1
PROCEEDING SEMINAR TUGAS AKHIR ELEKTRO ITS, (2014) 1-6
PERHITUNGAN CRITICAL CLEARING TIME MENGGUNAKAN PERSAMAAN SIMULTAN BERBASIS TRAJEKTORI KRITIS TANPA KONTROL YANG TERHUBUNG DENGAN INFINITE BUS M. Abdul Aziz Al Haqim, Prof. Dr. Ir. Mauridhi Hery P., M.Eng1) Dr.Eng. Ardyono Priyadi, ST, M.Eng.2) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail :
[email protected] 1),
[email protected] 2) Abstrak--Dalam sistem tenaga listrik sangat penting untuk memperhatikan kestabilan transien. Hal tersebut bisa dilihat saat terjadi gangguan. Pada saat terjadi gangguan, rele pengaman akan bekerja untuk membuka circuit breaker dalam waktu 200-300 ms. Hal ini belum menjamin sistem akan kembali stabil setelah terjadinya gangguan, itu diakibatkan terdapat Critical Clearing Time(CCT) atau waktu pemutus kritis. Jika gangguan diputus sebelum waktu kritisnya, maka generator akan kembali stabil. Namun, jika gangguan diputus setelah waktu kritisnya, maka generator akan tidak stabil. Dengan metode TDS (Time Domain Simulation) nilai CCT yang didapatkan hanya berupa nilai batas atas dan batas bawah. Pada tugas akhir ini akan dihitung nilai CCT pada banyak mesin menggunakan persamaan simultan berbasis trajektori kritis tanpa kontrol yang terhubung dengan infinite bus. Metode ini cukup akurat untuk menentukan langsung nilai CCT pada setiap titik gangguan. Kata
kunci
:
Kestabilan Transien, Critical Time(CCT), trajektori kritis.
I.
Clearing
II. TEORI TRAJEKTORI KRITIS Sebuah metode yang dikembangkan untuk penentuan CCT yaitu berdasarkan trajectory kritis. Dimana trajectory kritis adalah trajectory yang dimulai saat terjadinya gangguan hingga mencapai kondisi kritis sebelum terjadinya lepas singkron (loss of sinkron)[4]-[6]. Pada metode ini juga dilakukan modifikasi pada persamaan trapezoidal untuk proses integrasi numeriknya. Sehingga metode ini cukup akurat dalam penentuan CCT. Pada penelitian ini, akan diusulkan ssebuah metode baru untuk menghitung CCT berdasarkan trajektori kritis. Dengan menambahkan persamaan simultan pada matrik jacobiannya maka akan mereduksi jumlah persamaannya. Sehingga jumlah persamaan akan berkurang yang berpengaruh pada proses integrasi numerik yang semakin cepat. Dengan demikian, metode ini diharapkan mampu menentukan CCT dengan integrasi numerikal yang lebih cepat dan akurat untuk berbagai jenis sistem.
PENDAHULUAN
S
tabilitas sistem tenaga listrik telah dianggap sebagai masalah penting untuk mengamankan operasi sistem tenaga listrik. Sampai saat ini, analisa kestabilan transien pada sistem tenaga listrik masih banyak menggunakan integrasi numerik dari persamaan diferensial non linier. Hal tersebut sudah cukup akurat untuk menentukan nilai Critical Clearing Time (CCT) pada sistem multi mesin dan mampu menggambarkan tentang kestabilan sistem tenaga listrik akibat gejala transien yang dialami. Namun, pada metode tersebut membutuhkan waktu yang lama dalam proses iterasinya. Hal ini sangat tidak efektif jika digunakan dalam analisis kestabilan transien, sebab pola perubahan gangguan-gangguan yang terjadi pada sistem sangat cepat. Metode pendekatan yang lain yaitu energy function. Energy Function merupakan metode perhitungan langsung yang berhubungan dengan energi kinetik dan energi potensial. Metode ini juga cukup baik dalam menentukan Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) dan tidak membutuhkan waktu yang panjang untuk proses integrasi numeriknya.
Gambar 1 Trajectory single mesin terhubung pada bus infinite dengan damping. Dari gambar 1 dapat dijelaskan, simbol “1” menunjukkan fault on trajectory. Pada simbol “2” menunjukkan kestabilan sistem setelah terjadinya gangguan. Simbol “4” menunjukkan ketidakstabilan sistem apabila gangguan terlambat diputus. Sedangkan simbol “3” merupakan critical trajectory yang merupakan kondisi kritis suatu sistem tenaga listrik. kondisi ini yang akan dihitung pada penelitian ini.
2
PROCEEDING SEMINAR TUGAS AKHIR ELEKTRO ITS, (2014) 1-6 III. PEMODELAN SISTEM A.
Definisi
Perhitungan Kestabilan transien dihitung dengan nilai awal (initial point) ketika dalam kondisi stabil didefinisikan sebagai x pre ketika gangguan terjadi pada saat t=0. Kemudian sistem diatur oleh persamaan dinamis ketika gangguan yang ditunjukkan pada persamaan (1)
x f F x ,0 t , x0 x pre
(1) x k 1 x k
Dengan x R , t R, f F : R R Hasil dari persamaan 1 adalah fault on trajectory. Persamaan ini juga ditunjukkan pada persamaan (2) N
N
N
xt X F t; x pre ,0 t
Dengan X F ; x pre : R R
(2)
N
Gangguan dapat dihilangkan pada saat t . Sistem tersebut dipengaruhi oleh post-fault dynamics yang ditunjukkan persamaan nonlinier pada persamaan (3)
x f x , t ; f : R N R N
(3)
Persamaan (3) merupakan kurva yang dinamakan post-fault trajectory. Kurva tersebut direpresentasikan oleh persamaan (4)
xt X t; x , t ; X ; x : R R 0
titik kritis sama dengan UEP (unstable equilibrium point) dan lintasan mencapai UEP dengan waktu tak terbatas. Gambar 2 menunjukkan lintasan kritis, dimana dua titik batas, x0 dan xm+1, merupakan titik awal di CCT dan titik kritis. Memperoleh lintasan kritis menjadi sangat sulit ketika dibutuhkan waktu tak terbatas untuk dapat mencapai UEP. Untuk menghindari masalah tersebut, metode baru untuk integrasi numerik telah dikembangkan sebagai berikut. Pertama, jarak antara dua titik didefinisikan yang ditunjukkan persamaan (7)
0
N
N
1 k 1 x x k t k 1 t k 2
(7)
Kemudian durasi wakru digantikan dengan jarak yang ditunjukkan pada persamaan (8)
t
k 1
tk
2 x x k k 1
(2)
(8)
(2)
Kemudian persamaan (8) disubstitusikan kedalam persamaan (6) sehingga menjadi persamaan (9)
x k 1 x k
x k 1 x k 0 x k 1 x k
(9)
Dengan menggunakan persamaan (9), integrasi (3.4.3) numerik terhadap waktu berubah menjadi integrasi terhadap jarak, seperti yang terlihat pada gambar 2 berikut. x 0 ~ xm+1:critical trajectory x0
x1
(4)
xk 0
Sebagai catatan x adalah titik pada lintasan kritis saat gangguan (fault on trajectory) saat t
x 0 X F ; x pre
(5)
B. Modifikasi Persamaan Trapezoidal
k k saat t dinotasikan dengan x . Sehingga persamaan
trapezoidal yang konvensional menjadi persamaan (6).
Dengan,
1 k 1 x x k t k 1 t k 2
xm
m+1
x CUEP
Gambar 2 Konsep dari modifikasi metode trapezoidal.
Perhitungan trapezoidal, hasil dari persamaan (3) pada
x k 1 x k
Masing-masing titik tehubung menggunakan metode trapezoidal
(6)
x k f x k
Pada tulisan ini besaran k digunakan untuk state transition number terhadap waktu. Modifikasi persamaan trapezoidal menitik beratkan pada kondisi ketika gangguan dihilangkan pada saat CCT dan variabel yang konvergen ke titik kritis seperti yang dinyatakan sebelumnya. Dalam beberapa kasus tertentu,
Kondisi titik Awal (Initial Point Condition) Kondisi titik awal (Initial point), titik awal pada faulton trajectory ketika gangguan tersebut diputus saat CCT. Persamaannya ditunjukkan pada persamaan (10)
x 0 X F CCT , x pre Dengan,
(10)
CCT
Kondisi titik akhir (end point condition) Pemeriksaan lengkap dalam sistem multi-mesin telah menunjukkan bahwa, meskipun semua elemen X tidak mencapai x
m 1
, sebuah pasangan tertentu dalam elemen
3
PROCEEDING SEMINAR TUGAS AKHIR ELEKTRO ITS, (2014) 1-6 m 1
m 1
X dalam jangkauan elemen x . x merupakan controlling UEP (CUEP). Ini berarti bahwa kondisi berikut berada di titik akhir, m+1:
cgm1 cgu , cgm1 cgu
(11)
Indeks cg menunjukkan sejumlah generator tertentu yang didefinisikan di sini sebagai generator kritis. Kondisi di atas berarti bahwa setidaknya dua state variabel sesuai untuk Generator kritis (CG) mencapai UEP yang sesuai. Seleksi generator kritis bisa dilihat pada nilai CUEP. CUEP ini telah ditentukan secara terpisah terlebih dahulu oleh metode lain seperti BCU Shadowing[8]. Pada gambar 2 persamaan minimalisasi ditunjukkan pada persamaan (12)
k 1 k x k 1 x k 0 x x k 1 k x x G x x 0 X F CCT ; x pre 0 m 1 titik _ akhir xcg
(12)
NG x (m+1) NG x (m+1)
NODE x NG x (m+2)
NODE x NG
NG x (m+2)
m1 10 NG
m1 10 NG
A
A
1
A
1
A
f1
m min k k m1 W m1 X k 0
(13)
(15)
Dengan batas kondisi :
x0 X F ( ; x pre )
(16)
m1 x m1 xcg m1 dengan f ( x m1 ) 0
(17)
Setelah meminimalkan pada persamaan (13), menjadi ideal nol di persamaan (14), yang mana persamaan trapezoidal yang diusulkan (9) tetap, yang menghubungkan k
A
A
A
A
k
f 1
f NG
Permasalahan untuk menentukan kondisi kritis untuk kestabilan transien untuk sebuah sistem dirumuskan sebagai berikut :
NODE x NG x (m+2)+2
10 m NG
D. Perumusan Masalah
x k f x k
Secara umum, matrik jacobian untuk generator tanpa kontrol ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 4. Jacobian Matrik untuk Perhitungan CCT Menggunakan Persamaan Simultan tanpa Kontroler
X x 0 , x1 ,, x m1 , , , x k R N , k 0,, m, R, R x k 1 x k (14) k x k 1 x k k 1 x x k
C. Persamaan Simultan
m NG
End Point
2
X x 0 , x1 ,, x m , x m1 , , ,
0 1
Elemen A Matrik Jacobian
Node x NG x (m+2)
Dengan,
Dengan variable yang dihitung adalah
NG x (m+2)
Node x NG x (m+2) + 2
Af
Af
Af
Af
semua titik x , k = 0 sampai m+1, dalam gambar 2. W pada metode ini adalah matrik identitas. Solusi dari masalah (13) - (17) ditafsirkan sebagai k
f NG
NG = Number of Generator A = Xd’ generator model NODE = Number Of Ordinary Differential Equation
Gambar 3. Konfigurasi dan Dimensi Matrik Jacobian. Kemudian dari matrik jacobian tersebut ditambahkan dengan end point. Sehingga menyebabkan jumlah persamaan sama dengan jumlah variabelnya, sehingga inilah yang dinamakan persamaan simultan. Secara sederhana dari matrik jacobian yang ditambahkan dengan end point ditunjukkan pada gambar 4.
berikut. Set poin, x , k = 0 sampai m+1, mewakili lintasan kritis(critical trajectory), yang mana secara otomatis ditentukan ketika jumlah langkah integrasi, m, ditentukan; CCT dan titik kritis(critical point) masing-masing
diperoleh sebagai dan x sebagai solusi. Perhatikan bahwa m merupakan parameter penting yang mempengaruhi akurasi dan perhitungan waktu metode yang diusulkan. m 1
IV. HASIL DAN SIMULASI Simulasi akan diaplikasikan pada beberapa sistem yang menujukkan sitem multi mesin. Sistem tersebut yaitu
4
PROCEEDING SEMINAR TUGAS AKHIR ELEKTRO ITS, (2014) 1-6 sistem 3 generator 9-bus[9] dan 6 generator 30-bus[10]. Dari simulasi ini akan didapatkan parameter-parameter yang digunakan untuk perhitungan critical clearing time (cct). Simulasi yang dilakukan terbatas pada beban statis. A. Perhitungan CCT pada Sistem 3 Generator 9-bus Untuk membuktikan keakuratan metode ini makan dilakukan simulasi perhitungan pada sistem 3 generator 9bus. Sistem ini menggunakan referensi infinite bus. Pada simulasi ini infinite bus berasal dari generator 1 yang momen inersianya diberi nilai tak terhingga. Single line diagram dari sistem 3 generator 9-bus ditunjukkan pada gambar 5. 8
7 F
2
H 9
G2
3 B
A E
G
5
G3
ditemukan masih dalam range waktu antara stabil dan tidak stabil dari sistem setelah terjadi gangguan. Dari kecepatan perangkat komputer untuk mendapatkan nilai CCT dari kedua metode sangat berbeda. Jika menggunakan metode TDS (Time Domain Simulation) waktu yang dihasilkan merupakan try and error untuk mendapatkan range waktu antara stabil dan tidak stabil dari sistem yang setiap gangguan diasumsikan 10 kali percobaan. Sedangan dengan metode yang diusulkan sangat cepat untuk proses running programnya. Penentuan generator kritis pada setiap titik gangguan dapat dilihat pada nilai CUEP pada masing – masing generator. Pada tabel 2 menunjukkan nilai CUEP masing – masing generator pada tiap titik gangguan. Tabel 2 Nilai CUEP untuk Tiap Titik Gangguan Pada Sistem 3 Generator 9-Bus. CUEP (rad)
6 C 4
D 1
Generator Kritis
Gangguan
G1
G2
G3
A
-0,0000
2,6826
0,9010
2
B
-0,0000
1,2835
3,1293
3
C
-0,0000
2,9291
1,6842
2
G1
D
-0,0000
2,8503
2,0635
2
Gambar 5 Sistem 3 Generator 9-Bus.
E
-0,0000
2,8788
1,9632
2
F
-0,0000
2,8179
1,0313
2
Simulasi pada sistem 3 generator 9-bus ini mengabaikan damping pada setiap generatornya. Nilai CCT pada sistem 3 generator 9-bus tanpa damping yang didapatkan dengan metode yang diusulkan berada diantara nilai CCT dari metode TDS (Time Domain Simulation). Ini menunjukkan metode yang diusulkan ini cukup akurat untuk menentukan langsung nilai CCT. Tabel 1 Perbandingan nilai CCT yang dihasilkan metode yang diusulkan dengan nilai CCT metode TDS pada sistem 3 generator 9-bus tanpa damping. Fault Point Open Line
Metode TDS CCT [s] CPU [s]
Purposed Method CCT [s]
CPU [s]
A
2-7
0,18 – 0,19
165,32
0,1843
0,6423
B
3-9
0,23 – 0,24
128,60
0,2392
1,3197
G
-0,0000
2,7478
2,2262
2
H
-0,0000
2,8219
1,0369
2
Selanjutnya, pada sistem 3 generator 9 bus menggunakan damping didapatkan nilai CCT yang lebih besar dibandingkan dengan nilai CCT sistem tanpa damping. Hal ini menunjukkan sistem lebih stabil. Nilai CCT pada sistem 3 generator 9 bus menggunakan damping ditunjukkan pada tabel 3. Koefisien damping sebesar 5% pada setiap generator. Tabel 3 Perbandingan nilai CCT yang dihasilkan metode yang diusulkan dengan nilai CCT metode TDS pada sistem 3 generator 9-bus dengan damping. Fault Point Open Line
Metode TDS
Purposed Method
C
4-5
0,25 – 0,26
137,00
0,2562
1,4381
CCT [s]
CPU [s]
CCT [s]
CPU [s]
D
4-6
0,25 – 0,26
170,33
0,2566
0,6398
A
2-7
0,22 – 0,23
191,88
0,2210
0,6406
E
7-5
0,19 – 0,20
124,06
0,1955
1,3934
B
3-9
0,31 – 0,32
184,77
0,3171
0,6109
F
7-8
0,20 – 0,21
202,85
0,2035
1,0697
C
4-5
0,31 – 0,32
160,59
0,3170
1,2407
G
9-6
0,23 – 0,24
141,75
0,2309
0,9410
4-6
0,32 – 0,33
136,76
0,3214
0,7484
H
9-8
0,23 – 0,24
D
114,54
0,2379
1,1175
Rata – rata
148,05
E
7-5
0,24 – 0,25
149,87
0,2417
1,4093
F
7-8
0,24 – 0,25
179,10
0,2404
0,7353
G
9-6
0,31 – 0,32
150,17
0,3124
0,6496
H
9-8
0,31 – 0,32
168,80
0,3205
Rata-rata
165,24
1,0701
Tabel 1 menunjukkan perbandingan nilai CCT yang dihasilkan metode yang diusulkan dengan metode TDS (Time Domain Simulation). Metode yang diusulkan termasuk direct method (metode langsung), karena CCT yang dihasilkan langsung dapat ditemukan. Sedangkan metode TDS (Time Domain Simulation) merupakan indirect method (metode tidak langsung) dimana CCT yang
1,1100 0,8931
5
PROCEEDING SEMINAR TUGAS AKHIR ELEKTRO ITS, (2014) 1-6 25
23
24 26
Time Domain Simulation Method Persamaan Simultan
14
15
18
19
21
20
27
16
G6
17 12
G1
G5 22
10
11
30
13
29
9
3
1
CT = 0.19 [s]
28
4
6
A 2
CT = 0.18 [s]
C
8
D
B
CCT Persamaan Simultan = 0.1843 [s]
5
G4
7
G2 G3
Gambar 6 Grafik karakteristik kecepatan sudut atau ω (rad/s) terhadap sudut rotor atau δ (rad) di titik gangguan A pada sistem 3 generator 9 bus tanpa damping. Waktu pemutusan atau Clearing Time jika menggunakan metode TDS pada titik gangguan A antara 0.18 – 0.19 detik. Jika gangguan diputus pada waktu 0.18 detik, maka generator akan kembali stabil. Ketika gangguan diputus pada waktu 0.19 detik, maka generator akan tidak stabil. Jika menggunakan metode yang diusulkan, maka CCT akan langsung didapatkan. Pada titik gangguan ini nilai CCT yang diperoleh adalah 0.1843 detik. Gambar 6 merupakan grafik karakteristik kecepatan sudut rotor atau ω (rad/s) terhadap sudut rotor atau δ (rad) di titik gangguan A pada sistem 3 generator 9 bus tanpa damping. Kurva dengan warna “merah” menunjukkan kurva tidak stabil dimana pemutusan gangguan melebihi Clearing Time(CT) yang telah didapatkan dengan waktu pemutusan yaitu 0.19 detik yang diperoleh pada metode TDS (Time Domain Simulation) seperti pada tabel 1. Kurva dengan warna “biru” menunjukkan kurva stabil dimana pemutusan gangguan kurang dari Clearing Time(CT) yang telah didapatkan dengan waktu pemutusan yaitu 0.18 detik yang diperoleh pada metode TDS (Time Domain Simulation) seperti pada tabel 1. Sedangkan kurva warna “hijau muda” merupakan hasil dari metode yang diusulkan sehingga didapatkan CCT 0.1843 detik. B. Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 6 Generator 30-bus Untuk membuktikan keakuratan metode ini makan dilakukan simulasi perhitungan pada sistem IEEE 6 generator 30-bus[10]. Sistem ini menggunakan referensi infinite bus. Pada simulasi ini infinite bus berasal dari generator 1 yang momen inersianya diberi nilai tak terhingga. Single line diagram dari sistem 6 generator 30bus ditunjukkan pada gambar 7
Gambar 7 Sistem IEEE 6 Generator 30-Bus[10]. Simulasi pada sistem IEEE 6 generator 30-bus ini mengabaikan damping pada setiap generatornya. Nilai CCT pada sistem IEEE 6 generator 30-bus tanpa damping yang didapatkan dengan metode yang diusulkan berada diantara nilai CCT dari metode TDS (Time Domain Simulation). Ini menunjukkan metode yang diusulkan ini cukup akurat untuk menentukan langsung nilai CCT. Tabel 4 Perbandingan nilai CCT yang dihasilkan metode yang diusulkan dengan nilai CCT metode TDS pada sistem IEEE 6 generator 30-bus tanpa damping. Fault Point Open Line
Metode TDS
Purposed Method
CCT [s]
CPU [s]
CCT [s]
CPU [s]
A
2-4
0,70 – 0,71
229,72
0,7070
1,1044
B
2-5
0,70 – 0,71
275,42
0,7075
1,1144
C
2-6
0,70 – 0,71
241,56
0,7074
1,0247
D
5-7
0,61 – 0,62
172,20
0,6158
0,5908
Rata-rata
229,72
0,9585
Tabel 4 menunjukkan perbandingan nilai CCT yang dihasilkan metode yang diusulkan dengan metode TDS (Time Domain Simulation). Metode yang diusulkan termasuk direct method (metode langsung), karena CCT yang dihasilkan langsung dapat ditemukan. Sedangkan metode TDS (Time Domain Simulation) merupakan indirect method (metode tidak langsung) dimana CCT yang ditemukan masih dalam range waktu antara stabil dan tidak stabil dari sistem setelah terjadi gangguan. Dari kecepatan perangkat komputer untuk mendapatkan nilai CCT dari kedua metode sangat berbeda. Jika menggunakan metode TDS (Time Domain Simulation) waktu yang dihasilkan merupakan try and error untuk mendapatkan range waktu antara stabil dan tidak stabil dari sistem yang setiap gangguan diasumsikan 10 kali percobaan. Sedangkan dengan metode yang diusulkan sangat cepat untuk proses running programnya. Penentuan generator kritis pada setiap titik gangguan dapat dilihat pada nilai CUEP pada masing – masing generator. Pada tabel 5 menunjukkan nilai CUEP masing – masing generator pada tiap titik gangguan.
6
PROCEEDING SEMINAR TUGAS AKHIR ELEKTRO ITS, (2014) 1-6 Tabel 5 Nilai CUEP untuk Tiap Titik Gangguan Pada Sistem IEEE 6 Generator 30-Bus CUEP (rad)
Generator
Gangguan
G1
G2
G3
G4
G5
G6
Kritis
A
-0,0029
3,0963
0,0315
0,0316
0,0527
-0,0059
2
B C
-0,0029 -0,0029
3,0963 3,0970
0,0485 0,0414
0,0521 0,0436
0,0381 0,0540
0,0070 -0,0038
2
D
-0,0020
0,0954
0,0140
0,0123
3,2425
-0,0401
5
2
Selanjutnya, pada sistem 6 generator 30 bus menggunakan damping didapatkan nilai CCT yang lebih besar dibandingkan dengan nilai CCT sistem tanpa damping. Hal ini menunjukkan sistem lebih stabil. Nilai CCT pada sistem 6 generator 30 bus menggunakan damping ditunjukkan pada tabel 6. Koefisien damping sebesar 5% pada setiap generator. Tabel 6. Perbandingan nilai CCT yang dihasilkan metode yang diusulkan dengan nilai CCT metode TDS pada sistem IEEE 6 generator 30-bus dengan damping. Fault Point Open Line
Metode TDS
Proposed Method
CCT [s]
CPU [s]
CCT [s]
CPU [s]
A
02-Apr
0,84 – 0,85
183,69
0,8444
1,6754
B
02-Mei
0,84 – 0,85
175,85
0,8444
1,7145
C
02-Jun
0,84 – 0,85
185,91
0,8446
1,6879
D
05-Jul
0,76 – 0,77
227,61
0,7698
0,9268
Rata-rata
193,26
1,5011
IV. KESIMPULAN 1. Metode perhitungan CCT yang diusulkan pada sistem 3 generator 9 bus dan 6 generator 30 bus sudah mampu memberikan penilaian sebuah kestabilan transien dengan mempresentasikan hasil CCT pada sebuah sistem multi mesin. 2. Metode perhitungan CCT yang diusulkan dapat langsung menentukan nilai CCT setiap titik gangguan. Hal itu berbeda dengan metode TDS, dengan metode ini hanya didapatkan nilai range antara waktu stabil dan waktu tidak stabil. 3. Metode perhitungan CCT yang diusulkan tidak memerlukan waktu yang cukup lama seperti pada metode TDS. Pada sistem 3 generator 9 bus tanpa damping jika menggunakan metode TDS maka waktu rata-rata untuk mendapatkan nilai CCT sekitar 148.05 detik sedangkan metode yang diusulkan hanya 1,0701 detik. Dan perbedaan tersebut juga ditunjukkan pada sistem 3 generator 9 bus dengan damping dan sistem 6 generator 30 bus tanpa atau dengan damping. 4. Terjadi kegagalan dalam menentukan nilai CCT pada sistem 3 generator 9 bus dengan damping pada titik gangguan H sebesar 0,15625%
V. DAFTAR PUSTAKA [1] IEEE/CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions, “Definition and Classification of Power System Stability,” IEEE Transaction on Power System, Vol.19, No.2, May. 2004. [2] Grainger, Jhon. J dan William D. Stevenson, JR, Power System Analysis. New York: McGraw-Hill, Inc, [3] Kundur, P, Power System Stability and Control. New York: McGraw-Hill, Inc, 1994. [4] Yorino, Naoto, Ardyono Priyadi, Hironori Kakui, and Mitsuhiro Takeshita. A New Method for Obtaining Critical Clearing Time for Transient Stability. IEEE Transactions On Power Systems, Vol. 25, No. 3, August 2010. [5] Priyadi, A., Yorino, N., Sasaki, Y., Tanaka, M., Fujiwara, T., Zoka, Y., Kakui, H., and Takeshita, M., “Comparison of Critical Trajectory Methods for Direct CCT Computation for Transient Stability,” IEEJ Transactions on Power and Energy, pp. 870-876, October 2010, vol. 130, no. 10. [6] Yorino, N., Priyadi, A., Ridzuan, B.A.M., Sasaki, Y., Zoka, Y., Sugihara, H., “A Novel Method for Direct Computation CCT for TSA Using Critical Generator Conditions”, Accepted to be presented at TENCON, Fukuoka, Japan, 23 November 2010, pp 1-6. [7] Dong, Hsiao dan Chiang, Direct Methods for Stability Analysis of Electric Power System. Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2011. [8] Treinen, R. T., Vittal, V., and Kliemann, W.: “An Improved Technique to Determine the Controlling Unstable Equilibrium Point in a Power System”, IEEE Trans. Circuit and Systems, 1996, vol. 43, no. 4, pp. 313-323. [9] Anderson, P. M. dan A. A. Fouad, Power System Control and Stability. United States: A John Wlley & Sons, Inc, 2003. [10] Appendix – A, Data For IEEE-30 Bus Test System.