri sendiri dengan menjalani terapi metadon secara rutin dan menurut significant other sekarang subjek mengalami perubahan lebih baik karena subjek merasa kebahagiaan yang spontan ketika masih selamat dari 2 kali Over Dosis dan melawan sugestinya untuk menahan kondisi fisik dan mental. Subjek dapat mengenali emosi orang lainsehingga subjek dapat menghadapi orang tersebut melalui ucapan dan perilaku yang menginginkan subjek untuk sembuh, sehingga subjek berbuat baik dan lebih bijak dalam memandang hidup. Subjek menghormati perasaan orang lain dengan menerima nasehat-nasehat orang tua dan dokter, sehingga subjek merasa menghormati dirinya sendiri untuk dapat sembuh, hal ini merupakan salah satu pendapat menurut Kozier (1995) mengatakan bahwa sembuh ialah di mana seseorang terlepas dari keadaan simpton-simpton penyakit. Subjek dapat membina hubungan dengan orang laindengan berinteraksi dan menjalin komunikasi sehingga membina kedekatan
hubungan baik dengan keluarga dan dokter tempat terapi, subjek saat ini lebih semangat bekerja sehingga dapat mempengaruhi dan menyakinkan keluarga dan orang lain bahwa subjek dapat sembuh dengan tingkah laku perbuatan dan menerima perasaan dan nasehat orang lain dengan menjaga kondisi fisik dan emosi agar tidak stres, hal ini merupakan salah satu ranah atau area kecerdasan emosional menurut Bar-On (dalam Stein & Book, 2004) yaitu ranah intra pribadi, ranah antar pribadi, ranah penyesuaian diri, ranah pengendalian stres dan ranah suasana hati umum. b. Faktor–faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional pada kasus remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh. Berdasarkan penelitian yang telah diambil, ada banyak faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional pada subjek, bila ditinjau dari teori Goleman (2000) beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional yaitu 1) Faktor yang bersifat bawaan seperti temperamen atau pola emosi bawaan inti dapat dirubah sampai tingkat tertentu melalui pengalaman, terutama pengalaman pada masa kanak-kanak. 2) Faktor yang berasal dari lingkungan keluarga, kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita serta membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa takut. Kehidupan subjek di mulai dengan meninggalnya ayah subjek yang membuat subjek merasa
kehilangan sosok pahlawan yang akhirnya membawa subjek kepada penggunaan narkoba. Proses kecerdasan emosional subjek diawali oleh adanya kebutuhan akan teman, hal ini merupakan salah satu manfaat kecerdasan emosional menurut Ciarrochi, Forgas dan Mayer (2001), yaitu pencapaian aktualisasi diri, berguna dalam hubungan sosial, berguna dalam aspek yang berkaitan dengan kelompok kerja dan membantu seseorang lebih sehat dan sejahtera. Subjek merasa emosinya ada pengaruh bawaan sifat keras dari ayah subjek, sehingga subjek memiliki keinginan yang keras untuk dapat sembuh dari narkoba. Subjek merasakan keperdulian keluarga dengan membantu dan mengambil keputusan untuk subjek sembuh melalui terpi metadon dengan dukungan dari keluarga baik secara materil maupun perhatian, subjek memiliki kemampuan untuk mengungkapkan harapan dalam usaha subjek untuk sembuh dan rasa takut, apabila subjek tidak mampu menjalani terapi metadon dengan rutin, subjek merasa kemampuannya untuk mengontrol emosi dengan menahan amarah dan sugesti untuk tidak memakai putaw lagi, subjek merasa pola asuh orang tua yang keras mempengaruhi dalam perkembangan emosinya, sehingga dapat mengontrol emosi dengan lebih sabar, lebih bijak dalam menghadapi masalah hidupnya.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil studi maka dapat ditarik kesimpulan yaitu bahwa kecerdasan emosional pada remaja
pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh adalah cukup baik. Adapun komponen-komponen kecerdasan emosional yang dirasakan subjek adalah memiliki kemampuan mengenali emosi diri dengan mencermati perasaan emosinya ketika cemas telat atau lupa ke tempat metadon karena kesibukan kerjanya, maka subjek meminjam dahulu obat metadon kepada teman sesama terapi metadon sehingga peka terhadap perasaan yang berakibat baik. Subjek mampu mengelola emosi yang timbul seperti marah, sedih, merenung, menangis ketika menahan sugesti atau sakau untuk bisa sembuh. Subjek juga mampu memotivasi dirinya (melalui optimis, harapan dan flow), untuk sembuh, karena menurut subjek setiap orang itu memiliki harapan asal ada niat dan tindakan dari diri sendiri dengan menjalani terapi metadon secara rutin, sehingga subjek merasa kebahagian yang spontan ketika selamat dari 2 kali Over Dosis dan melawan sugestinya untuk menahan fisik dan mental. Subjek juga dapat mengenali emosi orang lain melalui ucapan dan perilaku dengan menerima nasehat-nasehat orang tua dan dokter yang menginginkan subjek untuk sembuh dan subjek juga mampu membina hubungan dengan orang lain melalui interaksi dan menjalin komunikasi sehingga membina kedekatan hubungan baik dengan keluarga, teman, dokter dan orang sekitar lingkungannya dengan tingkah laku perbuatan dan menerima perasaan atau nasehat orang lain dengan menjaga kondisi fisik dan emosi agar tidak stress dalam menghadapi masalah hidupnya. Adapun faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional pada remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh melalui terapi metadon
adalah faktor yang bersifat bawaan, sifat keras dari ayah subjek. Subjek merasa emosinya saat ini mudah naik turun yang dipengaruhi dengan bertambahnya usia. Faktor lain berasal dari lingkungan keluarga yang merupakan dukungan terpenting baik secara materil maupun perhatian serta kemampuannya untuk mengontrol emosi dengan menahan amarah dan sugesti untuk tidak memakai putaw lagi, subjek merasa pola asuh orang tua yang keras mempengaruhi dalam perkembangan emosinya, sehingga dapat mengontrol emosi dengan lebih baik, lebih sabar dan lebih bijak dalam menghadapi masalah dalam hidupnya untuk dapat sembuh dari narkoba.
SARAN Dari hasil penelitian tentang kecerdasan emosional pada remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh ini maka saran yang dapat diajukan oleh peneliti terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi subjek, agar lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa sebagai filter terhadap pengaruh dunia luar dan yang paling penting memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensinya secara maksimal sehingga dapat meningkatkan kecerdasan emosional dalam dirinya dan dapat memotivasi dirinya dalam memilih pergaulan yang ada di lingkungannya agar tidak terjerumus pada penggunaan narkoba kembali. 2. Bagi keluarga subjek, agar dapat memberikan dukungan, solusi dan perhatian yang lebih terhadap subjek karena pada saat ini subjek sedang membutuhkan semangat yang tinggi dari keluarganya serta mampu
meminimalisasikan kemungkinan untuk kembali menggunakan narkoba. 3. Bagi masyarakat, diharapkan untuk dapat menerima dan memberi dukungan pada subjek, karena dukungan dari masyarakat juga berperan penting terhadap kecerdasan emosional pada remaja pengguna narkoba yang berkeinginan untuk sembuh.
4. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat lebih mengungkap masalah-masalah yang berhubungan dengan kecerdasan emosional pada remaja, seperti masalah kecerdasan emosional yang setiap individu miliki berbeda-beda apakah baik atau buruk. Diharapkan agar masalah tersebut tidak menjadi suatu masalah yang semakin melebar dan semakin banyak terjadi dikalangan remaja lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Basuki, A. M. H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Depok: Universitas Gunadarma. Davison, G. C., & Neale, J. M. (1996). Abnormal psychology (Revised 6th ed). New York: John Wiley & Sons. Inc. Goleman, D. Alih bahasa : T. Hermaya. (1995). Emotional intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Goleman, D. (1999). Working with emotional intelligence. New York: Bantam Book. Goleman, D. Alih bahasa : T. Hermaya. (2000). Emotional intelligence : Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Goleman, D. (2005). Working with emotional intelligence : Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gordon, J. D. (2000). detoxification from drug and alcohol. http:www.yakita.or.id/aa.html. Tanggal 20 Juli 2009. Hawari, D. (2001). Penyalahgunaan & ketergantungan NAPZA. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Hawari, D. (2004). Konsep agama (Islam) menanggulangi NAPZA (narkotika, alkohol & adaktif). Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa. Hurlock, E. B. (1993). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga
Hurlock, E. B. (1996). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga. Kozier. (1995). Fundamental of nursing 5th edition. Benjamin/Cummings. Publisher Company Incorporation. Mutadin, Z. (2004). Mengenal kecerdasan emosional remaja. http://www.e-psikologi.com. Tanggal 20 Juli 2009. Patton, Q. M. (2002). Qualitative research and evaluation methods 3th edition. California: Sage Publication, Inc. Poerwandari, E.K. (1990). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia. Sarwono, S.W. (2001). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Stein, S. J., & Howard, E. B. (2002). Ledakan EQ 15 prinsip dasar kecerdasan emosional meraih sukses. Bandung: Kaifa. Turner, J. S., & Helms, D. B. (1995). Life spon development (5 th ed). International edition. USA: Holt, Rinehart and Winston. Inc.