JURNAL TEKNIK ELEKTRO Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
1
Perhitungan Waktu Pemutus Kritis Menggunakan Metode Simpson pada Sebuah Generator yang Terhubung pada Bus Infinite Argitya Risgiananda1), Dimas Anton Asfani2), Ardyono Priyadi3) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]),
[email protected]) Abstrak — Kestabilan transien didefinisikan sebagai kemampuan pada sistem tenaga untuk mempertahankan sinkronisasi transfer daya setelah mengalami gangguan besar bersifat mendadak selama beberapa saat, yang menyebabkan penurunan nilai tegangan terminal secara signifikan. Masalah kestabilan transien dapat diselesaikan dengan metode langsung atau dengan prosedur iterasi[1]. Pada metode konvensional, integrasi dilakukan tahap demi tahap dari titik awal hingga titik akhir dengan menghitung nilai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) berdasarkan pemodelan lintasan kritis (critical trajectory), yaitu lintasan yang dimulai dari titik saat terjadi gangguan dan berakhir pada unstable equilibrium point (UEP). Metode Simpson adalah sebuah metode integrasi numerik baru yang diperlukan dalam proses perhitungan nilai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) dengan hasil yang akurat. Hasil perhitungan nilai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) dengan menggunakan metode integrasi Simpson berdasarkan pemodelan lintasan kritis menghasilkan waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) sebesar 1.3565 dengan nilai m = 100 dan nilai h = 0.01. Sebagai validasi perhitungan nilai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT), hasil yang diperoleh metode Simpson adalah akurat. Nilai yang diperoleh sama dengan metode Trapezoidal dengan nilai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) sebesar 1.3565 dengan nilai m = 100 dan nilai h = 0.01 pada sebuah generator yang terhubung pada bus infinite dengan controller berupa AVR dan Governor, serta dilengkapi dengan komponen damping. Kata Kunci — kestabilan transien, waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT), lintasan kritis, metode Simpson. I. PENDAHULUAN Mempertahankan stabilitas berbagai elemen sistem tenaga listrik telah menjadi tugas penting dalam pengoperasian sistem tenaga listrik. Banyak pemadaman listrik terjadi diakibatkan oleh ketidak stabilan sistem, dimana terdapat hubungan antara kenaikan atau penurunan pembangkitan dan beban. Jika terdapat kenaikkan atau penurunan beban harus diikuti dengan perubahan daya mekanik primemover generator. Bila daya mekanik tidak dapat menyesuaikan dengan daya beban dan daya hilang pada sistem, maka kecepatan rotor generator (frekuensi sistem) dan tegangan akan menyimpang dari keadaan normal. Kelebihan daya mekanik terhadap daya listrik mengakibatkan percepatan putaran rotor generator atau sebaliknya. Bila gangguan tidak dihilangkan dengan segera, maka percepatan atau perlambatan putaran rotor generator akan menyebabkan hilangnya sinkronisasi pada generator sinkron.
Salah satu yang menjadi perhatian utama pada pengoperasian sistem tenaga listrik adalah kestabilitan transien. Stabilitas transien berkaitan erat dengan gangguan besar secara tiba-tiba seperti gangguan hubung singkat, pelepasan beban secara mendadak, serta pemutusan saluran secara tiba-tiba melalui circuit breaker (CB). Pemutusan saluran melalui CB, harus kurang dari waktu pemutus kritisnya atau sering disebut critical clearing time (CCT). Jika gangguan diputus kurang dari waktu kritisnya, maka generator akan kembali stabil. Namun, jika gangguan diputus lebih dari waktu kritisnya, maka generator akan berada pada kondisi tidak stabil. II. METODE LINTASAN KRITIS (CRITICAL TRAJECTORY) Lintasan kritis (critical trajectory) didefinisikan sebagai lintasan yang dimulai dari titik on -fault trajectory pada nilai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT), dan mencapai titik kritis dimana sistem kehilangan sinkronisasinya [2]. Titik kritis sama seperti unstable equilibrium point (UEP). Apabila lintasan gangguan melewati UEP pada batas kestabilan, maka sistem tidak stabil. Sebaliknya, untuk medapatkan kestabilan, gangguan harus diputus sebelum lintsan gangguan melewati UEP dalam batas kestabilan pada exit point. Perhatian khusus diberikan pada lintasan kritis, dimana gangguan pada sistem berhasil dihilangkan saat mencapai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT). Untuk menggambarkan metode critical trajectory, perilaku dinamis dari suatu sistem tenaga listrik ditunjukkan pada gambar 1, dimana contoh yang digunakan adalah sebuah sistem dengan sebuah generator yang terhubung ke bus infinite dengan menggunakan peredam (damping). Tiga jenis lintasan ditunjukkan dalam gambar 1, lintasan “1” adalah lintasan saat terjadi gangguan (fault - on trajectory), lintasan “2” adalah saat dimana sistem sudah mencapai kestabilannnya, karena gangguan dihilangkan sebelum waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT). Lintasan “3” adalah lintasan yang terbentuk ketika sistem dalam keadaan kritis. Di dalam metode ini, lintasan “3” disebut sebagai lintasan kritis (critical trajectory). Dalam kasus generator, lintasan kritis ini akan mencapai titik kesetimbangan tidak stabil (UEP) seperti yang terlihat pada gambar 1. Lintasan “4” adalah saat dimana sistem tidak menemukan kestabilan, dimana sistem terlambat untuk mengisolasi gangguan.
JURNAL TEKNIK ELEKTRO Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
2 Sebagai catatan x0 adalah titik pada lintasan gangguan (onfault trajectory) pada saat t = τ, dengan waktu pemutus gangguan 𝑥 0 = 𝑋𝐹 (𝜏; 𝑥𝑝𝑟𝑒 ) (5)
382 381 380
1
379
4
1
4
w rad/s
ω [rad/s]
378
3 23 2
377
dimana variabel-variabel yang digunakan adalah,
xu
376
𝑋 = (𝑥 0 , 𝑥1 , … , 𝑥 𝑚 , 𝑥 𝑚+1 , 𝜀, 𝜏)
375 374
dan untuk variabel, 𝑥 = ( 𝐸, 𝑃𝑚, 𝜔, 𝛿 )
373 372 -2
-1
0
1
d rad δ [rad]
1: Fault-on Trajectory, 2: Stable case after fault clearing,
2
3
4
B. Modifikasi Persamaan Simpson
3: Critical case, 4: Unstable case, xu: Unstable Equilibrium Point (UEP)
Gambar.1 Lintasan dalam Setiap Tahap pada Sistem Tenaga Listrik Satu Generator Terhubung ke Bus Infinite dengan Peredam (Damping)[2]
III. PERHITUNGAN WAKTU PEMUTUS KRITIS ATAU CRITICAL CLEARING TIME (CCT)[2]-[4] Analisis kestabilan transien saat ini masih menggunakan metode integrasi numerik untuk suatu persamaan diferensial nonlinear. Metode Simpson berdasarkan pemodelan lintasan kritis (critical trajectory) diformulasikan untuk mendapatkan waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) pada sebuah generator yang terhubung pada bus infinite. Metode ini terbukti akurat dalam perhitungan waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) dan dapat memberikan gambaran tentang kestabilan transien pada sebuah sistem tenaga listrik. A. Pemodelan Lintasan Kritis (Critical Trajectory) Perhitungan kestabilan transien dapat dihitung dengan penentuan nilai awal (initial point) ketika sistem dalam kondisi stabil, didefinisikan sebagai xpre, dan gangguan terjadi pada sistem saat t = 0. Kemudian sistem diatur oleh persamaan dinamis selama terjadi gangguan [0,τ] seperti berikut, 𝑥̇ = 𝑓𝐹 (𝑥), 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝜏, 𝑥(0) = 𝑥𝑝𝑟𝑒
(1)
Berbagai macam metode numerik telah dikembangkan untuk menyederhanakan bentuk integral. Di sini, kita akan membahas metode Simpson dengan aturan pendekatan integral, yang meningkatkan keakuratan metode trapezoidal. Berikut adalah persamaan Simpson yang konvensional, 1
𝑥 𝑘+1 − 𝑥 𝑘 = 6 [𝑥̇ 𝑘+1 + 4 (𝑥̇
Modifikasi persamaan Simpson menitikberatkan pada kondisi ketika gangguan dihilangkan pada saat waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) dan variabel yang konvergen ke titik kritis seperti yang dinyatakan sebelumnya. Gambar 2 menunjukkan lintasan kritis, dimana dua titik batas x0 dan xu merupakan titik awal di CCT dan titik kritis. Memperoleh lintasan kritis menjadi sangat sulit ketika dibutuhkan waktu tak terbatas untuk dapat mencapai UEP. Untuk menghindari masalah tersebut, metode baru untuk integrasi numerik telah dikembangkan dengan persamaan (6) didefinisikan sebagai jarak antara dua titik seperti berikut, 1
𝜀 = |𝑥 𝑘+1 − 𝑥 𝑘 | = [𝑥̇ 𝑘+1 + 4 (𝑥̇ 6
Hasil dari persamaan (1) adalah pemodelan lintasan kritis atau critical trajectory pada saat terjadi gangguan (on - fault). Pada penelitian ini, persamaan di atas juga dapat ditulis seperti berikut, 𝑥(𝑡) = 𝑋𝐹 (𝑡; 𝑥𝑝𝑟𝑒 ), 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝜏 (2)
(𝑡 𝑘+1 + 𝑡 𝑘 ) =
Hasil dari persamaan (3) adalah critical trajectory setelah terjadi gangguan (post-fault). Persamaan ini juga dapat ditulis sebagai, 𝑥(𝑡) = 𝑋 (𝑡; 𝑥 0 ), 𝜏 ≤ 𝑡 ≤ ∞; 𝑋(𝑡: 𝑥 0 : 𝑅𝑁→ 𝑅𝑁 ) (4)
(6)
𝑥̇ 𝑘 = 𝑓(𝑥 𝑘 )
dimana,
Gangguan dapat dihilangkan pada saat t = τ dan sistem diatur setelah terjadi gangguan dinamis dengan persamaan non-linier seperti berikut, 𝑥̇ = 𝑓(𝑥), 𝜏 ≤ 𝑡 ≤ ∞; 𝑓: 𝑅𝑁 → 𝑅𝑁 (3)
) + 𝑥̇ 𝑘 ] . (𝑡 𝑘+1 + 𝑡 𝑘 )
dimana,
dimana , 𝑥 ∈ 𝑅𝑁 , 𝑡 ∈ 𝑅, 𝑓𝐹 : 𝑅𝑁 → 𝑅𝑁
dimana, 𝑋𝐹 (𝑡; 𝑥𝑝𝑟𝑒 ): 𝑅 → 𝑅 𝑁
(𝑘+1)+𝑘 2
(𝑘+1)+𝑘 2
) + 𝑥̇ 𝑘 ] . (𝑡 𝑘+1 + 𝑡 𝑘 )
6 (𝑘+1)+𝑘 2 |𝑥̇ 𝑘+1 +4(𝑥̇ )+𝑥̇ 𝑘|
(7)
.𝜀
(8)
Dengan menggunakan persamaan (7) diatas, integrasi numerik terhadap waktu berubah menjadi integrasi terhadap jarak, seperti yang terlihat pada gambar 2 berikut, x0
x0 ~ xu: critical trajectory e
x1
e xk
Each is connected by Masingpoint - masing titik terhubung using Trapezoidal Method menggunakan metode Simpson
Gambar. 2 Konsep dari Modifikasi Metode Simpson
xm
e xu CP
JURNAL TEKNIK ELEKTRO Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
3
C. Membatasi Perhitungan
IV. SIMULASI DAN ANALISIS
𝑥̇ 𝑘+1 +4(𝑥̇
(𝑘+1)+𝑘 2 )+𝑥̇ 𝑘
|𝑥̇ 𝑘+1 +4(𝑥̇
(𝑘+1)+𝑘 2 )+𝑥̇ 𝑘|
𝑥 𝑘+1 − 𝑥 𝑘 –
.𝜀 = 0
𝐺(𝑥)
(9) 0
𝑥 − 𝑋𝐹 (𝐶𝐶𝑇; 𝑥𝑝𝑟𝑒 ) = 0 {
𝑒𝑛𝑑 𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑑𝑖𝑡𝑖𝑜𝑛 (𝑥𝑢 )
D. Metode Iterasi Numerik Newton Raphson Metode iterasi numerik digunakan dalam perhitungan waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT). Dengan simultan G (X) yang sudah ditentukan sebelumnya, dapat kita asumsikan Xs sebagai hasil dari perhitungan G(X). Kemudian Xs diberi nilai awal X0 dan margin error (∆X). Sehingga persamaan dapat ditulis sebagai, 𝑋𝑆 = 𝑋0 + ∆X
𝜕𝐺(𝑋0 )
𝐺(𝑋0 + ∆X) ≅ 𝐺(𝑋0 ) + [
𝜕𝑋
] ∆X
𝐺(𝑋0 ) + 𝐽∆X ≅ 0
(12)
Dimana J adalah matrik jacobian. Persamaan J didefinisikan sebagai, 𝜕𝐺(𝑋) 𝜕𝑋
3 fasa 3LG
AVR
ke tanah
Gambar. 3 Generator Sinkron yang Terhubung ke Bus Infinite
A. Perbandingan Nilai m terhadap Perhitungan Critical Clearing Time (CCT) Dengan hasil yang tertera pada Tabel 1 di bawah, dapat kita ketahui bahwa, dengan jumlah titik pada metode lintasan kritis (m) yang berbeda akan menghasilkan waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT), besarnya epsilon, dan jumlah iterasi yang berbeda. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar nilai m, maka nilai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) yang dihasilkan oleh simulasi program akan semakin akurat. Disini kita bisa mengambil hasil yang akurat untuk waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) sebesar 1.3565 (s).
(13)
margin eror dari epsilon adalah, 𝜀 ≡ 𝐽∆X + b
(14)
𝑏 ≡ 𝐺(𝑋0 )
(15)
Sementara, (16)
Dengan mensubstitusikan persamaan (15) ke dalam (16), maka didapat, ∆X = −(JT J)−1 JT 𝐺(𝑋0 )
Gov
(11)
Ketika margin error-nya kecil sekali (mendekati nol), dan 𝐺(𝑋𝑠 ) = 0, persamaan dapat ditulis menjadi,
∆X = −(JT J)−1 JT b
G
(10)
Dengan mensubstitusikan persamaan (10) ke G(X) dan deret taylor didapat pada dua tahap, ditentukan bahwa,
𝐽≡
Simulasi dilakukan untuk membuktikan kesesuaian metode dan pemodelan yang telah dirancang. Sistem yang digunakan dalam simulasi ini adalah sebuah generator yang terhubung ke bus infinite dengan menggunakan komponen controller dan peredam (damping) seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Integrasi numerik yang digunakan adalah metode Simpson dan rungekutta orde 4 dengan time step (∆t) sebesar 0.001 [s]. Setelah didapatkan fault-on trajectory secara numerik, kemudian nilainya disimpan pada variabel X0(τ) sebagai fungsi waktu. X0(τ) dengan τ tertentu yang dipilih sebagai kondisi awal untuk mensimulasikan kondisi dinamis suatu sistem untuk menentukan kestabilan sistem tersebut. Proses ini akan diulang dengan niliai-nilai τ yang berbeda hingga mencapai suatu nilai kritis dari τ yang pada metode ini disebut waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT).
Infinite Bus Bus Infinite
Untuk membatasi masalah yang ada, persamaan simultan yang digunakan adalah,
(17)
Metode ini akan mencapai konvergen jika mencapai nilai ∆X dan nilai maksimum sangat kecil.
Tabel. 1 Hasil dari Metode Critical Trajectory m
h
CCT
Iterasi
CPU
epsilon
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
1.3463 1.3520 1.3540 1.3549 1.3554 1.3557 1.3558 1.3560 1.3561 1.3561 1.3562 1.3562 1.3563 1.3563 1.3563 1.3563 1.3563 1.3563 1.3564
32 31 30 29 28 27 26 25 23 19 22 23 24 25 25 25 26 26 26
0.5669 2.0941 0.5644 0.5489 0.5036 0.5332 0.5086 0.4979 0.4757 0.4981 0.4839 0.4966 0.5417 0.6381 0.8817 0.6714 0.5461 0.6035 0.5938
3.5927 2.3974 1.7986 1.4391 1.1994 1.0281 0.8996 1.3560 0.7197 0.6543 0.5998 0.5537 0.5141 0.4799 0.4499 0.4234 0.3999 0.3788 0.3599
JURNAL TEKNIK ELEKTRO Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 m
h
20 30 40 50 60 70 80 90 100
CCT
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Iterasi
1.3564 1.3564 1.3564 1.3564 1.3564 1.3564 1.3565 1.3565 1.3565
26 26 26 25 25 24 24 24 23
CPU
4
epsilon
0.6689 0.7904 0.8180 1.0263 1.2396 1.8274 1.9090 2.4107 2.3783
metode Simpson
0.3428 0.2322 0.1755 0.1411 0.1180 0.1014 0.0889 0.0791 0.0713
B. Perbandingan Nilai h terhadap Waktu Komputasi Dengan hasil yang tertera pada Tabel 2 di bawah, dapat kita ketahui bahwa, dengan nilai parameter ∆x dalam metode rungekutta (h) akan mempengaruhi lamanya waktu komputasi. Seperti contoh, untuk parameter m = 100, dan nilai parameter h = 0.1 akan menghasilkan CPU = 0.5892 (s). Nilai parameter h = 0.01 akan menghasilkan CPU = 2.3783 (s). Sedangkan untuk nilai parameter h = 0.005 akan menghasilkan CPU = 2.6005 (s). Hal ini menunjukkan semakin kecil nilai h, akan semakin tinggi tingkat ketelitiannya sehingga akan menghasilkan waktu komputasi yang lama.
0.1
0.01
0.005
h
5 6 7 8 9 10 15 20 30 50 70 100
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
CCT
Iterasi
CPU
epsilon
1 10 50 100 1 10 50 100 1 10 50 100
1.3463 1.3561 1.3564 1.3565 1.3463 1.3561 1.3564 1.3565 1.3463 1.3561 1.3564 1.3565
32 31 30 29 32 19 25 23 32 19 25 23
0.5719 0.5612 0.5588 0.5892 0.5669 0.4981 1.0263 2.3783 0.6052 0.4839 1.0541 2.6005
3.5927 0.6543 0.1411 0.0713 3.5927 0.6543 0.1411 0.0713 3.5927 0.6543 0.1411 0.0713
CCT
k
CPU
CCT
k
CPU
1.3554 1.3557 1.3558 1.3560 1.3561 1.3561 1.3563 1.3564 1.3564 1.3564 1.3564 1.3565
28 27 26 25 23 19 25 26 26 25 24 23
0.5036 0.5332 0.5086 0.4979 0.4757 0.4981 0.8817 0.6689 0.7904 1.0263 1.8274 2.3783
1.3554 1.3557 1.3558 1.3560 1.3561 1.3561 1.3563 1.3564 1.3564 1.3564 1.3565 1.3565
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9 8
0.3671 0.3783 0.3600 0.3786 0.3740 0.3741 0.3974 0.3906 0.4202 0.5258 0.7311 1.0904
Dari gambar grafik karakteristik yang disajikan dibawah ini, telah nampak perbedaan antara kondisi yang stabil dan yang tidak stabil. Pada gambar karakteristik yang tersaji pada gambar 4 – 9 dapat kita lihat bahwa kurva dengan simbol angka “1” menunjukkan kurva stabil dan kurva dengan simbol angka “2” menunjukkan kurva tidak stabil. 1.
m
metode Trapezoidal
D. Analisis Grafik Karakteristik
Tabel. 2 Hasil Perbandingan Nilai h terhadap Waktu Komputasi h
m
Pada Kondisi Governor Free
Pada gambar 4 di bawah, dapat kita lihat bahwa baik kondisi stabil ataupun tidak stabil, tegangan generator akan mencapai suatu nilai tetap (steady-state) ketika gangguan mulai dihilangkan. Sebelum mencapai kondisi tersebut, tegangan mengalami penurunan secara drastis secara mendadak, dan kemudian naik menuju kondisi tetap (steady-state). Besarnya nilai tegangan generator ditentukan sesuai standar IEEE dimana besarnya nilai tegangan generator 40% lebih besar dari tegangan bebannya.
C. Perbandingan Perhitungan Critical Clearing Time (CCT) Menggunakan Metode Simpson dan Metode Trapezoidal
Tabel. 3 Perbandingan nilai Critical Clearing Time (CCT) Menggunakan Metode Simpson dan Metode Trapezoidal metode Simpson m 1 2 3 4
metode Trapezoidal
h 0.01 0.01 0.01 0.01
CCT
k
CPU
CCT
k
CPU
1.3463 1.3520 1.3540 1.3549
32 31 30 29
0.5669 2.0941 0.5644 0.5489
1.3461 1.3520 1.3540 1.3549
8 8 8 8
0.3992 0.3790 0.3628 0.3762
1
2
E [pu]
Berdasarkan Tabel 3 di bawah, dapat dilihat bahwa waktu komputasi (CPU) dan nilai iterasi (k) menggunakan metode Trapezoidal lebih kecil nilainya jika dibandingkan dengan menggunakan metode Simpson. Sehingga, untuk kecepatan perhitungan masih unggul metode Trapezoidal. Namun, untuk perbandingan nilai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) yang dihasilkan oleh kedua metode memiliki error = 0%. Sehingga, metode Simpson cukup akurat jika diterapkan untuk perhitungan waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) dan analisis kestabilan transien pada sistem ini.
t [s] Gambar. 4 Grafik Karakteristik Tegangan Generator (E) terhadap Waktu
Pada gambar 5 di bawah, dapat kita lihat karakteristik sudut rotor generator terhadap waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT). Grafik ini menunjukkan bahwa pada kondisi tidak stabil, sudut rotor akan bergerak ke atas (membesar) secara terus menerus hingga generator kehilangan sinkronisasi. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, maka akan mengakibatkan percepatan atau perlambatan putaran rotor
JURNAL TEKNIK ELEKTRO Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
5
yang akan mengganggu kestabilan transien dan penyaluran daya dalam sistem tenaga listrik.
ω [rad/s]
2
δ [deg]
1
2
1 t [s] Gambar. 7 Grafik Karakteristik Kecepatan Sudut Rotor (ω) terhadap Waktu t [s] Gambar. 5 Grafik Karakteristik Sudut Rotor (δ) terhadap Waktu
ω [rad/s]
Pada gambar 6 di bawah, yang menunjukkan karakteristik daya mekanis (Pm) terhadap waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT), dapat dilihat bahwa kondisi stabil terjadi ketika Pm megalami penurunan dan kemudian berusaha kembali pada nilai awalnya. Sedangkan pada kondisi tidak stabil, nilai daya mekanis akan terus mengalami penurunan hingga sistem kembali menjadi stabil.
Pada gambar 8 di bawah, ditunjukkan karakteristik kecepatan sudut rotor jika dibandingkan dengan sudut rotor dari suatu generator. Terlihat bahwa kurva stabil akan bergerak kebawah dan akan memutar pada suatu interval nilai tertentu. Sedangkan kurva tidak stabil akan bergerak ke atas tanpa memiliki batas atau menuju titik tak berhingga.
Pm [pu]
2
1
1 2
δ [deg] Gambar. 8 Grafik Karakteristik Kecepatan Sudut Rotor (ω) terhadap Sudut Rotor (δ)
t [s] Gambar. 6 Grafik Karakteristik Daya Mekanis (Pm) terhadap Waktu
Pada gambar 7 di bawah, dapat kita melihat karakteristik kecepatan sudut rotor (ω) terhadap waktu (s). Pada saat terjadi gangguan yang terlihat oleh kurva berwarna merah, kecepatan sudut rotor meningkat. Pada saat gangguan diputus pada saat waktu pemutus kritisnya atau critical clearing time (CCT) pada 1.3565 (s) maka kecepatan sudut rotor akan menurun. Keadaan sistem dapat dilihat, ketika kondisi stabil, kecepatan sudut rotor akan terus menurun sampai kembali ke keadaan tunak. Namun saat kondisi tidak stabil, kecepatan sudut rotor akan naik secara terus menerus hingga kecepatan sudut rotor maksimum. Kondisi tersebut akan membuat sistem kehilangan sinkronisasinya dan akan mengganggu transfer daya sistem tenaga listrik.
2. Pada Kondisi Governor Tied Pada saat dilakukan plotting grafik hasil simulasi dapat diperoleh grafik karakteristik kecepatan sudut rotor (ω), sudut rotor (δ), tegangan generator (E), Daya mekanis (Pm) terhadap waktu (t) dan karakteristik kecepatan sudut rotor (ω) terhadap sudut rotor (δ). Karakteristik kecepatan sudut rotor (ω), sudut rotor (δ), tegangan generator (E) terhadap waktu (t) dan kecepatan sudut rotor (ω) terhadap sudut rotor (δ) antara sistem dengan kondisi governor free dan governor tied secara umum adalah sama persis seperti gambar 4 - 5 dan gambar 7 -8. Namun demikian, karakteristik daya mekanis (Pm) terhadap waktu (t) terdapat perbedaan pada plotting kurva lintasan kritis. Terlihat pada gambar 9 bahwa, pada kondisi ini nilai Pm tidak
JURNAL TEKNIK ELEKTRO Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 mencapai titik kestabilan yang pasti. Karena nilai Pm akan berubah-ubah mengikuti perubahan yang terjadi pada sistem.
Pm [pu]
2 t [s] Gambar. 9 Grafik Karakteristik Daya Mekanis (Pm) terhadap Waktu
V. KESIMPULAN Keakuratan perhitungan waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) dengan menggunakan metode Simpson berdasarkan critical trajectory sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai margin error (h) dan banyak jumlah titik (m) pada lintasan kritis. Semakin besar nilai m, maka akan semakin akurat nilai waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) yang dihasilkan, tetapi waktu komputasinya juga menjadi lebih lama. Besarnya nilai m dari metode ini juga akan mempengaruhi besarnya nilai epsilon (ε). Semakin besar nilai m, maka besarnya epsilonnya akan mengecil. Hal ini menandakan metode ini semakin teliti, misalkan ketika m = 100, besarnya epsilon = 0.0713. Metode integrasi Simpson berhasil menemukan CCT dengan akurat. Hasil yang akurat dari metode yang diusulkan adalah perhitungan waktu pemutus kritis atau critical clearing time (CCT) sebesar 1.3565. Keakuratan dari hasil ini telah dibandingkan terlebih dahulu dengan metode Trapezoidal dengan error = 0%. Waktu komputasi (CPU) masih lebih cepat menggunakan metode Trapezoidal. Hasil CPU dari metode Trapezoidal adalah 1.0904 detik, sedangkan untuk metode Simpson sebesar 2.3783 detik. DAFTAR PUSTAKA
[2]
[3]
[4]
RIWAYAT HIDUP Argitya Risgiananda, lahir di Surabaya, 30 Oktober 1991. Pada tahun 2009, penulis resmi diterima sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya. Penulis mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga dan sampai saat ini masih aktif sebagai Asisten Laboratorium Instrumentasi, Pengukuran dan Identifikasi Sistem Tenaga (LIPIST B204) Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya.
1
[1]
6
Soeprijanto, Adi, “Desain Kontroller untuk Kestabilan Dinamik Sistem Tenaga Listrik”, ITS Press, Surabaya, 2012. N. Yorino, A. Priyadi, H. Kakui, and M. Takeshita, “A New Method for Obtaining Critical Clearing Time for Transient Stability”, IEEE Transactions on Power Systems, vol. 25, no. 3, pp. 1620-1626, August 2010. A. Priyadi, N. Yorino, M. Tanaka, T. Fujiwara, Y. Zoka, H. Kakui, and M. Takeshita, “A Direct Method for Obtaining Critical Clearing Time for Transient Stability Using Critical Generator Conditions,” European Transactions on Electrical Power, Vol. 22, no. 5, pp. 674-687, June 2012. A. Priyadi, N. Yorino, Y. Sasaki, M. Tanaka, T. Fujiwara, Y. Zoka, H. Kakui, and M. Takeshita, “Comparison of Critical Trajectory Methods for Direct Method for Transient Stability,” IEEJ Transactions on Power and Energy, vol. 130, no. 10, pp. 870-876, October 2010.